Anda di halaman 1dari 16

UJIAN AKHIR SEMESTER

ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

WITCHCRAFT, ORACLES, AND MAGIC AMONG THE AZANDE


OLEH E. E. EVANS-PITCHARD

NATASYA ANGGITA KUNTARTO

1706973211

Dosen Pengajar:

Irwan M. Hidayana

Rhino Ariefiansyah

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA
I. PENDAHULUAN

Buku yang berjudul “Witchcraft, Oracles, and Magic among the Azande”
merupakan etnografi karya E. E. Evans-Pitchard yang diterbitkan pada tahun 1976
merupakan buku etnografi yang menjelaskan tentang orang Azande di Sudan, Afrika.
Penulis membahas kehidupan sosial mereka yang berhubungan dengan konsep
kepercayaan dan ritus yang terkandung dalam suku Azande. Kepercayaan yang
diterapkan oleh Azande yaitu witchcraft dan magic yang mempengaruhi dan
terefleksi terhadap kehidupan sosial mereka. Etnografi ini menjelaskan bagaimana
mereka menerapkan kepercayaannya dengan adanya witchcraft dan bagaimana
mereka mempraktikkannya dalam kehidupan nyata, serta peran witchcraft dengan
kehidupan mereka sehari-hari, termasuk gagasan terhadap magic, oracles, dan witch-
doctor. Etnografi ini juga mengandung proses kejadian-kejadian penting dalam
kehidupan Azande secara detail. Witchcraft, oracles, dan magic merupakan segitiga
utama yang dibahas dalam etnografi ini dan merupakan hal signifikan yang
mempengaruhi prosedur dan ideologi dalam kematian.

Buku ini dimulai dengan dijelaskannya pengertian tentang witchcraft yang


dipahami oleh masyarakat Azande. Mereka mempercayai adanya witchcraft dengan
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai salah satu penyebab dalam
kejadian yang kurang menyenangkan, seperti kematian. Ketika ada orang yang
meninggal, orang Azande akan mencari tahu siapa yang menggunakan witchcraft dan
mengutuk orang tersebut hingga meninggal dan menghukumnya dengan beberapa
syarat.

Kepercayaan Azande terhadap witchcraft sangat kuat dan dijelaskan dalam


buku tersebut bahwa setiap orang Zande memiliki hak untuk mendapatkan atau
menguasai witchcraft atau disebut juga sebagai mangu. Orang Azande percaya bahwa
witchcraft merupakan zat yang terlekat pada tubuh manusia dan dapat diturunkan
atau diwariskan kepada anaknya. Orang Azande sendiri berkemungknan tidak sadar
jika dirinya merupakan witch dan witch tidak mengakui bahwa dirinya seorang witch.
Azande juga percaya bahwa kematian dapat disebabkan oleh witchcraft, maka jika
hal tersebut terjadi, keluarga atau orang terdekat dari almarhum mungkin melakukan
balas dendam terhadap witch yang menyebabkan kematian terseut. Selain kematian,
witchcraft juga menjadi salah satu penyebab dari kejadian-kejadian yang tidak
menguntungkan bagi mereka. Mereka yakin bahwa kematian, terkena penyakit, dan
kejadian yang tidak mengungtungkan tersebut pastinya disebabkan oleh witchcraft.

Untuk menjelaskan tentang konteks dari witchcraft, Evans-Pitchard


menjelaskan secara spesifik mengenai witch-doctor yang merupakan salah satu
bentuk komunitas yang berisi orang-orang yang menguasai obat-obatan yang
digunakan dalam ritual mereka yaitu seance. Perlu melewati beberapa tahap dalam
pelatihan untuk menjadi witch-doctor. Evans-Pitchard juga menuliskan tentang
bagaimana orang Azande sendiri meragukan para witch-doctor karena terdapat
beberapa kegagalan dalam ‘obat’ mereka. Namun mereka tetap mempercayai
bagaimana mereka melakukan séance.

Oracles juga dibahas dalam buku ini. Oracles merupakan salahsatu metode
bagi orang Azande untuk melakukan konsultasi dan mereka turut mengikuti arahan
yang diberikan dari ramalan tersebut. Oracles yang digunakan oleh Azande yaitu
poison oracle atau disebut juga benge yang terbuat dari racun yang ditemukan di
hutan. Terdapat keraguan dari orang Azande sendiri mengenai reliabilitas dari poison
oracle.

Selain oracles, Evans-Pitchard juga membahas tentang magic yang berbeda


dengan witchcraft. Magic merupakan musuh dari witchcraft dan penggunaanya
disetujui secara sosial karena digunakan untuk melawan witchcraft, yang dianggap
sebagai ilmu sihir yang buruk.

Oleh karena itu, memang witchcraft, oracles, dan magic dapat dikatakan sulit
untuk dimengerti karena masih terdengar asing bagi kita. Evans-Pitchard menekankan
pada kebenaran dalam keyakinan orang Azande ketika mereka mempercayai adanya
witchcraft yang kemudian diinterpretasikan oleh mereka ke dalam situasi dan
hubungan sosial mereka.
II. PEMBAHASAN

Fokus kajian utama dari etnografi ini yaitu Evans-Pitchard menyampaikan


kpercayaan atau sistem religi dari orang Zande dalam bentuk fungsionalis klasik pada
masanya, sebagai pengaruh yang menstabilisasikan sistem sosial dan moral. Penulis
menjelaskan tentang kepercayaan dengan menggunakan representasi kolektif dari
keyakinan-keyakinan yang menghilangkan semua variasi individu adalah sama.
Sesuai dengan kuitpan berikut:

“What he was querying was Levy-Bruhl’s postulate of a special


‘primitive’ cast of mind to explain apparently irrational beliefs; but he
fastened eagerly upon the French writer’s insights to the nature of
‘collective representations’”
(Evans-Pitchard: xxii)
Evans-Pitchard mengutip dari Levy-Bruhl untuk menjelaskan kepercayaan
yang dianggap irasional bahwa keyakinan dan asumsi yang dimiliki secara kolektif
yang diterima oleh setiap individu secara tidak sadar sebagai hasil dari perngaruh luas
yang dilakukan oleh masyarakat. Namun Evans-Pitchard mengambil masalah yang
melampaui lingkup agama atau kepercayaaan. Penulis menggunakan kepercayaan
sebagai titik fokusnya dalam keyakinan yang dipertanyakan yaitu kepercayaan orang
Zande yang ia lihat dan dengar dari informan-informan Zande yang terpercaya dan
bahkan skeptic terhadap kekuatan jahat dari para witches, serta kepercayaan mereka
terhadap poison oracles.

Perspektif holistik dalam etnografi ini yaitu bagaimana witchcraft memiliki


peran penting dalam mempengaruhi kehidupan sosial Azande, mulai dari kelas sosial
hingga sistem hukum Azande, semua terhubung dalam keyakinan mereka terhadap
witchcraft. Kepercayaan Zande terhadap witchcraft sangat relevan secara sosial
karena merupakan satu-satunya cara untuk memungkinkan intervensi serta dapat
menentukan perilaku sosial mereka. Terlihat dalam kutipan berikut:
“The attribution of misfortune to witchcraft does not exclude what we
call real causes but is superimposed on them and gives to social
events their moral value. Zande thought expresses the notion of
natural and mystical causation quite clearly by using a hunting
metaphor to define their relations.”
(Evans-Pitchard: 25)
Kutipan tersebut membahas bagaimana Zande percaya bahwa witchcraft
sebagai salah satu penyebab kematian dan malapetaka memiliki nilai tersendiri yang
dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan sosial mereka. Oleh karena itu, kita dapat
melihat bahwa witchcraft memiliki legic sendiri, aturan tersendiri, dan hal ini juga
termasuk sebab-akbiat yang alami. Keyakinan terhadap witchcraft cukup konsisten
dengan tangung jawab manusia dan apresiasi rasional terhadap alam. Azande yang
terkena sial atau terkena penyakit yang mereka anggap sebagai pengaruh witchcraft,
pada biasanya witch yang mengutuknya tersebut merupakan orang yang dekat secara
spasial dengan korban, maka orang Zande cenderung untuk menjaga sikapnya
terhadap orang lain, terutama orang terdekat agar dapat mengurangi resiko untuk
terkena bewitched.

Terdapat beberapa penggunaan prinsip etnografi yang digunakan dalam buku


etnografi ini seperti comparison atau perbandingan. Perbandingan sangat penting
dalam etnografi, terutama untuk mengetahui tujuan penulis dalam membuat etnografi
tersebut. Terlihat salah satu contoh penulis membandingkan pemahaman Azande
dengan pemahaman orang lain dalam kutipan berikut:

“Azande use the same word in describing the physical parts of


witchcraft substance and other organs as they use for what we call the
soul of a man.”
(Evans-Pitchard: 12)
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa penulis membandingkan cara
pandangan orang Azande dengan pemahaman kita sendiri mengenai zat yang terdapat
dalam witchcraft tidak jauh berbeda dengan apa yang biasanya kita sebut sebagai
‘arwah’. Penulis ingin menyampaikan perspektif Azande yang dapat dikatakan rumit
dan direpresentasikan kedalam istilah yang dapat dimengerti oleh pembaca.
Penulis juga menginterpretasikan hasil data yang ia dapat dalam penelitiannya
menggunakan prinsip relationship, dimana witchcraft memiliki relasi terhadap
kehidupan sosial dan moral Zande seperti bagaimana orang Zande menganggap
kejadian yang tidak beruntung terjadi dikarenakan adanya witchcraft yang
mempengaruhi dirinya untuk terkena malapetaka tersebut, dibahas dalam kutipan
berikut:

“I found it strange at first to live among the Azande and listen to naïve
explanations of misfortunes which, to our minds, have apparent
causes, but after a while I learnt the idiom of their thought and
applied notions of witchcraft as spontaneously as themselves in
situations where the concept was relevant. A boy knocked his foot
against a small stump of wood in the center of a bush path, a frequent
happening in Africa, and suffered pain and inconvenience in
consequence. Owing to its position on his toe it was impossible to keep
the cut free from dirt and it began to fester. He declared that
witchcraft had made him knock his foot against the stump... I told the
boy that he had knocked his foot against the stump of wood because he
had been careless, and that witchcraft had not placed it in the path,
for it had grown there naturally. He agreed that witchcraft had
nothing to do with the stump of wood being in his path but added that
he had kept his eyes open for stumps, as indeed every Zande does most
carefully and that if he had not been bewitched he would have seen the
stump. As a conclusive argument for his view he remarked that all cuts
don’t take days to heal but, on the contrary, close quickly, for that is
the nature of cuts. Why, then, had his sore festered and remained open
if there were no witchcraft behind it? This, as I discovered before
long, was to be regarded as a Zande explanation of sickness.”
(Evans-Pitchard: 20)
Berdasarkan kutipan tersebut, penulis sempat mengkritisi bagaimana seorang
anak laki-laki menyalahkan witchcraft sebagai alasan mengapa ia bisa tersandung dan
jatuh saat berada di hutan. Namun, ketika berbicara dengan Azande tentang
bagaimana witchcraft dan mengamati reaksi mereka terhadap situasi malapetaka,
penulis menemukan bahwa mereka tidak berusaha mempertanggungjawabkan
keberadaan fenomena oleh sebab mistik saja. Apa yang mereka jelaskan mengenai
witchcraft merupakan kondisi tertentu yang berantai mulai dari sebab-akibat yang
menghubungkan seorang indivdu dengan kejadian-kejadian sedemikian rupa
sehingga anak tersebut terluka. Hal ini merupakan cara orang Zande menjelaskan
suatu penyakit yang dihubungkan dengan witchcraft. Sesuai dengan salah satu prinsip
etnografi yaitu people in context, penulis menempatkan keyakinan Zande dengan
menjelaskan perbandingan konteks Zande dengan konteks kuta dalam memahami
kejadian yang tidak beruntung.

Buku ini juga menjelaskan beberapa contoh dinamika kebudayaan yang


terjadi di Azande, mulai dari perubahan sistem hukum ketika seseorang tertuduh
sebagai witch hingga perubahan dalam peran bangsawan dalam séance. Contoh
kutipan:

“Today if a man kills a person by witchcraft the crime is his sole


responsibility and his kin are not associated with his guilt. In the past
the assisted him to pay compensation, not in virtue of collective
responsibility, but in virtue of social obligations to kinsman”
(Evans-Pitchard: 5)
Terlihat dalam kutipan tersebut bahwa terjadi perubahan dalam ketika
seseorang dihukum karena telah membunuh menggunakan witchcraft yang pada
sebelumnya kerabat dari sang pelaku ikut membantu dalam membayar kompensasi
dan sekarang sistem tersebut sudah tidak berlaku, pelaku mempertanggungjawabkan
kesalahannya sendiri tanpa bantuan dari kerabatnya.

Sejak masuknya pengaruh Inggris ke Sudan, witch-doctor tidak pernah


mengungkapkan nama bangsawan untuk dituduh sebagai witch pada zaman dahulu,
namun sekarang, pada kesempatan langka penulis melihat seorang bangsawan
dituduh sebagai witch oleh seorang witch-doctor meskipun mereka tidak memiliki
hubungan dekat dengan pangeran yang berkuasa, seperti dalam kutipan berikut:

“A witch doctor very seldom accuses a member the aristocracy of


witchcraft, just as a commoner does not consult oracles of witch of
aristocracy He may give an important prince information about
attempts to use sorcery against him by members of his family or clan,
but he does not suggest that they are witches. Princes, however
jealous of each other they may be, alwa notallow commoners to bring
contempt upon any of their relation. I do not think a witch-doctor
would ever have disclosed maintain class solidarity in opposition to
their subjects and do the name of a noble as a witch in the past, but
today I have on rare occasions observed nobles accused of witchcraft,
though they have not been closely related to ruling princes.”
(Evans-Pitchard:84-85)

Terdapat perubahan juga dalam hukum mengenai witchcraft dimana pada


sebelumnya witchcraft menjadi tuduhan kriminal ketika terjadi pembunuhan, tidak
ada keraguan witches mana yang melakukannya. Namun sekarang, seorang witch
tidak pernah dituduh melakukan kejahatan seperti pembunuhan, ia bisa mengatakan
bahwa kekuatan sihir yang ia miliki menyakiti seseorang tetapi ia tidak mengatakan
bahwa ia telah membunuhnya. Seperti kutipan berikut:

“At the present time there are no longer means of bringing a witch to
the fore by an act of public vengeance. All is vagueness and confusion.
Each small group of kinsmen act in private slaying witches by their
magic unknown to the rest of the Only the prince knows what is
happening, and he is silent. The same death is considered by
neighbours as death and lit more, by kinsmen as an act of witchcraft,
by the kinsmen of other dead men as an act of their magic. In matters
other than death it is possible for one set of people to say that their
oracle has exposed a man for bewitching one of their kinsmen, while
the friends and relatives of the accused may easily deny the imputation
and say that he blew out water as a mere matter of form because there
is no certainty that the oracle has spoken the truth or even has ever
been consulted at all, for it is not a prince's oracle. Hence it is,
perhaps, not extraordinary that I should never have heard a
confession of witchcraft.”
(Evans-Pitchard: 64)
Hal ini merupakan pengaruh dari Inggris yang tidak mengizinkan pembalasan
dendam secara langsung terhadap seorang witch ataupun menerima kompensasi
bayaran atas kejahatan ‘khayalan’ yang telah ia lakukan. Maka dapat dikatakan
bahwa terjadi banyak perubahan dalam kebudayaan dan kepercayaan Zande sejak
masuknya pengaruh Inggris ke Sudan. Terbukti dalam kutipan berikut:

“Thus death evokes the notion of witchcraft; oracles are consulted to


determine the course of vengeance; magic is made to attain it; oracles
decide when magic has executed vengeance; and its magical task
being ended, the medicine is destroyed Azande say that in the past,
before Europeans conquered their country, their customs were
different. Provincials used the methods I have just described, but men
who regularly attended court did not make magic. On the death of a
kinsman they consulted their poison oracles and presented to their
prince the woman and name of a witch accused by them. If the prince's
oracle agreed with their oracles they exacted compensation of twenty
spears from the witch or slew him. In those days death evoked the
notion of witchcraft; oracles denounced the witch; compensation was
exacted or vengeance executed.”
(Evans-Pitchard: 225)

Evans-Pitchard menuliskan beberapa variasi unsur-unsur kebudayaan dan


kehidupan masyarakat Azande, mulai dari bagaimana Zande membedakan sorcerer
dengan witc. Bagi mereka, yang membedakan seorang sorcerer dengan witch adalah
bahwa sorcerer menggunakan kekuatannya dari obat-obatan, sedangkan seorang
witch bertindak tanpa ritual dan menggunakan pengetahuan psycho-physical untuk
meneruskan kekuatannya. Keduanya merupakan musuh manusia dan Zande
mengelompokkan keduanya pada kelas yang sama. Keduanya bertolak belakang dan
ditentang oleh ilmu sihir yang baik.

Ritus yang dilakukan oleh Zande juga terdapat berbagai macam variasi
mengenai apa yang dikatakan dan dilakukan dalam rangkaian perkataan dan
perbuatan. Rangkaian ritual ditentukan oleh kebutuhan teknis dan common sense.
Terlihat dalam kutipan berikut:

“Good magic and sorcery alike involve magical rites using objects
fashioned from trees and plants. These objects have called 'medicines'.
After more or less preparation they are used to attain certain ends. A
Zande preparation they de rite is not a formalized re used to attain
cert air. certain actions a man must perform these actions depends on
the logic perform, but the of the rite and it is seldom that often
sequence ritual acts is determined not otherwise condition its efficacy.
Hence seldom does not one ne observes a particular rite performed in
way on several occasions. There are usually variation large
variations, in what is said and done and in the of words and actions.
The sequence of ritual acts is determined solely by technical needs
and common sense.”
(Evans-Pitchard: 176-177)

Mengenai bentuk penyampain penulis kepada pembaca dalam etnografi ini,


menurut saya, penyampaian yang digunakan penulis mudah dimengerti karena
penulis menyertakan setiap penerapan kebudayaan Azande dengan contoh yang biasa
kita kenal agar lebih mudah untuk ditangkap. Contoh kutipan sebagai berikut:

“I wish to emphasize that to a Zande the who equivalent to the we use the
whole idea of ‘pe zunga’ is equivalent to the carrying out of justice in the
sense in which on in our own society. Magic used against persons can only
community if it acts regularly and impartially.”
(Evans-Pitchard: 189)
Evans-Pitchard menjelaskan bagaimana Zande menerapkan pe zunga sama
saja dengan pelaksanaan keadilan dalam masyarakat kita sendiri. Penulis juga
mengungkapkan bahwa ia menekankan koherensi keyakinan Azande ketika mereka
dianggap bersama dan diimplementasikan ke dalam hal situasi dan hubungan sosial.
Selain itu, penulis juga menunjukkan plastsitas keyakinan sebagai suatu fungsi dalam
situasi yang merupakan kumpulan gagasan yang fleksibel.

Penulis bertujuan untuk menjelaskan gagasan-gagasan tersebut dalam bentuk


konseptual sehingga ketidakcukupan dan kontradiksi mereka dapat terlihat. Evans-
Pitchard juga berusaha untuk meyakinkan pembaca untuk memahami konsistensi
intelektual dari gagasan-gagasan Zande.

Evans-Pitchard tidak lupa untuk memberi peringatan dalam etnografi tersebut


bahwa mengenai suatu kejadian seperti proses séance merupakan penjelasan
berdasarkan pandangan penulis sebagai orang Eropa, sehingga pembaca tidak keliru
terhadap perspektif yang digunakan oleh penulis. Contohnya seperti dalam kutipan
berikut:

“I wrote myself on returning home in the evening after witnessing it


will amplify the preceding text and will tell what happened from a
European’s point of view”
(Evans-Pitchard: 78)
Perbandingan yang dibahas secara keseluruhan dalam etnografi ini yaitu
penulis membandingkan kebudayaan Zande dengan kebudayaan kita, terutama
budaya Eropa secara explisit. Salah satu contoh kutipan sebagai berikut:

In Zandeland sometimes an old granary collapses. There is nothing


remarkable in this. Every Zande knows that termites eat the supports
in the course of time and that even the hardest woods decay after
years of service. .... Consequently it may happen that there are people
sitting beneath the granary when it collapses and they are injured, for
it is a heavy structure made of beams and clay and may be stored with
eleusine as well. Now why should this particular people have been
sitting under this particular granary at the particular moment when it
collapsed? …. We say that the granary collapsed because its supports
were eaten away by termites; that is the cause that explains the
collapse of the granary. We also say that people were sitting under it
at the time because it was in the heat of the day and they thought it
could be a comfortable place to talk and work. This is the cause of
people being under the granary at the time it collapsed. To our minds
the only relationship between this two independently caused facts is
there coincidence in time and space we have no explanation of why
the two change of causation intersected at a certain time and in a
certain place for there is no independence between them.
Zande philosophy can supply the missing link. the Zande knows that
the supports were undermine by termites and that people were sitting
beneath the granary in order to escape the heat and glare of the sun.
but he knows besides why these two events occurred at a precisely
similar moment in time and space. It was due to the action of
witchcraft … Witchcraft explains the coincidence of these two
happenings.
(Evans-Pitchard: 23)
Berdasarkan kutipan tersbut, penulis menyampaikan perbandingan antara
keyakinan Azande dengan keyakinan kita sendiri yang pada biasanya menganggap
suatu hal yang bersifat kurang beruntung, kita jusru menanggapnya suatu hal yang
terjadi karena kebetulan saja. Namun, bagi Azande, kejadian yang kurang beruntung
tersebut dihubungkan dengan witchcraft yang memperjelas istilah ‘kebetulan’
tersebut yang menjadi masuk akal bagi mereka.

Perbandingan tersebut berlaku secara keseluruhan dalam etnografi ini dan


dapat dikatakan bahwa penulis menyampaikan isu perbandingan tersebut secara
explisit dengan menggunakan gagasan Zande dengan gagasan yang dapat dipahami
oleh masyarakat kita sendiri untuk menyampaikan pandangan kepada pembaca
bahwa keyakinan yang diterapkan Azande bukan berarti cara mereka tidak masuk
akala tau tidak logis, namun memiliki alasan dibaliknya sehingga pembaca dapat
menginterpretasikannya sebagai reasonable. Penulis tidak hanya menuliskan
perbedaan antara pemahaman Zande dengan masyarakat kita sendiri, tetapi juga
membahas persamaan antara keduanya.

Evans-Pitchard menjelaskan witchcraft dengan menekankan pada Zande


notions dimana ketika kita melihatnya digunakan secara individu, kita mungkin
mengatakan bahwa hal tersebut sangat mistik, tetapi tidak berarti bahwa kita dapat
mengatakannya sebagai tidak logis ataupun uncritical. Menurut saya penulis berhasil
dalam menggunakan gagasan Zande seperti yang digunakan oleh Azande sendiri.
Penulis menjelaskan keyakinan Zande dengan diikuti oleh alasannya serta satu
gagasan yang masuk akal mengikuti gagasan lain yang dapat dipahami oleh
masyarakat kita sendiri. Berikut contoh-contoh kutipan yang menunjukkan hal
tersebut:

“Zande belief in witchcraft in no way contradicts empirical knowledge


of cause and effect. The world known to the senses is just as real to
them as it is to us. We must not be deceived their way of expressing
causation and imagine that because they say a man was killed by
witchcraft they entirely neglect the secondary causes that, as we judge
them, were the true causes of his death. They are foreshortening the
chain of events articular social situation are selecting the cause that is
socially relevant and neglecting the rest. If a man is killed by a spear
in war, or by a wild beast in hunting, or by the bite fa snake, or from
sickness, witchcraft is the socially relevant cause, since it is the only
one which allows intervention and determines social behavior.”
(Evans-Pitchard: 25)
“A witch attacks a man when motivated by hatred, envy, jealousy and
greed. Usually if he has no enmity towards a man, he will not attack
him. Therefore, a Zande in misfortune at once considers who is likely
to hate him. He is well aware that others take pleasure in his troubles
and pain and are displeased at his good fortune. He knows that if he
becomes rich the poor will hate him, that if he rises in social position
his inferiors will be jealous of his authority, that if he is handsome the
less favor will envy his looks, that if he is talented as a hunter, a
singer, a fighter, or a rhetorician, he will earn the malice of those less
neighbors he will be detested for his prestige and popularity. gifted,
and that if he enjoys the regard of his prince and of his neighbors he
will be detested for his prestige and popularity”
(Evans-Pitchard: 43)
“In our society, only certain misfortunes are believed to be due to the
wickedness of other people, and it is only in these limited situations of
misfortune that we can retaliate through pre- scribed channels upon
the authors of them. Disease or failure in economic pursuits are not
thought by us to be injuries inflicted on us by other people. If a man is
sick or his enterprises fail he cannot retaliate upon anyone, as he can
if his watch has been stolen or he has been assaulted. But in
Zandeland all misfortunes are due to witchcraft, and all allow the
person who has suffered loss to retaliate along prescribed channels in
every situation because the loss is attributed to a person. In situations
such as theft or adultery or murder by violence there is already in play
a person who invites retaliation. If he is known he is sued in the
courts, if unknown he is pursued by punitive magic. When this person
is absent notions of witchcraft provide an alternative objective. Every
misfortune supposes witchcraft. and every enmity suggests its author.”
(Evans-Pitchard: 53)
Evans-Pitchard menggambarkan hubungan sosial di antara Azande, ia
berusaha untuk emngumpulkan silsilah, bahwa hubungan silsilah antara klan sangat
jarang dikenal dan pada biasanya sulit untuk ditemukan kecuali dalam kerajaan.
Sedangkan kelompok-kelompok lokal menurut penulis, pada biasanya merupakan
suatu bentuk kesatuan politik. Ia melaporkan bahwa anggota-anggota dari klan yang
sama tinggal di daerah yang dekat antar satu sama lain hanya dikarenakan kebetulan
saja.

Kelas sosial berperan penting dalam Azande, terutama ketika menuduh


seseorang menggunakan witchcraft. Evans-Pitchard menuliskan bahwa orang biasa
tidak menuduh bangsawan terhadap witchcraft, bukan hanya karena tidak sopan
untuk menuduh bangsawan, tetapi karena bangsawan jarang untuk berinteraksi
dengan orang biasa. Penuduhan witchcraft pada biasanya commoners menuduh
sesama commoners dan bangsawan menuduh sesama bangsawan. Hal ini juga berlaku
pada isu gender dan usia dimana wanita yang pada biasanya menuduh sesame wanita
karena wanita di Azande jarang untuk berinteraksi dengan lawan jenis, sedangkan
seorang anak juga tidak mungkin menuduh orang dewasa atas witchcraft yang berarti
anak-anak tidak begitu sering berinteraksi dengan orang dewasa.

Perlu diingat bahwa witches hanya menyakiti orang lain yang berada di
sekitarnya, dan semakin dekat dirinya dengan korban, maka semakin serius ia
menyerang korbannya. Hal ini dikarenakan orang yang tinggal berjauhan memiliki
interaksi yang kurang cukup untuk menghasilkan rasa benci antar sesama. Maka
Zande cenderung menjaga sikapnya terhadap tetangga dan orang-orang terdekat
untuk menghindar munculnya rasa kesal dan benci antar sesama. Kita perlu ingat
bahwa pemahaman tersbut merupakan fungsi dari situasi malapetaka serta merupakan
fungsi dari hubungan pribadi Azande.

Sebagian besar Teknik penelitian yang diguakan Evans-Pitchard yaitu dengan


observasi perilaku Azande. Penulis mencoba untuk mengadaptasi dirinya ke dalam
budaya mereka dengan bertinggal bersama mereka dan dengan saling bertukar cita-
cita dan harapan, serta apati dan kesedihan. Penulis merasakan derita mereka,
memakan makanan yang sama, dan meniru sebanyak mungkin pola sikap dan
kebiasaan dengan permusuhan serta persahabatan yang diperoleh penulis. Ia dibantu
dalam memahami rasanya being bewitched dengan mendengarkan cerita-cerita dari
pengalaman mereka. Pnulis mengatakan bahwa ia sebelumnya menanggap kesialan
dalam ungkapan witchcraft, dan hal tersebut seringkali ia lakukan untuk memeriksa
kesalahannya dan menjadikanya alasan. Sementara dalam penelitannya mengenai
witch-doctors, penulis melibatkan dirinya dalam pelatihan untuk menjadi witch-
doctor dengan mempelajari semua Teknik untuk menjadi seorang witch-doctor.

III. PENUTUP

Menurut saya, etnografi ini sangat bermanfaat untuk melihat lebih dalam
mengenai kepercayaan dan pemahamannya. Evans-Ptchard memiliki tujuan untuk
memperoleh pemahaman lebih dalam mengenai hal-hal yang bersifat ‘aneh’ dan
menjadikannya sebagai oposisi biner terhadap pandangan dan pengalamannya
sendiri. Maka untuk mempelajari sesuatu yang berbeda, perlu kita lihat secara
kontekstual dan dengan itu kita dapat melihat bagaimana suatu hal yang dianggap
aneh dan tidak logis seperti witchcraft menjadi lebih masuk akal. Etnografi ini
mengangkat pertanyaan tentang apa saja yang dianggap berfikir rasional yang tidak
hanya berlaku dalam kebudayaan Azande saja, tetapi juga berlaku dalam kebudayaan
manapun.

Etnografi ini sangat baik untuk memahami bagaimana sesuatu yang luar biasa
seperti witchcraft, magic, dan oracles yang memberikan perspektif yang pada
sebelumnya belum kita ketahui. Witchcraft dapat didefinisikan sebagai penggunaan
kekuatan supernatural dengan tujuan memperoleh kontrol terhadap orang lain.
Witchcraft juga dapat dikatakan bertentangan dengan pemahaman kita dan buku ini
memberikan rasionalitas bagi pembacanya dengan cara penulis dapat menafsirkan
cara hidup Azande dari budaya yang mereka terapkan. Untuk memahami bahwa
keyakinan Azande terhadap witchcraft adalah ‘rasional’, peneliti harus memahami
latar belakang dari bagaimana bisa terbentuknya keyakinan tersebut.

Saya sendiri tidak percaya bahwa witchcraft dapat mempengaruhi saya dalam hal
ketika saya dalam kondisi sakit ataupun terkena situasi yang tidak beruntung. Namun,
Azande memiliki kebudayaan yang unik dan kehidupan mereka yang dipenuhi misteri
dan petualangan dari ilmu sihir, memberikan mereka alat untuk melakukan hal-hal
yang saya tidak dapat lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Evans-Pitchard, E. 1976. Witchcraft, Oracles, and Magic Among the Azande. New
York: Oxford University Press.

Anda mungkin juga menyukai