Anda di halaman 1dari 16

Majalah Kedokteran Andalas http://jurnalmka.fk.unand.ac.

id
Vol. 45, No. 2, April 2022, Hal. 221-236

LAPORAN KASUS
Diagnosis dan Tatalaksana Rinosinusitis Kronis dengan Variasi
Anatomi Sel Haller dan Seromucinous hamartoma
Febri Arius Sari1, Dolly Irfandy1, Bestari Jaka Budiman1, Zulda Musyarifah2
1.Subbagian Rhinologi Bagian THT-KL FK Universitas Andalas/RSUP dr. M Djamil, Padang; 2. Bagian
Patologi Anatomi FK Universitas Andalas/RSUP dr. M Djamil, Padang
Korespondensi: : Dolly Irfandy; dollyirfandy.ent@gmail.com; no Hp. 085249707090

Abstrak
Pendahuluan: Rinosinusitis kronis (RSK) adalah inflamasi kronis pada hidung dan sinus paranasal
yang terjadi lebih dari 12 minggu. Salah satu faktor resiko terjadinya RSK yaitu variasi anatomi seperti
sel haller yang dapat menyebabkan gangguan ventilasi maupun drainase sinus. RSK juga dapat
disertai dengan polip nasal dimana polip memiliki berbagai diagnosis banding berdasarkan hasil
histopatologi, salah satunya adalah Seromucinous Hamartoma (SH). Laporan Kasus: Dilaporkan satu
kasus RSK dengan polip nasal dan sel haller pada perempuan usia 48 tahun dengan keluhan hidung
tersumbat dan keluar ingus kental dari hidung. Pasien dilakukan tindakan Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional dan ekstirpasi massa lalu didapatkan hasil histopatologi berupa SH. Kesimpulan: SH
adalah kondisi yang jarang terjadi pada rongga hidung atau sinonasal. Etiologi hamartoma tidak
diketahui, tetapi peradangan kronis pada mukosa hidung yang berhubungan dengan RSK dan variasi
anatomi adalah hipotesis yang bisa diterima. SH hampir selalu dapat disembuhkan dengan ekstirpasi
massa dan kekambuhan hampir jarang ditemukan.
Kata kunci: Rinosinusitis kronis; Sel Haller; Seromusinosa hamartoma
Abstract
Introduction: Chronic rhinosinusitis (CRS) is a chronic inflammation of the nose and paranasal sinuses
that lasts more than 12 weeks. One of the risk factors for CRS is anatomical variations such as Haller
cells which can cause impaired ventilation and sinus drainage. CRS can also be accompanied by nasal
polyps where the polyps have various differential diagnoses based on histopathological results, one of
which is Seromucinous Hamartoma (SH). Case Report: We report a case of CRS with nasal polyps and
Haller cells in a 48 years old woman with complaints of nasal congestion and thick mucus discharge
from the nose. The patient underwent functional endoscopic sinus surgery and extirpation of the mass
and histopathological results were obtained in the form of SH. Conclusion: SH is a rare condition of the
nasal or sinonasal cavity. The etiology of hamartomas is unknown, but chronic inflammation of the
nasal mucosa associated with CRS and anatomical variations is an acceptable hypothesis. SH is almost
always curable by extirpation of the mass and recurrence is almost infrequent.
Keywords: Chronic rhinosinusitis; Haller's cells; Seromucous hamartoma

p-ISSN: 0126-2092
e-ISSN: 2442-5230
Vol.45
No.2
2022

PENDAHULUAN rinosinusitis kronis, rinitis alergi, atau asma


bronkial adalah hipotesis yang paling
Definisi rinosinusitis kronis (RSK) diterima. 5,6,7,8
berdasarkan European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) Anatomi Sinus Paranasal
2020, adalah suatu inflamasi kronis pada Sinus paranasal adalah ruang berisi
hidung dan sinus paranasal dengan dua udara yang terletak didalam tulang
atau lebih gejala, dimana salah satunya tengkorak dan wajah. Hidung dan sinus
berupa hidung tersumbat/kongesti atau paranasal memiliki beberapa fungsi
sekret hidung (nasal drip anterior atau diantaranya sebagai fungsi pernafasan
posterior), dan dapat disertai nyeri atau untuk respirasi, filtrasi dari udara inspirasi,
tekanan pada wajah, penurunan atau humidifikasi, mengatur suhu, fungsi
hilangnya penciuman dan dapat disertai penciuman dan fonasi untuk kemampuan
dengan gambaran endoskopi berupa polip bicara. Sinus paranasal terbagi menjadi
hidung, dan atau sekret mukopurulen dua kelompok besar yang terletak pada
terutama berasal dari meatus media dan bagian anterior dan posterior. Sinus bagian
atau edema/obstruksi mukosa terutama anterior terdiri dari sinus maksila, etmoid
pada meatus media serta adanya anterior dan frontal sedangkan bagian
gambaran tomografi computer berupa posterior terdiri dari sinus sfenoid dan
perubahan mukosa dalam kompleks etmoid posterior. 9,10
ostiomeatal dan atau sinus yang terjadi
Sinus kelompok anterior mengalir
selama lebih dari 12 minggu. Prevalensi
ke meatus media, sinus etmoid posterior
RSK pada populasi berdasarkan gejala telah
mengalir ke meatus superior dan sinus
ditemukan antara 5,5 % dan 28%. 1, 2
sfenoid mengalir ke resesus
Salah satu faktor resiko penyebab sfenoetmoidalis. Kompleks osteomeatal
RSK yaitu adanya variasi anatomi yang adalah jalur pertemuan drainase kelompok
dapat menyebabkan gangguan ventilasi sinus anterior terdiri dari meatus media,
maupun drainase pada sinus.2 Pada prosesus unsinatus, hiatus semilunaris,
beberapa penelitian diketahui adanya infundibulum etmoid, bula etmoid, ostium
korelasi antara variasi anatomi dengan sinus maksila dan resesus frontal.9,10
rinosinusitis kronis. Variasi anatomi salah
Variasi Anatomi Sel Haller
satunya adalah sel haller di sinus maksila.
3,4 Salah satu faktor resiko terjadinya
RSK yaitu adanya variasi anatomi yang
RSK dapat diklasifikasi menjadi RSK
didapatkan pada kompleks osteomeatal.
dengan polip dan tanpa polip. Dimana RSK
KOM adalah saluran umum yang
dengan polip memiliki berbagai diagnosis
menghubungkan sinus frontal, sel udara
banding yang dapat ditemukan
ethmoid anterior dan sinus maksilaris ke
berdasarkan hasil histopatologi. Salah
meatus tengah, memungkinkan aliran
satunya adalah Seromusinosa Hamartoma
udara dan drainase mukosiliar. Variasi
(SH) yang merupakan massa polipoid jinak
anatomi tersebut dapat menyebabkan
yang jarang pada saluran sinonasal.
obstruksi dan memungkinkan terjadinya
Etiologi hamartoma tidak diketahui, tetapi
rinosinusitis dan memiliki peran penting
penyakit peradangan kronis pada mukosa
dalam perawatan bedah. Variasi ini
hidung yang berhubungan dengan
akibatnya menghalangi pembersihan

