PAPER
OLEH:
RAHAYU HANDAYANI
NIM.197039012
PENDAHULUAN
Secara konsepsional system agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari
pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk
yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustry yang sangat terkait satu sama lain. System
agribisnis merupakan suatu system yang terdiri dari berbagai subsistem diantaranya subsistem
agribisnis hulu. Subsistem agribisnis hulu meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara
lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan penyakit,
lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Selain itu juga
ada subsistem bididaya/usahatani yang menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan,
hasil perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan.
Subsistem yang lainnya berupa subsistem agribisnis hilir dimana terdapat rangkaian kegiatan
mulai dari pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi, serta
subsistme jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) dimana semua jenis kegiatan yang
berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan subsistem hulu,
subsistem usaha tani, dan subsistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini
penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh
sector ekonomi lainnya kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. Disamping itu juga
ternyata permasalahan agribisnis pun muncul di Indonesia baik dari segi structural, kultural,
maupun sistemnya sehingga akan mempengaruhi semua subsector baik hulu, hilir, usahataninya
dan mengapa permasalahan agribisnis di Indonesia dapat terjadi dan bagaimana solusi yang
dapat direkomendasikan untuk mengatasi masalah agribisnis sehingga tidak berimbas pada
PEMBAHASAN
1. Struktural
Skala Kecil
besar, tetapi juga skala kecil dan lemah (pertanian rakyat). Usaha agribisnis dalam skala
kecil seringkali dijumpai di kalangan masyarakat petani seperti bidang usaha industry
rumah tangga, koperasi tani, kelompok usaha tani dan lainnya yang bergerak dalam
bidang pengembangan agribisnis. Usaha agribisnis skala kecil ini seringkali mengalami
pertanian berskala industry rumah tangga yang sering tidak bertahan lama dalam
menjalankan usahanya karena berbagai factor yang menghambat seperti kendala dalam
pengadaan modal, persaingan dengan industry atau perusahaan dengan olahan produk
yang sama, kendala dalam system pemasaran, penerapan teknologi yang masih minim
Untuk mewujudkan pengembangan usaha agribisnis khususnya berskala kecil agar dapat
tetap berkembang maka seharusnya pelaku usaha dan pemerintah harus saling
mendukung dan mendorong pengembangan system dan usaha agribisnis di bidang usaha
industry rumah tangga, koperasi, kelompok usahatani maupun usaha agribisnis skala
kecil lainnya agar pengembangan usaha agribisnis dapat berdampak pada ketahanan
pangan yang handal dan mempengaruhi pembangunan daerah yang terarah dan
berkelanjutan.
Maka dari itu solusi dan strategi yang diperlukan untuk pengembangan agribisnis
dapat dilakukan dengan pendalaman struktur agro-industri sebagai suatu subsistem dalam
dilakukan daya dorong inovasi. Inovasi kreatif menekankan pada peningkatan kemajuan
teknologi pada setiap subsistem agribisnis. Sumberdaya manusia yang berkualitas yang
juga sangat diperlukan untuk mengimbangi kemajuan teknologi yang ada. Selain itu
strategi dan solusi kebijakan lainnya yang dapat dilakukan adalah berupa pemberian
akses permodalan dan informasi bagi pelaku usaha agribisnis yang akan melakukan
investasi pada sector pengolahan dan pemasaran di industry hilir. Peningkatan nilai
tambah (added value) komoditas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan akan
tersebut akan menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja terampil dan
berpendidikan tinggi.
