Anda di halaman 1dari 18

YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ‘ULUM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


(STAI) MIFTAHUL ‘ULUM MUKOMUKO
SK.DIRJEN NO. Dj. I/352 A/2010, NSPTI 143-17-71-07-001
STATUS TERAKREDITASI BAN-PT NOMOR : 550/SK/BAN-PT/Akred/PT/VI/2015
Website : Staimu wonosobo.yu.tl email : Staimuwonosobo@yahoo.com
Jln.K.H.Mukhlasuddin Desa Wonosobo Kec. Penarik Kab. Mukomuko Prov. Bengkulu Kode Pos 38368

TUGAS INDIVIDU
“ membuat artikeI “

NAMA : Dewi maimuna sari


NIM : 210101159
SEMESTER : DUA (2)
DOSEN PENGAMPU : Mahdiansyah MP.d
MATA KULIAH : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MANAJEMEN KELAS

A. Konsep Dasar Manajemen Kelas

Secara kebahasaan (etimologis) definisi manajemen kelas terdiri dari dua kata, yaitu manajemen
dan kelas. Seperti yang diungkapkan oleh Sudarwan Danim (2010:97) bahwa terminologi
manajemen kelas (classroom management) dibangun oleh dua kata, yaitu manajemen
(management), dan kelas dalam makna ruang kelas (classroom).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), “kelas didefinisikan sebagai ruang tempat belajar di
sekolah”. Hornby dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1986) mendefinisikan “kelas
(class) sebagai group of students together atau occation when this group meets to be taught”.
Dengan demikian, kelas merupakan sekelompok siswa yang belajar bersama atau suatu wahana
ketika kelompok itu menjalani proses pembelajaran pada tempat dan waktu yang diformat secara
formal. Classroom, oleh Hornby (1986) didefinisikan sebagai “room where a class of pupils or
students is taught atau ruang tempat sekelompok siswa belajar atau menjalani proses
pembelajaran”. Pada tataran paling awam, kelas bermakna “tingkatan” untuk menunjukan status
atau posisi siswa di sekolah tertentu, misalnya kelas I, kelas II, dan sebagainya.

Sejalan dengan pengertian di atas, Hadari Nawawi (1985:116), memandang kelas dari dua sudut
yaitu:

1. Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah
siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian
tradisional ini mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokan siswa
menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis
masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat
sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan mengajar belajar yang kreatif untuk mencapai suatu
tujuan.

Untuk memperoleh suasana kelas yang kondusif, tentunya kelas harus diatur sedemikian rupa agar
mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, muncul suatu konsep manajemen kelas sebagai sarana
untuk mencapai kelas yang efektif dan efisien.

Menurut Terry (dalam Sudarwan Danim dan Yunan Danim, 2010:18) menyatakan bahwa:

Manajemen sebagai suatu proses yang khas, yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta
mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta
sumber-sumber lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Kata manajemen awalnya hanya sangat populer di dunia bisnis dan komersial. Di dunia pendidikan
lebih dikenal istilah administrasi. Karena itu, di lingkungan institusi pendidikan sangat populer
istilah administrasi pendidikan, administrasi sekolah, dan administrasi kelas. Jika ditilik kerja atau
fungsinya, administasi dan manajemen boleh dikatakan sama. Meskipun ada para ahli yang
mengatakan bahwa manajemen merupakan inti dari kegiatan atau proses administrasi. Tetapi kini
kata manajemen semakin populer disemua lini bisnis, pemerintahan, maupun pendidikan.

Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan suatu proses
untuk mengelola sumber daya organisasi dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk
mencapai tujuan yang efektif dan efisien.

Merujuk pada definisi manajemen, Sudarwan Danim dan Yunan Danim (2010:98), mendefinisikan
manajemen kelas sebagai berikut:

Manajemen kelas adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan oleh guru,
baik individual maupun dengan atau melaui orang lain (semisal dengan sejawat atau siswa sendiri)
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Kata perencanaan disini merujuk pada perencanaan
pembelajaran dan unsur-unsur penunjangnya. Pelaksanaan bermakna proses pembelajaran, dan
evaluasi bermakna evaluasi pembelajaran. Evaluasi disini terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi
proses dan evaluasi hasil pembelajaran.

Secara tradisional manajemen kelas didefinisikan sebagai setiap usaha guru untuk mempertahankan
disiplin atau ketertiban kelas. Konsep ini dibangun atas dasar asumsi bahwa kelas yang disiplin,
dimana siswa masuk tepat waktu, duduk ditempat yang ditentukan, patuh secara penuh terhadap
guru, tidak melirik ke kiri dan ke kanan secara “liar”, menerima kehadiran guru secara patuh, tidak
ada suara berisik, dan lain-lain merupakan faktor sukses kegiatan pembelajaran. Pola manajemen
pembelajaran, karena dilakukan secara otoriter, yakni guru menjadi sentral dari semua perilaku
interaksi pembelajaran itu.

Konsep modern memandang manajemen kelas sebagai proses mengorganisasikan segala sumber
daya kelas bagi terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sumber daya itu
diorganisasikan untuk memecahkan aneka masalah yang menjadi kendala proses pembelajran,
sekaligus membangun situasi kelas yang kondusif secara terus menerus. Tugas guru disini adalah
menciptakan, memperbaiki, dan memelihara situsi kelas yang cerdas. Situasi yang cerdas itulah
yang mendukung siswa dalam mengukur, mengembangkan, dan memelihara stabilitas kemampuan,
bakat, minat, dan enegi yang dimilikinya untuk menjalankan tugas-tugas pendidikan dan
pembelajaran.

Menurut Hadari Nawawi (1985:116), menyebutkan bahwa:

Pengelolaan/manajemen kelas merupakan kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan
potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan
kurikulum dan perkembangan murid.

Sedangkan menurut Wijaya dan Rusyan (1994:113):

Manajemen/pengelolaan kelas adalah usaha sadar dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas
dimulai dari perencanaan kurikulum (meliputi: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metode
mengajar, alat peraga/media, evaluasi), pengorganisasian proses belajar mengajar (meliputi:
absensi/daftar kehadiran, kepemimpina, sikap, suara, pembinaan hubungan baik, pemilihan sumber
belajar, pemanfaatan sumber belajar), pengaturan lingkungan (meliputi: ruang belajar, pengatturan
tempat duduk, ventilasi dan cahaya, pengaturan penyimpinan barang) untuk memaksimumkan
efisiensi, memantau kemajuan siswa dan mengantisifasi maslah-masalah yang akan timbul.

Pengelolaan kelas (classroom management) dalam konteks belajar mengajar diartikan sebagai jenis
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
untuk membelajarkan subjek didik. Berbagai kegiatan yang dimaksudkan adalah pengelolaan yang
secara sengaja diciptakan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara kondusif.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen kelas merupakan
kemampuan guru dalam proses mengelola sumber daya kelas dari mulai perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.

B. Fungsi Manajemen Kelas

Sebuah kelas pada dasarnya merupakan suatu unit kerja yang di dalamnya bekerjasama sejumlah
orang untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu manajemen kelas memerlukan tindakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan
tersebut. Fungsi-fungsi manajerial yang harus dilakukan oleh guru sebagai berikut:
1. Perencanaan

Merencanakan merupakan aktivitas memilih dan menetapkan tujuan sekolah, yang pencapaiannya
dilakukan dengan menentukan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran, dan standar yang dibutuhkan.

2. Pengorganisasian

Mengorganisasikan merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan
susunan organisasi pelaksananya. Menurut Hadari Nawawi (1992), pengorganisasian yang baik
adalah: (a) adanya kejelasan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan, (b)
pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja, (c) organisasi harus mengatur
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol,
(e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah, dan (f) organisasi harus fleksibel dan
seimbang.

3. Pengarahan

Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain
sebagainya.

4. Pengendalian

Pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya yang sesuai dengan
aktivitas yang direncanakan. Proses pengendalian dapat melibatkan beberapa elemen yaitu: (a)
menetapkan standar kerja, (b) mengukur kinerja, (c) membandingkan unjuk kerja dengan standar
yang telah ditetapkan, (d) mengambil tindakan korektif saat terdeteksi penyimpangan.

C. Tujuan Manajemen Kelas

Menurut Salman Rusydie (2011:29) tujuan manajemen kelas adalah sebagai berikut:
1. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, serta sifat-sifat individunya.
2. Membantu siswa belajar dan bekerja sesuian dengan potensi dan kemampuan yang
dimilikinya.
3. Menciptakan suasana sosial yang baik di dalam kelas, sehingga kondisi itu dapat
memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, sikap, serta
apresiasi yang positif bagi para siswa.
4. Membantu para siswa agar dapat bekerja dengan tertib, sehingga tujuan pengajaran secara
efektif dan efisien dalam kelas dapat tercapai.

Apabila dari tujuan manajemen kelas sudah dicapai, maka akan ada dua kemungkinan yang dialami
oleh siswa sebagai indikator keberhasilan dari manajemen tersebut.

 D. Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas

Proses manajemen kelas dapat berjalan dengan baik manakala memenuhi prinsip-prinsip tertentu.
Menurut Salman Rusydie (2011:33) prinsip-prinsip tersebut yaitu:

 Hangat dan antusias


 Memberikan tantangan
 Bersikap luwes
 Penekanan pada hal positif
 Penanaman disiplin diri

Tanpa memahami prinsip-prinsip tersebut, maka berbagai upaya untuk dapat mengelola kelas
dengan baik mungkin tidak akan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tetapi jika prinsip-
prinsip tersebut dijadikan pedoman dalam proses mengelola kelas, maka tujuan pembelajaran akan
tercapai dengan baik.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Kelas


Berhasil atau tidaknya dalam mewujudkan aktivitas manajemen kelas, tentunya dipengaruhi oleh
bebagai faktor. Sejalan dengan hal tersebut, Hadari Nawawi (1985:116) menyebutkan ada beberpa
faktor yang mempengaruhi manajemen kelas diantara:

1. Kurikulum
2. Bangunan dan sarana
3. Guru
4. Murid
5. Dinamika kelas
6. Lingkungan sekitar

Keenam faktor tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau saling mempengaruhi
satu sama lain untuk mewujudkan manajemen kelas yang efektif dan efisien.

 F. Pendekatan-pendekatan dalam Manajemen Kelas

Menurut Salman Rusydie (2001:47) menyatakan ada beberapa pendekatan dalam manajemen kelas:

1. Pendekatan kekuasaan

2. Pendekatan ancaman

.3. Pendekatan kebebasan

4. Pendekatan resep

5. Pendekatan pengajaran

6. Pendekatan perubahan tingkah laku

7. Pendekatan sosio-emosional

8. Pendekatan kerja kelompok

9. Pendekatan elektis atau pluralistis

Tidak semua pendekatan di atas cocok digunakan untuk setiap kelas. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan sendiri. Oleh sebab itu, para guru harus berusaha menemukan
pendekatan yang paling cocok dengan kondisi dan situasi kelas dimana dia mengajar. Semakin
banyak metode yang diuji coba dan ditemukan, maka guru akan semakin kreatif dalam mengelola
kelas dan anak-anak didiknya.

G. Prosedur Manajemen Kelas


Maman Rachman (1997:93) menjelaskan bahawa “Pengelolaan kelas atau disebut juga manajemen
kelas merupakan suatu tindakan yang merujuk kepada kegiatan-kegiatan yang berusaha
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses pembelajaran yang
efektif”.

Untuk menciptakan kondisi yang optimal tersebut memerlukan berbagai langkah kegiatan untuk
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak sesuai dan langkah kegiatan untuk memperbaiki
tingkah laku menyimpang yang sudah terlanjur terjadi. Sejalan dengan hal tersebut Maman
Rachman (1997:94), mengungkapkan bahwa:

Rangkaian langkah kegiatan manajemen kelas mengacu kepada: tindakan pencegahan (preventif)
dengan tujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang menguntungkan, dan tindakan koreksi
terhadap tingkah laku menyimpang yang dapat mengganggu kondisi optimal dari proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.

Merujuk terhadap dua tindakan dalam kegiatan pengelolaan kelas yaitu tindakan pencegahan
(preventif) dan tindakan penyembuhan (keratif), maka tindakan manajemen kelas juga menjurus
kepada tindakan pengelolaan dimensi pencegahan dan tindakan pengelolaan dimensi penyembuhan.

Dimensi pencegahan (preventif), merupakan tindakan guru dalam mengatur siswa dan peralatan
serta format pembelajaran yang tepat sehingga menumbuhkan kondisi yang menguntungkan bagi
berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sedangkan dimensi kuratif,
merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar
penyimpangan itu tidak berlarut-larut. Dalam hal ini guru berusaha menumbuhkan kesadaran akan
penyimpangan yang dibuat dan akhirnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk
memperbaiki diri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dapat dipertanggung jawabkan.

1. Prosedur dimensi pencegahan (preventif)

Tindakan pencegahan adlah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah lau menyimpang
yang mengganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran. Adapun langkah-langkah
pencegahan yang dilakukan sebagai berikut:

 Peningkatan kesadaran diri sebagai guru


 Peningkatan kesadaran siswa
 Sikap polos dan tulus dari guru
 Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan
 Menciptakan kontrak sosial

2. Prosedur dimensi peneyembuhan (kuratif)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam dimensi penyembuhan sebagai berikut:

 Mengidentifikasi masalah
 Menganalisis masalah
 Menilai alternatif-alternatif pemecahan
 Mendapatkan umpan balik/balikan

Manajemen kelas merupakan pangkal kegiatan yang dapat berdimensi preventif dan kuratif,
sehingga perencanaan prosedur pengelolaan kelas kearah dimensi preventif dan kuratif, semuanya
bermuara atau menuju pada tujuan yang diharapkan. Tujuan itu adalah terciptanya kondisi serta
mempertahankan kondisi optimal yang mendukung terlaksananya proses belajar mengajar.

METODOLOGI PENGAJARAN

Istilah metodologi pengajaran terdiri dari metodologi dan pengajaran. Istilah metodologi
terdiri dari metode dan logi. Metode berasal dari bahasa Greeka, Metha (melalui/melewati) dan
hodos (jalan/cara). Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Logi berasal dari kata logos yang artinya ilmu. Dengan demikian maka metodologi berarti suatu
ilmu yang membicarakan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Istilah pengajaran berakar dari kata “ajar” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an menjadi
pengajaran yang artinya proses penyajian bahan pelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa metodologi pengajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan pengajaran. Cara atau jalan yang harus dilalui itu dalam dunia
pendidikan dinamakan metode mengajar. Metode mengajar dalam dunia pengajaran berfungsi
sehingga salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan
pengajaran.

A. Jenis-Jenis Metode Pengajaran


1.                  Metode Ceramah
Adalah cara menyampaikan ilmu pengetahuan kepada anak didik yang dilakukan oleh guru
secara lisan.
2.                  Metode Tanya Jawab
Adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara guru dan
siswa .Metode ini dimaksudkan untuk merangsang, berpikir, dan membimbing dalam mencapai
kebenaran.

3.                  Metode Diskusi


Adalah salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua
orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya
dan mendapatkan hal yang disepakati.
4.                  Metode Demonstrasi
Merupakan metode mengajar yang sangat efektif dalam menolong siswa-siswi mencari
jawaban atas pertanyaan seperti, bagaimana?, terdiri dari apa? Dan sebagainya.

5.                  Metode Pemberian Tugas Belajar Dan Resitasi


Dalam percakapan sehari-hari metode ini terkenal dengan sebutan pekerjaan rumah. Sebenarnya
metode ini lebih luas daripada pekerjaan rumah saja karena siswa dalam belajar tidak hanya di
rumah, mungkin di laboratorium, di halaman, perpustakaan, dll.
6.                  Metode Karyawisata
            Dengan metode ini bahwa siswa-siswi dibawah bimbingan guru pergi meninggalkan sekolah
menuju ke satu tempat untuk menyelidiki atau mempelajari hal-hal tertentu.

7.                  Metode Kerja Kelompok


Adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar (setelah
dikelompokkan) mengerjakan tugas tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
8.                  Metode Dikte
Adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar menyalin apa-apa
yang dikatakan oleh guru.
9.                  Metode Problem Solving
Adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menghadapkan kepada persoalan
yang harus dipecahkan atau diselesaikan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.[12]
.      
10.              Metode Resource Person
Yang dimaksud resource person Adalah orang luar (bukan guru) yang memberikan
pelajaran kepada siswa, orang luar ini diharapkan memiliki keahlian khusus.

11.              Metode Simulasi


Adalah cara untuk menjelaskan sesuatu melalui perbuatan yang bersifat pura-pura atau melalui
proses tingkah laku mutasi, atau bermain peran mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah-olah
dalam keadaan yang sebenarnya.
12.              Metode Mengajar Berprogam
Adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan alat tertentu untuk
mencapai tujuan pengajaran.
biaya yang mahal.

B. Faktor-Faktor Dalam Memilih Metode Mengajar


                       Dari uraian di atas ternyata bahwa ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
memilih metode yang akan digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran atau mengajar. Faktor-
faktor yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan yang Hendak Dicapai.
2.      Pelajar
3.      Fasilitas
4.      Guru
5.      Situasi

C. Mengapa Dipakai Bermacam-Macam Metode Mengajar


Ada beberapa alasan mengapa guru memakai bermacam-macam metode mengajar antara
lain adalah sebagai berikut :
1.      Menambah Pengalaman
2.      Mencegah Serta Mengurangi Kelelahan Dan Kebosanan
3.      Membangkitkan Minat Serta Perhatian

4.      Membina Kerjasama

5.      Meningkatkan Mutu Pendidikan Dan Pengajaran

III.       KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar dalam dunia pendidikan sangat
diperlukan karena berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran. Dalam metode mengajar diperlukan jenis-jenis metode mengajar
diantaranya, metode ceramah, tanya-jawab, karyawisata, diskusi, kerja kelompok, dll. Para guru
yang harus memperhatikan dalam memilih metode yang akan digunakan dalam mengajar
diantaranya, tujuan yang hendak dicapai, fasilitas, situasi, dsb. Dan para guru juga harus memakai
bermacam-macam metode dalam mengajar, hal tersebut bertujuan agar menambah pengalaman,
mencegah serta mengurangi kelelahan dan kebosanan, membangkitkan minat dan perhatian, serta
meningkatkan mutu  pendidikan dan pengajaran.

MOTIVASI SISWA

Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Psikologi pendidikan telah mengidentifikasi dua klasifikasi dasar motivasi, yaitu intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik muncul dari dalam diri sendiri berupa keinginan untuk mempelajari
suatu topik yang didorong oleh keinginan untuk memenuhi kepuasan diri, kenikmatan, dan
pencapaian kemampuan diri atas materi. Di sisi lain, motivasi ekstrinsik berupa keinginan agar
dapat dengan sukses melaksanakan sesuatu rencana demi mencapai hasil tertentu. Siswa yang
sangat berorientasi pada nilai merupakan siswa yang bermotivasi ekstrinsik, sedangkan siswa yang
tampaknya benar-benar menghayati tugas mereka dan punya minat yang tulus terhadap tugasnya
memiliki motivasi intrinsik.

Memotivasi Siswa

Dalam buku Tools for Teaching karya Barbara Gross Davis (Penerbit Jossey-Bass: San Francisco,
1993), dibahas berbagai gagasan dan kiat tentang cara meningkatkan motivasi siswa di kelas.
Penulis menyajikan pengetahuan tentang motivasi dan menggunakan contoh serta anekdot yang
menghidupkan penyajiannya. Selain strategi umum, bagian ini membahas perilaku pengajaran yang
sukses, cara menyusun sebuah mata pelajaran untuk memotivasi siswa, tidak menekankan nilai, dan
cara merespons dengan memberi umpan balik berbeda kepada setiap siswa, serta kiat untuk
mendorong siswa menyelesaikan bacaan yang ditugaskan.

Kutipan dari bab ini:


 Berikanlah sesering mungkin dan sedini mungkin umpan balik positif, yang akan
mendukung keyakinan siswa bahwa mereka telah melakukan tugasnya dengan baik.
 Pastikan peluang keberhasilan siswa dengan cara memberikan tugas yang tidak terlalu
mudah maupun terlalu sulit.
 Bantu siswa menemukan makna dan nilai pribadi dalam materi.
 Ciptakan suasana yang terbuka dan positif.
 Bantulah siswa untuk merasa bahwa mereka adalah seorang anggota yang berperan penting
dalam sebuah komunitas pembelajaran.

Memotivasi Siswa—dari Vanderbilt Center for Teaching (info lebih lanjut)

Topik meliputi motivasi intrinsik dan ekstrinsik, pengaruh gaya pembelajaran pada motivasi, dan
berbagai strategi untuk memotivasi siswa.

Berikut ini, ada beberapa tema yang sering diulang mengenai motivasi siswa, yang dikutip
dari berbagai pustaka tentang pendidikan

“Studi empiris telah menunjukkan bahwa kualitas hubungan guru-siswa cenderung menurun
setelah siswa masuk SMP dan memburuk setelahnya.”

Jadikan Kenyataan

Untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, cobalah membuat kegiatan belajar berdasarkan pada topik
yang relevan dengan kehidupan siswa. Termasuk dalam strategi tersebut adalah menggunakan
contoh-contoh lokal, menggunakan peristiwa-peristiwa dalam berita sebagai bahan ajar,
menggunakan teknologi budaya pop (iPod, ponsel, video YouTube) untuk mengajar, atau
hubungkan mata pelajaran dengan budaya atau kebiasaan siswa, minat siswa pada kehidupan luar
sekolah atau sosialnya.

PENANGANAN SISWA YANG BERKEMAMPUAN LUAR BIASA

Semua anak di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Hal tersebut
dengan jelas dan tegas tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang menyatakan
bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Kalimat yang tertuang di dalam pasal
tersebut cukup sederhana akan tetapi memiliki makna yang sangat luas, selain itu sudah barang tentu
mengandung konsekuensi yang sangat besar bagi Pemerintah.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh Pemerintah untuk memberikan pendidikan yang menyeluruh
kepada warganya. Pada tahun 1994 Pemerintah mencanangkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
bagi anak-anak usia sekolah. Lebih lanjut tentang wajib belajar tersebut diatur dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab I Pasal 1 (18) yang
menyatakan bahwa Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga
Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Upaya Pemerintah untuk
memberikan pendidikan minimal sembilan tahun kepada warganya, sejalan dengan pendidikan sebagai
hak asasi manusia seperti yang tersirat dan tersurat dalam The Universal Declaration of Human Right
sebagai berikut: "Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary
and fundamental stage. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional
education shall be made generally available and high education shall be equally accessible to all on the
basis of merit". Nampaknya sikap yang diambil Pemerintah tentang upaya untuk memberikan
pendidikan kepada warganya secara minimal dan menyeluruh sangatlah tepat. Meskipun demikian
masih banyak pekerjaan lainnya yang harus dilakukan oleh Pemerintah sebagai konsekuensi dari sikap
yang telah dicanangkannya.

B. Anak Berkemampuan Unggul


Anak-anak berkemampuan unggul atau yang sering di kita disebut CI-BI berasal dari kata chldren
with gifted and talented. Orang-orang sering melihat anak berkemampuan unggul hanya dilihat dari
aspek akademik, padahal berkemampuan unggul sangatlah bervariasi, bisa unggul dalam aspek
akademik, seni, olah raga, kepemimpinan, kreativitas, dan prestasi akademik khusus lainnya. Marland
mengemukakan batasan tentang keunggulan atau giftedeness sebagai berikut: “children capable of high
performance include those with demonstrated achievement and/or potential ability in any of the
following areas, singly or in combination: (1) general intellectual ability, (2) specific academic
aptitude, (3) creative or productive thinking, (4) leadership ability, (5) visual and performing arts, or
(6) psychomotor ability.”

Anak-anak dengan bakat luar biasa yang memperlihatkan potensi dan kemampuan dalam level tinggi
dibandingkan dengan anak lain seusianya, pengalamannya, dan lingkungannya. Anak-anak seperti ini
menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam segi intelektual, kreativitas dan/atau segi artistik, memiliki
kemampuan memimpin yang tidak biasa, atau berbakat dalam bidang akademis tertentu. Mereka
memerlukan layanan atau aktifitas yang tidak dapat disediakan oleh sekolah umum. Bakat luar biasa
muncul pada anak-anak dan remaja yang berasal dari seluruh budaya, seluruh tingkat ekonomi dan di
berbagai bidang.

Definisi lain mengenai keberbakatan dikemukakan oleh Renzulli bernama 3 Cincin Renzulli. Dia
menyatakan bahwa keberbakatan harus memuat 3 hal: (1) kemampuan di atas rata-rata, (2) kreativitas,
yaitu kapasitas untuk inovasi, keaslian, ekspresif, dan imajinasi serta kemampuan untuk memodifikasi
ide dalam kefasihan, terperinci, dan asli, dan (3) komitmen terhadap tugas atau motivasi. Lebih lanjut
Tomlinson mengemukakan bahwa keberbakatan tidaklah statis, keberbakatan dipengaruhi oleh
kesempatan dan lingkungan, sehingga menurutnya sekolah sudah selayaknya menciptakan banyak
kesempatan dan menyediakan lingkungan yang dapat memaksimalkan setiap potensi anak.

Definisi tenatang anak berkemampuan unggul sangatlah penting, karena definisi ini akan membantu
para profesional dalam menentukan titik tujuan penelitian, apa dan siapa yang sedang mereka teliti,
hingga jelas bagi mereka tentang siapa yang harus diikutkan dalam program khusus dan layanan.
Definisi memberikan gambaran yang jelas kepada kita mengenai keunggulan dan pengembangannya.

C. Pendidikan bagi Anak Berkemampuan Unggul


Kontroversi berhubungan dengan pendidikan anak berkemampuan unggul sangat bervariasi. Hal
tersebut berhubungan dengan definisi berkemampuan unggul. Misalnya, apakah berkemampuan unggul
berhubungan dengan kinerja atau potensi? Banyak anak yang tidak memiliki kedua-duanya secara
bersamaan.

Pengukuran inteligensi umum juga menimbulkan kontroversi. Tes IQ sejak awal tidak dikenal
sebagai suatu cara untuk penghasilkan skor IQ tinggi untuk kelas dan ras masyarakat yang beruntung
serta skor rendah untuk kelompok yang kurang beruntung. Meskipun tes IQ telah berubah secara
substansi sejak pertengahan abad yang lalu, tes IQ menyisakan kontroversi dan sering penggunaan hasil
pengukuran IQ tersebut menimbulkan kontroversi juga.

Beberapa sekolah hanya menerima hasil tes IQ sebagai bukti keunggulan. Hal tersebut menimbulkan
suatu kenyataan bahwa banyak keluarga yang secara ekonomi mampu, berani membayar untuk
konsultasi dengan ahli psikologi untuk mengetes anak-anak mereka, di mana keluarga dengan
penghasilan yang terbatas tidak dapat membayar tes tersebut.

Program bagi anak berkemampuan unggul juga sering dipandang sebagai suatu yang elit di suatu
tempat, di mana mayoritas siswa menerima layanan pendidikan bagi anak berkemampuan unggul yang
berasal dari keluarga mampu.

Pendidikan bagi anak berkemampuan unggul bisa dilakukan dengan berbagai bentuk pendekatan.
Kebanyakan anak berkemampuan unggul mempergunakan beberapa bentuk pendekatan dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Bentuk-bentuk pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Hoby:
2. Pengayaan (enrichment):

3. Pemadatan (compacting):

4. Kecepatan diri

5. Percepatan

6. Menarik keluar paruh waktu

7. Sekolah paruh waktu

8. Kelas atau sekolah terpisah penuh waktu

9. Program keberbakatan dan kecerdasan

10. Sekolah rumah

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam intervensi yang efektif bagi anak berkemampuan
unggul:

1. Berikan kesempatan materi yang berbeda untuk anak dengan perkembangan yang sama.
2. Gunakan teknologi, khususnya komputer, sebagai transmisi dalam belajar.

3. Bentuk grup kecil dan konseling individual, mentorship dan kesempatan untuk

berlatih.

4. Fokus di seni sebagai terapi intervensi selama itu merupakan proses kreatif dan ekspresi.
5. Gunakan media yang dapat membangkitkan ide dan imajinasi secara utuh yang menekankan
pada level keahlian yang tinggi.

D. Implikasi terhadap LPTK


Keberadaan anak berkemampuan unggul di sekolah, baik sekolah umum maupun khusus, akan
berimplikasi logis terhadap perguruan tinggi yang menghasilkan guru (LPTK). LPTK dituntut untuk
menghasilkan calon-calon guru yang berkualitas untuk memenuhi tuntutan lapangan yang semakin
meningkat.

Anak berkemampuan unggul, sebagai salah satu sasaran pendidikan yang ada di lapangan, menuntut
guru yang memiliki kompetensi yang cenderung ditandai oleh aspekaspek pengetahuan profesional.
Sehubungan dengan itu, semua calon guru sebaiknya dibekali dengan pengetahuan yang faktual, praktis,
dan familiaritas yang mengakomodasi aspek-aspek sebagai berikut:

(1) landasan filosofis, historis, dan legal pendidikan khusus,

(2) karakteristik siswa,


(3) asesmen, diagnosis dan evaluasi,

(4) isi materi dan praktek mengajar,

(5) perencanaan dan pengelolaan lingkungan belajar dan mengajar,

(6) pengelolaan perilaku dan keterampilan interaksi sosial siswa,

(7) komunikasi dan kemitraan kolaboratif, dan

(8) profesionalisme dan praktik etis.

PENANGANAN SISWA YANG BERPERILAKU MENYIMPANG

Menyikapi tingkah polah siswa di sekolah, sering kali para guru mendapatkan bentuk perilaku yang
menyimpang dari mereka. Penyimpangan perilaku bisa berupa penyimpangan yang sifatnya ringan,
seperti bolos sekolah, mengganggu teman saat belajar, memakai pakaian seragam tidak lengkap dengan
atribut, tidak mengerjakan PR/tugas atau penyimpangan berat semisal ketahuan pacaran hingga
melakukan hubungan dengan lawan jenis secara berlebihan dan melanggar batasan norma. waktu yang
lebih besar telah dialihkan ke pengalaman di sekolah dengan mengurangi aktivitas di universitas atau
LPTK.

PENANGANAN SISWA YANG BERPERILAKU MENYIMPANG

Menyikapi tingkah polah siswa di sekolah, sering kali para guru mendapatkan bentuk perilaku yang
menyimpang dari mereka. Penyimpangan perilaku bisa berupa penyimpangan yang sifatnya ringan, seperti
bolos sekolah, mengganggu teman saat belajar, memakai pakaian seragam tidak lengkap dengan atribut,
tidak mengerjakan PR/tugas atau penyimpangan berat semisal ketahuan pacaran hingga melakukan
hubungan dengan lawan jenis secara berlebihan dan melanggar batasan norma.

Umumnya, sekolah akan memanggil siswa yang melakukan tindakan menyimpang tersebut melalui BK /
Bimbingan dan Penyuluhan atau Wali Kelas siswa itu sendiri. Biasanya Wali Kelas atau BP akan mencoba
menelusuri mengapa mereka berperilaku menyimpang dengan mengadakan wawancara. Kemudian mencari
tahu juga faktor-faktor apa yang membuat mereka melakukan penyimpangan perilaku tersebut, serta sejauh
mana perilaku menyimpang itu telah dilakukan. Setelah mendapatkan data-data dan informasi yang lengkap
maka akan diambil sebuah keputusan/tindakan apa yang akan dibebankan kepada siswa tersebut.
Sayangnya, sejauh ini banyak kejadian setelah wawancara dilakukan sehingga data didapat, keputusan yang
diambil bukanlah berupa bimbingan dan penyuluhan atau melakukan terapi apa yang tepat untuk
memperbaiki penyimpangan perilaku tersebut.Dalam beberapa kasus, tidak jarang data hasil wawancara dan
informasi yang telah diperoleh pihak sekolah malah digunakan sebagai acuan untuk mengeluarkan siswa
tersebut begitu saja.

Anda mungkin juga menyukai