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 222


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

mukosiliar normal sinus dan meningkatkan lebih banyak terjadi pada perempuan
risiko rinosinusitis kronis. Variasi anatomi (60,32%). 11,12
yang dapat ditemukan salah satunya Rinosinusitis kronis dikaitkan
adalah sel haller. 3,4 dengan asma, dengan prevalensi asma
Sel Haller adalah pneumatisasi sel sekitar 25% pada pasien dengan RSK
ethmoid yang mengarah ke atap medial dibandingkan dengan 5% pada populasi
sinus maksila dan inferior lamina umum. RSK juga berhubungan dengan
papirasea, dibawah bula ethmoid dan PPOK, N-ERD (NSAIDs-exacerbated
lateral prosesus unsinatus. Jika meluas sel respiratory disease), hipogamma
Haller akan menekan ke posterior globulinemia, dan GERD (Gastro-
infundibulum ethmoid dan bagian oesophageal reflux disease). Merokok,
superomedial ostium sinus maksila. polusi udara dan paparan pekerjaan
Biasanya sel Haller berasal dari sel ethmoid berkorelasi negatif dengan gejala RSK.
anterior, namun juga bisa berasal dari sel Alergi juga dilaporkan menjadi etiologi
ethmoid posterior. Beberapa penulis terjadinya RSK.1,2
menyatakan bahwa sel Haller merupakan Kompleks osteomeatal adalah
salah satu faktor yang menyebabkan saluran yang menghubungkan sebagian
rinosinusitis rekuren. 3,4 besar sinus ke meatus media dan
menyediakan baik titik masuk dan keluar
ke sinus dari rongga hidung. Obstruksi
KOM seringkali menjadi titik awal untuk
penyakit sinus karena penyumbatan
menyebabkan tekanan negatif di sinus,
merangsang produksi mukus dan retensi di
rongga sinus yang dapat menyebabkan
infeksi.13
Kegagalan aliran mukus dan
Gambar 1. CT Scan sinus paranasal dengan menurunnya ventilasi sinus merupakan
variasi anatomi sel haller 3 faktor utama berkembangnya rinosinusitis.
Inflamasi mukosa hidung akan memicu
Rinosinusitis Kronis
terjadinya pembengkakan dan eksudasi
Prevalensi RSK di Amerika Serikat yang akan mengakibatkan terjadinya
sekitar 13-16% pertahun, lebih dari 13 juta obstruksi pada ostium sinus. Obstruksi
kunjungan dokter/tahun dan ostium sinus akan mengakibatkan
menghabiskan dana kesehatan sekitar 6 terjadinya gangguan ventilasi, drainase
milyar dolar/tahun untuk penderita RSK.11 dan resorpsi oksigen dirongga sinus yang
Data kunjungan poliklinik THT-KL RSUP Dr berujung pada terjadinya hipoksia
M Djamil Padang tahun 2012 sehingga akan meningkatkan
mendapatkan 63 kasus RSK yang berobat, permeabilitas kapiler dan sekresi kelenjar.
sedangkan dari Juli 2014 sampai Juni 2016 Efek berulang dari transudat dan
didapatkan 48 pasien RSK yang dilakukan peningkatan eksudasi serosa
operasi BSEF. Paling banyak terjadi pada dikombinasikan dengan penurunan fungsi
kelompok usia 46-55 tahun (22,22%) dan silia akan mengakibatkan retensi sekresi di

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 223


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

sinus. Stasis sekresi didalam sinus dapat paranasal yaitu pemeriksaan


dipicu oleh obstruksi mekanik dari edema nasoendoskopi dan dengan menggunakan
mukosa yang diakibatkan berbagai macam sistem grading. Salah satu metode
etiologinya. Stagnansi mukus dalam sinus tersebut dibuat oleh Lildholdt dkk yang
menjadi media pertumbuhan pathogen memperkirakan sebagian besar polip
yang baik. Pada saat respons inflamasi berhubungan dengan anatomi tetap di
terus berlanjut diikuti dengan infeksi yang dalam hidung. Sistem grading polip terbagi
persisten, respon bakteri mengambil alih atas:
lingkungan sinus sehingga berubah ke 0: tidak terdapat polip;
keadaan yang lebih anaerob. 1,13,14 1: polip kecil tidak mencapai tepi atas
konka inferior;
2: polip mencapai antara batas atas dan
bawah dari konka inferior;
3: polip besar yang mencapai di bawah
konka inferior.16

Gejala Klinis dan Diagnosis


Gejala klinis RSK ditandai dengan
dua atau lebih gejala, salah satunya hidung
Gambar 2. Patofisiologi RSK13 tersumbat atau hidung berair (rinore) dan
atau nyeri wajah dan atau penurunan
Klasifikasi RSK penciuman. Penegakkan diagnosis kerja
RSK berdasarkan EPOS 2020 dibagi RSK melalui anamnesis gejala,
menjadi rinosinusitis primer dan sekunder. pemeriksaan fisik dan penunjang.
Kemudian dibagi lagi berdasarkan struktur Pemeriksaan nasoendoskopi
anatomis menjadi terlokalisir dan difus. memungkinkan untuk menilai status
Pada RSK primer, penyakit ini dibagi meatus media dengan lebih baik, jalur
berdasarkan dominansi endotyping drainase mukosiliar, nasofaring dan
inflamasi penyebab RSK, yaitu reaksi evaluasi ada tidaknya polip nasal serta ada
hipersensitivitas tipe 2 dan non-tipe 2. RSK tidaknya infeksi lain.1, 2, 13
primer yang terlokalisir kemudian terbagi Gangguan penciuman dapat
atas dua fenotipe, yaitu rinosinusitis alergi disebabkan oleh obstruksi aliran udara ke
jamur (AFRS) atau sinusitis terisolir. Pada dalam celah olfaktorius atau inflamasi
RSK difus, fenotipe klinis didominasi oleh langsung pada mukosa celah olfaktorius.
RSK dan non RSK. Pada RSK sekunder, Gejala yang telah disebutkan sebelumnya
terbagi atas lokal dan difus, kemudian seringkali terjadi pada pasien dengan
dibagi kembali dalam empat kategori, rinosinusitis kronis dengan polip namun
bergantung kepada faktor patologi lokal, hal ini tidak dapat dijadikan dasar
mekanik, inflamasi, dan imunologis yang penegakkan diagnosis RSK dengan polip
mendasari. 1,15 nasal. Polip memiliki etiologi inflamasi,
Pemeriksaan obyektif yang sering dimana diagnosis klinis dibuat berdasarkan
digunakan dalam menilai derajat anamnesis dan pemeriksaan fisik
keparahan inflamasi polip hidung dan sinus sedangkan diagnosis definitive melalui
pemeriksaan histopatologi. 1, 9 Modalitas

