Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KAPITA SELEKTA

“Permasalahan Agribisnis di Indonesia”

PAPER

OLEH:

RAHAYU HANDAYANI
NIM.197039012

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Secara konsepsional system agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari

pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk

yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustry yang sangat terkait satu sama lain. System

agribisnis merupakan suatu system yang terdiri dari berbagai subsistem diantaranya subsistem

agribisnis hulu. Subsistem agribisnis hulu meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara

lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan penyakit,

lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Selain itu juga

ada subsistem bididaya/usahatani yang menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan,

hasil perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan.

Subsistem yang lainnya berupa subsistem agribisnis hilir dimana terdapat rangkaian kegiatan

mulai dari pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi, serta

subsistme jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) dimana semua jenis kegiatan yang

berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan subsistem hulu,

subsistem usaha tani, dan subsistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini

adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian.

Agribisnis berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Sector agribisnis merupakan

penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh

sector ekonomi lainnya kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. Disamping itu juga

ternyata permasalahan agribisnis pun muncul di Indonesia baik dari segi structural, kultural,

maupun sistemnya sehingga akan mempengaruhi semua subsector baik hulu, hilir, usahataninya

ataupun kelembagaannya karena subsistem dalam agribisnis merupakan satu kesatuan.


Oleh karena itu tulisan ini dibuat untuk menjadi bahan informasi mengenai bagaimana

dan mengapa permasalahan agribisnis di Indonesia dapat terjadi dan bagaimana solusi yang

dapat direkomendasikan untuk mengatasi masalah agribisnis sehingga tidak berimbas pada

perekonomian khususnya perekonomian petani kecil di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Struktural

 Skala Kecil

Pengembangan usaha agribisnis tidak hanya mencakup bisnis pertanian yang

besar, tetapi juga skala kecil dan lemah (pertanian rakyat). Usaha agribisnis dalam skala

kecil seringkali dijumpai di kalangan masyarakat petani seperti bidang usaha industry

rumah tangga, koperasi tani, kelompok usaha tani dan lainnya yang bergerak dalam

bidang pengembangan agribisnis. Usaha agribisnis skala kecil ini seringkali mengalami

kemunduran dalam menjalankan usahanya. Sebagai contoh misalnya pengolahan hasil

pertanian berskala industry rumah tangga yang sering tidak bertahan lama dalam

menjalankan usahanya karena berbagai factor yang menghambat seperti kendala dalam

pengadaan modal, persaingan dengan industry atau perusahaan dengan olahan produk

yang sama, kendala dalam system pemasaran, penerapan teknologi yang masih minim

dilakukan, dan kurangnya perhatian pemerintah dalam mengembangkan usaha kecil.

Untuk mewujudkan pengembangan usaha agribisnis khususnya berskala kecil agar dapat

tetap berkembang maka seharusnya pelaku usaha dan pemerintah harus saling

mendukung dan mendorong pengembangan system dan usaha agribisnis di bidang usaha

industry rumah tangga, koperasi, kelompok usahatani maupun usaha agribisnis skala

kecil lainnya agar pengembangan usaha agribisnis dapat berdampak pada ketahanan

pangan yang handal dan mempengaruhi pembangunan daerah yang terarah dan

berkelanjutan.
Maka dari itu solusi dan strategi yang diperlukan untuk pengembangan agribisnis

dapat dilakukan dengan pendalaman struktur agro-industri sebagai suatu subsistem dalam

agribisnis. Pendalaman agro-industri lebih ditekankan pada industry hilir pengolahan

hasil pertanian dengan mempertimbangkan pengembangan industry hulu. Setelah itu

dilakukan daya dorong inovasi. Inovasi kreatif menekankan pada peningkatan kemajuan

teknologi pada setiap subsistem agribisnis. Sumberdaya manusia yang berkualitas yang

juga sangat diperlukan untuk mengimbangi kemajuan teknologi yang ada. Selain itu

strategi dan solusi kebijakan lainnya yang dapat dilakukan adalah berupa pemberian

akses permodalan dan informasi bagi pelaku usaha agribisnis yang akan melakukan

investasi pada sector pengolahan dan pemasaran di industry hilir. Peningkatan nilai

tambah (added value) komoditas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan akan

sejalan dengan upaya peningkatan keunggulan kompetitif. Investasi di sector hilir

tersebut akan menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja terampil dan

berpendidikan tinggi.

 Lokasi Terpencar (Dispersal)

Pengusahaan lahan pertanian akan lebih efektif dan efisien jika berada dalam satu

kesatuan areal karena apabila lahan/lokasi usahatani yang terpencar apalagi dalam

petakan yang sempit akan mengakibatkan pengelolaan usahatani yang tidak efisien. Hal

ini terjadi karena luas lahan usahatani yang dimiliki oleh petani rata-rata relative kecil

sehingga harus menggarap di beberapa lokasi agar hasil produksi yang dihasilkan

mendapatkan hasil yang banyak. Namun, pada kenyataannya tidak sejalan dengan yang

diharapkan bahkan hanya mengakibatkan kerugian kepada petani karena terkendala akses

dalam mencapai lokasi yang terpencar tersebut. Hal ini dapat terjadi karena salah satu
penyebabnya yaitu adanya alih fungsi lahan dimana lahan pertanian dikonversi untuk

pembangunan perusahaan, kantor, ataupun lokasi perumahan sehingga menyebabkan

berkurangnya lahan garapan petani. Hal ini sering terjadi dan kita jumpai dikota-kota

besar yang seharusnya menjadi lahan garapan petani dialihfungsikan kegunaannya.

Menurut Soehardjo dan Patong (1973) dalam Supadi (2008) mengemukakan

bahwa beberapa kerugian yang timbul karena terpencarnya lahan usahatani ialah :

a. Petani kehilangan waktu yang produktif untuk mencapai semua lahan yang letaknya

terpencar

b. Pengawasan terhadap apa yang diusahakan pada masing-masing lahan sangat sukar

c. Petani tidak leluasa memilih tanaman yang paling menguntungkan

d. Banyak lahan produktif untuk pematang

e. Pembagian air pengairan sulit diatur

f. Penggunaan alat-alat mekanisasi sulit dilakukan.

Dengan adanya kondisi seperti diatas maka peran pemerintah dalam pengaturan

tentang perlindungan lahan bidang pertanian sangat diperlukan agar pengkonversian

lahan yang dilakukan dapat dicegah dan mempunyai aturan yang tidak merugikan petani

kecil khususnya sehingga petani dapat mengusahakan lahan yang dimilikinya secara

efektif dan efisien agar dapat menghasilkan produksi hasil panen yang berlimpah yang

akan mempengaruhi perekonomian petani agar menjadi petani mandiri dan dapat menjadi

petani yang berdaya.

 Asimetri Struktur Pasar (Monopolistik/Monopsonistik)

Struktur pasar secara sederhana merupakan kumpulan berbagai factor yang

mempengaruhi tingkat kompetensi di pasar. Struktur pasar ditentukan oleh berbagai


factor seperti jumlah penjual dan pembeli, pangsa pasar, tingkat penguasaan teknologi,

elastisitas permintaan terhadap suatu produk, lokasi, hambatan masuk pasar, tingkat

efisiensi serta beberapa factor lainnya, Rahayu, Endang (2013). Strukutur pasar

mempengaruhi kemampuan produsen atau pedagang dalam pembentukan harga.

Produsen/pedagang tidak mempunyai kekuatan untuk membentuk/mempengaruhi harga

pada pasar persaingan sempurna (kompetitif), semua pelaku pasar bertindak sebagai price

taker. Namun kemampuan untuk mempengaruhi harga tersebut muncul ketika struktur

pasarnya tidak sempurna, bahkan produsen/pedagang dapat bertindak sebagai pembentuk

harga (price maker) jika struktur pasarnya monopoli. Berbagai studi empiris

menunjukkan bahwa struktur pasar komoditas pertanian tidak sempurna sehingga

pedagang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar, Tjahjono et al., (2008)

dalam Rahayu, Endang (2013).

Penjelasan diatas sejalan dengan apa yang dialami oleh petani kita pada saat ini.

