Anda di halaman 1dari 161

IKLIM KOMUNIKASI DALAM PENGIMPLEMENTASIAN

MANAJEMEN KINERJA

(Studi Perbandingan Iklim Komunikasi dalam Pengimplementasian Manajemen


Kinerja berbasis SIMAK pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dan BPK RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013)

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S2

Rima Kusuma Astuti

13/355027/PSP/04726

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Teriring rasa syukur kehadirat Allah SWT Illahi Rabbi, atas karunia dan
kesempatan luar biasa yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan
Agung Nabi Muhammad SAW, dengan tauladannya semoga kita termasuk
sebagai umat beliau yang diberikan syafa’at kelak di hari akhir. Aamiin.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan


Provinsi Bengkulu telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
penulis. Selain menjadi organisasi tempat penulis mengawali karir sebagai abdi
negara, BPK Bengkulu dengan segala dinamika dan atmosfernya selama ini juga
telah menjadi tempat belajar bagi penulis mengenal kehidupan berorganisasi. Rasa
memiliki yang besar terhadap BPK Bengkulu ini mendorong penulis untuk
senantiasa berupaya memberikan kontribusi positif bagi organisasi BPK Bengkulu
tercinta. Salah satunya penulis wujudkan melalui pembuatan karya bagi tugas
akhir ini.

Iklim komunikasi dalam tataran organisasi mengacu pada suasana atau


atmosfer komunikasi yang berkembang dalam suatu organisasi guna mencapai
tujuan tertentu. Iklim komunikasi organisasi kantor perwakilan BPK RI berkaitan
dengan serangkaian intervensi atau upaya yang dilakukan oleh manajemen kantor
perwakilan BPK RI guna mengoptimalkan kinerja pencapaian tujuan dan sasaran
strategis organisasi kantor perwakilan. Pentingnya keberadaan iklim komunikasi
ini selain dipandang sebagai salah satu faktor penyebab efektif atau tidak
efektifnya kinerja fungsional organisasi, juga dipandang sebagai symptom (gejala)
sehat atau tidaknya sebuah organisasi. Iklim komunikasi merupakan elemen
sistem komunikasi internal organisasi yang perlu diperhatikan oleh pimpinan
organisasi karena elemen tersebut secara tidak langsung turut mempengaruhi
perilaku serta produktivitas kinerja anggotanya.

BPK Bengkulu dan BPK Palembang merupakan kantor perwakilan BPK


RI yang sama-sama berkedudukan di wilayah Sumatera bagian selatan. Keduanya

iv
memiliki karakteristik organisasi yang kurang lebih sama. Baik dari sisi jumlah
anggaran yang dikelola, struktur organisasi dan hierarki pembagian tugas, luas
objek pemeriksaan yang menjadi bidang tugasnya, keanekaragaman latar
belakang budaya anggota organisasinya, dan kondisi sosiokultural masyarakat
serta lingkungan sekitar tempat organisasi berada. Namun, kesamaan karakteristik
organisasi di atas tidak lantas menjamin berkembangnya iklim komunikasi dan
pencapaian sasaran strategis yang sama pula bagi kedua kantor perwakilan
tersebut. Bagaimana manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang
menciptakan iklim komunikasi yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran
strategis organisasi, sangat menarik untuk dikaji sekaligus memberikan
kesempatan penulis untuk berkontribusi memberikan sumbang saran dan
pemikiran guna meningkatkan keefektifan kedua organisasi ini secara umum dan
BPK Bengkulu secara khusus.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa tesis ini masih


belum mencapai titik maksimal dan tidak lepas dari kekurangan. Namun besar
harapan penulis agar tesis ini mampu memberikan manfaat dan nilai tambah bagi
pembaca. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya tesis ini dan mohon maaf atas segala khilaf serta kekurangan
yang ada.

Yogyakarta, 15 September 2015

Penulis

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Tanpa adanya bantuan dan dukungan baik material maupun spiritual dari
berbagai pihak, mustahil rasanya tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu melalui kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:

Allah SWT, yang tiada kekuatan dan pertolongan melainkan dariNya. Sebaik-
baik pengatur dan pemberi rezeki. Sang Maha Melihat dan Menghitung setiap
langkah ikhtiar yang diupayakan hamba-hambaNya. Tesis ini adalah bukti nyata
bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Dia telah berkehendak. Alhamdulillah, Ya
Rabb.

Sigaraning Nyowo, Hasetapadma Azhar Pulasara. Untuk setiap doa,


semangat, dan cinta yang terus mengalir. Semoga bisa menambah kebahagiaan dan
keberkahan lahir, batin, dunia, dan akhirat bagi kita, keluarga, dan sahabat-sahabat
terdekat. Saranghae, yeobo.

Ibuk, Ibuk, Ibuk, Bapak. Ibuk Ninik Mujiwati (Almh), Ibuk Sri Patminah,
Bapak Mochammad Ismail, dan Bapak Agus Santosa. Terima kasih atas untaian doa
yang tidak pernah putus, cinta yang tidak pernah berkurang, dan sayang yang akan
terus bertambah. Semoga karya ‘kecil’ ini dapat membanggakan Ibuk dan Bapak
sekalian.

Mas-mas, Mbak-mbak, Adek-adek, dan Keponakan. Mas Rio Awan


Darmawan, Mbak Asih Rianti, Mas Titis Lastsetiadi Herbawono Resesi, Mbak Dian
Tanila Chrismawati, Haratulma’ruf Satyalegawa, Halina Pandurattri, dan Hamesha
Rania Shavi Faraziva. Terima kasih atas doa dan dukungannya. So lucky to have you
all. Alhamdulillah.

vi
Dosen Pembimbing, Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si. dan
Dr. Muhamad Sulhan, M.Si. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah berkenan
dibagi kepada penulis. Semoga menjadi ladang amal yang terus bertambah bagi Mbak
Hermin dan Mas Sulhan sekeluarga. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.

Jajaran dosen jurusan Ilmu Komunikasi, Mbak Okta, dan Mbak Artis, atas
ilmu dan bantuan informasinya selama perkuliahan. Semoga dapat menambah berat
timbangan kebajikan Mbak-mbak dan Mas-mas sekalian di akhirat nanti.

Teman-teman seperjuangan di Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi angkatan


Tahun 2013. Selamat melanjutkan hidup. Selamat mengabdi pada masyarakat.
Semoga segala langkah ikhtiar yang kita tempuh bersama ini dapat melapangkan
jalan kita menuju Ridho dan keberkahanNya. Aamiin.

Segenap informan di BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dan BPK RI


Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan. Pak Tulus Budi Satria Rikit, Pak Abidin, Bu
Ririen, Yoga, Mas Taufan, Anifah, Pak Atik Priatna, Mbak Fitriana, Luki Prastono,
Mbak Novita Frieda, Ayuk Lya Angraeni, Mbak Farah Septari, dan pihak-pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas waktu, informasi dan
bantuan data yang diberikan. Semoga mendapat balasan terbaik dari Allah SWT.
Aamiin.

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………… i


Lembar Pengesahan …………………………………………………………… ii
Lembar Pernyataan ……………………………………………………………. iii
Kata Pengantar ………………………………………………………………… iv
Halaman Persembahan ………………………………………………………... vi
Daftar Isi ………………………………………………………………………. viii
Daftar Gambar dan Tabel …………………………………………………….. xi
Abstrak …………………………………………………...…………………… xii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………...…... 4
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 5
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 5
E. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………… 6
1. Iklim Komunikasi Organisasi ………………………………………... 6
2. Manajemen Kinerja Organisasi ……………………………………… 10
3. Iklim Komunikasi dan Kinerja Organisasi ………………………….. 12
4. Path-Goal Theory ……………………………………………………. 13
F. Model Penelitian …………………………………………………………. 15
G. Kerangka Konsep ………………………………………………………… 15
H. Metodologi Penelitian ………………………………………...………….. 19
1. Metode Penelitian ……………………………………………………. 19
2. Lokasi Penelitian …………………………………………………….. 20
3. Fokus Penelitian ……………………………………………………... 20
4. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………... 20
5. Teknik Penentuan Informan …………………………………………. 21
6. Teknik Analisis Data ………………………………………………… 22
7. Validitas Data ………………………………………………………... 23

viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 24
A. Antara Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Iklim Komunikasi …. 24
B. Iklim Komunikasi Organisasi ……………………………………………. 27
1. Sejarah dan Konsep ………………………………………………….. 27
2. Iklim Komunikasi Positif dan Negatif ……………………………….. 31
3. Urgensi Iklim Komunikasi dalam Organisasi ……………………….. 32
4. Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi ……………………………… 33
C. Path-Goal Theory ………………………………………………………... 36
D. Manajemen Kinerja Organisasi …………………………………………... 38
1. Konsep Dasar Kinerja ……………………………………………….. 38
2. Pengukuran Kinerja Organisasi ……………………………………… 39
E. Beberapa Penelitian Terdahulu tentang Iklim Komunikasi Organisasi … 42
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN …………………... 47
A. Selayang Pandang BPK RI ………………………………………………. 47
1. BPK dan Lingkungannya ……………………………………………. 47
a. Dasar Hukum ……………………………………………………. 47
b. Pemeriksaan yang Dilakukan ……………………………………. 47
c. Pemangku Kepentingan …………………………………………. 48
2. Visi, Misi, dan Nilai Dasar …………………………………………... 48
3. Manajemen Kinerja Perwakilan BPK RI ……………………………. 56
a. Tahap Perencanaan ……………………………………………… 59
b. Tahap Pelaksanaan ………………………………………………. 60
c. Tahap Evaluasi dan Pelaporan ………………………………….. 60
B. Sekilas BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu …………………………. 61
1. Tugas dan Fungsi …………………………………………………….. 62
2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran ……….. 63
3. Perencanaan Strategis Perwakilan …………………………………… 68
4. Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) Tahun 2013 ….. 68
C. Sekilas BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan …………………. 69
1. Tugas dan Fungsi …………………………………………………….. 69
2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran ……….. 71

ix
3. Perencanaan Strategis Perwakilan …………………………………… 75
4. Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) Tahun 2013 …… 76
BAB IV HASIL PENELITIAN ……………………………………………... 77
A. Laporan Pelaksanaan Penelitian ………………………………………….. 77
B. Temuan-temuan Penting …………………………………………………. 79
1. Penciptaan Iklim Komunikasi oleh BPK Bengkulu ….…………....… 81
2. Penciptaan Iklim Komunikasi oleh BPK Palembang ………………... 87
3. Catatan Peneliti ………………………………………………………. 93
a. Transparansi versus Distrust …………………….……………… 100
b. Dukungan Pimpinan Membuka Partisipasi Bawahan …………... 106
c. Komitmen terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi …………………. 113
BAB V PENUTUP …………………………………………………………… 121
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 121
B. Saran ……………………………………………………………………… 130
Lampiran
Daftar Pustaka

x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

GAMBAR
Gambar 1.1 Model Penelitian
Gambar 2.1 Hubungan antara Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Iklim
Komunikasi
Gambar 3.1 Visi dan Misi BPK RI
Gambar 3.2 Nilai Dasar BPK RI
Gambar 3.3 Siklus Manajemen Kinerja
Gambar 3.4 Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
Gambar 3.5 Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

TABEL
Tabel 1.1 Sasaran Strategis dan IKU Level Eselon II (Perwakilan BPK RI)
Tabel 1.2 Daftar Informan Penelitian
Tabel 3.1 Tujuan dan Sasaran Strategis BPK RI
Tabel 3.2 Perspektif, SS, dan IKU Perwakilan
Tabel 3.3 Kalender Kegiatan SIMAK Tahun 2013
Tabel 4.1 Rincian Capaian Skor IKU BPK Bengkulu dan BPK Palembang
Tahun 2013
Tabel 4.2 Matriks Perbandingan Iklim Komunikasi dalam Pengimplementasian
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK pada BPK Bengkulu dan BPK
Palembang Tahun 2013

xi
ABSTRAK

Iklim komunikasi dalam tataran organisasi mengacu pada suasana atau


atmosfer komunikasi yang berkembang dalam suatu organisasi guna mencapai
tujuan tertentu. Iklim komunikasi merupakan elemen sistem komunikasi internal
organisasi yang perlu diperhatikan oleh pimpinan organisasi karena elemen
tersebut secara tidak langsung turut mempengaruhi perilaku serta produktivitas
kinerja anggotanya.

BPK Bengkulu dan BPK Palembang merupakan kantor perwakilan BPK


RI yang memiliki kemiripan karakteristik organisasi dilihat dari sisi jumlah
anggaran yang dikelola, struktur organisasi, hierarki pembagian tugas, dan luas
objek pemeriksaan yang menjadi bidang tugasnya. Namun, kesamaan
karakteristik organisasi itu tidak lantas menjamin berkembangnya iklim
komunikasi dan pencapaian sasaran strategis yang sama pula bagi kedua kantor
perwakilan tersebut.

Penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif ini dilakukan dalam rangka


memahami, memperoleh gambaran, sekaligus membandingkan bagaimana BPK
Bengkulu dan BPK Palembang mencapai tujuan organisasinya melalui penciptaan
iklim komunikasi. Wawancara mendalam telah dilakukan terhadap 12 orang
informan. Selain menguraikan mengenai intervensi dan upaya komunikasi yang
dikembangkan oleh manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang untuk
mendorong terciptanya iklim yang berkontribusi dalam pencapaian tujuan, hasil
penelitian ini juga menjelaskan adanya hubungan keterkaitan antara peran
pimpinan dengan perkembangan iklim komunikasi dalam suatu organisasi dengan
menggunakan teori path-goal (Path-Goal Theory).

Kata kunci: iklim komunikasi, kinerja, peran pimpinan, Path-Goal Theory.

xii
ABSTRACT

Communication climate in organizational level refers to the ambience or


atmosphere of communication that develops within an organization in order to
achieve certain goals. Communication climate is an element of organization’s
internal communication system that needs to be taken into account by the
organization leader because this element indirectly influences the behavior and
productivity performance of its members.

BPK Bengkulu and BPK Palembang have similar organizational


characteristics such as budget managed, organizational structure and division of
tasks and the scope of examination. Nevertheless, those similar characteristics do
not necessarily ensure similar development of communication climate and similar
achievement of strategic objective.

Qualitative descriptive study was conducted in order to understand, obtain


the idea and compare how BPK Bengkulu and BPK Palembang achieve their
organizational performance through the creation of communication climate. In-
depth interview has been conducted to 12 informants. Besides outlining the
intervention and communication efforts developed by BPK Bengkulu and BPK
Palembang to encourage the creation of a climate that contribute to the
achievement of the objectives, the results of this study also describes the relation
between the role of leader and development of communication climate in an
organization using path-goal theory.

Key words: communication climate, performance, leader’s role, path-goal theory


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam menjalankan kehidupan berorganisasi, interaksi dan komunikasi


menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh anggota organisasi. Komunikasi
memungkinkan semua anggota dalam organisasi dapat saling berinteraksi hingga
tercapai suatu pemahaman bersama (mutual understanding) mengenai tujuan
organisasi. Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi sangat penting
untuk membentuk iklim komunikasi yang dapat mempengaruhi produktivitas
kerja para anggotanya.

Iklim komunikasi dalam tataran organisasi mengacu pada suasana atau


atmosfer komunikasi yang berkembang atau tercipta dalam suatu organisasi guna
mencapai tujuan tertentu. Pentingnya keberadaan iklim komunikasi ini selain
dipandang sebagai salah satu faktor penyebab efektif atau tidak efektifnya kinerja
fungsional organisasi, juga dipandang sebagai symptom (gejala) sehat atau
tidaknya sebuah organisasi. Iklim komunikasi organisasi menjadi penting untuk
diketahui mengingat iklim komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi cara
hidup para anggotanya, kepada siapa mereka bicara, siapa yang mereka sukai,
bagaimana kegiatan kerja mereka, apa yang ingin mereka capai, dan bagaimana
mereka beradaptasi dengan organisasi (Pace dan Faules, 2010: 148).

Iklim komunikasi merupakan elemen sistem komunikasi internal


organisasi yang perlu diperhatikan oleh pimpinan organisasi karena elemen
tersebut secara tidak langsung turut mempengaruhi perilaku serta produktivitas
kinerja anggotanya. Interaksi dan komunikasi yang baik antar anggota organisasi
akan membentuk iklim komunikasi organisasi positif yang memungkinkan para
karyawan atau anggota organisasi untuk mengutarakan pendapatnya,
menyuarakan keluhan, dan memberikan saran kepada atasan. Komunikasi yang

1
baik antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan atasan, antar atasan, dan
juga antar bawahan itu sendiri akan mempermudah organisasi untuk mencapai
tujuannya. Sebaliknya, iklim komunikasi yang negatif terbentuk apabila interaksi
personal di antara anggota organisasi, kurang terjalin. Secara psikologis mereka
akan cenderung bersifat defensif dan menimbulkan iklim atau suasana yang tidak
baik dan tidak menyenangkan dalam organisasi. Kondisi yang demikian akan
memicu terjadinya kesalahpahaman dan ketidakstabilan kinerja organisasi yang
kemudian akan menurunkan capaian kinerja pegawai secara individu maupun
produktivitas organisasi secara keseluruhan (Goldhaber, 1993: 144-147).

Berdasarkan kebijakan organisasi dan tata kerja Badan Pemeriksa


Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), setiap kantor perwakilan BPK RI yang
tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia, memiliki wewenang dan tanggung
jawab yang sama dalam menjalankan visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi
BPK RI. Pencapaian kinerja (sasaran strategis) masing-masing kantor perwakilan
pun dikelola melalui pengimplementasian suatu program yang sama yaitu yang
dinamakan Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK. Manajemen kinerja berbasis
SIMAK merupakan serangkaian aktivitas mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi dan pelaporan, yang bertujuan untuk memastikan
bahwa tujuan atau sasaran organisasi telah dicapai secara konsisten dalam cara-
cara yang efektif dan juga efisien, dengan memanfaatkan aplikasi SIMAK (Sistem
Manajemen Kinerja). Dalam pengimplementasiannya, kinerja organisasi kantor
perwakilan BPK RI dinilai atau diukur dengan menggunakan instrumen yang
sama yaitu Indikator Kinerja Utama (IKU). IKU merupakan ukuran atau indikator
yang akan memberikan informasi mengenai sejauh mana suatu organisasi telah
berhasil mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkannya. Pada organisasi
badan publik seperti BPK RI, nilai IKU yang telah dicapai selanjutnya akan
menjadi dasar bagi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB) dalam menilai keberhasilan penyelenggaraan reformasi
birokrasi pada instansi atau organisasi yang bersangkutan.

2
BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu (BPK Bengkulu) dan BPK RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan (BPK Palembang) merupakan kantor
perwakilan BPK RI yang sama-sama berkedudukan di wilayah Sumatera bagian
selatan. Keduanya memiliki karakteristik organisasi yang kurang lebih sama. Baik
dari sisi jumlah anggaran yang dikelola, struktur organisasi dan hierarki
pembagian tugas, luas objek pemeriksaan yang menjadi bidang tugasnya,
keanekaragaman latar belakang budaya anggota organisasinya, dan kondisi
sosiokultural masyarakat serta lingkungan sekitar tempat organisasi berada. Hal
ini mengingat, dari aspek historis wilayah, sebelum ditetapkan sebagai provinsi
ke-26 (provinsi termuda sebelum Timor Timur) pada tahun 1968, Bengkulu
merupakan salah satu karesidenan dalam Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu
dari aspek historis organisasi, BPK Bengkulu merupakan hasil pemekaran dari
BPK Palembang pada tahun 2008.

Namun, kesamaan karakteristik organisasi sebagaimana telah diuraikan di


atas tidak lantas menjamin berkembangnya iklim komunikasi dan pencapaian
sasaran strategis yang sama pula bagi kedua kantor perwakilan tersebut.
Bagaimana manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang mencapai sasaran
strategis organisasi melalui penciptaan iklim komunikasi, hal inilah yang akan
menjadi fokus kajian dalam penelitian ini.

Studi banding dan koordinasi dengan BPK Palembang dalam rangka


memperoleh praktek terbaik (best practice) memang telah beberapa kali dilakukan
oleh BPK Bengkulu. Namun, studi-studi yang telah dilakukan tersebut masih
terbatas pada masalah penyelenggaraan organisasi secara umum, dan belum
mengkhususkan pada hal-hal terkait sistem komunikasi internal organisasi,
terutama mengenai iklim komunikasi. Selain itu, studi yang selama ini dilakukan
oleh BPK Bengkulu juga belum diselenggarakan dengan menggunakan metode
penelitian ilmiah sesuai dengan teori dan basis keilmuan yang relevan.

Adapun dalam ranah penelitian ilmu komunikasi, iklim komunikasi


organisasi memang telah banyak dijadikan sebagai fokus kajian penelitian selama

3
satu dekade terakhir. Namun, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan mengukur iklim, dengan
persepsi individu sebagai unit analisisnya (anggota organisasi berperan aktif
dalam mempengaruhi terbentuknya iklim komunikasi). Sedangkan studi
perbandingan iklim komunikasi organisasi pada BPK Bengkulu dan BPK
Palembang ini, dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang
bertujuan tidak hanya mengetahui, tetapi juga memahami secara mendalam untuk
kemudian memperbandingkan iklim komunikasi organisasi yang dikembangkan
oleh manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang dalam upaya mencapai
sasaran strategis, dengan organisasi sebagai unit analisisnya (anggota organisasi
berperan pasif dalam mempengaruhi terbentuknya iklim komunikasi, yaitu hanya
sebagai pihak yang dikenai terpaan perlakuan atau intervensi dari manajemen
organisasi).

Berangkat dari kondisi di atas, peneliti memandang perlu untuk melakukan


suatu studi kualitatif atas iklim komunikasi dalam proses pencapaian kinerja
organisasi pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dan BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan. Studi yang bersifat deskriptif ini dilakukan dalam
rangka memahami, memperoleh gambaran, sekaligus membandingkan bagaimana
BPK Bengkulu dan BPK Palembang mencapai kinerja (Sasaran Strategis/SS dan
Indikator Kinerja Utama/IKU) organisasinya secara keseluruhan melalui
penciptaan iklim komunikasi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian


ini, adalah:

“Bagaimana manajemen BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dan BPK


RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan mencapai kinerja organisasinya
melalui penciptaan iklim komunikasi?”

4
Lebih lanjut, dari rumusan masalah di atas, kemudian diturunkan
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana intervensi/upaya yang dilakukan oleh manajemen BPK Bengkulu


dan BPK Palembang dalam menciptakan iklim komunikasi yang positif dan
berkontribusi terhadap pencapaian sasaran strategis organisasi?; dan

2. Bagaimana proses komunikasi yang dikembangkan oleh manajemen BPK


Bengkulu dan BPK Palembang untuk mendorong terciptanya iklim yang
positif dan berkontribusi terhadap pencapaian sasaran strategis organisasi?.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memahami
secara komprehensif bagaimana manajemen BPK RI Perwakilan Provinsi
Bengkulu dan BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan mencapai kinerja
organisasinya melalui penciptaan iklim komunikasi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Studi perbandingan iklim komunikasi organisasi pada BPK Bengkulu dan


BPK Palembang ini dirancang untuk dapat memberikan manfaat akademis dan
manfaat praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kajian komunikasi


organisasi yang menitikberatkan pada konsep iklim komunikasi organisasi.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi


peneliti selanjutnya yang ingin melakukan kajian terhadap komunikasi
keorganisasian khususnya terkait iklim komunikasi pada organisasi publik
(pemerintah).

5
2. Manfaat Praktis

a. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para pejabat struktural BPK
Bengkulu dan BPK Palembang beserta jajarannya dalam mengevaluasi
kekuatan dan kelemahan pengelolaan komunikasi internal organisasinya
masing-masing, khususnya terkait iklim komunikasi.

b. Memberikan gambaran dan masukan bagi organisasi lain terutama


organisasi publik (pemerintah) mengenai pentingnya iklim komunikasi
organisasi yang positif bagi efektivitas komunikasi dan kinerja organisasi.

c. Memberikan kesempatan dan tambahan pengalaman kepada peneliti untuk


dapat mempraktekkan pengetahuan teoritis yang telah dipelajari,
khususnya pengetahuan terkait sistem komunikasi internal organisasi dan
penerapan konsep pentingnya iklim komunikasi organisasi terhadap
kinerja organisasi publik (pemerintah).

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam melakukan studi perbandingan iklim komunikasi dalam proses


pencapaian kinerja organisasi pada BPK Bengkulu dan BPK Palembang ini,
peneliti telah memilah beberapa teori dan konsep sebagai kerangka pemikiran,
yaitu:

1. Iklim Komunikasi Organisasi

Iklim komunikasi organisasi merupakan konsep mengenai suasana atau


atmosfer komunikasi yang berkembang dalam suatu organisasi guna mencapai
tujuan tertentu. Iklim komunikasi organisasi berhubungan dengan serangkaian
intervensi atau upaya yang dilakukan oleh manajemen suatu organisasi untuk
menciptakan atmosfer komunikasi yang sarat dengan nilai-nilai kepercayaan
(trust), dukungan (supportiveness), keterbukaan (openness), pengambilan
keputusan yang partisipatif (participation decision making), serta penghargaan

6
atas standar kinerja yang baik/tinggi (high performance goals), sehingga mampu
berkontribusi dalam pencapaian sasaran strategis organisasi (Redding, 1972).
Sebuah organisasi yang baik memiliki iklim komunikasi yang mampu
menumbuhkan hubungan pegawai yang terbuka dan sehat, baik dalam lingkup
hubungan horizontal antar sesama pegawai maupun hubungan vertikal pegawai
dengan manajemen.

Redding (1972) dalam Pace dan Faules (2010: 148) menyatakan bahwa
iklim komunikasi organisasi berperan besar dalam suatu organisasi, karena iklim
komunikasi organisasi secara khusus berlaku sebagai faktor penengah antara
unsur-unsur sistem kerja dengan ukuran keefektifan organisasi seperti
produktivitas, kepuasan, kualitas, dan vitalitas. Rogers dan Rogers (1976: 7)
menjelaskan bahwa berkembangnya iklim komunikasi dalam organisasi sangat
tergantung pada struktur. Struktur organisasi cenderung mempengaruhi suasana
komunikasi yang terjadi, dimana komunikasi dari bawahan kepada pimpinan atau
sebaliknya, tentunya akan sangat berbeda dengan komunikasi dengan rekan
sejawat. Perilaku atau tindakan komunikasi ini secara berkesinambungan akan
membentuk iklim komunikasi organisasi.

Jalur komunikasi yang digunakan di dalam suatu organisasi juga sangat


mempengaruhi iklim komunikasi di organisasi tersebut, sebagaimana diuraikan
Thoha (2000: 175) bahwa: “Komunikasi formal mengikuti jalur hubungan formal
yang tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Adapun komunikasi
informal, arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-
masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Proses hubungan informasinya
tidak mengikuti jalur struktural, sehingga bisa saja terjadi seorang yang
mempunyai struktur formal di bawah, berkomunikasi dengan seseorang yang
berada di tingkat pimpinan”.

Dilihat dari segi fungsi komunikasi, iklim komunikasi di dalam organisasi


memiliki empat fungsi, yaitu: (1) kendali (kontrol-pengawasan), (2) motivasi, (3)
pengungkapan emosional, dan (4) informasi (Robbins, 2002: 310). Fungsi

7
pertama, bertindak mengendalikan perilaku anggota organisasi dengan beberapa
cara. Dalam hal membantu pengembangan motivasi pegawai, iklim komunikasi
organisasi membantu menjelaskan kepada pegawai apa yang harus dilakukan,
seberapa baik pegawai bekerja dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki
kinerja yang di bawah standar. Fungsi selanjutnya, komunikasi bagi pegawai
merupakan mekanisme fundamental dimana pegawai dapat mengungkapkan
kekecewaan dan perasaan puas sebagai ungkapan emosional dari perasaan dan
pemenuhan kebutuhan sosial. Sedangkan dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan, iklim komunikasi yang baik dapat menyediakan dan memasok
informasi dengan didukung data aktual dan akurat, guna menghasilkan pilihan-
pilihan yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.

Redding (Goldhaber, 1993: 65-67) mencatat iklim komunikasi yang ideal


mengandung beberapa dimensi, yaitu:

a. Dukungan (Supportiveness).

Hubungan komunikasi antara bawahan dengan atasan dapat meningkatkan


kesadaran diri bawahan tentang makna dan kepentingan perannya.

b. Pengambilan Keputusan yang Partisipatif (Participation Decision Making).

Komunikasi bawahan dengan atasan memiliki manfaat dan pengaruh untuk


didengarkan dan diperhitungkan.

c. Kepercayaan, Kejujuran, dan Kredibilitas (Trust, Honesty, and Credibility).

Berkaitan dengan kualitas sumber pesan atau peristiwa-peristiwa komunikasi


yang terjadi dalam organisasi, apakah dapat dipercaya, jujur, dan kredibel.

d. Keterbukaan dan Keterusterangan (Openness and Candor).

Adanya keterbukaan dan keterusterangan penyampaian dan penerimaan pesan


dalam komunikasi formal maupun informal.

8
e. Tujuan kerja yang tinggi (High PerformanceGoals).

Tingkat kejelasan uraian dan penjelasan tentang tujuan-tujuan kinerja yang


dikomunikasikan dan dirasakan oleh karyawan.

Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan Pace dan Peterson (Pace dan
Faules, 2010: 159-160) menunjukkan bahwa paling sedikit ada enam faktor besar
yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi, yaitu:

a. Kepercayaan.

Personel di semua tingkatan harus berusaha keras untuk mengembangkan dan


mempertahankan hubungan yang di dalamnya terdapat kepercayaan,
keyakinan, dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan.

b. Pembuatan keputusan bersama.

Para pegawai di semua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi


dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan
organisasi yang relevan dengan kapasitas dan kedudukan mereka. Para
pegawai di semua tingkatan harus diberi ruang atau kesempatan
berkomunikasi dan berkonsultasi dengan manajemen di atas mereka agar
berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.

c. Kejujuran.

Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai


hubungan-hubungan dalam organisasi, dan para pegawai mampu mengatakan
„apa yang ada dalam pikiran mereka‟ tanpa perasaan tertekan dan
mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan, atau
atasan.

d. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah.

Kecuali untuk informasi rahasia, anggota organisasi dapat relatif mudah


memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat

9
itu. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk
mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian
lainnya, dan yang berhubungan luas dengan perusahaan, organisasi, para
pemimpin, dan rencana-rencana.

e. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas.

Personel di setiap tingkatan dalam organisasi harus mendengarkan saran-saran


atau laporan-laporan masalah yang dikemukakan personel di setiap tingkat
bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran
terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk
dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawanan.

f. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi.

Personel di setiap tingkatan dalam organisasi harus menunjukkan suatu


komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi − produktivitas tinggi,
kualitas baik, pelayanan prima − demikian pula menunjukkan perhatian besar
pada anggota organisasi lainnya.

Dalam penelitian ini, peneliti mengompilasikan kedua konsep dimensi


iklim komunikasi ideal menurut Redding dan Pace-Peterson di atas ke dalam tiga
poin dimensi iklim komunikasi, yaitu: (1) Transparansi versus Distrust;
(2) Dukungan Pimpinan Membuka Partisipasi Bawahan; dan (3) Komitmen
Terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi.

2. Manajemen Kinerja Organisasi

Istilah kinerja (performance) dapat dimaknai sebagai tingkat pencapaian


tujuan dan sasaran suatu organisasi selama kurun waktu tertentu. Kinerja adalah
hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika (Miller, 2012: 102).

10
Dalam rangka mengetahui keberhasilan organisasi dalam
menyelenggarakan visi dan misinya, perlu dilakukan suatu pengukuran kinerja.
James B. Whittaker (1993) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja merupakan
suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja dapat membantu manajemen
dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan
antara hasil aktual dengan tujuan dan sasaran strategis organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja tidak semata-mata dimaksudkan
sebagai mekanisme untuk memberikan penghargaan/hukuman
(reward/punishment) saja, tetapi juga berperan sebagai alat komunikasi dan alat
manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi.

Pengukuran kinerja penting peranannya sebagai alat manajemen untuk:


(1) Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk
mencapai kinerja; (2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah
disepakati; (3) Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan
membandingkannya dengan rencana kerja, serta melakukan tindakan untuk
memperbaiki kinerja; (4) Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif
atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja
yang telah disepakati; (5) Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan
dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi; (6) Mengidentifikasi apakah
kepuasan para pemangku kepentingan telah terpenuhi; (7) Membantu memahami
proses kegiatan organisasi; (8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan
dilakukan secara objektif; dan (9) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi di
dalam organisasi.

Salah satu metode pengukuran kinerja organisasi yang sering digunakan


beberapa tahun terakhir ini adalah metode balanced scorecard. Balanced
scorecard adalah metode untuk mengukur kinerja seseorang atau
kelompok/organisasi dengan menyeimbangkan aspek keuangan dan non-keuangan
serta aspek internal dan eksternal organisasi. Melalui balanced scorecard
dilakukan pendekatan untuk mengukur kinerja organisasi dengan

11
mempertimbangkan empat aspek atau perspektif, yaitu perspektif keuangan,
pemangku kepentingan, proses bisnis internal, serta proses belajar dan
berkembang organisasi.

3. Iklim Komunikasi dan Kinerja Organisasi

Sebagai bagian dari iklim organisasi, iklim komunikasi dalam interaksi


pegawai merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas kinerja dan efektivitas
fungsi organisasi. Menurut peneliti komunikasi Jack Gibb (1979), segera setelah
dua orang mulai berkomunikasi, iklim mulai berkembang. Oleh karena itu
komunikasi yang baik harus menjadi proses membangun hubungan daripada
hanya sebagai sarana mentransfer informasi dan ide-ide.

Iklim komunikasi yang positif menyebabkan praktek manajerial yang lebih


mendukung dan yang paling penting pengaruhnya terhadap individu, kelompok
dan produktivitas organisasi. Lebih lanjut, Gibb dalam pernyataannya juga
menyebutkan bahwa iklim berdampak pada upaya seorang anggota organisasi.
Upaya dalam konteks ini merujuk pada: (1) tenaga fisik dari tubuh dalam bentuk
mengangkat, berbicara, atau berjalan; dan (2) tenaga mental pikiran dalam bentuk
pemikiran, menganalisis, dan memecahkan masalah. Komunikasi yang
mendukung dari manajer, rekan kerja, dan bawahan akan membantu anggota
untuk mencapai kepuasan dan komitmen mereka untuk bertahan dalam pekerjaan
dan organisasi.

Iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi dari bagaimana aktivitas


yang terjadi dalam organisasi menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa
organisasi mempercayai mereka dan memungkinkan mereka bebas untuk
mengambil risiko; mendukung mereka dan memberi mereka tanggung jawab
dalam melakukan pekerjaan mereka; secara terbuka memberikan informasi yang
akurat dan memadai tentang organisasi; dengan penuh perhatian mendengarkan
dan menggali informasi yang dapat dipercaya dan jujur dari anggota organisasi;
aktif berkonsultasi dengan anggota organisasi sehingga mereka melihat bahwa
keterlibatan mereka berpengaruh dalam keputusan dalam organisasi dan memiliki

12
kepedulian terhadap standar yang tinggi dan pekerjaan yang menantang (Jablin &
Putnam, 2001: 121).

Jadi melalui proses interaksional, anggota memverifikasi keberadaan


kepercayaan, dukungan, keterbukaan, konsultativitas, dan perhatian yang
diberikan oleh organisasi. Keputusan anggota organisasi untuk melakukan
pekerjaan mereka secara efektif, berkomitmen untuk organisasi, mendukung
rekan-rekan dan anggota organisasi yang lain dan menawarkan ide-ide inovatif
untuk perbaikan kinerja organisasi dan operasi, semuanya dipengaruhi oleh iklim
komunikasi (Guzley, 1992: 383-385).

4. Path-Goal Theory

Terciptanya iklim komunikasi yang sarat dengan nilai-nilai dukungan,


kepercayaan, keterbukaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi, tidak dapat dipisahkan dari peran
pemimpin (atasan) selaku komunikator dan motivator yang utama dalam sebuah
organisasi. Robert House melalui sebuah teori kepemimpinan yang dikenal
dengan istilah Path-Goal Theory, menyatakan bahwa merupakan tugas pemimpin
untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi
arah serta dukungan yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai
dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan (Robbins, 2002).

Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua


fungsi dasar, yaitu: (1) Memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin
harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja
yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya; dan (2) Meningkatkan jumlah
hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap
kebutuhan mereka. Dan untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat
menjalankan empat gaya kepemimpinan sesuai situasi yang berkembang dalam
organisasi saat itu, yakni sebagai berikut:

13
a. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership)

Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari


mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar
kerja, serta memberikan arahan/bimbingan secara spesifik tentang cara-cara
menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi, dan pengawasan.

b. Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership)

Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan


bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan
tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai
usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di
antara anggota organisasi. Kepemimpinan pendukung memberikan pengaruh
yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka frustasi atau
mengalami kekecewaan.

c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)

Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-


saran serta ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan
partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

d. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan berkinerja yang


tinggi dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin
serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian
tujuan tersebut.

14
F. MODEL PENELITIAN

Dari kerangka pemikiran di atas, maka peneliti membuat model penelitian:

MANAJEMEN KINERJA BERBASIS SIMAK

Penciptaan Iklim Komunikasi Penciptaan Iklim Komunikasi


oleh BPK Bengkulu oleh BPK Palembang

1. Transparansi versus Distrust


2. Dukungan Pimpinan Membuka Partisipasi Bawahan
3. Komitmen terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi
[Diolah Peneliti berdasarkan konsep Iklim Komunikasi Organisasi yang dikemukakan oleh
Redding (1972) dan Pace-Peterson (1976)].

SASARAN STRATEGIS PERWAKILAN BPK RI

Gambar 1.1 Model Penelitian

Sebagaimana digambarkan dalam model penelitian di atas, konsep iklim


komunikasi yang akan menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah konsep
mengenai bagaimana manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang mencapai
kinerja (sasaran strategis) perwakilan, melalui penciptaan iklim komunikasi yang
sarat dengan nilai-nilai kepercayaan (trust), dukungan (supportiveness),
keterbukaan (openness), pengambilan keputusan yang partisipatif (participation
decision making), serta penghargaan atas standar kinerja yang baik/tinggi (high
performance goals).

G. KERANGKA KONSEP

Penelitian ini difokuskan pada bagaimana manajemen BPK Bengkulu dan


BPK Palembang menciptakan iklim komunikasi yang berkontribusi terhadap
proses pencapaian kinerja (Sasaran Strategis/SS dan Indikator Kinerja
Utama/IKU) perwakilan tahun 2013. Anggota organisasi dalam penelitian ini
dipandang melalui perspektif pasif, yaitu hanya sebagai pihak yang dikenai

15
terpaan perlakuan atau intervensi dari manajemen organisasi, dan tidak secara
individual mempengaruhi terbentuknya iklim komunikasi.

Sasaran strategis perwakilan BPK RI yang dimaksud dalam penelitian ini


adalah sembilan Sasaran Strategis (SS) level Eselon II (Kantor Perwakilan) yang
terbagi menurut empat Perspektif dan dioperasionalkan berdasarkan sembilan
belas Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana ditetapkan dalam Rencana
Strategis (Renstra) BPK RI 2011-2015, sebagai berikut:

Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU)


A. Perspektif Pemenuhan Kebutuhan dan Harapan Pemilik Kepentingan
1. Meningkatkan efektivitas tindak 1.1 Persentase rekomendasi yang ditindaklanjuti
lanjut hasil pemeriksaan 1.2 Jumlah temuan berindikasi tindak pidana yang disampaikan ke
Ditama Binbangkum dan disetujui untuk disampaikan ke APH
B. Perspektif Pengelolaan Fungsi Strategis
2. Meningkatkan fungsi manajemen 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan
pemeriksaan 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan
2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan pemeriksaan
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam pemeriksaan (hot
review)
3. Meningkatkan mutu pemberian 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan Direktorat EPP
pendapat
4. Meningkatkan mutu pemantauan 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara yang diterbitkan
penyelesaian ganti kerugian 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan pemantauan kerugian
negara negara
C. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Organisasi
5. Meningkatkan mutu pengelolaan 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai
SDM di lingkungan perwakilan 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam pelatihan
6. Meningkatkan komunikasi dengan 6.1 Jumlah media workshop per tahun
stakeholders 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi Juknis akses data
7. Meningkatkan pemanfaatan TIK 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara optimal
di lingkungan perwakilan 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data via Agen
Konsolidator (AK)
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator (AK)
8. Meningkatkan pemenuhan 8.1 Persentase pemenuhan srana dan prasarana sesuai dengan
standar sarana dan prasarana di standar
lingkungan perwakilan
D. Perspektif Keuangan
9. Meningkatkan pemanfaatan 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran
anggaran di lingkungan
perwakilan
Tabel 1.1 – Sasaran Strategis dan IKU Level Eselon II (Perwakilan BPK RI)

16
Perspektif Pemenuhan Kebutuhan dan Harapan Pemilik Kepentingan
mengacu pada sejauh mana outcome BPK Bengkulu dan BPK Palembang telah
memenuhi atau sesuai dengan harapan para pemilik kepentingan. Perspektif
Pengelolaan Fungsi Strategis berkaitan dengan penilaian mengenai sejauh mana
BPK Bengkulu dan BPK Palembang telah mengelola pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi yang diamanatkan undang-undang secara efektif dan efisien. Perspektif
Pertumbuhan dan Pembelajaran Organisasi berkenaan dengan kemampuan BPK
Bengkulu dan BPK Palembang untuk melakukan perubahan dan perbaikan
dengan memanfaatkan sumber daya internal yang dimilikinya. Sedangkan
perspektif Keuangan, menilai sejauh mana BPK Bengkulu dan BPK Palembang
mampu mengelola dan memanfaatkan anggaran yang tersedia untuk mendukung
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara optimal.

Adapun operasionalisasi konsep kepercayaan (trust), dukungan


(supportiveness), keterbukaan (openness), partisipasi pengambilan keputusan
(decision making participation), dan tujuan berkinerja tinggi (high performance
goals) dalam proses pencapaian sasaran strategis organisasi pada BPK Bengkulu
dan BPK Palembang, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Transparansi versus Distrust

Iklim komunikasi yang mencerminkan transparansi ditandai dengan


adanya akses yang sama bagi semua pegawai terhadap informasi terkait
operasional organisasi (kecuali untuk informasi yang bersifat rahasia); terdapat
media/saluran/sarana komunikasi formal dan informal yang memadai dan
dianggap sama pentingnya bagi seluruh pegawai; adanya sikap atasan yang
terbuka dan tidak menciptakan jarak dalam berkomunikasi/berinteraksi dengan
bawahan; adanya sikap positif atasan terhadap laporan, keluhan, saran, kritik, dan
masukan dari bawahan; adanya tindaklanjut atasan terhadap laporan, keluhan,
saran, kritik, dan masukan dari bawahan.

Iklim komunikasi yang mengandung ketidakpercayaan (distrust) ditandai


dengan adanya atasan yang tidak yakin terhadap kemampuan bawahan dalam

17
menyelesaikan pekerjaan, begitu juga sebaliknya, bawahan tidak yakin dengan
kemampuan atasan dalam memberikan pengarahan dan solusi permasalahan; tidak
adanya pendelegasian dalam pengambilan keputusan; adanya keengganan atasan
untuk membagi informasi kepada bawahan, tidak adanya ruang bagi bawahan
untuk berperan dan terlibat dalam setiap tugas yang dilakukan; serta tidak adanya
sistem pengawasan (penilaian dan evaluasi kinerja pegawai) yang jelas dan tegas.

2. Dukungan Pimpinan Membuka Partisipasi Bawahan

Iklim komunikasi yang mencerminkan dukungan ditandai dengan adanya


respon/umpan balik dari atasan yang menunjukkan perhatian dan menumbuhkan
rasa memiliki (sense of belonging) bawahan terhadap organisasi; adanya
komunikasi searah baik dari atasan kepada bawahan (berupa pemberian arahan,
perintah/instruksi, penjelasan instruksi, dll), maupun dari bawahan kepada atasan
(berupa pemberian usulan, laporan, kritik, masukan/saran, permohonan
pengarahan, dll); adanya komunikasi dua arah dari atasan kepada bawahan
dan/atau dari bawahan kepada atasan yang sifatnya memperjelas/mempertegas
komunikasi searah; adanya saluran komunikasi (formal dan informal) yang
memadai dan mekanisme yang mudah bagi bawahan untuk berkomunikasi dengan
atasan.

Iklim komunikasi organisasi yang mencerminkan partisipasi dalam


pengambilan keputusan ditandai dengan adanya upaya manajemen untuk
melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan melalui dialog/diskusi
internal, misalnya dalam pertemuan rutin, brainstorming, transfer of knowledge,
maupun pertemuan informal; adanya akses informasi bagi bawahan tentang alasan
(reasoning) pimpinan memutuskan suatu kebijakan; serta adanya saluran
komunikasi yang secara khusus disediakan organisasi bagi penyampaian ide,
gagasan, dan pandangan pegawai mengenai permasalahan-permasalahan yang
sedang dihadapi organisasi.

18
3. Komitmen terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi

Iklim komunikasi yang mencerminkan komitmen terhadap tujuan


berkinerja tinggi ditandai dengan adanya pemahaman yang baik dari para pegawai
mengenai peran, tugas dan fungsinya dalam organisasi; adanya sharing dan/atau
sosialisasi informasi terkait tujuan, program, kegiatan, dan kebijakan organisasi
yang diselenggarakan secara intensif; adanya dukungan dari atasan yang dapat
menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi bawahan; dan adanya kebijakan
reward and punishment yang jelas dan diimplementasikan secara tegas dalam
organisasi.

H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode studi


kasus deskriptif. Pendekatan kualitatif diyakini peneliti mampu menyajikan
deskripsi yang mendalam dan lengkap terhadap keadaan, situasi, dan hasil
pengamatan, sehingga informasi yang disampaikan nampak hidup sebagaimana
adanya dan pelaku-pelaku mendapat tempat untuk memainkan peranannya.

Dalam ranah komunikasi, studi kasus diyakini merupakan metode yang


sesuai untuk menjawab tipe pertanyaan ”how” dan “why” (Yin, 2014: 13), oleh
karena itu metode ini dianggap mampu membantu peneliti dalam memahami
secara mendalam dan menjawab pertanyaan mengenai bagaimana manajemen
BPK Bengkulu dan BPK Palembang mencapai sasaran strategis organisasinya
melalui penciptaan iklim komunikasi.

Lebih lanjut, studi kasus deskriptif dalam penelitian ini juga bersifat
komparatif, dalam arti penelitian ini berusaha membuat deskripsi terhadap suatu
fenomena atau praktek nyata yang terjadi pada sebuah organisasi tertentu untuk
kemudian dikomparasikan dengan fenomena atau praktek nyata yang terjadi pada

19
organisasi lain yang sejenis, guna memperoleh gambaran spesifik tentang unit
analisis dan struktur permasalahan yang menjadi kajian.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu


yang berkedudukan di Kota Bengkulu dan BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera
Selatan yang berkedudukan di Kota Palembang. Alasan pemilihan kedua
organisasi tersebut sebagai subjek penelitian adalah: (1) dalam rangka kontribusi
peneliti terhadap kemajuan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu, yang
merupakan organisasi tempat peneliti mengabdi; dan (2) dari aspek historis
wilayah dan historis organisasi, BPK Bengkulu dan BPK Palembang tidak dapat
dipisahkan. Sebelum ditetapkan sebagai provinsi ke-26 (provinsi termuda sebelum
Timor Timur) pada tahun 1968, Bengkulu merupakan salah satu karesidenan
dalam Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu, BPK Bengkulu merupakan hasil
pemekaran dari BPK Palembang pada tahun 2008.

3. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pemahaman serta pengkomparasian mengenai


bagaimana upaya manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang dalam
mencapai sasaran strategis perwakilan BPK RI melalui penciptaan iklim
komunikasi, dalam kurun waktu tahun 2013.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode


wawancara mendalam. Selain itu, observasi langsung dan telaah terhadap
dokumen tertulis berupa surat masuk dan surat keluar, disposisi, notulen rapat,
laporan-laporan, buku profil kantor perwakilan, manual IKU, dan dokumen-
dokumen lain yang terkait dengan proses pencapaian sasaran strategis BPK
Bengkulu dan BPK Palembang juga dilakukan peneliti dalam rangka melengkapi
dan memperkaya informasi yang dirasa bermanfaat bagi kepentingan analisis dan
interpretasi data.

20
Dalam melakukan wawancara, pertanyaan yang diajukan berupa
pertanyaan terbuka (open ended questions). Peneliti terlebih dahulu membuat
daftar pertanyaan yang telah disesuaikan dengan data atau informasi yang ingin
diperoleh, sebelum melakukan wawancara dengan informan. Namun tidak
menutup kemungkinan juga akan muncul pertanyaan yang bersifat spontan
(namun tetap relevan) agar peneliti bisa mendapatkan pembahasan tuntas
mengenai informasi yang ingin digali.

5. Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dilakukan secara purposive dengan memperhatikan


tingkat kesesuaian (relevansi) antara kedudukan/jabatan informan dalam
organisasi kantor perwakilan BPK RI dengan tujuan penelitian yang hendak
dicapai.

Studi kasus perbandingan iklim komunikasi pada BPK Bengkulu dan BPK
Palembang ini dilakukan dalam rangka mengetahui dan memahami bagaimana
manajemen BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dan BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan mencapai sasaran strategis organisasinya melalui
penciptaan iklim komunikasi. Sehingga, informan-informan yang dirasa dapat
membantu peneliti mencapai tujuan penelitian tersebut, antara lain:

Informan dari Informan dari Peran Informan dalam Proses


No. BPK RI Perwakilan BPK RI Perwakilan Pencapaian Sasaran Strategis
Organisasi
Provinsi Bengkulu Provinsi Sumatera Selatan
1. Kepala Sekretariat Perwakilan Kepala Sekretariat Perwakilan Middle Manager/ Manajer IKU
2. Kepala Sub Bagian Humas dan Kepala Sub Bagian Humas dan First Line Manager/Manajer IKU
Tata Usaha Kepala Perwakilan Tata Usaha Kepala Perwakilan
3. Pegawai yang ditunjuk sebagai Pegawai yang ditunjuk sebagai Inputer IKU
Inputer IKU Inputer IKU
4. Pegawai Pelaksana Pemeriksa Pegawai Pelaksana Pemeriksa Pelaksana tugas dalam rangka
yang sudah bertugas di BPK yang sudah bertugas di BPK pencapaian sasaran strategis
Bengkulu selama lebih dari 3 Palembang selama lebih dari 3 organisasi (IKU optimal).
tahun. tahun.
5. Pegawai Pelaksana Non Pemeriksa Pegawai Pelaksana Non Pelaksana tugas dalam rangka
yang sudah bertugas di BPK Pemeriksa yang sudah bertugas pencapaian sasaran strategis
Bengkulu selama lebih dari 3 di BPK Palembang selama lebih organisasi (IKU optimal).
tahun. dari 3 tahun.

Tabel 1.2 – Daftar Informan Penelitian

21
6. Teknik Analisis Data

Menurut Yin, terdapat tiga teknik analisis data dalam metode studi kasus,
yaitu: (1) Penjodohan Pola, (2) Pembuatan Penjelasan, dan (3) Analisis Deret
Waktu. Teknik penjodohan pola dilakukan dengan cara membandingkan pola
kejadian atau fenomena yang senyatanya terjadi dengan pola kejadian yang
diprediksikan (proposisi/prediksi alternatif). Jika kedua pola ini menunjukkan
persamaan, maka akan menguatkan validitas internal sebuah studi kasus. Teknik
pembuatan penjelasan dilakukan dengan cara membuat eksplanasi tentang kasus
yang diteliti. Teknik analisis deret waktu menyelenggarakan analisis deret waktu
yang secara langsung analog dengan analisis deret waktu yang diselenggarakan
dengan eksperimen dan kuasi eksperimen. (Yin, 2014: 140-158).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik penjodohan pola, yaitu


dengan membandingkan data pola iklim komunikasi yang senyatanya terjadi di
BPK Bengkulu dan BPK Palembang dengan pola iklim komunikasi menurut
proposisi/prediksi alternatif peneliti yang diolah berdasarkan pemikiran Redding
(1972) dan hasil penelitian Pace-Peterson (1976), serta teori-teori komunikasi
organisasi lainnya yang relevan. Adapun proposisi/prediksi alternatif peneliti
mengenai iklim komunikasi organisasi pada BPK Bengkulu dan BPK Palembang,
adalah “Iklim komunikasi yang sarat dengan nilai-nilai kepercayaan (trust),
dukungan (supportiveness), keterbukaan (openness), partisipasi pengambilan
keputusan (decision making participation), dan tujuan berkinerja tinggi (high
performance goals) dalam suatu organisasi, akan membawa atau mengarahkan
organisasi tersebut pada pencapaian kinerja yang lebih baik”.

Hasil penjodohan pola antara data temuan dengan proposisi teori di atas
kemudian disajikan dalam bentuk narasi agar lebih mudah dipahami. Hasil akhir
penelitian ini adalah pembahasan menyeluruh mengenai gambaran bagaimana
manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang menciptakan iklim komunikasi
yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran strategis perwakilan BPK RI.

22
7. Validitas Data

Pengujian keabsahan data menjadi penting agar data hasil analisis dapat
dipertanggungjawabkan. Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan triangulasi sumber data, yaitu data-data yang diperoleh dari
hasil wawancara mendalam, obervasi langsung, dan telaah dokumen
diperbandingkan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang sama. Selain itu,
pengujian validitas data juga diperkuat dengan melakukan wawancara terhadap
beberapa pihak untuk menghindari bias data pada satu orang saja.

23
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANTARA BUDAYA ORGANISASI, IKLIM ORGANISASI, DAN IKLIM


KOMUNIKASI

Istilah budaya dan iklim dalam tataran organisasi seringkali dipahami


sebagai konsep yang sama, meskipun dasar penelitian mereka berbeda. Dua
konsep tersebut sama dalam hal keduanya sama-sama berkaitan dengan suasana
kerja dalam organisasi. Selain itu, keduanya juga sama-sama berhubungan dengan
konteks sosial dalam organisasi, dan diharapkan dapat mempengaruhi perilaku
orang-orang yang bekerja dalam organisasi. Namun, konsep budaya dan iklim
dalam organisasi juga dipandang berbeda dalam beberapa cara yang signifikan.
Iklim biasanya lebih mudah dimanipulasi oleh manajemen untuk secara langsung
mempengaruhi perilaku para pegawai/karyawan. Sedangkan budaya organisasi, di
sisi lain, dianggap jauh lebih sulit untuk diubah dalam situasi jangka pendek
karena ia telah didefinisikan selama bertahun-tahun dalam bentuk sejarah dan
tradisi.

Konsep budaya dan iklim dalam organisasi juga berbeda dalam hal
penekanan mereka. Budaya organisasi sering dideskripsikan sebagai cara dimana
orang-orang dalam organisasi mempelajari dan mengkomunikasikan apa yang
bisa diterima dan apa yang tidak bisa diterima dalam suatu organisasi (nilai-nilai
dan norma-norma). Sedangkan sebagian besar deskripsi iklim (organisasi dan/atau
komunikasi) tidak berhubungan dengan nilai dan norma. Deskripsi iklim
berhubungan dengan suasana saat ini dalam suatu organisasi, sementara budaya
organisasi didasarkan pada sejarah masa lampau dan tradisi organisasi yang
menekankan nilai dan norma tentang perilaku karyawan.

Dalam kaitannya dengan organisasi, budaya berkaitan erat dengan dua hal,
yakni: (1) kandungan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, dan

24
makna yang menjadi dasar pembentukan pola pikir, perasaan, dan tindakan dari
para anggota organisasi (bentuk implisit), dan (2) budaya organisasi sebagai
bentuk-bentuk simbolik yang eksplisit atau tindakan yang dinyatakan secara
verbal dan visual, verbal-lokal, dan verbal-visual dari para anggota organisasi.
Sedangkan konsep iklim, berkaitan dengan kondisi atmosfer organisasi sepanjang
suatu periode waktu tertentu yang ditentukan oleh suasana psikologis, sosiologis,
antropologis, taraf, tekanan, dan efektivitas komunikasi antarpersonal antara para
pekerja, antara para pekerja dengan manajer, dan antara para manajer yang
mempengaruhi persepsi individual, kelompok, atau seluruh organisasi terhadap
kinerja dan kesejahteraan individu, kelompok, dan organisasi (Kosen, 1986: 79).
Secara umum, budaya menjelaskan karakteristik organisasi yang membuat
organisasi dapat bertahan ketika menghadapi perubahan (relatif statis), sedangkan
iklim menjelaskan karakteristik atau kemampuan sementara dari organisasi untuk
berubah (relatif dinamis).

Lebih lanjut, banyaknya penelitian tentang iklim organisasi telah


melahirkan beragam variabel yang terkadang tumpang tindih dan bersifat
subjektif. Namun dari semua penelitian tersebut, hal yang menarik adalah bahwa
variabel utama dari iklim organisasi adalah komunikasi manusia (iklim
komunikasi), karena iklim organisasi hanya dapat diterangkan melalui
pemahaman yang mendalam terhadap iklim komunikasi antarmanusia, baik di
dalam organisasi maupun dengan lingkungan eksternal organisasi.

Studi yang dilakukan oleh J. R. Gibb (1979) tentang iklim organisasi


menunjukkan bahwa iklim organisasi sangat ditentukan oleh iklim komunikasi,
khususnya yang berkaitan dengan relasi antar manusia yang beragam dalam
organisasi. Berbagai penelitian mencatat setidaknya terdapat lima variabel yang
diduga mempengaruhi iklim organisasi, yaitu komunikasi, pengambilan
keputusan, motivasi pemimpin, perumusan tujuan, dan komitmen terhadap
organisasi. Jika hubungan antara lima variabel tersebut dengan iklim organisasi
diuji secara parsial, maka ditemukan bahwa kontribusi komunikasi antarmanusia
dalam organisasi terhadap pembentukan iklim organisasi mencapai 38%. Hal ini

25
berarti, perubahan iklim organisasi dapat diterangkan oleh variabel komunikasi
sebesar 38%, sedangkan sisanya sebesar 62% diterangkan oleh variabel
pengambilan keputusan, motivasi pemimpin, perumusan tujuan, dan komitmen
terhadap organisasi (atau rata-rata hanya 16%) (Liliweri, 2014: 322-323). Dengan
adanya hubungan yang erat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menciptakan iklim organisasi yang positif, harus dibangun terlebih dahulu iklim
komunikasi organisasi yang positif.

Sebagaimana divisualisasikan dalam Gambar 2.1, hubungan antara budaya


organisasi, iklim organisasi, dan iklim komunikasi, bersifat resiprokal. Ketiganya
dapat dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan. Budaya organisasi
mempengaruhi terbentuknya iklim organisasi, dan sebaliknya iklim organisasi
dapat mempengaruhi terbentuknya budaya organisasi. Walaupun secara teoritis
dan pragmatis, kedudukan budaya organisasi dipandang sebagai basis, latar
belakang, dan filosofi yang mewarnai iklim organisasi. Lebih lanjut, variabel
utama dalam iklim organisasi adalah komunikasi antarmanusia, yang dalam tradisi
penelitian komunikasi organisasi disebut dengan istilah iklim komunikasi. Iklim
organisasi hanya dapat diterangkan melalui pemahaman yang mendalam terhadap
iklim komunikasi antarmanusia, baik di dalam organisasi maupun dengan
lingkungan eksternal organisasi (Gibb, 1979).

BUDAYA ORGANISASI

IKLIM ORGANISASI

IKLIM
KOMUNIKASI

Gambar 2.1
Hubungan antara Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Iklim Komunikasi

26
B. IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI

1. Sejarah dan Konsep

Banyak ahli melakukan penelitian mengenai iklim komunikasi di dalam


sebuah organisasi. Pada awalnya, sekitar tahun 1950-an, mereka berfokus pada
arus pesan dalam organisasi atau biasa disebut dengan communication channels.
Beberapa peneliti kemudian memperdalam penelitian mereka pada saluran
komunikasi dengan menunjukkan hubungan antara kecukupan informasi yang
dirasakan dengan output organisasi seperti kepuasan komunikasi, prestasi kerja,
dan efektivitas kinerja organisasi (John Trombetta dan Donald Rogers, 1992:495).
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa adanya informasi yang relevan dan
akurat dalam arus komunikasi di dalam suatu organisasi, dapat memberikan
kontribusi terhadap prestasi kerja individu dan efektivitas kinerja organisasi
(Hutchinson, 1992: 75).

Sekitar tahun 1960-an, penelitian mengenai hal ini mulai dimasukkan ke


dalam studi iklim komunikasi, yakni komunikasi yang berkontribusi pada
pengembangan filosofi dan bertanggung jawab atas hubungan yang terjadi dalam
sebuah organisasi (Koehler, Anatol, dan Applbaum, 1981: 75).

Kemudian pada tahun 1970-an, semakin banyak peneliti yang melakukan


kajian terhadap iklim komunikasi dan kaitannya dengan tingkat kepuasan kerja
(job satisfaction). Dalam penelitian tersebut, selain sebagai salah satu cara untuk
mengkarakterisasi, memahami, dan menjelaskan pola komunikasi di dalam
organisasi, iklim komunikasi juga dimaknai sebagai sebuah “product of shared
meanings” antara anggota organisasi (Hutchinson, 1992: 76).

Dalam tataran personal, konsep iklim komunikasi organisasi merujuk pada


suasana lingkungan yang terbentuk dari persepsi atas pengalaman dan interaksi
anggota organisasi baik dengan sesama anggota maupun dengan organisasi secara
langsung, yang kemudian menjadi sebuah pedoman aktivitas yang dapat
mempengaruhi kinerja atau produktivitas anggota organisasi tersebut. Sedangkan

27
dalam tataran organisasi, konsep iklim komunikasi mengacu pada suasana
komunikasi yang dikembangkan oleh manajemen dalam suatu organisasi guna
mencapai tujuan (kinerja) tertentu (Redding, 1972).

Dalam suatu organisasi, iklim komunikasi memang sangat erat kaitannya


dengan kepuasan kerja para pegawai dan pencapaian kinerja organisasinya.
Bahkan Littlejohn dan Foss (2009: 384) mengatakan bahwa iklim dipandang
sebagai suatu variabel kunci yang mempengaruhi kepuasan kerja dan produktifitas
pegawai dalam usaha menunjang gerak organisasi yang selalu berkembang.

Iklim komunikasi menggambarkan komunikasi di dalam organisasi dalam


level personal yakni antar anggota organisasi baik itu atasan maupun bawahan. Di
dalam organisasi, komunikasi merupakan proses penting untuk membentuk
organisasi yang efektif. Hal ini berarti interaksi antar anggota organisasi berperan
sentral dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Iklim komunikasi terbentuk dari
komunikasi dan pola hubungan interpersonal yang terjadi di dalam organisasi.
Goldhaber (1993) mendefinisikan iklim komunikasi sebagai, “the perception of
employees with regard to the quality of the mutual relations and the
communication in an organization”. Proses komunikasi selalu melibatkan
persepsi dari masing-masing pelaku komunikasi dan menunjukkan sejauh mana
hubungan antar pelaku komunikasi tersebut.

Pace dan Faules (2010) menyatakan, “organizational communication


climate can affect the way of life of employees, to whom the employee spoke, likes,
felt, how the work activities, how it goes, what is to be achieved and how to adjust
to the organization”. Iklim komunikasi dilihat sebagai suatu kualitas hubungan
dan interaksi subyektif antar anggota organisasi yang dapat mempengaruhi
perilaku secara umum. Gabungan dari persepsi mengenai peristiwa komunikasi,
perilaku dan respon antar anggota, harapan serta konflik yang terjadi membentuk
suasana yang mempengaruhi lingkungan internal organisasi. Iklim komunikasi
berbeda dengan iklim organisasi, dalam arti bahwa iklim komunikasi meliputi
persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan proses

28
pertukaran pesan itu sendiri dan melibatkan hubungan personal antar anggota.
Sedangkan iklim organisasi lebih kepada persepsi anggota yang mempengaruhi
kualitas lingkungan internal organisasi secara umum.

Proses komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk membentuk suatu


pemahaman bersama (mutual understanding) mengenai tujuan organisasi. Davis
(1962: 60) menyatakan, “communication climate can be defined as the internal
environment of information exchange among people through an organization’s
formal and informal networks.” Iklim komunikasi membentuk lingkungan internal
dimana memungkinkan terjadinya pertukaran informasi atau pesan yang mengalir
secara bebas. Pertukaran pesan pasti terjadi di dalamnya untuk mendukung kerja
seluruh unit kerja dalam suatu organisasi. Lebih lanjut, Goldhaber (1993)
mengklasifikasikan tipe pesan di dalam organisasi menjadi:

a. Task

Jenis pesan ini berorientasi pada aktivitas organisasi yang berkaitan dengan
tugas atau pekerjaan anggota demi mencapai tujuan organisasi. Biasanya dapat
berupa perintah maupun saran.

b. Regulation/Policy

Pesan ini berisikan mengenai kebijakan organisasi, agenda, jadwal, dan lain
sebagainya sebagai upaya untuk mengontrol dan memastikan fungsi organisasi
berjalan sebagaimana mestinya.

c. Human

Jenis ini terfokus pada elemen hubungan dalam organisasi. Pesan tersebut
diasosiasikan dan diarahkan oleh nilai, perilaku, preferensi, kesukaan, dan
ketidaksukaan dari para anggota.

29
d. Innovative

Tipe pesan ini berguna untuk membantu organisasi ketika beradaptasi


terhadap perubahan lingkungan. Biasanya pesan ini berisikan motivasi yang
dapat mengarahkan anggota kepada kreativitas dan ide-ide baru.

Pesan-pesan tersebut merupakan hal yang penting dalam suatu organisasi


dalam kaitannya dengan penyelesaian pekerjaan. Seorang bawahan agar dapat
menyelesaikan tugasnya membutuhkan informasi dari rekan maupun instruksi dari
atasannya. Sebaliknya, seorang atasan harus dapat memberi feedback berupa
evaluasi kerja kepada bawahannya. Proses yang demikian mempengaruhi
hubungan personal keduanya sehingga akan membentuk iklim komunikasi yang
baik. Menurut Ruben dan Stewart (1998: 27-30), pesan dalam organisasi dapat
dipertukarkan melalui bentuk komunikasi yang terdiri dari:

a. Downward communication, yaitu komunikasi dari atasan ke bawahan. Pesan


yang disampaikan ke bawahan dapat berupa instruksi pekerjaan, evaluasi
individu (feedback), prosedur organisasi, training, dan lain sebagainya.

b. Upward communication, yaitu komunikasi dari bawahan ke atasan. Bentuk ini


dapat menumbuhkan kepercayaan atasan kepada bawahannya dimana
memungkinkan para bawahan untuk memberi saran dan keluhan. Bentuk ini
juga mengindikasikan efektif tidaknya downward communication yang terjadi.

c. Parallel/horizontal communication, yaitu komunikasi antar anggota organisasi


dengan tingkat yang sama. Bentuk ini memungkinkan terjalinnya hubungan
interpersonal antar anggota organisasi.

Rogers dan Rogers (1976: 7) menjelaskan bahwa berkembangnya iklim


komunikasi dalam organisasi sangat tergantung pada struktur. Struktur organisasi
cenderung mempengaruhi suasana komunikasi yang terjadi, dimana komunikasi
dari bawahan kepada pimpinan atau sebaliknya, tentunya akan sangat berbeda
dengan komunikasi dengan rekan sejawat. Perilaku atau tindakan komunikasi ini
secara berkesinambungan akan membentuk iklim komunikasi organisasi.

30
Jalur komunikasi yang digunakan di dalam suatu organisasi juga sangat
mempengaruhi iklim komunikasi di organisasi tersebut, sebagaimana diuraikan
Thoha (2000: 175) bahwa: “Komunikasi formal mengikuti jalur hubungan formal
yang tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Adapun komunikasi
informal, arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-
masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Proses hubungan informasinya
tidak mengikuti jalur struktural, sehingga bisa saja terjadi seorang yang
mempunyai struktur formal di bawah, berkomunikasi dengan seseorang yang
berada di tingkat pimpinan”.

2. Iklim Komunikasi Positif dan Negatif

Komunikasi di dalam organisasi dapat membentuk iklim komunikasi yang


positif dan juga negatif. Informasi atau pesan yang mengalir secara bebas dan
terkontrol menunjukkan keterbukaan yang akan membentuk iklim komunikasi
yang positif dan mempengaruhi efisiensi pembentukan dan penyampaian pesan.
Iklim komunikasi organisasi yang positif memungkinkan para karyawan atau
anggota organisasi untuk mengutarakan pendapatnya, menyuarakan keluhan, dan
memberikan saran kepada atasan. Selain itu, iklim yang positif dapat membentuk
kesepahaman (mutual understanding) mengenai tujuan organisasi yang
berhubungan dengan tugas masing-masing. Hal tersebut diperlukan agar masing-
masing unit kerja dalam organisasi dapat bekerja secara terstruktur dan
terkoordinasi. Iklim komunikasi juga dapat berfungsi sebagai pedoman dalam
pengambilan keputusan dan pedoman dalam berperilaku para anggota organisasi.

Iklim komunikasi yang negatif dapat terbentuk apabila kurangnya interaksi


secara personal antar anggota organisasi. Secara psikologis mereka akan
cenderung bersifat defensif dan menimbulkan iklim atau suasana yang tidak baik
dan tidak menyenangkan dalam organisasi. Hal ini akan memicu terjadinya
kesalahpahaman dan ketidakstabilan kinerja organisasi yang kemudian akan
menurunkan produktivitas kerja secara keseluruhan. Hubungan antar anggota

31
organisasi perlu dibangun dengan baik agar mereka memiliki rasa kebersamaan
yang tinggi demi kerjasama tim dan pencapaian kinerja yang lebih baik.

3. Urgensi Iklim Komunikasi dalam Organisasi

Iklim komunikasi memainkan peranan penting dalam efektivitas


organisasi secara keseluruhan. Iklim komunikasi berpengaruh dalam
meningkatkan kemampuan masing-masing anggota organisasi maupun
meningkatkan pencapaian kinerja organisasi sebagai sebuah kesatuan. Sebab,
iklim komunikasi mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep,
perasaan-perasaan, dan harapan-harapan anggota organisasi untuk bersikap
tertentu dengan mengetahui sesuatu tentang iklim komunikasi organisasi.
Kopelman, Brief, dan Guzzo dalam Pace dan Faules (2010: 148) mengatakan
bahwa iklim komunikasi organisasi sangat penting dalam pengelolaan sumber
daya manusia yang berkaitan dengan pencapaian kinerja organisasi. Anggota
organisasi sebagai sumber daya manusia dapat bekerja dengan baik apabila
terdapat hubungan yang baik antar anggota organisasi.

Dilihat dari segi fungsi komunikasi, iklim komunikasi di dalam organisasi


memiliki empat fungsi, yaitu: (1) kendali (kontrol-pengawasan), (2) motivasi, (3)
pengungkapan emosional, dan (4) informasi (Robbins, 2002: 310). Fungsi
pertama, bertindak mengendalikan perilaku anggota organisasi dengan beberapa
cara. Setiap organisasi mempunyai hierarki, wewenang, dan garis panduan formal
yang harus dipatuhi pegawai. Bila pegawai diminta menyampaikan setiap keluhan
kepada atasan langsungnya yang berkaitan dengan pekerjaan, sesuai dengan
uraian tugas atau sesuai dengan kebijakan organisasi, maka komunikasi
menjalankan fungsi kontrol dan sekaligus mengendalikan perilaku.

Dalam hal membantu pengembangan motivasi pegawai, iklim komunikasi


organisasi membantu menjelaskan kepada pegawai apa yang harus dilakukan,
seberapa baik pegawai bekerja dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki
kinerja yang di bawah standar. Fungsi selanjutnya, komunikasi bagi pegawai
merupakan sumber pertama untuk interaksi sosial dan mekanisme fundamental di

32
mana pegawai dapat mengungkapkan kekecewaan dan perasaan puas sebagai
ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. Sedangkan
fungsi terakhir iklim komunikasi adalah berhubungan dengan peran komunikasi
dalam mempermudah pengambilan keputusan. Iklim komunikasi organisasi yang
baik dapat menyediakan dan memasok informasi yang diperlukan dengan
didukung data aktual dan akurat, guna menghasilkan pilihan-pilihan yang
diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.