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 224


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

pencitraan dalam menunjang penegakkan didasari oleh dominansi endotyping


diagnosis RSK dapat berupa pemeriksaan inflamasi penyebab RSK, yaitu reaksi
foto rontgen konvensional, CT Scan Sinus hipersensitivitas tipe 2 dan non-tipe 2.
Paranasal dan MRI (Magnetic Resoonance Terapi medikamentosa yang diberikan
Imaging). CT Scan merupakan yaitu steroid oral, steroid intranasal dan
pemeriksaan gold standard untuk irigasi nasal salin. Apabila pemberian
mengevaluasi penyakit pada hidung, dapat steroid nasal dan salin tidak memberikan
membantu dalam menilai keadaan respons, perlu dilakukan pemeriksaan
patologis atau variasi anatomi di KOM tomografi computer dan pemeriksaan
serta membantu untuk mengidentifikasi endotyping RSK. Jika medikamentosa tidak
proses erosif dan gangguan tulang. Sistem didapatkan perbaikan maka dapat
penilaian paling umum digunakan dan dilakukan intervensi bedah. 1,9
telah divalidasi dalam menilai perubahan Di antara berbagai modalitas,
inflamasi atau derajat kekeruhan di sinus Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF)
paranasal adalah skor Lund-Mackay.1,17,18 menjadi salah satu teknik bedah pilihan.
Pemeriksaan MRI diperlukan untuk Data signifikan menunjukkan keberhasilan
meningkatkan spesifisitas diagnosis dari tatalaksana RSK dengan BSEF yang
massa, menentukan perluasan dari massa, dikombinasikan medikamentosa
mengevaluasi penyebaran lokal ke dalam memberikan hasil pasca operasi yang baik.
struktur yang berdekatan, dan menilai ada Tujuan dari prosedur bedah ini adalah
tidaknya keterlibatan saraf karena tumor. membuang jaringan polip di hidung dan
19, 20
sinus dengan tetap menjaga struktur
Histopatologi anatomi dan mukosa sinonasal serta
pemulihan kembali ventilasi dan drainase
RSK dengan massa polip terdiri atas sinus melalui pembedahan minimal invasif
epitel respiratorius dengan membran hingga pengangkatan lengkap mukosa
basalis yang tipis, yang sangat berbeda dari sinus patologis. 1,9,16
submukosa sinus normal, membungkus
stroma di bawahnya. 9,16 Gambaran Komplikasi
histologis polip tidak spesifik untuk etiologi Komplikasi dari RSK dapat dibagi
yang mendasari. Berdasarkan stroma yang menjadi dua jenis yaitu infeksi orbital dan
mendasari polip dapat dibagi menjadi: infeksi intrakranial. Komplikasi intrakranial
a. Polip edematous, eosinophilic, dapat berupa abses epidural, abses
b. Polip fibroinflammatory, subdural, dan abses intrserebral.21
c. Polip glandular 9,16
Seromusinosa Hamartoma
Secara klinis, SH adalah massa
Penatalaksanaan
jaringan lunak polipoid dengan ukuran
Penatalaksanaan awal RSK adalah berkisar antara 0,6 hingga 6,0 cm. SH
dengan medikamentosa, sementara paling sering ditemukan di rongga hidung
pembedahan dilakukan untuk pasien posterior, sering timbul dari septum bagian
dengan gejala yang persisten. Berdasarkan posterior atau sebagian besar terjadi dari
EPOS 2020 didasari oleh adanya distribusi rongga hidung posterior medial ke konka
gangguan RSK secara anatomis, yaitu lokal media, dan gejala yang paling umum
dan difus. Selain itu, penatalaksanaan juga adalah obstruksi hidung unilateral, diikuti

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 225


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

oleh perdarahan hidung. Etiologi menyebabkan akumulasi cairan di


hamartoma tidak diketahui, tetapi submukosa. Derajat khas edema ini
penyakit peradangan kronis pada mukosa menghilangkan jaringan kelenjar ludah
hidung yang berhubungan dengan minor dari polip inflamasi, sedangkan SH
rinosinusitis kronis, rinitis alergi, atau asma kaya akan kelenjar ini. Selain itu,
bronkial adalah hipotesis yang paling permukaan polip inflamasi halus karena
diterima. 5,8 lesi terbentuk dengan ekspansi ke luar,
sedangkan hampir semua SH setidaknya
Menurut Pauna et al usia saat
memiliki permukaan polipoid yang
diagnosis bervariasi antara 14 dan 85
sebagian berbelit-belit.5,22 ,24
tahun (yang mencapai puncaknya pada
akhir dekade ke-6), dan rasio antara pria REAH, low-grade non-intestinal
dan wanita adalah 3:2. 6,22 type adenocarcinoma (LGNIAC), juvenile
nasopharyngeal angiofibroma (JNA) dan
Hamartoma sinonasal adalah lesi
olfactory neuroblastoma (ON) perlu diingat
jinak yang sangat langka yang
dalam diagnosis banding. Sebagai massa
diklasifikasikan sebagai
nasofaring, JNA memiliki beberapa ciri
Chondromesenchymal Hamartoma,
khas seperti menyebabkan pembengkokan
Respiratory Epithelial Adenomatoid
dinding posterior sinus maksilaris dan
Hamartoma (REAH) dan Seromusinosa
pembesaran fossa pterigopalatina. Selain
Hamartoma. SH tidak menunjukkan invasi
itu, tidak seperti SH, JNA berasal dari
lokal ke struktur yang berdekatan karena
daerah foramen sphenopalatina. ON
sifatnya yang jinak. Menariknya, Figures et
adalah neoplasia ganas mirip polip yang
al melaporkan kasus SH, yang berasal dari
berasal dari bagian superior rongga hidung
septum hidung dan melibatkan dasar
dan daerah penciuman. SH dan ON dapat
tengkorak anterior. Hal ini menunjukkan
dibedakan satu sama lain dengan mudah
bahwa SH mewakili neoplasma jinak,
dengan evaluasi patologis. Pada literatur
pendapat ini didukung oleh beberapa studi
disebutkan untuk kekambuhan dari SH
molekuler. 7 22,23
hampir tidak pernah ditemukan atau
Manifestasi klinis yang paling tingkat kekambuhan sangat rendah.7,8
umum adalah obstruksi hidung, sekret
SH hampir selalu disembuhkan
mukoid atau mukopurulen dan epistaksis
dengan eksisi bedah sederhana. Dalam
meskipun kebanyakan pasien tidak
literatur oleh Khan et al, hanya satu kasus
menunjukkan gejala dan lesi ditemukan
dengan fitur SH yang berulang, dan yang
secara kebetulan. 5,8
menarik, lesi ini memiliki fitur hybrid dari
Diagnosis banding radiologis SH dan REAH.22,25
termasuk polip inflamasi (paling umum)
dan tumor rongga hidung yang jarang
(misalnya karsinoma, hamartoma,
LAPORAN KASUS
papiloma) perlu dipikirkan. SH memiliki Seorang pasien perempuan berusia
komponen kelenjar yang menonjol, yang 48 tahun datang ke poliklinik THT-KL
tidak dimiliki oleh polip inflamasi, dan Subbagian Rinologi RSUP Dr. M. Djamil
meskipun memiliki edema stroma, ini lebih Padang pada tanggal 12 Maret 2021
menonjol pada polip inflamasi, yang dengan keluhan utama hidung tersumbat
muncul pada kondisi inflamasi kronis yang yang semakin memberat sejak 3 bulan lalu.