Pengusahaan lahan pertanian akan lebih efektif dan efisien jika berada dalam satu
kesatuan areal karena apabila lahan/lokasi usahatani yang terpencar apalagi dalam
petakan yang sempit akan mengakibatkan pengelolaan usahatani yang tidak efisien. Hal
ini terjadi karena luas lahan usahatani yang dimiliki oleh petani rata-rata relative kecil
sehingga harus menggarap di beberapa lokasi agar hasil produksi yang dihasilkan
mendapatkan hasil yang banyak. Namun, pada kenyataannya tidak sejalan dengan yang
diharapkan bahkan hanya mengakibatkan kerugian kepada petani karena terkendala akses
dalam mencapai lokasi yang terpencar tersebut. Hal ini dapat terjadi karena salah satu
penyebabnya yaitu adanya alih fungsi lahan dimana lahan pertanian dikonversi untuk
berkurangnya lahan garapan petani. Hal ini sering terjadi dan kita jumpai dikota-kota
bahwa beberapa kerugian yang timbul karena terpencarnya lahan usahatani ialah :
a. Petani kehilangan waktu yang produktif untuk mencapai semua lahan yang letaknya
terpencar
b. Pengawasan terhadap apa yang diusahakan pada masing-masing lahan sangat sukar
Dengan adanya kondisi seperti diatas maka peran pemerintah dalam pengaturan
lahan yang dilakukan dapat dicegah dan mempunyai aturan yang tidak merugikan petani
kecil khususnya sehingga petani dapat mengusahakan lahan yang dimilikinya secara
efektif dan efisien agar dapat menghasilkan produksi hasil panen yang berlimpah yang
akan mempengaruhi perekonomian petani agar menjadi petani mandiri dan dapat menjadi
elastisitas permintaan terhadap suatu produk, lokasi, hambatan masuk pasar, tingkat
efisiensi serta beberapa factor lainnya, Rahayu, Endang (2013). Strukutur pasar
pada pasar persaingan sempurna (kompetitif), semua pelaku pasar bertindak sebagai price
taker. Namun kemampuan untuk mempengaruhi harga tersebut muncul ketika struktur
harga (price maker) jika struktur pasarnya monopoli. Berbagai studi empiris
pedagang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar, Tjahjono et al., (2008)
Penjelasan diatas sejalan dengan apa yang dialami oleh petani kita pada saat ini.
Petani kecil sejauh ini hanya sebagai price taker dimana tidak ada kekuatan untuk
membuat harga pasar sehingga dapat menguntungkan. Hal ini dpengaruhi oleh
teknologi dan kurangnya perencaan yang matang untuk memulai usahataninya sehingga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan oleh petani sehingga
para pedagang/produsen dapat dengan bebas membuat harga pasar sehingga terkadang
tidak memberikan keuntungan kepada petani. Dengan keadaan demikian haruslah adanya
regulasi yang jelas mengenai informasi pasar yang dibuat oleh pemerintah sehingga
petani mampu merencanakan usahataninya, selain itu pendampingan yang secara terus
pemberdayaan petani untuk dapat tumbuh berkembang secara dinamis dan mandiri
daya atur diri yang menimbulkan ketaatan terhadap norma-norma yang telah diakui
kelompok tani yang sering kita jumpai di daerah pedesaan kerap kali tidak mempunyai
perencaan organisasi yang tidak jelas dan seringkali hanya dijadikan sebagai kepentingan
berupa kelompok tani yang akan dipengaruhi oleh system politik di suatu daerah yang
tersebut. Untuk dapat menjalankan suatu aktivitas yang secara ekonomi menguntungkan
diperlukan suatu bentuk atau organisasi kerjasama yang dapat mendorong petani mampu
mengembangkan respon yang sesuai dengan kondisi atau iklim ekonomi yang kondusif.
untuk mengatur sumberdaya milik bersama seperti organisasi petani pemakai air,
pemanfaatan hutan lahan adat, organisasi bisnis kooperatif yang dapat berupa kegiatan
produktif kolektif (pelaksanaan/pengaturan kegiatan usaha tani, pembelian sarana
produksi, pengadaan modal/kredit pemasaran hasil dan koperasi, serta organisasi lobi
2. Kultural
kegiatannya biasanya dilakukan secara turun temurun dalam setiap kegiatan yang
aktif yang diwariskan secara turun temurun menjadi kearifan lingkungan yang terbukti
secara efisien dalam pelestarian fungsi lingkungan dan penciptaan keserasian social.
Kearifan tentang lingkungan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide (norma, nilai,
mitologi, dan cerita rakyat), aktivitas social (interaksi social, upacara adat keagamaan,
Fatmawati (2019). Sejalan dengan hal tersebut diatas budaya turun temurun kerap
Hal ini terjadi karena adanya perilaku dari nenek moyang terdahulu yang apabila
ketika hendak memulai kegiatan berusaha tani dimulai dengan ritual atau upacara adat
yang diyakini dapat menghasilkan produksi yang berlimpah. Tetapi hal tersebut tidak
sepenuhnya menjadi tolak ukur apabila dari petani sendiri tidak ada inovasi ataupun
kreasi dalam kegiatan berusaha tani yang dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat dari
beberapa daerah misalnya di daerah Sulawesi Selatan yang mana setiap memulai kegiatan
berusaha tani menanam padi ada beberapa ritual yang harus dilakukan seperti melihat
tanda-tanda alam, mandi di sungai, ritual posi lia yang berarti menghargai tanah dan lain
sebagainya. Kegiatan tersebut bisa saja dilakukan akan tetapi seiring berjalannya waktu
petani juga harus membuat inovasi dan kreasi sehingga hasil produksi dari berusaha tani
yang dilakukan dapat berlimpah dan tidak hanya untuk konsumsi sendiri melainkan untuk
Selain itu, inovasi dalam penggunaan teknologi baru juga perlu untuk dicoba
sehingga dalam kegiatan berusaha tani yang dilakukan dapat menjadi efektif dan efisien.