Iklim komunikasi pada hakekatnya dapat menjadi pedoman bagi setiap


keputusan dan perilaku individu, sebagaimana dijelaskan Guzley (1992: 157)
bahwa iklim komunikasi dalam suatu organisasi turut mempengaruhi keputusan-
keputusan yang diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan
mereka secara efektif, dan untuk mengikatkan diri mereka dengan organisasi.

Lebih lanjut, iklim komunikasi juga memegang peranan penting dalam


mengembangkan potensi anggota organisasi. Melalui kekuatan integratif,
komunikasi dapat mengintegrasikan seluruh potensi yang ada di dalam organisasi,
dan jika integrasi tersebut telah terpola, maka akan tercipta iklim komunikasi
organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan
mendukung komitmen anggota dalam organisasi. Interaksi serta proses yang
membentuk, menciptakan, mengubah dan memelihara iklim komunikasi dalam
suatu organisasi merupakan hal-hal yang menjadi fokus dalam kajian
pembelajaran iklim komunikasi pada tataran organisasional, dan bukannya respon
setiap individu atau respon total seluruh anggota di dalam suatu organisasi.
Dengan kata lain, iklim bukanlah sifat individu, tetapi merupakan sifat yang
dibentuk, dimiliki bersama dan dipelihara oleh para anggota organisasi.

4. Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi

Redding (Goldhaber, 1993: 65-67) mencatat iklim komunikasi yang ideal


mengandung beberapa dimensi, yaitu:

33
a. Dukungan (Supportiveness).

Hubungan komunikasi antara bawahan dengan atasan dapat membangun dan


meningkatkan kesadaran diri bawahan tentang makna dan kepentingan
perannya.

b. Pengambilan Keputusan yang Partisipatif (Participation Decision Making).

Komunikasi bawahan dengan atasan memiliki manfaat dan pengaruh untuk


didengarkan dan diperhitungkan.

c. Kepercayaan, Kejujuran, dan Kredibilitas (Trust, Honesty, and Credibility).

Berkaitan dengan kualitas sumber pesan atau peristiwa-peristiwa komunikasi


yang terjadi dalam organisasi, apakah dapat dipercaya, jujur, dan kredibel.

d. Keterbukaan dan Keterusterangan (Openness and Candor).

Adanya keterbukaan dan keterusterangan penyampaian dan penerimaan pesan


dalam komunikasi formal maupun informal.

e. Tujuan kerja yang tinggi (High PerformanceGoals).

Tingkat kejelasan uraian dan penjelasan tentang tujuan-tujuan kinerja yang


dikomunikasikan dan dirasakan oleh karyawan.

Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan Pace dan Peterson pada tahun
1976 (Pace dan Faules, 2010: 159-160) menunjukkan bahwa paling sedikit ada
enam faktor besar yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi, yaitu:

a. Kepercayaan.

Personel di semua tingkatan harus berusaha keras untuk mengembangkan dan


mempertahankan hubungan yang di dalamnya terdapat kepercayaan,
keyakinan, dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan.

34
b. Pembuatan keputusan bersama.

Para pegawai di semua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi


dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan
organisasi yang relevan dengan kedudukan mereka. Para pegawai di semua
tingkatan harus diberi kesempatan berkomunikasi dan berkonsultasi dengan
manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan
keputusan dan penentuan tujuan.

c. Kejujuran.

Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai


hubungan-hubungan dalam organisasi, dan para pegawai mampu mengatakan
„apa yang ada dalam pikiran mereka‟ tanpa mengindahkan apakah mereka
berbicara kepada teman sejawat, bawahan, atau atasan.

d. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah.

Kecuali untuk informasi rahasia, anggota organisasi dapat relatif mudah


memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat
itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan
pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian lainnya, dan yang
berhubungan luas dengan perusahaan, organisasi, para pemimpin, dan
rencana-rencana.

e. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas.

Personel di setiap tingkatan dalam organisasi harus mendengarkan saran-saran


atau laporan-laporan masalah yang dikemukakan personel di setiap tingkat
bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran
terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk
dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawanan.

35
f. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi.

Personel di setiap tingkatan dalam organisasi harus menunjukkan suatu


komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi − produktivitas tinggi,
kualitas baik, pelayanan prima − demikian pula menunjukkan perhatian besar
pada anggota organisasi lainnya.

C. PATH-GOAL THEORY

Path-Goal Theory adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang


dikembangkan oleh Robert House, yang menyatakan bahwa merupakan tugas
pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk
memberi arah serta dukungan yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka
sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Model
kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam
berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Teori ini disebut path-goal karena menjelaskan bagaimana seorang
pemimpin dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan
bagaimana usaha atau prestasi (path) mereka dapat digunakan sebagai alat
mencapai hasil (goal) yang mereka inginkan. Lebih lanjut, House menyatakan
bahwa individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya
hubungan yang kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil
yang mereka capai dengan nilai tinggi (Robbins, 2002).

Menurut Teori Path-Goal, perilaku pemimpin akan memberikan motivasi


sepanjang: (1) Membuat bawahan merasa membutuhkan kepuasan dalam
pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) Menyediakan ajaran, arahan, dukungan,
dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif. Untuk menguji
pernyataan ini, Robert House mengenali empat karakter atau perilaku pemimpin,
yaitu: (1) Directive Leader, (2) Supportive Leader, (3) Participative Leader; dan

36
(4) Achievement Oriented Leader. Berlawanan dengan pandangan teori-teori
sebelumnya tentang perilaku pemimpin, Robert House berasumsi bahwa
pemimpin itu bersifat fleksibel, dimana pemimpin yang sama mampu
menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi
(Robbins, 2002).

Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh
seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan
tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh
seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada
bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari
dua fungsi dasar, yaitu: (1) Memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang
pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana
cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya; dan (2) Meningkatkan
jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian
terhadap kebutuhan mereka.

Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat menjalankan


empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership)

Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari


mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar
kerja, serta memberikan arahan/bimbingan secara spesifik tentang cara-cara
menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi, dan pengawasan.

b. Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership)

Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan


bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan
tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai
usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di

37
antara anggota organisasi. Kepemimpinan pendukung memberikan pengaruh
yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka frustasi atau
mengalami kekecewaan.

c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)

Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-


saran serta ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan
partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

d. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan berkinerja yang


tinggi dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin
serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian
tujuan tersebut.

Dengan menggunakan salah satu dari keempat gaya kepemimpinan di atas


sesuai situasi dan kondisi yang berkembang dalam organisasi, seorang pemimpin
harus berusaha untuk memotivasi kinerja bawahannya dengan cara mengarahkan
mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan
pelaksanaan kerja yang efektif.

D. MANAJEMEN KINERJA ORGANISASI

1. Konsep Dasar Kinerja

Kinerja organisasi dewasa ini telah menjadi sorotan publik seiring dengan
semakin menguatnya iklim demokrasi dan keterbukaan dalam organisasi. Secara
sederhana, istilah kinerja dapat dimaknai sebagai tingkat pencapaian tujuan dan
sasaran suatu organisasi selama kurun waktu tertentu . Kinerja berkaitan dengan
operasi, aktivitas program, dan misi organisasi. Pendapat lain dikemukakan oleh
Miller (2012: 102) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan

38
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan
etika. Menurut Putnam dan Pacanowsky (1983) kinerja (performance) adalah
fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Sedangkan menurut
Gibson (1991: 40), kinerja merupakan proses dimana organisasi mengevaluasi
atau menilai prestasi kerja anggotanya.

Secara konseptual, kinerja dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja
pegawai secara individu dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja
perseorangan dalam organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil
kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja
organisasi mempunyai keterkaitan erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak dapat
dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digunakan atau
dimanfaatkan secara aktif oleh pegawai sebagai pelaku dalam upaya mencapai
tujuan organisasi tersebut.

Ketercapaian kinerja sebagai hasil dari fungsi pekerjaan/kegiatan


perseorangan dan/atau kelompok dalam suatu organisasi, dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi
kinerja individu/kelompok antara lain kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi,
motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang, karakteristik
kelompok kerja, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal antara lain berupa
peraturan kepegawaian, keinginan pemangku kepentingan, nilai-nilai sosial,
kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, kondisi lingkungan sekitar tempat
organisasi berada, dan lain-lain.

2. Pengukuran Kinerja Organisasi

a. Konsep Pengukuran Kinerja

James B. Whittaker (1993) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja


merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan

39
untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives). Menurut
Whittaker, elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja terdiri atas: (1)
perencanaan dan penetapan tujuan; (2) pengembangan ukuran yang relevan; (3)
pelaporan formal atas hasil; dan (4) penggunaan informasi.

Pengukuran kinerja dapat membantu manajemen dalam memonitor


implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual
dengan tujuan dan sasaran strategis organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengukuran kinerja tidak semata-mata dimaksudkan sebagai mekanisme untuk
memberikan penghargaan/hukuman (reward/punishment) saja, tetapi juga
berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja
organisasi.

b. Manfaat Pengukuran Kinerja Organisasi

Pengukuran kinerja yang dilakukan secara berkelanjutan dapat


memberikan umpan balik (feedback), yang merupakan hal penting dalam upaya
perbaikan organisasi secara terus menerus guna mencapai keberhasilan di masa
mendatang.

Melalui pengukuran kinerja diharapkan organisasi dapat mengetahui


pencapaian kinerja yang berhasil diraihnya dalam suatu periode tertentu. Dengan
adanya pengukuran kinerja maka program dan kegiatan organisasi dapat diukur
dan dievaluasi. Selanjutnya dari hasil pengukuran tersebut, organisasi dapat
mengkomparasinya dengan hasil kinerja organisasi lain yang sejenis, sehingga
penghargaan dan tindakan disiplin dapat ditetapkan secara lebih objektif.

c. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang


menggambarkan tingkat pencapaian suatu tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan. Selain itu, indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa
kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan
kemajuan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

40
Tanpa indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai kinerja
(keberhasilan/ketidakberhasilan) kebijakan/program/kegiatan dan pada akhirnya
kinerja instansi/unit kerja pelaksananya (Uha, 2013: 240-244).

Beberapa jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam pelaksanaan


pengukuran kinerja organisasi, yaitu:

(1) Indikator masukan, adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat
berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan
perundang-undangan, dan sebagainya.

(2) Indikator proses, adalah segala besaran yang menunjukkan upaya yang
dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator
proses menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau
dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya dalam proses
mengolah masukan menjadi keluaran.

(3) Indikator keluaran, adalah sesuatu yang diharapkan dapat dicapai dari suatu
kegiatan, dapat berupa fisik dan/atau nonfisik.

(4) Indikator hasil, adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya


keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

(5) Indikator manfaat, adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.

(6) Indikator dampak, adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun
negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan.

d. Metode Pengukuran Kinerja Organisasi

Salah satu metode pengukuran kinerja organisasi yang sering digunakan


saat ini adalah metode balanced scorecard. Balanced scorecard adalah metode
untuk mengukur kinerja seseorang atau kelompok/organisasi dengan

41
menyeimbangkan aspek keuangan dan non-keuangan serta aspek internal dan
eksternal organisasi. Melalui balanced scorecard dilakukan pendekatan untuk
mengukur kinerja organisasi dengan mempertimbangkan empat aspek atau
perspektif, yaitu perspektif keuangan, pemangku kepentingan, proses bisnis
internal, serta proses belajar dan berkembang organisasi (Uha, 2013: 245-249).

E. BEBERAPA PENELITIAN TERDAHULU

Minat peneliti terhadap kajian tentang iklim komunikasi organisasi terus


bertambah dari masa ke masa. Berikut ringkasan beberapa penelitian terkait iklim
komunikasi organisasi yang dilaksanakan dalam kurun waktu delapan tahun
terakhir.

1. Satria Kusuma FM (2008)

Penelitian ini berjudul Iklim Komunikasi Organisasi dan Motivasi


Kerja (Suatu Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Iklim Komunikasi
Organisasi dan Implikasinya Terhadap Motivasi kerja Pimpinan Dalam
Mewujudkan Misi Perusahaan di PT PLN (Persero) APJ Surakarta).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis Iklim Komunikasi
Organisasi dan Motivasi Kerja Pimpinan dalam Mewujudkan Misi Perusahaan PT
PLN (Persero) APJ Surakarta. Penelitian ini merupakan studi deskriptif kualitatif
yang mengolah data penelitian dari sumber tertulis berupa buku, arsip, jurnal,
dokumen, serta sumber tertulis lainnya yang terkait, serta informasi verbal atau
pernyataan dari informan yang diperoleh melalui wawancara mendalam.
Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah
disusun dan digunakan sebagai pedoman wawancara saja. Daftar wawancara
difokuskan pada pokok-pokok persoalan tertentu yang mencakup tema pokok
penelitian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif
kualitatif, melalui langkah-langkah reduksi data, sajian data, dan selanjutnya
dilakukan penarikan kesimpulan. Uji validitas data mempergunakan teknik

42
Triangulasi, yang merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan perbandingan
atau kroscek terhadap data yang telah diperoleh.

Setelah dilakukan analisis, diperoleh kesimpulan bahwa iklim komunikasi


yang tercipta di PT PLN (Persero) APJ Surakarta mampu mendukung motivasi
kerja pimpinan sehingga dapat mewujudkan misi perusahaan, hal tersebut antara
lain karena adanya faktor kepercayaan, dukungan, keterusterangan, keterbukaan,
dan kejujuran diantara para pimpinan level atas, menengah dan bawah itu sendiri.
Sedangkan iklim organisasi yang terbentuk, didukung oleh adanya faktor
tanggung jawab, manajemen atau struktur organisasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan, serta adanya motivasi kerja pimpinan yang baik sehingga
persoalan-persoalan yang ada dapat teratasi dengan adanya kekompakkan tim
kerja, dan upaya mewujudkan misi perusahaan dapat berhasil dengan baik pula.

2. Tine Silvana R (2010)

Masalah yang menjadi kajian dalam penelitian yang berjudul Pengaruh


Iklim Komunikasi Organisasi dan Aliran Informasi terhadap Kepuasan
Anggota melalui Pelaksanaan Pelayanan pada Ikatan Pustakawan Indonesia
ini adalah tentang Iklim Komunikasi Organisasi dan Aliran Informasi yang
dikembangkan Ikatan Pustakawan Indonesia dalam Pelaksanaan Pelayanan dan
pengaruhnya terhadap Kepuasan Anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis mengenai: (1) sejauhmana pengaruh iklim komunikasi
organisasi terhadap pelaksanaan pelayanan, (2) pengaruh aliran informasi
terhadap pelaksanaan pelayanan, serta (3) pengaruh pelaksanaan pelayanan
terhadap kepuasan anggota Ikatan Pustakawan Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode survei eksplanatori, dengan teknik


pengumpulan data berupa angket yang disebarkan kepada anggota IPI dari 26
Provinsi yang menjadi responden dengan jumlah sampel 158 orang. Data primer
diperoleh dengan menggunakan angket yang dirancang sesuai dengan keperluan
penelitian dan observasi. Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi.

43
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode successive interval.
Untuk uji hepotesis digunakan model analisis jalur (Path Analysis Model).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Iklim komunikasi organisasi


berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan pelayanan; (2) Aliran
informasi berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan pelayanan dalam
lingkungan kerja IPI; (3) Iklim komunikasi dan Aliran Informasi secara bersama-
sama berpengaruh terhadap pelaksanaan pelayanan IPI; serta (4) Pelaksanaan
Pelayanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan anggota IPI.

3. Dyah Swasti Utami (2012)

Penelitian yang berjudul Opini Karyawan terhadap Iklim Komunikasi


Organisasi di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II ini
dimaksudkan untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pembentuk iklim
komunikasi organisasi di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II dan
untuk mengetahui bagaimana opini karyawan PT Jamsostek (Persero) Kantor
Cabang Riau II terhadap iklim komunikasi organisasi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara
dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik
purposive, yaitu karyawan yang telah bekerja dalam waktu minimal 6 bulan.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersifat tidak terstruktur, dimana
wawancara bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dapat
diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan peneliti.

Model yang digunakan dalam menganalisa data adalah model interaktif


Huberman dan Miles, yang mengatakan ada tiga jalur kegiatan secara bersamaan,
yaitu reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan
ketekunan pengamatan dan triangulasi.

44
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang membentuk iklim komunikasi
organisasi di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II adalah: (1)
Kurangnya rasa kepercayaan atasan terhadap bawahan dan beberapa karyawan
terhadap rekan kerjanya, (2) Pembuatan keputusan yang tidak melibatkan seluruh
karyawan di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II, (3) Beberapa
karyawan yang tidak menunjukkan sikap jujur dalam mengutarakan pendapat, (4)
Beberapa karyawan merasa memiliki kepala cabang yang tidak bersikap
provisionalisme, dan (5) Karyawan merasa memiliki kepala cabang yang tidak
memiliki rasa empati.

Lebih lanjut, iklim komunikasi organisasi di PT Jamsostek (Persero)


Kantor Cabang Riau II, menimbulkan berbagai opini dari karyawan. Opini yang
berkembang di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II adalah: (1)
Karyawan memberikan opini positif terhadap iklim komunikasi organisasi di PT
Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II, karena karyawan merasa memiliki
hubungan kekeluargaan dengan karyawan lain di PT Jamsostek (Persero) Kantor
Cabang Riau II, (2) Karyawan memberikan opini negatif terhadap iklim
komunikasi organisasi di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II, karena
karyawan merasa tidak nyaman bekerja di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang
Riau II dan (3) Karyawan memberikan opini netral, karena karyawan tersebut
memilih untuk menghindar dari isu yang berkembang dan fokus terhadap tugas
yang sudah dibebankan.

4. Rosli Mohammed dan Adnan Hussein (2012)

Penelitian yang berjudul Communication Climate and Organizational


Performances: A Comparison Studies Between Two Public Organizations ini
merupakan studi deskriptif kuantitatif tentang pentingnya iklim komunikasi dalam
penyelenggaraan kegiatan kinerja pada dua Rumah Sakit di Malaysia, yaitu
Rumah Sakit KB dan Rumah Sakit AS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menguji karakteristik interaksi yang mengembangkan iklim komunikasi dan

45
dimensi komunikasi yang berhubungan dengan praktik iklim komunikasi pada
kedua organisasi tersebut. Enam dikotomi interaksi digunakan untuk mengukur
praktik iklim komunikasi defensif atau mendukung dalam mengorganisir kegiatan
pekerjaan terkait. Sementara dimensi komunikasi seperti kepercayaan, dukungan,
mendengarkan dalam komunikasi ke atas, keterbukaan dalam komunikasi ke
bawah, pengambilan keputusan partisipatif, dan kepedulian terhadap tujuan
kinerja tinggi adalah variabel independen yang digunakan untuk menguji
hubungan serta pengaruhnya terhadap iklim komunikasi.

Sebanyak 1.485 responden dari dua organisasi publik homogen dipilih.


Responden dipilih dari semua tingkatan skema dengan menggunakan metode
stratified random sampling. Tingkat analisis yang digunakan didasarkan pada
persepsi agregat individu. Data diperoleh melalui serangkaian kuesioner yang
diadaptasi dari hasil penelitian komunikasi terdahulu. Analisis data dilakukan
menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Hipotesis yang dirumuskan
adalah bahwa karakteristik interaksi antar anggota organisasi akan mempengaruhi
tipe iklim komunikasi yang dipraktekkan atau berkembang dalam organisasi
tersebut. Selain itu, dimensi komunikasi akan memiliki hubungan dan
mempengaruhi iklim komunikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang


signifikan antara karyawan dari dua organisasi publik tersebut. Rumah Sakit KB
sebagai organisasi yang telah beberapa kali mendapatkan penghargaan atas
kinerjanya, terbukti mempunyai iklim komunikasi mendukung yang lebih positif
dibandingkan dengan Rumah Sakit AS. Penelitian juga mengungkapkan bahwa
enam dikotomi interaksi pada kedua organisasi tersebut memiliki perbedaan
persepsi yang signifikan. Hasil analisis korelasi secara signifikan mendukung
hubungan antara semua dimensi komunikasi dengan iklim komunikasi. Lebih
lanjut, berdasarkan hasil analisis regresi bertahap menunjukkan dimensi
kepercayaan komunikasi, interaksi bawahan, keterbukaan dalam komunikasi ke
bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas, dan daya dukung, memberikan
kontribusi 52 persen terhadap iklim komunikasi.

46
BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. SELAYANG PANDANG BPK RI

1. BPK dan Lingkungannya

a. Dasar Hukum

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan


lembaga negara yang berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Secara hukum, kedudukan BPK diatur dalam UUD 1945 pada
pasal 23E, 23F, dan 23G serta Undang-Undang (UU) No. 15 tahun 2006 tentang
BPK. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, BPK juga didukung dengan
adanya seperangkat UU di bidang keuangan negara yaitu UU No. 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. Peraturan perundangan-undangan tersebut, secara
bersama-sama menegaskan kedudukan dan peran BPK sebagai lembaga
pemeriksa keuangan negara yang bebas dan mandiri.

b. Pemeriksaan yang Dilakukan

BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan


negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan
Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara. Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK terdiri dari:
(i) Pemeriksaan keuangan, dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah;
(ii) Pemeriksaan kinerja, meliputi aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
program dan kegiatan pemerintah; dan (iii) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu,

47
yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan
pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan
investigatif, dan pemeriksaan atas permintaan (audit on request).

c. Pemangku Kepentingan

Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil pemeriksaan BPK


meliputi: (1) Lembaga Perwakilan (Legislatif), yaitu DPR, DPRD, dan DPD;
(2) Objek Pemeriksaan, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN,
BUMD, BLU, Bank Indonesia, dan BHMN; (3) Penegak Hukum, yaitu
Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK; (4) Lembaga Pengawas, yaitu Inspektorat
Provinsi/Kabupaten/Kota (Bawasda), Inspektorat Jenderal, dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); (5) Lembaga Profesional,
yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Audit Firms, Internasional Organization of
Supreme Audit Institution (INTOSAI), dan Asian Organization of Supreme Audit
Institution (ASOSAI); (6) Lembaga Internasional atau Lembaga Donor, yaitu
World Bank, USAID, Asian Development Bank, dan IMF; dan (7) Masyarakat
Umum, Akademisi, dan Media (Internasional, Nasional, maupun Lokal).

2. Visi, Misi, dan Nilai Dasar

Rencana Strategis (Renstra) BPK RI tahun 2011-2015 ditetapkan melalui


Keputusan BPK RI No.7/K/I-XIII/12/2010 tanggal 17 Desember 2010 dan telah
mengalami perubahan melalui Keputusan BPK RI No.3/K/I-XIII.2/5/2011 tanggal
19 Mei 2011. Renstra tersebut memuat visi, misi, nilai dasar, serta tujuan, dan
sasaran strategis BPK RI untuk melaksanakan mandat dan amanat Undang-
Undang dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Berikut adalah Framework Renstra BPK RI Tahun 2011-2015.

48
VISI BPK RI

Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung


tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata
kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.

MISI BPK RI
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
2. Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara; dan
3. Berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan
dan penyelewengan keuangan negara.

Gambar 3.1 – Visi dan Misi BPK RI

Lebih lanjut, dalam menjalankan visi dan misinya, BPK berupaya


memegang teguh nilai-nilai dasar, sebagai berikut:

Gambar 3.2 – Nilai Dasar BPK RI

Nilai independensi berarti, dalam semua hal yang berkaitan dengan


pekerjaan pemeriksaan, pegawai BPK RI bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan/atau organisasi yang dapat
mempengaruhi independensi, baik secara kelembagaan, organisasi, maupun
individu. Nilai integritas BPK RI dikembangkan melalui sikap jujur, obyektif, dan
tegas para pegawainya dalam menerapkan prinsip, nilai, dan keputusan.
Sedangkan nilai profesionalisme pegawai BPK RI dibangun dengan menerapkan
prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada
standar yang berlaku.

49
Melalui pelaksanaan visi dan misi tersebut, BPK berupaya untuk mencapai
tiga tujuan strategis yang kemudian dijabarkan dalam sasaran-sasaran strategis,
berikut ini:

Tujuan Strategis Sasaran Strategis (SS)

1. Mendorong terwujudnya
peningkatan mutu pengelolaan
keuangan negara yang tertib, taat Meningkatkan Efektivitas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
pada peraturan perundang- dan Memenuhi Harapan Pemangku Kepentingan
undangan, ekonomis, efisien, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan

 Meningkatkan Fungsi Manajemen Pemeriksaan


 Meningkatkan Mutu Pemberian Pendapat dan
2. Mewujudkan pemeriksaan yang Pertimbangan
bermutu untuk menghasilkan laporan  Meningkatkan Percepatan Penetapan Tuntutan
hasil pemeriksaan yang bermanfaat Perbendaharaan dan Pemantauan Penyelesaian Ganti
dan sesuai dengan kebutuhan Kerugian Negara
pemangku kepentingan  Meningkatkan Efektivitas Penerapan SPKM
 Pemenuhan dan Harmonisasi Peraturan di Bidang
Pemeriksaan Keuangan Negara

 Meningkatkan Mutu Kelembagaan dan


Ketatalaksanaan

 Meningkatkan Kompetensi SDM dan Dukungan


3. Mewujudkan birokrasi yang modern Manajemen
di BPK
 Meningkatkan Pemenuhan Standar dan Mutu Sarana
dan Prasarana

 Meningkatkan Pemanfaatan Anggaran

Tabel 3.1 – Tujuan dan Sasaran Strategis BPK RI

a. Sasaran Strategis 1 (SS1)

“Meningkatkan Efektivitas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan dan


Memenuhi Harapan Pemangku Kepentingan”

Pengelolaan keuangan negara yang baik adalah pengelolaan keuangan negara


yang dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dikelola secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

50
BPK dalam meningkatkan perannya untuk mendorong terwujudnya
pengelolaan keuangan negara yang baik berupaya untuk membangun
komunikasi dua arah secara efektif dan sinergis kepada semua pemangku
kepentingan sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas tindak lanjut
atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Komunikasi efektif mencakup
adanya pengelolaan informasi yang jelas dan akurat, pilihan media
komunikasi yang tepat dan penerimaan informasi yang baik bagi semua
pemangku kepentingan. Komunikasi yang efektif menitikberatkan kepada
proses pendidikan kepada publik (public awareness) untuk dapat memahami
kedudukan, peranan dan hasil pemeriksaan BPK. Dengan demikian, BPK
dapat menyajikan informasi yang akurat mengenai mutu pengelolaan
keuangan negara dan dapat menjaring serta menerima umpan balik informasi
dari publik untuk perbaikan kualitas proses bisnis BPK.

b. Sasaran Strategis 2 (SS2)

“Meningkatkan Fungsi Manajemen Pemeriksaan”

Manajemen pemeriksaan mencakup kegiatan perencanaan strategis


pemeriksaan, perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan
pelaporan hasil pemeriksaan untuk seluruh jenis pemeriksaan yang
dilaksanakan oleh BPK.

Melalui sasaran strategis ini, BPK melakukan upaya pengendalian mutu


pemeriksaan yang sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara dan
kode etik, serta sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Sasaran
strategis ini juga meliputi upaya peningkatan cakupan pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dengan
pelaksanaan pemeriksaan yang terintegrasi, komitmen BPK untuk
meningkatkan fungsi manajemen pemeriksaan melalui pelaksanaan
pemeriksaan yang lebih efisien dan efektif, diharapkan dapat terwujud. Salah
satunya yaitu dengan cara optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi
dalam kegiatan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dikelola dengan baik akan

51
memberikan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat
bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan.

c. Sasaran Strategis 3 (SS3)

“Meningkatkan Mutu Pemberian Pendapat dan Pertimbangan”

BPK dapat memberikan pendapat kepada para pemangku kepentingan yang


diperlukan karena sifat pekerjaannya. Pendapat yang diberikan dapat berupa
perbaikan kebijakan dan tata kelola di bidang pendapatan, pengeluaran,
pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal
pemerintah, penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Di samping itu, BPK juga
dapat memberikan pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah
yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Kewenangan BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan negara


memungkinkan BPK memiliki data dan informasi keuangan negara yang
diperlukan dalam memberikan pendapat dan pertimbangan yang diperlukan
oleh para pemangku kepentingan.

d. Sasaran Strategis 4 (SS4)

“Meningkatkan Percepatan Penetapan Tuntutan Perbendaharaan dan


Pemantauan Penyelesaian Ganti Kerugian Negara”

Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
karena kesengajaan maupun karena kelalaian. BPK menilai dan/atau
menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan
melawan hukum baik secara sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. BPK melakukan
pemantauan atas penyelesaian ganti kerugian negara di seluruh instansi
pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan BUMN/BUMD.

52
Melalui sasaran strategis ini BPK ingin memastikan proses penetapan
kerugian negara yang disebabkan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD,
dan lembaga atau badan lain dilakukan secara lebih cepat dengan
memperhatikan peraturan yang berlaku. Di samping itu, BPK akan berupaya
untuk dapat menyajikan database status penyelesaian ganti kerugian negara
yang lengkap, akurat dan tepat waktu sehingga dapat menjamin akuntabilitas
pelaksanaan pembayaran ganti kerugian negara.

e. Sasaran Strategis 5 (SS5)

“Meningkatkan Efektivitas Penerapan Sistem Pemerolehan Keyakinan


Mutu”

Sebagai lembaga profesi, BPK RI dituntut untuk terus meningkatkan:


(1) kapasitas kelembagaan; (2) kompetensi pelaksananya sesuai dengan
perkembangan dunia pemeriksaan, dan (3) hasil pemeriksaan yang bebas dari
kesalahan, yang sejalan dengan kebutuhan pemangku kepentingan yang terus
berubah. Melalui sasaran strategis ini, BPK RI berupaya untuk melaksanakan
Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM) secara konsisten dan
berkesinambungan guna meningkatkan mutu pemeriksaan BPK.

f. Sasaran Strategis 6 (SS6)

“Pemenuhan dan Harmonisasi Peraturan di Bidang Pemeriksaan


Keuangan Negara”

Harmonisasi peraturan di bidang pemeriksaan merupakan upaya untuk


mencapai keselarasan antara peraturan perundang-undangan di bidang
pemeriksaan keuangan negara dengan kewenangan BPK RI dalam
melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Selain itu, harmonisasi peraturan juga harus dilaksanakan terhadap
perundang-undangan yang mengatur entitas yang berpengaruh terhadap
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan keuangan negara BPK RI. Di tingkat

53
internal, harmonisasi peraturan di bidang pemeriksaan keuangan negara juga
dilakukan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di BPK RI.

Melalui sasaran strategis ini, BPK RI bertekad untuk menyelesaikan aturan


pelaksanaan yang dibutuhkan dan terlibat secara aktif dalam proses
harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara.

g. Sasaran Strategis 7 (SS7)

“Meningkatkan Mutu Kelembagaan dan Ketatalaksanaan”

Kualitas kelembagaan BPK RI dikembangkan dengan membangun struktur


organisasi yang ramping dan lentur. Standar pekerjaan yang tinggi dapat
dipastikan tercapai melalui penyediaan pedoman kerja yang mudah dipahami
dan dilakukan oleh semua pegawai.

Melalui sasaran strategis ini, BPK RI berupaya untuk menjadi organisasi


dengan komposisi hemat struktur dan kaya fungsi serta dilengkapi dengan
pedoman kerja yang jelas.

h. Sasaran Strategis 8 (SS8)

“Meningkatkan Kompetensi SDM dan Dukungan Manajemen”

Sebagai organisasi yang bertumpu pada kecakapan dan keahlian pegawainya,


SDM merupakan aset terpenting dalam organisasi BPK RI. Oleh sebab itu,
penambahan jumlah pemeriksa dan pengembangan kemampuan serta
kompetensi pegawai BPK RI menjadi prioritas utama untuk dapat mencapai
hasil pemeriksaan yang berkualitas. Selain itu, BPK RI juga perlu
menyediakan suatu lingkungan kerja yang kondusif, untuk menarik orang-
orang terbaik di bidangnya, termasuk melalui peningkatan kesejahteraan
pegawai.

Melalui sasaran strategis ini, BPK RI berupaya untuk menyusun dan


mengimplementasikan manajemen sumber daya manusia yang komprehensif

54
dan terintegrasi. Sasaran strategis ini juga memastikan bahwa dengan
dukungan manajemen yang berkualitas, SDM akan memiliki motivasi yang
tinggi dalam bekerja yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan
pertanggungjawaban dan pengelolaan keuangan negara yang lebih baik.

i. Sasaran Strategis 9 (SS9)

“Meningkatkan Pemenuhan Standar dan Mutu Sarana dan Prasarana”

Kinerja BPK RI yang tinggi perlu didukung dengan tersedianya fasilitas kerja
yang memadai sesuai dengan standar sarana dan prasarana kerja, karena
pengelolaan sarana dan prasarana kerja yang efektif dan efisien dapat
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPK RI. Melalui
sasaran strategis ini, BPK RI secara khusus berupaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan teknologi informasi melalui penyediaan infrastruktur dan
jaringan yang mendukung pelaksanaan seluruh kegiatan. Selain itu, BPK RI
akan terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana kerja lainnya untuk
seluruh unit organisasinya.

j. Sasaran Strategis 10 (SS10)

“Meningkatkan Pemanfaatan Anggaran”

Sebagai pelaksana anggaran negara, BPK tidak lepas dari kewajiban untuk
mengelola keuangan negara secara efisien, efektif, dan ekonomis dengan
mengedepankan akuntabilitas dan transparansi.

Melalui sasaran strategis ini, BPK RI berupaya untuk meningkatkan kualitas,


ketertiban, dan kepatuhan proses perencanaan, penggunaan, dan
pertanggungjawaban anggaran BPK RI sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, sasaran strategis ini juga difokuskan pada pemanfaatan anggaran
secara optimal dalam rangka peningkatan kinerja BPK RI dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya.

55
3. Manajemen Kinerja Perwakilan BPK RI

Rencana Strategis (Renstra) BPK RI 2011-2015 telah menetapkan


sembilan Sasaran Strategis (SS) Perwakilan BPK RI yang terbagi dalam empat
perspektif dan dioperasionalkan berdasarkan sembilan belas Indikator Kinerja
Utama (IKU), sebagai berikut:

Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU)

A. Perspektif Pemenuhan Kebutuhan dan Harapan Pemilik Kepentingan


1. Meningkatkan efektivitas 1.1 Persentase rekomendasi yang ditindaklanjuti
tindak lanjut hasil 1.2 Jumlah temuan berindikasi tindak pidana yang disampaikan
pemeriksaan ke Ditama Binbangkum dan disetujui untuk disampaikan ke
aparat penegak hukum
B. Perspektif Pengelolaan Fungsi Strategis
2. Meningkatkan fungsi 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan
manajemen pemeriksaan 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan
2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan pemeriksaan
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam pemeriksaan (hot
review)
3. Meningkatkan mutu 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan Direktorat EPP
pemberian pendapat
4. Meningkatkan mutu 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara yang diterbitkan
pemantauan penyelesaian 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan pemantauan kerugian
ganti kerugian negara negara
C. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Organisasi
5. Meningkatkan mutu 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai
pengelolaan SDM di 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam pelatihan
lingkungan perwakilan
6. Meningkatkan komunikasi 6.1 Jumlah media workshop per tahun
dengan stakeholders 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi Juknis akses data
7. Meningkatkan pemanfaatan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara optimal
TIK di lingkungan 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data via Agen
perwakilan Konsolidator (AK)
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator (AK)
8. Meningkatkan pemenuhan 8.1 Persentase pemenuhan srana dan prasarana sesuai dengan
standar sarana dan standar
prasarana di lingkungan
perwakilan
D. Perspektif Keuangan
9. Meningkatkan peman- 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran
faatan anggaran di
lingkungan perwakilan

Tabel 3.2 – Perspektif, SS, dan IKU Perwakilan

56
Dalam upaya membantu mengoptimalkan pencapaian keempat perspektif
sasaran strategis di atas, BPK menerapkan suatu program Manajemen Kinerja
berbasis SIMAK yang terintegrasi tidak hanya di level BPK Wide (Lampiran 1)
saja, tapi juga di level Eselon I, dan Eselon II, tak terkecuali BPK Bengkulu dan
BPK Palembang. Manajemen kinerja berbasis SIMAK merupakan serangkaian
aktivitas mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan
pelaporan, yang bertujuan untuk memastikan bahwa tujuan atau sasaran organisasi
telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan juga efisien,
dengan memanfaatkan suatu aplikasi yang disebut QPR (Quality Process Result)
atau lebih dikenal dengan istilah aplikasi SIMAK (Sistem Manajemen Kinerja).

