Anda di halaman 1dari 15

Dialog

Rifki: Selamat malam Keluarga Pak Rudolf. Mari masuk kami sudah menghidangkan makan malam untuk
kita (sambil jalan)

Sifa: Silahkan duduk pak, selamat menikmati hidangan yang sudah kami buat. (sambil duduk)

Pak Rudolf meperhatikan sekitar dan meperhatikan makanan serta pakaian yg dipakai oleh keluarga Van
Dijk

Alfin: Baju macam apa yang kalian kenakan? Sungguh tidak sopan? Begini cara kalian menyambut tamu
kehormatan seperti kami?

Rifki: Maaf sebelumnya pak karena kami membuat anda kurang nyaman, tetapi menurut saya baju
seperti ini sopan untuk dikenakan, apakah ada yang salah memakai baju seperti ini?

Pak Rudolf berdiri diikuti Pak Peeter

Alfin: Pertanyaan seperti apa itu? Ya jelas salah! Kalian semua ini adalah bangsa Belanda, kalian disini
menjajah mereka semua, bukan untuk mengikuti budaya mereka!

Sudah ingin menjawab pertanyaan Pak Rudolf dihentikan oleh Suzie

Sifa: Sudah-sudah saya mengrti maksud dari pak rudolf, tidak baik jika kita bertengkar hanya karena
masalah seperti ini. Silahkan duduk terlebih dahulu Mereka berdua duduk

Sifa: Ohh iya, apakah ini putri tunggal pak Rudolf? sudah besar dan sangat cantik sekali, sepertinya kamu
seumuran sama anak saya Dimas, nama kamu siapa?

Rani: Saya Elizabeth tante

Sifa: Salam kenal Elizabeth. Oh iya kenalin anak tante ini dimas dan kakaknya ivanna

Rani: Hai Dimas, hai Ivanna

Dimas & Ivanna: Hai Elizabeth

Alfin: Dimas? apa aku tidak salah dengar? kau menamai anakmu dengan nama seperti? seperti rakyat
pribumi?

Rifki: Segitu bencinya kau dengan rakyat pribumi sampai sampai kau mengomentari nama anakku?
Seolah olah nama anakku saja rendah di matamu

Alfin: Sudah lah tidak ada gunanya berbicara dengan keluarga seperti ini, mari Elizabeth kita pulang

Pak Rudolf pun pergi diikuti oleh Elizabeth

Pak Peeter menatap Dimas


Rifki: Kamu tidak apa apa Dimas? omongan Pak Rudolf jangan kamu masukin ke hati

Elvan: Ahh iya Dimas tidak apa apa Pah

3 hari kemudian

Dimas sedang bermain bersama rakyat pribumi, lalu tidak sengaja Dimas bertemu dengan Elizabeth yg
sedang berjalan jalan di taman

Elvan: Sepertinya kita pernah bertemu, kamu Elizabeth putrinya Pak Rudolf kan?

Rani: Ahh iya benar sekali, kamu Dimas kan?

Dimas: Iya, ada keperluan apa kamu kesini? apa papahmu tidak mencarimu?

Rani: Aku sedang berjalan jalan saja ditaman? Kamu sudah terbiasa main dengan rakyat pribumi?

Elvan: Iya, mereka teman teman ku dan mereka juga sangatt baik. Apakah kamu mau ikut bermain?

Rani: Boleh, ajari aku yaa

Elvan: tenang saja, ayo ikut aku, akan aku kenalkan ke mereka.

Dimas pun berjalan bersama Elizabeth menghampiri teman teman Dimas.

Elvan: Hai teman teman, kenalin ini Elizabeth

Rani: Hai semua aku Elizabeth

Rakyat pribumi: Hai Elizabeth

Elvan: Dia ingin bermain bersama kita, apakah boleh?

Pingkan: Boleh sekali, dengan senang hati.

Mereka pun bermain hingga matahari terbenam

Rani: Duh lelah ya, tapi sangat menyenangkan, besok apakah aku boleh bermain bersama kalian lagi?

Adi: Jelas boleh dong

Rani: Baiklah, aku akan pulang, sampai bertemu besok

Elvan: Bolehkah aku menemani mu pulang?

Rani: Ah tidak usah, aku bisa pulang sendiri, aku takut jika papahku marah
Elvan: Baiklah, sampai bertemu besok, hati hati.

Keesokan harinya dengan kegiatan yang sama mereka kembali bermain hingga petang.

Di hari selanjutnya mereka masi melakukan kegiatan yang sama, yaitu bermain bersama di taman.
Namun di hari itu Elizabeth dan Dimas belum pulang sampai hari sudah gelap, karena mereka ke asikan
mengobrol.

Rudolf yang khawatir pun segera mencari anaknya. Ruldolf akhirnya menemui anaknya, namun dia
sangat marah dan murka karena melihat bahwa Elizabeth tengah mengobrol dengan Dimas. Rudolf
benci dimas Rudolf benci keluarga Peeter. Dengan amarahnya Rudolf pun berjalan menghampiri
Elizabeth dan juga Dimas

Alfin: Elizabeth! kenapa kamu belum pulang juga? apakah kamu tidak bisa melihat kalau hari sudah
gelap? dan ngapain kamu malah berduaan disini bersama orang yang sudah mengkhianati bangsa kita.

Rani: Papah? maaf pah. aku hanya mengobrol saja dengan Dimas disini.

Elvan: Maaf pak Rudolf karena telah membuat Elizabeth jadi pulang malam dan membuat anda
khawatir. Dan maaf juga pak Rudolf kenapa bapak berbicara bahwa saya telah mengkhianati bangsa
kita?

Alfin: Kamu sama saja seperti bapak mu. Tidak sadar! Keluarga kalian seperti rakyat pribumi. Sangat
rendah sekali.

Elvan: Bapak berbicara seolah2 rakyat pribumi tidak pantas ada di dunia ini.

Alfin: Iya memang benar.

Elvan: Dimata saya bapak lebih rendah dari rakyat pribumi. Maaf Elizabeth telah membuat ketidak
nyamanan disini, aku pulang dulu.

Alfin: Dasar keluarga tidak tahu sopan santun, tunggu saja apa yang akan ku perbuat kepadamu bocah
tidak tahu diri.

Pak Rudolf pun pulang dengan sangat marah sambil menggandeng tangan putri tunggalnya, Elizabeth.

Dijalan Elizabeth pun memikirkan perkataan Papahnya, Elizabeth takut akan terjadi sesuatu dengan
Dimas karena ia tahu betul Papahnya bukan orang yang omong kosong, ia pasti melakukan sesuatu
kepada Dimas, apalagi Dimas menenentangnya.

Setibanya dirumah
Alfin: Kenapa kamu bermain dengan mereka? kamu tahu kan papa sangat benci dengan mereka, Kalau
kamu main sama mereka nanti kamu akan seperti keluarga Van Dijk itu karena keseringan bergaul
dengan pribumi, keluarga yang mengkhianati bangsanya sendiri.

Rani: Maksud papah apa? mereka ga speerti yang papah pikirkan, mereka ga serendah itu pah

Alfin: Diam kamu, kamu ga akan ngerti maksud papa, besok kamu tidak usah keluar rumah apalagi
bertemu dengan Dimas yg sepertinya sudah menjadi anak pribumi itu

Rani: Kenapa aku tidak boleh bertemu dengan Dimas? Aku suka pah sama dia, aku nyaman bermain
dengan Dimas dan teman temannya.

Alfin: Kamu suka dengan orang seperti dia?! Bisa bisanya kamu. Secara tidak langsung kamu telah
membuat derajat kita rendah Elizabeth. Diam di kamar dan jangan coba buat keluar.

Pada malam itu juga, setelah memarahi Elizabeth Rudolf pun keluar rumah untuk pergi ke rumah
keluarga Peeter.

Sesampainya di sana Rudolf pun langsung masuk tanpa permisi ke dalam rumah Peeter. Di sana terlihat
keluarga yang sangat harmonis sedang berbincang dan bercanda ria.

Alfin: Dimas! Apa yang kamu perbuat kepada anak saya sehingga dia berani jadi anak pembangkang
seperti diri mu! Kamu telah mencuci otak anak saya!

Rifki: Tunggu! Apa yang telah bapak lakukan? Masuk ke rumah orang tanpa permisi dan munuduh anak
saya sembarangan!

Alfin: Dasar keluarga tidak tahu diri! Anak kamu berhak mendapatkan ini Peeter.

Rudolf pun mengeluarkan pistol yang telah ia bawa dan ia sembunyikan di kantong celananya. Rudolf
pun segera menembakkan pistol tersebut ke arah Dimas. Namun tembakkan itu salah sasaran.
Tembakkan itu malah mengenai tepat di dada kirinya Suzie, yang tak lain adalah ibunya Dimas.

Peeter, Dimas, serta Ivanna terkejut melihat kejadian tersebut.

Saadah & Elvan: MAMAHHHH!!!!

Rifki: SUZIE!!!!

Elvan: Dasar kau manusia biadab!!

Dimas yang sudah menahan emosinya sedari tadi, langsung menghampiri Rudolf dan ingin
menghajarnya habis habisan. Namun sebelum dia sampai kesana, Rudolf justru sudah menembakkan
peluru lagi ke arah Dimas.

Rifki & Saadah: DIMASSSSSS!!!!


Rifki: Kau adalah manusia berwujud iblis Rudolf!

Alfin: Kalian pantas mendapatkannya keluarga Peeter Van Dijk

Lalu Rudolf pun pergi dari rumah Peeter tanpa rasa bersalah sedikit pun. Keesokkan harinya setelah
pemakanan ibunya Suzie serta adiknya Dimas, Ivanna pun di panggil oleh ayahnya ke meja makan.

Rifki: Papa tau pasti kamu sangat kehilangan seorang mama dan adikmu, papa juga merasakan hal yang
sama sepertimu, mama dan adikmu adalah orang yang sangat baik papa yakin mama dan adikmu tenang
disana, Ivanna apakah kamu bisa hidup seorang diri? Rasanya papa tidak kuat berada didunia ini tanpa
mama dan adikmu, maafkan papa karena tidak bisa menjaga kalian semua, seharusnya papa saja yg
dibunuh oleh Rudolf. Sepertinya obat ini sudah bereaksi, sekali lagi maafkan papa Ivanna, papa sangat
menyayangimu.

Saadah: Apa maksud papa pah, Ivanna juga sayang sama papa.

Peeter pun jatuh dari tempat duduk nya dan Ivanna panik lalu menggoyang"kan tubuh petter

Saadah: PAPAAAAA (sambil menangis) Papa jangan tinggalin aku, aku mohon, papa aku tidak bisa hidup
sendirian paa, aku takut, papa tolong bangun.

Setelah pemakaman ayahnya tersebut, Ivanna di tengah tengah ruangan rumahnya yang sangat sepi
duduk sambil memeluk lututnya sendiri. Rumah yang dulunya ramai oleh tawa bahagia dan
kehangatannya kini menjadi rumah yang sangat sepi dan seperti tidak ada lagi kehidupan.

Saadah: Mama, Papah, Dimas... dendamku akan segera terbalaskan. Aku tak akan mati sebelum
membalas kematian kalian. Tunggu aku di sana, aku akan segera menemani kalian setelah semuanya
selesai.

*Persembahan tarian pertama*

Pingkan: Bersabarlah Ivanna, kamu masih punya kami di sini. Kami akan selalu menemani mu dan akan
menjadi keluarga untukmu.

Saadah: Terimakasih banyak, aku akan terus hidup sampai semuanya terbalaskan.

Suatu sore pada saat Ivanna tengah duduk di taman, ada seorang laki laki menghampirinya
Leo: Hi!

Saadah: Oh, hi!

Leo: Kamu suka ke sini ya? sendirian?

Saadah: Iya.

Leo: Perkenalkan nama ku Matsuya.

Saadah: Ivanna.

Leo: Aku sering melihat mu, tapi baru ini aku berani mencoba mendekati mu. Kau sering terlihat murung
dan selalu sedih, apakah kamu baik baik saja?

Saadah: Apa perlu aku memberitahu keadaanku kepada orang yang baru aku kenal seperti dirimu?

Leo: Oh, maaf. Bukan maksudku untuk terlalu mencampuri urusanmu. Hanya saja, jika kamu butuh
teman cerita aku bisa menjadi pendengar. Dan jika kamu butuh bantuan aku akan bantu semampuku.

Saadah: Terimakasih untuk kebaikanmu. Tapi untuk saat ini aku tidak butuh itu.

Leo: Baiklah. Aku akan pergi, karena akan ada rapat untuk bangsa Jepang. Maaf telah membuat mu tidak
nyaman. Sampai bertemu kembali nona cantik.

Ivanna pun hanya melihat kepergian laki laki Jepang tersebut. Lalu berkata dalam hati.

Saadah: Bangsa Jepang? Sepertinya aku bisa menggunakan dia sebagai alat untuk membalaskan
dendamku.

Keesokan sorenya saat Ivanna tengah berjalan jalan di taman, ia pun bertemu kembali dengan laki laki
jepang tersebut.

Leo: Hi, Ivanna.

Saadah: Hi, Matsuya.

Leo: Sepertinya hari ini kamu lebih membaik dari hari hari sebelumnya. Terlihat sangat cantik dan juga
sangat lebih bahagia.
Saadah: Terimakasih atas pujiannya Matsuya. Aku hanya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan saja,
aku mencoba menghidupkan kembali semangat ku.

Leo: Itu sangat bagus. Masi banyak hal yang perlu kamu hadapi dan masih panjang waktu yang bisa
kamu gunakan untuk hal hal yang belum pernah kamu coba.

Saadah: Iya Matsuya.

Leo: Oh iya. Penawaran tentang aku akan menjadi pendengar mu jika kamu ingin bercerita itu masih
berlaku. Jadi jika kamu ingin mengeluarkan keluh kesahmu ceritakan saja padaku.

Saadah: Hahaha. Kamu ini benar benar tidak pantang menyerah ya. Terimakasih sudah membuatku
tertawa hari ini.

Leo: Tidak masalah. Aku sangat senang melihat mu tertawa seperti itu.

Kedekatan mereka pun semakin hari semakin terlihat, hingga pada suatu hari, saat mereka tengah
berjalan jalan sore di taman...

Leo: Ivanna.

Saadah: ya?

Leo: Maaf sebelumya jika aku sudah lancang. Maaf sudah lancang menyukaimu dan mulai mencintaimu
Ivanna.

Saadah: Benarkah? Terimakasih sudah menyukai ku, tetapi aku masih larut dalam kesedihan ku, aku
belum bisa menerima orang, tetapi aku bisa menerma cintamu jika kamu melakukan sesuatu untukku,
itupun jika kau mau.

Leo: Apa? apa yang harus kulakukan untukmu? Apapun akan ku lakukan untukmu.

Saadah: Sebenarnya aku punya masalah di hidupku, sebab itu aku merenung sendirian seperti yg kamu
lihat. Keluarga ku semua meninggal dibunuh oleh seseorang dari Belanda yaitu Keluarga Rudolf. Kamu
mau membalas dendam ku untuk dia?

Leo: (Terkejut) Hah? Apa maksud mu? kamu yakin menyuruhku membunuh mereka?

Saadah: (Tertawa) Jelas yakin, aku mau mereka merasakan apa yg keluargaku rasakan, bahkan itu belum
cukup dari trauma yang aku rasakan sampai hari ini.

Leo: Baiklah, aku akan merencanakan itu untuk membalas dendam mu. Tetapi jika aku berhasil
membunuh mereka, kamu akan menerima cintaku kan?
Saadah: Jelas, aku akan menerima cintamu, jika kamu berhasil membunuh mereka. (sambil tersenyum)

Leo: Baiklah aku akan pergi untuk mempersiapkan semuanya, aku akan memberitahmu jika aku sudah
selesai merencanakannya.

Saadah: Terimakasih Matsuya.

Leo: Sama sama Ivanna, semua akan ku lakukan untukmu. Sekarang ayo kita pulang hari sudah mulai
malam.

Saadah: Ayo.

Keesokan harinya di rumahnya Matsuya mempersiapkan semuanya, Matsuya memanggil anak buahnya

Leo: Saya akan membunuh keluarga Belanda bernama Rudolf, bisa kah kamu mencaritau, dimana ia
tinggal, dan bagaimana jabatan dia di Belanda.

Adi: Baik Tuan, saya kan mencari infonya.

Leo: Secepatnya, saya tunggu.

Matsuya tersenyum sambil membayangkan bagaimana ia hidup bersama Ivanna dengan bahagia.
Padahal dia belum tau rencana Ivanna yg hanya memanfaatkan Matsuya saja.

Setelah beberapa hari kedepan anak buah Matsuya pun datang menemui Matsuya untuk memberi
informasi mengenai keluarga Rudolf.

Leo: Ya, apa saja informasi yang kamu dapatkan mengenai keluarga Rudolf?

Adi: Setelah saya mencari tahu tentang keluarga Rudolf saya mendapatkan informasi jika keluarga
mereka menempati perumahan di sebelah barat perumahan yang ditempati oleh Ivanna. Dia
mempunyai jabatan sebagai seorang Letnan dan hanya tinggal berdua dengan putri tunggalnya yang
bernama Elizabeth.

Leo: Baiklah. Terimakasih untuk informasinya. Siapakan senjata yang biasa kugunakan dan juga
perlengkapannya.
Adi: Baik tuan.

Matsuya segera menemukan Ivanna di taman seperti biasanya disana

Leo: Hai Van, aku sudah mencari tau keluarga Rudolf, dan aku akan melakukannya nanti malam

Saadah: Wah! Kabar yg baik, cepat sekali kamu mempersiapkan semuanya.

Leo: Iya, kamu mau ikut menemaniku? Nanti malam jam 9 akan aku jemput disini jika kamu mau.

Saadah: Iya! Aku mau ikut aku akan kesini jam 9 malam, kita bertemu jam 9 malam ya!

Leo: Baiklah, tapi aku mau bertanya padamu.

Saadah: Apa?

Leo: Hum, kamu akan menerima cintaku kan setelah semua ini.

Ivanna terdiam, dia memikirkan hal tersebut karna dia tidak sama sekali mencintai Matusya, dia hanya
memanfaatkannya saja, apakah dia akan terpaksa menerima cintanya.

Saadah: Oh ya, aku tidak akan mengingkari janjiku, pasti aku akan menerima cintamu.

Leo: Yes, baiklah terimakasih, aku pulang dulu untuk siap siap.

Saadah: Iya, hati hati ya!

Malam hari, Matsuya sudah menyiapkan pistol dan siap untuk pergi kerumah keluarga Rudolf tetapi
sebelumnya dia akan menjemput Ivanna terlebih dahulu.

Leo: Hai Van, kamu sudah menunggu lama?

Ivanna: Tidak, tenang saja aku juga baru sampai. Kita langsung pergi saja, aku sudah tidak sabar melihat
keluarga Rudolf mati terbunuh.

Leo: Ayo.

Mereka berjalan ke rumah keluarga Rudolf, dengan perasaan Ivanna yang campur aduk, senang, sedih,
dan emosi
Sampai di depan rumah keluarga Rudolf.

Saadah: Sepertinya aku tunggu disini saja. Aku akan menghampiri mu setelah kamu membunuh
Elizabeth terlebih dahulu.

Leo: Apa? aku harus membunuh anaknya terlebih dahulu? kamu tega sekali Ivanna, bahkan orang
tuanya harus melihat anaknya tersiksa?

Saadah: (Tertawa) Apa? kamu bilang aku tega? lalu apa yang dia lakukan dengan keluargaku Matsuya?
Apa itu lebih tragis dari apa yang aku rasakan? Kamu tidak akan mengerti apa yang aku rasakan selama
ini, merasa sendirian, kesepian, kehilangan, bahkan aku sudah tidak punya siapa siapa lagi di dunia ini.
(Ivanna menangis)

Leo: Maafkan aku Van, aku tidak tau apa yang kamu rasakan, aku sekarang mengerti aku akan berbuat
apapun untukmu asal kamu kembali bahagia, kamu tidak sendiri di sini masih ada aku yang selalu ada
untukmu. ( sambil memegang pipi Ivanna)

Saadah: Baiklah terimakasih Matsuya, silahkan kamu masuk.

Leo: Iya, kamu tetap disini ya.

Matsuya memasuki rumah Keluarga Rudolf di sana terlihat Rudolf dan Elizabeth yang sedang mengobrol
dan tertawa di ruang keluarga. Rudolf terkejut melihat kehadiran seseorang yang belum ia lihat
sebelumnya.

Alfin: Siapa kamu? berani beraninya masuk rumah saya seenaknya.

Dor... bunyi suara tembakan terdengar. Elizabeth terkapar dilantai dengan berlumuran darah

Alfin: Elizabeth...

Alfin: Apa maksudmu menembak anakku, siapa yang menyuruhmu (nada tinggi sambil memangis)

Sedangkan di belakang ada Ivanna yg sedang berjalan masuk.


Ivanna: Saya!! (Tetawa puas) saya yang telah menyuruhnya, kamu akhirnya merasakan apa yang aku
rasakan, ini baru sedikit saja Rudolf kamu baru menderitakan pedih yang sedikit saja, akhir nya balas
dendamku terbalaskan. Kamu tidak berdaya kan melihat anakmu mati di depan matamu sendiri. Dan
sekarang, tinggal giliranmu Rudolf.

Dor... bunyi tembakan itu terdengar lagi. Sekarang Rudolf yang terbunuh

Leo: Aku tidak tega melihatnya aku keluar lebih dulu. Aku tunggu di dpean

Ivanna: Iya, aku yang akan selesaikan ini.

Saat Matsuya keluar dari rumah Rudolf, Ivanna pun berjalan menghampiri Rudolf yang sudah sekarat.

Ivanna: Bagaimana rasanya Pak Rudolf seorang Jendral Letnan? sakit? hahaha... nikmati sisa nafasmu
didetik detik terakhir Rudolf.

Rudolf tidak bisa melawan Ivanna bahkan hanya untuk mengeluarkan suara pun dia sudah tidak
sanggup lagi karena peluru yang menembus mengenai tepat di jantungnya. Beberapa detik kemudian
Rudolf pun sudah terkapar tidak bernyawa di samping mayat putri tunggalnya, Elizabeth.

Dan setelah mengakhiri itu semua Ivanna pun berjalan keluar rumah Rudolf untuk menemui Matsuya.

Leo: Bagaimana? Sudah?

Ivanna: Sudah.

Leo: Setelah semuanya selesai, kamu ingat kan janjimu?

Saadah: Iya aku ingat, sekarang aku akan menerima cintamu.

Matsuya mengambil tangan Ivanna. Lalu berkata

Leo: Aku akan terus menjagamu Van, tidak ada seorang pun yang akan menyakitimu selama aku berada
di samping mu, kamu tidak sendirian disini, ada aku.

Saadah: Terimakasih.

Hari hari berikutnya pun dijalani oleh mereka berdua dengan perasaan yang berbeda. Matsuya yang
lebih semangat karena cintanya telah diterima oleh Ivanna. Dan Ivanna... Apakah dia bahagia dengan
hubungannya? atau malah sebaliknya?

Beberapa bulan kemudian, saat Ivanna tengah bermain main dengan rakyat pribumi di taman seperti
biasa, Ivanna tidak sengaja bertatapan dengan seorang laki laki yang baru pertama kali dia lihat.
Zahwa: Kamu melihat siapa van? kok melihat ke arah sana terus.

Saadah: Oh tidak kok, aku sedang melihat sekitaran saja.

Zahwa: Aku tahu kok kamu melihat ke arah dia. (sambil menunjuk Ikhsan)

Saadah: Hum tidak kok.

Zahwa langsung memanggil Ikhsan untuk menemui mereka.

Saadah: Kenapa kamu panggil dia?

Zahwa: Tidak apa apa, hanya untuk berkenalan saja.

Ikhsan: Ada apa?

Zahwa: Perkenalkan ini Ivanna, Ivanna ini Ikhsan.

Ikhsan: Oh, hai Van! Aku Ikhsan (sambil menjabat tangan).

Saadah: Hai, aku Ivanna, sepertinya kamu warga baru di sini ya? aku baru melihatmu.

Ikhsan: Iya, kebetulan aku baru pindah, rumahku bersebelahan dengan Zahwa.

Zahwa: Benar, sebab itu aku ingin memperkenalkan kamu dengan Ikhsan.

Ikhsan: Sepertinya aku harus pulang, aku duluan ya Wa, Van (sambil memandang wajah Ivanna)

Zahwa: Sepertinya kalian saling suka, bagaimana kalau kamu aku kenalkan lebih dekat, siapa tau kalian
bisa bersama

Ivanna: Sepertinya tidak, kamu kan tau aku sedang menjalin hubungan bersama Matsuya.

Zahwa: Ah aku lupa. Sangat disayangkan sekali. Tapi kulihat lihat kamu lebih mempunyai rasa ke Ikhsan
dari pada ke Matsuya, terlihat ketika kamu sedang mengobrol dengan matsuya. Tatapan mu sangat
berbeda saat mengobrol dengan Ikhsan dan juga Matsuya. Apa kamu benar benar mencintai Matsuya?

Saadah: Kamu ini berbicara apa Zahwa? Memangnya kamu ini cenayang bisa melihat perasaan ku hanya
dari pandangan saja? Kamu ini sangat sok tahu. ( sambil nada becanda)

Zahwa: Oh ayolah Ivanna. Aku memang bukan cenayang tapi aku bisa membedakan mana yang benar
benar suka dan mana yang hanya berpura pura saja.

Saadah: Sudahlah pembicaraan mu makin tidak jelas. Aku pulang saja. ( sambil berdiri dan melangkah
meninggalkan Zahwa )

Zahwa: Merajuk lah tuh. Bahkan kamu saja tidak menjawab pertanyaan ku tentang perasaanmu kepada
Matsuya Ivanna.
Pada saat Ivanna tengah duduk di ruang tamu rumahnya tiba tiba Zahwa datang untuk berkunjung,
tetapi dia tidak sendiri.

Zahwa: Hi Ivanna. Aku membawakan bubur untukmu sarapan, tapi bubur ini bukan dari ku melainkan
dari Ikhsan.

Saadah: Oh ya ampun repot repot sekali kalian pagi pagi seperti ini. Terimakasih Zahwa. Terimakasih
Ikhsan. ( menatap Ikhsan sambil tersenyum malu )

Ikhsan: Sama sama Ivanna, tadinya aku ingin membawakannya sendiri. Tapi aku tidak tahu rumah mu di
mana, jadi aku mengajak Zahwa.

Zahwa: Iya Ivanna. Aku akan pulang karena aku harus membantu ibuku. Kalian mengobrol di sini saja
terlebih dahulu. ( sambil berlari keluar rumah Ivanna )

Saadah: Apakah kamu tidak mau ikut menemani ku Zahwa? ( Setengah berteriak )

Zahwa: Tidak. Jangan takut, Ikhsan tidak akan menggigitmu.

Ikhsan: Kalian berdua sangat lucu. Kamu tidak perlu takut Ivanna, aku bukan orang jahat kok. Jika kamu
tidak nyaman, aku akan pulang.

Saadah: Ah tidak tidak. Aku hanya sedikit gugup saja.

Ikhsan: Kamu memang benar benar wanita lucu.

Mereka pun mengobrol sambil bercanda hingga waktu hampir jam makan siang.

Ikhsan: Sudah jam segini, sepertinya aku akan pulang karena aku harus membantu ayahku. Aku akan
menemui lagi besok.

Saadah: Baik. Hati hati di jalan Ikhsan.

Ikhsan: Terimakasih Ivanna, jangan lupa makan siangnya.

Ivanna pun hanya mengangguk.

Hari hari berikutnya Ikhsan jadi sering berkunjung ke rumah Ivanna, entah itu untuk membawakan
makanan ataupun hanya sekedar menanyakan kabar Ivanna. Hubungan mereka makin dekat, sampai
Ivanna lupa kalau dia masi mempunyai hubungan dengan Matsuya.

Ivanna sudah tidak bertemu dengan Matsuya selama sebulan penuh dikarenakan Matsuya tengah
bertugas di luar kota.
Hingga sebulan berakhir dimana Ivanna tengah berjalan di sawah bersama Ikhsan.

Ikhsan: Aku tidak mengira kita akan sedekat ini Van, aku bahagia ketika di sampingmu aku harap aku
akan terus bersamamu

Saadah: Aku juga bahagia di sampingmu, San.

Mereka menari bersama pribumi yang sedang menanam sawah. Hingga pada saat sedang menari entah
dari mana datangnya, datang Matsuya dengan perasaan marah dan sedih. Ia tak menyangka Ivanna akan
mengkhianati dia.

Leo: Ivanna!

Saadah: (Terkejut) Matusya? Sejak kapan kamu pulang.

Leo: Kamu terkejut aku berada disini? Jelas kamu terkejut, karna kamu sedang bersama laki laki lain.

Saadah: Bukan itu maksud ku Matsuya, aku akan jelaskan semuanya.

Leo: Kamu mau menjelaskan apa? Menjelaskan kalau kamu sudah punya laki laki lain?

Saadah: Dia bukan siapa siapa aku, aku hanya cinta padamu Matsuya, hanya padamu. (sambil
memegang tangan Matsuya)

Leo: (Matusya menepikan tangan Ivanna), kamu saja bahkan tidak ingat kapan aku akan pulang, karena
kamu tidak peduli denganku.

Saadah: Aku peduli padamu Matsuya.

Leo: Sudah, memang sejak awal kamu tidak pernah bisa menerima cintaku, aku tau kamu hanya
memanfaatkan aku saja, seharusnya aku sadar sejak awal, kenapa aku harus dibodoh-bodohi oleh orang
yang malang sepertimu, orang yg tidak punya siapa siapa, dasar perempuan jalang!

Saadah: Apa maksud mu mengatakan itu semua, iya benar memang sejak awal aku hanya
memanfaatkanmu, kamu saja yang mau dimaanfaatkan oleh wanita sepertiku, aku mencintai Ikhsan.

Leo: Dasar kamu wanita tidak tahu diri. ( sambil mengeluarkan pistol yang masih dia bawa sehabis
tugasnya )

Selanjutnya Matsuya menembakkan peluru tersebut tepat mengenai dada Ivanna. Ivanna langsung
terkapar dan kehabisan darah.

Ikhsan: IVANNAAAAAAAA?!!!
Saadah: Ikhsan... Aku mencintaimu...

Ikhsan: Aku juga mencintaimu Ivanna aku mohon bertahan untukku. Aku akan membawamu kerumah
sakit bertahanlah Ivanna.

Saadah: Tidak perlu. Biarkan ini mennjadi akhir dari hidupku. Terimakasih Ikhsan.

Ikhsan: Ivanna tolong jangan begini..

Detik berikutnya Ivanna pun mengehembuskan nafas terakhirnya di dekat Ikhsan dan juga disaksikan
oleh Matsuya.

Matsuya yang melihat itu sangat terkejut. Sempat menyesal dan bersedih, tetapi amarahnya terlalu
besar dan menjadikan dia tidak peduli lagi dengan Ivanna. Diapun langsung pergi dari sana.

Anda mungkin juga menyukai