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 226


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

Keluhan hidung tersumbat sudah


dirasakan sejak 3 tahun yang lalu namun
dirasakan hilang timbul. Pasien selama ini
berobat ke dokter umum untuk
meredakan keluhannya namun tidak ada
perbaikan, sampai akhirnya keluhan
hidung tersumbat dirasakan semakin
memberat dan pasien pun disarankan
untuk berobat ke dokter THT. Kemudian
pasien berobat ke dokter THT di salah satu
RS swasta di Padang dan di rujuk ke RSUP Gambar 3. Nasoendoskopi hidung kanan
Dr. M. Djamil Padang. Pasien juga sebelum operasi tampak massa putih
mengeluhkan keluar ingus kental dari keabuan menutupi meatus media dekstra
hidung dan rasa ingus mengalir ke (tanda panah), KM: konka media, S:
tenggorok ada sejak 2 tahun lalu. Rasa septum
nyeri di wajah atau pipi terutama saat Pada pemeriksaan kavum nasal
pasien menunduk dan keluhan nyeri didapatkan kavum nasal kanan sempit,
kepala hilang timbul pun dirasakan sejak konka inferior eutrofi, konka media eutrofi,
1,5 tahun terakhir. Keluhan penurunan tampak massa putih keabuan menutupi
penciuman ada sejak 1 tahun lalu. meatus media, dengan permukaan licin,
Tidak ada riwayat keluar darah dan terdapat sekret mukoid dan septum
nanah dari hidung atau mulut. Gangguan deviasi (krista), sedangkan pada kavum
penglihatan tidak ada. Tidak ada keluhan nasal kiri didapatkan kavum nasal sempit,
bersin-bersin lebih dari lima kali jika pasien konka inferior hipertrofi, konka media
terpapar debu atau dingin. Riwayat sakit hipertrofi, terdapat sekret mukoid
kepala hebat, penurunan kesadaran dan dimeatus media dan tidak ada septum
kejang tidak ada. Pembengkakan pada deviasi. Dilakukan pemeriksaan peak nasal
leher, ketiak atau lipatan paha tidak ada. inspiratory flow (PNIF) dengan hasil
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 100/90/80 dan pemeriksaan cottle sign
20 tahun lalu sebanyak 1 bungkus/hari. (+/+). Pada pemeriksaan oral cavity, tidak
Riwayat trauma pada hidung tidak ada. ditemukan gigi molar 3 kanan dan kiri atas.
Riwayat asma dan darah tinggi tidak ada. Pada pemeriksaan regio maksila dekstra
dan sinistra terdapat nyeri ketok di regio
Pada pemeriksaan fisik keadaan tersebut. Pasien lalu direncanakan untuk
umum baik dan komposmentis. pemeriksaan kultur dan sensitivitas serta
Pemeriksaan tanda vital didapatkan pemeriksaan CT scan Sinus paranasal.
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 78
x/menit, respiratory rate 22 x/menit, suhu Pada kontrol ke-2 pada tanggal 9
37°C dan saturasi oksigen 100 %. Pada April 2021 pasien membawa hasil kultur
pemeriksaan status lokalis THT, dan sensitivitas adalah organisme Pantoea
pemeriksaan telinga kanan dan kiri sp serta hasil pemeriksaan CT scan Sinus
didapatkan tidak ada kelainan. Dari paranasal (Gambar 4) menunjukkan
pemeriksaan tenggorok juga tidak perselubungan dan penebalan mukosa
ditemukan kelainan. pada sinus maksilaris dan ethmoid
bilateral, serta penebalan pada sinus

