MANAJEMEN KINERJA
TESIS
13/355027/PSP/04726
Teriring rasa syukur kehadirat Allah SWT Illahi Rabbi, atas karunia dan
kesempatan luar biasa yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan
Agung Nabi Muhammad SAW, dengan tauladannya semoga kita termasuk
sebagai umat beliau yang diberikan syafa’at kelak di hari akhir. Aamiin.
iv
memiliki karakteristik organisasi yang kurang lebih sama. Baik dari sisi jumlah
anggaran yang dikelola, struktur organisasi dan hierarki pembagian tugas, luas
objek pemeriksaan yang menjadi bidang tugasnya, keanekaragaman latar
belakang budaya anggota organisasinya, dan kondisi sosiokultural masyarakat
serta lingkungan sekitar tempat organisasi berada. Namun, kesamaan karakteristik
organisasi di atas tidak lantas menjamin berkembangnya iklim komunikasi dan
pencapaian sasaran strategis yang sama pula bagi kedua kantor perwakilan
tersebut. Bagaimana manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang
menciptakan iklim komunikasi yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran
strategis organisasi, sangat menarik untuk dikaji sekaligus memberikan
kesempatan penulis untuk berkontribusi memberikan sumbang saran dan
pemikiran guna meningkatkan keefektifan kedua organisasi ini secara umum dan
BPK Bengkulu secara khusus.
Penulis
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tanpa adanya bantuan dan dukungan baik material maupun spiritual dari
berbagai pihak, mustahil rasanya tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu melalui kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
Allah SWT, yang tiada kekuatan dan pertolongan melainkan dariNya. Sebaik-
baik pengatur dan pemberi rezeki. Sang Maha Melihat dan Menghitung setiap
langkah ikhtiar yang diupayakan hamba-hambaNya. Tesis ini adalah bukti nyata
bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Dia telah berkehendak. Alhamdulillah, Ya
Rabb.
Ibuk, Ibuk, Ibuk, Bapak. Ibuk Ninik Mujiwati (Almh), Ibuk Sri Patminah,
Bapak Mochammad Ismail, dan Bapak Agus Santosa. Terima kasih atas untaian doa
yang tidak pernah putus, cinta yang tidak pernah berkurang, dan sayang yang akan
terus bertambah. Semoga karya ‘kecil’ ini dapat membanggakan Ibuk dan Bapak
sekalian.
vi
Dosen Pembimbing, Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si. dan
Dr. Muhamad Sulhan, M.Si. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah berkenan
dibagi kepada penulis. Semoga menjadi ladang amal yang terus bertambah bagi Mbak
Hermin dan Mas Sulhan sekeluarga. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Jajaran dosen jurusan Ilmu Komunikasi, Mbak Okta, dan Mbak Artis, atas
ilmu dan bantuan informasinya selama perkuliahan. Semoga dapat menambah berat
timbangan kebajikan Mbak-mbak dan Mas-mas sekalian di akhirat nanti.
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 24
A. Antara Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Iklim Komunikasi …. 24
B. Iklim Komunikasi Organisasi ……………………………………………. 27
1. Sejarah dan Konsep ………………………………………………….. 27
2. Iklim Komunikasi Positif dan Negatif ……………………………….. 31
3. Urgensi Iklim Komunikasi dalam Organisasi ……………………….. 32
4. Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi ……………………………… 33
C. Path-Goal Theory ………………………………………………………... 36
D. Manajemen Kinerja Organisasi …………………………………………... 38
1. Konsep Dasar Kinerja ……………………………………………….. 38
2. Pengukuran Kinerja Organisasi ……………………………………… 39
E. Beberapa Penelitian Terdahulu tentang Iklim Komunikasi Organisasi … 42
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN …………………... 47
A. Selayang Pandang BPK RI ………………………………………………. 47
1. BPK dan Lingkungannya ……………………………………………. 47
a. Dasar Hukum ……………………………………………………. 47
b. Pemeriksaan yang Dilakukan ……………………………………. 47
c. Pemangku Kepentingan …………………………………………. 48
2. Visi, Misi, dan Nilai Dasar …………………………………………... 48
3. Manajemen Kinerja Perwakilan BPK RI ……………………………. 56
a. Tahap Perencanaan ……………………………………………… 59
b. Tahap Pelaksanaan ………………………………………………. 60
c. Tahap Evaluasi dan Pelaporan ………………………………….. 60
B. Sekilas BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu …………………………. 61
1. Tugas dan Fungsi …………………………………………………….. 62
2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran ……….. 63
3. Perencanaan Strategis Perwakilan …………………………………… 68
4. Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) Tahun 2013 ….. 68
C. Sekilas BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan …………………. 69
1. Tugas dan Fungsi …………………………………………………….. 69
2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran ……….. 71
ix
3. Perencanaan Strategis Perwakilan …………………………………… 75
4. Pernyataan Komitmen Pencapaian Kinerja (PKPK) Tahun 2013 …… 76
BAB IV HASIL PENELITIAN ……………………………………………... 77
A. Laporan Pelaksanaan Penelitian ………………………………………….. 77
B. Temuan-temuan Penting …………………………………………………. 79
1. Penciptaan Iklim Komunikasi oleh BPK Bengkulu ….…………....… 81
2. Penciptaan Iklim Komunikasi oleh BPK Palembang ………………... 87
3. Catatan Peneliti ………………………………………………………. 93
a. Transparansi versus Distrust …………………….……………… 100
b. Dukungan Pimpinan Membuka Partisipasi Bawahan …………... 106
c. Komitmen terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi …………………. 113
BAB V PENUTUP …………………………………………………………… 121
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 121
B. Saran ……………………………………………………………………… 130
Lampiran
Daftar Pustaka
x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
GAMBAR
Gambar 1.1 Model Penelitian
Gambar 2.1 Hubungan antara Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Iklim
Komunikasi
Gambar 3.1 Visi dan Misi BPK RI
Gambar 3.2 Nilai Dasar BPK RI
Gambar 3.3 Siklus Manajemen Kinerja
Gambar 3.4 Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
Gambar 3.5 Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan
TABEL
Tabel 1.1 Sasaran Strategis dan IKU Level Eselon II (Perwakilan BPK RI)
Tabel 1.2 Daftar Informan Penelitian
Tabel 3.1 Tujuan dan Sasaran Strategis BPK RI
Tabel 3.2 Perspektif, SS, dan IKU Perwakilan
Tabel 3.3 Kalender Kegiatan SIMAK Tahun 2013
Tabel 4.1 Rincian Capaian Skor IKU BPK Bengkulu dan BPK Palembang
Tahun 2013
Tabel 4.2 Matriks Perbandingan Iklim Komunikasi dalam Pengimplementasian
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK pada BPK Bengkulu dan BPK
Palembang Tahun 2013
xi
ABSTRAK
xii
ABSTRACT
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
baik antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan atasan, antar atasan, dan
juga antar bawahan itu sendiri akan mempermudah organisasi untuk mencapai
tujuannya. Sebaliknya, iklim komunikasi yang negatif terbentuk apabila interaksi
personal di antara anggota organisasi, kurang terjalin. Secara psikologis mereka
akan cenderung bersifat defensif dan menimbulkan iklim atau suasana yang tidak
baik dan tidak menyenangkan dalam organisasi. Kondisi yang demikian akan
memicu terjadinya kesalahpahaman dan ketidakstabilan kinerja organisasi yang
kemudian akan menurunkan capaian kinerja pegawai secara individu maupun
produktivitas organisasi secara keseluruhan (Goldhaber, 1993: 144-147).
2
BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu (BPK Bengkulu) dan BPK RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan (BPK Palembang) merupakan kantor
perwakilan BPK RI yang sama-sama berkedudukan di wilayah Sumatera bagian
selatan. Keduanya memiliki karakteristik organisasi yang kurang lebih sama. Baik
dari sisi jumlah anggaran yang dikelola, struktur organisasi dan hierarki
pembagian tugas, luas objek pemeriksaan yang menjadi bidang tugasnya,
keanekaragaman latar belakang budaya anggota organisasinya, dan kondisi
sosiokultural masyarakat serta lingkungan sekitar tempat organisasi berada. Hal
ini mengingat, dari aspek historis wilayah, sebelum ditetapkan sebagai provinsi
ke-26 (provinsi termuda sebelum Timor Timur) pada tahun 1968, Bengkulu
merupakan salah satu karesidenan dalam Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu
dari aspek historis organisasi, BPK Bengkulu merupakan hasil pemekaran dari
BPK Palembang pada tahun 2008.
3
satu dekade terakhir. Namun, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan mengukur iklim, dengan
persepsi individu sebagai unit analisisnya (anggota organisasi berperan aktif
dalam mempengaruhi terbentuknya iklim komunikasi). Sedangkan studi
perbandingan iklim komunikasi organisasi pada BPK Bengkulu dan BPK
Palembang ini, dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang
bertujuan tidak hanya mengetahui, tetapi juga memahami secara mendalam untuk
kemudian memperbandingkan iklim komunikasi organisasi yang dikembangkan
oleh manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang dalam upaya mencapai
sasaran strategis, dengan organisasi sebagai unit analisisnya (anggota organisasi
berperan pasif dalam mempengaruhi terbentuknya iklim komunikasi, yaitu hanya
sebagai pihak yang dikenai terpaan perlakuan atau intervensi dari manajemen
organisasi).
B. RUMUSAN MASALAH
4
Lebih lanjut, dari rumusan masalah di atas, kemudian diturunkan
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memahami
secara komprehensif bagaimana manajemen BPK RI Perwakilan Provinsi
Bengkulu dan BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan mencapai kinerja
organisasinya melalui penciptaan iklim komunikasi.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Akademis
5
2. Manfaat Praktis
a. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para pejabat struktural BPK
Bengkulu dan BPK Palembang beserta jajarannya dalam mengevaluasi
kekuatan dan kelemahan pengelolaan komunikasi internal organisasinya
masing-masing, khususnya terkait iklim komunikasi.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
6
atas standar kinerja yang baik/tinggi (high performance goals), sehingga mampu
berkontribusi dalam pencapaian sasaran strategis organisasi (Redding, 1972).
Sebuah organisasi yang baik memiliki iklim komunikasi yang mampu
menumbuhkan hubungan pegawai yang terbuka dan sehat, baik dalam lingkup
hubungan horizontal antar sesama pegawai maupun hubungan vertikal pegawai
dengan manajemen.
Redding (1972) dalam Pace dan Faules (2010: 148) menyatakan bahwa
iklim komunikasi organisasi berperan besar dalam suatu organisasi, karena iklim
komunikasi organisasi secara khusus berlaku sebagai faktor penengah antara
unsur-unsur sistem kerja dengan ukuran keefektifan organisasi seperti
produktivitas, kepuasan, kualitas, dan vitalitas. Rogers dan Rogers (1976: 7)
menjelaskan bahwa berkembangnya iklim komunikasi dalam organisasi sangat
tergantung pada struktur. Struktur organisasi cenderung mempengaruhi suasana
komunikasi yang terjadi, dimana komunikasi dari bawahan kepada pimpinan atau
sebaliknya, tentunya akan sangat berbeda dengan komunikasi dengan rekan
sejawat. Perilaku atau tindakan komunikasi ini secara berkesinambungan akan
membentuk iklim komunikasi organisasi.
