id
Vol. 45, No. 2, April 2022, Hal. 221-236
LAPORAN KASUS
Diagnosis dan Tatalaksana Rinosinusitis Kronis dengan Variasi
Anatomi Sel Haller dan Seromucinous hamartoma
Febri Arius Sari1, Dolly Irfandy1, Bestari Jaka Budiman1, Zulda Musyarifah2
1.Subbagian Rhinologi Bagian THT-KL FK Universitas Andalas/RSUP dr. M Djamil, Padang; 2. Bagian
Patologi Anatomi FK Universitas Andalas/RSUP dr. M Djamil, Padang
Korespondensi: : Dolly Irfandy; dollyirfandy.ent@gmail.com; no Hp. 085249707090
Abstrak
Pendahuluan: Rinosinusitis kronis (RSK) adalah inflamasi kronis pada hidung dan sinus paranasal
yang terjadi lebih dari 12 minggu. Salah satu faktor resiko terjadinya RSK yaitu variasi anatomi seperti
sel haller yang dapat menyebabkan gangguan ventilasi maupun drainase sinus. RSK juga dapat
disertai dengan polip nasal dimana polip memiliki berbagai diagnosis banding berdasarkan hasil
histopatologi, salah satunya adalah Seromucinous Hamartoma (SH). Laporan Kasus: Dilaporkan satu
kasus RSK dengan polip nasal dan sel haller pada perempuan usia 48 tahun dengan keluhan hidung
tersumbat dan keluar ingus kental dari hidung. Pasien dilakukan tindakan Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional dan ekstirpasi massa lalu didapatkan hasil histopatologi berupa SH. Kesimpulan: SH
adalah kondisi yang jarang terjadi pada rongga hidung atau sinonasal. Etiologi hamartoma tidak
diketahui, tetapi peradangan kronis pada mukosa hidung yang berhubungan dengan RSK dan variasi
anatomi adalah hipotesis yang bisa diterima. SH hampir selalu dapat disembuhkan dengan ekstirpasi
massa dan kekambuhan hampir jarang ditemukan.
Kata kunci: Rinosinusitis kronis; Sel Haller; Seromusinosa hamartoma
Abstract
Introduction: Chronic rhinosinusitis (CRS) is a chronic inflammation of the nose and paranasal sinuses
that lasts more than 12 weeks. One of the risk factors for CRS is anatomical variations such as Haller
cells which can cause impaired ventilation and sinus drainage. CRS can also be accompanied by nasal
polyps where the polyps have various differential diagnoses based on histopathological results, one of
which is Seromucinous Hamartoma (SH). Case Report: We report a case of CRS with nasal polyps and
Haller cells in a 48 years old woman with complaints of nasal congestion and thick mucus discharge
from the nose. The patient underwent functional endoscopic sinus surgery and extirpation of the mass
and histopathological results were obtained in the form of SH. Conclusion: SH is a rare condition of the
nasal or sinonasal cavity. The etiology of hamartomas is unknown, but chronic inflammation of the
nasal mucosa associated with CRS and anatomical variations is an acceptable hypothesis. SH is almost
always curable by extirpation of the mass and recurrence is almost infrequent.
Keywords: Chronic rhinosinusitis; Haller's cells; Seromucous hamartoma
p-ISSN: 0126-2092
e-ISSN: 2442-5230
Vol.45
No.2
2022
mukosiliar normal sinus dan meningkatkan lebih banyak terjadi pada perempuan
risiko rinosinusitis kronis. Variasi anatomi (60,32%). 11,12
yang dapat ditemukan salah satunya Rinosinusitis kronis dikaitkan
adalah sel haller. 3,4 dengan asma, dengan prevalensi asma
Sel Haller adalah pneumatisasi sel sekitar 25% pada pasien dengan RSK
ethmoid yang mengarah ke atap medial dibandingkan dengan 5% pada populasi
sinus maksila dan inferior lamina umum. RSK juga berhubungan dengan
papirasea, dibawah bula ethmoid dan PPOK, N-ERD (NSAIDs-exacerbated
lateral prosesus unsinatus. Jika meluas sel respiratory disease), hipogamma
Haller akan menekan ke posterior globulinemia, dan GERD (Gastro-
infundibulum ethmoid dan bagian oesophageal reflux disease). Merokok,
superomedial ostium sinus maksila. polusi udara dan paparan pekerjaan
Biasanya sel Haller berasal dari sel ethmoid berkorelasi negatif dengan gejala RSK.
anterior, namun juga bisa berasal dari sel Alergi juga dilaporkan menjadi etiologi
ethmoid posterior. Beberapa penulis terjadinya RSK.1,2
menyatakan bahwa sel Haller merupakan Kompleks osteomeatal adalah
salah satu faktor yang menyebabkan saluran yang menghubungkan sebagian
rinosinusitis rekuren. 3,4 besar sinus ke meatus media dan
menyediakan baik titik masuk dan keluar
ke sinus dari rongga hidung. Obstruksi
KOM seringkali menjadi titik awal untuk
penyakit sinus karena penyumbatan
menyebabkan tekanan negatif di sinus,
merangsang produksi mukus dan retensi di
rongga sinus yang dapat menyebabkan
infeksi.13
Kegagalan aliran mukus dan
Gambar 1. CT Scan sinus paranasal dengan menurunnya ventilasi sinus merupakan
variasi anatomi sel haller 3 faktor utama berkembangnya rinosinusitis.
Inflamasi mukosa hidung akan memicu
Rinosinusitis Kronis
terjadinya pembengkakan dan eksudasi
Prevalensi RSK di Amerika Serikat yang akan mengakibatkan terjadinya
sekitar 13-16% pertahun, lebih dari 13 juta obstruksi pada ostium sinus. Obstruksi
kunjungan dokter/tahun dan ostium sinus akan mengakibatkan
menghabiskan dana kesehatan sekitar 6 terjadinya gangguan ventilasi, drainase
milyar dolar/tahun untuk penderita RSK.11 dan resorpsi oksigen dirongga sinus yang
Data kunjungan poliklinik THT-KL RSUP Dr berujung pada terjadinya hipoksia
M Djamil Padang tahun 2012 sehingga akan meningkatkan
mendapatkan 63 kasus RSK yang berobat, permeabilitas kapiler dan sekresi kelenjar.
sedangkan dari Juli 2014 sampai Juni 2016 Efek berulang dari transudat dan
didapatkan 48 pasien RSK yang dilakukan peningkatan eksudasi serosa
operasi BSEF. Paling banyak terjadi pada dikombinasikan dengan penurunan fungsi
kelompok usia 46-55 tahun (22,22%) dan silia akan mengakibatkan retensi sekresi di
sphenoid kanan. Tampak juga KOM kanan mg,dL, Kreatinin 0,7 mg/dL, Gula darah
terbuka dan bagian kiri tertutup, terdapat sewaktu 87 mg/dL, Natrium 138 mmol/L,
sel haller pada sinus maksila kiri dan Kalium 4,1 mmol/L, Klorida 109 mg/dL
terdapat septum deviasi kanan serta yang disimpulkan semua hasil dalam batas
hipertrofi pada konka inferior kiri. Dengan normal. Pasien lalu dikonsulkan ke bagian
kesan multirhinosinusitis dan deviasi Penyakit Dalam dan Bagian Paru untuk
septum nasal kanan. Pasien kemudian di skrining Covid-19 dan dikonsulkan ke
diagnosis dengan Rinosinusitis kronis Bagian Anestesi untuk toleransi operasi
dengan suspek polip nasal dekstra dan dan disetujui untuk dilakukan tindakan
septum deviasi dekstra, selanjutnya pasien dalam anestesi umum. Pasien kemudian
diberikan terapi fluticasone furoate nasal melakukan Swab PCR, dan didapatkan hasil
spray 2x2 puff KNDS dan cuci hidung Nacl negatif.
0,9% 5x20cc KNDS. Pada tanggal 29 Juni 2021
dilakukan tindakan FESS, septoplasty dan
ekstirpasi massa perendoskopi dalam
anestesi umum. Operasi dilakukan dengan
posisi pasien berbaring terlentang diatas
meja operasi dalam anestesi umum dan
dipasang oral pack dan kepala ditinggikan
30°. Dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik pada lapangan operasi. Pada
hidung kanan dilakukan pemasangan
tampon adrenalin 1:200.000 pada kedua
kavum nasal selama 10 menit, lalu tampon
Gambar 4. CT Scan sinus paranasal
diangkat dan dievaluasi tampak massa
menunjukkan adanya sel haller (tanda
polipoid pada meatus media kavum nasal
panah) pada sinus maksila kiri,
dekstra. Dilakukan septoplasty terlebih
perselubungan dan penebalan mukosa
dahulu pada kavum nasal dekstra untuk
pada sinus maksilaris dan ethmoid tujuan meningkatkan akses pada kavum
bilateral, serta penebalan pada sinus nasal dekstra dan sinistra, kemudian
sphenoid kanan dilanjutkan dengan unsinektomi. Prosesus
unsinatus dimedialisasi dan dengan back
bitting digunting pada daerah ostium
Pada tanggal 30 Juni 2021 pasien
maksila, massa polipoid diambil, kemudian
datang kontrol dan direncanakan untuk
dilakukan ethmoidektomi dan evaluasi ke
dilakukan tindakan Functional Endoscopic
sinus frontal tidak tampak sekret, serta
Sinus Surgery (FESS), septoplasty dan
pelebaran ostium maksila tampak jaringan
ekstirpasi massa dalam general anestesi.
pada maksila, jaringan kemudian
Terlebih dahulu pasien diperiksa rontgen
toraks dan laboratorium darah. Pada dibersihkan. Perdarahan dirawat. Pada
tanggal 2 Juli 2021 didapatkan hasil kavum nasal sinistra dilakukan
pemeriksaan laboratorium adalah Hb 12,7 unsinektomi dengan back bitting, pada
g/dl, Leukosit 7.110/mm3, Trombosit daerah ostium maksila dilebarkan, bula
ethmoid dibuka, dilanjutkan
253.000/m3, PT 10,2 detik, APTT 26,9
detik, SGOT 12 U/L, SGPT 12 U/L, Ureum 15 ethmoidektomi dan evaluasi ke sinus
hidung juga tidak ada. Pada pemeriksan Pada potongan lain tampak adanya
kavum nasal dekstra lapang, konka inferior jaringan dengan stroma yang edem
eutrofi, konka media eutrofi, meatus bersebukan padat sel-sel limfosit, sel
media terbuka, sekret mukoid ada dan plasma, eosinophil dengan beberapa
terdapat krusta kecokatan, dan darah yang kelenjar yang melebar. Dengan diagnosis
membeku. Pada pemeriksan kavum nasal Respiratory epithelial lesion (seromucinous
sinistra lapang, konka inferior eutrofi, hamartoma type) dengan inflammatory
konka media eutrofi, meatus media nasal polyp.
terbuka, sekret mukoid ada dan terdapat
krusta kecokatan, dan darah yang
membeku. Dilakukan nasal toilet dan
krusta dibersihkan pada kavum nasal
dekstra dan sinistra.
Pasien juga membawa hasil
histopatologi. Pada pemeriksaan
makroskopik didapatkan potong-potong
jaringan putih kecoklatan, kenyal padat
ukuran 2,5x1,5x0,8cm penampang putih
kecoklatan. Pada pemeriksaan Gambar 7. Hasil histopatologi pasien
mikroskopik didapatkan tampak potongan-
(Seromucinous hamartoma)
potongan jaringan sebagian berbentuk
polipoid dikelilingi oleh epitel Pasien lalu disarankan untuk
respiratorius, sebagian epitel ini tampak kontrol 2 minggu lagi. Pasien kemudian di
tumbuh berproliferasi dan mengalami diagnosis post FESS, septoplasty, dan
invaginasi ke dalam stroma. Tampak ekstirpasi massa atas indikasi RSK dengan
proliferasi kelenjar-kelenjar berbentuk Poli nasal dan seromucinous hamartoma.
tubulus dilapisi epitel kuboid, sebagian Pasien diberikan terapi pulang berupa cuci
kelenjar dilapisi sel goblet (kelenjar hidung NaCl 0,9% 5 kali sehari sebanyak 20
seromucous). Stroma fibrokolagen cc pada KNDS dan cefixime 2x200mg per
bersebukan padat sel-sel limfosit, sel oral.
plasma, leukosit PMN.
Pada tanggal 31 Agustus 2021 (1
bulan pasca operasi) pasien datang kontrol
ke poli THT-KL. Pada anamnesis didapatkan
keluhan hidung tersumbat berkurang bila
dibandingkan sebelum operasi dan rasa
nyeri di pipi kiri tidak ada. Keluhan keluar
ingus kental dari hidung tidak ada, keluar
darah dari hidung tidak ada. Keluhan pada
tenggorok maupun mata tidak ada. Pada
pemeriksan kavum nasal dekstra lapang,
konka inferior eutrofi, konka media eutrofi,
Gambar 6. Hasil histopatologi pasien
meatus media terbuka, sekret mukoid ada.
(gambaran inflammatory nasal polyp)
Pada pemeriksan kavum nasal sinistra
lapang, konka inferior eutrofi, konka media
eutrofi, meatus media terbuka, sekret atau lebih gejala, dimana salah satunya
mukoid pada kavum nasal sinistra, krusta berupa hidung tersumbat/kongesti atau
dibersihkan. Pasien kemudian di diagnosis sekret hidung (nasal drip anterior atau
post FESS, septoplasty, dan ekstirpasi posterior), dan dapat disertai nyeri atau
massa atas indikasi RSK dengan polip nasal tekanan pada wajah, penurunan atau
dan seromucinous hamartoma. Pasien hilangnya penciuman dan dapat disertai
diberikan terapi pulang berupa cuci hidung dengan gambaran endoskopi berupa polip
NaCl 0,9 % 5 kali sehari sebanyak 20 cc hidung, dan atau sekret mukopurulen
pada KNDS, dan direncanakan kontrol terutama berasal dari meatus media dan
ulang 1 bulan lagi. atau edema/obstruksi mukosa terutama
pada meatus media serta adanya
Pada tanggal 14 oktober 2021 (10
gambaran tomografi computer berupa
minggu pasca operasi) pasien datang
perubahan mukosa dalam kompleks
kontrol ke poli THT-KL. Pada anamnesis
ostiomeatal dan atau sinus yang terjadi
tidak ditemukan keluhan pada pasien.
selama lebih dari 12 minggu. 1, 15
Pada pemeriksan kavum nasal dalam batas
normal. Pasien kemudian di diagnosis post Keluhan hidung tersumbat juga
FESS, septoplasty dan ekstirpasi massa atas dapat ditemukan pada banyak kasus
indikasi RSK dengan polip nasal dan seromucinous hamartoma yang ditemukan
seromucinous hamartoma. Kemudian dikepustakaan bahwa pasien akan datang
pasien diberikan terapi pulang berupa cuci dengan gejala yang paling umum berupa
hidung NaCl 0,9 % 5 kali sehari sebanyak 20 obstruksi hidung dan epistaksis, meskipun
cc pada KNDS dan dianjurkan kontrol 1 kebanyakan pasien tidak menunjukkan
bulan. gejala. SH memiliki predileksi usia saat
diagnosis bervariasi antara 14 sampai 85
tahun (yang mencapai puncaknya pada
PEMBAHASAN akhir dekade ke-6), dan rasio pria dan
wanita adalah 3:2 paling sering terlihat
Telah dilaporkan satu kasus pada pasien paruh baya hingga lanjut
seorang perempuan berusia 48 tahun usia.5,6
dengan diagnosis RSK dengan suspek polip
nasal inflammatory dan seromucinous Pada pemeriksaan fisik dengan
hamartoma yang ditegakkan berdasarkan nasoendoskopi didapatkan kavum nasal
anamnesis, pemeriksaan fisik, kanan lapang, konka inferior eutrofi, konka
pemeriksaan penunjang seperti media eutrofi, sekret mukopurulen pada
nasoendoskopi serta CT scan sinus KNDS, hal ini sesuai dengan gambaran
paranasal dan dipertegas dengan hasil nasoendoskopi pada rhinosinusitis kronis,
histopatologi. kemudian selain itu tampak juga massa
putih keabuan menutupi meatus media,
Pasien datang dengan keluhan pada literatur oleh Pauna dkk
utama hidung tersumbat sejak 3 tahun mengemukakan gambaran SH dapat
lalu. Keluhan juga disertai keluar ingus berupa pertumbuhan massa polipoid
kental dan nyeri pada wajah serta tanpa invasi lokal, baik disertai kerusakan
penurunan penciuman, hal ini sesuai tulang maupun fitur agresif lainnya.
dengan kriteria diagnosis dari RSK Hamartoma seromusinosa awalnya
berdasarkan EPOS 2020 yaitu adanya dua digambarkan sebagai massa polipoid dari
jaringan berlapis epitel pernapasan dengan lanjut menjelaskan bahwa variasi anatomi
kelenjar seromusinosa submukosa dalam yang berpotensi menghalangi aliran bebas
susunan lobular dan berserat, seperti gerakan mukosiliar biasanya dikaitkan
struktur mirip kelenjar berlapis epitel dengan viskositas lendir yang lebih tinggi
pernapasan invaginasi, metaplasia dan kekebalan mukosa yang lebih rendah
skuamosa, infiltrat limfoplasmacytic padat, terhadap infeksi sinus. Iyothi dkk
dan granula eosinofilik sitoplasma padat. mendapatkan 8% sel Haller pada pasien
SMH biasanya muncul di septum hidung rinosinusitis. Kayguzus dkk mendapatkan
posterior, di dinding lateral dan di sinus 13,8% Sel Haller pada pasien rinosinusitis
paranasal.6,26 kronis. 3,4
Pasien perempuan berusia 48 Hasil patologi anatomi pada
tahun dan memiliki riwayat perokok aktif. temuan operasi adalah ditemukan pada
Pada literatur menunjukkan hasil yang pemeriksaan makroskopik potongan-
serupa, baik dari segi usia maupun jenis potongan jaringan putih kecoklatan, kenyal
kelamin pasien. Salah satu penjelasannya padat ukuran 2,5 x 1,5 x 0,8 cm penampang
adalah fakta bahwa seiring bertambahnya putih kecoklatan. Pada pemeriksaan
usia ada kerentanan kekebalan karena mikroskopik didapatkan tampak potongan-
berbagai penyakit penyerta, dan di sisi lain potongan jaringan sebagian berbentuk
ada efek kumulatif dari fenomena polipoid dikelilingi oleh epitel
inflamasi, infeksi atau non-infeksi dari respiratorius, sebagian epitel ini tampak
waktu ke waktu. Mengenai perbedaan tumbuh berproliferasi dan mengalami
jenis kelamin, kemungkinan karena invaginasi ke dalam stroma. Tampak
tingginya prevalensi perokok dibandingkan proliferasi kelenjar-kelenjar berbentuk
perokok wanita. 27 tubulus dilapisi epitel kuboid, sebagian
kelenjar dilapisi sel goblet (kelenjar
Pada hasil pemeriksaan CT Scan
seromucous). Stroma fibrokolagen
Sinus paranasal didapatkan perselubungan
bersebukan padat sel-sel limfosit, sel
dan penebalan mukosa pada sinus
plasma, leukosit PMN. Pada potongan lain
maksilaris dan ethmoid bilateral, serta
tampak adanya jaringan dengan stroma
penebalan pada sinus sphenoid kanan.
yang edem bersebukan padat sel-sel
Tampak juga komplek osteomeatal kanan
limfosit, sel plasma, eosinophil dengan
terbuka sedangkan bagian kiri tertutup,
beberapa kelenjar yang melebar. Dengan
terdapat sel haller pada sinus maksila kiri
diagnosis Respiratory epithelial lesion
dan terdapat septum nasal kearah kiri
(seromucinous hamartoma type) dengan
serta hipertrofi pada konka inferior kiri.
inflammatory nasal polyp.
Dengan kesan multirhinosinusitis dan
deviasi septum nasal kanan. Terdapatnya Menurut Tong et al dan Pauna et al,
variasi anatomi berupa sel haller pada secara histologis SH terdiri dari
pasien merupakan salah satu penyebab pertumbuhan lobular dari tubulus kelenjar
terjadinya rinosinusitis kronis ataupun seromusinosa kecil dan lunak yang diatur
berulang pada pasien. Variasi anatomi dalam stroma berserat hingga miksoid.
mengakibatkan gangguan pembersihan Peradangan limfoplasmacytic kronis
mukosiliar sinus normal, baik itu gangguan biasanya hadir. Tubulus kelenjar serosa
drainase ataupun ventilasi pada komplek biasanya terdiri dari satu lapisan epitel
osteomeatal. Menurut Bachert dkk lebih kuboid hingga kolumnar dengan sedikit
biologis dan histologis, SH dapat dengan Nasal Cavity. Head Neck Pathol.
mudah dikacaukan dengan polip inflamasi 2019;13(2):239–42.
sederhana. Pencitraan radiologis dan 6. Pauna H, Sakano E, Guimaraes A.
biopsi harus dilakukan untuk membedakan Seromucinous hamartoma of the
dari tumor ganas. SH jinak dan hampir sinonasal tract: report of a rare case.
selalu dapat disembuhkan dengan Eur J Med Case Reports. 2020;130–
ekstirpasi total massa dan kekambuhan 3.
hampir tidak pernah ditemukan.
7. Sąhin B, Sönmez S, Kara H, Aydemir
DUKUNGAN FINANSIAL L, Çomoǧlu Ş. A Rarely Seen Mass of
Tidak ada. Nasal Cavity: Seromucinous
Hamartoma. J Craniofac Surg.
UCAPAN TERIMA KASIH 2020;31(1):e65–7.
Tidak ada. 8. Lee DH, Yoon TM, Lee JK, Lim SC.
Seromucinous hamartoma of
KONFLIK KEPENTINGAN inferior turbinate A case report.
Tidak ada. Med (United States).
2018;97(45):3–5.
DAFTAR PUSTAKA 9. Bailey’s Head and Neck Surgery
1. Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Otolaryngology. In: Bailey’s Head &
Hellings PW, Kern R, Reitsma S, et al. Neck Surgery Otorinolaryngology.
Executive summary of EPOS 2020 2014. p. 359–70.
including integrated care pathways. 10. Wackym PA, Snow JB. Anatomy and
Rhinology. 2020;58(2):82–111. Physiology of the Oral Cavity,
2. Ninla Elmawati Falabiba. Watkinson Oropharynx, Salivary Glands and
J, editor. Scott-Brown Neck. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and neck Otorhinolaryngology Head and Neck
surgery Volume 1. eigth edit. 2019. Surgery. 2016. 505–520 p.
1025–1035 p. 11. Budiman BJ, Irfandy D, Yolazenia Y.
3. Lt. Col. Salah Uddin Ahmmed. A Biofilm Bakteri pada Penderita
study of anatomical variations of Rinosinusitis Kronis. J Kesehat
osteomeatal complex in. Melayu. 2018;1(2):106.
2020;1(1):11–6. 12. Irfandy D, Ambriani D, Vitresia H.
4. Espinosa W, Genito R, Ramos RZ. Penatalaksanaan Multirinosinusitis
Anatomic variations of the nasal Kronis dengan Komplikasi Abses
cavity and paranasal sinus and their Subperiosteal Sinistra. J Kesehat
correlation with chronic Andalas. 2021;9(4):466.
rhinosinusitis using Harvard staging 13. Heath J, Hartzell L, Putt C, Kennedy
system. J Otolaryngol Res. JL. Chronic Rhinosinusitis in
2018;10(4):190–3. Children: Pathophysiology,
5. Tong KN, Serra RM, Shih RY, Foss RD. Evaluation, and Medical
Seromucinous Hamartoma of the Management. Curr Allergy Asthma