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 227


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

sphenoid kanan. Tampak juga KOM kanan mg,dL, Kreatinin 0,7 mg/dL, Gula darah
terbuka dan bagian kiri tertutup, terdapat sewaktu 87 mg/dL, Natrium 138 mmol/L,
sel haller pada sinus maksila kiri dan Kalium 4,1 mmol/L, Klorida 109 mg/dL
terdapat septum deviasi kanan serta yang disimpulkan semua hasil dalam batas
hipertrofi pada konka inferior kiri. Dengan normal. Pasien lalu dikonsulkan ke bagian
kesan multirhinosinusitis dan deviasi Penyakit Dalam dan Bagian Paru untuk
septum nasal kanan. Pasien kemudian di skrining Covid-19 dan dikonsulkan ke
diagnosis dengan Rinosinusitis kronis Bagian Anestesi untuk toleransi operasi
dengan suspek polip nasal dekstra dan dan disetujui untuk dilakukan tindakan
septum deviasi dekstra, selanjutnya pasien dalam anestesi umum. Pasien kemudian
diberikan terapi fluticasone furoate nasal melakukan Swab PCR, dan didapatkan hasil
spray 2x2 puff KNDS dan cuci hidung Nacl negatif.
0,9% 5x20cc KNDS. Pada tanggal 29 Juni 2021
dilakukan tindakan FESS, septoplasty dan
ekstirpasi massa perendoskopi dalam
anestesi umum. Operasi dilakukan dengan
posisi pasien berbaring terlentang diatas
meja operasi dalam anestesi umum dan
dipasang oral pack dan kepala ditinggikan
30°. Dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik pada lapangan operasi. Pada
hidung kanan dilakukan pemasangan
tampon adrenalin 1:200.000 pada kedua
kavum nasal selama 10 menit, lalu tampon
Gambar 4. CT Scan sinus paranasal
diangkat dan dievaluasi tampak massa
menunjukkan adanya sel haller (tanda
polipoid pada meatus media kavum nasal
panah) pada sinus maksila kiri,
dekstra. Dilakukan septoplasty terlebih
perselubungan dan penebalan mukosa
dahulu pada kavum nasal dekstra untuk
pada sinus maksilaris dan ethmoid tujuan meningkatkan akses pada kavum
bilateral, serta penebalan pada sinus nasal dekstra dan sinistra, kemudian
sphenoid kanan dilanjutkan dengan unsinektomi. Prosesus
unsinatus dimedialisasi dan dengan back
bitting digunting pada daerah ostium
Pada tanggal 30 Juni 2021 pasien
maksila, massa polipoid diambil, kemudian
datang kontrol dan direncanakan untuk
dilakukan ethmoidektomi dan evaluasi ke
dilakukan tindakan Functional Endoscopic
sinus frontal tidak tampak sekret, serta
Sinus Surgery (FESS), septoplasty dan
pelebaran ostium maksila tampak jaringan
ekstirpasi massa dalam general anestesi.
pada maksila, jaringan kemudian
Terlebih dahulu pasien diperiksa rontgen
toraks dan laboratorium darah. Pada dibersihkan. Perdarahan dirawat. Pada
tanggal 2 Juli 2021 didapatkan hasil kavum nasal sinistra dilakukan
pemeriksaan laboratorium adalah Hb 12,7 unsinektomi dengan back bitting, pada
g/dl, Leukosit 7.110/mm3, Trombosit daerah ostium maksila dilebarkan, bula
ethmoid dibuka, dilanjutkan
253.000/m3, PT 10,2 detik, APTT 26,9
detik, SGOT 12 U/L, SGPT 12 U/L, Ureum 15 ethmoidektomi dan evaluasi ke sinus

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 228


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

frontal, serta pelebaran pada ostium lapang/lapang, dan hemotimpanum tidak


maksila tampak sel haller dan jaringan, ada. Pemeriksaan hidung tampak
kemudian sel haller dibuang dan jaringan terpasang tampon anterior 1-1, darah
dibersihkan dari maksila. Perdarahan mengalir tidak ada, darah merembes pada
dirawat. Dilakukan evaluasi akhir pada tampon tidak ada. Pada pemeriksaan
sinus maksila dekstra dan sinistra dan tidak tenggorok tidak didapatkan darah
ditemukan lagi sisa jaringan kemudian mengalir atau clotting pada dinding
dilakukan pemasangan tampon anterior posterior faring.
pada kavum nasal dekstra dan sinistra. Pada tanggal 1 Agustus 2021 (hari
Operasi selesai. ketiga pasca operasi) dilakukan aff tampon
anterior pada kavum nasal dekstra dan
sinistra kemudian dilakukan evaluasi tidak
ada darah mengalir mengalir pada kavum
nasal, terdapat clotting pada kavum nasal
dekstra dan sinistra. Pasien lalu
mendapatkan terapi oral berupa
parasetamol tablet 3x500mg, cefixime
tablet 2x200mg, N-asetilsistein 3x200mg
dan Natrium Klorida drop 5x5 gtt pada
kavum nasal dekstra dan sinistra.
Gambar 5. Jaringan ukuran 6x5x2 cm dari Pada tanggal 2 Agustus 2021 pasien
meatus media dekstra dan sinus maksila pulang dan disarankan untuk kontrol ke
sinistra poli THT-KL subbagian Rinologi RSUP Dr. M.
Pasien didiagnosis dengan post Djamil Padang 4 hari setelah pulang dari
FESS, septoplasty dan ekstirpasi massa atas rumah sakit. Terapi pulang yang diberikan
indikasi rinosinusitis kronis dan benign adalah parasetamol tablet 3 x 500mg,
mass of nasal cavity. Pasca operasi pasien cefixime tablet 2 x 200mg, N-asetilsistein 3
dirawat dan diberikan terapi drip ketorolac x 200mg dan Natrium Klorida drop 5 x 5 gtt
dalam 1 kolf IVFD RL 8 jam /kolf, injeksi pada KNDS.
seftriaksone 2x1 gr, injeksi deksametason Pada tanggal 6 Agustus 2021 (8 hari
3x5 mg, dan injeksi transamin 3x500mg. setelah operasi) pasien datang kontrol ke
Direncanakan untuk pelepasan tampon 3 poli THT. Pada anamnesis didapatkan
hari pasca operasi. keluhan hidung kanan dan kiri tersumbat
Pada tanggal 30 Juni 2021 (hari 1 namun berkurang bila dibandingkan
pasca operasi) pasien mengeluhkan nyeri sebelum operasi dan rasa nyeri di pipi kiri
pada hidung dan rasa nyeri di daerah pipi juga berkurang. Keluhan keluar ingus
kiri, tidak ada rasa darah mengalir di kental dari hidung tidak ada, keluar darah
tenggorok, tidak ada darah merembes dari hidung tidak ada, terasa darah
pada tampon. Pasien juga tidak mengeluh mengalir di tenggorok tidak ada, sakit
demam dan tidak keluar air mata kepala tidak ada, demam tidak ada, pasien
berdarah. Pada pemeriksaan status lokalis sudah bisa mencium bau atau aroma.
THT, pemeriksaan auris dekstra dan Keluhan lain seperti mata berair tidak ada,
sinistra didapatkan liang telinga bengkak atau nyeri pada mata sisi dekat