Petani kecil sejauh ini hanya sebagai price taker dimana tidak ada kekuatan untuk

membuat harga pasar sehingga dapat menguntungkan. Hal ini dpengaruhi oleh

seragamnya produk komoditas yang dihasilkan oleh petani, minimnya penggunaan

teknologi dan kurangnya perencaan yang matang untuk memulai usahataninya sehingga

mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan oleh petani sehingga

para pedagang/produsen dapat dengan bebas membuat harga pasar sehingga terkadang

tidak memberikan keuntungan kepada petani. Dengan keadaan demikian haruslah adanya

regulasi yang jelas mengenai informasi pasar yang dibuat oleh pemerintah sehingga

petani mampu merencanakan usahataninya, selain itu pendampingan yang secara terus

menerus dilakukan oleh penyuluh lapangan mengenai penguasaan teknologi dan


memberikan informasi pasar yang jelas sehingga dalam perencanaan untuk memulai

usahataninya petani mampu untuk mengusahakannya sehingga akan menghasilkan

keuntungan yang dapat membantu perekonomian petani khususnya petani diwilayah

pedesaan/petani kecil yang ada di Indonesia.

 Asimetri Lobi Ekonomi-Politik

Pengembangan kelembagaan kelompok tani sangat dibutuhkan untuk

pemberdayaan petani untuk dapat tumbuh berkembang secara dinamis dan mandiri

sebagai langkah kunci dalam mewujudkan strategi pembangunan pedesaan berbasis

pertanian. Dengan penguatan kelembagaan kelompok tani, masyarakat tani memiliki

daya atur diri yang menimbulkan ketaatan terhadap norma-norma yang telah diakui

bersama, Soewardi (1977) dalam Supadi (2004). Pembentukan kelembagaan berupa

kelompok tani yang sering kita jumpai di daerah pedesaan kerap kali tidak mempunyai

perencaan organisasi yang tidak jelas dan seringkali hanya dijadikan sebagai kepentingan

politik oleh kelompok dan golongan tertentu saja.

Dengan kondisi demikian maka akan muncul ketidakseimbangan kelembagaan

berupa kelompok tani yang akan dipengaruhi oleh system politik di suatu daerah yang

secara otomatis akan dapat mempengaruhi perekonomian anggota kelompok tani

tersebut. Untuk dapat menjalankan suatu aktivitas yang secara ekonomi menguntungkan

diperlukan suatu bentuk atau organisasi kerjasama yang dapat mendorong petani mampu

mengembangkan respon yang sesuai dengan kondisi atau iklim ekonomi yang kondusif.

Kelembagaan kelompok/organisasi petani yang perlu dikembangkan meliputi organisasi

untuk mengatur sumberdaya milik bersama seperti organisasi petani pemakai air,

pemanfaatan hutan lahan adat, organisasi bisnis kooperatif yang dapat berupa kegiatan
produktif kolektif (pelaksanaan/pengaturan kegiatan usaha tani, pembelian sarana

produksi, pengadaan modal/kredit pemasaran hasil dan koperasi, serta organisasi lobi

politik ekonomi yang seimbang dengan cara membentuk asosiasi petani.

2. Kultural

 Budaya Turun Temurun

Kegiatan berusaha tani umumnya dilakukan oleh masyarakat desa yang

kegiatannya biasanya dilakukan secara turun temurun dalam setiap kegiatan yang

dilakukan. Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan dari pengalaman adaptasi secara

aktif yang diwariskan secara turun temurun menjadi kearifan lingkungan yang terbukti

secara efisien dalam pelestarian fungsi lingkungan dan penciptaan keserasian social.

Kearifan tentang lingkungan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide (norma, nilai,

mitologi, dan cerita rakyat), aktivitas social (interaksi social, upacara adat keagamaan,

pola pemukiman) dan teknologi pengelolaan lingkungan yang berupa peralatan,

Fatmawati (2019). Sejalan dengan hal tersebut diatas budaya turun temurun kerap

dilakukan dalam setiap mulai kegiatan bercocok tanam.

Hal ini terjadi karena adanya perilaku dari nenek moyang terdahulu yang apabila

ketika hendak memulai kegiatan berusaha tani dimulai dengan ritual atau upacara adat

yang diyakini dapat menghasilkan produksi yang berlimpah. Tetapi hal tersebut tidak

sepenuhnya menjadi tolak ukur apabila dari petani sendiri tidak ada inovasi ataupun

kreasi dalam kegiatan berusaha tani yang dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat dari

beberapa daerah misalnya di daerah Sulawesi Selatan yang mana setiap memulai kegiatan

berusaha tani menanam padi ada beberapa ritual yang harus dilakukan seperti melihat

tanda-tanda alam, mandi di sungai, ritual posi lia yang berarti menghargai tanah dan lain
sebagainya. Kegiatan tersebut bisa saja dilakukan akan tetapi seiring berjalannya waktu

petani juga harus membuat inovasi dan kreasi sehingga hasil produksi dari berusaha tani

yang dilakukan dapat berlimpah dan tidak hanya untuk konsumsi sendiri melainkan untuk

dijual sehingga dapat terpenuhinya perekonomian petani.