Gambar 3.3 – Siklus Manajemen Kinerja

Pada tataran organisasi kantor perwakilan (eselon II), pengelolaan kinerja


dilakukan oleh seorang manajer dengan dibantu oleh staf inputer. Manajer dan
inputer IKU inilah yang kemudian bekerja bersama untuk memastikan bahwa
Manajemen Kinerja telah diimplementasikan dengan baik di lingkup kantor
perwakilannya. Implementasi Manajemen Kinerja di suatu kantor perwakilan
dikatakan baik dilihat dari keberhasilannya mencapai skor IKU. Semakin tinggi
skor IKU (skala 0 s.d. 105) yang berhasil diraih suatu perwakilan, maka semakin
baik pula implementasi Manajemen Kinerja pada kantor perwakilan tersebut.

Manajer IKU adalah pejabat (sekurang-kurangnya tingkat eselon IV di


lingkungan kerjanya) yang bertugas mengkoordinir pengumpulan dan penyiapan
data serta dokumen pendukung realisasi pencapaian kinerja di lingkungan satuan
kerjanya. Manajer IKU bertanggung jawab untuk: (1) Berkoordinasi dengan

57
pihak-pihak terkait untuk mengumpulkan dan menyiapkan data realisasi
pencapaian IKU Satuan Kerja (Satker) yang akan di-input-kan ke dalam aplikasi
SIMAK; (2) Mensupervisi inputer dalam peng-input-an data realisasi pencapaian
kinerja satkernya ke dalam aplikasi SIMAK; (3) Melakukan analisa pencapaian
target IKU di lingkungan satkernya sebagai dasar perumusan upaya peningkatan
capaian IKU periode tahun berikutnya; (4) Memberikan masukan kepada
Direktorat Perencanaan Strategis dan Manajemen Kinerja (Direktorat PSMK) di
Kantor Pusat selaku pengelola SIMAK atas kendala dan permasalahan yang
dihadapi dalam implementasi SIMAK; dan (5) Berkoordinasi dengan pengelola
SIMAK dalam kegiatan operasional sehari-hari yang terkait dengan implementasi
SIMAK mulai dari tahap Perencanaan sampai dengan tahap Evaluasi dan
Pelaporan.

Inputer IKU adalah staf yang bertugas meng-input data realisasi


pencapaian kinerja satkernya ke dalam aplikasi SIMAK. Inputer IKU bertanggung
jawab untuk: (1) Meng-input data realisasi pencapaian IKU ke dalam aplikasi
SIMAK sesuai dengan formulir input dan data pendukung yang telah diotorisasi
oleh pimpinan satker (Kepala Perwakilan); (2) Berkoordinasi dengan pengelola
SIMAK dalam kegiatan operasional sehari-hari yang terkait dengan implementasi
SIMAK; dan (3) Mengarsipkan seluruh formulir input dan data pendukung
realisasi pencapaian IKU.

Pengelolaan dan pengukuran kinerja berbasis SIMAK tahun 2013 di BPK


Bengkulu dan BPK Palembang diawali dengan tahap perencanaan, yaitu
perumusan dan penetapan IKU dan target IKU perwakilan tahun 2013 pada bulan
Oktober 2012 hingga tahap evaluasi dan pelaporan melalui penyusunan Laporan
Akuntabilitas Kinerja (LAK) Perwakilan BPK Tahun 2013 pada bulan Maret
2014 yang secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

58
2012 2013 2014

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

Perumusan dan Reviu Forum


Penetapan IKU Inputer Forum
Pencapaian Inputer
Penyusunan
Perwakilan dan dan LAK
Kinerja FMI IKU dan
Target Kinerja Perwakilan Perwakilan
Smt I FMI Smt
Perwakilan Tahun 2013
II
Tahun 2013
Monitoring dan validasi data IKU Perwakilan tahun 2013

Tabel 3.2 – Kalender Kegiatan SIMAK Tahun 2013

1) Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan Manajemen Kinerja diawali dengan kegiatan


perumusan IKU Perwakilan dan Target Kinerja Perwakilan Tahun 2013 antara
bulan Oktober hingga Desember tahun 2012. Berdasarkan target kinerja BPK
Wide 2011-2015 (Lampiran 2), BPK Bengkulu dan BPK Palembang menyusun
target IKU Perwakilan tahun 2011-2015. Target IKU Perwakilan tahun 2011-2015
inilah yang menjadi dasar perumusan target kinerja perwakilan tahun 2013. Selain
itu, perumusan target IKU perwakilan juga dilakukan dengan mengacu pada
kebijakan Badan, Rencana Kerja Tahunan (RKT)/Rencana Kegiatan Pemeriksaan
(RKP)/Rencana Kegiatan Setjen dan Penunjang (RKSP) Tahun 2013, dan hasil
evaluasi atas pencapaian kinerja perwakilan tahun 2012.

Selanjutnya, Direktorat PSMK memfasilitasi penetapan target kinerja


perwakilan tahun 2013 melalui proses konfirmasi dan penyelarasan yang
dituangkan dalam dokumen Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK).
Penandatanganan PKPK BPK Bengkulu dan BPK Palembang oleh Kepala
Perwakilan (Kalan) telah dilaksanakan secara serempak di Kantor BPK Pusat
pada saat Rapat Kerja (Raker) Pelaksana BPK tanggal 23 Januari 2013. Kemudian
berdasarkan PKPK yang telah ditandatangani itu, Direktorat PSMK menyiapkan,
menyesuaikan, dan memutakhirkan aplikasi SIMAK agar dapat segera digunakan
oleh perwakilan untuk mengukur pencapaian kinerjanya.

59
2) Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pengelolaan pengukuran kinerja BPK Bengkulu dan BPK


Palembang dilakukan sepanjang tahun mulai dari proses penghimpunan data
pendukung, penginputan, reviu internal, validasi data input SIMAK, hingga
keluarnya skor IKU perwakilan yang sifatnya final. Data realisasi pencapaian IKU
perwakilan yang telah melalui proses reviu internal, di-input ke dalam aplikasi
SIMAK secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan) oleh
inputer masing-masing kantor perwakilan. Selanjutnya, data input tersebut
divalidasi kehandalannya oleh Direktorat PSMK. Kehandalan data SIMAK yang
dimaksud meliputi aspek ketepatan waktu, kelengkapan, serta akurasi data. Kantor
perwakilan yang data input SIMAK-nya masih belum memenuhi kriteria
kehandalan, akan dikenai sanksi berupa pengurangan skor kinerja sesuai dengan
range yang telah ditetapkan dalam SOP SIMAK.

3) Tahap Evaluasi dan Pelaporan

Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka evaluasi dan pelaporan kinerja


perwakilan berbasis SIMAK tahun 2013 adalah sebagai berikut:

a) Forum Manajer IKU (FMI) Semester I dan II Tahun 2013

FMI merupakan pertemuan seluruh manajer IKU yang diselenggarakan oleh


BPK Pusat setiap semester sebagai salah satu bentuk koordinasi untuk
membahas permasalahan-permasalahan terkait implementasi SIMAK serta
merumuskan action plan yang perlu dilakukan dalam rangka mengatasi
masalah-masalah tersebut.

Selama periode SIMAK 2013, Direktorat PSMK telah menyelenggarakan 2


(dua) kali pertemuan FMI yaitu FMI Semester I Tahun 2013 dan FMI
Semester II Tahun 2013 yang sebelumnya didahului dengan Forum Inputer
IKU guna membahas masalah-masalah dalam penginputan data serta
pengecekan ulang atas data pendukung SIMAK.

60
b) Penyusunan Laporan Triwulanan Kegiatan Pelaksana BPK

Untuk meningkatkan fungsi monitoring dan evaluasi atas pencapaian kinerja


perwakilan secara berkala, maka sejak triwulan II tahun 2012, dalam Laporan
Triwulanan Kegiatan Pelaksana BPK RI terdapat pembahasan atas pencapaian
kinerja perwakilan selama tiga bulanan. Pembahasan pencapaian kinerja
perwakilan dalam laporan triwulanan ini diharapkan dapat menjadi media
komunikasi yang memudahkan Kepala Perwakilan dalam mengambil
keputusan untuk mencapai target kinerja yang telah ditentukan.

c) Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Perwakilan Tahun 2013

Pada setiap akhir periode pengukuran kinerja, BPK Bengkulu dan BPK
Palembang menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Perwakilan.
Penyusunan LAK Perwakilan ini selain dilakukan untuk memenuhi kewajiban
yang diamanatkan dalam Permen PAN RB Nomor 29 Tahun 2010, juga
merupakan bentuk pertanggungjawaban tahunan atas implementasi
Manajemen Kinerja BPK di lingkup kantor perwakilan.

B. SEKILAS BPK RI PERWAKILAN PROVINSI BENGKULU

Dalam rangka menjalankan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung


jawab keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK dibantu oleh 34 Unsur Pelaksana
(Kantor Perwakilan) yang kedudukannya tersebar di 34 provinsi di seluruh
Indonesia. Salah satu diantara ke-34 unsur pelaksana BPK RI tersebut adalah BPK
RI Perwakilan Provinsi Bengkulu. Secara struktural, organisasi BPK Bengkulu
berada di bawah Auditorat Keuangan Negara V (AKN V) dan bertanggung jawab
kepada Anggota V BPK melalui Auditor Utama Keuangan Negara V (Tortama
KN V).

61
1. Tugas dan Fungsi

BPK Bengkulu mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung


jawab keuangan daerah dan kekayaan daerah yang dipisahkan pada 11 Pemerintah
Daerah (1 Pemerintah Provinsi, 9 Pemerintah Kabupaten, dan 1 Pemerintah Kota),
14 BUMD (7 PDAM, 1 BPD, dan 6 Perusahaan Daerah lainnya), dan 2 RSUD
(BLU) di lingkungan Provinsi Bengkulu, serta melaksanakan pemeriksaan lain
yang dilimpahkan oleh AKN.

Untuk menjalankan tugas tersebut, BPK Bengkulu menyelenggarakan


fungsi:

a. Perumusan dan evaluasi rencana aksi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu


dengan mengidentifikasi Indikator Kinerja Utama (IKU) berdasarkan rencana
implementasi rencana strategis BPK;

b. Perumusan rencana kegiatan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu


berdasarkan rencana aksi, serta tugas dan fungsi BPK RI Perwakilan Provinsi
Bengkulu;

c. Perumusan kebijakan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung


jawab keuangan daerah yang menjadi tugas BPK RI Perwakilan Provinsi
Bengkulu;

d. Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pemeriksaan


pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah yang dilaksanakan oleh
BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu, yang meliputi Pemeriksaan
Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu;

e. Pemeriksaan atas objek-objek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;

f. Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas BPK RI


Perwakilan Provinsi Bengkulu;

g. Penyusunan bahan penjelasan kepada Pemerintah Daerah dan DPRD tentang


hasil pemeriksaan pada lingkup tugas BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu;

62
h. Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan yang mengandung unsur tindak
pidana korupsi dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama
Binbangkum;

i. Penyiapan laporan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur tindak pidana


korupsi untuk disampaikan kepada instansi penegak hukum;

j. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan;

k. Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas BPK RI


Perwakilan Provinsi Bengkulu yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku kepentingan
dimaksud;

l. Pengevaluasian hasil pemeriksaan dalam rangka penyusunan Sumbangan


Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas BPK RI Perwakilan
Provinsi Bengkulu, baik oleh pemeriksa BPK maupun oleh pemeriksa dari
luar BPK;

m. Pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, hukum, hubungan masyarakat,


teknologi informasi, sarana dan prasarana, serta administrasi umum;

n. Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Auditor Utama Keuangan


Negara (Tortama KN) V;

o. Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Auditor Utama Keuangan


Negara (Tortama KN) V.

Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan


fungsi tersebut, BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berkewajiban menyusun
Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) setiap tahunnya.

2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran

Struktur organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dapat


digambarkan sebagai berikut:

63
Kepala Perwakilan

Kepala Sub Auditorat Kepala Sub Auditorat Kepala Sekretariat


Bengkulu I Bengkulu II Perwakilan

Kepala Sub Bagian SDM

Kepala Sub Bagian


Keuangan
Kepala Sub Bagian
Hukum dan Humas
Kepala Sub Bagian
Umum
Kepala Sub Bagian Sekretariat
Kepala Perwakilan

Gambar 3.4 – Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu

Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing struktur dalam organisasi


BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu sebagaimana digambarkan di atas, yaitu:

a. Sub Auditorat Bengkulu I

Sub Auditorat Bengkulu I bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung


jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi Bengkulu, Kabupaten Kaur,
Kabupaten Seluma, dan Kota Bengkulu, serta BUMD dan lembaga terkait di
lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang
dilimpahkan oleh AKN.

Untuk menjalankan tugas tersebut, Sub Auditorat Bengkulu I


menyelenggarakan fungsi:

1) Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan


pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada
lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu I;

2) Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;

3) Pengelolaan dan pemantauan database profil entitas pemeriksaan pada


lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu I;

64
4) Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas Sub
Auditorat Bengkulu I;

5) Penyiapan bahan penyusunan penjelasan kepada Pemerintah, DPRD


tentang hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu I;

6) Penyiapan bahan evaluasi dalam rangka penyusunan Sumbangan Ikhtisar


Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu I,
baik yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK maupun pemeriksa dari luar
BPK;

7) Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub


Auditorat Bengkulu I yang mengandung unsur tindak pidana korupsi
dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama Binbangkum;

8) Penyiapan laporan hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat


Bengkulu I yang mengandung unsur tindak pidana korupsi untuk
disampaikan kepada instansi penegak hukum;

9) Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup


tugas Sub Auditorat Bengkulu I;

10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Bengkulu I yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;

11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK
RI di Bengkulu.

b. Sub Auditorat Bengkulu II

Sub Auditorat Bengkulu II mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan


tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Bengkulu
Utara, Kabupaten Lebong, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu
Selatan, Kabupaten Kepahiang, dan Kabupaten Rejang Lebong, serta BUMD

65
dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk
melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN.

Untuk menjalankan tugas tersebut, Sub Auditorat Bengkulu II


menyelenggarakan fungsi:

1) Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan


pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada
lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu II;

2) Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;

3) Pengelolaan dan pemantauan database profil entitas pemeriksaan pada


lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu II;

4) Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas Sub


Auditorat Bengkulu II;

5) Penyiapan bahan penyusunan penjelasan kepada Pemerintah, DPRD


tentang hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu II;

6) Penyiapan bahan evaluasi dalam rangka penyusunan Sumbangan Ikhtisar


Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas Sub Auditorat Bengkulu
II, baik yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK maupun pemeriksa dari
luar BPK;

7) Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub


Auditorat Bengkulu II yang mengandung unsur tindak pidana korupsi
dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama Binbangkum;

8) Penyiapan laporan hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat


Bengkulu II yang mengandung unsur tindak pidana korupsi untuk
disampaikan kepada instansi penegak hukum;

9) Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup


tugas Sub Auditorat Bengkulu II;

66
10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Bengkulu II yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;

11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan


Provinsi Bengkulu.

c. Sekretariat Perwakilan

Sekretariat Perwakilan mempunyai tugas menyelenggarakan dan


mengkoordinasikan dukungan administrasi, hukum dan hubungan masyarakat,
protokoler, serta sumber daya untuk kelancaran tugas dan fungsi Perwakilan
Provinsi Bengkulu.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Perwakilan


menyelenggarakan fungsi:

1) Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan Perwakilan Provinsi Bengkulu;

2) Pengurusan sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana di


lingkungan Perwakilan Provinsi Bengkulu;

3) Pemberian layanan di bidang hukum, hubungan masyarakat, teknologi


informasi, administrasi umum, dan keprotokolan di lingkungan Perwakilan
Provinsi Bengkulu;

4) Penyusunan Laporan Keuangan Perwakilan Provinsi Bengkulu dan


penyiapan bahan penyusunan Laporan Keuangan BPK;

5) Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Kepala Perwakilan


Provinsi Bengkulu; dan

6) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan


Provinsi Bengkulu.

67
Dalam menjalankan tugasnya, BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
didukung oleh 73 personil, yang terdiri dari satu orang Kepala Perwakilan, dua
orang Kepala Sub Auditorat, 1 orang Kepala Sekretariat Perwakilan, lima orang
Kepala Sub Bagian, 40 orang pegawai pemeriksa serta 24 orang pegawai
administrasi umum.

Pagu Anggaran BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu untuk tahun 2013


adalah sebesar Rp23.803.962.000,00 yang terdiri dari DIPA Sekretariat Jenderal
(004.01.2.890588/2013 tanggal 5 Desember 2012) sebesar Rp16.197.291.000,00
dan DIPA BPK RI Pusat (004.02.2.890589 tanggal 5 Desember 2012) sebesar
Rp7.606.671.000,00.

3. Perencanaan Strategis Perwakilan

Peran strategis Perwakilan Provinsi Bengkulu dalam mendukung


pencapaian Sasaran Strategis BPK Wide adalah dalam hal memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi Bengkulu,
Kota/Kabupaten di Provinsi Bengkulu, serta BUMD dan lembaga terkait di
lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang
dilimpahkan oleh AKN. Keterkaitan tugas dan fungsi Perwakilan Provinsi
Bengkulu dalam rangka mendukung pencapaian Sasaran Strategis BPK Wide
digambarkan dalam Peta Strategi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu, pada
Lampiran 3.

4. Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) Tahun 2013

Untuk mengukur pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah


ditetapkan, Perwakilan Provinsi Bengkulu telah menyusun Indikator Kinerja
Utama (IKU) beserta target pencapaian IKU. Adapun IKU beserta target
pencapaian sasaran strategis BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu tahun 2013
yang dituangkan dalam Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) dan
ditandatangani oleh Kepala Perwakilan Provinsi Bengkulu selaku Eselon II
beserta Pejabat Eselon I (dhi. Tortama KN V), dapat dilihat pada Lampiran 4.

68
C. SEKILAS BPK RI PERWAKILAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

Sama halnya dengan BPK Bengkulu, BPK RI Perwakilan Provinsi


Sumatera Selatan juga merupakan salah satu dari 34 unsur pelaksana (kantor
perwakilan) BPK yang berada dibawah AKN V dan bertanggung jawab kepada
Anggota V BPK melalui Tortama KN V.

1. Tugas dan Fungsi

Dengan dipimpin oleh seorang Kepala Perwakilan, BPK RI Perwakilan


Provinsi Sumatera Selatan menjalankan tugas pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan daerah dan kekayaan daerah yang dipisahkan pada 16
Pemerintah Daerah (1 Pemerintah Provinsi, 11 Pemerintah Kabupaten, dan 4
Pemerintah Kota), 32 BUMD (13 PDAM, 1 BPD, 5 PT, 1 BPR, dan 12
Perusahaan Daerah lainnya), dan 7 RSUD (BLU) di lingkungan Provinsi
Sumatera Selatan, serta melaksanakan pemeriksaan lain yang dilimpahkan oleh
AKN. Untuk melaksanakan tugas tersebut, BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera
Selatan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan dan evaluasi rencana aksi BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera


Selatan dengan mengidentifikasi Indikator Kinerja Utama (IKU) berdasarkan
rencana implementasi rencana strategis BPK;

b. Perumusan rencana kegiatan BPK RI Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan


rencana aksi, serta tugas dan fungsi BPK RI Provinsi Sumatera Selatan;

c. Perumusan kebijakan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung


jawab keuangan daerah yang menjadi tugas BPK RI Provinsi Sumatera
Selatan;

d. Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pemeriksaan


pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah yang dilaksanakan oleh
BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan, yang meliputi Pemeriksaan
Keuangan, Pemeriksaan Kinerja dan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu;

69
e. Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;

f. Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas BPK RI


Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan;

g. Penyusunan bahan penjelasan kepada Pemerintah Daerah dan DPRD tentang


hasil pemeriksaan pada lingkup tugas BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera
Selatan;

h. Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan yang mengandung unsur tindak


pidana korupsi dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama
Binbangkum;

i. Penyiapan laporan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur tindak pidana


korupsi untuk disampaikan kepada instansi penegak hukum;

j. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan;

k. Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Perwakilan


BPK RI Provinsi Sumatera Selatan yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pemangku kepentingan tersebut;

l. Pengevaluasian hasil pemeriksaan dalam rangka penyusunan Sumbangan


Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan, baik yang pemeriksaannya dilaksanakan oleh
pemeriksa BPK maupun oleh pemeriksa dari luar BPK;

m. Pengelolaan SDM, keuangan, hukum, Humas, TI, sarpras, administrasi umum;

n. Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Tortama KN V;

o. Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Tortama KN V;

Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan


fungsi tersebut, BPK RI Provinsi Sumatera Selatan berkewajiban menyusun LAK.

70
2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran

Struktur organisasi yang ada di BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera


Selatan dapat digambarkan sebagai berikut:

Kepala Perwakilan

Kepala Sub Auditorat Kepala Sub Auditorat Kepala Sekretariat


Sumsel I Sumsel II Perwakilan

Kepala Sub Bagian SDM

Kepala Sub Bagian


Keuangan

Kepala Sub Bagian


Hukum dan Humas
Kepala Sub Bagian
Umum
Kepala Sub Bagian Sekretariat
Kepala Perwakilan

Gambar 3.5 – Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing struktur dalam organisasi BPK
RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan sebagaimana digambarkan di atas, yaitu:

a. Sub Auditorat Sumatera Selatan I

Sub Auditorat Sumatera Selatan I mempunyai tugas memeriksa pengelolaan


dan tanggung jawab keuangan daerah pada pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten
Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, dan
Kota Palembang, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh
AKN.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sub Auditorat Sumatera Selatan I


menyelenggarakan fungsi:

71
1) Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada
lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan I;

2) Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;

3) Pengelolaan dan pemantauan database profil entitas pemeriksaan pada


lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan I;

4) Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas Sub


Auditorat Sumatera Selatan I;

5) Penyiapan bahan penyusunan penjelasan kepada Pemerintah, DPRD


tentang hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera
Selatan I;

6) Penyiapan bahan evaluasi dalam rangka penyusunan Sumbangan Ikhtisar


Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera
Selatan I, baik yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK maupun pemeriksa
dari luar BPK;

7) Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub


Auditorat Sumatera Selatan I yang mengandung unsur tindak pidana
korupsi dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama
Binbangkum;

8) Penyiapan laporan hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat


Sumatera Selatan I yang mengandung unsur tindak pidana korupsi untuk
disampaikan kepada instansi penegak hukum;

9) Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup


tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan I;

10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Sumatera Selatan I yang akan disampaikan kepada pemangku

72
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;

11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK
RI Provinsi Sumatera Selatan.

b. Sub Auditorat Sumatera Selatan II

Sub Auditorat Sumatera Selatan II mempunyai tugas memeriksa pengelolaan


dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Lahat,
Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Kota
Prabumulih, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten
Ogan Komering Ulu, dan Kota Pagaralam, serta BUMD dan lembaga terkait
di lingkungan entitas tersebut diatas termasuk melaksanakan pemeriksaan
yang dilimpahkan oleh AKN.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sub Auditorat Sumatera Selatan II


menyelenggarakan fungsi:

1) Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan


pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada
lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan II;

2) Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;

3) Pengelolaan dan pemantauan database profil entitas pemeriksaan pada


lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan II;

4) Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas Sub


Auditorat Sumatera Selatan II;

5) Penyiapan bahan penyusunan penjelasan kepada Pemerintah, DPRD


tentang hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera
Selatan II;

73
6) Penyiapan bahan evaluasi dalam rangka penyusunan Sumbangan Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera
Selatan II, baik yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK maupun
pemeriksa dari luar BPK;

7) Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub


Auditorat Sumatera Selatan II yang mengandung unsur tindak pidana
korupsi dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama
Binbangkum;

8) Penyiapan laporan hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat


Sumatera Selatan II yang mengandung unsur tindak pidana korupsi untuk
disampaikan kepada instansi penegak hukum;

9) Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup


tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan II;

10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Sumatera Selatan II yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;

11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK
RI Provinsi Sumatera Selatan.

c. Sekretariat Perwakilan

Sekretariat Perwakilan mempunyai tugas menyelenggarakan dan


mengkoordinasikan dukungan administrasi, hukum dan hubungan masyarakat,
protokoler, serta sumber daya untuk mendukung kelancaran tugas dan fungsi
BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Perwakilan


menyelenggarakan fungsi:

74
1) Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan Perwakilan Provinsi Sumatera
Selatan;

2) Pengurusan sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana di


lingkungan Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan;

3) Pemberian layanan di bidang hukum, hubungan masyarakat, teknologi


informasi, administrasi umum, dan keprotokolan di lingkungan Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan;

4) Penyusunan Laporan Keuangan Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan dan


penyiapan bahan penyusunan Laporan Keuangan BPK;

5) Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Kepala Perwakilan BPK


RI Provinsi Sumatera Selatan; dan

6) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan


Provinsi Sumatera Selatan.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada pada BPK RI Perwakilan Provinsi
Sumatera Selatan per 31 Desember 2013 berjumlah 113 orang pegawai (PNS)
yang terdiri dari 1 orang Kepala Perwakilan, 1 orang Kepala Sub Auditorat (1
Jabatan Kepala Sub Auditorat belum terisi), 1 orang Kepala Sekretariat
Perwakilan, 4 orang Kepala Sub Bagian (1 Jabatan Kepala Sub Bagian belum
terisi), 57 orang pegawai pemeriksa serta 43 orang pegawai administrasi umum.

Pagu Anggaran BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan untuk


tahun 2013 adalah sebesar Rp25.057.579.000,00 yang terdiri dari DIPA
Sekretariat Jenderal (0014/004-01.2.01/06/2011) sebesar Rp13.940.394.000,00
dan DIPA BPK RI Pusat (0014/004-02.2.01/06/2011) sebesar
Rp11.117.185.000,00.

3. Perencanaan Strategis Perwakilan

Sebagaimana BPK Bengkulu, dalam rangka mendukung pencapaian


Sasaran-sasaran Strategis (SS) pada BPK Wide, BPK RI Perwakilan Provinsi

75
Sumatera Selatan memiliki peran strategis dalam hal melaksanakan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan, Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, serta BUMD
dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan
pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN. Keterkaitan tugas dan fungsi BPK RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan dalam rangka mendukung pencapaian
Sasaran Strategis BPK RI dapat dilihat dalam Peta Strategi BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan pada Lampiran 5.

4. Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) Tahun 2013

Untuk mengukur pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah


ditetapkan, Perwakilan BPK RI Provinsi Sumatera Selatan telah menyusun
Indikator Kinerja Utama (IKU) beserta target pencapaian IKU. Adapun IKU
beserta target pencapaian yang dituangkan dalam PKPK dan ditandatangani oleh
Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan selaku Eselon II beserta
Pejabat Eselon I (dhi. Tortama KN V), dapat dilihat pada Lampiran 6.

76
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, peneliti memaparkan beberapa sub bab yang terkait dengan
penelitian mengenai iklim komunikasi dalam pengimplementasian program
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK. Pada bagian pertama, peneliti memaparkan
laporan pelaksanaan penelitian, yang meliputi waktu, narasumber yang ditemui,
serta kendala yang dihadapi peneliti ketika melaksanakan penelitian ini. Bagian
kedua, peneliti memaparkan temuan-temuan penting terkait penelitian yang
dilakukan di BPK Bengkulu dan BPK Palembang, beserta analisis terhadap
temuan-temuan tersebut dikaitkan dengan teori-teori yang sesuai.

A. LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Studi perbandingan iklim komunikasi ini dilakukan pada organisasi BPK


RI Perwakilan Provinsi Bengkulu yang berkedudukan di Kota Bengkulu dan BPK
RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan yang berkedudukan di Kota Palembang.
Dibutuhkan waktu tiga bulan untuk melakukan penelitian ini yakni dari bulan
Februari sampai bulan April 2015. Penelitian dimulai dengan melakukan telaah
dokumen dan diskusi awal dengan manajer IKU serta beberapa pegawai yang
mengetahui informasi tentang pelaksanaan program Manajemen Kinerja di kedua
kantor perwakilan tersebut. Adapun dokumen yang ditelaah oleh peneliti meliputi
buku profil kegiatan perwakilan, manual IKU, surat masuk dan surat keluar,
disposisi, notulen rapat dan laporan pelaksanaan kinerja perwakilan. Sedangkan
diskusi awal mengenai implementasi Manajemen Kinerja Perwakilan dilakukan
peneliti dengan Kasubbag SDM, Kasubbag Sekretariat Kepala Perwakilan
(Kasubbagset Kalan) selaku manajer IKU perwakilan, dan staf Subbagset Kalan
selaku inputer IKU. Dari hasil telaah dokumen dan diskusi awal dengan beberapa
narasumber tersebut, peneliti mencoba memetakan masalah yang berpotensi
menjadi kendala dalam pengimplementasian Manajemen Kinerja di kedua

77
organisasi kantor perwakilan ini. Hasil analisis awal menunjukkan bahwa
permasalahan utamanya terletak pada pimpinan organisasi di BPK Bengkulu yang
belum optimal dalam menciptakan iklim supportiveness dalam hubungan
interaksi, komunikasi, dan koordinasi dengan bawahan. Selain itu, pemahaman
bersama (mutual understanding) pegawai terhadap konsep Manajemen Kinerja
juga belum sepenuhnya terwujud di kedua organisasi kantor perwakilan tersebut.

Setelah melakukan telaah dokumen dan diskusi awal, kemudian peneliti


melanjutkan penelitian dengan melakukan wawancara mendalam. Melalui
wawancara mendalam, narasumber diharapkan dapat memberikan informasi
secara lebih mendetil kepada peneliti, baik informasi yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan fokus penelitian (iklim komunikasi dalam
implementasi Manajemen Kinerja berbasis SIMAK di BPK Bengkulu dan BPK
Palembang). Adapun beberapa narasumber atau informan yang diwawancara oleh
peneliti, yaitu:

1. Tulus Budi Satria R., S.E. Ak. : Kasubbagset Kalan Bengkulu


(Manajer IKU Bengkulu Tahun 2013)
2. Abidin, S.E., M.M. : Kepala Sekretariat Perwakilan Bengkulu
(Manajer IKU Bengkulu Tahun 2014)
3. Yoga Nugroho Saputro, A.Md. : Staf Sub Bagian Hukum dan Humas Bengkulu
(Inputer IKU BPK Bengkulu Tahun 2013)
4. M. Taufan, S.E. Ak. : Staf Subbagset Kalan Bengkulu
(Inputer IKU BPK Bengkulu Tahun 2014)
5. Sandro Simatupang, S.E. : Staf Sub Auditorat Bengkulu II
6. Anifah, A.Md. : Staf Sekretariat Perwakilan Bengkulu
7. Atik Priatna, S.E. : Kasubbagset Kalan Palembang
(Manajer IKU Palembang Th 2013-sekarang)
8. Fitriana Dwi S., SE, Ak. : Staf Subbagset Kalan Palembang
(Inputer IKU Palembang Th 2013-sekarang)
9. Luki Prastono, A.Md. : Staf Subbagset Kalan Palembang
(Inputer IKU Palembang Th 2013-sekarang)
10. Novita Frieda Ria, S.IP : Staf Sekretariat Perwakilan Palembang (Inputer
IKU Palembang Th 2013-sekarang)
11. Lya Angraeni, STP : Staf Sub Auditorat Sumatera Selatan II
12. Farah Septari : Staf Subbag Keuangan BPK Palembang

78
Dalam melakukan wawancara, peneliti lebih banyak melakukannya secara
langsung, dimana waktu dan tempat disesuaikan dengan kesibukan dari masing-
masing narasumber, namun dalam beberapa kondisi tertentu peneliti juga pernah
melakukan wawancara secara tidak langsung yakni melalui aplikasi percakapan
“whatsapp” yang terinstall pada telepon genggam. Hal ini dikarenakan posisi
narasumber yang tengah berada di Provinsi Riau, sehingga tidak memungkinkan
untuk bertemu secara langsung. Melalui wawancara tidak langsung tersebut,
peneliti justru mendapatkan data yang lebih mendalam karena narasumber lebih
leluasa dalam menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan tanpa adanya
keterbatasan waktu dan ruang. Selain melakukan telaah dokumen dan wawancara,
peneliti juga melakukan observasi untuk melihat dan merasakan langsung
atmosfer komunikasi yang berkembang di BPK Bengkulu dan BPK Palembang
sehari-hari.

Kendala dalam melakukan penelitian ini terdapat pada keterbatasan waktu


dari para narasumber. Sehingga peneliti harus melakukan wawancara hingga
beberapa kali mengingat waktu yang terbatas dari narasumber setiap kali
wawancara. Beberapa narasumber juga masih terkesan kurang komunikatif.
Sehingga peneliti harus beberapa kali mengulangi pertanyaan guna mendapatkan
jawaban yang sesuai dengan data yang diharapkan.

B. TEMUAN-TEMUAN PENTING

BPK Bengkulu dan BPK Palembang sebagai dua di antara 34 kantor


perwakilan BPK RI yang tersebar di seluruh wilayah provinsi di Indonesia, sama-
sama memiliki kewajiban yang sama dalam mengimplementasikan program
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK. Meskipun keduanya memiliki karakteristik
organisasi yang kurang lebih sama dilihat dari sisi jumlah anggaran yang dikelola,
struktur organisasi, hierarki pembagian tugas, dan luas objek pemeriksaan yang
menjadi bidang tugasnya, namun keberhasilan pengimplementasian program

79
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK untuk mencapai Sasaran Strategis (SS)
antara keduanya ternyata menunjukkan hasil yang berbeda, sebagai berikut:

Bengkulu Palembang
Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Realisasi Skor Target Realisasi Skor
2013 2013 IKU 2013 2013 IKU

A. Perspektif Pemenuhan Kebutuhan dan Harapan Pemilik Kepentingan


1. Meningkatkan 1.1 Rekomendasi yang ditindaklanjuti 65,00% 41,33% 63,58 60,00% 77,19% 105,00
efektivitas tindak 1.2 Temuan berindikasi tindak pidana yang 1 0 0,00 1 1 100,00
lanjut hasil disampaikan ke Ditama Binbangkum dan
pemeriksaan disetujui untuk disampaikan ke aparat
penegak hukum
B. Perspektif Pengelolaan Fungsi Strategis
2. Meningkatkan fungsi 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 33 33 100,00 53 50 94,33
manajemen 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 3 3 100,00 8 8 100,00
pemeriksaan 2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan 100,00% 100,00% 100,00 100,00% 100,00% 100,00
pemeriksaan
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil 90,00% 72,73% 80,81 100,00% 100,00% 100,00
pemeriksaan
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam 100% 94,84% 94,84 100,00% 100,00% 100,00
pemeriksaan (hot review)
3. Meningkatkan mutu 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan 1 1 100,00 1 1 100,00
pemberian pendapat Direktorat EPP
4. Meningkatkan mutu 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara 22 22 100,00 32 32 100,00
pemantauan yang diterbitkan
penyelesaian ganti 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan 80% 50,00% 62,50 90,00% 100,00% 105,00
kerugian negara pemantauan kerugian negara

C. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Organisasi


5. Meningkatkan mutu 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai 40 jam 118,93 105,00 40 jam 45 jam 105,00
pengelolaan SDM di jam
lingkungan 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam 90,00% 90,20% 100,22 90,00% 86,44% 96,05
perwakilan pelatihan
6. Meningkatkan 6.1 Jumlah media workshop per tahun 2 1 50,00 2 2 100,00%
komunikasi dengan 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi 1 1 100,00 7 7 100,00
stakeholders Juknis akses data

7. Meningkatkan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara 100% 95,13% 95,13 100,00% 100,00% 100,00
pemanfaatan TIK di optimal
lingkungan 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data 63,63% 100% 105,00 75,00% 81,25% 105,00
perwakilan via Agen Konsolidator
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator 100% 100% 100,00 75,00% 93,75% 105,00

8. Meningkatkan 8.1 Persentase pemenuhan sarana dan 90% 89,18% 99,09 90,00% 90,65% 100,72
pemenuhan standar prasarana sesuai dengan standar
sarana dan
prasarana di
lingkungan
perwakilan
D. Perspektif Keuangan
9. Meningkatkan 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran 90% 93,39% 103,76 90,00% 90,99% 101,09
pemanfaatan
anggaran di
lingkungan
perwakilan
SKOR FINAL IKU PERWAKILAN TAHUN 2013 77,24 94,50

Tabel 4.1 - Rincian Capaian Skor IKU BPK Bengkulu dan BPK Palembang Tahun 2013

80
Perbedaan capaian skor kinerja perwakilan tahun 2013 antara BPK
Bengkulu dan BPK Palembang di atas, tidak terlepas dari cara keduanya
membangun iklim komunikasi dalam organisasi mereka masing-masing.
Sebagaimana dikemukakan oleh Redding (1972) bahwa iklim komunikasi
merupakan variabel yang paling signifikan mempengaruhi perilaku kerja pegawai
dalam mendayagunakan kompetensinya, bagaimana suatu organisasi menciptakan
iklim komunikasi akan berbanding lurus dengan pencapaian tujuan dan sasaran
kinerja yang diupayakan oleh organisasi itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap proses interaksi dan komunikasi


dalam pengimplementasian program Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK yang
berlangsung di BPK Bengkulu dan BPK Palembang pada tahun 2013, diperoleh
gambaran mengenai iklim komunikasi organisasi di kedua kantor perwakilan
tersebut, sebagai berikut:

1. Penciptaan Iklim Komunikasi oleh BPK Bengkulu

Komunikasi pada organisasi kantor perwakilan BPK Bengkulu terwujud


dalam dua dimensi, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal.
Komunikasi internal mencakup komunikasi yang berlangsung di antara pegawai
BPK Bengkulu dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk
mencapai tujuan organisasi BPK. Sedangkan komunikasi eksternal mencakup
komunikasi yang dilakukan organisasi BPK Bengkulu dengan lingkungan di luar
organisasi, terutama dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan lingkungan.

Komunikasi internal secara formal dilakukan BPK Bengkulu berdasarkan


arah aliran struktur dalam organisasinya, yang meliputi: (1) komunikasi ke bawah,
yaitu komunikasi yang mengalir dari atasan kepada bawahan, misalnya berupa
penyampaian arahan, perintah, atau instruksi; (2) komunikasi ke atas, yaitu
komunikasi dari bawahan kepada atasan, misalnya berupa pemberian saran,
masukan, usulan, laporan, dan permohonan pengarahan; (3) komunikasi
horizontal, yaitu komunikasi antar jabatan yang sama tingkat otoritasnya; dan

81
(4) komunikasi lintas saluran, yaitu komunikasi antar jabatan yang menempati
bagian fungsional yang berbeda.

Pada tahap pertama (perencanaan) dalam siklus Manajemen Kinerja di


BPK Bengkulu, penyusunan target IKU Bengkulu Tahun 2013 diserahkan
sepenuhnya kepada manajer IKU, tanpa didahului adanya rapat atau diskusi
bersama antara Kepala Perwakilan (Kalan) dengan pejabat struktural yang lain.
Proses pengkomunikasian atau sosialisasi ke seluruh pegawai mengenai konsep
Manajemen Kinerja secara umum (yaitu mengenai apa itu Sasaran Strategis (SS),
apa itu Indikator Kinerja Utama (IKU), apa saja SS/IKU perwakilan, berapa target
IKU yang ingin dicapai oleh perwakilan, bagaimana cara mencapainya, dan apa
hubungan peran pegawai dengan IKU perwakilan), juga belum pernah dilakukan
oleh pimpinan struktural BPK Bengkulu. Pengkomunikasian mengenai target IKU
Bengkulu selama ini dilakukan secara pasif melalui pemasangan media banner
yang ditempatkan di beberapa titik lokasi dalam gedung kantor BPK Bengkulu.

Mengenai ketiadaan sosialisasi kepada seluruh pegawai tentang konsep


Manajemen Kinerja di BPK Bengkulu ini, Kasetlan Bengkulu menyatakan bahwa
pemahaman terkait SS/IKU perwakilan selama ini memang difokuskan pada level
pejabat strukturalnya terlebih dulu, baru kemudian pejabat struktural yang
memberikan pemahaman kepada pegawai pelaksana yang ada di bawah
kepemimpinannya. Sebagaimana diungkapkan melalui pernyataan, berikut:

“Sosialisasi dengan pegawai, kalau menurut saya, tidak harus saya turun
langsung menginfokan ke pegawai-pegawai. Karena dengan saya
mendiskusikan IKU ke Kasubaud/Kasubbag, harapan saya
Kasubaud/Kasubbag bisa meneruskan informasi tersebut ke anak
buahnya masing-masing, kemudian terus menerus mengingatkan,
mengawal, dan memonitor pencapaian IKU yang berkaitan dengan
kinerja bawahannya”. (Abidin, 250315 - Kasetlan Bengkulu & manajer
IKU Bengkulu Tahun 2014)

Namun ketika peneliti mencoba mengklarifikasikan pernyataan tersebut


dengan beberapa staf pelaksana di lingkungan Sub Bagian dan Sub Auditorat,
mayoritas narasumber menyatakan bahwa atasan langsung mereka (Kasubbag
dan/atau Kasubaud) belum pernah memberikan pembelajaran atau membagi

82
informasi terkait konsep Manajemen Kinerja maupun SS/IKU Perwakilan kepada
pegawai (bawahan).

Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer IKU Bengkulu tahun 2013,


diperoleh keterangan bahwa dari pejabat-pejabat struktural yang ada di BPK
Bengkulu, sebenarnya hampir seluruhnya telah mengetahui tentang konsep
Manajemen Kinerja dan SS/IKU perwakilan. Sayangnya, informasi tersebut tidak
lantas diteruskan dan/atau dikoordinasikan ke staf pelaksana yang ada di bawah
kepemimpinannya. Kasubaud misalnya, beliau sudah mengetahui bahwa salah
satu peranannya adalah memantau tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan
(IKU 1.1). Masukan dari manajer IKU kepada Kasubaud supaya dapat mengejar
target IKU 1.1 sebesar 65% di tahun 2013, juga sudah pernah beberapa kali
disampaikan, namun kurang mendapat tanggapan dan tindak lanjut dari
Kasubaud. Hingga akhirnya di penghujung masa pengukuran kinerja, target IKU
1.1 tersebut masih belum dapat tercapai.

Dalam tahap pelaksanaan, setelah target IKU ditetapkan dalam dokumen


Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK), pimpinan struktural BPK
Bengkulu tidak pernah duduk bersama untuk mengkoordinasikan bagaimana
strategi yang akan dilakukan oleh organisasi kantor perwakilan BPK Bengkulu
guna mencapai target-target tersebut. Kalan selaku penanggung jawab pencapaian
kinerja kantor perwakilan kurang memiliki perhatian dan komitmen untuk
memberikan arahan dan reviu internal terhadap kinerja bawahannya. Kalan jarang
memantau perkembangan capaian IKU perwakilan, baik melalui diskusi dengan
manajer, inputer, maupun pejabat struktural yang lainnya.

Berdasarkan penuturan mayoritas narasumber di BPK Bengkulu, peran


Kepala Perwakilan (Kalan) dan pejabat struktural dari masing-masing unit kerja
terhadap pencapaian SS/IKU (kantor) perwakilan dapat dikatakan masih rendah.
Komitmen dan perhatian Kalan untuk menggerakkan atau memotivasi kinerja
bawahannya pun kurang optimal. Meskipun pada prinsipnya beliau sangat
menginginkan SS/IKU perwakilan Bengkulu ini dapat tercapai maksimal, namun

83
usaha Kalan untuk membimbing dan mengarahkan bawahannya secara konkrit,
hampir tidak ada.

“Waktu tahun 2013 Pak Kalan termasuk agak cuek dengan pencapaian
SS/IKU kita. Maksudnya, jarang ada arahan-arahan bagaimana supaya
IKU kita optimal, tidak ada pemantauan rutin, dan lain-lain. Bahkan
terkadang untuk beberapa SS/IKU, kita yang di bawah ini sudah
berupaya membuat rencana-rencana kerja bagaimana supaya IKU kita
optimal, tapi malah mentok di pimpinan karena Pak Kalan tidak
mengijinkan kita untuk merealisasikan rencana-rencana kerja itu. Kita
jadi serba salah juga kadang-kadang”. (M. Taufan, 270315 - Inputer IKU
Bengkulu)

Sementara itu, koordinasi yang terjalin antara manajer dengan inputer IKU
Bengkulu pun tidak dilakukan secara berkesinambungan, melainkan hanya
dilakukan bila terdapat SS/IKU yang belum maksimal tercapai saja. Ketika
inputer menginformasikan adanya target SS/IKU perwakilan yang belum tercapai
kemudian menanyakan kepada manajer mengenai langkah/strategi apa yang harus
dilakukan, disinilah proses komunikasi seringkali terhenti. Apakah oleh manajer,
informasi tersebut diteruskan ke unit-unit kerja terkait kemudian tidak mendapat
tanggapan, atau informasi tersebut memang tidak diteruskan oleh manajer ke unit-
unit kerja terkait, hal ini tidak diketahui secara pasti oleh inputer IKU Bengkulu.

Hasil wawancara dengan Kepala Sekretariat Perwakilan Bengkulu yang


juga merupakan manajer IKU Bengkulu tahun 2014 menyatakan bahwa tidak
tercapainya SS/IKU Bengkulu tahun 2013 secara maksimal salah satunya
disebabkan adanya komunikasi yang tidak lancar antara manajer dengan inputer
dan adanya rasa sungkan manajer ketika berkoordinasi dengan pejabat-pejabat
struktural yang lain (Kalan, Kasubaud, dan Kasubbag). Tidak lancarnya
komunikasi dan koordinasi di intern manajemen BPK Bengkulu ini dibuktikan
pada tahun 2013 kemarin, dimana BPK Bengkulu sempat memperoleh skor IKU
5.1 (Jam Pelatihan Rata-rata per Pegawai) yang sangat rendah akibat adanya
kesalahan penginputan oleh inputer.

Kesalahan penginputan ini baru diketahui pada akhir tahun 2013, yaitu
saat manajer IKU menyampaikan draft Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK)

84
perwakilan Bengkulu kepada Kalan dalam rapat struktural. Saat itu, capaian skor
IKU Bengkulu berada jauh di bawah target yang ditetapkan. Setelah ditelusuri,
diketahui bahwa inputer hanya menginput total jam diklat eksternal pegawai saja
dan tidak memasukkan total jam diklat internal (in house training) ke dalam
komponen perhitungan IKU 5.1. Ketika hal tersebut dikonfirmasikan lebih lanjut
ke Kasubbag SDM, diperoleh fakta bahwa kesalahan penginputan ini disebabkan
adanya kekurangan data yang disampaikan oleh Subbag SDM kepada inputer.
Pada saat inputer meminta data diklat pegawai, staf Subbag SDM Bengkulu hanya
memberikan data rekapitulasi diklat eksternal saja tanpa disertai dengan data
rekapitulasi diklat internal. Meskipun proses validasi oleh Direktorat PSMK (BPK
Pusat) mengakomodir dilakukannya koreksi sehingga skor IKU 5.1 BPK
Bengkulu menjadi tercapai maksimal (105,00), tetapi pada penghitungan skor
final IKU (kantor) perwakilan, BPK Bengkulu tetap dikenakan penalti senilai 7,00
poin karena dianggap kurang teliti dalam melakukan input data IKU.

“Tahun 2013 kemarin saya lihat, inputer bekerja sendiri tanpa ada
kontrol dari manajernya. Seandainya saat itu terjadi komunikasi yang
baik dengan manajer, begitu diketahui ada IKU yang masih kurang
(merah), manajer bisa meminta inputer untuk mengecek ulang apakah
penginputan data yang dilakukannya sudah benar dan sudah sesuai
dengan dokumen pendukungnya, atau manajer bisa berkoordinasi
langsung dengan Kasubaud/Kasubag yang terkait guna meyakinkan data
pendukung IKU. Saat berkomunikasi dengan Kasubbag, mungkin
memang tidak ada masalah. Tapi ketika manajer IKU 2013 harus
berkomunikasi dengan Kalan dan Kasubaud/Kasetlan, ada rasa sungkan
disitu. Sehingga berkaca dari tahun kemarin, sepertinya akan lebih baik
kalau manajer IKU dijabat oleh eselon III supaya lebih lancar ketika
berkomunikasi dan berkoordinasi dengan atasan yang lebih tinggi”.
(Abidin, 250315 - Kasetlan Bengkulu & manajer IKU Bengkulu Tahun
2014)

Selanjutnya dalam tahap evaluasi dan pelaporan Manajemen Kinerja


Berbasis SIMAK, selain keharusan untuk menghadiri forum manajer dan inputer
(FMI), menyusun laporan triwulanan, dan menyampaikan Laporan Akuntabilitas
Kinerja (LAK), Prosedur Operasional Standar (POS) Manajemen Kinerja
Berbasis SIMAK juga mengamanatkan kepada masing-masing kantor perwakilan
untuk menyelenggarakan evaluasi atau reviu internal terhadap implementasi

85
Manajemen Kinerja-nya. Evaluasi tersebut dapat berupa: (1) reviu internal di
level eselon IV (Kasubbag) terhadap pencapaian IKU yang selaras dengan tupoksi
mereka masing-masing, misalnya Kasubbag Keuangan mereviu capaian IKU
pemanfaatan anggaran keuangan, Kasubbag SDM mereviu capaian IKU yang
berhubungan dengan jam pelatihan pegawai, Kasubbag Umum mereviu capaian
IKU pemenuhan sarana prasarana dan pemanfaatan TIK, dan seterusnya;
(2) reviu internal di level eselon III (Kasubaud/Kasetlan) dimana Kasubaud
mereviu capaian IKU yang berkaitan dengan fungsi pemeriksaan dan Kasetlan
mereviu capaian IKU dari Sub-sub Bagian yang secara struktur berada di bawah
kepemimpinannya; dan/atau (3) reviu internal di level eselon II dimana Kepala
Perwakilan melakukan reviu secara komprehensif terhadap capaian IKU
perwakilan berdasarkan laporan dan pemaparan dari para pejabat struktural di
bawahnya (Kasubaud, Kasetlan, dan Kasubbag).

Di BPK Bengkulu, rapat atau pertemuan rutin internal yang secara khusus
diselenggarakan untuk mengevaluasi pencapaian SS/IKU perwakilan Bengkulu,
belum pernah dilakukan. Selama tahun 2013 kemarin, pembahasan IKU
perwakilan hanya dilakukan satu kali oleh manajer IKU yaitu pada saat rapat
struktural di akhir tahun sebelum penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
(LAK). Rapat itu pun hanya diikuti oleh Kepala Perwakilan (Kalan), Kepala
Sekretariat Perwakilan (Kasetlan), Kepala Sub Auditorat (Kasubaud), dan para
Kepala Sub Bagian (Kasubbag). Adapun Ketua Tim Senior (KTS) dan inputer
IKU, tidak diikutsertakan dalam rapat itu karena tidak diminta hadir oleh Kalan.

Menurut penuturan inputer IKU yang juga merupakan auditor senior BPK
Bengkulu, suasana komunikasi di kantor perwakilan Bengkulu secara umum
sudah cukup bagus untuk di level penunjang (Subbag). Intensitas komunikasi dan
koordinasi yang masih kurang, justru dirasakan ada di level Sub Auditorat.
Misalnya ketika terdapat permasalahan atau perkembangan informasi yang
berkaitan dengan kantor. Kalan akan mengkomunikasikannya terlebih dahulu
secara berjenjang ke Kasetlan dan Kasubaud. Untuk masalah-masalah yang
berhubungan dengan kinerja unit penunjang, Kasetlan selanjutnya berkoordinasi

86
dengan Subbag-Subbag yang ada di bawahnya. Sudah sejauhmana pelaksanaan
tugas Subbag, ada hambatan atau tidak, apa kendalanya, dan bagaimana cara
mengatasi hambatan/kendala tersebut, hal-hal semacam ini secara rutin selalu
dimonitor oleh Kasetlan. Sedangkan untuk permasalahan atau informasi yang
berkaitan dengan kinerja unit teknis/pemeriksa, Kasubaud dapat dikatakan masih
kurang maksimal dalam berkomunikasi dan mengkoordinasikan kinerja pemeriksa
(auditor) di bawah kepemimpinannya.

“Tidak tercapainya beberapa SS/IKU terkait pemeriksaan di tahun 2013


lebih karena kurang optimalnya komunikasi vertikal dari atasan
(Kasubaud) yang tidak menginformasikan dan mengkoordinasikan
kinerja bawahannya (pemeriksa). Selama ini inputer-lah yang sering pro
aktif mengingatkan pemeriksa tentang tugas-tugas apa saja yang harus
mereka selesaikan agar SS/IKU pemeriksaan dapat tercapai. Kasubaud
baru memonitor kinerja para pemeriksa terkait IKU, setelah mendapat
laporan dari inputer. Padahal monitoring kinerja pemeriksa kan
sebenarnya tugas Kasubaud, bukan tugas inputer. Inputer juga tidak
mungkin terus menerus memantau kinerja pemeriksa, karena memang
bukan tugasnya untuk itu”. (M. Taufan, 270315 - Inputer IKU Bengkulu)

Akses informasi terkait fungsi pemeriksaan dan non pemeriksaan di BPK


Bengkulu selama ini lebih sering dilakukan dengan memanfaatkan saluran formal
seperti surat menyurat, sambungan telepon ruangan, pengeras suara, dan tatap
muka langsung saat rapat. Kegiatan-kegiatan di luar pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi organisasi yang bertujuan menumbuhkan keakraban dan kebersamaan
seperti family gathering, hanya dilakukan satu kali selama tahun 2013. Olah raga
bersama, dan acara kumpul-kumpul informal hanya dilakukan oleh sekelompok
kecil karyawan atas inisiatif sendiri. Sementara itu, acara buka puasa bersama dan
halal bihalal pada tahun 2013, tidak diselenggarakan.

2. Penciptaan Iklim Komunikasi oleh BPK Palembang

Komunikasi organisasi yang dijalankan oleh BPK Palembang juga


terwujud dalam dimensi internal dan eksternal. Dalam menyelenggarakan
komunikasi internal, struktur hierarkis formal anggota organisasi dalam
berkomunikasi dengan atasan, bawahan, teman sejawat, dan rekan antar jabatan
fungsional yang berbeda, tetap menjadi acuan utama. Namun, selain menjalankan

87
komunikasi formal tersebut, BPK Palembang juga menyelenggarakan komunikasi
informal yang arah aliran komunikasinya ke segala arah dan tidak menentu.

Dalam setiap tahap pengimplementasian program Manajemen Kinerja


Berbasis SIMAK, komunikasi dan koordinasi untuk mencapai SS/IKU yang
optimal di BPK Palembang, dilakukan dengan lebih terstruktur dan lebih rutin
daripada di BPK Bengkulu. Pada tahap perencanaan misalnya, penyusunan target
IKU Perwakilan BPK Palembang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh
pejabat struktural (Kalan, Kasetlan, Kasubaud, dan Kasubbag), Ketua Tim Senior
(KTS), dan inputer IKU melalui mekanisme rapat dan diskusi terbuka setiap
menjelang awal tahun. Dalam rapat tersebut, selain membahas komitmen
pencapaian sasaran strategis untuk tahun yang akan datang, juga dilakukan
evaluasi atas pencapaian kinerja pada tahun berjalan.

“Selama ini, setiap menjelang awal tahun selalu diselenggarakan rapat


antar pejabat struktural yang salah satu agendanya adalah mengevaluasi
pencapaian kinerja (sasaran strategis) tahun berjalan sekaligus membahas
komitmen pencapaian sasaran strategis untuk tahun yang akan datang.
Dengan terlibatnya seluruh pejabat struktural dalam forum tersebut,
diharapkan dapat menjadi penghubung antara top level management
dengan pegawai pelaksana (bawahan) dalam hal penyampaian informasi
mengenai sasaran strategis perwakilan”. (Atik Priatna, 160315 – Manajer
IKU Palembang)

Pada tahap pelaksanaan, meskipun pimpinan struktural BPK Palembang


belum pernah mengadakan sosialisasi mengenai konsep Manajemen Kinerja
kepada seluruh pegawai, namun komitmen Kepala Perwakilan (Kalan) sebagai
pimpinan tertinggi untuk terus berkoordinasi dan memantau kinerja bawahannya,
tampak pada rapat rutin struktural yang diselenggarakan setiap bulan. Dalam rapat
yang dihadiri oleh Kasubaud, Kasubbag, Ketua Tim Senior (KTS), manajer dan
inputer IKU tersebut, Kalan selalu memantau bagaimana posisi/perkembangan
capaian SS Perwakilan pada saat itu, IKU mana saja yang belum maksimal, apa
kendalanya, dan bagaimana solusi terbaiknya. Perhatian yang tinggi dari Kalan
terhadap upaya pencapaian SS/IKU perwakilan juga diwujudkan dalam bentuk
pemberian pengarahan atau instruksi kepada pejabat-pejabat struktural di
bawahnya agar memantau perkembangan capaian IKU, sesuai tugas pokok dan

88
fungsinya masing-masing. Keterlibatan seluruh pejabat struktural dalam setiap
pembahasan IKU inilah yang pada akhirnya menjadi katalisator mengalirnya
informasi mengenai SS/IKU perwakilan dari top level management ke pegawai
pelaksana (bawahan).

“Kepala Perwakilan selaku top manager memegang peranan yang sangat


penting. Kebetulan, BPK Palembang mempunyai Kepala Perwakilan
yang sangat concern dengan pencapaian IKU. Hampir di setiap
pertemuan/rapat rutin, beliau selalu menanyakan perkembangan kinerja
kita. Sudah sejauh mana tercapai, ada kendala atau tidak, dan sebagainya.
Apabila ada kendala yang kita hadapi, beliau juga selalu berupaya
semaksimal mungkin untuk mencarikan solusi. Bahkan bila sampai harus
mengklarifikasi ke Kantor Pusat, beliau juga tidak segan melakukannya,
semata-mata demi kepentingan kantor. Untuk Kasetlan, dalam hal
pencapaian sasaran strategis perwakilan, sejauh ini sebatas mengetahui
informasi perkembangan pencapaian SS Perwakilan saja, sambil
mengkoordinasikan anak buahnya agar segera melengkapi dokumen-
dokumen IKU yang belum disampaikan ke inputer. Kalau untuk
Kasubag, selain Kasubagset Kalan yang berperan sebagai manajer IKU,
peran atau kontribusi Kasubbag yang lain berjalan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi masing-masing. Misalnya Kasubag Umum dan TI,
berperan dalam mengoptimalkan pencapaian SS yang berkaitan dengan
pemanfaatan TI dan sarpras di lingkungan perwakilan. Kemudian
Kasubbag Keuangan, berkontribusi terhadap pengoptimalan pencapaian
SS yang berkaitan dengan pemanfaatan anggaran perwakilan, dan
seterusnya”. (Atik Priatna, 160315 – Manajer IKU Palembang)

Bilamana pegawai pelaksana (bawahan) menemui hambatan/kendala,


koordinasi berjenjang dengan atasan langsung (Kasubaud dan/atau Kasubbag)
menjadi langkah pertama yang ditempuh oleh bawahan, karena bawahan percaya
bahwa atasan selalu dapat berupaya memberikan solusi. Selain itu, walaupun
instruksi dari atasan seringkali disampaikan secara umum, bawahan sudah tahu
bagaimana harus menyelesaikan tugas/instruksi tersebut. Demikian juga dengan
fungsi kontrol yang dimiliki atasan, tetap berjalan dengan baik meskipun bawahan
diberikan kebebasan untuk menyelesaikan tugasnya tanpa adanya instruksi
pekerjaan yang detail.

Respon pegawai terhadap implementasi Manajemen Kinerja Perwakilan di


BPK Palembang juga dirasa lebih siap dibandingkan dengan respon pegawai di
BPK Bengkulu. Hal ini dibuktikan dengan cepatnya feedback pegawai di masing-

89
masing unit kerja di BPK Palembang setiap kali manajer dan/atau inputer
meminta dokumen untuk kepentingan penginputan data pendukung IKU ke dalam
aplikasi SIMAK. Selain itu, hasil wawancara dengan beberapa narasumber di
BPK Palembang juga menunjukkan bahwa meskipun tidak memahami SS/IKU
perwakilan secara detil, tapi para pegawai di BPK Palembang memiliki komitmen
yang tinggi terhadap pelaksanaan tupoksi mereka sehari-hari. Komitmen
pelaksanaan tugas yang tinggi dari masing-masing individu pada unit kerja inilah
yang secara langsung membantu mengoptimalkan pencapaian SS/IKU perwakilan
Palembang.

“Untuk informasi terkait IKU/SS, memang hanya beberapa orang saja


yang benar-benar memahami secara komprehensif, terutama para pejabat
struktural, para ketua tim, dan beberapa orang staf yang memang bidang
tugasnya berhubungan dengan penginventarisasian IKU perwakilan.
Tetapi pegawai di Palembang ini kalau saya lihat, pada dasarnya sudah
aware dengan tugas mereka di bagian masing-masing. Manakala
pegawai aware dengan pekerjaan mereka, komitmen mereka untuk
bekerja maksimal menjadi kuat dan terjaga dengan baik, sehingga kita
(inputer dan manajer) tidak merasa bekerja sendirian. Semuanya saling
support sesuai peranannya masing-masing demi tercapainya SS/IKU
perwakilan yang optimal”. (Novita F. R., 160315 - Inputer IKU
Palembang)

Tahap evaluasi dan pelaporan Manajemen Kinerja dilakukan oleh BPK


Palembang melalui keikutsertaannya dalam Forum Manajer dan Inputer IKU
(FMI), penyusunan laporan triwulanan, dan penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja (LAK). Dalam menyelenggarakan evaluasi, pimpinan struktural BPK
Palembang tidak melakukannya dalam sebuah rapat atau pertemuan khusus.
Namun, pada setiap agenda rapat rutin pejabat struktural, Kepala Perwakilan
selalu menanyakan sudah sejauhmana perkembangan capaian SS/IKU perwakilan,
IKU apa yang sudah tercapai, IKU apa yang masih belum optimal, apa kendala
yang dihadapi dalam mencapai IKU, dan sebagainya. Rapat rutin struktural selain
dihadiri oleh para pejabat struktural yaitu Kepala Perwakilan, Kasubaud,
Kasetlan, dan Kasubbag, juga dihadiri oleh Ketua Tim Senior dan inputer IKU.

Selain koordinasi formal dalam rapat struktural, proses komunikasi yang


dikembangkan oleh pimpinan BPK Palembang untuk mengoptimalkan pencapaian

90
SS/IKU selama ini juga ada yang bersifat informal. Sebagaimana dikemukakan
oleh manajer IKU Palembang berikut ini, selain karena dirasa lebih efisien dan
tidak bertele-tele mengikuti alur birokrasi yang panjang, komunikasi dan
koordinasi antar unit kerja dengan pendekatan personal melalui tatap muka
langsung juga terbukti lebih cepat mendapatkan respon/feedback.

“Pembahasan hal-hal terkait IKU Perwakilan lebih sering dilakukan


secara tatap muka pada saat rapat. Tetapi, beberapa kali pernah juga
secara khusus saya datang, ngobrol langsung dengan Kasubag/Kasubaud
untuk menyampaikan bila ada beberapa dokumen milik unit kerja mereka
yang belum lengkap diserahkan ke kami (manajer dan/atau inputer IKU)
untuk diinput. Saya kira, komunikasi dan koordinasi antar unit kerja
merupakan hal yang paling utama. Alhamdulillah, komunikasi dan
koordinasi antar unit kerja di BPK Palembang sejauh ini berjalan dengan
baik. Meskipun pola komunikasi yang saya lakukan lebih sering bersifat
informal, tapi kalau memang dengan itu justru kinerja kita bisa jadi lebih
efektif, kenapa tidak?”. (Atik Priatna, 160315 – Manajer IKU
Palembang)

Komunikasi yang intensif antar unit kerja merupakan upaya paling


mendasar yang dilakukan manajemen pimpinan BPK Palembang untuk mencapai
sasaran strategis yang optimal. Antara manajer dengan inputer, antara manajer
dan inputer dengan pejabat struktural, dan antara manajer dan inputer dengan
pegawai lainnya dapat saling berkomunikasi dengan lancar. Baik komunikasi
formal yang hierarkis maupun komunikasi informal yang sarat dengan nilai
keakraban, keduanya berjalan sesuai porsi kebutuhannya. Dalam komunikasi ke
atas (upward communications) antara inputer dengan manajer IKU, misalnya.
Bilamana terdapat kendala atau hambatan yang ditemui inputer ketika
implementasi Manajemen Kinerja dilakukan, inputer terlebih dahulu akan
mengutamakan komunikasi secara berjenjang ke manajer. Selanjutnya, manajer
akan menindaklanjutinya dengan komunikasi horizontal dan lintas saluran ke unit-
unit kerja terkait, serta komunikasi ke atas (upward communications) ke Kepala
Perwakilan. Walaupun berpegang pada hierarki yang ada, inputer IKU Palembang
menuturkan bahwa komunikasi yang dilakukannya bersama dengan manajer, tetap
berjalan „cair‟ dan tidak kaku.

91
“Dalam implementasi Manajemen Kinerja ini, saya selalu memposisikan
diri saya sebagai inputer IKU yang posisinya berada di bawah manajer
IKU. Jadi kalau ada kendala atau hambatan apapun itu bentuknya, saya
selalu usahakan komunikasi ke manajer dulu. Manajer-lah yang
kemudian berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pejabat struktural
dari unit-unit terkait. Ibaratnya saya tetap berpegang pada hierarki lah,
meskipun tidak kaku”. (Novita F. R., 160315 - Inputer IKU Palembang)

Komunikasi horizontal dan lintas saluran antara manajer IKU dengan


atasan langsung unit-unit kerja terkait (Kasubbag) serta komunikasi ke atas
(upward communications) antara manajer IKU dengan Kasubaud, selain
dilakukan secara formal dalam rapat rutin struktural, juga dilakukan secara
informal pada saat berlangsung perbincangan santai. Hasil wawancara dengan
inputer IKU Palembang menyatakan bahwa proses komunikasi yang dijalankan di
Palembang pada prinsipnya tidak ada yang spesial atau khusus dilakukan untuk
mengoptimalkan SS/IKU. Dalam keseharian di kantor, antara atasan dengan
bawahan terjalin komunikasi yang “cair” dan tidak berjarak. Atasan dan bawahan
akrab satu sama lain, dengan tetap menjunjung etika perkantoran sebagaimana
lazimnya. Sehingga dalam menjalankan tugas, hubungan personal yang sudah
baik ini dapat sangat membantu pada saat koordinasi masalah pekerjaan.

Lebih lanjut, komunikasi manajer dan inputer IKU dengan pegawai


pelaksana yang lain sangat terbantu dengan adanya forum obrolan kantor pada
aplikasi „whatsapp‟ dan „Blackberry Messenger (BBM)‟. Selain itu, kegiatan-
kegiatan di luar pelaksanaan tupoksi kantor yang bertujuan menumbuhkan sense
of belonging seperti family gathering, buka puasa bersama, halal bihalal, olah
raga bersama, dan acara kumpul-kumpul lain yang sifatnya informal, juga telah
beberapa kali diselenggarakan oleh BPK Palembang.

“Komunikasi dengan atasan di sini, berjalan lancar. Komunikasi formal


dan informal semuanya jalan. Faktanya, keberadaan grup whatsapp dan
BBM kantor yang sifatnya informal amat sangat memudahkan kami
selaku inputer dan manajer untuk berkoordinasi dengan pegawai-
pegawai yang lain terkait masalah IKU. Hubungan dengan atasan dan
rekan sejawat, berlangsung cair dan tidak kaku. Saran dan masukan bisa
disampaikan sebagaimana seharusnya. Tidak melulu hierarkis memang,
tapi tetap berpegang pada struktur dan etika organisasi yang berlaku
selazimnya”. (Fitriana D. S., 160315 - Inputer IKU Palembang)

92
Secara spesifik, BPK Palembang tidak memiliki aturan/kebijakan yang
secara khusus dibuat dalam rangka mengoptimalkan pencapaian SS/IKU
Perwakilan. BPK Palembang juga tidak melakukan upaya-upaya khusus demi
mencapai SS/IKU yang optimal. Menurut penuturan manajer IKU Palembang, hal
ini dikarenakan pada prinsipnya, apabila masing-masing unit kerja memiliki
komitmen yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya masing-
masing, secara langsung mereka telah berkomitmen dalam pengoptimalan
pencapaian SS/IKU perwakilan. Namun, untuk membantu mempermudah
pelaksanaan tugas pengelolaan kinerja perwakilan, manajer IKU Palembang
dibantu tidak hanya oleh satu orang inputer IKU seperti di BPK Bengkulu,
melainkan dibantu oleh tiga orang inputer IKU yang masing-masing memiliki
deskripsi pembagian tugas yang jelas dan tidak tumpang tindih.

3. Catatan Peneliti

Iklim komunikasi berpengaruh dalam meningkatkan kinerja individu


anggota organisasi serta produktivitas kerja organisasi sebagai sebuah kesatuan.
Sebab, iklim komunikasi mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep
informasi, perasaan-perasaan, dan harapan-harapan anggota organisasi untuk
bersikap tertentu menurut cara-cara tertentu. Kopelman, Brief, dan Guzzo dalam
Pace dan Faules (2010: 148) mengatakan bahwa iklim komunikasi organisasi
sangat penting dalam pengelolaan sumber daya manusia yang berkaitan dengan
produktivitas kerja organisasi. Artinya, anggota organisasi sebagai sumber daya
manusia akan dapat bekerja dengan baik apabila terdapat komitmen dan
pemahaman bersama (mutual understanding) terhadap suatu informasi, serta
tercipta iklim komunikasi yang positif dan sarat akan nilai-nilai dukungan,
partisipasi dalam pembuatan keputusan, kepercayaan, keterbukaan, dan komitmen
terhadap tujuan berkinerja tinggi di antara anggota dalam organisasi itu sendiri.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dalam angka 1 dan 2, intervensi


atau upaya manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang dalam mencapai

93
sasaran strategis organisasinya melalui penciptaan iklim komunikasi, dapat dilihat
secara ringkas dalam matriks berikut:

DIMENSI
No. BPK BENGKULU BPK PALEMBANG
IKLIM KOMUNIKASI

1. Transparansi versus Distrust - Sosialisasi mengenai - Meskipun tidak digelar


SS/IKU perwakilan ke dalam bentuk sosialisasi,
seluruh pegawai, belum namun komitmen Kalan
pernah dilakukan. untuk memantau kinerja
bawahannya, tampak
pada setiap rapat rutin
bulanan.

- Masih ada beberapa - Pejabat struktural di BPK


pejabat struktural yang Palembang telah
tidak paham dengan memahami konsep
konsep SS/IKU SS/IKU dengan baik, dan
perwakilan sehingga telah
proses transfer informasi mengkomunikasikannya
kepada bawahan dengan pegawai
seringkali mengalami pelaksana yang menjadi
kemacetan. bawahannya.

- Koordinasi pencapaian - Rapat rutin struktural yang


SS/IKU hanya membahas SS/IKU, selain
berlangsung pada saat dihadiri oleh Kalan,
rapat akhir tahun. Rapat Kasubaud, Kasetlan, dan
tersebut diikuti oleh Kasubbag, juga dihadiri
Kalan, Kasubaud, oleh KTS dan inputer IKU.
Kasetlan, dan Kasubbag.
KTS dan inputer IKU
jarang diikutsertakan,
kecuali memang diminta
hadir oleh Kalan.

- Hubungan komunikasi - Antara manajer dengan


horizontal antar sesama inputer, antara manajer
pegawai berjalan dengan dan inputer dengan
baik, lebih baik daripada pejabat struktural, dan
hubungan komunikasi antara manajer dan
vertikal dengan atasan. inputer dengan pegawai
lainnya dapat saling
berkomunikasi dengan
lancar. Baik komunikasi
formal yang hierarkis
maupun komunikasi
informal yang sarat

94
dengan nilai keakraban.

- Mayoritas penyebaran - Penyebaran informasi


informasi dilakukan selain dilakukan melalui
melalui saluran formal tatap muka langsung,
seperti surat menyurat, telepon ruangan, Short
telepon ruangan, tatap Messaging Service
muka langsung saat (SMS), surat menyurat,
rapat/briefing, dan dan pengeras suara, juga
pengeras suara. memanfaatkan
komunikasi melalui grup
whatsapp dan ‘Blackberry
Messenger (BBM)’.

- Manajer seringkali - Kalan selalu memotivasi


merasa sungkan ketika dan mengarahkan
berkoordinasi dengan pejabat-pejabat struktural
pejabat-pejabat struktural di bawahnya untuk sama-
yang lain. sama terlibat dan
memantau
perkembangan capaian
IKU, sesuai tugas pokok
dan fungsi masing-
masing.

- Manajer kurang - Manajer mengakui bahwa


membuka komunikasi inputer dan para pegawai
dengan pejabat unit-unit di masing-masing unit
kerja terkait, disebabkan kerja (Subaud & Subbag),
masih adanya distrust memiliki peran yang
dari beberapa pejabat krusial dalam upaya
pada kemampuan pencapaian SS/IKU
manajer dalam perwakilan yang optimal.
mengelola kinerja
perwakilan.

- Bila komunikasi vertikal - Bila menemui


dalam lingkup hambatan/kendala,
manajemen saja tidak bawahan percaya bahwa
berjalan lancar, maka atasan selalu dapat
hampir dapat dipastikan, berupaya memberikan
komunikasi vertikal solusi.
antara manajemen
dengan bawahan juga
akan mengalami
gangguan atau
kemacetan.

95
2. Dukungan Pimpinan - Kalan kurang - Kalan mempunyai
Membuka Partisipasi memberikan perhatian perhatian yang besar
Bawahan terhadap kinerja terhadap capaian kinerja
bawahan dalam perwakilan.
mencapai SS/IKU yang
optimal.

- Kalan jarang memantau - Kalan selalu membahas


perkembangan capaian dan mendiskusikan
IKU perwakilan, jarang perkembangan capaian
memberi arahan, dan IKU Perwakilan. Apabila
tidak melakukan reviu terdapat kendala, Kalan
internal secara rutin. secara aktif berupaya
mencarikan jalan keluar.

- Penyusunan target IKU - Penyusunan target IKU


diserahkan sepenuhnya perwakilan dilakukan
ke manajer IKU, tanpa secara bersama-sama
didahului adanya rapat oleh para pejabat
atau diskusi bersama struktural, KTS, dan
antara pejabat struktural. inputer IKU melalui
mekanisme rapat.

- Evaluasi Manajemen - Selain menghadiri FMI,


Kinerja dilakukan oleh menyusun Laporan
manajer IKU dengan Triwulanan, dan LAK,
menghadiri FMI, proses evaluasi terhadap
menyusun laporan capaian IKU Palembang
triwulanan, dan juga dilakukan dalam
menyampaikan LAK. setiap rapat rutin
Rapat khusus untuk struktural (bulanan).
mengevaluasi
pencapaian SS/IKU,
hanya dilakukan satu kali
di akhir tahun.

- Seluruh tugas - Kalan memberikan


pengelolaan IKU instruksi kepada pejabat-
perwakilan hanya pejabat struktural di
dipasrahkan kepada bawahnya agar sama-
manajer dan inputer IKU. sama memantau
perkembangan capaian
IKU, sesuai tugas pokok
dan fungsi mereka
masing-masing.

- Suasana komunikasi di - Dukungan pimpinan BPK


level penunjang (Subbag) Palembang terhadap
sudah cukup bagus. pegawai tidak hanya

96
Intensitas komunikasi diwujudkan dalam
dan koordinasi yang konteks hubungan
masih kurang, dirasakan pekerjaan saja, tetapi
ada di level Sub juga dalam hubungan
Auditorat. personal sehari-hari.

- Family gathering hanya - BPK Palembang telah


dilakukan satu kali; olah beberapa kali
raga bersama, dan acara menyelenggarakan family
kumpul-kumpul informal gathering, buka puasa
hanya dilakukan oleh bersama, halal bihalal,
sekelompok kecil olah raga bersama, dan
karyawan atas inisiatif acara kumpul-kumpul lain
sendiri; buka puasa yang sifatnya informal.
bersama dan halal bihalal
tidak diselenggarakan.

- Saluran komunikasi - Saluran komunikasi yang


memanfaatkan saluran selama ini dimanfaatkan,
formal: surat menyurat, yaitu melalui tatap muka
telepon ruangan, tatap langsung, surat menyurat,
muka langsung saat telepon ruangan, telepon
rapat, dan pengeras pribadi, pengeras suara,
suara. email, SMS, BBM, hingga
grup whatsapp.

3. Komitmen terhadap Tujuan - Pemahaman mengenai - Isu komitmen dan


Berkinerja Tinggi konsep SS/IKU dan pemahaman bersama
komitmen pegawai pegawai tentang peran,
terhadap tujuan tugas pokok, dan fungsi
berkinerja, masih menjadi mereka bagi pencapaian
isu utama yang perlu SS/IKU perwakilan sudah
diperhatikan di BPK tidak menjadi kendala di
Bengkulu. BPK Palembang.

- Setelah target ditetapkan, - Setiap kali rapat rutin


pimpinan struktural tidak struktural dilakukan,
pernah duduk bersama perkembangan posisi
untuk mengkoordinasikan capaian SS/IKU
strategi guna mencapai perwakilan selalu menjadi
target-target tersebut. topik wajib yang dibahas
oleh jajaran pejabat
struktural.

- Kalan kurang begitu - Kalan BPK Palembang


concern dengan IKU sangat concern dengan
perwakilan, selain IKU target-target IKU yang
yang berkaitan dengan sudah ditetapkan dalam
Keuangan. dokumen PKPK.

97
- Penetapan target SS/IKU - Penyusunan target IKU
Bengkulu yang selama ini perwakilan yang dilakukan
diserahkan sepenuhnya secara bersama-sama
kepada manajer, oleh Kalan, Kasetlan,
bukanlah didasari rasa Kasubaud, para
kepercayaan di antara Kasubbag, Ketua Tim
manajemen level atas Senior, dan inputer IKU
kepada manajer IKU, melalui suatu rapat rutin
tetapi dikarenakan menjelang awal tahun,
kurangnya kesadaran menunjukkan adanya
dan komitmen dari para komitmen dan kesadaran
pejabat bahwa tanggung bahwa upaya
jawab pencapaian pengoptimalan capaian
SS/IKU yang optimal IKU perwakilan tidak
merupakan tugas hanya merupakan
bersama yang harus tanggung jawab manajer
diupayakan oleh seluruh dan inputer IKU saja.
anggota organisasi.

Tabel 4.2 - Matriks Perbandingan Iklim Komunikasi dalam Pengimplementasian


Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK pada BPK Bengkulu dan BPK Palembang Tahun 2013

Interaksi dan komunikasi yang kurang intens terutama pada komunikasi


vertikal antara atasan dengan bawahan di BPK Bengkulu membuka peluang
timbulnya „jarak‟ dan kekosongan informasi yang dapat mengganggu hubungan
kerja di antara keduanya. Hubungan yang berjarak antara atasan dengan bawahan,
ditambah dengan adanya kekosongan atau kekurangan informasi dalam
pelaksanaan tugas pencapaian SS/IKU perwakilan, menjadikan meaning para
anggota organisasi terhadap sasaran dan tujuan berkinerja-nya dalam organisasi,
menjadi lemah. Sehingga, kesediaan mereka untuk “diatur/dikoordinasi” oleh
atasan dan komitmen mereka untuk bekerja dengan memaksimalkan potensi yang
dimilikinya bagi organisasi, juga menjadi surut. Ketidakoptimalan koordinasi ini
tercermin dari skor IKU final yang dilaporkan dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja (LAK) Perwakilan tahun 2013 dimana BPK Bengkulu hanya berhasil
mencapai skor IKU sebesar 77,24.

Sementara itu, komunikasi dan koordinasi yang terus dijalin oleh pegawai
di semua lini organisasi kantor perwakilan BPK Palembang melalui agenda

98
formal rapat, workshop, transfer of knowledge, maupun perbincangan informal
(tatap muka langsung dan/atau menggunakan media), mampu memangkas jarak
antara hubungan atasan dengan bawahan, serta menciptakan pemahaman dan
komitmen bersama pegawai terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Sehingga skor
IKU yang menggambarkan prestasi serta produktivitas kinerja perwakilan BPK
Palembang, dapat tercapai dengan optimal yaitu sebesar 94,50 di tahun 2013.

Dilihat dari segi fungsi komunikasi, iklim komunikasi di dalam organisasi


sejatinya memiliki empat fungsi besar, yaitu: (1) fungsi kendali (kontrol-
pengawasan), (2) fungsi motivasi, (3) fungsi pengungkapan emosional, dan
(4) fungsi informasi (Robbins, 2002: 310). Fungsi pertama, komunikasi bertindak
mengendalikan perilaku anggota organisasi dengan beberapa cara. Setiap
organisasi mempunyai hierarki, wewenang, dan garis panduan formal yang harus
dipatuhi pegawai. Bila pegawai diminta menyampaikan setiap keluhan kepada
atasan langsungnya yang berkaitan dengan pekerjaan, sesuai dengan uraian tugas
atau sesuai dengan kebijakan organisasi, maka komunikasi menjalankan fungsi
kontrol dan sekaligus mengendalikan perilaku.

Dalam hal membantu pengembangan motivasi pegawai, iklim komunikasi


organisasi membantu menjelaskan kepada pegawai apa yang harus dilakukan,
seberapa baik pegawai bekerja dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki
kinerja yang di bawah standar. Fungsi selanjutnya, komunikasi bagi pegawai
merupakan sumber pertama untuk interaksi sosial dan mekanisme fundamental di
mana pegawai dapat mengungkapkan kekecewaan dan perasaan puas sebagai
ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. Sedangkan
fungsi terakhir, iklim komunikasi berhubungan dengan peran komunikasi dalam
mempermudah pengambilan keputusan. Iklim komunikasi organisasi yang baik
dapat menyediakan dan memasok informasi yang diperlukan dengan didukung
data aktual dan akurat, guna menghasilkan pilihan-pilihan yang diperlukan dalam
proses pengambilan keputusan.

99
Tidak adanya rapat rutin sebagai media reviu internal, pengkomunikasian
target IKU perwakilan yang hanya dilakukan dengan mengandalkan banner,
masih adanya rasa sungkan manajer dan inputer IKU Bengkulu dalam
berkoordinasi dengan pejabat struktural dan pegawai lainnya, serta terjadinya
kesalahan penginputan data IKU yang terlambat diketahui (baru diketahui di akhir
tahun), sejatinya telah cukup menunjukkan bahwa praktek komunikasi yang
berlangsung di BPK Bengkulu khususnya yang terkait dengan implementasi
program Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK ini, belum dapat secara efektif
memenuhi empat fungsi besar komunikasi sebagaimana dikemukakan oleh
Robbins di atas. Padahal keempat fungsi tersebut sama pentingnya bagi upaya
pencapaian tujuan dan sasaran strategis BPK RI. Tidak ada satu fungsi pun yang
dapat dikatakan lebih penting dari yang lainnya. Sebab untuk dapat mencapai
kinerja yang efektif (SS/IKU optimal), organisasi kantor perwakilan BPK perlu
mengontrol perilaku pegawainya, memotivasi, mewadahi ekspresi perasaan
pegawai dan membuat keputusan yang berorientasi pada pencapaian tujuan
organisasi.

a. Transparansi versus Distrust

Transparansi informasi mengenai implementasi program Manajemen


Kinerja Perwakilan di BPK Bengkulu diupayakan melalui adanya rapat struktural
akhir tahun yang membahas mengenai SS/IKU, serta pemasangan banner yang
berisi target IKU Perwakilan di dua titik lokasi di kantor BPK Bengkulu, yaitu di
dekat mesin absen dan di lorong tangga menuju lantai dua. Namun, pelaksanaan
rapat pembahasan SS/IKU yang hanya satu kali dalam setahun dan pemasangan
banner yang pada kenyataannya tidak pernah terbaca oleh mayoritas pegawai,
tentu saja belum dapat memenuhi kebutuhan informasi pegawai mengenai konsep
Manajemen Kinerja Perwakilan BPK RI dan bagaimana peran pegawai dalam
pengimplementasian program Manajemen Kinerja tersebut.

“Sosialisasi SS/IKU ke seluruh pegawai sebenarnya perlu sekali, supaya


tahu. Karena SS kan menyangkut kinerja ya. Dimana besaran IKU
merupakan hasil penjabaran visi dan misi BPK Wide yang tertuang dalam
Renstra, sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja

100
pelaksana. Jadi untuk mengukur sejauhmana kinerja suatu perwakilan,
bisa dilihat dari pencapaian skor IKU-nya. Manakala setiap pegawai
pelaksana mengetahui bahwa ia punya target kerja yang harus dicapai,
tentunya akan sangat baik sehingga dia dapat berupaya untuk bekerja
dengan mencapai target yang direncanakannya itu”. (Abidin, 250315 -
Kasetlan Bengkulu & manajer IKU Bengkulu Tahun 2014)

Komunikasi dan koordinasi yang terkadang kurang efektif antara manajer


IKU Bengkulu dengan para pejabat struktural ini diakui oleh manajer selain
karena pihaknya kurang membuka komunikasi dengan pejabat unit-unit kerja
terkait, juga disebabkan masih adanya distrust dari beberapa pejabat pada
kemampuan manajer dalam mengelola kinerja perwakilan. Apalagi mengingat
manajer IKU Bengkulu tahun 2013 dijabat oleh Kasubbag Sekretariat Kepala
Perwakilan (Kasubbagset Kalan) yang merupakan pejabat eselon IV.

Di Bengkulu, penyusunan target IKU Tahun 2013 diserahkan sepenuhnya


kepada manajer IKU, tanpa didahului adanya rapat atau diskusi bersama antara
Kepala Perwakilan dengan pejabat struktural lainnya. Mekanisme penetapan
target SS/IKU yang dipasrahkan sepenuhnya ke manajer IKU ini, bukanlah
didasari adanya rasa kepercayaan di antara manajemen level atas kepada manajer
IKU. Akan tetapi dikarenakan kurangnya kesadaran dan komitmen dari para
pejabat bahwa tanggung jawab pencapaian SS/IKU yang optimal merupakan
tugas bersama yang harus diupayakan oleh seluruh anggota organisasi mulai dari
level pimpinan hingga pegawai pelaksana (bukan hanya tugas manajer dan inputer
IKU semata).

“Tahun 2013 ketika saya menjadi manajer IKU, skor IKU BPK
Bengkulu memang tidak memuaskan. Saya akui kelemahan mungkin ada
di saya karena kurang komunikasi dan kurang punya power untuk
menge-push teman-teman yang lain. Makanya ketika kemudian jabatan
manajer IKU tahun 2014 diserahkan kepada Kasetlan, saya merasa itu
sangat tepat. Secara struktural, dengan kedudukan Kasetlan sebagai
eselon III di kantor ini, beliau lebih punya power dan lebih dipercaya
kemampuannya untuk menggerakkan unit-unit kerja lain. Untuk
implementasi kinerja ini, harus ada komitmen dan kesadaran yang
tumbuh dalam diri pribadi masing-masing dulu, baru kemudian apa yang
disuruh atau diperintahkan itu bisa dilaksanakan dengan baik. Kalau
komitmen dan kesadaran untuk mencapai IKU terbaik tidak dimiliki oleh

101
semua pihak, pasti berapa pun target IKU yang kita tetapkan, akan sulit
terwujud”. (Tulus Budi S. R., 030315 - Manajer IKU Bengkulu)

Kurangnya keterbukaan manajemen BPK Bengkulu kepada pegawai


terhadap informasi yang terkait dengan SS/IKU perwakilan selain tampak dari
tidak diikutsertakannya Ketua Tim Senior (KTS) dan inputer IKU dalam rapat
pembahasan IKU di akhir tahun, juga tampak dari tidak adanya upaya dari Kepala
Perwakilan (Kalan) Bengkulu untuk melakukan evaluasi atau reviu internal
terhadap kinerja bawahannya. Rapat atau pertemuan rutin yang secara khusus
diselenggarakan untuk mengevaluasi pencapaian SS/IKU Bengkulu, belum pernah
dilakukan. Selama tahun 2013 kemarin, pembahasan IKU perwakilan hanya
dilakukan satu kali oleh manajer IKU yaitu pada saat rapat struktural di akhir
tahun sebelum penyusunan LAK. Kalan selaku penanggung jawab pencapaian
kinerja, jarang menanyakan perkembangan capaian IKU perwakilan, baik
bertanya pada manajer, inputer, maupun pejabat struktural yang lainnya.

Senada dengan hal di atas, inputer IKU Bengkulu juga menyatakan bahwa
selama bertugas sebagai inputer, rapat formal untuk mengevaluasi SS/IKU tahun
2013, belum pernah Ia ikuti. Pemantauan terhadap pencapaian SS/IKU perwakilan
hanya didasarkan pada laporan inputer kepada manajer IKU bilamana terdapat
capaian SS/IKU yang belum sesuai target. Selebihnya, manajer hanya sebatas
mengingatkan unit-unit kerja terkait mengenai hal tersebut. Apakah selanjutnya
akan ditindaklanjuti atau tidak, semuanya dikembalikan lagi ke atasan langsung
dari unit kerja itu sendiri. Masukan/saran juga telah beberapa kali disampaikan
kepada unit-unit terkait, namun tidak selalu mendapat feedback yang positif
dikarenakan masih adanya distrust di antara manajer dan atasan langsung unit-unit
kerja (Kasubaud/Kasubbag).

Di BPK Palembang, nilai keterbukaan diwujudkan melalui adanya rapat


rutin bulanan pejabat struktural yang salah satu agendanya adalah membahas
perkembangan capaian IKU perwakilan. Rapat ini sedianya memang
diselenggarakan untuk level pejabat struktural saja, namun Ketua Tim Senior
(KTS) dan inputer IKU selalu diminta hadir agar informasi mengenai SS/IKU

102
perwakilan dapat dibahas secara lebih komprehensif dan memudahkan
manajemen ketika akan berkoordinasi dengan tim pemeriksa. Pada tahap
perencanaan, penyusunan target IKU Perwakilan BPK Palembang juga dilakukan
melalui mekanisme rapat dan diskusi terbuka yang melibatkan seluruh pejabat
struktural, KTS, dan inputer IKU.

Dalam wawancara yang dilakukan peneliti terhadap manajer IKU


Palembang, nilai kepercayaan atasan (manajer) akan kemampuan bawahan
(inputer) tersirat pada pernyataan manajer yang mengakui bahwa selama ini
inputer-lah yang mempunyai peran paling besar dalam proses penghimpunan,
penginputan, sampai dengan penghitungan skor IKU Perwakilan setiap tahunnya.
Selain inputer, para pegawai di masing-masing unit kerja baik unit kerja
pemeriksa (Subaud) maupun unit kerja non pemeriksa (Subbag) juga diakui oleh
manajer IKU Palembang memiliki peran yang krusial dalam upaya pencapaian
SS/IKU perwakilan yang optimal.

“Sejauh ini, peran terbesar dalam proses penghimpunan, penginputan,


sampai dengan penghitungan skor IKU Perwakilan setiap tahunnya, ada
pada inputer. Dapat dikatakan bahwa inputer merupakan tokoh kunci
dalam hal IKU Perwakilan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa
komitmen masing-masing unit kerja dalam menjalankan tupoksi-nya,
akan sangat berpengaruh pada optimal atau tidaknya pencapaian skor
IKU Perwakilan yang dikompilasi oleh inputer. Pegawai pelaksana, baik
pemeriksa maupun non pemeriksa, tentu saja berperan besar, karena
mereka-lah ujung tombak keberhasilan pencapaian sasaran strategis suatu
perwakilan”. (Atik Priatna, 160315 – Manajer IKU Palembang)

Proses evaluasi terhadap pencapaian IKU selalu dibahas bersama hampir


dalam setiap rapat struktural di BPK Palembang. Pihak-pihak yang diikutsertakan
dalam rapat tersebut yaitu para pejabat struktural (Kalan, Kasetlan, Kasubaud,
para Kasubbag), Ketua Tim Senior, dan inputer IKU. Apabila dalam
pengimplementasian kinerja bawahan menemui hambatan/kendala, bawahan
percaya bahwa atasan selalu dapat berupaya memberikan solusi. Selain itu,
walaupun instruksi dari atasan seringkali disampaikan secara umum (tidak
mendetail), bawahan sudah tahu bagaimana harus menyelesaikan tugas/instruksi
tersebut, karena selama ini sudah cukup terbiasa dengan hal itu.

103
“Evaluasi pencapaian IKU selama ini dilakukan pada saat rapat rutin
pejabat struktural. Rapat tersebut dihadiri oleh Kalan, Kasetlan,
Kasubaud, Kasubbag, para Ketua Tim, dan inputer IKU. Pimpinan
struktural di BPK Palembang menaruh kepercayaan yang tinggi kepada
bawahannya. Namun, walaupun bawahan diberikan kebebasan untuk
menyelesaikan tugasnya tanpa adanya instruksi pekerjaan yang detail,
fungsi kontrol yang dimiliki atasan, tetap berjalan dengan baik. Kendala
atau hambatan yang ditemui bawahan selalu mendapatkan solusi dari
atasan”. (Novita F. R., 160315 - Inputer IKU Palembang)

Akses informasi terkait fungsi pemeriksaan dan non pemeriksaan di BPK


Palembang sejauh ini mudah diperoleh. Tergantung dari kemauan masing-masing
pegawai untuk berupaya mencari tahu informasi tersebut. Penyebaran informasi di
BPK Palembang selain dilakukan oleh atasan langsung masing-masing unit kerja
melalui tatap muka langsung, surat menyurat, telepon ruangan, Short Messaging
Service (SMS), dan pengeras suara, juga memanfaatkan komunikasi melalui grup
whatsapp dan BBM. Dengan menggunakan media tersebut, segala informasi
terkait organisasi kantor perwakilan dapat di-share secara cepat dan real time.

“Informasi terkait perkantoran, sejauh ini mudah didapat. Tergantung


pribadi kita masing-masing, apakah punya kemauan untuk mencari tahu
atau tidak. Untuk penyebaran informasi, selain tatap muka langsung,
telepon ruangan, SMS, surat menyurat, dan pengeras suara, kami juga
ada grup whatsapp. Di situ segala informasi terkait kantor dapat di-share
dengan cepat dan real time. Misalnya ada tawaran diklat, nota dinas
Kalan, atau pengaduan-pengaduan yang ada kaitannya dengan
pemeriksaan yang sedang kami lakukan, seringkali di-share di grup
whatsapp itu. Grup ini walaupun sifatnya informal, tapi terbukti efektif
dalam hal penyebaran informasi”. (Lya Angraeni, 170315 – Anggota
Tim Senior Subaud Sumsel II)

Sebagaimana dikemukakan oleh Pace dan Faules (2010) bahwa iklim


komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi cara berperilaku para anggotanya,
kepada siapa mereka berkomunikasi, apa yang mereka rasakan, bagaimana
mereka bekerja, apa yang ingin mereka capai, dan bagaimana mereka beradaptasi
dengan organisasi, atmosfer komunikasi di BPK Bengkulu yang masih
menyiratkan distrust beberapa pejabat struktural terhadap kemampuan manajer
IKU dalam mengelola kinerja perwakilan, turut mempengaruhi perilaku manajer
IKU dalam berorganisasi dan menjalankan tugasnya. Karena merasa kurang

104
dipercaya, manajer menjadi sungkan dan enggan untuk membuka komunikasi
lebih lanjut dengan pejabat-pejabat struktural tersebut. Bila komunikasi vertikal
dalam lingkup manajemen (pimpinan eselon II, eselon III, dan eselon IV) saja
tidak berjalan lancar, maka hampir dapat dipastikan komunikasi vertikal antara
manajemen (pimpinan) dengan bawahan (pelaksana) juga akan mengalami
gangguan atau kemacetan.

Kemacetan komunikasi vertikal dan/atau horizontal yang dibiarkan terjadi


berlarut-larut, akan mengganggu proses pertukaran informasi dalam organisasi.
Padahal, adanya informasi yang relevan dan akurat dalam arus komunikasi di
dalam penyelenggaraan fungsi suatu organisasi, dapat memberikan kontribusi
terhadap prestasi kerja individu dan efektivitas kinerja organisasi tersebut secara
keseluruhan. Dengan adanya informasi dari rekan kerja maupun instruksi dari
atasan, seorang bawahan dapat menyelesaikan tugasnya. Sebaliknya, seorang
atasan membutuhkan informasi agar dapat memberikan feedback berupa evaluasi
kerja kepada bawahannya. Proses yang demikian bersifat resiprokal dan
mempengaruhi hubungan interaksi di antara atasan dengan bawahan. Dan
bilamana proses ini berlangsung secara terus menerus, maka akan terbentuklah
iklim komunikasi pada suatu organisasi (John Trombetta dan Donald Rogers,
1992).

Informasi atau pesan yang mengalir secara bebas dan terkontrol


menunjukkan keterbukaan, akan membentuk iklim komunikasi yang positif dan
mempengaruhi efisiensi pembentukan dan penyampaian pesan. Iklim komunikasi
organisasi yang positif memungkinkan para karyawan atau anggota organisasi
untuk mengutarakan pendapatnya, menyuarakan keluhan, dan memberikan saran
kepada atasan. Selain itu, iklim yang positif dapat membentuk kesepahaman
(mutual understanding) mengenai tujuan organisasi yang berhubungan dengan
tugas masing-masing. Hal tersebut diperlukan agar masing-masing unit kerja
dalam organisasi dapat bekerja secara terstruktur dan terkoordinasi sesuai tujuan
yang telah ditetapkan.

105
Sebaliknya, iklim komunikasi yang negatif akan terbentuk bilamana
interaksi personal antar anggota organisasi kurang intens dilakukan. Secara
psikologis mereka akan cenderung bersifat defensif dan menumbuhkan iklim atau
suasana yang tidak baik dan tidak menyenangkan dalam organisasi. Hal ini akan
memicu terjadinya kesalahpahaman dan ketidakstabilan kinerja organisasi yang
berdampak pada penurunan produktivitas kerja secara keseluruhan. Oleh sebab
itu, hubungan antar anggota organisasi perlu dibangun dengan baik agar mereka
memiliki rasa kebersamaan yang tinggi demi kerjasama tim dan pencapaian
kinerja yang lebih baik.

Selain mengganggu proses pertukaran informasi, kemacetan komunikasi


juga dapat mengakibatkan timbulnya sentimen-sentimen, prasangka, ketegangan,
dan konflik di kalangan anggota pada semua tingkatan atau lini organisasi. Lebih
lanjut, ketidaklancaran dalam komunikasi sangat tidak menguntungkan bagi
efisiensi kerja. Demikian banyak waktu yang tersita sia-sia, pemborosan, dan
perbaikan yang tidak perlu hanya karena informasi yang salah, kekeliruan
bawahan dalam melaksanakan perintah, atau kurangnya pengertian terhadap
instruksi yang diberikan.

b. Dukungan Pimpinan Membuka Partisipasi Bawahan

Berdasarkan penuturan mayoritas narasumber di BPK Bengkulu, iklim


supportiveness dari pimpinan kepada bawahan belum dibangun secara baik oleh
manajemen BPK Bengkulu. Peran Kepala Perwakilan (Kalan) dan pejabat-pejabat
struktural dari masing-masing unit kerja terhadap pencapaian SS/IKU perwakilan
dapat dikatakan masih rendah. Komitmen dan perhatian Kalan untuk
menggerakkan atau memotivasi kinerja bawahannya pun, kurang optimal. Hal ini
terlihat dari dipasrahkannya seluruh tugas pengelolaan IKU perwakilan (mulai
dari tahap perencanaan dan penyusunan target IKU, pelaksanaan/implementasi
IKU, hingga evaluasi dan pelaporan capaian IKU perwakilan Bengkulu), hanya
kepada manajer dan inputer IKU, tanpa adanya arahan atau kontrol secara berkala
dari Kalan.

106
“Selama saya menjadi manajer IKU tahun 2013, peran Kepala
Perwakilan dan pejabat-pejabat struktural yang lain terhadap pencapaian
SS/IKU perwakilan bisa dikatakan masih rendah. Idealnya, peran Kalan
sangatlah penting terutama menjadi penggerak kinerja bawahan-
bawahannya, tapi pada kenyataannya Pak Kalan agak kurang memberi
perhatian ya terhadap upaya pencapaian SS kita. Ketika di akhir tahun
IKU-nya merah/tidak tercapai, barulah kami kena tegur. Kasetlan waktu
itu juga tidak banyak berperan. Semua fungsi pengelolaan dan
penginventarisasian IKU perwakilan diserahkan ke manajer dan inputer.
Tidak ada arahan dari atasan kita harus bagaimana”. (Tulus Budi S. R.,
030315 - Manajer IKU Bengkulu)

Kalan sebagai pimpinan tertinggi organisasi kantor perwakilan BPK


Bengkulu kurang memberikan respon/perhatian terhadap kinerja bawahannya
dalam mencapai SS/IKU yang optimal. Meskipun pada prinsipnya beliau sangat
menginginkan SS/IKU perwakilan Bengkulu ini dapat tercapai maksimal, namun
usaha untuk membimbing dan mengarahkan bawahan-bawahannya secara konkrit,
hampir tidak ada.

Dalam hal pencapaian SS6 tentang “Peningkatan Komunikasi dengan


Stakeholders”, misalnya. Staf pelaksana Subbag Hukum dan Humas BPK
Bengkulu menuturkan bahwa pihaknya selama ini telah menjadwalkan
penyelenggaraan media workshop sebanyak dua kali dalam setahun sesuai target
SS/IKU yang ditetapkan. Namun dalam pelaksanaannya, selalu terkendala
ijin/persetujuan dari Kepala Perwakilan (Kalan) karena Kalan Bengkulu kurang
antusias pada hampir setiap acara yang berhubungan dengan media/jurnalis.
Akhirnya, untuk menyiasati hal tersebut, Kasubbag Hukum dan Humas dibantu
oleh Kasetlan dan Kasubaud berupaya menyelenggarakan media workshop pada
saat Kalan Bengkulu sedang tidak berada di tempat.

“Untuk IKU yang terkait dengan penyelenggaraan media workshop. Kita


tahu bahwa Pak Kalan kurang begitu antusias kalau mengadakan acara
yang berhubungan dengan media (kalangan jurnalis), sementara Renstra
BPK mengharuskan acara media workshop dilaksanakan dua kali dalam
satu tahun, sesuai target IKU yang disepakati perwakilan dengan
Direktorat PSMK. Akhirnya untuk menyiasati itu, dari Kasetlan
mengambil kebijakan untuk mengadakan media workshop pada saat Pak
Kalan tidak berada di kantor (tugas luar). Sejauh ini, karena „kenekatan‟
kita ini pada akhirnya dapat sedikit menyelamatkan IKU kantor, Pak
Kalan belum pernah marah. Tapi kalau seandainya sejak awal kita

107
mengusulkan ke Pak Kalan untuk menyelenggarakan media workshop
tanggal sekian dan tanggal sekian, itu malah pasti bakal dicoret, tidak
disetujui Pak Kalan”. (Yoga N. S., 070415 – Inputer IKU Bengkulu)

Lebih lanjut, konsep antara media workshop yang diselenggarakan oleh


BPK Bengkulu juga ternyata berbeda dengan media workshop yang
diselenggarakan oleh BPK Palembang, walaupun keduanya sama-sama bertujuan
membuka ruang komunikasi antara kantor perwakilan BPK dengan para
pemangku kepentingan. Media workshop yang digagas oleh BPK Bengkulu
diselenggarakan untuk membahas satu topik yang dirasa menarik dan tengah
menjadi perhatian masyarakat serta media massa pada saat itu. Sedangkan media
workshop yang digagas BPK Palembang diselenggarakan untuk mengekspos atau
memaparkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK Palembang pada
semester I dan semester II. Selain dapat mencapai target IKU 6.1 tentang Jumlah
media workshop per tahun, media workshop yang dilaksanakan setiap semester ini
juga dapat berfungsi sebagai sarana bagi BPK Palembang memenuhi tanggung
jawabnya sebagai badan publik, yaitu untuk menyediakan informasi yang
transparan bagi semua pemangku kepentingan.

Pengertian media workshop sendiri menurut POS Manajemen Kinerja


Berbasis SIMAK adalah kegiatan pertemuan dengan media massa untuk
memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hasil pemeriksaan
sehingga diharapkan media massa tersebut dapat memberikan informasi yang
akurat, lengkap, objektif dan berimbang kepada masyarakat. Biasanya, media
workshop dilakukan segera setelah hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga
perwakilan. Kriteria atau konsep media workshop, yaitu: (1) merupakan
pertemuan dengan para wartawan untuk memberikan penjelasan secara
menyeluruh mengenai hasil-hasil pemeriksaan BPK RI; (2) pemaparan hasil
pemeriksaan dalam workshop disampaikan oleh pejabat BPK RI; dan (3) dihadiri
oleh para wartawan/reporter dari media cetak dan elektronik. Bila merujuk pada
pengertian dan kriteria media workshop di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan
media workshop yang digagas BPK Bengkulu tidak selaras dengan konsep media
workshop yang diatur dalam POS Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK. Dan

108
berdasarkan keterangan dari Kasetlan Bengkulu yang juga manajer IKU tahun
2014, ketidakselarasan konsep media workshop di BPK Bengkulu tersebut masih
berlangsung hingga saat ini tanpa ada pihak yang berinisiatif untuk memperbaiki
atau membenahi ketidaktepatan tersebut.

Dukungan terbesar yang diberikan Kalan Bengkulu terhadap implementasi


Manajemen Kinerja dapat dilihat pada upaya pengoptimalan capaian SS/IKU
yang berhubungan dengan pemanfaatan anggaran keuangan (SS9). Pada tahun
2013 kemarin, mengingat Kepala Perwakilan (Kalan) Bengkulu sangat concern
dengan tingkat penyerapan anggaran perwakilan, maka dalam setiap kesempatan
rapat (terutama yang dilaksanakan di semester II tahun 2013) beliau selalu
memantau dan menanyakan perkembangannya kepada Kasubbag Keuangan.
Bilamana terdapat unit kerja yang tingkat pemanfaatan anggarannya belum
maksimal, beliau akan mengingatkan Kasubbag dari unit-unit kerja tersebut
supaya segera meningkatkan penyerapan anggarannya. Bahkan dalam rangka
memaksimalkan tingkat pemanfaatan anggaran pemeriksaan, Kalan Bengkulu
seringkali memaksimalkan jumlah hari dan jumlah personil dalam setiap
penugasan pemeriksaan.

“Secara umum bisa dikatakan dari sekian banyak IKU perwakilan,


mungkin Pak Kalan paling concern dengan IKU yang berkaitan dengan
realisasi anggaran ya. Kalau sudah berhubungan dengan realisasi
anggaran, Pak Kalan selalu wanti-wanti kita supaya jangan sampai
rendah, harus maksimal. Dalam rapat struktural terutama menjelang akhir
tahun, beliau pasti menanyakan posisi realisasi anggaran kita ke
Kasubbag Keuangan. Kalau ada yang belum maksimal, beliau pasti
mengingatkan supaya segera ditingkatkan penyerapannya. Makanya pada
saat penyusunan tim pemeriksaan, beliau selalu memaksimalkan jumlah
hari dan personil tim pemeriksaan. Salah satu tujuannya kan itu. Untuk
memaksimalkan pemanfaatan anggaran pemeriksaan”. (Yoga N. S.,
070415 – Inputer IKU Bengkulu)

Di Palembang, dukungan pimpinan terhadap implementasi Manajemen


Kinerja Perwakilan yang dikelola oleh manajer dan inputer IKU, tampak dalam
setiap rapat rutin pejabat struktural. Dalam rapat tersebut, Kalan sebagai
pemegang komitmen pencapaian kinerja perwakilan selalu membahas dan
mendiskusikan bersama bagaimana posisi/perkembangan capaian SS Perwakilan

109
pada saat itu, IKU mana saja yang sudah tercapai, IKU mana saja yang belum
optimal, dan apa kendala atau hambatan yang ditemui selama proses implementasi
SS/IKU tersebut. Apabila manajer, inputer, atau unit-unit kerja menemui kendala
terkait pencapaian SS/IKU perwakilan, Kalan selalu berupaya mencarikan jalan
keluar. Bahkan bila sampai harus mengklarifikasi ke Kantor Pusat, beliau juga
tidak segan melakukannya, semata-mata demi kepentingan kantor.

“Kontribusi Kalan dalam pencapaian SS, sangat baik sekali ya. Beliau
dapat dikatakan aware dan care. Perhatian beliau terhadap kinerja
bawahannya juga sangat besar. Hampir dalam setiap rapat struktural, Pak
Kalan selalu menanyakan perkembangan capaian SS/IKU perwakilan
kita sudah sejauhmana, IKU apa yang sudah tercapai, IKU apa yang
masih belum optimal, jika ada kendala, dimana kendalanya, dan
sebagainya. Pihak-pihak yang diikutsertakan di antaranya Kasetlan,
Kasubaud, para Kasubbag, Ketua Tim Senior, dan inputer IKU”.
(Fitriana D. S., 160315 - Inputer IKU Palembang)

Kepala Sekretariat Perwakilan (Kasetlan) Palembang memberikan


dukungan terhadap upaya pencapaian SS/IKU perwakilan melalui
pengkoordinasian kinerja Subbag-Subbag yang berada di bawah
kepemimpinannya. Kepala Sub Auditorat (Kasubaud) mewujudkan dukungannya
melalui pengkoordinasian kinerja pemeriksa (auditor) yang berada di bawah
kepemimpinannya. Sedangkan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) berkontribusi
sesuai peran, tugas pokok, dan fungsinya masing-masing. Kasubag Umum dan TI,
berperan dalam mengoptimalkan pencapaian SS/IKU yang berkaitan dengan
pemanfaatan TI dan sarana prasarana di lingkungan perwakilan. Kasubbag
Keuangan, berkontribusi terhadap pengoptimalan capaian SS/IKU yang berkaitan
dengan pemanfaatan anggaran perwakilan, dan seterusnya.

“Untuk Kasetlan, dalam hal pencapaian sasaran strategis perwakilan,


sejauh ini membantu mengkoordinasikan anak buahnya agar segera
melengkapi dokumen-dokumen IKU yang belum disampaikan ke
inputer. Kalau untuk Kasubag, selain Kasubagset Kalan yang berperan
sebagai manajer IKU, peran atau kontribusi Kasubbag yang lain ya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Pegawai
pelaksana, baik pemeriksa maupun non pemeriksa, juga berperan besar,
karena mereka-lah ujung tombak keberhasilan pencapaian sasaran
strategis suatu perwakilan. Mereka paham betul dengan tupoksi masing-
masing. Apa saja tugas dan tanggung jawab mereka, laporan-laporan apa

110
yang harus dibuat, dokumen-dokumen apa saja yang harus disusun dan
disampaikan kepada kami secara rutin, dan sebagainya. Kalau ternyata
masih ada beberapa lampiran IKU yang belum lengkap, begitu kami
sampaikan, respon mereka juga selalu cepat. Saya kira hal-hal seperti itu
yang sangat membantu kinerja manajer dan inputer IKU Perwakilan“.
(Atik Priatna, 160315 – Manajer IKU Palembang)

Berbeda dengan BPK Bengkulu, penentuan target SS/IKU perwakilan


Palembang dilakukan secara bersama-sama oleh Kalan, Kasetlan, Kasubaud, para
Kasubbag, KTS, dan inputer IKU melalui suatu diskusi terbuka dalam rapat rutin
menjelang awal tahun. Lebih lanjut, dukungan pimpinan BPK Palembang
terhadap pegawai tidak hanya diwujudkan dalam konteks hubungan pekerjaan
saja, tetapi juga dalam hubungan personal sehari-hari. Untuk meningkatkan rasa
kebersamaan dan mempererat kekeluargaan antar pegawai, BPK Palembang telah
beberapa kali menyelenggarakan acara seperti family gathering sebanyak dua kali
di tahun 2013 kemarin, buka puasa bersama, halal bihalal, olah raga bersama, dan
acara kumpul-kumpul lain yang sifatnya informal. Selain itu, saluran komunikasi
yang selama ini dimanfaatkan baik melalui tatap muka langsung, surat menyurat,
telepon ruangan, telepon pribadi, pengeras suara, email, SMS, BBM, hingga grup
whatsapp, dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan komunikasi di lingkungan
kantor BPK Palembang, dan menjadikan akses informasi terkait organisasi BPK,
terbuka bagi siapa saja.

“Komunikasi informal di luar urusan pekerjaan juga sering dilakukan.


Sehingga saya merasa bahwa kehadiran saya di kantor ini dianggap
penting tidak hanya oleh atasan tapi juga oleh rekan-rekan yang lain.
Dalam menjalankan tugas, atasan langsung seringkali menjalankan
fungsinya sebagai pengawas. Tapi bila memang diperlukan, beliau tidak
segan-segan turun tangan ikut membantu bekerja. Kalau upaya khusus
untuk menumbuhkan rasa kebersamaan, misalnya seperti family
gathering dua kali setahun, buka puasa bersama, halal bihalal, semuanya
memang sudah menjadi agenda rutin di kantor ini. Antar pegawai sudah
merasa seperti keluarga”. (Farah S., 170315 - Staf Subbag Keuangan
BPK Palembang)

Peran Kalan terhadap penciptaan iklim komunikasi yang mendukung


pencapaian tujuan organisasi memang tidak dapat dinafikkan. Utamanya untuk
mendorong pencapaian SS/IKU perwakilan yang optimal, hubungan kinerja yang

111
didasari kedekatan interpersonal antara pimpinan dengan bawahan terlebih dahulu
harus terjalin kuat. Kalan dan pimpinan unit-unit kerja yang lain harus sadar betul
arti penting pegawai sebagai aset organisasi dalam proses pencapaian SS/IKU
yang optimal. Di samping itu, Kalan juga harus berkomitmen bahwa SS/IKU
perwakilan ini bukan sekedar gengsi Kalan semata, tetapi juga manifestasi dari
akuntabilitas kinerja organisasi kantor perwakilan kepada stakeholder (para
pemangku kepentingan) baik internal maupun eksternal. Dukungan unsur
pimpinan terhadap tugas manajer dan inputer IKU, di antaranya diwujudkan
dengan pemberian pemahaman mengenai konsep Manajemen Kinerja (SS/IKU)
Perwakilan kepada pegawai pelaksana di lingkungan unit kerjanya masing-
masing, dan dilakukannya reviu/kontrol internal terhadap kinerja bawahan secara
periodik.

Selain unsur pimpinan, manajer dan inputer IKU sebagai pengelola kinerja
perwakilan juga harus paham benar apa tugasnya, bagaimana perannya dalam
manajemen kinerja perwakilan, apa saja target yang ingin dicapai perwakilan, dan
bagaimana cara mencapai target-target tersebut. Manajer dan inputer harus
mampu bekerja sama, secara pro aktif mengingatkan masing-masing unit kerja
agar mengumpulkan data IKU secara lengkap dan tepat waktu ke inputer dan/atau
manajer, serta tidak segan-segan mengarahkan dan memberi masukan pada unit-
unit kerja mengenai bagaimana caranya supaya mereka dapat mencapai target
IKU-nya secara optimal.

Dengan adanya dukungan dan perhatian dari pimpinan, manajer dan


inputer IKU akan lebih termotivasi dalam menjalankan tugasnya karena merasa
dihargai dan tidak merasa bekerja sendirian. Lebih lanjut, proses komunikasi dan
koordinasi antara manajer dan inputer dengan unsur pimpinan, serta antara
manajer dan inputer dengan pegawai pelaksana di masing-masing unit kerja juga
akan lebih mudah dilakukan. Komunikasi dan koordinasi yang berjalan baik
antara pimpinan, manajer, inputer, dan pegawai pelaksana di masing-masing unit
kerja ini selanjutnya dapat meningkatkan pemahaman serta komitmen bawahan

112
untuk ikut berpartisipasi mengoptimalkan pencapaian SS/IKU perwakilan, sesuai
peran dan fungsinya dalam organisasi.

c. Komitmen terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi

Pemahaman mengenai konsep SS/IKU dan komitmen pegawai terhadap


tujuan berkinerja, masih menjadi isu utama yang perlu diperhatikan oleh segenap
pimpinan di BPK Bengkulu. Kurang optimalnya implementasi Manajemen
Kinerja Perwakilan BPK Bengkulu di tahun 2013 kemarin, selain disebabkan
ketidaklancaran komunikasi antara manajer dengan inputer, unsur pimpinan, dan
pegawai pelaksana, juga disebabkan kurangnya komitmen pegawai terhadap
pelaksanaan peran, tugas, dan fungsinya masing-masing dalam organisasi.

“Hambatan terbesar dan yang paling mendasar, saya pikir memang di


pemahaman pegawai ya. Pegawai baik pemeriksa maupun non pemeriksa
belum sepenuhnya paham tentang peran dan hubungan antara kinerja
mereka dengan pencapaian SS/IKU perwakilan. Bahkan mungkin tidak
terpikirkan oleh mereka bahwa jika satu individu pegawai itu tidak
menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, hal itu akan
berdampak pada kinerja perwakilan secara keseluruhan”. (M. Taufan,
270315 - Inputer IKU Bengkulu)

Dalam proses perencanaan misalnya, penentuan target IKU Bengkulu


yang hanya dilakukan oleh manajer tanpa adanya proses diskusi dan kontrol dari
Kalan, Kasetlan, Kasubaud dan Kasubbag, menunjukkan kurangnya komitmen
dari unsur pimpinan untuk mendukung tugas manajer IKU dalam mengelola
kinerja perwakilan. Kemudian dalam proses pelaksanaannya, setelah target IKU
ditetapkan dalam dokumen Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK),
pimpinan struktural juga tidak pernah duduk bersama untuk mengkoordinasikan
(baik koordinasi di level pejabat struktural maupun koordinasi dengan pelaksana
di unit kerjanya masing-masing) bagaimana strategi yang akan dilakukan guna
mencapai target-target tersebut. Bahkan menurut penuturan inputer IKU
Bengkulu, masih ada beberapa pejabat yang tidak memahami apa itu IKU.
Padahal, setiap pimpinan mulai dari tingkat atas, menengah, sampai dengan
tingkat bawah, sudah seharusnya memahami tentang tujuan (SS/IKU) yang
hendak dicapai oleh organisasinya. Sehingga bilamana organisasi menemui

113
masalah, pimpinan tersebut dapat mengambil langkah-langkah perbaikan sebelum
dampak dari adanya permasalahan tersebut semakin meluas.

“Sejak awal perencanaan kita memang tidak matang. Usulan target itu
kan kita sendiri yang mengajukan. Istilahnya kalau kita sendiri yang mau
pasang target segitu, berarti kita harus punya komitmen dan strategi-
strategi bagaimana untuk mencapai target yang kita usulkan itu. Sehingga
ketika pelaksanaan, kita sudah tidak kebingungan lagi. Kemudian pada
tahap pelaksanaan, saya merasa masih kurang perhatian dari pejabat-
pejabat struktural. Kadang struktural malah ada yang tidak paham apa itu
IKU. Jadi kalau menurut saya, faktor pemahaman dari struktural sendiri
mungkin masih kurang. Sehingga perhatian dan komitmen untuk sama-
sama berupaya memaksimalkan skor IKU, jadi kurang kuat”. (Yoga N.
S., 070415 – Inputer IKU Bengkulu)

Lebih lanjut, komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi yang dimiliki


pimpinan tentunya tidak akan berarti apabila bawahan di tingkat pelaksana tidak
memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan komitmen tersebut. Disinilah
peran pimpinan untuk memotivasi dan menggerakkan kinerja bawahannya,
diperlukan. Manakala setiap pegawai pelaksana mengetahui bahwa ia memiliki
target yang harus dicapai, tentunya akan sangat baik sehingga mereka dapat
berupaya untuk bekerja dengan sungguh-sungguh mencapai target yang
direncanakannya itu.

Terkait dengan penyelenggaraan fungsi strategis BPK di bidang


pemeriksaan, sejak tahap perencanaan yaitu ketika dokumen Program
Pemeriksaan (P2) disusun, Ketua Tim beserta anggotanya telah menetapkan
waktu pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, dan harapan
penugasannya. Target-target tersebut sejatinya merupakan wujud pernyataan
komitmen dari Penanggung Jawab pemeriksaan, Pengendali Teknis pemeriksaan,
Ketua Tim pemeriksaan, sampai dengan Anggota Tim pemeriksaan, bahwa
mereka akan melakukan pemeriksaan selama kurun waktu tertentu untuk
mencapai tujuan dan harapan sebagaimana ditentukan dalam dokumen P2.
Dengan ditetapkannya target-target tersebut dalam P2, diharapkan seluruh
pemeriksa (anggota tim) memahami dan berkomitmen kuat untuk menjalankan
tugasnya sesuai P2, dan tidak bekerja seenaknya. Namun dalam pelaksanaannya,

114
meskipun target telah secara jelas ditetapkan, tetapi karena komitmen dan
pemahaman pribadi pemeriksa terhadap target IKU tersebut masih kurang, atau
boleh jadi sebenarnya komitmen pemeriksa terhadap target IKU tersebut sudah
ada, pemeriksaan dan pelaporan juga sudah selesai dilaksanakan, tetapi karena
reviu dari Pengendali Teknis atau Penanggung Jawab yang berlangsung berlarut-
larut, sehingga SS/IKU kinerja fungsional pemeriksaan di BPK Bengkulu di tahun
2013, pada akhirnya tetap tidak tercapai.

“Pegawai pemeriksa perannya lebih kepada pelaksanaan IKU yang


terkait dengan pemeriksaan. Target-target IKU yang terkait dengan
pemeriksaan secara informal sudah sering kita sampaikan ke ketua tim,
walaupun tidak secara langsung ke pemeriksa yang bersangkutan. Tapi
memang pada akhirnya semua pelaksanaan aturan/kebijakan yang terkait
dengan IKU dan target-target pencapaian IKU kan ujung tombaknya ke
masing-masing pemeriksa ya. Jadi selama para pemeriksa berpegang
pada aturan-aturan itu dan menjalankan pemeriksaan dengan baik sesuai
Pedoman Pemeriksaan (P2), Pedoman Manajemen Pemeriksaan (PMP),
dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), secara langsung
mereka sudah berperan dalam upaya pengoptimalan pencapaian IKU
perwakilan”. (M. Taufan, 270315 - Inputer IKU Bengkulu)

Pada implementasi Manajemen Kinerja di BPK Palembang, tidak ada


aturan/kebijakan yang secara khusus dibuat dalam rangka mengoptimalkan
pencapaian SS/IKU Perwakilan. Dalam menjalankan komitmen pencapaian SS
Perwakilan, manajemen BPK Palembang hanya berpedoman pada aturan-aturan
yang telah disusun dan ditetapkan oleh BPK Pusat, baik aturan-aturan yang
dikeluarkan oleh Auditorat untuk Sasaran Strategis (SS) yang berkaitan dengan
pemeriksaan, maupun aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Sekretariat Jenderal
BPK untuk SS yang berkaitan dengan kegiatan non pemeriksaan (penunjang dan
pendukung).

Secara spesifik, BPK Palembang juga tidak melakukan upaya-upaya


khusus demi mencapai SS/IKU yang optimal. Menurut penuturan manajer IKU
Palembang, hal ini dikarenakan pada prinsipnya, apabila masing-masing unit kerja
memiliki komitmen yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing, secara langsung mereka telah berkomitmen dalam pengoptimalan
pencapaian SS/IKU perwakilan. Meskipun apabila ditanya secara personal, besar

115
kemungkinan hanya beberapa pegawai saja yang memahami secara komprehensif
dan detil, apa itu SS/IKU perwakilan di BPK Palembang.

Kepala Perwakilan (Kalan) Palembang selaku pimpinan tertinggi di


organisasi, memiliki komitmen yang kuat terhadap pencapaian kinerja perwakilan
yang optimal. Hal ini tampak setiap kali rapat rutin struktural dilakukan, dimana
perkembangan posisi capaian SS/IKU perwakilan selalu menjadi topik wajib yang
disinggung atau dibahas oleh jajaran pejabat struktural. Sementara itu, komitmen
pegawai BPK Palembang untuk mendukung pencapaian SS/IKU perwakilan yang
optimal diwujudkan melalui sikap kooperatif pegawai di masing-masing unit kerja
dalam merespon setiap permintaan data dari manajer dan/atau inputer IKU.
Sebagaimana dikemukakan oleh inputer IKU Palembang, sikap kooperatif yang
ditunjukkan pegawai BPK Palembang ini dikarenakan kesadaran mereka bahwa
upaya pengoptimalan capaian IKU perwakilan merupakan tanggung jawab
bersama seluruh pegawai.

“Kalau di perwakilan Palembang ini, walaupun mungkin tidak pernah


ada sosialisasi resmi dari Kalan ke seluruh pegawai mengenai apa dan
berapa target SS/IKU kita, teman-teman sudah banyak yang aware
dengan IKU. Bahkan, kadang sebelum ditagih oleh kami, mereka sudah
banyak yang mengumpulkan dokumen pendukung IKU. Mungkin karena
manajer dan inputer-nya aktif dan komunikasi kami dengan teman-teman
yang lain juga jalan, ditambah lagi dengan atasan-atasan langsung yang
mendukung tugas kami dalam menginventarsir IKU perwakilan. Jadi,
Alhamdulillah semuanya lancar dan berjalan baik”. (Luki P., 160315 -
Inputer IKU Palembang)

Mayoritas narasumber di Palembang menyatakan bahwa faktor yang


menjadi keunggulan/kekuatan BPK Palembang sehingga dapat mencapai skor
IKU yang maksimal yaitu karena semua unit kerja memiliki komitmen yang kuat
untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik, sama-sama berupaya semaksimal
mungkin untuk mencapai kinerja kantor yang optimal, semuanya saling
mendukung dan saling support satu sama lain. Tidak ada unit kerja yang
kooperatif dan tidak kooperatif, karena semua unit kerja sangat kooperatif.

116
Para narasumber di BPK Palembang juga menuturkan bahwa tanpa adanya
kerja tim yang kompak, mustahil SS/IKU perwakilan dapat tercapai maksimal
seperti sekarang. Kesadaran semacam ini haruslah tetap dipupuk secara intensif.
Seluruh pegawai di semua lini harus ambil bagian dan berpartisipasi secara aktif
dalam membentuk masa depan organisasinya, sehingga tidak hanya bergantung
pada beberapa orang saja. Jika tujuan atau sasaran suatu organisasi akan
direalisasikan, maka semua anggota organisasi harus bekerja sama untuk
mewujudkannya. Lebih lanjut, komunikasi dan koordinasi antara sesama pegawai
di semua lini organisasi merupakan syarat mutlak terpeliharanya komitmen
berkinerja yang tinggi, bahkan pada masa-masa yang sulit (krisis) sekalipun.
Setiap pegawai harus mengetahui dan memahami tujuan atau sasaran yang hendak
dicapai oleh organisasinya. Karena dengan itu, potensi/kemampuan, energi, dan
pengetahuan yang dimilikinya dapat diarahkan secara lebih efektif menuju
pencapaian sasaran organisasi yang telah ditetapkan.

Penyusunan dan penetapan target SS/IKU Bengkulu yang dilakukan tanpa


melalui mekanisme rapat, tidak adanya arahan atau instruksi yang jelas dari
pejabat struktural terkait pelaksanaan kinerja bawahan, belum dilakukannya
pemantauan atau evaluasi internal secara berkesinambungan terhadap capaian
kinerja (SS/IKU) Perwakilan, masih adanya distrust dari pejabat struktural
terhadap kemampuan manajer IKU Bengkulu dalam mengelola kinerja
perwakilan, fungsi transmisi informasi atasan kepada bawahan yang belum
sepenuhnya berjalan, serta pemahaman dan komitmen anggota organisasi (atasan
dan bawahan) terhadap peran tugas dan fungsinya dalam pencapaian kinerja
organisasi yang masih harus diperkuat, menunjukkan bahwa manajemen BPK
Bengkulu belum maksimal dalam menghadirkan nilai-nilai dukungan,
kepercayaan, keterbukaan, partisipasi pembuatan keputusan, dan komitmen
terhadap tujuan berkinerja tinggi dalam atmosfer (iklim) komunikasi yang
berkembang di organisasinya. Untuk memaksimalkan pencapaian kinerja
(SS/IKU) perwakilan, manajer dan inputer IKU Bengkulu memang telah berupaya

117
mengingatkan masing-masing unit kerja mengenai target kinerja dan tanggung
jawab penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki “Bagian”-nya.
Selain itu, saran/masukan yang dirasa dapat membantu pencapaian target kinerja
Subbag/Subaud juga telah beberapa kali disampaikan. Namun, apakah selanjutnya
akan ditindaklanjuti atau tidak, semuanya dikembalikan lagi ke atasan langsung
dari unit kerja itu sendiri. Proses komunikasi formal dengan mengikuti arah aliran
struktur dalam organisasi di BPK Bengkulu sejatinya bukan merupakan suatu
masalah dan dapat dimanfaatkan untuk membantu upaya pencapaian sasaran
strategis organisasi kantor perwakilan. Asalkan didukung dengan adanya
mekanisme (Prosedur Operasional Standar/POS) yang jelas, saluran komunikasi
yang reliabel, serta sikap terbuka pimpinan dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan bawahan. Selain itu, kegiatan-kegiatan diluar penyelenggaraan tupoksi
yang sifatnya menumbuhkan kebersamaan dan keakraban di antara anggota
organisasi BPK Bengkulu, perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

Pengoptimalan capaian kinerja (sasaran strategis) BPK Palembang,


diupayakan oleh manajemen melalui: (1) adanya rapat penyusunan dan penetapan
target SS/IKU setiap menjelang awal tahun yang diikuti seluruh pejabat struktural,
KTS, dan inputer IKU, (2) pemberian pengarahan atau instruksi dari Kalan
kepada pejabat-pejabat struktural di bawahnya agar sama-sama memantau
perkembangan capaian IKU, sesuai tugas pokok dan fungsi dari pejabat struktural
itu masing-masing, (3) diselenggarakannya rapat/diskusi bulanan yang dihadiri
pejabat struktural, KTS, dan inputer IKU guna membahas posisi/perkembangan
capaian SS Perwakilan pada saat itu, IKU mana saja yang belum maksimal, apa
kendalanya, dan bagaimana solusi terbaiknya, (4) optimalisasi pelaksanaan fungsi
informasi dan fungsi kendali (kontrol-pengawasan) oleh Kasubaud dan para
Kasubbag terhadap kinerja bawahannya masing-masing, serta (5) penugasan tiga
orang inputer IKU yang masing-masing memiliki deskripsi pembagian tugas yang
jelas dan tidak tumpang tindih, untuk membantu meringankan tugas pengelolaan
kinerja perwakilan yang diemban oleh manajer IKU. Proses komunikasi dan
koordinasi yang terus menerus dijalin oleh pegawai di semua lini organisasi

118
kantor perwakilan BPK Palembang melalui agenda formal rapat, workshop,
transfer of knowledge, maupun perbincangan informal (tatap muka langsung
dan/atau menggunakan media), terbukti mampu memangkas jarak antara
hubungan atasan dengan bawahan, serta menciptakan pemahaman dan komitmen
bersama pegawai terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Dalam menjalankan
tugas, hubungan personal yang sudah baik ini dapat sangat membantu pada saat
koordinasi masalah pekerjaan. Untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan
mempererat kekeluargaan antar pegawai, BPK Palembang telah beberapa kali
menyelenggarakan acara seperti family gathering, buka puasa bersama, halal
bihalal, olah raga bersama, dan acara kumpul-kumpul lain yang sifatnya informal.
Selain itu, saluran komunikasi yang selama ini dimanfaatkan baik melalui tatap
muka langsung, surat menyurat, telepon ruangan, telepon pribadi, pengeras suara,
email, SMS, BBM, hingga grup whatsapp, dirasa sudah cukup memenuhi
kebutuhan komunikasi di lingkungan kantor BPK Palembang, dan menjadikan
akses informasi terkait organisasi BPK, terbuka bagi siapa saja.

Perkembangan dimensi iklim komunikasi yang meliputi dukungan,


kepercayaan, keterbukaan, partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan komitmen
terhadap tujuan berkinerja tinggi pada BPK Bengkulu dan BPK Palembang
sebagaimana telah diuraikan di atas, telah menunjukkan hubungan keterkaitannya
dengan peran pimpinan (atasan) selaku komunikator dan motivator yang utama
dalam sebuah organisasi. Oleh karenanya gaya atau perilaku pimpinan struktural
(Kalan, Kasubaud, dan Kasubbag) dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
bawahan, ikut menentukan bagaimana iklim komunikasi pada organisasi kantor
perwakilan BPK RI dapat tercipta.

Dalam sebuah teori kepemimpinan yang dikenal dengan istilah Path-Goal


Theory, Robert House menyatakan bahwa merupakan tugas pemimpin untuk
membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah
serta dukungan yang dibutuhkan guna menjamin tujuan mereka sesuai dengan
tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Dan untuk menjalankan
tugas tersebut, seorang pemimpin dapat menjalankan fungsi kepemimpinannya

119
dengan menggunakan empat karakter atau perilaku, yaitu: (1) Directive Leader,
(2) Supportive Leader, (3) Participative Leader; dan (4) Achievement Oriented
Leader, yang keempatnya dapat diterapkan sesuai situasi yang berkembang serta
tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi pada saat itu (Robbins, 2002).

Teori Path-Goal inilah yang telah diterapkan oleh pimpinan struktural


BPK Palembang dalam menciptakan iklim komunikasi yang berkontribusi
terhadap pencapaian sasaran strategis organisasinya. Pada setiap tahap
implementasi Manajemen Kinerja, pejabat struktural BPK Palembang dapat
berperan sebagai Directive Leader yang secara langsung memberikan instruksi
kerja, berbicara mengenai tujuan dan harapan, serta memberikan arahan dan
bimbingan dalam pelaksanaan tugas pegawai di bawahnya. Dapat berperan
sebagai Supportive Leader yang menunjukkan kepekaan, dukungan, dan perhatian
terhadap kebutuhan pegawai yang berada di bawah kepemimpinannya. Dapat
berperan sebagai Participative Leader yang terbuka terhadap adanya forum
diskusi, menghargai kritik, saran, serta masukan dari anggota organisasi yang lain.
Dan dapat berperan sebagai Achievement Oriented Leader yang menetapkan
tujuan kinerja tinggi bagi organisasi serta percaya bahwa bawahan (pegawai
pelaksana) memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan kinerja yang
ditetapkannya tersebut.

Sementara itu, meskipun belum optimal, pimpinan struktural BPK


Bengkulu khususnya manajer IKU telah berupaya menjalankan perannya sebagai
Achievement Oriented Leader yang menetapkan target kinerja (SS/IKU) tinggi
bagi organisasinya, serta menjadi Directive Leader yang berusaha mengingatkan
masing-masing unit kerja terhadap kewajibannya untuk memenuhi target SS/IKU
perwakilan yang telah ditetapkannya itu.

120
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Guna mendapatkan hasil penelitian yang akurat mengenai iklim


komunikasi dalam pengimplementasian Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK
pada BPK Bengkulu dan BPK Palembang Tahun 2013, peneliti telah melakukan
telaah dokumen, observasi langsung, dan wawancara mendalam dengan pihak-
pihak yang mengetahui informasi tentang pelaksanaan program Manajemen
Kinerja di kedua organisasi tersebut, dimulai sejak bulan Februari sampai bulan
April 2015. Dengan mengacu pada data yang berhasil dihimpun tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa iklim komunikasi organisasi yang sarat dengan nilai-nilai
dukungan, partisipasi dalam pembuatan keputusan, kepercayaan, keterbukaan, dan
komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi sebagaimana dikembangkan oleh
manajemen BPK Palembang, mampu membawa atau mengarahkan organisasi
tersebut pada pencapaian kinerja (Sasaran Strategis/SS) yang lebih baik daripada
BPK Bengkulu. Selain itu, faktor kepemimpinan dan konsolidasi internal
organisasi melalui komunikasi dialogis dan terbuka, baik secara formal maupun
informal juga merupakan aspek yang tidak bisa diabaikan.

Interaksi dan komunikasi yang kurang intens terutama pada komunikasi


vertikal antara atasan dengan bawahan di BPK Bengkulu membuka peluang
timbulnya „jarak‟ dan kekosongan informasi yang dapat mengganggu hubungan
kerja di antara keduanya. Hubungan yang berjarak antara atasan dengan bawahan,
ditambah dengan adanya kekosongan atau kekurangan informasi dalam
pelaksanaan tugas pencapaian SS/IKU perwakilan, menjadikan meaning para
anggota organisasi terhadap sasaran dan tujuan berkinerjanya dalam organisasi,
menjadi lemah. Sehingga, kesediaan mereka untuk “diatur/dikoordinasi” oleh
atasan dan komitmen mereka untuk bekerja dengan memaksimalkan potensi yang

121
dimilikinya bagi organisasi, juga menjadi surut. Ketidakoptimalan koordinasi ini
tercermin dari skor IKU final yang dilaporkan dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja (LAK) Perwakilan tahun 2013 dimana BPK Bengkulu hanya berhasil
mencapai skor IKU sebesar 77,24. Sementara itu, komunikasi dan koordinasi
yang terus menerus dijalin oleh pegawai di semua lini organisasi kantor
perwakilan BPK Palembang melalui agenda formal rapat, workshop, transfer of
knowledge, maupun perbincangan informal (tatap muka langsung dan/atau
menggunakan media), terbukti mampu memangkas jarak antara hubungan atasan
dengan bawahan, serta menciptakan pemahaman dan komitmen bersama pegawai
terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Sehingga skor IKU yang menggambarkan
prestasi serta produktivitas kinerja perwakilan BPK Palembang, dapat tercapai
dengan optimal yaitu sebesar 94,50 di tahun 2013.

Lancarnya aliran komunikasi dalam suatu organisasi ditandai dengan


adanya keterbukaan atau transparansi informasi ke seluruh anggota organisasi,
sepanjang informasi tersebut tidak termasuk informasi rahasia dan berkaitan
dengan penyelenggaraan fungsi strategis organisasi. Sebaliknya, ketidakterbukaan
pimpinan dan/atau tidak dilibatkannya bawahan dalam menghadapi situasi yang
berkembang di organisasi menyiratkan adanya distrust yang menghalangi
hubungan koordinasi antara keduanya.

Transparansi informasi mengenai Manajemen Kinerja Perwakilan BPK


Bengkulu diupayakan melalui adanya rapat struktural akhir tahun yang membahas
mengenai SS/IKU dan pemasangan banner yang berisi target IKU Perwakilan di
dua titik lokasi di kantor BPK Bengkulu. Namun, pelaksanaan rapat yang hanya
satu kali dalam setahun dan pemasangan banner yang pada kenyataannya tidak
pernah terbaca oleh mayoritas pegawai, tentu saja belum dapat memenuhi
kebutuhan informasi pegawai mengenai konsep Manajemen Kinerja Perwakilan
BPK RI. Dari pejabat-pejabat struktural yang ada di BPK Bengkulu, sebenarnya
hampir seluruhnya telah mengetahui tentang konsep Manajemen Kinerja dan
SS/IKU perwakilan. Sayangnya, informasi tersebut tidak lantas diteruskan dan
dikoordinasikan ke staf pelaksana yang ada di bawah kepemimpinannya.

122
Penyusunan target IKU Bengkulu Tahun 2013 diserahkan sepenuhnya ke manajer
IKU, tanpa didahului adanya rapat atau diskusi bersama antara Kepala Perwakilan
dengan pejabat struktural lainnya. Mekanisme penetapan target SS/IKU
Perwakilan Bengkulu yang diserahkan sepenuhnya kepada manajer ini, bukanlah
didasari adanya rasa kepercayaan di antara manajemen level atas kepada manajer
IKU. Akan tetapi dikarenakan kurangnya kesadaran dan komitmen dari para
pejabat bahwa tanggung jawab pencapaian SS/IKU yang optimal merupakan
tugas bersama yang harus diupayakan oleh seluruh anggota organisasi mulai dari
level pimpinan hingga pegawai pelaksana (bukan hanya tugas manajer dan inputer
IKU). Suasana komunikasi di kantor perwakilan Bengkulu secara umum sudah
cukup bagus untuk di level penunjang (Subbag). Namun, intensitas komunikasi
dan koordinasi yang masih kurang, justru dirasakan ada di level Sub Auditorat.
Komunikasi dan koordinasi yang terkadang kurang efektif antara manajer IKU
Bengkulu dengan para pejabat struktural diakui oleh manajer selain karena
pihaknya kurang membuka komunikasi dengan pejabat unit-unit kerja terkait, juga
disebabkan masih adanya distrust dari beberapa pejabat pada kemampuan manajer
dalam mengelola kinerja perwakilan.

Di BPK Palembang, nilai keterbukaan diwujudkan melalui adanya rapat


rutin bulanan pejabat struktural yang salah satu agendanya adalah membahas
perkembangan capaian IKU perwakilan. Rapat ini sedianya memang
diselenggarakan untuk level pejabat struktural saja, namun Ketua Tim Senior
(KTS) dan inputer IKU selalu diminta hadir agar informasi mengenai SS/IKU
perwakilan dapat dibahas secara lebih komprehensif dan memudahkan
manajemen ketika akan berkoordinasi dengan tim pemeriksa. Penyusunan target
IKU Perwakilan BPK Palembang juga dilakukan melalui mekanisme rapat dan
diskusi terbuka yang melibatkan seluruh pejabat struktural, KTS, dan inputer
IKU. Nilai kepercayaan atasan (manajer) akan kemampuan bawahan (inputer)
tersirat pada pernyataan manajer IKU Palembang yang mengakui bahwa selama
ini inputer-lah yang mempunyai peran paling besar dalam proses penghimpunan,
penginputan, sampai dengan penghitungan skor IKU Perwakilan setiap tahunnya.

123
Selain inputer, para pegawai di masing-masing unit kerja baik unit kerja
pemeriksa (Subaud) maupun unit kerja non pemeriksa (Subbag) juga diakui oleh
manajer memiliki peran yang krusial dalam upaya pencapaian SS/IKU perwakilan
yang optimal. Proses evaluasi terhadap pencapaian IKU Palembang selalu dibahas
bersama dalam setiap rapat struktural. Apabila dalam pengimplementasian kinerja
bawahan menemui hambatan/kendala, bawahan percaya bahwa atasan selalu
dapat berupaya memberikan solusi.

Dukungan (supportiveness) atasan kepada bawahan dan daya dukung antar


karyawan merupakan salah satu dimensi dalam iklim komunikasi yang harus
diperhatikan. Hal ini mengingat begitu besar implikasinya bagi peningkatan
komitmen dan kesadaran diri pegawai akan makna perannya dalam mendukung
tujuan organisasi. Artinya, dalam konteks organisasi, pemenuhan kebutuhan
pegawai atas dukungan dan pengakuan dalam organisasi secara langsung
mempengaruhi produktivitas dan capaian kerja organisasi secara keseluruhan.

Iklim supportiveness dari pimpinan kepada bawahan belum dibangun


secara baik oleh manajemen BPK Bengkulu. Peran Kepala Perwakilan (Kalan)
dan pejabat-pejabat struktural dari masing-masing unit kerja terhadap pencapaian
SS/IKU perwakilan dapat dikatakan masih rendah. Komitmen dan perhatian
Kalan untuk menggerakkan atau memotivasi kinerja bawahannya pun agak
kurang. Hal ini terlihat dari dipasrahkannya seluruh tugas pengelolaan IKU
perwakilan (mulai dari tahap perencanaan dan penyusunan target IKU,
pelaksanaan/implementasi IKU, hingga evaluasi dan pelaporan capaian IKU
perwakilan Bengkulu), hanya kepada manajer dan inputer IKU, tanpa adanya
arahan atau kontrol secara berkala dari Kalan. Kalan sebagai pimpinan tertinggi
organisasi kantor perwakilan BPK kurang memberikan respon/perhatian terhadap
kinerja bawahannya dalam mencapai SS/IKU yang optimal. Meskipun pada
prinsipnya beliau sangat menginginkan SS/IKU perwakilan Bengkulu ini dapat
tercapai maksimal, namun usaha untuk membimbing dan mengarahkan bawahan-
bawahannya secara kongkrit, hampir tidak ada.

124
Di Palembang, dukungan pimpinan terhadap implementasi Manajemen
Kinerja Perwakilan yang dikelola oleh manajer dan inputer IKU, tampak dalam
setiap rapat rutin pejabat struktural. Dalam rapat tersebut, Kalan sebagai
pemegang komitmen pencapaian kinerja perwakilan selalu membahas dan
mendiskusikan bersama bagaimana posisi/perkembangan capaian SS Perwakilan
pada saat itu, IKU mana saja yang sudah tercapai, IKU mana saja yang belum
optimal, dan apa kendala atau hambatan yang ditemui selama proses implementasi
SS/IKU tersebut. Apabila manajer, inputer, atau unit-unit kerja menemui kendala
terkait pencapaian SS/IKU perwakilan, Kalan selalu berupaya mencarikan jalan
keluar. Lebih lanjut, dukungan pimpinan BPK Palembang terhadap pegawai tidak
hanya diwujudkan dalam konteks hubungan pekerjaan saja, tetapi juga dalam
hubungan personal sehari-hari. Untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan
mempererat kekeluargaan antar pegawai, BPK Palembang telah beberapa kali
menyelenggarakan acara seperti family gathering, buka puasa bersama, halal
bihalal, olah raga bersama, dan acara kumpul-kumpul lain yang sifatnya informal.
Selain itu, saluran komunikasi yang selama ini dimanfaatkan baik melalui tatap
muka langsung, surat menyurat, telepon ruangan, telepon pribadi, pengeras suara,
email, SMS, BBM, hingga grup whatsapp, dirasa sudah cukup memenuhi
kebutuhan komunikasi di lingkungan kantor BPK Palembang, dan menjadikan
akses informasi terkait organisasi BPK, terbuka bagi siapa saja.

Pemahaman mengenai konsep SS/IKU dan komitmen pegawai terhadap


tujuan berkinerja, masih menjadi isu utama yang perlu diperhatikan oleh segenap
pimpinan di BPK Bengkulu. Dalam proses perencanaan misalnya, penentuan
target IKU Bengkulu yang hanya dilakukan oleh manajer tanpa adanya proses
diskusi dan kontrol dari Kalan, Kasetlan, Kasubaud dan Kasubbag, menunjukkan
kurangnya komitmen dari unsur pimpinan untuk mendukung tugas manajer IKU
dalam mengelola kinerja perwakilan. Kemudian dalam proses pelaksanaannya,
setelah target IKU ditetapkan dalam dokumen Pernyataan Komitmen Pencapaian
Kinerja (PKPK), pimpinan struktural juga tidak pernah duduk bersama untuk
mengkoordinasikan (baik koordinasi di level pejabat struktural maupun koordinasi

125
dengan pelaksana di unit kerjanya masing-masing) bagaimana strategi yang akan
dilakukan guna mencapai target-target tersebut. Bahkan menurut penuturan
inputer IKU Bengkulu, masih ada beberapa pejabat yang tidak memahami apa itu
IKU. Padahal, setiap pimpinan mulai dari tingkat atas, menengah, sampai dengan
tingkat bawah, sudah seharusnya memahami tentang tujuan (SS/IKU) yang
hendak dicapai oleh organisasinya. Sehingga bilamana organisasi menemui
masalah, pimpinan dapat mengambil langkah-langkah perbaikan sebelum dampak
dari adanya permasalahan tersebut semakin meluas.

Sebaliknya, Kepala Perwakilan (Kalan) Palembang selaku pimpinan


tertinggi di organisasi, memiliki komitmen yang kuat terhadap pencapaian kinerja
perwakilan yang optimal. Hal ini tampak setiap kali rapat rutin struktural
dilakukan, dimana perkembangan posisi capaian SS/IKU perwakilan selalu
menjadi topik wajib yang dibahas bersama oleh jajaran pejabat struktural.
Sementara itu, komitmen pegawai BPK Palembang untuk mendukung pencapaian
SS/IKU perwakilan yang optimal diwujudkan melalui sikap kooperatif pegawai di
masing-masing unit kerja dalam merespon setiap permintaan data dari manajer
dan/atau inputer IKU. Sebagaimana dikemukakan oleh inputer IKU Palembang,
sikap kooperatif yang ditunjukkan pegawai BPK Palembang ini dikarenakan
kesadaran mereka bahwa upaya pengoptimalan capaian IKU perwakilan
merupakan tanggung jawab bersama seluruh pegawai. Mayoritas informan di
Palembang menyatakan bahwa faktor yang menjadi keunggulan/kekuatan BPK
Palembang hingga dapat mencapai skor IKU yang maksimal yaitu karena semua
unit kerja memiliki komitmen yang kuat untuk sama-sama menyelesaikan
tugasnya dengan baik, sama-sama berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai
kinerja kantor yang optimal, semuanya saling mendukung dan saling support satu
sama lain. Tidak ada unit kerja yang kooperatif dan tidak kooperatif, karena
semua unit kerja sangat kooperatif.

Penyusunan dan penetapan target SS/IKU Bengkulu yang dilakukan tanpa


melalui mekanisme rapat, tidak adanya arahan atau instruksi yang jelas dari
pejabat struktural terkait pelaksanaan kinerja bawahan, belum dilakukannya

126
pemantauan atau evaluasi internal secara berkesinambungan terhadap capaian
kinerja (SS/IKU) Perwakilan, masih adanya distrust dari pejabat struktural
terhadap kemampuan manajer IKU Bengkulu dalam mengelola kinerja
perwakilan, fungsi transmisi informasi atasan kepada bawahan yang belum
sepenuhnya berjalan, serta pemahaman dan komitmen anggota organisasi (atasan
dan bawahan) terhadap peran tugas dan fungsinya dalam pencapaian kinerja
organisasi yang masih harus diperkuat, menunjukkan bahwa manajemen BPK
Bengkulu belum maksimal dalam menghadirkan nilai-nilai dukungan,
kepercayaan, keterbukaan, partisipasi pembuatan keputusan, dan komitmen
terhadap tujuan berkinerja tinggi dalam atmosfer (iklim) komunikasi yang
berkembang di organisasinya. Untuk memaksimalkan pencapaian kinerja
(SS/IKU) perwakilan, manajer dan inputer IKU memang telah berupaya
mengingatkan masing-masing unit kerja mengenai target kinerja dan tanggung
jawab penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki “Bagian”-nya.
Selain itu, saran/masukan yang dirasa dapat membantu pencapaian target kinerja
Subbag/Subaud juga telah beberapa kali disampaikan. Namun, apakah selanjutnya
akan ditindaklanjuti atau tidak, semuanya dikembalikan lagi ke atasan langsung
dari unit kerja itu sendiri. Proses komunikasi formal dengan mengikuti arah aliran
struktur dalam organisasi di BPK Bengkulu sejatinya bukan merupakan suatu
masalah dan dapat dimanfaatkan untuk membantu upaya pencapaian sasaran
strategis organisasi kantor perwakilan. Asalkan didukung dengan adanya
mekanisme (Prosedur Operasional Standar/POS) yang jelas, saluran komunikasi
yang reliabel, serta sikap terbuka pimpinan dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan bawahan. Selain itu, kegiatan-kegiatan diluar penyelenggaraan tupoksi
yang sifatnya menumbuhkan kebersamaan dan keakraban di antara anggota
organisasi BPK Bengkulu, perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

Pengoptimalan capaian kinerja (sasaran strategis) BPK Palembang,


diupayakan oleh manajemen melalui: (1) adanya rapat penyusunan dan penetapan
target SS/IKU setiap menjelang awal tahun yang diikuti seluruh pejabat struktural,
KTS, dan inputer IKU, (2) pemberian pengarahan atau instruksi dari Kalan

127
kepada pejabat-pejabat struktural di bawahnya agar sama-sama memantau
perkembangan capaian IKU, sesuai tugas pokok dan fungsi dari pejabat struktural
itu masing-masing, (3) diselenggarakannya rapat/diskusi bulanan yang dihadiri
pejabat struktural, KTS, dan inputer IKU guna membahas posisi/perkembangan
capaian SS Perwakilan pada saat itu, IKU mana saja yang belum maksimal, apa
kendalanya, dan bagaimana solusi terbaiknya, (4) pelaksanaan fungsi kendali dan
informasi oleh Kasubaud dan para Kasubbag terhadap kinerja bawahannya
masing-masing, serta (5) penugasan tiga orang inputer IKU yang masing-masing
memiliki deskripsi pembagian tugas yang jelas dan tidak tumpang tindih, untuk
membantu meringankan tugas pengelolaan kinerja perwakilan yang diemban oleh
manajer IKU. Proses komunikasi dan koordinasi yang terus menerus dijalin oleh
pegawai di semua lini organisasi kantor perwakilan BPK Palembang melalui
agenda formal rapat, workshop, transfer of knowledge, maupun perbincangan
informal (tatap muka langsung dan/atau menggunakan media), terbukti mampu
memangkas jarak antara hubungan atasan dengan bawahan, serta menciptakan
pemahaman dan komitmen bersama pegawai terhadap sasaran dan tujuan
organisasi. Dalam menjalankan tugas, hubungan personal yang sudah baik ini
dapat sangat membantu pada saat koordinasi masalah pekerjaan.

Komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi yang dimiliki pimpinan


tentunya tidak akan berarti apabila bawahan di tingkat pelaksana tidak memiliki
semangat yang sama untuk mewujudkan komitmen tersebut. Disinilah peran
pimpinan untuk memotivasi dan menggerakkan kinerja bawahannya, diperlukan.
Dalam sebuah teori kepemimpinan yang dikenal dengan istilah Path-Goal Theory,
Robert House menyatakan bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu
anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah serta
dukungan yang dibutuhkan guna menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan
kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Dan untuk menjalankan tugas
tersebut, seorang pemimpin dapat menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan
menggunakan empat karakter atau perilaku, yaitu: (1) Directive Leader, (2)
Supportive Leader, (3) Participative Leader; dan (4) Achievement Oriented

128
Leader, yang keempatnya dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi yang
berkembang serta tujuan yang hendak dicapai organisasi pada saat itu.

Teori Path-Goal inilah yang diterapkan oleh pimpinan struktural BPK


Palembang dalam menciptakan iklim komunikasi yang berkontribusi terhadap
pencapaian sasaran strategis organisasinya. Pada setiap tahap implementasi
Manajemen Kinerja, pejabat struktural BPK Palembang dapat berperan sebagai
Directive Leader yang secara langsung memberikan instruksi kerja, berbicara
mengenai tujuan dan harapan, serta memberikan arahan dan bimbingan dalam
pelaksanaan tugas pegawai di bawahnya. Dapat berperan sebagai Supportive
Leader yang menunjukkan kepekaan, dukungan, dan perhatian terhadap
kebutuhan pegawai yang berada di bawah kepemimpinannya. Dapat berperan
sebagai Participative Leader yang terbuka terhadap adanya diskusi, menghargai
kritik, saran, serta masukan dari anggota organisasi yang lain. Dan dapat berperan
sebagai Achievement Oriented Leader yang menetapkan tujuan kinerja tinggi bagi
organisasi serta percaya bahwa bawahan (pegawai pelaksana) memiliki
kemampuan untuk mencapai tujuan kinerja yang ditetapkannya tersebut.

Sementara itu, meskipun belum optimal, pimpinan struktural BPK


Bengkulu khususnya manajer IKU telah berupaya menjalankan perannya sebagai
Achievement Oriented Leader yang menetapkan target kinerja (SS/IKU) tinggi
bagi organisasinya, serta menjadi Directive Leader yang berusaha mengingatkan
masing-masing unit kerja terhadap kewajibannya untuk memenuhi target SS/IKU
perwakilan yang telah ditetapkannya itu.

Meskipun keberadaannya mampu mempengaruhi produktivitas kinerja


anggota organisasi, namun iklim komunikasi bukanlah merupakan satu-satunya
determinan yang menentukan keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan suatu
organisasi. Pada titik tertentu, iklim komunikasi dapat menjadi faktor yang paling
dominan menentukan kinerja organisasi yang satu, namun sebaliknya dapat juga
menjadi faktor yang tidak cukup signifikan mempengaruhi pencapaian kinerja
organisasi yang lain. Lebih lanjut, lingkungan eksternal (administratif, aturan,

129
kebijakan, budaya sosial, ekonomi, teknologi), motivasi organisasi (sejarah, visi,
misi, budaya, insentif/imbalan), dan kapasitas organisasi (strategi kepemimpinan,
sumber daya manusia, manajemen keuangan, struktur organisasi, program
manajemen, infrastruktur, kerjasama kelompok) juga merupakan elemen penting
yang perlu diperhatikan dalam rangka mengoptimalkan kinerja organisasi. Oleh
karenanya, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan baik pada organisasi
yang sama dalam kurun waktu berbeda, maupun pada organisasi yang berbeda
dalam kurun waktu yang sama.

B. SARAN

Dalam pengimplementasian suatu program, komunikasi dan koordinasi


antar unit kerja merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh manajemen dalam
suatu organisasi. Selain dimaksudkan agar seluruh anggota organisasi memiliki
pemahaman yang baik mengenai program yang akan diimplementasikan,
komunikasi dan koordinasi juga diperlukan dalam rangka check and balance
ketika tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program diselenggarakan.
Demikian halnya dengan proses pengimplementasian Manajemen Kinerja di BPK
Bengkulu dan BPK Palembang. Manajer IKU Bengkulu dan Palembang selaku
pengelola kinerja perwakilan, harus senantiasa menjalin hubungan komunikasi
dan koordinasi yang baik dengan para pegawai di semua lini organisasi agar
proses implementasi Manajemen Kinerja di kedua perwakilan tersebut dapat
berjalan optimal.

Proses interaksi dan komunikasi dalam pengimplementasian Manajemen


Kinerja BPK RI di level perwakilan, seyogyanya berlangsung dua arah baik
secara top-down maupun buttom-up. BPK Pusat melalui manajemen (pimpinan
struktural) organisasi kantor perwakilan memiliki tanggung jawab untuk
memberikan pembelajaran kepada anggota organisasi (pegawai)-nya mengenai
apa yang dimaksud dengan Manajemen Kinerja BPK, bagaimana posisi, peran,
dan kontribusi kantor perwakilan terkait dengan program itu, seperti apa

130
gambaran pencapaian Sasaran Strategis (SS)/Indikator Kinerja Utama (IKU)
tahun sebelumnya, bagaimana hasil evaluasi atas pencapaian SS tersebut, SS/IKU
apa saja yang sudah berhasil dicapai dengan baik oleh perwakilan, SS/IKU apa
saja yang masih harus ditingkatkan, apa saja SS yang hendak dicapai perwakilan
pada tahun berikutnya, bagaimana cara mencapai SS tersebut, dan sebagainya.

Sebaliknya, pegawai juga memiliki tanggung jawab untuk terus


meningkatkan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan Manajemen
Kinerja BPK, apa dampak pengimplementasian Manajemen Kinerja BPK dengan
kinerja pegawai, apa yang dimaksud dengan SS/IKU perwakilan, sejauhmana
peran pegawai dalam upaya mengoptimalkan pencapaian SS, kemampuan apa saja
yang harus dimiliki dan ditingkatkan, perilaku negatif apa saja yang harus
ditinggalkan atau dihindari oleh pegawai dalam kaitannya dengan pencapaian
kinerja (SS/IKU) organisasi kantor perwakilan, bagaimana korelasi antara kinerja
pegawai dengan pencapaian SS/IKU perwakilan, dan sebagainya. Tanpa adanya
interaksi dan komunikasi dialogis yang membentuk iklim positif antara pimpinan
manajemen kantor perwakilan dengan pegawai, mutual understanding dan
komitmen bersama dalam implementasi Manajemen Kinerja BPK, menjadi
mustahil untuk tercipta. Akibatnya, proses pencapaian SS perwakilan tidak dapat
berjalan optimal (skor IKU tidak maksimal).

Pencapaian sasaran strategis yang optimal (skor IKU maksimal) di suatu


kantor perwakilan BPK RI, selain merupakan refleksi dari „apik‟-nya kolaborasi
kinerja antara manajer dan inputer IKU, juga sangat ditentukan oleh komitmen
bersama dari seluruh pegawai di masing-masing unit kerja (Sub Auditorat dan
Sub Bagian) dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu,
upaya menumbuhkan komitmen pegawai guna mencapai tujuan dan sasaran
organisasi inilah yang harus senantiasa dikembangkan oleh manajemen BPK
Bengkulu dan BPK Palembang. Untuk dapat menumbuhkan komitmen pegawai
terhadap pencapaian SS/IKU perwakilan, pemahaman yang baik mengenai konsep
SS/IKU terlebih dahulu harus dimiliki oleh para pimpinan. Setelah unsur
pimpinan (Kalan, Kasetlan, Kasubaud,dan Kasubag) memahami konsep SS/IKU,

131
diharapkan mereka menjadi lebih peduli dan concern dengan perannya masing-
masing di dalam organisasi. Pimpinan yang paham dengan peran dan fungsinya,
akan dengan penuh tanggung jawab mengedukasi bawahan-bawahannya dengan
berbagai informasi yang dapat mendukung pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya sehari-hari. Lebih lanjut, pimpinan juga dituntut mampu memotivasi
bawahan agar mereka paham bahwa tugas yang mereka lakukan selama ini
berperan besar dalam pencapaian kinerja perwakilan. Melalui pemahaman yang
baik terhadap konsep SS/IKU serta pemahaman mengenai peran dan fungsi
masing-masing pegawai di semua lini organisasi inilah, penguatan komitmen
terhadap pencapaian kinerja (SS/IKU) perwakilan dapat terealisasi dengan
optimal.

Sebagai tindak lanjut dari peningkatan pemahaman terhadap konsep


Manajemen Kinerja di level pimpinan struktural, penyelenggaraan sosialisasi/in
house training/transfer of knowledge kepada para pegawai di level pelaksana juga
mendesak untuk dilakukan oleh manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang.
Kegiatan ini terutama dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman
mengenai apa yang dimaksud dengan Manajemen Kinerja BPK, apa yang
dimaksud dengan Sasaran Strategis (SS) dan Indikator Kinerja Utama (IKU), apa
saja SS/IKU perwakilan, berapa target SS/IKU yang ingin dicapai, bagaimana
cara mencapainya, dan lain-lain. Informasi ini sangat penting diketahui agar para
pegawai dapat lebih jelas (clear) dalam memposisikan peran, tugas, dan fungsinya
dalam organisasi sehingga diharapkan dapat lebih berkomitmen terhadap
pencapaian kinerja (SS/IKU) itu sendiri.

Dalam proses perencanaan Manajemen Kinerja BPK Bengkulu,


penyusunan dan penetapan target SS/IKU perwakilan hendaknya dilakukan
melalui mekanisme rapat atau diskusi terbuka antara pejabat struktural (Kalan,
Kasubaud, dan Kasubbag), Ketua Tim Senior, manajer IKU, dan inputer IKU. Hal
ini dikarenakan IKU merupakan gambaran kinerja suatu organisasi secara
keseluruhan, sehingga proses pengelolaan dan pengoptimalan pencapaiannya

132
merupakan tanggung jawab bersama seluruh pegawai, bukan hanya tanggung
jawab manajer/inputer IKU saja.

Selanjutnya, reviu internal baik dalam bentuk rapat formal maupun


diskusi/pertemuan informal yang diikuti oleh pejabat struktural, Ketua Tim
Senior, dan inputer IKU guna membahas perkembangan capaian SS/IKU
perwakilan, perlu secara rutin diselenggarakan di BPK Bengkulu (bulanan atau
triwulanan). Bilapun Kepala Perwakilan (Kalan) tidak dapat memimpin
rapat/pertemuan tersebut secara langsung, manajer IKU dapat mengambil alih
tugas tersebut sesuai kewenangannya. Hal ini dikarenakan, reviu internal yang
dilakukan secara sustainable memungkinkan teridentifikasinya potensi masalah
dan kelemahan kinerja kantor perwakilan secara lebih dini, sehingga diharapkan
dapat lebih cepat pula permasalahan tersebut mendapatkan solusi.

Ke depannya, pemanfaatan saluran komunikasi informal seperti whatsapp


group dan/atau BBM group serta peningkatan intensitas gathering pegawai di
BPK Bengkulu sangat penting dilakukan guna menumbuhkan kebersamaan dan
menghilangkan jarak yang ada di antara hubungan vertikal atasan dengan
bawahan, serta di antara hubungan horizontal antar sesama atasan dan/atau antar
sesama bawahan. Selain itu, peningkatan kompetensi sosial pegawai melalui
pelatihan komunikasi, negosiasi, kerjasama kelompok, leadership, dan pelatihan
lain yang sejenis, dapat juga menjadi langkah awal bagi BPK Bengkulu untuk
memulai upaya perbaikan iklim atau atmosfer komunikasi di dalam organisasinya.

Sebagai penutup, tidak dapat digeneralisasikannya hasil penelitian ini


berarti bahwa sangat terbuka kemungkinan bagi peneliti selanjutnya untuk
melakukan telaah lebih lanjut terhadap elemen-elemen lain dalam organisasi
selain iklim komunikasi, yang dipandang berpengaruh terhadap produktivitas
kinerja pegawai secara individu dan organisasi secara keseluruhan.

133
DAFTAR PUSTAKA

Costigan, James I. & Martha A. Schmeidler. (1984). Communication Climate


Inventory. Terarsip dalam:
http://www.milligan.edu/speech/comm341/%20communication%20clima
te/communicationclimateinventory.htm. Diakses pada: 19/3/2015.

Davis, Keith (1962). Human Relations at Work, Second Edition. New York:
McGraw-Hill.

Davis, Keith & Newstrom, John W. (1995). Perilaku dalam Organisasi Jilid I &
II (Human Behavior At Work: Organizational Behavior, Seventh
Edition.). Terjemahan Agus Darma. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Denhardt, Robert B., Denhardt, Janet V., Aristigueta, Maria P. (2013). Managing
Human Behavior in Public and Non Profit Organizations, Third Edition.
California: Sage Publication.

Gibb, J. R. (1979). Defensive Communication: Basic Readings in Communication


Theory. New York: Harper and Row.

Gibson, Jane Whitney & Hodgetts, Richard M. (1991). Organizational


Communication: A Managerial Perspective, Second Edition. New York:
Harper Collins Publishers.

Goldhaber, Gerald M. (1993). Organizational Communication, Sixth Edition.


Boston: McGraw-Hill.

Griffin, E.M. (Ed) (2006). A First Look at Communication Theory, Sixth Edition.
Boston : McGraw-Hill.

Guzley, Ruth M. (1992). Organizational Climate and Communication Climate:


Predictors of Commitment to the Organization. Journal of Management
Communication Quarterly: McQ (1986-1998), 5(4), 379-402. Terarsip
dalam: www.interscience.wiley.com. Diakses pada: 19/3/2013.
Hutchinson, Kevin L. (1992). Readings in Organizational Communication. USA:
Wm.C.Brown Publisher.

Jablin, Fredric M., & Linda L. Putnam (Ed) (2001). The New Handbook of
Organizational Communication : Advances in Theory, Research, and
Methods. London : Sage Publication Inc.

Koehler, Jerry W., Anatol, Karl W. E., & Applbaum, Ronald C. (1981)
Organizational Communication, Second Edition. New York: Holt,
Rinehart & Winston, Inc.

Kossen, Stan (1986). Aspek Manusia dalam Organisasi. Terjemahan Bakri


Siregar. Jakarta: Erlangga.

Kriyantono, Rachmat (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Liliweri, Alo (2014). Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi


Aksara.

Littlejohn, Stephen W., & Foss, K. A. (2009). Theories of Human


Communication, Ninth Edition. Terjemahan Mohammad Yusuf Hamdan.
Jakarta: Salemba Humanika.

Miller, Katherine (2012). Organizational Communication: Approaches and


Processes, Sixth Edition. Canada: Cengange Learning.

Pace, R. Wayne & Faules, Don F. (2010). Komunikasi Organisasi: Strategi


Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Terjemahan Deddy Mulyana.
Bandung: Rosdakarya.

Putnam, Linda & Pacanowsky, M. E. (1983). Communication and Organizations:


An Interpretive Approach. London: Sage.

Redding, W. Charles (1972). Commnication within in the Organization: An


Interpretive of Theory and Research. New York Industrial
Communication Council.
Ritzer, George (2004). Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimadan. Jakarta:
Kencana Prenada Media.

Robbins, Stephen P. (2002). Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi,


Edisi Delapan, Jilid I dan II (Organizational Behavior: Concept,
Controversies, Applications). Terjemahan Hadyana Pujaatmaka &
Benyamin Molan. Jakarta: Prenhallindo.

Rogers, Everett M. & Rogers, Rekha A. (1976). Communication in Organization.


New York: The Free Press, Macmillan Pubishing Co.

Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P. (1998). Communication and Human Behavior,
Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Thoha, Miftah (2000). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Trombetta, John J. & Rogers, Donald P. (1992). Communication Climate, Job


Satisfaction, and Organizational Commitment: The Effects of
Information Adequacy, Communication Openness, and Decision
Participation. Journal of Management Communication Quarterly: McQ
(1986-1998), 1(4), 494-514. Terarsip dalam:
www.interscience.wiley.com. Diakses pada: 19/3/2013.

Uha, Ismail N. (2013). Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Kinerja. Jakarta:


Kencana Prenada Media.

Whittaker, James B. (1993). The Government Performance Result Act,


Educational Service Institute.

Yin, Robert K. (2014). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Tahun


2013.

Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan


Tahun 2013.
Laporan Manajemen Kinerja BPK RI Tahun 2013.

Profil BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Tahun 2013.

Profil BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013.

http://www.bpk.go.id/web/
LAMPIRAN
Lampiran 1

Peta Strategi BPK RI (BPK Wide)


Lampiran 2

Target Pencapaian Sasaran Strategis (SS) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPK RI
Tahun 2011-2015

TARGET
SASARAN STRATEGIS (SS) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
2011 2012 2013 2014 2015

SS 1 Meningkatkan Efektivitas Tindak 1.1 Persentase rekomendasi hasil 51% 55% 60% 60% 60%
Lanjut Hasil Pemeriksaan dan pemeriksaan yang ditindaklanjuti
Memenuhi Harapan Pemangku
Kepentingan 1.2 Persentase laporan tindak pidana yang 50% 75% 100% 100% 100%
ditindaklanjuti instansi penegak hukum

1.3 Indeks kepuasan pemangku 4 4 4 4,10 4,25


kepentingan atas hasil pemeriksaan
BPK

SS 2 Meningkatkan Fungsi Manajemen 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 1384 1361 1571 1622 1672
Pemeriksaan
2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 149 214 200 220 250

2.3 Ketepatan waktu proses pelaksanaan 87% 95% 100% 100% 100%
dan pelaporan pemeriksaan
2.4 Persentase pemenuhan quality 100% 100% 100% 100% 100%
assurance dalam pemeriksaan

SS 3 Meningkatkan Mutu Pemberian 3.1 Jumlah pendapat BPK yang diterbitkan 2 2 3 3 4


Pendapat dan Pertimbangan
SS 4 Meningkatkan Percepatan Penetapan 4.1 Persentase penyelesaian penetapan 90% 35% 40% 45% 50%
Tuntutan Perbendaharaan dan tuntutan perbendaharaan
Pemantauan Penyelesaian Ganti
Kerugian Negara 4.2 Jumlah laporan pemantauan kerugian 453 724 839 987 1139
negara yang diterbitkan

SS 5 Meningkatkan Efektivitas Penerapan 5.1 Persentase rekomendasi peer review 50% 70% 80% 90% 100%
Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu yang ditindaklanjuti
SS 6 Pemenuhan dan Harmonisasi 6.1 Persentase pemenuhan penyusunan 75% 80% 90% 95% 100%
Peraturan di Bidang Pemeriksaan Peraturan BPK
Keuangan Negara

SS 7 Meningkatkan Mutu Kelembagaan 7.1 Persentase pemenuhan ketersediaan 75% 75% 75% 75% 75%
dan Ketatalaksanaan perangkat lunak pemeriksaan/non
pemeriksaan

SS 8 Meningkatkan Kompetensi SDM dan 8.1 Persentase pegawai yang memenuhi 60% 60% 65% 65% 65%
Dukungan Manajemen standar kompetensi yang
dipersyaratkan
8.2 Persentase pemenuhan standar jam 80% 85% 90% 95% 100%
pelatihan pemeriksa
8.3 Indeks kepuasan kerja pegawai 3,5 3,5 3,7 3,7 3,9

SS 9 Meningkatkan Pemenuhan Standar 9.1 Persentase pemenuhan standar sarana 70% 80% 90% 100% 100%
dan Mutu Sarana dan Prasarana dan prasarana kerja
9.2 Persentase proses bisnis yang telah 70% 75% 85% 85% 90%
memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi

SS 10 Meningkatkan Pemanfaatan Anggaran 10.1 Opini atas laporan keuangan BPK WTP WTP WTP WTP WTP

10.2 Persentase pemanfaatan anggaran 90% 90% 90% 90% 90%

Jumlah 20
Lampiran 3

Peta Strategi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu


Lampiran 4

Sasaran Strategis, IKU, dan Target Pencapaian IKU


BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
Tahun 2013

Target
Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU
2013
1. Meningkatkan 1.1 Rekomendasi yang ditindaklanjuti 65%
efektivitas tindak lanjut 1.2 Temuan berindikasi tindak pidana yang disampaikan 1
hasil pemeriksaan ke Ditama Binbangkum dan disetujui untuk
disampaikan ke aparat penegak hukum
2. Meningkatkan fungsi 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 33
manajemen 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 3
pemeriksaan 2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan pemeriksaan 100%
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan 90%
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam pemeriksaan (hot 100%
review)
3. Meningkatkan mutu 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan Direktorat EPP 1
pemberian pendapat
4. Meningkatkan mutu 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara yang diterbitkan 22
pemantauan 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan pemantauan 80%
penyelesaian ganti kerugian negara
kerugian negara
5. Meningkatkan mutu 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai 40 jam
pengelolaan SDM di 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam pelatihan 90%
lingkungan perwakilan
6. Meningkatkan 6.1 Jumlah media workshop per tahun 2
komunikasi dengan 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi Juknis akses 1
stakeholders data
7. Meningkatkan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara optimal 100%
pemanfaatan TIK di 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data via Agen 63,63%
lingkungan perwakilan Konsolidator (AK)
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator (AK) 100%
8. Meningkatkan peme- 8.1 Persentase pemenuhan srana dan prasarana sesuai 90%
nuhan standar sarana dengan standar
dan prasarana di
lingkungan perwakilan
9. Meningkatkan peman- 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran 90%
faatan anggaran di
lingkungan perwakilan
Lampiran 5

Peta Strategi BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan


Lampiran 6

Sasaran Strategis, IKU, dan Target Pencapaian IKU


BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2013

Target
Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU
2013
1. Meningkatkan 1.1 Rekomendasi yang ditindaklanjuti 60%
efektivitas tindak lanjut 1.2 Temuan berindikasi tindak pidana yang disampaikan 1
hasil pemeriksaan ke Ditama Binbangkum dan disetujui untuk
disampaikan ke aparat penegak hukum
2. Meningkatkan fungsi 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 53
manajemen 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 8
pemeriksaan 2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan pemeriksaan 100%
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan 100%
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam pemeriksaan (hot 100%
review)
3. Meningkatkan mutu 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan Direktorat EPP 1
pemberian pendapat
4. Meningkatkan mutu 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara yang diterbitkan 32
pemantauan 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan pemantauan 90%
penyelesaian ganti kerugian negara
kerugian negara
5. Meningkatkan mutu 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai 40 jam
pengelolaan SDM di 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam pelatihan 90%
lingkungan perwakilan
6. Meningkatkan 6.1 Jumlah media workshop per tahun 2
komunikasi dengan 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi Juknis akses 7
stakeholders data
7. Meningkatkan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara optimal 100%
pemanfaatan TIK di 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data via Agen 75%
lingkungan perwakilan Konsolidator (AK)
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator (AK) 75%
8. Meningkatkan peme- 8.1 Persentase pemenuhan srana dan prasarana sesuai 90%
nuhan standar sarana dengan standar
dan prasarana di
lingkungan perwakilan
9. Meningkatkan peman- 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran 90%
faatan anggaran di
lingkungan perwakilan
DAFTAR PUSTAKA

Costigan, James I. & Martha A. Schmeidler. (1984). Communication Climate


Inventory. Terarsip dalam:
http://www.milligan.edu/speech/comm341/%20communication%20clima
te/communicationclimateinventory.htm. Diakses pada: 19/3/2015.

Davis, Keith (1962). Human Relations at Work, Second Edition. New York:
McGraw-Hill.

Davis, Keith & Newstrom, John W. (1995). Perilaku dalam Organisasi Jilid I &
II (Human Behavior At Work: Organizational Behavior, Seventh
Edition.). Terjemahan Agus Darma. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Denhardt, Robert B., Denhardt, Janet V., Aristigueta, Maria P. (2013). Managing
Human Behavior in Public and Non Profit Organizations, Third Edition.
California: Sage Publication.

Gibb, J. R. (1979). Defensive Communication: Basic Readings in Communication


Theory. New York: Harper and Row.

Gibson, Jane Whitney & Hodgetts, Richard M. (1991). Organizational


Communication: A Managerial Perspective, Second Edition. New York:
Harper Collins Publishers.

Goldhaber, Gerald M. (1993). Organizational Communication, Sixth Edition.


Boston: McGraw-Hill.

Griffin, E.M. (Ed) (2006). A First Look at Communication Theory, Sixth Edition.
Boston : McGraw-Hill.

Guzley, Ruth M. (1992). Organizational Climate and Communication Climate:


Predictors of Commitment to the Organization. Journal of Management
Communication Quarterly: McQ (1986-1998), 5(4), 379-402. Terarsip
dalam: www.interscience.wiley.com. Diakses pada: 19/3/2013.
Hutchinson, Kevin L. (1992). Readings in Organizational Communication. USA:
Wm.C.Brown Publisher.

Jablin, Fredric M., & Linda L. Putnam (Ed) (2001). The New Handbook of
Organizational Communication : Advances in Theory, Research, and
Methods. London : Sage Publication Inc.

Koehler, Jerry W., Anatol, Karl W. E., & Applbaum, Ronald C. (1981)
Organizational Communication, Second Edition. New York: Holt,
Rinehart & Winston, Inc.

Kossen, Stan (1986). Aspek Manusia dalam Organisasi. Terjemahan Bakri


Siregar. Jakarta: Erlangga.

Kriyantono, Rachmat (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Liliweri, Alo (2014). Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi


Aksara.

Littlejohn, Stephen W., & Foss, K. A. (2009). Theories of Human


Communication, Ninth Edition. Terjemahan Mohammad Yusuf Hamdan.
Jakarta: Salemba Humanika.

Miller, Katherine (2012). Organizational Communication: Approaches and


Processes, Sixth Edition. Canada: Cengange Learning.

Pace, R. Wayne & Faules, Don F. (2010). Komunikasi Organisasi: Strategi


Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Terjemahan Deddy Mulyana.
Bandung: Rosdakarya.

Putnam, Linda & Pacanowsky, M. E. (1983). Communication and Organizations:


An Interpretive Approach. London: Sage.

Redding, W. Charles (1972). Commnication within in the Organization: An


Interpretive of Theory and Research. New York Industrial
Communication Council.
Ritzer, George (2004). Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimadan. Jakarta:
Kencana Prenada Media.

Robbins, Stephen P. (2002). Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi,


Edisi Delapan, Jilid I dan II (Organizational Behavior: Concept,
Controversies, Applications). Terjemahan Hadyana Pujaatmaka &
Benyamin Molan. Jakarta: Prenhallindo.

Rogers, Everett M. & Rogers, Rekha A. (1976). Communication in Organization.


New York: The Free Press, Macmillan Pubishing Co.

Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P. (1998). Communication and Human Behavior,
Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Thoha, Miftah (2000). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Trombetta, John J. & Rogers, Donald P. (1992). Communication Climate, Job


Satisfaction, and Organizational Commitment: The Effects of
Information Adequacy, Communication Openness, and Decision
Participation. Journal of Management Communication Quarterly: McQ
(1986-1998), 1(4), 494-514. Terarsip dalam:
www.interscience.wiley.com. Diakses pada: 19/3/2013.

Uha, Ismail N. (2013). Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Kinerja. Jakarta:


Kencana Prenada Media.

Whittaker, James B. (1993). The Government Performance Result Act,


Educational Service Institute.

Yin, Robert K. (2014). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Tahun


2013.

Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan


Tahun 2013.
Laporan Manajemen Kinerja BPK RI Tahun 2013.

Profil BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Tahun 2013.

Profil BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013.

http://www.bpk.go.id/web/

Anda mungkin juga menyukai