TUGAS INDIVIDU
“ membuat artikeI “
MANAJEMEN KELAS
Secara kebahasaan (etimologis) definisi manajemen kelas terdiri dari dua kata, yaitu manajemen
dan kelas. Seperti yang diungkapkan oleh Sudarwan Danim (2010:97) bahwa terminologi
manajemen kelas (classroom management) dibangun oleh dua kata, yaitu manajemen
(management), dan kelas dalam makna ruang kelas (classroom).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), “kelas didefinisikan sebagai ruang tempat belajar di
sekolah”. Hornby dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1986) mendefinisikan “kelas
(class) sebagai group of students together atau occation when this group meets to be taught”.
Dengan demikian, kelas merupakan sekelompok siswa yang belajar bersama atau suatu wahana
ketika kelompok itu menjalani proses pembelajaran pada tempat dan waktu yang diformat secara
formal. Classroom, oleh Hornby (1986) didefinisikan sebagai “room where a class of pupils or
students is taught atau ruang tempat sekelompok siswa belajar atau menjalani proses
pembelajaran”. Pada tataran paling awam, kelas bermakna “tingkatan” untuk menunjukan status
atau posisi siswa di sekolah tertentu, misalnya kelas I, kelas II, dan sebagainya.
Sejalan dengan pengertian di atas, Hadari Nawawi (1985:116), memandang kelas dari dua sudut
yaitu:
1. Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah
siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian
tradisional ini mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokan siswa
menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis
masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat
sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan mengajar belajar yang kreatif untuk mencapai suatu
tujuan.
Untuk memperoleh suasana kelas yang kondusif, tentunya kelas harus diatur sedemikian rupa agar
mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, muncul suatu konsep manajemen kelas sebagai sarana
untuk mencapai kelas yang efektif dan efisien.
Menurut Terry (dalam Sudarwan Danim dan Yunan Danim, 2010:18) menyatakan bahwa:
Manajemen sebagai suatu proses yang khas, yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta
mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta
sumber-sumber lain untuk mencapai tujuan tertentu.
Kata manajemen awalnya hanya sangat populer di dunia bisnis dan komersial. Di dunia pendidikan
lebih dikenal istilah administrasi. Karena itu, di lingkungan institusi pendidikan sangat populer
istilah administrasi pendidikan, administrasi sekolah, dan administrasi kelas. Jika ditilik kerja atau
fungsinya, administasi dan manajemen boleh dikatakan sama. Meskipun ada para ahli yang
mengatakan bahwa manajemen merupakan inti dari kegiatan atau proses administrasi. Tetapi kini
kata manajemen semakin populer disemua lini bisnis, pemerintahan, maupun pendidikan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan suatu proses
untuk mengelola sumber daya organisasi dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk
mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
Merujuk pada definisi manajemen, Sudarwan Danim dan Yunan Danim (2010:98), mendefinisikan
manajemen kelas sebagai berikut:
Manajemen kelas adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan oleh guru,
baik individual maupun dengan atau melaui orang lain (semisal dengan sejawat atau siswa sendiri)
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Kata perencanaan disini merujuk pada perencanaan
pembelajaran dan unsur-unsur penunjangnya. Pelaksanaan bermakna proses pembelajaran, dan
evaluasi bermakna evaluasi pembelajaran. Evaluasi disini terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi
proses dan evaluasi hasil pembelajaran.
Secara tradisional manajemen kelas didefinisikan sebagai setiap usaha guru untuk mempertahankan
disiplin atau ketertiban kelas. Konsep ini dibangun atas dasar asumsi bahwa kelas yang disiplin,
dimana siswa masuk tepat waktu, duduk ditempat yang ditentukan, patuh secara penuh terhadap
guru, tidak melirik ke kiri dan ke kanan secara “liar”, menerima kehadiran guru secara patuh, tidak
ada suara berisik, dan lain-lain merupakan faktor sukses kegiatan pembelajaran. Pola manajemen
pembelajaran, karena dilakukan secara otoriter, yakni guru menjadi sentral dari semua perilaku
interaksi pembelajaran itu.
Konsep modern memandang manajemen kelas sebagai proses mengorganisasikan segala sumber
daya kelas bagi terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sumber daya itu
diorganisasikan untuk memecahkan aneka masalah yang menjadi kendala proses pembelajran,
sekaligus membangun situasi kelas yang kondusif secara terus menerus. Tugas guru disini adalah
menciptakan, memperbaiki, dan memelihara situsi kelas yang cerdas. Situasi yang cerdas itulah
yang mendukung siswa dalam mengukur, mengembangkan, dan memelihara stabilitas kemampuan,
bakat, minat, dan enegi yang dimilikinya untuk menjalankan tugas-tugas pendidikan dan
pembelajaran.
Pengelolaan/manajemen kelas merupakan kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan
potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan
kurikulum dan perkembangan murid.
Manajemen/pengelolaan kelas adalah usaha sadar dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas
dimulai dari perencanaan kurikulum (meliputi: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metode
mengajar, alat peraga/media, evaluasi), pengorganisasian proses belajar mengajar (meliputi:
absensi/daftar kehadiran, kepemimpina, sikap, suara, pembinaan hubungan baik, pemilihan sumber
belajar, pemanfaatan sumber belajar), pengaturan lingkungan (meliputi: ruang belajar, pengatturan
tempat duduk, ventilasi dan cahaya, pengaturan penyimpinan barang) untuk memaksimumkan
efisiensi, memantau kemajuan siswa dan mengantisifasi maslah-masalah yang akan timbul.
Pengelolaan kelas (classroom management) dalam konteks belajar mengajar diartikan sebagai jenis
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
untuk membelajarkan subjek didik. Berbagai kegiatan yang dimaksudkan adalah pengelolaan yang
secara sengaja diciptakan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara kondusif.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen kelas merupakan
kemampuan guru dalam proses mengelola sumber daya kelas dari mulai perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.
Sebuah kelas pada dasarnya merupakan suatu unit kerja yang di dalamnya bekerjasama sejumlah
orang untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu manajemen kelas memerlukan tindakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan
tersebut. Fungsi-fungsi manajerial yang harus dilakukan oleh guru sebagai berikut:
1. Perencanaan
Merencanakan merupakan aktivitas memilih dan menetapkan tujuan sekolah, yang pencapaiannya
dilakukan dengan menentukan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran, dan standar yang dibutuhkan.
2. Pengorganisasian
Mengorganisasikan merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan
susunan organisasi pelaksananya. Menurut Hadari Nawawi (1992), pengorganisasian yang baik
adalah: (a) adanya kejelasan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan, (b)
pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja, (c) organisasi harus mengatur
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol,
(e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah, dan (f) organisasi harus fleksibel dan
seimbang.
3. Pengarahan
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain
sebagainya.
4. Pengendalian
Pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya yang sesuai dengan
aktivitas yang direncanakan. Proses pengendalian dapat melibatkan beberapa elemen yaitu: (a)
menetapkan standar kerja, (b) mengukur kinerja, (c) membandingkan unjuk kerja dengan standar
yang telah ditetapkan, (d) mengambil tindakan korektif saat terdeteksi penyimpangan.
Menurut Salman Rusydie (2011:29) tujuan manajemen kelas adalah sebagai berikut:
1. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, serta sifat-sifat individunya.
2. Membantu siswa belajar dan bekerja sesuian dengan potensi dan kemampuan yang
dimilikinya.
3. Menciptakan suasana sosial yang baik di dalam kelas, sehingga kondisi itu dapat
memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, sikap, serta
apresiasi yang positif bagi para siswa.
4. Membantu para siswa agar dapat bekerja dengan tertib, sehingga tujuan pengajaran secara
efektif dan efisien dalam kelas dapat tercapai.
Apabila dari tujuan manajemen kelas sudah dicapai, maka akan ada dua kemungkinan yang dialami
oleh siswa sebagai indikator keberhasilan dari manajemen tersebut.
Proses manajemen kelas dapat berjalan dengan baik manakala memenuhi prinsip-prinsip tertentu.
Menurut Salman Rusydie (2011:33) prinsip-prinsip tersebut yaitu:
Tanpa memahami prinsip-prinsip tersebut, maka berbagai upaya untuk dapat mengelola kelas
dengan baik mungkin tidak akan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tetapi jika prinsip-
prinsip tersebut dijadikan pedoman dalam proses mengelola kelas, maka tujuan pembelajaran akan
tercapai dengan baik.
1. Kurikulum
2. Bangunan dan sarana
3. Guru
4. Murid
5. Dinamika kelas
6. Lingkungan sekitar
Keenam faktor tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau saling mempengaruhi
satu sama lain untuk mewujudkan manajemen kelas yang efektif dan efisien.
Menurut Salman Rusydie (2001:47) menyatakan ada beberapa pendekatan dalam manajemen kelas:
1. Pendekatan kekuasaan
2. Pendekatan ancaman
4. Pendekatan resep
5. Pendekatan pengajaran
7. Pendekatan sosio-emosional
Tidak semua pendekatan di atas cocok digunakan untuk setiap kelas. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan sendiri. Oleh sebab itu, para guru harus berusaha menemukan
pendekatan yang paling cocok dengan kondisi dan situasi kelas dimana dia mengajar. Semakin
banyak metode yang diuji coba dan ditemukan, maka guru akan semakin kreatif dalam mengelola
kelas dan anak-anak didiknya.
Untuk menciptakan kondisi yang optimal tersebut memerlukan berbagai langkah kegiatan untuk
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak sesuai dan langkah kegiatan untuk memperbaiki
tingkah laku menyimpang yang sudah terlanjur terjadi. Sejalan dengan hal tersebut Maman
Rachman (1997:94), mengungkapkan bahwa:
Rangkaian langkah kegiatan manajemen kelas mengacu kepada: tindakan pencegahan (preventif)
dengan tujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang menguntungkan, dan tindakan koreksi
terhadap tingkah laku menyimpang yang dapat mengganggu kondisi optimal dari proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Merujuk terhadap dua tindakan dalam kegiatan pengelolaan kelas yaitu tindakan pencegahan
(preventif) dan tindakan penyembuhan (keratif), maka tindakan manajemen kelas juga menjurus
kepada tindakan pengelolaan dimensi pencegahan dan tindakan pengelolaan dimensi penyembuhan.
Dimensi pencegahan (preventif), merupakan tindakan guru dalam mengatur siswa dan peralatan
serta format pembelajaran yang tepat sehingga menumbuhkan kondisi yang menguntungkan bagi
berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sedangkan dimensi kuratif,
merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar
penyimpangan itu tidak berlarut-larut. Dalam hal ini guru berusaha menumbuhkan kesadaran akan
penyimpangan yang dibuat dan akhirnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk
memperbaiki diri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Tindakan pencegahan adlah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah lau menyimpang
yang mengganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran. Adapun langkah-langkah
pencegahan yang dilakukan sebagai berikut:
Mengidentifikasi masalah
Menganalisis masalah
Menilai alternatif-alternatif pemecahan
Mendapatkan umpan balik/balikan
Manajemen kelas merupakan pangkal kegiatan yang dapat berdimensi preventif dan kuratif,
sehingga perencanaan prosedur pengelolaan kelas kearah dimensi preventif dan kuratif, semuanya
bermuara atau menuju pada tujuan yang diharapkan. Tujuan itu adalah terciptanya kondisi serta
mempertahankan kondisi optimal yang mendukung terlaksananya proses belajar mengajar.
METODOLOGI PENGAJARAN
Istilah metodologi pengajaran terdiri dari metodologi dan pengajaran. Istilah metodologi
terdiri dari metode dan logi. Metode berasal dari bahasa Greeka, Metha (melalui/melewati) dan
hodos (jalan/cara). Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Logi berasal dari kata logos yang artinya ilmu. Dengan demikian maka metodologi berarti suatu
ilmu yang membicarakan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Istilah pengajaran berakar dari kata “ajar” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an menjadi
pengajaran yang artinya proses penyajian bahan pelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa metodologi pengajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan pengajaran. Cara atau jalan yang harus dilalui itu dalam dunia
pendidikan dinamakan metode mengajar. Metode mengajar dalam dunia pengajaran berfungsi
sehingga salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan
pengajaran.
III. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar dalam dunia pendidikan sangat
diperlukan karena berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran. Dalam metode mengajar diperlukan jenis-jenis metode mengajar
diantaranya, metode ceramah, tanya-jawab, karyawisata, diskusi, kerja kelompok, dll. Para guru
yang harus memperhatikan dalam memilih metode yang akan digunakan dalam mengajar
diantaranya, tujuan yang hendak dicapai, fasilitas, situasi, dsb. Dan para guru juga harus memakai
bermacam-macam metode dalam mengajar, hal tersebut bertujuan agar menambah pengalaman,
mencegah serta mengurangi kelelahan dan kebosanan, membangkitkan minat dan perhatian, serta
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran.
MOTIVASI SISWA
Psikologi pendidikan telah mengidentifikasi dua klasifikasi dasar motivasi, yaitu intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik muncul dari dalam diri sendiri berupa keinginan untuk mempelajari
suatu topik yang didorong oleh keinginan untuk memenuhi kepuasan diri, kenikmatan, dan
pencapaian kemampuan diri atas materi. Di sisi lain, motivasi ekstrinsik berupa keinginan agar
dapat dengan sukses melaksanakan sesuatu rencana demi mencapai hasil tertentu. Siswa yang
sangat berorientasi pada nilai merupakan siswa yang bermotivasi ekstrinsik, sedangkan siswa yang
tampaknya benar-benar menghayati tugas mereka dan punya minat yang tulus terhadap tugasnya
memiliki motivasi intrinsik.
Memotivasi Siswa
Dalam buku Tools for Teaching karya Barbara Gross Davis (Penerbit Jossey-Bass: San Francisco,
1993), dibahas berbagai gagasan dan kiat tentang cara meningkatkan motivasi siswa di kelas.
Penulis menyajikan pengetahuan tentang motivasi dan menggunakan contoh serta anekdot yang
menghidupkan penyajiannya. Selain strategi umum, bagian ini membahas perilaku pengajaran yang
sukses, cara menyusun sebuah mata pelajaran untuk memotivasi siswa, tidak menekankan nilai, dan
cara merespons dengan memberi umpan balik berbeda kepada setiap siswa, serta kiat untuk
mendorong siswa menyelesaikan bacaan yang ditugaskan.
Topik meliputi motivasi intrinsik dan ekstrinsik, pengaruh gaya pembelajaran pada motivasi, dan
berbagai strategi untuk memotivasi siswa.
Berikut ini, ada beberapa tema yang sering diulang mengenai motivasi siswa, yang dikutip
dari berbagai pustaka tentang pendidikan
“Studi empiris telah menunjukkan bahwa kualitas hubungan guru-siswa cenderung menurun
setelah siswa masuk SMP dan memburuk setelahnya.”
Jadikan Kenyataan
Untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, cobalah membuat kegiatan belajar berdasarkan pada topik
yang relevan dengan kehidupan siswa. Termasuk dalam strategi tersebut adalah menggunakan
contoh-contoh lokal, menggunakan peristiwa-peristiwa dalam berita sebagai bahan ajar,
menggunakan teknologi budaya pop (iPod, ponsel, video YouTube) untuk mengajar, atau
hubungkan mata pelajaran dengan budaya atau kebiasaan siswa, minat siswa pada kehidupan luar
sekolah atau sosialnya.
Semua anak di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Hal tersebut
dengan jelas dan tegas tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang menyatakan
bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Kalimat yang tertuang di dalam pasal
tersebut cukup sederhana akan tetapi memiliki makna yang sangat luas, selain itu sudah barang tentu
mengandung konsekuensi yang sangat besar bagi Pemerintah.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh Pemerintah untuk memberikan pendidikan yang menyeluruh
kepada warganya. Pada tahun 1994 Pemerintah mencanangkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
bagi anak-anak usia sekolah. Lebih lanjut tentang wajib belajar tersebut diatur dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab I Pasal 1 (18) yang
menyatakan bahwa Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga
Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Upaya Pemerintah untuk
memberikan pendidikan minimal sembilan tahun kepada warganya, sejalan dengan pendidikan sebagai
hak asasi manusia seperti yang tersirat dan tersurat dalam The Universal Declaration of Human Right
sebagai berikut: "Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary
and fundamental stage. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional
education shall be made generally available and high education shall be equally accessible to all on the
basis of merit". Nampaknya sikap yang diambil Pemerintah tentang upaya untuk memberikan
pendidikan kepada warganya secara minimal dan menyeluruh sangatlah tepat. Meskipun demikian
masih banyak pekerjaan lainnya yang harus dilakukan oleh Pemerintah sebagai konsekuensi dari sikap
yang telah dicanangkannya.
Anak-anak dengan bakat luar biasa yang memperlihatkan potensi dan kemampuan dalam level tinggi
dibandingkan dengan anak lain seusianya, pengalamannya, dan lingkungannya. Anak-anak seperti ini
menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam segi intelektual, kreativitas dan/atau segi artistik, memiliki
kemampuan memimpin yang tidak biasa, atau berbakat dalam bidang akademis tertentu. Mereka
memerlukan layanan atau aktifitas yang tidak dapat disediakan oleh sekolah umum. Bakat luar biasa
muncul pada anak-anak dan remaja yang berasal dari seluruh budaya, seluruh tingkat ekonomi dan di
berbagai bidang.
Definisi lain mengenai keberbakatan dikemukakan oleh Renzulli bernama 3 Cincin Renzulli. Dia
menyatakan bahwa keberbakatan harus memuat 3 hal: (1) kemampuan di atas rata-rata, (2) kreativitas,
yaitu kapasitas untuk inovasi, keaslian, ekspresif, dan imajinasi serta kemampuan untuk memodifikasi
ide dalam kefasihan, terperinci, dan asli, dan (3) komitmen terhadap tugas atau motivasi. Lebih lanjut
Tomlinson mengemukakan bahwa keberbakatan tidaklah statis, keberbakatan dipengaruhi oleh
kesempatan dan lingkungan, sehingga menurutnya sekolah sudah selayaknya menciptakan banyak
kesempatan dan menyediakan lingkungan yang dapat memaksimalkan setiap potensi anak.
Definisi tenatang anak berkemampuan unggul sangatlah penting, karena definisi ini akan membantu
para profesional dalam menentukan titik tujuan penelitian, apa dan siapa yang sedang mereka teliti,
hingga jelas bagi mereka tentang siapa yang harus diikutkan dalam program khusus dan layanan.
Definisi memberikan gambaran yang jelas kepada kita mengenai keunggulan dan pengembangannya.
Pengukuran inteligensi umum juga menimbulkan kontroversi. Tes IQ sejak awal tidak dikenal
sebagai suatu cara untuk penghasilkan skor IQ tinggi untuk kelas dan ras masyarakat yang beruntung
serta skor rendah untuk kelompok yang kurang beruntung. Meskipun tes IQ telah berubah secara
substansi sejak pertengahan abad yang lalu, tes IQ menyisakan kontroversi dan sering penggunaan hasil
pengukuran IQ tersebut menimbulkan kontroversi juga.
Beberapa sekolah hanya menerima hasil tes IQ sebagai bukti keunggulan. Hal tersebut menimbulkan
suatu kenyataan bahwa banyak keluarga yang secara ekonomi mampu, berani membayar untuk
konsultasi dengan ahli psikologi untuk mengetes anak-anak mereka, di mana keluarga dengan
penghasilan yang terbatas tidak dapat membayar tes tersebut.
Program bagi anak berkemampuan unggul juga sering dipandang sebagai suatu yang elit di suatu
tempat, di mana mayoritas siswa menerima layanan pendidikan bagi anak berkemampuan unggul yang
berasal dari keluarga mampu.
Pendidikan bagi anak berkemampuan unggul bisa dilakukan dengan berbagai bentuk pendekatan.
Kebanyakan anak berkemampuan unggul mempergunakan beberapa bentuk pendekatan dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Bentuk-bentuk pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Hoby:
2. Pengayaan (enrichment):
3. Pemadatan (compacting):
4. Kecepatan diri
5. Percepatan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam intervensi yang efektif bagi anak berkemampuan
unggul:
1. Berikan kesempatan materi yang berbeda untuk anak dengan perkembangan yang sama.
2. Gunakan teknologi, khususnya komputer, sebagai transmisi dalam belajar.
3. Bentuk grup kecil dan konseling individual, mentorship dan kesempatan untuk
berlatih.
4. Fokus di seni sebagai terapi intervensi selama itu merupakan proses kreatif dan ekspresi.
5. Gunakan media yang dapat membangkitkan ide dan imajinasi secara utuh yang menekankan
pada level keahlian yang tinggi.
Anak berkemampuan unggul, sebagai salah satu sasaran pendidikan yang ada di lapangan, menuntut
guru yang memiliki kompetensi yang cenderung ditandai oleh aspekaspek pengetahuan profesional.
Sehubungan dengan itu, semua calon guru sebaiknya dibekali dengan pengetahuan yang faktual, praktis,
dan familiaritas yang mengakomodasi aspek-aspek sebagai berikut:
Menyikapi tingkah polah siswa di sekolah, sering kali para guru mendapatkan bentuk perilaku yang
menyimpang dari mereka. Penyimpangan perilaku bisa berupa penyimpangan yang sifatnya ringan,
seperti bolos sekolah, mengganggu teman saat belajar, memakai pakaian seragam tidak lengkap dengan
atribut, tidak mengerjakan PR/tugas atau penyimpangan berat semisal ketahuan pacaran hingga
melakukan hubungan dengan lawan jenis secara berlebihan dan melanggar batasan norma. waktu yang
lebih besar telah dialihkan ke pengalaman di sekolah dengan mengurangi aktivitas di universitas atau
LPTK.
Menyikapi tingkah polah siswa di sekolah, sering kali para guru mendapatkan bentuk perilaku yang
menyimpang dari mereka. Penyimpangan perilaku bisa berupa penyimpangan yang sifatnya ringan, seperti
bolos sekolah, mengganggu teman saat belajar, memakai pakaian seragam tidak lengkap dengan atribut,
tidak mengerjakan PR/tugas atau penyimpangan berat semisal ketahuan pacaran hingga melakukan
hubungan dengan lawan jenis secara berlebihan dan melanggar batasan norma.
Umumnya, sekolah akan memanggil siswa yang melakukan tindakan menyimpang tersebut melalui BK /
Bimbingan dan Penyuluhan atau Wali Kelas siswa itu sendiri. Biasanya Wali Kelas atau BP akan mencoba
menelusuri mengapa mereka berperilaku menyimpang dengan mengadakan wawancara. Kemudian mencari
tahu juga faktor-faktor apa yang membuat mereka melakukan penyimpangan perilaku tersebut, serta sejauh
mana perilaku menyimpang itu telah dilakukan. Setelah mendapatkan data-data dan informasi yang lengkap
maka akan diambil sebuah keputusan/tindakan apa yang akan dibebankan kepada siswa tersebut.
Sayangnya, sejauh ini banyak kejadian setelah wawancara dilakukan sehingga data didapat, keputusan yang
diambil bukanlah berupa bimbingan dan penyuluhan atau melakukan terapi apa yang tepat untuk
memperbaiki penyimpangan perilaku tersebut.Dalam beberapa kasus, tidak jarang data hasil wawancara dan
informasi yang telah diperoleh pihak sekolah malah digunakan sebagai acuan untuk mengeluarkan siswa
tersebut begitu saja.