Selain itu, inovasi dalam penggunaan teknologi baru juga perlu untuk dicoba

sehingga dalam kegiatan berusaha tani yang dilakukan dapat menjadi efektif dan efisien.

Peran pemerintah melalui kegiatan penyuluhan pertanian yang menjadi garda terdepan

dalam keberhasilan kegiatan berusaha tani diperlukan untuk mendorong masyarakat yang

minim pengetahuan akan system pertanian agar lebih memiliki kapasitas dan

pengetahuan yang memadai sehingga dalam setiap kegiatan berusaha tani dapat terus

menghasilkan produksi yang berlimpah.

 Eksploitatif

Kegiatan eksploitatif merupakan kegiatan yang hanya dapat menguntungkan salah

satu pihak khususnya dalam bidang agribisnis. Salah satu contoh kegiatan ekploitasi yang

sering dirasakan oleh petani adalah eksploitasi pupuk dan bibit yang seharusnya disubsidi

tidak sampai ke petani kecil kebermanfaatannya. Selain itu juga contoh lainnya adalah

masuknya perusahaan agribisnis dalam perkebunan kelapa sawit. Petani kecil dan

masyarakat adat terpinggirkan karena tanahnya diambil alih oleh perusahaan. Konflik

tanah banyak terjadi di perkebunan sawit. Sementara itu rakyat kesulitan membeli

minyak goreng karena harganya meningkat.

Hal ini lah yang harus selalu diperhatikan pemerintah dengan memberikan solusi

dan kebijakan yang memihak kepada petani kecil. Pemerintah harus memberikan

kebijakan misalnya untuk subsidi pupuk benar-benar diberikan kepada petani tanpa ada
yang dipotong sehingga usahatani petani dapat memiliki produktivitas dan hasil yang

berlimbah sehingga dapat membantu perekonomian petani kecil. Selain itu solusi

yangbbijak harus diberikan pemerintah kepada perusahaan dalam hal penggunaan lahan

agar jangan sampai lahan yang eharusnya diusahakan petani diambil alih oleh perusahaan

akibat tidak adanya perlindungan dan kebijakan yang jelas dari pemerintah dalam

pengaturan kebijakan penggunaan lahan.

 Subsisten

Pertanian subsisten merupakan suatu kegiatan produksi pertanian yang ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani itu sendiri yang dicirikan dengan

komoditi pertanian yang diusahakan berupa komoditi (tanaman dan ternak) untuk

keperluan konsumsi keluarga sendiri, teknologi budidaya yang rendah, pengelolaan usaha

berdasarkan pada pengalaman/tradisi, dan bermotto hari ini untuk hidup hari ini sehingga

tidak mudah bagi petani untuk mengadopsi teknologi di bidang pertanian, (Yudiarini,

1979). Pertanian subsisten ini seringkali menghadapi masalah dan kendala yang berkaitan

dengan luas lahan garapan yang minim, kurangnya akses terhadap layanan dan

sumberdaya produktif, kurangnya perlindungan usahatani, minimnya keberdayaan dalam

mengembangkan kegiatan pertanian, rendahnya pengetahuan dan penggunaan akan

teknologi, dan rendahnya tingkat pendidikan. Hal ini berkaitan dengan pendapat Nizwar

(2005) dalam Yudiarini (1979) yang menyatakan bahwa pada kurun waktu tahun 1993-

2003 ternyata jumlah petani gurem (luas garapan kurang dari 0,5 Ha) mengalami

peningkatan dari 10,8 Juta KK menjadi 13,7 Juta KK, atau rata-rata besarnya peningkatan

adalah 2,6% per tahun. Akibat yang ditimbulkan dari pertanian subsisten ini adalah

rendahnya produktivitas dan juga kualitas produk yang dihasilkan oleh para petaninya
yang akan memberikan konsekuensi pada bertahannya petani didalam perangkap

kemiskinannya. Dengan kondisi demikian maka diperlukan suatu perubahan ataupun

transformasi pertanian terhadap petani subsisten yang tidak hanya mempengaruhi

perekonomian tetapi juga dapat meningkatkan daya saing dan menghasilkan

produktivitas dan kualitas pada setiap hasil pertanian yang diusahakan oleh petani

tersebut.