Peran pemerintah melalui kegiatan penyuluhan pertanian yang menjadi garda terdepan
dalam keberhasilan kegiatan berusaha tani diperlukan untuk mendorong masyarakat yang
minim pengetahuan akan system pertanian agar lebih memiliki kapasitas dan
pengetahuan yang memadai sehingga dalam setiap kegiatan berusaha tani dapat terus
Eksploitatif
satu pihak khususnya dalam bidang agribisnis. Salah satu contoh kegiatan ekploitasi yang
sering dirasakan oleh petani adalah eksploitasi pupuk dan bibit yang seharusnya disubsidi
tidak sampai ke petani kecil kebermanfaatannya. Selain itu juga contoh lainnya adalah
masuknya perusahaan agribisnis dalam perkebunan kelapa sawit. Petani kecil dan
masyarakat adat terpinggirkan karena tanahnya diambil alih oleh perusahaan. Konflik
tanah banyak terjadi di perkebunan sawit. Sementara itu rakyat kesulitan membeli
Hal ini lah yang harus selalu diperhatikan pemerintah dengan memberikan solusi
dan kebijakan yang memihak kepada petani kecil. Pemerintah harus memberikan
kebijakan misalnya untuk subsidi pupuk benar-benar diberikan kepada petani tanpa ada
yang dipotong sehingga usahatani petani dapat memiliki produktivitas dan hasil yang
berlimbah sehingga dapat membantu perekonomian petani kecil. Selain itu solusi
yangbbijak harus diberikan pemerintah kepada perusahaan dalam hal penggunaan lahan
agar jangan sampai lahan yang eharusnya diusahakan petani diambil alih oleh perusahaan
akibat tidak adanya perlindungan dan kebijakan yang jelas dari pemerintah dalam
Subsisten
untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani itu sendiri yang dicirikan dengan
komoditi pertanian yang diusahakan berupa komoditi (tanaman dan ternak) untuk
keperluan konsumsi keluarga sendiri, teknologi budidaya yang rendah, pengelolaan usaha
berdasarkan pada pengalaman/tradisi, dan bermotto hari ini untuk hidup hari ini sehingga
tidak mudah bagi petani untuk mengadopsi teknologi di bidang pertanian, (Yudiarini,
1979). Pertanian subsisten ini seringkali menghadapi masalah dan kendala yang berkaitan
dengan luas lahan garapan yang minim, kurangnya akses terhadap layanan dan
teknologi, dan rendahnya tingkat pendidikan. Hal ini berkaitan dengan pendapat Nizwar
(2005) dalam Yudiarini (1979) yang menyatakan bahwa pada kurun waktu tahun 1993-
2003 ternyata jumlah petani gurem (luas garapan kurang dari 0,5 Ha) mengalami
peningkatan dari 10,8 Juta KK menjadi 13,7 Juta KK, atau rata-rata besarnya peningkatan
adalah 2,6% per tahun. Akibat yang ditimbulkan dari pertanian subsisten ini adalah
rendahnya produktivitas dan juga kualitas produk yang dihasilkan oleh para petaninya
yang akan memberikan konsekuensi pada bertahannya petani didalam perangkap
produktivitas dan kualitas pada setiap hasil pertanian yang diusahakan oleh petani
tersebut.
pertanian tradisional menuju komersial melalui pengerahan sumber daya (manusia dan
alam serta teknologi) yang lebih besar untuk membangun pertanian modern dan
komersial yang akan sejalan dengan industrialisasi yang dapat mendorong tumbuhnya
system agribisnis yang integratif dan utuh sehingga mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, terbukanya peluang yang lebih baik untuk perubahan struktur
3. Sistem
Transmisi Harga
pasar produsen yang relative rendah merupakan salah satu indicator yang mencerminkan
adanya kekuatan monopsony atau oligopsoni pada pedagang. Hal ini karena pedagang
yang memiliki kekuatan monopsoni atau oligopsoni dapat mengendalikan harga beli dari
petani sehingga walaupun harga ditingkat konsumen relative tetap tetapi pedagang
tersebut dapat menekan harga beli dari petani untuk memaksimumkan keuntungannya,
Irawan (2007). Hal ini sering terjadi pada petani yang dimana harga komoditas yang
dihasilkan petani selalu dihargai rendah oleh para pedagang. Hal ini dikarenakan variasi
komoditas yang dihasilkan oleh petani cenderung relative sama antara petani yang satu
dengan lainnya sehingga pedagang bebas menentukan harga. Apabila sudah musim panen
maka harga dari barang tersebut akan turun dan yang mengalami kerugian adalah petani
itu sendiri apabila petani yang satu tidak mau menjual hasil panennya maka pedagang
berfikir masih ada hasil panen yang lain dengan komoditas yang sama pada petani
lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan petani terjebak dalam permainan harga yang
ditawarkan pedagang. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut petani harus memiliki
inovasi dalam menghasilkan dan mengusahakan komoditas yang akan ditanam. Sebisa
mungkin untuk menghasilkan komoditas yang memang dibutuhkan dan dicari oleh
masyarakat atau komoditas yang dihasilkan petani memiliki keunggulan yang lebih
dibandingkan petani yang lain. Dengan kondisi seperti itu dan dengan inovasi yang
dimiliki petani maka petani itu sendiri yang nantinya akan bebas dalam menentukan
harga sehingga dapat menghasilkan dan memberikan perekonomian petani agar lebih
maju. Selain peran petani sendiri peran pemerintah juga diperlukan untuk terus
penyuluhan dan informasi terkait usahatani yang akan diusakan oleh petani tersebut.
Informasi Pasar
Informasi pasar merupakan salah satu factor yang menentukan apa yang akan
diproduksi, dimana akan dilakukan, bagaimana cara memproduksinya, dan untuk siapa
informasi pasar biasanya terkait dengan letak lokasi usaha tani yang terpencil,
pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang. Selain itu
mencerna atau menganalisis sumber informasi menjadi sangat terbatas. Oleh sebab itu
peran pemerintah untuk menciptakan dan mendampingi petani perlu terus digalakkan
agar petani memiliki wawasan yang luas tentang apa yang akan diusahakannya sehingga
nantinya dapat memberikan pengetahuan mengenai informasi pasar yang tepat yang dapat
mengurangi resiko usaha sehingga petani dapat meraih keuntungan semaksimal mungkin.
Transfer Teknologi
Sector pertanian di Indonesia tidak pernah lepas dari permasalahan yang setiap
tahunnya selalu membuat petani kesulitan. Salah satu masalah sector pertanian di
merupakan factor terpenting karena dengan adanya teknologi maka akan dapat
meningkatkan kualitas hasil pertanian, serta memudahkan bagi para pengelola sector
pertanian untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Akan tetapi teknologi pertanian di
beberapa wilayah mungkin masih belum sesuai untuk diterapkan secara keseluruhan
karena masih harus mempertimbangkan beberapa factor seperti kondisi alam, tenaga ahli
petani yang masih minim tentang alat teknologi pertanian tersebut. Inovasi teknologi
pertanian berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, mengingat
meluas.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu 1983-1993 telah
terjadi alih fungsi lahan seluas 935.000 Ha yang terdiri atas 425.000 Ha berupa lahan
sawah dan 510.000 Ha lainnya bukan sawah atau rata-rata per tahun sekitar 40.000 Ha.
Untuk tahun 1993-2003 diperkirakan konversi lahan mencapai dua kali lipat dari tahun
1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 Ha per tahun. Wilayah konversi lahan
terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54% dan Sumatera 38%. Perubahan konversi lahan
terbesar menjadi lahan perkampungan atau lahan pemukiman sebesar 69% dan kawasan
industry sebesar 20% (Fatchiya dkk. 2016). Dengan kondisi tersebut diatas apabila tidak
ada perubahan dalam bidang teknologi dalam melakukan kegiatan usaha bidang pertanian
khususnya maka bisa jadi pembangunan pertanian akan dapat terhenti. Apabila
pembangunan berhenti maka produksi pun ikut terhenti kenaikannya bahkan dapat
menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau kerusakan yang makin meningkat oleh
Oleh Karena itu penerapan inovasi khususnya teknologi kepada para petani
kepada petani. Peran penyuluh pada dasarnya tidak hanya sekedar memperkenalkan
melainkan juga meningkatkan kapasitas petani agar mampu secara mandiri dalam
menjalankan usahanya.
Aksesibilitas Modal
petani. Modal sering menjadi kendala petani dalam melakukan usahataninya. Modal yang
dibutuhkan bukan hanya berupa uang, melainkan juga modal sarana produksinya.
Keterbatasan modal juga membuat kuantitas dan kualitas hasil yang didapat petani tidak
maksimal. Permasalahan modal ini juga menjadi penyebab utama banyaknya petani yang
Menurut data BPS tahun 2016, dari total 27,7 juta orang yang digolongkan miskin
di Indonesia, 21,8% diantaranya berprofesi sebagai petani. Ada sekitar 6,05 juta petani
yang hidup dibawah garis kemiskinan. Bahkan pada data pertambahan jumlah penduduk
miskin di Indonesia dari tahun 2015-2016, 60% merupakan dari profesi petani atau
sekitar 516.000 jiwa. Sifat budidaya yang lebih tergantung dengan alam, kegagalan panen
yang dialami petani akan menjadi permasalahan yang serius. Petani yang tergolong
miskin seringkali tidak memiliki tabungan untuk menutupi kerugian usahataninya. Akan
usahataninya., mulai dari pembelian pupuk, bibit,pestisida, dan sarana produksi lainnya.
mengangkut hasil panen petani,akan tetapi petani terkadang terjerat dengan bunga,dan
hasil panen yang terkadang tidak sesuai harapan dikarenakan hama akibatnya petani
menyediakan kredit untuk para petani akan tetapi syarat yang begitu banyak dan dituntut
angsuran yang setiap bulan sedangkan petani mendapatkan hasil panen hanya dengan
musiman membuat akses terhadap permodalan sulit untuk didapatkan. Dengan kondisi
seperti itu setidaknya peran pemerintah benar-benar sangat dibutuhkan dalam pemberian
aturan dan kebijakan terkait akses modal untuk petani sehingga apabila akses modal pun
pengajuan sehingga tidak memberatkan petani kecil yang sangat membutuhkan modal
KESIMPULAN
bahwa masalah agribisnis di Indonesia sebenarnya cukup kompleks. Dilihat dari kondisi petani
yang dapat dikatakan belum mencapai kata sejahtera yang kita lihat banyak program pemerintah
yang digalakkan untuk kemajuan petani tetapi tidak sejalan dengan kenyataan yang kita lihat
dengan kondisi petani sampai dengan saat ini. Permasalahan yang dihadapi petani kebanyakan
terkendala dalam akses mendapatkan modal. Apabila modal tidak ada maka usahatani yang akan
mereka lakukan pun tidak akan dapat berjalan. Selain itu juga kondisi belum jelasnya harga pasar
atas hasil komoditi yang didapatkan petani dimana saluran pemasaran yang panjang sehingga
Selain itu masih terdapatnya petani yang kegiatan usahataninya masih dengan cara
turun temurun dan penggunaan aplikasi teknologi yang minim yang menyebabkan produktivitas
rendah dari hasil produk yang dihasilkan sehingga kualitas dan mutu dari produk yang dihasilkan
petani menjadi tidak baik. Kondisi seperti yang harus benar-benar kita perhatikan dan kita
perbaiki terlebih dahulu dimana peran pemerintah sangat benar-benar dibutuhkan sebagai
pembuat dan pengambil kebijakan. Adanya kejelasan harga produk dipasaran, adanya informasi
yang jelas mengenai rantai pemasaran, pengenalan teknologi yang tepat kepada petani akan
membuat petani dapat sedikit lebih maju sehingga dapat menghasilkan produk yang bernilai
tinggi dan berkualitas yang akhirnya dapat mendongkrak perekonomian petani di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Fatchiya,A. & Amanah, S. 2016. Penerapan Inovasi Tenologi Pertanian dan Hubungannya
dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani. Jurnal Penyuluhan, 12(2) : 190-
197.Fatmawati. 2019. Pengetahuan Lokal Petani Dalam Tradisi Bercocok Tanam Padi Oleh
Masyarakat Tapango di Polewali Mandar. Jurnal Walasuji Volume 10, No. 1 Juni 2019: 85-
95.https://media.neliti.com/media/publications/292854-pengetahuan-lokal-petani-dalam
Irawan, Bambang. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Marjin Pemasaran Sayuran
dan Buah. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.Bogor. Jurnal Analisis
https://media.neliti.com/medi/punlocations/54761-ID-fluktuasi-harga-transmisi-harga-dan
Rahayu, Endang Siti. 2013. Analisis Struktur Pasar (Market Structure) Jagung di Kabupaten
Supadi, 2004. Pembangunan Pertanian dan Perekonomian Pedesaan Melalui Kemitraan Usaha
(Kasus Desa Patanas). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor.