Anda di halaman 1dari 3

“Sistem Resi Gudang Solusi untuk Petani di Indonesia”

Komoditas pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat


strategis bagi Indonesia, pemerintah selalu berupaya melakukan
perkembangan terhadap sektor pertanian demi terciptanya optimalisasi dan
kesejahteraan petani serta para pelaku usaha di sektor pertanian.
Keberhasilan yang diperoleh oleh suatu bangsa dalam membangun sektor
komoditi sangat ditentukan oleh kemampuan Negara dalam menyediakan
akses pembiayaan yang efektif dan cepat bagi para pedagang komoditi. Jika
dikelola dengan baik dan pendekatan yang sempurna, sektor pertanian bisa
menjadi tumpuan harapan bagi kesejahteraan para pedagang komoditi
pertanian dan para petani.

Saat ini permasalahan utama yang sering dihadapi oleh para


pedagang usaha kecil dan petani yaitu tidak memiliki akses kredit karena
ketidakmampuan yang dinilai oleh industri pembiayaan. Kurangnya aset
para petani untuk dijaminkan menjadi salah satu alasan bagi industri
pembiayaan tidak berani mengambil risiko untuk mendanai para petani.
Permasalahan kedua yang selalu menjadi keluhan para petani adalah
permasalahan anjlok harga, indisden anjlok harga bukan hanya terjadi
pada saat panen raya namun juga rentan terhadap dinamika kondisi
perekonomian global seperti pada saat krisis finansial. Untuk menghindari
kerugian akibat anjlok harga sebenarnya para petani dapat melakukan
penundaan penjualan, namun sebagian besar petani tidak memiliki
bargaining position yang kuat untuk mempertahankan kualitas hasil
panennya agar tidak dijual pada saat harga cenderung turun drastis.

Pemerintah dalam hal ini selalu mengupayakan perkembangan-


perkembangan terhadap salah satu pilar strategis perekonomian di
Indonesia, terbukti pada Tahun 2006 DPR RI dengan inisiasi pemerintah
telah mensahkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem
Resi Gudang yang kemudian diamandemen dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2011. Kementrian Perdagangan menerbitkan salah satu skim yang
dapat menjadi solusi permasalahan yang sering dihadapi petani. Skim ini
bertujuan untuk stabilisasi harga komoditas pertanian sekaligus menjaga
stok komoditas. Selain itu, sistem resi gudang juga menjadi salah satu
skema pembiayaan dengan imbuhan jaminan yang dapat diajukan ke
industri pembiayaan. Selain di Indonesia beberapa negara yang
menerapkan instrumen Resi Gudang antara lain India, Malaysia, Filipina,
Ghana, Mali, Turki, Polandia Meksiko dan Uganda.

Resi Gudang menjadi alternatif yang ditawarkan oleh Pemerintah


karena merupakan surat berharga yang memiliki sifat yang efektif dan
negotiable (dapat diperdagangkan). Disamping itu Resi Gudang juga dapat
digunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti
penyerahan barang dalam pemenuhan kontrak yang jatuh tempo. Dengan
demikian Sistem resi Gudang mampu memfasilitasi pemberian kredit bagi
dunia usaha dengan agunan barang yang disimpan di gudang. Resi Gudang
sebagai alas hak (document of title) atas barang, dapat digunakan sebagai
agunan, karena Resi Gudang dijamin dengan komoditas tertentu yang
berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang
terakreditasi.

Sistem Resi Gudang sebagai jaminan utang diharapkan akan sangat


membantu petani serta kelompok usaha tani yang selama ini mengalami
kesulitan dalam akses kredit karena umumnya mereka tidak memiliki asset
tetap untuk dijadikan sebagai agunan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 35/ 35/M-DAG/ PER/05/2016 Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/11/2011 barang
yang dapat disimpan di Gudang adalah Gabah, Beras, Jagung, Kopi, Kakao,
Lada, Karet, Rumput Laut, Rotan, Garam, Gambir, Teh, Kopra dan Timah.