7
pertama, bertindak mengendalikan perilaku anggota organisasi dengan beberapa
cara. Dalam hal membantu pengembangan motivasi pegawai, iklim komunikasi
organisasi membantu menjelaskan kepada pegawai apa yang harus dilakukan,
seberapa baik pegawai bekerja dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki
kinerja yang di bawah standar. Fungsi selanjutnya, komunikasi bagi pegawai
merupakan mekanisme fundamental dimana pegawai dapat mengungkapkan
kekecewaan dan perasaan puas sebagai ungkapan emosional dari perasaan dan
pemenuhan kebutuhan sosial. Sedangkan dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan, iklim komunikasi yang baik dapat menyediakan dan memasok
informasi dengan didukung data aktual dan akurat, guna menghasilkan pilihan-
pilihan yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.
a. Dukungan (Supportiveness).
8
e. Tujuan kerja yang tinggi (High PerformanceGoals).
Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan Pace dan Peterson (Pace dan
Faules, 2010: 159-160) menunjukkan bahwa paling sedikit ada enam faktor besar
yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi, yaitu:
a. Kepercayaan.
c. Kejujuran.
9
itu. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk
mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian
lainnya, dan yang berhubungan luas dengan perusahaan, organisasi, para
pemimpin, dan rencana-rencana.
10
Dalam rangka mengetahui keberhasilan organisasi dalam
menyelenggarakan visi dan misinya, perlu dilakukan suatu pengukuran kinerja.
James B. Whittaker (1993) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja merupakan
suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja dapat membantu manajemen
dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan
antara hasil aktual dengan tujuan dan sasaran strategis organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja tidak semata-mata dimaksudkan
sebagai mekanisme untuk memberikan penghargaan/hukuman
(reward/punishment) saja, tetapi juga berperan sebagai alat komunikasi dan alat
manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi.
11
mempertimbangkan empat aspek atau perspektif, yaitu perspektif keuangan,
pemangku kepentingan, proses bisnis internal, serta proses belajar dan
berkembang organisasi.
12
kepedulian terhadap standar yang tinggi dan pekerjaan yang menantang (Jablin &
Putnam, 2001: 121).
4. Path-Goal Theory
13
a. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership)
14
F. MODEL PENELITIAN
G. KERANGKA KONSEP
15
terpaan perlakuan atau intervensi dari manajemen organisasi, dan tidak secara
individual mempengaruhi terbentuknya iklim komunikasi.
16
Perspektif Pemenuhan Kebutuhan dan Harapan Pemilik Kepentingan
mengacu pada sejauh mana outcome BPK Bengkulu dan BPK Palembang telah
memenuhi atau sesuai dengan harapan para pemilik kepentingan. Perspektif
Pengelolaan Fungsi Strategis berkaitan dengan penilaian mengenai sejauh mana
BPK Bengkulu dan BPK Palembang telah mengelola pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi yang diamanatkan undang-undang secara efektif dan efisien. Perspektif
Pertumbuhan dan Pembelajaran Organisasi berkenaan dengan kemampuan BPK
Bengkulu dan BPK Palembang untuk melakukan perubahan dan perbaikan
dengan memanfaatkan sumber daya internal yang dimilikinya. Sedangkan
perspektif Keuangan, menilai sejauh mana BPK Bengkulu dan BPK Palembang
mampu mengelola dan memanfaatkan anggaran yang tersedia untuk mendukung
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara optimal.
17
menyelesaikan pekerjaan, begitu juga sebaliknya, bawahan tidak yakin dengan
kemampuan atasan dalam memberikan pengarahan dan solusi permasalahan; tidak
adanya pendelegasian dalam pengambilan keputusan; adanya keengganan atasan
untuk membagi informasi kepada bawahan, tidak adanya ruang bagi bawahan
untuk berperan dan terlibat dalam setiap tugas yang dilakukan; serta tidak adanya
sistem pengawasan (penilaian dan evaluasi kinerja pegawai) yang jelas dan tegas.
18
3. Komitmen terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Lebih lanjut, studi kasus deskriptif dalam penelitian ini juga bersifat
komparatif, dalam arti penelitian ini berusaha membuat deskripsi terhadap suatu
fenomena atau praktek nyata yang terjadi pada sebuah organisasi tertentu untuk
kemudian dikomparasikan dengan fenomena atau praktek nyata yang terjadi pada
19
organisasi lain yang sejenis, guna memperoleh gambaran spesifik tentang unit
analisis dan struktur permasalahan yang menjadi kajian.
2. Lokasi Penelitian
3. Fokus Penelitian
20
Dalam melakukan wawancara, pertanyaan yang diajukan berupa
pertanyaan terbuka (open ended questions). Peneliti terlebih dahulu membuat
daftar pertanyaan yang telah disesuaikan dengan data atau informasi yang ingin
diperoleh, sebelum melakukan wawancara dengan informan. Namun tidak
menutup kemungkinan juga akan muncul pertanyaan yang bersifat spontan
(namun tetap relevan) agar peneliti bisa mendapatkan pembahasan tuntas
mengenai informasi yang ingin digali.
Studi kasus perbandingan iklim komunikasi pada BPK Bengkulu dan BPK
Palembang ini dilakukan dalam rangka mengetahui dan memahami bagaimana
manajemen BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu dan BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan mencapai sasaran strategis organisasinya melalui
penciptaan iklim komunikasi. Sehingga, informan-informan yang dirasa dapat
membantu peneliti mencapai tujuan penelitian tersebut, antara lain:
21
6. Teknik Analisis Data
Menurut Yin, terdapat tiga teknik analisis data dalam metode studi kasus,
yaitu: (1) Penjodohan Pola, (2) Pembuatan Penjelasan, dan (3) Analisis Deret
Waktu. Teknik penjodohan pola dilakukan dengan cara membandingkan pola
kejadian atau fenomena yang senyatanya terjadi dengan pola kejadian yang
diprediksikan (proposisi/prediksi alternatif). Jika kedua pola ini menunjukkan
persamaan, maka akan menguatkan validitas internal sebuah studi kasus. Teknik
pembuatan penjelasan dilakukan dengan cara membuat eksplanasi tentang kasus
yang diteliti. Teknik analisis deret waktu menyelenggarakan analisis deret waktu
yang secara langsung analog dengan analisis deret waktu yang diselenggarakan
dengan eksperimen dan kuasi eksperimen. (Yin, 2014: 140-158).
Hasil penjodohan pola antara data temuan dengan proposisi teori di atas
kemudian disajikan dalam bentuk narasi agar lebih mudah dipahami. Hasil akhir
penelitian ini adalah pembahasan menyeluruh mengenai gambaran bagaimana
manajemen BPK Bengkulu dan BPK Palembang menciptakan iklim komunikasi
yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran strategis perwakilan BPK RI.
22
7. Validitas Data
Pengujian keabsahan data menjadi penting agar data hasil analisis dapat
dipertanggungjawabkan. Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan triangulasi sumber data, yaitu data-data yang diperoleh dari
hasil wawancara mendalam, obervasi langsung, dan telaah dokumen
diperbandingkan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang sama. Selain itu,
pengujian validitas data juga diperkuat dengan melakukan wawancara terhadap
beberapa pihak untuk menghindari bias data pada satu orang saja.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep budaya dan iklim dalam organisasi juga berbeda dalam hal
penekanan mereka. Budaya organisasi sering dideskripsikan sebagai cara dimana
orang-orang dalam organisasi mempelajari dan mengkomunikasikan apa yang
bisa diterima dan apa yang tidak bisa diterima dalam suatu organisasi (nilai-nilai
dan norma-norma). Sedangkan sebagian besar deskripsi iklim (organisasi dan/atau
komunikasi) tidak berhubungan dengan nilai dan norma. Deskripsi iklim
berhubungan dengan suasana saat ini dalam suatu organisasi, sementara budaya
organisasi didasarkan pada sejarah masa lampau dan tradisi organisasi yang
menekankan nilai dan norma tentang perilaku karyawan.
Dalam kaitannya dengan organisasi, budaya berkaitan erat dengan dua hal,
yakni: (1) kandungan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, dan
24
makna yang menjadi dasar pembentukan pola pikir, perasaan, dan tindakan dari
para anggota organisasi (bentuk implisit), dan (2) budaya organisasi sebagai
bentuk-bentuk simbolik yang eksplisit atau tindakan yang dinyatakan secara
verbal dan visual, verbal-lokal, dan verbal-visual dari para anggota organisasi.
Sedangkan konsep iklim, berkaitan dengan kondisi atmosfer organisasi sepanjang
suatu periode waktu tertentu yang ditentukan oleh suasana psikologis, sosiologis,
antropologis, taraf, tekanan, dan efektivitas komunikasi antarpersonal antara para
pekerja, antara para pekerja dengan manajer, dan antara para manajer yang
mempengaruhi persepsi individual, kelompok, atau seluruh organisasi terhadap
kinerja dan kesejahteraan individu, kelompok, dan organisasi (Kosen, 1986: 79).
Secara umum, budaya menjelaskan karakteristik organisasi yang membuat
organisasi dapat bertahan ketika menghadapi perubahan (relatif statis), sedangkan
iklim menjelaskan karakteristik atau kemampuan sementara dari organisasi untuk
berubah (relatif dinamis).
25
berarti, perubahan iklim organisasi dapat diterangkan oleh variabel komunikasi
sebesar 38%, sedangkan sisanya sebesar 62% diterangkan oleh variabel
pengambilan keputusan, motivasi pemimpin, perumusan tujuan, dan komitmen
terhadap organisasi (atau rata-rata hanya 16%) (Liliweri, 2014: 322-323). Dengan
adanya hubungan yang erat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menciptakan iklim organisasi yang positif, harus dibangun terlebih dahulu iklim
komunikasi organisasi yang positif.
BUDAYA ORGANISASI
IKLIM ORGANISASI
IKLIM
KOMUNIKASI
Gambar 2.1
Hubungan antara Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Iklim Komunikasi
26
B. IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI
27
dalam tataran organisasi, konsep iklim komunikasi mengacu pada suasana
komunikasi yang dikembangkan oleh manajemen dalam suatu organisasi guna
mencapai tujuan (kinerja) tertentu (Redding, 1972).
28
pertukaran pesan itu sendiri dan melibatkan hubungan personal antar anggota.
Sedangkan iklim organisasi lebih kepada persepsi anggota yang mempengaruhi
kualitas lingkungan internal organisasi secara umum.
a. Task
Jenis pesan ini berorientasi pada aktivitas organisasi yang berkaitan dengan
tugas atau pekerjaan anggota demi mencapai tujuan organisasi. Biasanya dapat
berupa perintah maupun saran.
b. Regulation/Policy
Pesan ini berisikan mengenai kebijakan organisasi, agenda, jadwal, dan lain
sebagainya sebagai upaya untuk mengontrol dan memastikan fungsi organisasi
berjalan sebagaimana mestinya.
c. Human
Jenis ini terfokus pada elemen hubungan dalam organisasi. Pesan tersebut
diasosiasikan dan diarahkan oleh nilai, perilaku, preferensi, kesukaan, dan
ketidaksukaan dari para anggota.
29
d. Innovative
30
Jalur komunikasi yang digunakan di dalam suatu organisasi juga sangat
mempengaruhi iklim komunikasi di organisasi tersebut, sebagaimana diuraikan
Thoha (2000: 175) bahwa: “Komunikasi formal mengikuti jalur hubungan formal
yang tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Adapun komunikasi
informal, arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-
masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Proses hubungan informasinya
tidak mengikuti jalur struktural, sehingga bisa saja terjadi seorang yang
mempunyai struktur formal di bawah, berkomunikasi dengan seseorang yang
berada di tingkat pimpinan”.
31
organisasi perlu dibangun dengan baik agar mereka memiliki rasa kebersamaan
yang tinggi demi kerjasama tim dan pencapaian kinerja yang lebih baik.
32
mana pegawai dapat mengungkapkan kekecewaan dan perasaan puas sebagai
ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. Sedangkan
fungsi terakhir iklim komunikasi adalah berhubungan dengan peran komunikasi
dalam mempermudah pengambilan keputusan. Iklim komunikasi organisasi yang
baik dapat menyediakan dan memasok informasi yang diperlukan dengan
didukung data aktual dan akurat, guna menghasilkan pilihan-pilihan yang
diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.
33
a. Dukungan (Supportiveness).
Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan Pace dan Peterson pada tahun
1976 (Pace dan Faules, 2010: 159-160) menunjukkan bahwa paling sedikit ada
enam faktor besar yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi, yaitu:
a. Kepercayaan.
34
b. Pembuatan keputusan bersama.
c. Kejujuran.
35
f. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi.
C. PATH-GOAL THEORY
36
(4) Achievement Oriented Leader. Berlawanan dengan pandangan teori-teori
sebelumnya tentang perilaku pemimpin, Robert House berasumsi bahwa
pemimpin itu bersifat fleksibel, dimana pemimpin yang sama mampu
menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi
(Robbins, 2002).
Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh
seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan
tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh
seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada
bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari
dua fungsi dasar, yaitu: (1) Memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang
pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana
cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya; dan (2) Meningkatkan
jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian
terhadap kebutuhan mereka.
37
antara anggota organisasi. Kepemimpinan pendukung memberikan pengaruh
yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka frustasi atau
mengalami kekecewaan.
Kinerja organisasi dewasa ini telah menjadi sorotan publik seiring dengan
semakin menguatnya iklim demokrasi dan keterbukaan dalam organisasi. Secara
sederhana, istilah kinerja dapat dimaknai sebagai tingkat pencapaian tujuan dan
sasaran suatu organisasi selama kurun waktu tertentu . Kinerja berkaitan dengan
operasi, aktivitas program, dan misi organisasi. Pendapat lain dikemukakan oleh
Miller (2012: 102) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
38
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan
etika. Menurut Putnam dan Pacanowsky (1983) kinerja (performance) adalah
fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Sedangkan menurut
Gibson (1991: 40), kinerja merupakan proses dimana organisasi mengevaluasi
atau menilai prestasi kerja anggotanya.
Secara konseptual, kinerja dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja
pegawai secara individu dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja
perseorangan dalam organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil
kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja
organisasi mempunyai keterkaitan erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak dapat
dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digunakan atau
dimanfaatkan secara aktif oleh pegawai sebagai pelaku dalam upaya mencapai
tujuan organisasi tersebut.
39
untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives). Menurut
Whittaker, elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja terdiri atas: (1)
perencanaan dan penetapan tujuan; (2) pengembangan ukuran yang relevan; (3)
pelaporan formal atas hasil; dan (4) penggunaan informasi.
c. Indikator Kinerja
40
Tanpa indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai kinerja
(keberhasilan/ketidakberhasilan) kebijakan/program/kegiatan dan pada akhirnya
kinerja instansi/unit kerja pelaksananya (Uha, 2013: 240-244).
(1) Indikator masukan, adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat
berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan
perundang-undangan, dan sebagainya.
(2) Indikator proses, adalah segala besaran yang menunjukkan upaya yang
dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator
proses menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau
dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya dalam proses
mengolah masukan menjadi keluaran.
(3) Indikator keluaran, adalah sesuatu yang diharapkan dapat dicapai dari suatu
kegiatan, dapat berupa fisik dan/atau nonfisik.
(5) Indikator manfaat, adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
(6) Indikator dampak, adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun
negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan.
41
menyeimbangkan aspek keuangan dan non-keuangan serta aspek internal dan
eksternal organisasi. Melalui balanced scorecard dilakukan pendekatan untuk
mengukur kinerja organisasi dengan mempertimbangkan empat aspek atau
perspektif, yaitu perspektif keuangan, pemangku kepentingan, proses bisnis
internal, serta proses belajar dan berkembang organisasi (Uha, 2013: 245-249).
42
Triangulasi, yang merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan perbandingan
atau kroscek terhadap data yang telah diperoleh.
43
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode successive interval.
Untuk uji hepotesis digunakan model analisis jalur (Path Analysis Model).
44
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang membentuk iklim komunikasi
organisasi di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II adalah: (1)
Kurangnya rasa kepercayaan atasan terhadap bawahan dan beberapa karyawan
terhadap rekan kerjanya, (2) Pembuatan keputusan yang tidak melibatkan seluruh
karyawan di PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Riau II, (3) Beberapa
karyawan yang tidak menunjukkan sikap jujur dalam mengutarakan pendapat, (4)
Beberapa karyawan merasa memiliki kepala cabang yang tidak bersikap
provisionalisme, dan (5) Karyawan merasa memiliki kepala cabang yang tidak
memiliki rasa empati.
45
dimensi komunikasi yang berhubungan dengan praktik iklim komunikasi pada
kedua organisasi tersebut. Enam dikotomi interaksi digunakan untuk mengukur
praktik iklim komunikasi defensif atau mendukung dalam mengorganisir kegiatan
pekerjaan terkait. Sementara dimensi komunikasi seperti kepercayaan, dukungan,
mendengarkan dalam komunikasi ke atas, keterbukaan dalam komunikasi ke
bawah, pengambilan keputusan partisipatif, dan kepedulian terhadap tujuan
kinerja tinggi adalah variabel independen yang digunakan untuk menguji
hubungan serta pengaruhnya terhadap iklim komunikasi.
46
BAB III
a. Dasar Hukum
47
yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan
pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan
investigatif, dan pemeriksaan atas permintaan (audit on request).
c. Pemangku Kepentingan
48
VISI BPK RI
MISI BPK RI
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
2. Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara; dan
3. Berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan
dan penyelewengan keuangan negara.
49
Melalui pelaksanaan visi dan misi tersebut, BPK berupaya untuk mencapai
tiga tujuan strategis yang kemudian dijabarkan dalam sasaran-sasaran strategis,
berikut ini:
1. Mendorong terwujudnya
peningkatan mutu pengelolaan
keuangan negara yang tertib, taat Meningkatkan Efektivitas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
pada peraturan perundang- dan Memenuhi Harapan Pemangku Kepentingan
undangan, ekonomis, efisien, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan
50
BPK dalam meningkatkan perannya untuk mendorong terwujudnya
pengelolaan keuangan negara yang baik berupaya untuk membangun
komunikasi dua arah secara efektif dan sinergis kepada semua pemangku
kepentingan sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas tindak lanjut
atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Komunikasi efektif mencakup
adanya pengelolaan informasi yang jelas dan akurat, pilihan media
komunikasi yang tepat dan penerimaan informasi yang baik bagi semua
pemangku kepentingan. Komunikasi yang efektif menitikberatkan kepada
proses pendidikan kepada publik (public awareness) untuk dapat memahami
kedudukan, peranan dan hasil pemeriksaan BPK. Dengan demikian, BPK
dapat menyajikan informasi yang akurat mengenai mutu pengelolaan
keuangan negara dan dapat menjaring serta menerima umpan balik informasi
dari publik untuk perbaikan kualitas proses bisnis BPK.
51
memberikan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat
bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan.
Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
karena kesengajaan maupun karena kelalaian. BPK menilai dan/atau
menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan
melawan hukum baik secara sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. BPK melakukan
pemantauan atas penyelesaian ganti kerugian negara di seluruh instansi
pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan BUMN/BUMD.
52
Melalui sasaran strategis ini BPK ingin memastikan proses penetapan
kerugian negara yang disebabkan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD,
dan lembaga atau badan lain dilakukan secara lebih cepat dengan
memperhatikan peraturan yang berlaku. Di samping itu, BPK akan berupaya
untuk dapat menyajikan database status penyelesaian ganti kerugian negara
yang lengkap, akurat dan tepat waktu sehingga dapat menjamin akuntabilitas
pelaksanaan pembayaran ganti kerugian negara.
53
internal, harmonisasi peraturan di bidang pemeriksaan keuangan negara juga
dilakukan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di BPK RI.
54
dan terintegrasi. Sasaran strategis ini juga memastikan bahwa dengan
dukungan manajemen yang berkualitas, SDM akan memiliki motivasi yang
tinggi dalam bekerja yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan
pertanggungjawaban dan pengelolaan keuangan negara yang lebih baik.
Kinerja BPK RI yang tinggi perlu didukung dengan tersedianya fasilitas kerja
yang memadai sesuai dengan standar sarana dan prasarana kerja, karena
pengelolaan sarana dan prasarana kerja yang efektif dan efisien dapat
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPK RI. Melalui
sasaran strategis ini, BPK RI secara khusus berupaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan teknologi informasi melalui penyediaan infrastruktur dan
jaringan yang mendukung pelaksanaan seluruh kegiatan. Selain itu, BPK RI
akan terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana kerja lainnya untuk
seluruh unit organisasinya.
Sebagai pelaksana anggaran negara, BPK tidak lepas dari kewajiban untuk
mengelola keuangan negara secara efisien, efektif, dan ekonomis dengan
mengedepankan akuntabilitas dan transparansi.
55
3. Manajemen Kinerja Perwakilan BPK RI
56
Dalam upaya membantu mengoptimalkan pencapaian keempat perspektif
sasaran strategis di atas, BPK menerapkan suatu program Manajemen Kinerja
berbasis SIMAK yang terintegrasi tidak hanya di level BPK Wide (Lampiran 1)
saja, tapi juga di level Eselon I, dan Eselon II, tak terkecuali BPK Bengkulu dan
BPK Palembang. Manajemen kinerja berbasis SIMAK merupakan serangkaian
aktivitas mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan
pelaporan, yang bertujuan untuk memastikan bahwa tujuan atau sasaran organisasi
telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan juga efisien,
dengan memanfaatkan suatu aplikasi yang disebut QPR (Quality Process Result)
atau lebih dikenal dengan istilah aplikasi SIMAK (Sistem Manajemen Kinerja).
57
pihak-pihak terkait untuk mengumpulkan dan menyiapkan data realisasi
pencapaian IKU Satuan Kerja (Satker) yang akan di-input-kan ke dalam aplikasi
SIMAK; (2) Mensupervisi inputer dalam peng-input-an data realisasi pencapaian
kinerja satkernya ke dalam aplikasi SIMAK; (3) Melakukan analisa pencapaian
target IKU di lingkungan satkernya sebagai dasar perumusan upaya peningkatan
capaian IKU periode tahun berikutnya; (4) Memberikan masukan kepada
Direktorat Perencanaan Strategis dan Manajemen Kinerja (Direktorat PSMK) di
Kantor Pusat selaku pengelola SIMAK atas kendala dan permasalahan yang
dihadapi dalam implementasi SIMAK; dan (5) Berkoordinasi dengan pengelola
SIMAK dalam kegiatan operasional sehari-hari yang terkait dengan implementasi
SIMAK mulai dari tahap Perencanaan sampai dengan tahap Evaluasi dan
Pelaporan.
58
2012 2013 2014
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar
1) Tahap Perencanaan
59
2) Tahap Pelaksanaan
60
b) Penyusunan Laporan Triwulanan Kegiatan Pelaksana BPK
Pada setiap akhir periode pengukuran kinerja, BPK Bengkulu dan BPK
Palembang menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Perwakilan.
Penyusunan LAK Perwakilan ini selain dilakukan untuk memenuhi kewajiban
yang diamanatkan dalam Permen PAN RB Nomor 29 Tahun 2010, juga
merupakan bentuk pertanggungjawaban tahunan atas implementasi
Manajemen Kinerja BPK di lingkup kantor perwakilan.
61
1. Tugas dan Fungsi
62
h. Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan yang mengandung unsur tindak
pidana korupsi dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama
Binbangkum;
63
Kepala Perwakilan
64
4) Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas Sub
Auditorat Bengkulu I;
10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Bengkulu I yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;
11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK
RI di Bengkulu.
65
dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk
melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN.
66
10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Bengkulu II yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;
c. Sekretariat Perwakilan
67
Dalam menjalankan tugasnya, BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
didukung oleh 73 personil, yang terdiri dari satu orang Kepala Perwakilan, dua
orang Kepala Sub Auditorat, 1 orang Kepala Sekretariat Perwakilan, lima orang
Kepala Sub Bagian, 40 orang pegawai pemeriksa serta 24 orang pegawai
administrasi umum.
68
C. SEKILAS BPK RI PERWAKILAN PROVINSI SUMATERA SELATAN
69
e. Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN;
70
2. Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Anggaran
Kepala Perwakilan
Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing struktur dalam organisasi BPK
RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan sebagaimana digambarkan di atas, yaitu:
71
1) Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada
lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera Selatan I;
10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Sumatera Selatan I yang akan disampaikan kepada pemangku
72
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;
11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK
RI Provinsi Sumatera Selatan.
73
6) Penyiapan bahan evaluasi dalam rangka penyusunan Sumbangan Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas Sub Auditorat Sumatera
Selatan II, baik yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK maupun
pemeriksa dari luar BPK;
10) Penyiapan bahan perumusan pendapat BPK pada lingkup tugas Sub
Auditorat Sumatera Selatan II yang akan disampaikan kepada pemangku
kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku
kepentingan dimaksud;
11) Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK
RI Provinsi Sumatera Selatan.
c. Sekretariat Perwakilan
74
1) Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan Perwakilan Provinsi Sumatera
Selatan;
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada pada BPK RI Perwakilan Provinsi
Sumatera Selatan per 31 Desember 2013 berjumlah 113 orang pegawai (PNS)
yang terdiri dari 1 orang Kepala Perwakilan, 1 orang Kepala Sub Auditorat (1
Jabatan Kepala Sub Auditorat belum terisi), 1 orang Kepala Sekretariat
Perwakilan, 4 orang Kepala Sub Bagian (1 Jabatan Kepala Sub Bagian belum
terisi), 57 orang pegawai pemeriksa serta 43 orang pegawai administrasi umum.
75
Sumatera Selatan memiliki peran strategis dalam hal melaksanakan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan, Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, serta BUMD
dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan
pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN. Keterkaitan tugas dan fungsi BPK RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan dalam rangka mendukung pencapaian
Sasaran Strategis BPK RI dapat dilihat dalam Peta Strategi BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Selatan pada Lampiran 5.
76
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti memaparkan beberapa sub bab yang terkait dengan
penelitian mengenai iklim komunikasi dalam pengimplementasian program
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK. Pada bagian pertama, peneliti memaparkan
laporan pelaksanaan penelitian, yang meliputi waktu, narasumber yang ditemui,
serta kendala yang dihadapi peneliti ketika melaksanakan penelitian ini. Bagian
kedua, peneliti memaparkan temuan-temuan penting terkait penelitian yang
dilakukan di BPK Bengkulu dan BPK Palembang, beserta analisis terhadap
temuan-temuan tersebut dikaitkan dengan teori-teori yang sesuai.
77
organisasi kantor perwakilan ini. Hasil analisis awal menunjukkan bahwa
permasalahan utamanya terletak pada pimpinan organisasi di BPK Bengkulu yang
belum optimal dalam menciptakan iklim supportiveness dalam hubungan
interaksi, komunikasi, dan koordinasi dengan bawahan. Selain itu, pemahaman
bersama (mutual understanding) pegawai terhadap konsep Manajemen Kinerja
juga belum sepenuhnya terwujud di kedua organisasi kantor perwakilan tersebut.
78
Dalam melakukan wawancara, peneliti lebih banyak melakukannya secara
langsung, dimana waktu dan tempat disesuaikan dengan kesibukan dari masing-
masing narasumber, namun dalam beberapa kondisi tertentu peneliti juga pernah
melakukan wawancara secara tidak langsung yakni melalui aplikasi percakapan
“whatsapp” yang terinstall pada telepon genggam. Hal ini dikarenakan posisi
narasumber yang tengah berada di Provinsi Riau, sehingga tidak memungkinkan
untuk bertemu secara langsung. Melalui wawancara tidak langsung tersebut,
peneliti justru mendapatkan data yang lebih mendalam karena narasumber lebih
leluasa dalam menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan tanpa adanya
keterbatasan waktu dan ruang. Selain melakukan telaah dokumen dan wawancara,
peneliti juga melakukan observasi untuk melihat dan merasakan langsung
atmosfer komunikasi yang berkembang di BPK Bengkulu dan BPK Palembang
sehari-hari.
B. TEMUAN-TEMUAN PENTING
79
Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK untuk mencapai Sasaran Strategis (SS)
antara keduanya ternyata menunjukkan hasil yang berbeda, sebagai berikut:
Bengkulu Palembang
Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Realisasi Skor Target Realisasi Skor
2013 2013 IKU 2013 2013 IKU
7. Meningkatkan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara 100% 95,13% 95,13 100,00% 100,00% 100,00
pemanfaatan TIK di optimal
lingkungan 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data 63,63% 100% 105,00 75,00% 81,25% 105,00
perwakilan via Agen Konsolidator
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator 100% 100% 100,00 75,00% 93,75% 105,00
8. Meningkatkan 8.1 Persentase pemenuhan sarana dan 90% 89,18% 99,09 90,00% 90,65% 100,72
pemenuhan standar prasarana sesuai dengan standar
sarana dan
prasarana di
lingkungan
perwakilan
D. Perspektif Keuangan
9. Meningkatkan 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran 90% 93,39% 103,76 90,00% 90,99% 101,09
pemanfaatan
anggaran di
lingkungan
perwakilan
SKOR FINAL IKU PERWAKILAN TAHUN 2013 77,24 94,50
Tabel 4.1 - Rincian Capaian Skor IKU BPK Bengkulu dan BPK Palembang Tahun 2013
80
Perbedaan capaian skor kinerja perwakilan tahun 2013 antara BPK
Bengkulu dan BPK Palembang di atas, tidak terlepas dari cara keduanya
membangun iklim komunikasi dalam organisasi mereka masing-masing.
Sebagaimana dikemukakan oleh Redding (1972) bahwa iklim komunikasi
merupakan variabel yang paling signifikan mempengaruhi perilaku kerja pegawai
dalam mendayagunakan kompetensinya, bagaimana suatu organisasi menciptakan
iklim komunikasi akan berbanding lurus dengan pencapaian tujuan dan sasaran
kinerja yang diupayakan oleh organisasi itu sendiri.
81
(4) komunikasi lintas saluran, yaitu komunikasi antar jabatan yang menempati
bagian fungsional yang berbeda.
“Sosialisasi dengan pegawai, kalau menurut saya, tidak harus saya turun
langsung menginfokan ke pegawai-pegawai. Karena dengan saya
mendiskusikan IKU ke Kasubaud/Kasubbag, harapan saya
Kasubaud/Kasubbag bisa meneruskan informasi tersebut ke anak
buahnya masing-masing, kemudian terus menerus mengingatkan,
mengawal, dan memonitor pencapaian IKU yang berkaitan dengan
kinerja bawahannya”. (Abidin, 250315 - Kasetlan Bengkulu & manajer
IKU Bengkulu Tahun 2014)
82
informasi terkait konsep Manajemen Kinerja maupun SS/IKU Perwakilan kepada
pegawai (bawahan).
83
usaha Kalan untuk membimbing dan mengarahkan bawahannya secara konkrit,
hampir tidak ada.
“Waktu tahun 2013 Pak Kalan termasuk agak cuek dengan pencapaian
SS/IKU kita. Maksudnya, jarang ada arahan-arahan bagaimana supaya
IKU kita optimal, tidak ada pemantauan rutin, dan lain-lain. Bahkan
terkadang untuk beberapa SS/IKU, kita yang di bawah ini sudah
berupaya membuat rencana-rencana kerja bagaimana supaya IKU kita
optimal, tapi malah mentok di pimpinan karena Pak Kalan tidak
mengijinkan kita untuk merealisasikan rencana-rencana kerja itu. Kita
jadi serba salah juga kadang-kadang”. (M. Taufan, 270315 - Inputer IKU
Bengkulu)
Sementara itu, koordinasi yang terjalin antara manajer dengan inputer IKU
Bengkulu pun tidak dilakukan secara berkesinambungan, melainkan hanya
dilakukan bila terdapat SS/IKU yang belum maksimal tercapai saja. Ketika
inputer menginformasikan adanya target SS/IKU perwakilan yang belum tercapai
kemudian menanyakan kepada manajer mengenai langkah/strategi apa yang harus
dilakukan, disinilah proses komunikasi seringkali terhenti. Apakah oleh manajer,
informasi tersebut diteruskan ke unit-unit kerja terkait kemudian tidak mendapat
tanggapan, atau informasi tersebut memang tidak diteruskan oleh manajer ke unit-
unit kerja terkait, hal ini tidak diketahui secara pasti oleh inputer IKU Bengkulu.
Kesalahan penginputan ini baru diketahui pada akhir tahun 2013, yaitu
saat manajer IKU menyampaikan draft Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK)
84
perwakilan Bengkulu kepada Kalan dalam rapat struktural. Saat itu, capaian skor
IKU Bengkulu berada jauh di bawah target yang ditetapkan. Setelah ditelusuri,
diketahui bahwa inputer hanya menginput total jam diklat eksternal pegawai saja
dan tidak memasukkan total jam diklat internal (in house training) ke dalam
komponen perhitungan IKU 5.1. Ketika hal tersebut dikonfirmasikan lebih lanjut
ke Kasubbag SDM, diperoleh fakta bahwa kesalahan penginputan ini disebabkan
adanya kekurangan data yang disampaikan oleh Subbag SDM kepada inputer.
Pada saat inputer meminta data diklat pegawai, staf Subbag SDM Bengkulu hanya
memberikan data rekapitulasi diklat eksternal saja tanpa disertai dengan data
rekapitulasi diklat internal. Meskipun proses validasi oleh Direktorat PSMK (BPK
Pusat) mengakomodir dilakukannya koreksi sehingga skor IKU 5.1 BPK
Bengkulu menjadi tercapai maksimal (105,00), tetapi pada penghitungan skor
final IKU (kantor) perwakilan, BPK Bengkulu tetap dikenakan penalti senilai 7,00
poin karena dianggap kurang teliti dalam melakukan input data IKU.
“Tahun 2013 kemarin saya lihat, inputer bekerja sendiri tanpa ada
kontrol dari manajernya. Seandainya saat itu terjadi komunikasi yang
baik dengan manajer, begitu diketahui ada IKU yang masih kurang
(merah), manajer bisa meminta inputer untuk mengecek ulang apakah
penginputan data yang dilakukannya sudah benar dan sudah sesuai
dengan dokumen pendukungnya, atau manajer bisa berkoordinasi
langsung dengan Kasubaud/Kasubag yang terkait guna meyakinkan data
pendukung IKU. Saat berkomunikasi dengan Kasubbag, mungkin
memang tidak ada masalah. Tapi ketika manajer IKU 2013 harus
berkomunikasi dengan Kalan dan Kasubaud/Kasetlan, ada rasa sungkan
disitu. Sehingga berkaca dari tahun kemarin, sepertinya akan lebih baik
kalau manajer IKU dijabat oleh eselon III supaya lebih lancar ketika
berkomunikasi dan berkoordinasi dengan atasan yang lebih tinggi”.
(Abidin, 250315 - Kasetlan Bengkulu & manajer IKU Bengkulu Tahun
2014)
85
Manajemen Kinerja-nya. Evaluasi tersebut dapat berupa: (1) reviu internal di
level eselon IV (Kasubbag) terhadap pencapaian IKU yang selaras dengan tupoksi
mereka masing-masing, misalnya Kasubbag Keuangan mereviu capaian IKU
pemanfaatan anggaran keuangan, Kasubbag SDM mereviu capaian IKU yang
berhubungan dengan jam pelatihan pegawai, Kasubbag Umum mereviu capaian
IKU pemenuhan sarana prasarana dan pemanfaatan TIK, dan seterusnya;
(2) reviu internal di level eselon III (Kasubaud/Kasetlan) dimana Kasubaud
mereviu capaian IKU yang berkaitan dengan fungsi pemeriksaan dan Kasetlan
mereviu capaian IKU dari Sub-sub Bagian yang secara struktur berada di bawah
kepemimpinannya; dan/atau (3) reviu internal di level eselon II dimana Kepala
Perwakilan melakukan reviu secara komprehensif terhadap capaian IKU
perwakilan berdasarkan laporan dan pemaparan dari para pejabat struktural di
bawahnya (Kasubaud, Kasetlan, dan Kasubbag).
Di BPK Bengkulu, rapat atau pertemuan rutin internal yang secara khusus
diselenggarakan untuk mengevaluasi pencapaian SS/IKU perwakilan Bengkulu,
belum pernah dilakukan. Selama tahun 2013 kemarin, pembahasan IKU
perwakilan hanya dilakukan satu kali oleh manajer IKU yaitu pada saat rapat
struktural di akhir tahun sebelum penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
(LAK). Rapat itu pun hanya diikuti oleh Kepala Perwakilan (Kalan), Kepala
Sekretariat Perwakilan (Kasetlan), Kepala Sub Auditorat (Kasubaud), dan para
Kepala Sub Bagian (Kasubbag). Adapun Ketua Tim Senior (KTS) dan inputer
IKU, tidak diikutsertakan dalam rapat itu karena tidak diminta hadir oleh Kalan.
Menurut penuturan inputer IKU yang juga merupakan auditor senior BPK
Bengkulu, suasana komunikasi di kantor perwakilan Bengkulu secara umum
sudah cukup bagus untuk di level penunjang (Subbag). Intensitas komunikasi dan
koordinasi yang masih kurang, justru dirasakan ada di level Sub Auditorat.
Misalnya ketika terdapat permasalahan atau perkembangan informasi yang
berkaitan dengan kantor. Kalan akan mengkomunikasikannya terlebih dahulu
secara berjenjang ke Kasetlan dan Kasubaud. Untuk masalah-masalah yang
berhubungan dengan kinerja unit penunjang, Kasetlan selanjutnya berkoordinasi
86
dengan Subbag-Subbag yang ada di bawahnya. Sudah sejauhmana pelaksanaan
tugas Subbag, ada hambatan atau tidak, apa kendalanya, dan bagaimana cara
mengatasi hambatan/kendala tersebut, hal-hal semacam ini secara rutin selalu
dimonitor oleh Kasetlan. Sedangkan untuk permasalahan atau informasi yang
berkaitan dengan kinerja unit teknis/pemeriksa, Kasubaud dapat dikatakan masih
kurang maksimal dalam berkomunikasi dan mengkoordinasikan kinerja pemeriksa
(auditor) di bawah kepemimpinannya.
87
komunikasi formal tersebut, BPK Palembang juga menyelenggarakan komunikasi
informal yang arah aliran komunikasinya ke segala arah dan tidak menentu.
88
fungsinya masing-masing. Keterlibatan seluruh pejabat struktural dalam setiap
pembahasan IKU inilah yang pada akhirnya menjadi katalisator mengalirnya
informasi mengenai SS/IKU perwakilan dari top level management ke pegawai
pelaksana (bawahan).
89
masing unit kerja di BPK Palembang setiap kali manajer dan/atau inputer
meminta dokumen untuk kepentingan penginputan data pendukung IKU ke dalam
aplikasi SIMAK. Selain itu, hasil wawancara dengan beberapa narasumber di
BPK Palembang juga menunjukkan bahwa meskipun tidak memahami SS/IKU
perwakilan secara detil, tapi para pegawai di BPK Palembang memiliki komitmen
yang tinggi terhadap pelaksanaan tupoksi mereka sehari-hari. Komitmen
pelaksanaan tugas yang tinggi dari masing-masing individu pada unit kerja inilah
yang secara langsung membantu mengoptimalkan pencapaian SS/IKU perwakilan
Palembang.
90
SS/IKU selama ini juga ada yang bersifat informal. Sebagaimana dikemukakan
oleh manajer IKU Palembang berikut ini, selain karena dirasa lebih efisien dan
tidak bertele-tele mengikuti alur birokrasi yang panjang, komunikasi dan
koordinasi antar unit kerja dengan pendekatan personal melalui tatap muka
langsung juga terbukti lebih cepat mendapatkan respon/feedback.
91
“Dalam implementasi Manajemen Kinerja ini, saya selalu memposisikan
diri saya sebagai inputer IKU yang posisinya berada di bawah manajer
IKU. Jadi kalau ada kendala atau hambatan apapun itu bentuknya, saya
selalu usahakan komunikasi ke manajer dulu. Manajer-lah yang
kemudian berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pejabat struktural
dari unit-unit terkait. Ibaratnya saya tetap berpegang pada hierarki lah,
meskipun tidak kaku”. (Novita F. R., 160315 - Inputer IKU Palembang)
92
Secara spesifik, BPK Palembang tidak memiliki aturan/kebijakan yang
secara khusus dibuat dalam rangka mengoptimalkan pencapaian SS/IKU
Perwakilan. BPK Palembang juga tidak melakukan upaya-upaya khusus demi
mencapai SS/IKU yang optimal. Menurut penuturan manajer IKU Palembang, hal
ini dikarenakan pada prinsipnya, apabila masing-masing unit kerja memiliki
komitmen yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya masing-
masing, secara langsung mereka telah berkomitmen dalam pengoptimalan
pencapaian SS/IKU perwakilan. Namun, untuk membantu mempermudah
pelaksanaan tugas pengelolaan kinerja perwakilan, manajer IKU Palembang
dibantu tidak hanya oleh satu orang inputer IKU seperti di BPK Bengkulu,
melainkan dibantu oleh tiga orang inputer IKU yang masing-masing memiliki
deskripsi pembagian tugas yang jelas dan tidak tumpang tindih.
3. Catatan Peneliti
93
sasaran strategis organisasinya melalui penciptaan iklim komunikasi, dapat dilihat
secara ringkas dalam matriks berikut:
DIMENSI
No. BPK BENGKULU BPK PALEMBANG
IKLIM KOMUNIKASI
94
dengan nilai keakraban.
95
2. Dukungan Pimpinan - Kalan kurang - Kalan mempunyai
Membuka Partisipasi memberikan perhatian perhatian yang besar
Bawahan terhadap kinerja terhadap capaian kinerja
bawahan dalam perwakilan.
mencapai SS/IKU yang
optimal.
96
Intensitas komunikasi diwujudkan dalam
dan koordinasi yang konteks hubungan
masih kurang, dirasakan pekerjaan saja, tetapi
ada di level Sub juga dalam hubungan
Auditorat. personal sehari-hari.
97
- Penetapan target SS/IKU - Penyusunan target IKU
Bengkulu yang selama ini perwakilan yang dilakukan
diserahkan sepenuhnya secara bersama-sama
kepada manajer, oleh Kalan, Kasetlan,
bukanlah didasari rasa Kasubaud, para
kepercayaan di antara Kasubbag, Ketua Tim
manajemen level atas Senior, dan inputer IKU
kepada manajer IKU, melalui suatu rapat rutin
tetapi dikarenakan menjelang awal tahun,
kurangnya kesadaran menunjukkan adanya
dan komitmen dari para komitmen dan kesadaran
pejabat bahwa tanggung bahwa upaya
jawab pencapaian pengoptimalan capaian
SS/IKU yang optimal IKU perwakilan tidak
merupakan tugas hanya merupakan
bersama yang harus tanggung jawab manajer
diupayakan oleh seluruh dan inputer IKU saja.
anggota organisasi.
Sementara itu, komunikasi dan koordinasi yang terus dijalin oleh pegawai
di semua lini organisasi kantor perwakilan BPK Palembang melalui agenda
98
formal rapat, workshop, transfer of knowledge, maupun perbincangan informal
(tatap muka langsung dan/atau menggunakan media), mampu memangkas jarak
antara hubungan atasan dengan bawahan, serta menciptakan pemahaman dan
komitmen bersama pegawai terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Sehingga skor
IKU yang menggambarkan prestasi serta produktivitas kinerja perwakilan BPK
Palembang, dapat tercapai dengan optimal yaitu sebesar 94,50 di tahun 2013.
99
Tidak adanya rapat rutin sebagai media reviu internal, pengkomunikasian
target IKU perwakilan yang hanya dilakukan dengan mengandalkan banner,
masih adanya rasa sungkan manajer dan inputer IKU Bengkulu dalam
berkoordinasi dengan pejabat struktural dan pegawai lainnya, serta terjadinya
kesalahan penginputan data IKU yang terlambat diketahui (baru diketahui di akhir
tahun), sejatinya telah cukup menunjukkan bahwa praktek komunikasi yang
berlangsung di BPK Bengkulu khususnya yang terkait dengan implementasi
program Manajemen Kinerja Berbasis SIMAK ini, belum dapat secara efektif
memenuhi empat fungsi besar komunikasi sebagaimana dikemukakan oleh
Robbins di atas. Padahal keempat fungsi tersebut sama pentingnya bagi upaya
pencapaian tujuan dan sasaran strategis BPK RI. Tidak ada satu fungsi pun yang
dapat dikatakan lebih penting dari yang lainnya. Sebab untuk dapat mencapai
kinerja yang efektif (SS/IKU optimal), organisasi kantor perwakilan BPK perlu
mengontrol perilaku pegawainya, memotivasi, mewadahi ekspresi perasaan
pegawai dan membuat keputusan yang berorientasi pada pencapaian tujuan
organisasi.
100
pelaksana. Jadi untuk mengukur sejauhmana kinerja suatu perwakilan,
bisa dilihat dari pencapaian skor IKU-nya. Manakala setiap pegawai
pelaksana mengetahui bahwa ia punya target kerja yang harus dicapai,
tentunya akan sangat baik sehingga dia dapat berupaya untuk bekerja
dengan mencapai target yang direncanakannya itu”. (Abidin, 250315 -
Kasetlan Bengkulu & manajer IKU Bengkulu Tahun 2014)
“Tahun 2013 ketika saya menjadi manajer IKU, skor IKU BPK
Bengkulu memang tidak memuaskan. Saya akui kelemahan mungkin ada
di saya karena kurang komunikasi dan kurang punya power untuk
menge-push teman-teman yang lain. Makanya ketika kemudian jabatan
manajer IKU tahun 2014 diserahkan kepada Kasetlan, saya merasa itu
sangat tepat. Secara struktural, dengan kedudukan Kasetlan sebagai
eselon III di kantor ini, beliau lebih punya power dan lebih dipercaya
kemampuannya untuk menggerakkan unit-unit kerja lain. Untuk
implementasi kinerja ini, harus ada komitmen dan kesadaran yang
tumbuh dalam diri pribadi masing-masing dulu, baru kemudian apa yang
disuruh atau diperintahkan itu bisa dilaksanakan dengan baik. Kalau
komitmen dan kesadaran untuk mencapai IKU terbaik tidak dimiliki oleh
101
semua pihak, pasti berapa pun target IKU yang kita tetapkan, akan sulit
terwujud”. (Tulus Budi S. R., 030315 - Manajer IKU Bengkulu)
Senada dengan hal di atas, inputer IKU Bengkulu juga menyatakan bahwa
selama bertugas sebagai inputer, rapat formal untuk mengevaluasi SS/IKU tahun
2013, belum pernah Ia ikuti. Pemantauan terhadap pencapaian SS/IKU perwakilan
hanya didasarkan pada laporan inputer kepada manajer IKU bilamana terdapat
capaian SS/IKU yang belum sesuai target. Selebihnya, manajer hanya sebatas
mengingatkan unit-unit kerja terkait mengenai hal tersebut. Apakah selanjutnya
akan ditindaklanjuti atau tidak, semuanya dikembalikan lagi ke atasan langsung
dari unit kerja itu sendiri. Masukan/saran juga telah beberapa kali disampaikan
kepada unit-unit terkait, namun tidak selalu mendapat feedback yang positif
dikarenakan masih adanya distrust di antara manajer dan atasan langsung unit-unit
kerja (Kasubaud/Kasubbag).
102
perwakilan dapat dibahas secara lebih komprehensif dan memudahkan
manajemen ketika akan berkoordinasi dengan tim pemeriksa. Pada tahap
perencanaan, penyusunan target IKU Perwakilan BPK Palembang juga dilakukan
melalui mekanisme rapat dan diskusi terbuka yang melibatkan seluruh pejabat
struktural, KTS, dan inputer IKU.
103
“Evaluasi pencapaian IKU selama ini dilakukan pada saat rapat rutin
pejabat struktural. Rapat tersebut dihadiri oleh Kalan, Kasetlan,
Kasubaud, Kasubbag, para Ketua Tim, dan inputer IKU. Pimpinan
struktural di BPK Palembang menaruh kepercayaan yang tinggi kepada
bawahannya. Namun, walaupun bawahan diberikan kebebasan untuk
menyelesaikan tugasnya tanpa adanya instruksi pekerjaan yang detail,
fungsi kontrol yang dimiliki atasan, tetap berjalan dengan baik. Kendala
atau hambatan yang ditemui bawahan selalu mendapatkan solusi dari
atasan”. (Novita F. R., 160315 - Inputer IKU Palembang)
104
dipercaya, manajer menjadi sungkan dan enggan untuk membuka komunikasi
lebih lanjut dengan pejabat-pejabat struktural tersebut. Bila komunikasi vertikal
dalam lingkup manajemen (pimpinan eselon II, eselon III, dan eselon IV) saja
tidak berjalan lancar, maka hampir dapat dipastikan komunikasi vertikal antara
manajemen (pimpinan) dengan bawahan (pelaksana) juga akan mengalami
gangguan atau kemacetan.
105
Sebaliknya, iklim komunikasi yang negatif akan terbentuk bilamana
interaksi personal antar anggota organisasi kurang intens dilakukan. Secara
psikologis mereka akan cenderung bersifat defensif dan menumbuhkan iklim atau
suasana yang tidak baik dan tidak menyenangkan dalam organisasi. Hal ini akan
memicu terjadinya kesalahpahaman dan ketidakstabilan kinerja organisasi yang
berdampak pada penurunan produktivitas kerja secara keseluruhan. Oleh sebab
itu, hubungan antar anggota organisasi perlu dibangun dengan baik agar mereka
memiliki rasa kebersamaan yang tinggi demi kerjasama tim dan pencapaian
kinerja yang lebih baik.
106
“Selama saya menjadi manajer IKU tahun 2013, peran Kepala
Perwakilan dan pejabat-pejabat struktural yang lain terhadap pencapaian
SS/IKU perwakilan bisa dikatakan masih rendah. Idealnya, peran Kalan
sangatlah penting terutama menjadi penggerak kinerja bawahan-
bawahannya, tapi pada kenyataannya Pak Kalan agak kurang memberi
perhatian ya terhadap upaya pencapaian SS kita. Ketika di akhir tahun
IKU-nya merah/tidak tercapai, barulah kami kena tegur. Kasetlan waktu
itu juga tidak banyak berperan. Semua fungsi pengelolaan dan
penginventarisasian IKU perwakilan diserahkan ke manajer dan inputer.
Tidak ada arahan dari atasan kita harus bagaimana”. (Tulus Budi S. R.,
030315 - Manajer IKU Bengkulu)
107
mengusulkan ke Pak Kalan untuk menyelenggarakan media workshop
tanggal sekian dan tanggal sekian, itu malah pasti bakal dicoret, tidak
disetujui Pak Kalan”. (Yoga N. S., 070415 – Inputer IKU Bengkulu)
108
berdasarkan keterangan dari Kasetlan Bengkulu yang juga manajer IKU tahun
2014, ketidakselarasan konsep media workshop di BPK Bengkulu tersebut masih
berlangsung hingga saat ini tanpa ada pihak yang berinisiatif untuk memperbaiki
atau membenahi ketidaktepatan tersebut.
109
pada saat itu, IKU mana saja yang sudah tercapai, IKU mana saja yang belum
optimal, dan apa kendala atau hambatan yang ditemui selama proses implementasi
SS/IKU tersebut. Apabila manajer, inputer, atau unit-unit kerja menemui kendala
terkait pencapaian SS/IKU perwakilan, Kalan selalu berupaya mencarikan jalan
keluar. Bahkan bila sampai harus mengklarifikasi ke Kantor Pusat, beliau juga
tidak segan melakukannya, semata-mata demi kepentingan kantor.
“Kontribusi Kalan dalam pencapaian SS, sangat baik sekali ya. Beliau
dapat dikatakan aware dan care. Perhatian beliau terhadap kinerja
bawahannya juga sangat besar. Hampir dalam setiap rapat struktural, Pak
Kalan selalu menanyakan perkembangan capaian SS/IKU perwakilan
kita sudah sejauhmana, IKU apa yang sudah tercapai, IKU apa yang
masih belum optimal, jika ada kendala, dimana kendalanya, dan
sebagainya. Pihak-pihak yang diikutsertakan di antaranya Kasetlan,
Kasubaud, para Kasubbag, Ketua Tim Senior, dan inputer IKU”.
(Fitriana D. S., 160315 - Inputer IKU Palembang)
110
yang harus dibuat, dokumen-dokumen apa saja yang harus disusun dan
disampaikan kepada kami secara rutin, dan sebagainya. Kalau ternyata
masih ada beberapa lampiran IKU yang belum lengkap, begitu kami
sampaikan, respon mereka juga selalu cepat. Saya kira hal-hal seperti itu
yang sangat membantu kinerja manajer dan inputer IKU Perwakilan“.
(Atik Priatna, 160315 – Manajer IKU Palembang)
111
didasari kedekatan interpersonal antara pimpinan dengan bawahan terlebih dahulu
harus terjalin kuat. Kalan dan pimpinan unit-unit kerja yang lain harus sadar betul
arti penting pegawai sebagai aset organisasi dalam proses pencapaian SS/IKU
yang optimal. Di samping itu, Kalan juga harus berkomitmen bahwa SS/IKU
perwakilan ini bukan sekedar gengsi Kalan semata, tetapi juga manifestasi dari
akuntabilitas kinerja organisasi kantor perwakilan kepada stakeholder (para
pemangku kepentingan) baik internal maupun eksternal. Dukungan unsur
pimpinan terhadap tugas manajer dan inputer IKU, di antaranya diwujudkan
dengan pemberian pemahaman mengenai konsep Manajemen Kinerja (SS/IKU)
Perwakilan kepada pegawai pelaksana di lingkungan unit kerjanya masing-
masing, dan dilakukannya reviu/kontrol internal terhadap kinerja bawahan secara
periodik.
Selain unsur pimpinan, manajer dan inputer IKU sebagai pengelola kinerja
perwakilan juga harus paham benar apa tugasnya, bagaimana perannya dalam
manajemen kinerja perwakilan, apa saja target yang ingin dicapai perwakilan, dan
bagaimana cara mencapai target-target tersebut. Manajer dan inputer harus
mampu bekerja sama, secara pro aktif mengingatkan masing-masing unit kerja
agar mengumpulkan data IKU secara lengkap dan tepat waktu ke inputer dan/atau
manajer, serta tidak segan-segan mengarahkan dan memberi masukan pada unit-
unit kerja mengenai bagaimana caranya supaya mereka dapat mencapai target
IKU-nya secara optimal.
112
untuk ikut berpartisipasi mengoptimalkan pencapaian SS/IKU perwakilan, sesuai
peran dan fungsinya dalam organisasi.
113
masalah, pimpinan tersebut dapat mengambil langkah-langkah perbaikan sebelum
dampak dari adanya permasalahan tersebut semakin meluas.
“Sejak awal perencanaan kita memang tidak matang. Usulan target itu
kan kita sendiri yang mengajukan. Istilahnya kalau kita sendiri yang mau
pasang target segitu, berarti kita harus punya komitmen dan strategi-
strategi bagaimana untuk mencapai target yang kita usulkan itu. Sehingga
ketika pelaksanaan, kita sudah tidak kebingungan lagi. Kemudian pada
tahap pelaksanaan, saya merasa masih kurang perhatian dari pejabat-
pejabat struktural. Kadang struktural malah ada yang tidak paham apa itu
IKU. Jadi kalau menurut saya, faktor pemahaman dari struktural sendiri
mungkin masih kurang. Sehingga perhatian dan komitmen untuk sama-
sama berupaya memaksimalkan skor IKU, jadi kurang kuat”. (Yoga N.
S., 070415 – Inputer IKU Bengkulu)
114
meskipun target telah secara jelas ditetapkan, tetapi karena komitmen dan
pemahaman pribadi pemeriksa terhadap target IKU tersebut masih kurang, atau
boleh jadi sebenarnya komitmen pemeriksa terhadap target IKU tersebut sudah
ada, pemeriksaan dan pelaporan juga sudah selesai dilaksanakan, tetapi karena
reviu dari Pengendali Teknis atau Penanggung Jawab yang berlangsung berlarut-
larut, sehingga SS/IKU kinerja fungsional pemeriksaan di BPK Bengkulu di tahun
2013, pada akhirnya tetap tidak tercapai.
115
kemungkinan hanya beberapa pegawai saja yang memahami secara komprehensif
dan detil, apa itu SS/IKU perwakilan di BPK Palembang.
116
Para narasumber di BPK Palembang juga menuturkan bahwa tanpa adanya
kerja tim yang kompak, mustahil SS/IKU perwakilan dapat tercapai maksimal
seperti sekarang. Kesadaran semacam ini haruslah tetap dipupuk secara intensif.
Seluruh pegawai di semua lini harus ambil bagian dan berpartisipasi secara aktif
dalam membentuk masa depan organisasinya, sehingga tidak hanya bergantung
pada beberapa orang saja. Jika tujuan atau sasaran suatu organisasi akan
direalisasikan, maka semua anggota organisasi harus bekerja sama untuk
mewujudkannya. Lebih lanjut, komunikasi dan koordinasi antara sesama pegawai
di semua lini organisasi merupakan syarat mutlak terpeliharanya komitmen
berkinerja yang tinggi, bahkan pada masa-masa yang sulit (krisis) sekalipun.
Setiap pegawai harus mengetahui dan memahami tujuan atau sasaran yang hendak
dicapai oleh organisasinya. Karena dengan itu, potensi/kemampuan, energi, dan
pengetahuan yang dimilikinya dapat diarahkan secara lebih efektif menuju
pencapaian sasaran organisasi yang telah ditetapkan.
117
mengingatkan masing-masing unit kerja mengenai target kinerja dan tanggung
jawab penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki “Bagian”-nya.
Selain itu, saran/masukan yang dirasa dapat membantu pencapaian target kinerja
Subbag/Subaud juga telah beberapa kali disampaikan. Namun, apakah selanjutnya
akan ditindaklanjuti atau tidak, semuanya dikembalikan lagi ke atasan langsung
dari unit kerja itu sendiri. Proses komunikasi formal dengan mengikuti arah aliran
struktur dalam organisasi di BPK Bengkulu sejatinya bukan merupakan suatu
masalah dan dapat dimanfaatkan untuk membantu upaya pencapaian sasaran
strategis organisasi kantor perwakilan. Asalkan didukung dengan adanya
mekanisme (Prosedur Operasional Standar/POS) yang jelas, saluran komunikasi
yang reliabel, serta sikap terbuka pimpinan dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan bawahan. Selain itu, kegiatan-kegiatan diluar penyelenggaraan tupoksi
yang sifatnya menumbuhkan kebersamaan dan keakraban di antara anggota
organisasi BPK Bengkulu, perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
118
kantor perwakilan BPK Palembang melalui agenda formal rapat, workshop,
transfer of knowledge, maupun perbincangan informal (tatap muka langsung
dan/atau menggunakan media), terbukti mampu memangkas jarak antara
hubungan atasan dengan bawahan, serta menciptakan pemahaman dan komitmen
bersama pegawai terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Dalam menjalankan
tugas, hubungan personal yang sudah baik ini dapat sangat membantu pada saat
koordinasi masalah pekerjaan. Untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan
mempererat kekeluargaan antar pegawai, BPK Palembang telah beberapa kali
menyelenggarakan acara seperti family gathering, buka puasa bersama, halal
bihalal, olah raga bersama, dan acara kumpul-kumpul lain yang sifatnya informal.
Selain itu, saluran komunikasi yang selama ini dimanfaatkan baik melalui tatap
muka langsung, surat menyurat, telepon ruangan, telepon pribadi, pengeras suara,
email, SMS, BBM, hingga grup whatsapp, dirasa sudah cukup memenuhi
kebutuhan komunikasi di lingkungan kantor BPK Palembang, dan menjadikan
akses informasi terkait organisasi BPK, terbuka bagi siapa saja.
119
dengan menggunakan empat karakter atau perilaku, yaitu: (1) Directive Leader,
(2) Supportive Leader, (3) Participative Leader; dan (4) Achievement Oriented
Leader, yang keempatnya dapat diterapkan sesuai situasi yang berkembang serta
tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi pada saat itu (Robbins, 2002).
120
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
121
dimilikinya bagi organisasi, juga menjadi surut. Ketidakoptimalan koordinasi ini
tercermin dari skor IKU final yang dilaporkan dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja (LAK) Perwakilan tahun 2013 dimana BPK Bengkulu hanya berhasil
mencapai skor IKU sebesar 77,24. Sementara itu, komunikasi dan koordinasi
yang terus menerus dijalin oleh pegawai di semua lini organisasi kantor
perwakilan BPK Palembang melalui agenda formal rapat, workshop, transfer of
knowledge, maupun perbincangan informal (tatap muka langsung dan/atau
menggunakan media), terbukti mampu memangkas jarak antara hubungan atasan
dengan bawahan, serta menciptakan pemahaman dan komitmen bersama pegawai
terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Sehingga skor IKU yang menggambarkan
prestasi serta produktivitas kinerja perwakilan BPK Palembang, dapat tercapai
dengan optimal yaitu sebesar 94,50 di tahun 2013.
122
Penyusunan target IKU Bengkulu Tahun 2013 diserahkan sepenuhnya ke manajer
IKU, tanpa didahului adanya rapat atau diskusi bersama antara Kepala Perwakilan
dengan pejabat struktural lainnya. Mekanisme penetapan target SS/IKU
Perwakilan Bengkulu yang diserahkan sepenuhnya kepada manajer ini, bukanlah
didasari adanya rasa kepercayaan di antara manajemen level atas kepada manajer
IKU. Akan tetapi dikarenakan kurangnya kesadaran dan komitmen dari para
pejabat bahwa tanggung jawab pencapaian SS/IKU yang optimal merupakan
tugas bersama yang harus diupayakan oleh seluruh anggota organisasi mulai dari
level pimpinan hingga pegawai pelaksana (bukan hanya tugas manajer dan inputer
IKU). Suasana komunikasi di kantor perwakilan Bengkulu secara umum sudah
cukup bagus untuk di level penunjang (Subbag). Namun, intensitas komunikasi
dan koordinasi yang masih kurang, justru dirasakan ada di level Sub Auditorat.
Komunikasi dan koordinasi yang terkadang kurang efektif antara manajer IKU
Bengkulu dengan para pejabat struktural diakui oleh manajer selain karena
pihaknya kurang membuka komunikasi dengan pejabat unit-unit kerja terkait, juga
disebabkan masih adanya distrust dari beberapa pejabat pada kemampuan manajer
dalam mengelola kinerja perwakilan.
123
Selain inputer, para pegawai di masing-masing unit kerja baik unit kerja
pemeriksa (Subaud) maupun unit kerja non pemeriksa (Subbag) juga diakui oleh
manajer memiliki peran yang krusial dalam upaya pencapaian SS/IKU perwakilan
yang optimal. Proses evaluasi terhadap pencapaian IKU Palembang selalu dibahas
bersama dalam setiap rapat struktural. Apabila dalam pengimplementasian kinerja
bawahan menemui hambatan/kendala, bawahan percaya bahwa atasan selalu
dapat berupaya memberikan solusi.
124
Di Palembang, dukungan pimpinan terhadap implementasi Manajemen
Kinerja Perwakilan yang dikelola oleh manajer dan inputer IKU, tampak dalam
setiap rapat rutin pejabat struktural. Dalam rapat tersebut, Kalan sebagai
pemegang komitmen pencapaian kinerja perwakilan selalu membahas dan
mendiskusikan bersama bagaimana posisi/perkembangan capaian SS Perwakilan
pada saat itu, IKU mana saja yang sudah tercapai, IKU mana saja yang belum
optimal, dan apa kendala atau hambatan yang ditemui selama proses implementasi
SS/IKU tersebut. Apabila manajer, inputer, atau unit-unit kerja menemui kendala
terkait pencapaian SS/IKU perwakilan, Kalan selalu berupaya mencarikan jalan
keluar. Lebih lanjut, dukungan pimpinan BPK Palembang terhadap pegawai tidak
hanya diwujudkan dalam konteks hubungan pekerjaan saja, tetapi juga dalam
hubungan personal sehari-hari. Untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan
mempererat kekeluargaan antar pegawai, BPK Palembang telah beberapa kali
menyelenggarakan acara seperti family gathering, buka puasa bersama, halal
bihalal, olah raga bersama, dan acara kumpul-kumpul lain yang sifatnya informal.
Selain itu, saluran komunikasi yang selama ini dimanfaatkan baik melalui tatap
muka langsung, surat menyurat, telepon ruangan, telepon pribadi, pengeras suara,
email, SMS, BBM, hingga grup whatsapp, dirasa sudah cukup memenuhi
kebutuhan komunikasi di lingkungan kantor BPK Palembang, dan menjadikan
akses informasi terkait organisasi BPK, terbuka bagi siapa saja.
125
dengan pelaksana di unit kerjanya masing-masing) bagaimana strategi yang akan
dilakukan guna mencapai target-target tersebut. Bahkan menurut penuturan
inputer IKU Bengkulu, masih ada beberapa pejabat yang tidak memahami apa itu
IKU. Padahal, setiap pimpinan mulai dari tingkat atas, menengah, sampai dengan
tingkat bawah, sudah seharusnya memahami tentang tujuan (SS/IKU) yang
hendak dicapai oleh organisasinya. Sehingga bilamana organisasi menemui
masalah, pimpinan dapat mengambil langkah-langkah perbaikan sebelum dampak
dari adanya permasalahan tersebut semakin meluas.
126
pemantauan atau evaluasi internal secara berkesinambungan terhadap capaian
kinerja (SS/IKU) Perwakilan, masih adanya distrust dari pejabat struktural
terhadap kemampuan manajer IKU Bengkulu dalam mengelola kinerja
perwakilan, fungsi transmisi informasi atasan kepada bawahan yang belum
sepenuhnya berjalan, serta pemahaman dan komitmen anggota organisasi (atasan
dan bawahan) terhadap peran tugas dan fungsinya dalam pencapaian kinerja
organisasi yang masih harus diperkuat, menunjukkan bahwa manajemen BPK
Bengkulu belum maksimal dalam menghadirkan nilai-nilai dukungan,
kepercayaan, keterbukaan, partisipasi pembuatan keputusan, dan komitmen
terhadap tujuan berkinerja tinggi dalam atmosfer (iklim) komunikasi yang
berkembang di organisasinya. Untuk memaksimalkan pencapaian kinerja
(SS/IKU) perwakilan, manajer dan inputer IKU memang telah berupaya
mengingatkan masing-masing unit kerja mengenai target kinerja dan tanggung
jawab penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki “Bagian”-nya.
Selain itu, saran/masukan yang dirasa dapat membantu pencapaian target kinerja
Subbag/Subaud juga telah beberapa kali disampaikan. Namun, apakah selanjutnya
akan ditindaklanjuti atau tidak, semuanya dikembalikan lagi ke atasan langsung
dari unit kerja itu sendiri. Proses komunikasi formal dengan mengikuti arah aliran
struktur dalam organisasi di BPK Bengkulu sejatinya bukan merupakan suatu
masalah dan dapat dimanfaatkan untuk membantu upaya pencapaian sasaran
strategis organisasi kantor perwakilan. Asalkan didukung dengan adanya
mekanisme (Prosedur Operasional Standar/POS) yang jelas, saluran komunikasi
yang reliabel, serta sikap terbuka pimpinan dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan bawahan. Selain itu, kegiatan-kegiatan diluar penyelenggaraan tupoksi
yang sifatnya menumbuhkan kebersamaan dan keakraban di antara anggota
organisasi BPK Bengkulu, perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
127
kepada pejabat-pejabat struktural di bawahnya agar sama-sama memantau
perkembangan capaian IKU, sesuai tugas pokok dan fungsi dari pejabat struktural
itu masing-masing, (3) diselenggarakannya rapat/diskusi bulanan yang dihadiri
pejabat struktural, KTS, dan inputer IKU guna membahas posisi/perkembangan
capaian SS Perwakilan pada saat itu, IKU mana saja yang belum maksimal, apa
kendalanya, dan bagaimana solusi terbaiknya, (4) pelaksanaan fungsi kendali dan
informasi oleh Kasubaud dan para Kasubbag terhadap kinerja bawahannya
masing-masing, serta (5) penugasan tiga orang inputer IKU yang masing-masing
memiliki deskripsi pembagian tugas yang jelas dan tidak tumpang tindih, untuk
membantu meringankan tugas pengelolaan kinerja perwakilan yang diemban oleh
manajer IKU. Proses komunikasi dan koordinasi yang terus menerus dijalin oleh
pegawai di semua lini organisasi kantor perwakilan BPK Palembang melalui
agenda formal rapat, workshop, transfer of knowledge, maupun perbincangan
informal (tatap muka langsung dan/atau menggunakan media), terbukti mampu
memangkas jarak antara hubungan atasan dengan bawahan, serta menciptakan
pemahaman dan komitmen bersama pegawai terhadap sasaran dan tujuan
organisasi. Dalam menjalankan tugas, hubungan personal yang sudah baik ini
dapat sangat membantu pada saat koordinasi masalah pekerjaan.
128
Leader, yang keempatnya dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi yang
berkembang serta tujuan yang hendak dicapai organisasi pada saat itu.
129
kebijakan, budaya sosial, ekonomi, teknologi), motivasi organisasi (sejarah, visi,
misi, budaya, insentif/imbalan), dan kapasitas organisasi (strategi kepemimpinan,
sumber daya manusia, manajemen keuangan, struktur organisasi, program
manajemen, infrastruktur, kerjasama kelompok) juga merupakan elemen penting
yang perlu diperhatikan dalam rangka mengoptimalkan kinerja organisasi. Oleh
karenanya, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan baik pada organisasi
yang sama dalam kurun waktu berbeda, maupun pada organisasi yang berbeda
dalam kurun waktu yang sama.
B. SARAN
130
gambaran pencapaian Sasaran Strategis (SS)/Indikator Kinerja Utama (IKU)
tahun sebelumnya, bagaimana hasil evaluasi atas pencapaian SS tersebut, SS/IKU
apa saja yang sudah berhasil dicapai dengan baik oleh perwakilan, SS/IKU apa
saja yang masih harus ditingkatkan, apa saja SS yang hendak dicapai perwakilan
pada tahun berikutnya, bagaimana cara mencapai SS tersebut, dan sebagainya.
131
diharapkan mereka menjadi lebih peduli dan concern dengan perannya masing-
masing di dalam organisasi. Pimpinan yang paham dengan peran dan fungsinya,
akan dengan penuh tanggung jawab mengedukasi bawahan-bawahannya dengan
berbagai informasi yang dapat mendukung pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya sehari-hari. Lebih lanjut, pimpinan juga dituntut mampu memotivasi
bawahan agar mereka paham bahwa tugas yang mereka lakukan selama ini
berperan besar dalam pencapaian kinerja perwakilan. Melalui pemahaman yang
baik terhadap konsep SS/IKU serta pemahaman mengenai peran dan fungsi
masing-masing pegawai di semua lini organisasi inilah, penguatan komitmen
terhadap pencapaian kinerja (SS/IKU) perwakilan dapat terealisasi dengan
optimal.
132
merupakan tanggung jawab bersama seluruh pegawai, bukan hanya tanggung
jawab manajer/inputer IKU saja.
133
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith (1962). Human Relations at Work, Second Edition. New York:
McGraw-Hill.
Davis, Keith & Newstrom, John W. (1995). Perilaku dalam Organisasi Jilid I &
II (Human Behavior At Work: Organizational Behavior, Seventh
Edition.). Terjemahan Agus Darma. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Denhardt, Robert B., Denhardt, Janet V., Aristigueta, Maria P. (2013). Managing
Human Behavior in Public and Non Profit Organizations, Third Edition.
California: Sage Publication.
Griffin, E.M. (Ed) (2006). A First Look at Communication Theory, Sixth Edition.
Boston : McGraw-Hill.
Jablin, Fredric M., & Linda L. Putnam (Ed) (2001). The New Handbook of
Organizational Communication : Advances in Theory, Research, and
Methods. London : Sage Publication Inc.
Koehler, Jerry W., Anatol, Karl W. E., & Applbaum, Ronald C. (1981)
Organizational Communication, Second Edition. New York: Holt,
Rinehart & Winston, Inc.
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P. (1998). Communication and Human Behavior,
Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Thoha, Miftah (2000). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Yin, Robert K. (2014). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
http://www.bpk.go.id/web/
LAMPIRAN
Lampiran 1
Target Pencapaian Sasaran Strategis (SS) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPK RI
Tahun 2011-2015
TARGET
SASARAN STRATEGIS (SS) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
2011 2012 2013 2014 2015
SS 1 Meningkatkan Efektivitas Tindak 1.1 Persentase rekomendasi hasil 51% 55% 60% 60% 60%
Lanjut Hasil Pemeriksaan dan pemeriksaan yang ditindaklanjuti
Memenuhi Harapan Pemangku
Kepentingan 1.2 Persentase laporan tindak pidana yang 50% 75% 100% 100% 100%
ditindaklanjuti instansi penegak hukum
SS 2 Meningkatkan Fungsi Manajemen 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 1384 1361 1571 1622 1672
Pemeriksaan
2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 149 214 200 220 250
2.3 Ketepatan waktu proses pelaksanaan 87% 95% 100% 100% 100%
dan pelaporan pemeriksaan
2.4 Persentase pemenuhan quality 100% 100% 100% 100% 100%
assurance dalam pemeriksaan
SS 5 Meningkatkan Efektivitas Penerapan 5.1 Persentase rekomendasi peer review 50% 70% 80% 90% 100%
Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu yang ditindaklanjuti
SS 6 Pemenuhan dan Harmonisasi 6.1 Persentase pemenuhan penyusunan 75% 80% 90% 95% 100%
Peraturan di Bidang Pemeriksaan Peraturan BPK
Keuangan Negara
SS 7 Meningkatkan Mutu Kelembagaan 7.1 Persentase pemenuhan ketersediaan 75% 75% 75% 75% 75%
dan Ketatalaksanaan perangkat lunak pemeriksaan/non
pemeriksaan
SS 8 Meningkatkan Kompetensi SDM dan 8.1 Persentase pegawai yang memenuhi 60% 60% 65% 65% 65%
Dukungan Manajemen standar kompetensi yang
dipersyaratkan
8.2 Persentase pemenuhan standar jam 80% 85% 90% 95% 100%
pelatihan pemeriksa
8.3 Indeks kepuasan kerja pegawai 3,5 3,5 3,7 3,7 3,9
SS 9 Meningkatkan Pemenuhan Standar 9.1 Persentase pemenuhan standar sarana 70% 80% 90% 100% 100%
dan Mutu Sarana dan Prasarana dan prasarana kerja
9.2 Persentase proses bisnis yang telah 70% 75% 85% 85% 90%
memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi
SS 10 Meningkatkan Pemanfaatan Anggaran 10.1 Opini atas laporan keuangan BPK WTP WTP WTP WTP WTP
Jumlah 20
Lampiran 3
Target
Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU
2013
1. Meningkatkan 1.1 Rekomendasi yang ditindaklanjuti 65%
efektivitas tindak lanjut 1.2 Temuan berindikasi tindak pidana yang disampaikan 1
hasil pemeriksaan ke Ditama Binbangkum dan disetujui untuk
disampaikan ke aparat penegak hukum
2. Meningkatkan fungsi 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 33
manajemen 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 3
pemeriksaan 2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan pemeriksaan 100%
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan 90%
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam pemeriksaan (hot 100%
review)
3. Meningkatkan mutu 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan Direktorat EPP 1
pemberian pendapat
4. Meningkatkan mutu 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara yang diterbitkan 22
pemantauan 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan pemantauan 80%
penyelesaian ganti kerugian negara
kerugian negara
5. Meningkatkan mutu 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai 40 jam
pengelolaan SDM di 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam pelatihan 90%
lingkungan perwakilan
6. Meningkatkan 6.1 Jumlah media workshop per tahun 2
komunikasi dengan 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi Juknis akses 1
stakeholders data
7. Meningkatkan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara optimal 100%
pemanfaatan TIK di 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data via Agen 63,63%
lingkungan perwakilan Konsolidator (AK)
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator (AK) 100%
8. Meningkatkan peme- 8.1 Persentase pemenuhan srana dan prasarana sesuai 90%
nuhan standar sarana dengan standar
dan prasarana di
lingkungan perwakilan
9. Meningkatkan peman- 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran 90%
faatan anggaran di
lingkungan perwakilan
Lampiran 5
Target
Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU
2013
1. Meningkatkan 1.1 Rekomendasi yang ditindaklanjuti 60%
efektivitas tindak lanjut 1.2 Temuan berindikasi tindak pidana yang disampaikan 1
hasil pemeriksaan ke Ditama Binbangkum dan disetujui untuk
disampaikan ke aparat penegak hukum
2. Meningkatkan fungsi 2.1 Jumlah LHP yang diterbitkan 53
manajemen 2.2 Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan 8
pemeriksaan 2.3 Ketepatan waktu pelaksanaan pemeriksaan 100%
2.4 Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan 100%
2.5 Pemenuhan quality assurance dalam pemeriksaan (hot 100%
review)
3. Meningkatkan mutu 3.1 Usulan pendapat yang dimanfaatkan Direktorat EPP 1
pemberian pendapat
4. Meningkatkan mutu 4.1 Laporan pemantauan kerugian negara yang diterbitkan 32
pemantauan 4.2 Ketepatan waktu penyampaian laporan pemantauan 90%
penyelesaian ganti kerugian negara
kerugian negara
5. Meningkatkan mutu 5.1 Jam pelatihan rata-rata per pegawai 40 jam
pengelolaan SDM di 5.2 Pemeriksa yang memenuhi standar jam pelatihan 90%
lingkungan perwakilan
6. Meningkatkan 6.1 Jumlah media workshop per tahun 2
komunikasi dengan 6.2 Rata-rata waktu penyelesaian legislasi Juknis akses 7
stakeholders data
7. Meningkatkan 7.1 Aplikasi TIK yang dimanfaatkan secara optimal 100%
pemanfaatan TIK di 7.2 Persentase entitas yang mentransfer data via Agen 75%
lingkungan perwakilan Konsolidator (AK)
7.3 Persentase instalasi Agen Konsolidator (AK) 75%
8. Meningkatkan peme- 8.1 Persentase pemenuhan srana dan prasarana sesuai 90%
nuhan standar sarana dengan standar
dan prasarana di
lingkungan perwakilan
9. Meningkatkan peman- 9.1 Tingkat Pemanfaatan Anggaran 90%
faatan anggaran di
lingkungan perwakilan
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith (1962). Human Relations at Work, Second Edition. New York:
McGraw-Hill.
Davis, Keith & Newstrom, John W. (1995). Perilaku dalam Organisasi Jilid I &
II (Human Behavior At Work: Organizational Behavior, Seventh
Edition.). Terjemahan Agus Darma. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Denhardt, Robert B., Denhardt, Janet V., Aristigueta, Maria P. (2013). Managing
Human Behavior in Public and Non Profit Organizations, Third Edition.
California: Sage Publication.
Griffin, E.M. (Ed) (2006). A First Look at Communication Theory, Sixth Edition.
Boston : McGraw-Hill.
Jablin, Fredric M., & Linda L. Putnam (Ed) (2001). The New Handbook of
Organizational Communication : Advances in Theory, Research, and
Methods. London : Sage Publication Inc.
Koehler, Jerry W., Anatol, Karl W. E., & Applbaum, Ronald C. (1981)
Organizational Communication, Second Edition. New York: Holt,
Rinehart & Winston, Inc.
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P. (1998). Communication and Human Behavior,
Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Thoha, Miftah (2000). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Yin, Robert K. (2014). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
http://www.bpk.go.id/web/