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 229


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

hidung juga tidak ada. Pada pemeriksan Pada potongan lain tampak adanya
kavum nasal dekstra lapang, konka inferior jaringan dengan stroma yang edem
eutrofi, konka media eutrofi, meatus bersebukan padat sel-sel limfosit, sel
media terbuka, sekret mukoid ada dan plasma, eosinophil dengan beberapa
terdapat krusta kecokatan, dan darah yang kelenjar yang melebar. Dengan diagnosis
membeku. Pada pemeriksan kavum nasal Respiratory epithelial lesion (seromucinous
sinistra lapang, konka inferior eutrofi, hamartoma type) dengan inflammatory
konka media eutrofi, meatus media nasal polyp.
terbuka, sekret mukoid ada dan terdapat
krusta kecokatan, dan darah yang
membeku. Dilakukan nasal toilet dan
krusta dibersihkan pada kavum nasal
dekstra dan sinistra.
Pasien juga membawa hasil
histopatologi. Pada pemeriksaan
makroskopik didapatkan potong-potong
jaringan putih kecoklatan, kenyal padat
ukuran 2,5x1,5x0,8cm penampang putih
kecoklatan. Pada pemeriksaan Gambar 7. Hasil histopatologi pasien
mikroskopik didapatkan tampak potongan-
(Seromucinous hamartoma)
potongan jaringan sebagian berbentuk
polipoid dikelilingi oleh epitel Pasien lalu disarankan untuk
respiratorius, sebagian epitel ini tampak kontrol 2 minggu lagi. Pasien kemudian di
tumbuh berproliferasi dan mengalami diagnosis post FESS, septoplasty, dan
invaginasi ke dalam stroma. Tampak ekstirpasi massa atas indikasi RSK dengan
proliferasi kelenjar-kelenjar berbentuk Poli nasal dan seromucinous hamartoma.
tubulus dilapisi epitel kuboid, sebagian Pasien diberikan terapi pulang berupa cuci
kelenjar dilapisi sel goblet (kelenjar hidung NaCl 0,9% 5 kali sehari sebanyak 20
seromucous). Stroma fibrokolagen cc pada KNDS dan cefixime 2x200mg per
bersebukan padat sel-sel limfosit, sel oral.
plasma, leukosit PMN.
Pada tanggal 31 Agustus 2021 (1
bulan pasca operasi) pasien datang kontrol
ke poli THT-KL. Pada anamnesis didapatkan
keluhan hidung tersumbat berkurang bila
dibandingkan sebelum operasi dan rasa
nyeri di pipi kiri tidak ada. Keluhan keluar
ingus kental dari hidung tidak ada, keluar
darah dari hidung tidak ada. Keluhan pada
tenggorok maupun mata tidak ada. Pada
pemeriksan kavum nasal dekstra lapang,
konka inferior eutrofi, konka media eutrofi,
Gambar 6. Hasil histopatologi pasien
meatus media terbuka, sekret mukoid ada.
(gambaran inflammatory nasal polyp)
Pada pemeriksan kavum nasal sinistra
lapang, konka inferior eutrofi, konka media

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 230


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

eutrofi, meatus media terbuka, sekret atau lebih gejala, dimana salah satunya
mukoid pada kavum nasal sinistra, krusta berupa hidung tersumbat/kongesti atau
dibersihkan. Pasien kemudian di diagnosis sekret hidung (nasal drip anterior atau
post FESS, septoplasty, dan ekstirpasi posterior), dan dapat disertai nyeri atau
massa atas indikasi RSK dengan polip nasal tekanan pada wajah, penurunan atau
dan seromucinous hamartoma. Pasien hilangnya penciuman dan dapat disertai
diberikan terapi pulang berupa cuci hidung dengan gambaran endoskopi berupa polip
NaCl 0,9 % 5 kali sehari sebanyak 20 cc hidung, dan atau sekret mukopurulen
pada KNDS, dan direncanakan kontrol terutama berasal dari meatus media dan
ulang 1 bulan lagi. atau edema/obstruksi mukosa terutama
pada meatus media serta adanya
Pada tanggal 14 oktober 2021 (10
gambaran tomografi computer berupa
minggu pasca operasi) pasien datang
perubahan mukosa dalam kompleks
kontrol ke poli THT-KL. Pada anamnesis
ostiomeatal dan atau sinus yang terjadi
tidak ditemukan keluhan pada pasien.
selama lebih dari 12 minggu. 1, 15
Pada pemeriksan kavum nasal dalam batas
normal. Pasien kemudian di diagnosis post Keluhan hidung tersumbat juga
FESS, septoplasty dan ekstirpasi massa atas dapat ditemukan pada banyak kasus
indikasi RSK dengan polip nasal dan seromucinous hamartoma yang ditemukan
seromucinous hamartoma. Kemudian dikepustakaan bahwa pasien akan datang
pasien diberikan terapi pulang berupa cuci dengan gejala yang paling umum berupa
hidung NaCl 0,9 % 5 kali sehari sebanyak 20 obstruksi hidung dan epistaksis, meskipun
cc pada KNDS dan dianjurkan kontrol 1 kebanyakan pasien tidak menunjukkan
bulan. gejala. SH memiliki predileksi usia saat
diagnosis bervariasi antara 14 sampai 85
tahun (yang mencapai puncaknya pada
PEMBAHASAN akhir dekade ke-6), dan rasio pria dan
wanita adalah 3:2 paling sering terlihat
Telah dilaporkan satu kasus pada pasien paruh baya hingga lanjut
seorang perempuan berusia 48 tahun usia.5,6
dengan diagnosis RSK dengan suspek polip
nasal inflammatory dan seromucinous Pada pemeriksaan fisik dengan
hamartoma yang ditegakkan berdasarkan nasoendoskopi didapatkan kavum nasal
anamnesis, pemeriksaan fisik, kanan lapang, konka inferior eutrofi, konka
pemeriksaan penunjang seperti media eutrofi, sekret mukopurulen pada
nasoendoskopi serta CT scan sinus KNDS, hal ini sesuai dengan gambaran
paranasal dan dipertegas dengan hasil nasoendoskopi pada rhinosinusitis kronis,
histopatologi. kemudian selain itu tampak juga massa
putih keabuan menutupi meatus media,
Pasien datang dengan keluhan pada literatur oleh Pauna dkk
utama hidung tersumbat sejak 3 tahun mengemukakan gambaran SH dapat
lalu. Keluhan juga disertai keluar ingus berupa pertumbuhan massa polipoid
kental dan nyeri pada wajah serta tanpa invasi lokal, baik disertai kerusakan
penurunan penciuman, hal ini sesuai tulang maupun fitur agresif lainnya.
dengan kriteria diagnosis dari RSK Hamartoma seromusinosa awalnya
berdasarkan EPOS 2020 yaitu adanya dua digambarkan sebagai massa polipoid dari

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 231


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

jaringan berlapis epitel pernapasan dengan lanjut menjelaskan bahwa variasi anatomi
kelenjar seromusinosa submukosa dalam yang berpotensi menghalangi aliran bebas
susunan lobular dan berserat, seperti gerakan mukosiliar biasanya dikaitkan
struktur mirip kelenjar berlapis epitel dengan viskositas lendir yang lebih tinggi
pernapasan invaginasi, metaplasia dan kekebalan mukosa yang lebih rendah
skuamosa, infiltrat limfoplasmacytic padat, terhadap infeksi sinus. Iyothi dkk
dan granula eosinofilik sitoplasma padat. mendapatkan 8% sel Haller pada pasien
SMH biasanya muncul di septum hidung rinosinusitis. Kayguzus dkk mendapatkan
posterior, di dinding lateral dan di sinus 13,8% Sel Haller pada pasien rinosinusitis
paranasal.6,26 kronis. 3,4
Pasien perempuan berusia 48 Hasil patologi anatomi pada
tahun dan memiliki riwayat perokok aktif. temuan operasi adalah ditemukan pada
Pada literatur menunjukkan hasil yang pemeriksaan makroskopik potongan-
serupa, baik dari segi usia maupun jenis potongan jaringan putih kecoklatan, kenyal
kelamin pasien. Salah satu penjelasannya padat ukuran 2,5 x 1,5 x 0,8 cm penampang
adalah fakta bahwa seiring bertambahnya putih kecoklatan. Pada pemeriksaan
usia ada kerentanan kekebalan karena mikroskopik didapatkan tampak potongan-
berbagai penyakit penyerta, dan di sisi lain potongan jaringan sebagian berbentuk
ada efek kumulatif dari fenomena polipoid dikelilingi oleh epitel
inflamasi, infeksi atau non-infeksi dari respiratorius, sebagian epitel ini tampak
waktu ke waktu. Mengenai perbedaan tumbuh berproliferasi dan mengalami
jenis kelamin, kemungkinan karena invaginasi ke dalam stroma. Tampak
tingginya prevalensi perokok dibandingkan proliferasi kelenjar-kelenjar berbentuk
perokok wanita. 27 tubulus dilapisi epitel kuboid, sebagian
kelenjar dilapisi sel goblet (kelenjar
Pada hasil pemeriksaan CT Scan
seromucous). Stroma fibrokolagen
Sinus paranasal didapatkan perselubungan
bersebukan padat sel-sel limfosit, sel
dan penebalan mukosa pada sinus
plasma, leukosit PMN. Pada potongan lain
maksilaris dan ethmoid bilateral, serta
tampak adanya jaringan dengan stroma
penebalan pada sinus sphenoid kanan.
yang edem bersebukan padat sel-sel
Tampak juga komplek osteomeatal kanan
limfosit, sel plasma, eosinophil dengan
terbuka sedangkan bagian kiri tertutup,
beberapa kelenjar yang melebar. Dengan
terdapat sel haller pada sinus maksila kiri
diagnosis Respiratory epithelial lesion
dan terdapat septum nasal kearah kiri
(seromucinous hamartoma type) dengan
serta hipertrofi pada konka inferior kiri.
inflammatory nasal polyp.
Dengan kesan multirhinosinusitis dan
deviasi septum nasal kanan. Terdapatnya Menurut Tong et al dan Pauna et al,
variasi anatomi berupa sel haller pada secara histologis SH terdiri dari
pasien merupakan salah satu penyebab pertumbuhan lobular dari tubulus kelenjar
terjadinya rinosinusitis kronis ataupun seromusinosa kecil dan lunak yang diatur
berulang pada pasien. Variasi anatomi dalam stroma berserat hingga miksoid.
mengakibatkan gangguan pembersihan Peradangan limfoplasmacytic kronis
mukosiliar sinus normal, baik itu gangguan biasanya hadir. Tubulus kelenjar serosa
drainase ataupun ventilasi pada komplek biasanya terdiri dari satu lapisan epitel
osteomeatal. Menurut Bachert dkk lebih kuboid hingga kolumnar dengan sedikit

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 232


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

variasi dalam ukuran dan bentuk mengganggu aktivitas transport


dibandingkan dengan asinus normal yang mukosiliar. Transport mukosiliar adalah
sudah ada sebelumnya. Tubulus ini sering mekanisme pertahanan yang
muncul sebagai tunas dari elemen mengandalkan sinergi antara lapisan
pernapasan yang lebih besar. Invaginasi mukosa dan silia yang menyebabkan
epitel respiratorius bersilia superfisial perubahan kronis pada aliran udara hidung
dapat menghasilkan struktur mirip kelenjar sehingga aliran udara akan menurun di
yang menyerupai adenomatoid daerah ipsilateral dan meningkat di daerah
hamartoma respiratorik epitelial (REAH), kontralateral. Seperti hipotesis yang
bahkan menunjukkan hialinisasi diajukan oleh Shin dan Heo, seperti dikutip
periglandular yang sering terlihat pada oleh Boycedkk, mengemukakan bahwa
REAH. 5,6,25 septum deviasi merupakan faktor
penyebab pada kasus infeksi hidung dan
Teknik operasi yang digunakan
sinus paranasal sebagai akibat dari
pada kasus ini adalah BSEF, septoplasty
gangguan mekanisme pertahanan (MCT)
dan ekstirpasi massa perendoskopik.
dan struktur osteomeatal yang
Teknik ini dipilih karena aman dan efektif 28
menyempit.
untuk mengobati rinosinusitis kronis dan
seromusinosa hamartoma. Seperti yang Diagnosis banding radiologis
dikemukakan oleh literatur bahwa termasuk polip inflamasi dan tumor rongga
tatalaksana rinosinusitis kronis yang tidak hidung yang jarang (misalnya karsinoma,
membaik dengan medikamentosa maka hamartoma, papiloma) perlu dipikirkan.
dilanjutkan dengan tidakan pembedahan, Diagnosis banding lainnya adalah
salah satu pilihan tindakan pembedahan adenokarsinoma tipe non intestinal derajat
adalah FESS yang memiliki resiko maupun rendah, dan mungkin dengan
komplikasi yang rendah. Selain itu adenokarsinoma derajat rendah lainnya.
pengobatan hamartoma seromucinous Hamartoma seromucinous tidak
sinonasal adalah dengan reseksi menunjukkan gambaran sitologi atau
endoskopi.6 Tindakan juga bersamaan gambaran keganasan (seperti fusi kelenjar
dengan septoplasti untuk meningkatkan dan invasi). 5,7 Polip inflamasi dan papiloma
akses pada sisi kanan dan kiri. 1,9,16 biasanya mudah dikenali oleh ahli patologi.
22
Kelainan anatomi hidung seperti
septum deviasi hidung dapat menghambat
transport mukosiliar (MCT) seperti yang SIMPULAN
didapatkan pada pasien ini. Septum deviasi RSK merupakan penyakit yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi disebabkan banyak faktor. Variasi anatomi
hidung, yang disebabkan oleh obstruksi sinus paranasal merupakan salah satu
hidung yang mungkin unilateral atau faktor predisposisi dari rinosinusitis kronis.
bilateral. Beberapa penulis telah Sel haller merupakan salah satu variasi
menjelaskan peran septum deviasi dalam anatomi yang berhubungan dengan
etiologi sinusitis karena dapat berulangnya rinosinusitis kronis.
menyebabkan penyempitan area Seromusinosa Hamartoma adalah kondisi
osteomeatal dan menyebabkan perubahan yang jarang terjadi pada rongga hidung
abnormal pada gerakan silia dan akhirnya atau sinonasal. Meskipun berbeda secara
merusak epitel saluran napas dan