Transformasi pertanian dapat diartikan sebagai perubahan bentuk, ciri, struktur,

dan kemampuan system pertanian yang dapat menumbuhkan, mengembangkan dan

menyehatkan perekonomian masyarakat petani yang berkenaan dengan perbaikan

pertanian tradisional menuju komersial melalui pengerahan sumber daya (manusia dan

alam serta teknologi) yang lebih besar untuk membangun pertanian modern dan

komersial yang akan sejalan dengan industrialisasi yang dapat mendorong tumbuhnya

system agribisnis yang integratif dan utuh sehingga mampu mendorong pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, terbukanya peluang yang lebih baik untuk perubahan struktur

ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup

yang merupakan bagian dari pembangunan yang berkelanjutan.

3. Sistem

 Transmisi Harga

Dalam pemasaran komoditas pertanian transmisi harga dari pasar konsumen ke

pasar produsen yang relative rendah merupakan salah satu indicator yang mencerminkan

adanya kekuatan monopsony atau oligopsoni pada pedagang. Hal ini karena pedagang

yang memiliki kekuatan monopsoni atau oligopsoni dapat mengendalikan harga beli dari
petani sehingga walaupun harga ditingkat konsumen relative tetap tetapi pedagang

tersebut dapat menekan harga beli dari petani untuk memaksimumkan keuntungannya,

Irawan (2007). Hal ini sering terjadi pada petani yang dimana harga komoditas yang

dihasilkan petani selalu dihargai rendah oleh para pedagang. Hal ini dikarenakan variasi

komoditas yang dihasilkan oleh petani cenderung relative sama antara petani yang satu

dengan lainnya sehingga pedagang bebas menentukan harga. Apabila sudah musim panen

maka harga dari barang tersebut akan turun dan yang mengalami kerugian adalah petani

itu sendiri apabila petani yang satu tidak mau menjual hasil panennya maka pedagang

berfikir masih ada hasil panen yang lain dengan komoditas yang sama pada petani

lainnya.

Hal inilah yang menyebabkan petani terjebak dalam permainan harga yang

ditawarkan pedagang. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut petani harus memiliki

inovasi dalam menghasilkan dan mengusahakan komoditas yang akan ditanam. Sebisa

mungkin untuk menghasilkan komoditas yang memang dibutuhkan dan dicari oleh

masyarakat atau komoditas yang dihasilkan petani memiliki keunggulan yang lebih

dibandingkan petani yang lain. Dengan kondisi seperti itu dan dengan inovasi yang

dimiliki petani maka petani itu sendiri yang nantinya akan bebas dalam menentukan

harga sehingga dapat menghasilkan dan memberikan perekonomian petani agar lebih

maju. Selain peran petani sendiri peran pemerintah juga diperlukan untuk terus

memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada petani agar dapat memberikan

penyuluhan dan informasi terkait usahatani yang akan diusakan oleh petani tersebut.
 Informasi Pasar

Informasi pasar merupakan salah satu factor yang menentukan apa yang akan

diproduksi, dimana akan dilakukan, bagaimana cara memproduksinya, dan untuk siapa

produk dijual dengan keuntungan yang paling menguntungkan petani. Keterbatasan

informasi pasar biasanya terkait dengan letak lokasi usaha tani yang terpencil,

pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang. Selain itu

rata-rata rendahnya tingkat pendidikan petani yang menyebabkan kemampuan untuk

mencerna atau menganalisis sumber informasi menjadi sangat terbatas. Oleh sebab itu

peran pemerintah untuk menciptakan dan mendampingi petani perlu terus digalakkan

agar petani memiliki wawasan yang luas tentang apa yang akan diusahakannya sehingga

nantinya dapat memberikan pengetahuan mengenai informasi pasar yang tepat yang dapat

mengurangi resiko usaha sehingga petani dapat meraih keuntungan semaksimal mungkin.

 Transfer Teknologi

Sector pertanian di Indonesia tidak pernah lepas dari permasalahan yang setiap

tahunnya selalu membuat petani kesulitan. Salah satu masalah sector pertanian di

Indonesia adalah penerapan teknologi pertanian. Teknologi dalam bidang pertanian

merupakan factor terpenting karena dengan adanya teknologi maka akan dapat

meningkatkan kualitas hasil pertanian, serta memudahkan bagi para pengelola sector

pertanian untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Akan tetapi teknologi pertanian di

beberapa wilayah mungkin masih belum sesuai untuk diterapkan secara keseluruhan

karena masih harus mempertimbangkan beberapa factor seperti kondisi alam, tenaga ahli

yang mengoperasikan peralatan, serta pengetahuan dan adaptasi kebiasaan masyarakat

petani yang masih minim tentang alat teknologi pertanian tersebut. Inovasi teknologi
pertanian berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, mengingat

bahwa peningkatan produksi melalui perluasan lahan (ekstensifikasi) sulit diterapkan di

Indonesia, ditengah-tengah knversi lahan pertanian produktif ke non pertanian semakin

meluas.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu 1983-1993 telah

terjadi alih fungsi lahan seluas 935.000 Ha yang terdiri atas 425.000 Ha berupa lahan

sawah dan 510.000 Ha lainnya bukan sawah atau rata-rata per tahun sekitar 40.000 Ha.

Untuk tahun 1993-2003 diperkirakan konversi lahan mencapai dua kali lipat dari tahun

1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 Ha per tahun. Wilayah konversi lahan

terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54% dan Sumatera 38%. Perubahan konversi lahan

terbesar menjadi lahan perkampungan atau lahan pemukiman sebesar 69% dan kawasan

industry sebesar 20% (Fatchiya dkk. 2016). Dengan kondisi tersebut diatas apabila tidak

ada perubahan dalam bidang teknologi dalam melakukan kegiatan usaha bidang pertanian

khususnya maka bisa jadi pembangunan pertanian akan dapat terhenti. Apabila

pembangunan berhenti maka produksi pun ikut terhenti kenaikannya bahkan dapat

menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau kerusakan yang makin meningkat oleh

hama penyakit yang masih merajalela di lahan garapan petani.

Oleh Karena itu penerapan inovasi khususnya teknologi kepada para petani

khususnya di wilayah pedesaan berhubungan erat dengan penyelenggaraan penyuluhan.

Penyuluh lapangan berperan penting dalam memperkenalkan inovasi teknologi pertanian

kepada petani. Peran penyuluh pada dasarnya tidak hanya sekedar memperkenalkan

melainkan juga meningkatkan kapasitas petani agar mampu secara mandiri dalam

menjalankan usahanya.
 Aksesibilitas Modal

Permodalan merupakan permasalahan paling mendasar yang sering dihadapi

petani. Modal sering menjadi kendala petani dalam melakukan usahataninya. Modal yang

dibutuhkan bukan hanya berupa uang, melainkan juga modal sarana produksinya.

Keterbatasan modal juga membuat kuantitas dan kualitas hasil yang didapat petani tidak

maksimal. Permasalahan modal ini juga menjadi penyebab utama banyaknya petani yang

hidup di bawah garis kemiskinan.

Menurut data BPS tahun 2016, dari total 27,7 juta orang yang digolongkan miskin

di Indonesia, 21,8% diantaranya berprofesi sebagai petani. Ada sekitar 6,05 juta petani

yang hidup dibawah garis kemiskinan. Bahkan pada data pertambahan jumlah penduduk

miskin di Indonesia dari tahun 2015-2016, 60% merupakan dari profesi petani atau

sekitar 516.000 jiwa. Sifat budidaya yang lebih tergantung dengan alam, kegagalan panen

yang dialami petani akan menjadi permasalahan yang serius. Petani yang tergolong

miskin seringkali tidak memiliki tabungan untuk menutupi kerugian usahataninya. Akan

muncul masalah bagaimana petani mendapatkan modal untuk memulai kembali

usahataninya., mulai dari pembelian pupuk, bibit,pestisida, dan sarana produksi lainnya.

Seringkali petani mendapatkan pinjaman dari para pedagang pengumpul yang

mengangkut hasil panen petani,akan tetapi petani terkadang terjerat dengan bunga,dan

hasil panen yang terkadang tidak sesuai harapan dikarenakan hama akibatnya petani

terkadang terlilit hutang. Menurut informasi di beberapa tempat pemerintah sudah

menyediakan kredit untuk para petani akan tetapi syarat yang begitu banyak dan dituntut

angsuran yang setiap bulan sedangkan petani mendapatkan hasil panen hanya dengan

musiman membuat akses terhadap permodalan sulit untuk didapatkan. Dengan kondisi
seperti itu setidaknya peran pemerintah benar-benar sangat dibutuhkan dalam pemberian

aturan dan kebijakan terkait akses modal untuk petani sehingga apabila akses modal pun

dilimpahkan kepada suatu bank kredit hendaknya benar-benar diperhatikan syarat

pengajuan sehingga tidak memberatkan petani kecil yang sangat membutuhkan modal

untuk keberlanjutan kegiatan usahataninya.


BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan penjelasan dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan

bahwa masalah agribisnis di Indonesia sebenarnya cukup kompleks. Dilihat dari kondisi petani

yang dapat dikatakan belum mencapai kata sejahtera yang kita lihat banyak program pemerintah

yang digalakkan untuk kemajuan petani tetapi tidak sejalan dengan kenyataan yang kita lihat

dengan kondisi petani sampai dengan saat ini. Permasalahan yang dihadapi petani kebanyakan

terkendala dalam akses mendapatkan modal. Apabila modal tidak ada maka usahatani yang akan

mereka lakukan pun tidak akan dapat berjalan. Selain itu juga kondisi belum jelasnya harga pasar

atas hasil komoditi yang didapatkan petani dimana saluran pemasaran yang panjang sehingga

untuk mendapatkan keuntungan minim didapatkan.

Selain itu masih terdapatnya petani yang kegiatan usahataninya masih dengan cara

turun temurun dan penggunaan aplikasi teknologi yang minim yang menyebabkan produktivitas

rendah dari hasil produk yang dihasilkan sehingga kualitas dan mutu dari produk yang dihasilkan

petani menjadi tidak baik. Kondisi seperti yang harus benar-benar kita perhatikan dan kita

perbaiki terlebih dahulu dimana peran pemerintah sangat benar-benar dibutuhkan sebagai

pembuat dan pengambil kebijakan. Adanya kejelasan harga produk dipasaran, adanya informasi

yang jelas mengenai rantai pemasaran, pengenalan teknologi yang tepat kepada petani akan

membuat petani dapat sedikit lebih maju sehingga dapat menghasilkan produk yang bernilai

tinggi dan berkualitas yang akhirnya dapat mendongkrak perekonomian petani di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Fatchiya,A. & Amanah, S. 2016. Penerapan Inovasi Tenologi Pertanian dan Hubungannya

dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani. Jurnal Penyuluhan, 12(2) : 190-

197.Fatmawati. 2019. Pengetahuan Lokal Petani Dalam Tradisi Bercocok Tanam Padi Oleh

Masyarakat Tapango di Polewali Mandar. Jurnal Walasuji Volume 10, No. 1 Juni 2019: 85-

95.https://media.neliti.com/media/publications/292854-pengetahuan-lokal-petani-dalam

tradisi-b-e-237f456.pdf diakses pada 28 September 2020.

Irawan, Bambang. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Marjin Pemasaran Sayuran

dan Buah. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.Bogor. Jurnal Analisis

Kebijakan Pertanian Volume 5.No. 4, Desember 2007 : 358-373.

https://media.neliti.com/medi/punlocations/54761-ID-fluktuasi-harga-transmisi-harga-dan

marj.pdf diakses pada 29 September 2020.

Rahayu, Endang Siti. 2013. Analisis Struktur Pasar (Market Structure) Jagung di Kabupaten

Grobogan. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Journal Of Rural Development Volume IV No.1 Februari 2013. https://jurnal.uns.ac.id

diakses pada 30 September 2020.

Supadi, 2004. Pembangunan Pertanian dan Perekonomian Pedesaan Melalui Kemitraan Usaha

Berwawasan Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Bogor. Bogor. https://pse.litbang.pertanian.go.id diakses pada 30 September 2020.

Supadi. 2008. Pengusahaan dan Kelembagaan Lahan Pertanian di Berbagai Agroekosistem

(Kasus Desa Patanas). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor.

Bogor. Jurnal AGRISEP Vol.8 No.1 September 2008: 19-40 https://ejournal.unib.ac.id

diakses pada 30 September 2020.


Yudiarini, Nyoman. 1979. Perubahan Pertanian Subsisten Tradisional ke Pertanian Komersial.

Jurnal dwijenAGRO Volume 2. No. 1 ISSN : 1979-3901. https://ejournal.undwi.ac.id

diakses pada 28 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai