Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KARDIOLOGI

1. PERBEDAAN SERUM DAN PLASMA.


Serum
Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah
dan faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan
protein yang tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan
kadar serupa dalam plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara
abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan
fibrinogen atau protrombin yang belum di konevensi (Sacher dan McPerson,
2012).
Serum diperoleh dari spesimen darah yang tidak ditambahkan
antikoagulan dengan cara memisahkan darah menjadi 2 bagian dengan
menggunakan sentrifuge, setelah darah didiamkan hingga membeku kurang
lebih 15 menit (Nugraha, 2015). Setelah disentrifugasi akan tampak gumpalan
darah yang bentuknya tidak beraturan dan bila penggumpalan berlangsung
sempurna, gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dengan mudah dapat
dilepaskan dari dinding tabung. Selain itu akan tampak pula bagian cair dari
darah. Bagian ini, karena sudah terpisah dari gumpalan darah maka tidak lagi
berwarna merah keruh akan tetapi berwarna kuning jernih. Gumpalan darah
tersebut terdiri atas seluruh unsur figuratif darah yang telah mengalami proses
penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga terpisah dari unsur larutan
yang berwarna kuning jernih (Sadikin, 2014).
Plasma

Plasma adalah bagian cair dari darah yang tidak mengandung sel-sel
darah tetapi masih mengandung faktor-faktor pembekuan darah. Plasma
diperoleh dengan cara memisahkan sel-sel darah dari darah (whole blood)
dengan cara sentrifugasi. Plasma yang terbentuk memiliki komposisi faktor
pembekuan yang berbeda sesuai dengan jenis antikoagulan yang ditambahkan
(Nugraha, 2015).
Terdapat perbedaan yang jelas antara serum dan plasma. Plasma
mencegah proses penggumpalan darah sedangkan serum membiarkan
terjadinya proses penggumpalan darah. Plasma mengandung senyawa
fibrinogen yaitu suatu protein darah yang berubah menjadi jaring dari serat-
serat fibrin pada peristiwa penggumpalan, dimana senyawa tersebut sudah tidak
ada lagi dalam serum. Di dalam plasma fibrinogen tidak dapat berubah menjadi
fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan. Dalam pembuatan serum,
sel-sel darah menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang
luas dan kontraktif dari jaringan serat-serat fibrin. Sel-sel ini tidak dapat lagi
terlihat secara terpisah-pisah melaui mikroskop. Sebaliknya, dalam pembuatan
plasma, sel-sel darah terendapkan dengan jelas di dasar tabung, seperti
pengendapan suspensi partikel lain. Bahkan dengan jelas sekali pengendapan
sel-sel darah pada pembuatan plasma tersebut menghasilkan pemisahan sel
berdasarkan massa jenis menjadi 2 bagian. Sel-sel darah terpisah menjadi
lapisan sel darah merah yang merupakan lapisan yang tebal yang dapat
mencapai hampir separuh volume darah. Selain itu ada pula lapisan yang tipis
dan putih di atas lapisan sel darah merah yang terdiri atas sel-sel leukosit dan
sejumlah trombosit (Sadikin, 2014).

2. KASKADE KOAGULASI

Hemostatis
Faal hemostatis ialah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam
pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah sehingga
mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah.
Faal hemostatis melibatkan sistem vaskuler, sistem trombosit, sistem koagulasi
dan sistem fibrinolisis (Setiabudy, 2009).

Gambar 2.1 Hemostatis

a) Sistem Vaskuler
Sistem vaskuler dimulai saat otot polos sirkuler yang tersusun pada
dinding pembuluh darah akan berkontraksi dengan segera setelah terjadi
kerusakan pada pembuluh darah arteri, yang disebut vascular spasm.
Mekanisme ini akan mengurangi kehilangan darah selama beberapa menit
sampai jam sehingga mekanisme hemostatik lain terjadi. Spasme ini terjadi
mungkin karena kerusakan pada otot polos, disebabkan oleh zat atau
substansi yang dilepaskan dari trombosit teraktivasi (activated platelets)
dan refleks dari reseptor nyeri.

b) Sistem Trombosit
Trombosit diaktifkan pada lokasi cedera vaskular untuk membentuk
sebuah plug trombosit yang memberikan respon hemostatik awal untuk
menghentikan pendarahan.

c) Sistem Koagulasi
Gambar 2.2 Kaskade Koagulasi

Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik
(extrinsic pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Jalur ekstrinsik
dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler sehingga faktor jaringan (tissue
factor) mengalami pemaparan terhadap komponen darah dalam sirkulasi.
Faktor jaringan dengan bantuan kalsium menyebabkan aktivasi faktor VII
menjadi FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue factor dan kalsium (disebut sebagai
extrinsic tenase complex) mengaktifkan faktor X menjadi FXa dan faktor IX
menjadi FIXa. Jalur ekstrinsik berlangsung pendek karena dihambat oleh
tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya memulai
proses koagulasi, begitu terbentuk sedikit thrombin, maka thrombin akan
mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa lebih lanjut, sehingga proses koagulasi
dilanjutkan oleh jalur intrinsik.

Jalur intrinsik dimulai dengan adanya contact activation yang


melibatkan faktor XII, prekalikrein dan high molecular weigth kinninogen
(HMWK) yang kemudian mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa. Faktor-faktor
ini berinteraksi pada permukaan untuk mengaktifkan faktor IX menjadi
faktor IXa. Faktor IXa bereaksi dengan faktor XII, PF3, dan kalsium untuk
mengaktifkan faktor X menjadi Xa. Bersama faktor V, faktor Xa
mengaktifkan faktor II (protrombin) menjadi trombin, yang selanjutnya
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Kolagen yang terpapar karena cedera
pembuluh darah sangat mempengaruhi kecepatan reaksi. Faktor XIIa
berinteraksi secara umpan balik untuk mengonversi prekallikrein menjadi
kallikrein tambahan. Reaksi ini difasilitasi oleh aktivitas HMWK. Dengan
tidak adanya prekallikrein, faktor XIIa akan terjadi lebih lambat. Ionisasi
kalsium berperan penting dalam aktivasi factor koagulasi tertentu dalam
jalur intrinsik yaitu untuk aktivasi faktor IX oleh faktor XIa (Kiswari, 2014).
Jalur bersama dimulai setelah faktor X diaktifkan menjadi Xa, dimana jalur
ekstrinsik dan intrinsik menghasilkan tromboplastin bergabung untuk
membentuk tromboplastin akhir yang mengubah protrombin menjadi
trombin.
d) Sistem Fibrinolisis

Proses fibrinolisis dimulai dengan masuknya aktivator ke sirkulasi.


Aktivator plasminogen akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin,
baik plasminogen yang terikat fibrin maupun plasminogen bebas. Plasmin
terikat fibrin akan menghancurkan fibrin menjadi fibrin degradation
products (FDP). Plasmin bebas akan dinetralkan oleh antiplasmin, jika
antiplasmin tidak cukup maka plasmin bebas dapat menghancurkan
fibrinogen dan protein lain seperti FV, FVIII, hormon, dan komplemen. Jika
yang dihancurkan oleh plasmin adalah cross-linked fibrin maka akan
dihasilkan D dimer, tetapi pada penghancuran fibrinogen tidak dihasilkan
D dimer, jadi D dimer dapat membedakan fibrinolisis dengan
fibrinogenolisis.
Sisem-sistem tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang
berkeseimbangan dan saling mengontrol untuk mendapatkan faal
hemostatis yang baik. Kelebihan atau keekurangan suatu komponen akan
menyebabkan kelainan. Kelebihan fungsi hemostatis akan menyebabkan
thrombosis, sedangkan kekurangan faal hemostatis akan menyebabkan
pendarahan (hemorrhagic diathesis) (Bakta, 2013).

3.PENGGUNAAN HEPARIN
Heparin

Heparin adalah salah satu jenis obat golongan antikoagulan yang


mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan
atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah.
Meningkatkan efek antitrombin III dan menginaktivasi trombin (demikian
juga dengan faktor koagulan IX, X, XI, XII dan plasmin) dan mencegah
konversi fibrinogen menjadi fibrin, heparin juga menstimulasi
pembebasan lipase lipoprotein.2,9

Gambar 1. Heparin/ kompleks AT-III menginaktivasi faktor koagulasi.9


AT-III merupakan penghambat faktor koagulasi yang lambat tanpa heparin.
Heparin dengan pentasakarida yang berafinitas kuat mengikat AT-III dan
menginduksi perubahan bentuk dari AT-III, dengan demikian mengubah AT-
III dari penghambat faktor koagulasi yang lambat menjadi sangat
cepat. AT-III berikatan secara kovalen dengan faktor koagulasi dan heparin
akan berdisasoiasi dari kompleks tersebut, serta dapat digunakan kembali. 9

Klasifikasi Heparin

Berdasarkan struktur kimia dan berat molekulnya, heparin


dikelompokkan sebagai berikut :

a. Unfractioned Heparin (UHF)

Berat molekul heparin berkisar dari 3.000 sampai 30.000d, dengan


berat molekul rata-rata 15.000 (sekitar 45 rantai monosakarida). Heparin
hanya diberikan secara intravena atau subkutan, karena tidak diabsorpsi
baik oleh saluran cerna serta banyak dihancurkan oleh heparinase, suatu
enzim di hepar. 9,10
b. Low Molekul Weight Heparin (LMWH)

LMWH merupakan derivat dari UHF. LMWH termasuk


glikosaminoglikan polisulfat yang mempunyai berat sekitar satu sepertiga
berat molekul UFH. Berat molekul LMWH rata-rata 4.000 sampai 5.000d
(sekitar 15 unit per molekul monosakarida) dengan kisaran 2.000 sampai
9.000d.9,10

Gambar 2. Berat molekul heparin dan LMWH.10


Penggunaan Heparin

Indikasi penggunaan heparin adalah untuk pencegahan serta pengobatan


trombosis vena dan emboli paru. Pada penggunaan jangka panjang heparin
juga dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami tromboemboli berulang
meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Selain itu, pada dosis rendah
heparin juga dapat digunakan untuk pencegahan tromboemboli vena pada
pasien beresiko tinggi, misalnya operasi tulang. Adapun faktor resiko dari
terjadinya trombosis vena dapat dibagi menjadi 3, kelompok risiko, yaitu
faktor tindakan bedah, faktor medikal dan faktor herediter/pasien. 11

Faktor pasien :

1) Usia >40 thn

2) Immobilisasi

3) Obesitas

4) Riwayat menderita DVT/PE

5) Kehamilan

6) Masa nifas

7) Terapi estrogen dosis


tinggi

Faktor Medikal/Surgikal :

1) Tindakan bedah mayor

2) Malignansi (khususnya pelvik, abdominal, metastasis)

3) Infark miokard

4) Stroke
5) Gagal nafas akut

6) Gagal jantung kongestif

7) Inflammatory bowel disease

8) Sindroma nefrotik

9) Penggunaan pacemaker

Faktor Hiperkoagulasi :

1) Antibodi Antifosfolipid, Lupus Antikoagulan

2) Homocysteinemia

3) Disfibrinogenemia

4) Gangguan Myeloproliferatif

5) Defisiensi Antithrombin

Faktor risiko terjadinya trombosis vena di ICU dari yang paling tinggi angka
kejadiannya adalah sebagai berikut: associated medical condition, post
delivery, operasi mayor, keganasan, umur 50 tahun ke atas, kehamilan, post
trauma, vena varicose dan riwayat trombosis vena sebelumnya.12
LMWH memiliki sedikit kelebihan dibandingkan dengan heparin standar karena
memiliki profil farmakokinetik yang lebih dapat diprediksi, sehingga
memungkinkan penggunaan subkutan dengan dosis berdasarkan berat badan
tanpa memerlukan pemantauan laboratorium yang ketat. Selain itu, frekuensi
pemberiannya juga lebih sedikit bila dibandingkan dengan heparin standar.
Namun, tidak semua keadaan pasien dapat diberi heparin berat molekul
rendah, seperti pada pasien dengan obesitas, berat badan kurang dari 50kg,
dan penyakit ginjal berat
seperti pada pasien dengan obesitas, berat badan kurang dari 50kg, dan penyakit ginjal
berat

Anda mungkin juga menyukai