Mekanisme kerja Sistem Resi Gudang ini diinisiasi oleh si pemilik


barang yaitu petani, kelompok tani ataupun koperasi. Pemilik barang
mengadakan perjanjian penyimpanan barang dengan Pengelola Gudang
untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Sebelum perjanjian
ditandatangani pengelola gudang melibatkan Lembaga Penilai Resi Gudang
untuk menilai kesesuaian dan kualitas mutu hasil barang yang akan
disimpan di Gudang. Lembaga penilai mengeluarkan hasil penilaian dalam
sertifikasi yang menjadi dasar penerbitan dokumen Resi Gudang. Dalam
proses penyimpanan di Gudang pengelola gudang harus melibatkan
Lembaga penjamin atau Perusahaan Asuransi untuk menjamin barang dan
melindungi barang yang disimpan di gudang dari risiko kerugian. Dokumen
Resi Gudang harus didaftarkan pada Pusat Registrasi yaitu PT. Kliring
Berjangka Indonesia (Persero) dengan demikian Resi Gudang dapat dijual
belikan, dialihkan, dijadikan agunan untuk kredit serta terwujudnya
ketertiban penatausahaan Resi Gudang.

Jika Resi Gudang dijadikan jaminan atau agunan kredit, maka


lembaran atau sertifikat Resi Gudang dapat diserahkan kepada Bank atau
Lembaga pembiayaan Non Bank untuk dijadikan agunan dan pemilik
barang mendapatkan fasilitas kredit. Penggunaan Resi Gudang sebagai
jaminan atau agunan kredit harus dilakukan dengan pengikatan Resi
Gudang sebagai Hak Jaminan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
171/PMK.05/2009 menetapkan untuk kredit di Perbankan maksimal
plafon kredit sebesar Rp. 75.000.000,- atau 70& dari nilai resi, jangka
waktu pengembalian kredit disesuaikan dengan kebutuhan petani
maksimal selama 6 Bulan. Pemerintah mengeluarkan skema subsidi resi
gudang yang bertujuan untuk meringankan beban bunga dalam
pemanfaatan Sistem Resi Gudang bagi Petani, melalui Subsidi Sistem Resi
Gudang beban bunga kepada peserta ditetapkan sebesar 6% per-tahun.

Saat ini Data dari Pusat Registrasi Resi Gudang menyebutkan dari
2017 hingga Oktober 2019 total pembiayaan kredit Resi Gudang mencapai
Rp 114,6 miliar dengan total 914 Resi Gudang. Implementasi Resi Gudang
di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana, tercermin dari beberapa
wilayah yang belum menerapkan Sistem Resi Gudang ini. Saat ini
persebaran sistem resi gudang baru terjadi di beberapa provinsi yaitu DKI
Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Sumatera Selatan, Bandar Lampung, Sumatera Utara, Aceh,
Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa
Tenggara Barat, Lombok Tengah, dan Bali.

Sementara untuk Provinsi Jambi saat ini belum terdapat gudang yang
terdaftar sebagai Sistem Resi Gudang dan memenuhi ketentuan SNI yang
ditetapkan oleh Bappebti sebagai Otoritas Sistem Resi gudang. Padahal jika
dilihat Provinsi Jambi merupakan salah satu Provinsi yang kaya akan hasil
komoditi ketahanan pangan, baik dari sektor pertanian maupun
perkebunan adalah Provinsi Jambi. Beberapa hasil komoditi seperti Kopi,
Karet, Beras menjadi unggulan dari komoditi ketahanan pangan Provinsi
Jambi. Berdasarkan berita resmi statistik Badan Pusat Statistik Provinsi
Jambi pada triwulan ke II Tahun 2020 didominasi oleh Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
PDRB yakni sebesar 30,98%.

Melihat kondisi ini, sebenarnya Provinsi Jambi memiliki potensi yang


sangat tinggi untuk meningkatkan implementasi Sistem Resi Gudang,
sudah seharusnya Pemerintah Provinsi Jambi bekerja sama dengan
Bappebti dan pihak yang terkait dalam kelembagaan Sistem Resi Gudang.
Implementasi terkait Sistem Resi Gudang ini dapat diawali dengan
menciptakan Gudang yang mampu memenuhi ketentuan standar dari
Sistem Resi Gudang kemudian baru pemanfaatannya dilakukan secara
optimal dengan melakukan sosialisasi dan penerapan kebijakan dari
Pemerintah Daerah. Hal ini dirasa perlu demi menciptakan kesejahteraan
para petani dan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama
di wilayah Provinsi Jambi.

Anda mungkin juga menyukai