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 233


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

biologis dan histologis, SH dapat dengan Nasal Cavity. Head Neck Pathol.
mudah dikacaukan dengan polip inflamasi 2019;13(2):239–42.
sederhana. Pencitraan radiologis dan 6. Pauna H, Sakano E, Guimaraes A.
biopsi harus dilakukan untuk membedakan Seromucinous hamartoma of the
dari tumor ganas. SH jinak dan hampir sinonasal tract: report of a rare case.
selalu dapat disembuhkan dengan Eur J Med Case Reports. 2020;130–
ekstirpasi total massa dan kekambuhan 3.
hampir tidak pernah ditemukan.
7. Sąhin B, Sönmez S, Kara H, Aydemir
DUKUNGAN FINANSIAL L, Çomoǧlu Ş. A Rarely Seen Mass of
Tidak ada. Nasal Cavity: Seromucinous
Hamartoma. J Craniofac Surg.
UCAPAN TERIMA KASIH 2020;31(1):e65–7.
Tidak ada. 8. Lee DH, Yoon TM, Lee JK, Lim SC.
Seromucinous hamartoma of
KONFLIK KEPENTINGAN inferior turbinate A case report.
Tidak ada. Med (United States).
2018;97(45):3–5.
DAFTAR PUSTAKA 9. Bailey’s Head and Neck Surgery
1. Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Otolaryngology. In: Bailey’s Head &
Hellings PW, Kern R, Reitsma S, et al. Neck Surgery Otorinolaryngology.
Executive summary of EPOS 2020 2014. p. 359–70.
including integrated care pathways. 10. Wackym PA, Snow JB. Anatomy and
Rhinology. 2020;58(2):82–111. Physiology of the Oral Cavity,
2. Ninla Elmawati Falabiba. Watkinson Oropharynx, Salivary Glands and
J, editor. Scott-Brown Neck. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and neck Otorhinolaryngology Head and Neck
surgery Volume 1. eigth edit. 2019. Surgery. 2016. 505–520 p.
1025–1035 p. 11. Budiman BJ, Irfandy D, Yolazenia Y.
3. Lt. Col. Salah Uddin Ahmmed. A Biofilm Bakteri pada Penderita
study of anatomical variations of Rinosinusitis Kronis. J Kesehat
osteomeatal complex in. Melayu. 2018;1(2):106.
2020;1(1):11–6. 12. Irfandy D, Ambriani D, Vitresia H.
4. Espinosa W, Genito R, Ramos RZ. Penatalaksanaan Multirinosinusitis
Anatomic variations of the nasal Kronis dengan Komplikasi Abses
cavity and paranasal sinus and their Subperiosteal Sinistra. J Kesehat
correlation with chronic Andalas. 2021;9(4):466.
rhinosinusitis using Harvard staging 13. Heath J, Hartzell L, Putt C, Kennedy
system. J Otolaryngol Res. JL. Chronic Rhinosinusitis in
2018;10(4):190–3. Children: Pathophysiology,
5. Tong KN, Serra RM, Shih RY, Foss RD. Evaluation, and Medical
Seromucinous Hamartoma of the Management. Curr Allergy Asthma

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 234


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

Rep. 2018;18(7). 21. El Mograbi A, Ritter A, Najjar E,


Soudry E. Orbital Complications of
14. Schleimer RP. Immunopathogenesis
Rhinosinusitis in the Adult
of Chronic Rhinosinusitis and Nasal
Population: Analysis of Cases
Polyposis. Annu Rev Pathol Mech
Presenting to a Tertiary Medical
Dis. 2017;12(November 2016):331–
Center Over a 13-Year Period. Ann
57.
Otol Rhinol Laryngol.
15. Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, 2019;128(6):563–8.
Hellings PW, Kern R, Reitsma S, et al.
22. Khan RA, Chernock RD, Lewis JS.
European Position Paper on
Seromucinous Hamartoma of the
Rhinosinusitis and Nasal Polyps
Nasal Cavity: A Report of Two Cases
2020. Rhinology. 2020;58:1–464.
and Review of the Literature. Head
16. Jankowski R, Rumeau C, Gallet P, Neck Pathol.2016;5(3):241–7.
Nguyen DT. Nasal polyposis (or
23. Ramadhin AK. Respiratory Epithelial
chronic olfactory rhinitis). Eur Ann
Adenomatoid Hamartoma (REAH): A
Otorhinolaryngol Head Neck Dis
Rare Cause of Nasal Obstruction-
[Internet]. 2018;135(3):191–6.
Case Report. Glob J Otolaryngol.
17. Nikkerdar N, Eivazi N, Lotfi M, 2017;7(5):5–7.
Golshah A. Agreement between
24. Perić A, Jovančević L, Vukomanović
cone-beam computed tomography
Đurđević B. Middle Turbinate
and functional endoscopic sinus
Seromucinous Hamartoma in a
surgery for detection of pathologies
Patient With Primary Atrophic
and anatomical variations of the
Rhinitis. Ear, Nose Throat J. 2020;4–
paranasal sinuses in chronic
6.
rhinosinusitis patients: A
prospective study. Imaging Sci Dent. 25. Xiao G-Q. Seromucinous
2020 Dec;50(4):299–307. Hamartoma Presenting as an
Obstructive Endobronchial Mass. Int
18. Fraczek M, Masalski M, Guzinski M.
J Respir Pulm Med. 2017;4(1):7–8.
Reliability of computed tomography
scans in the diagnosis of chronic 26. Ambrosini-Spaltro A, Morandi L,
rhinosinusitis. Adv Clin Exp Med. Spagnolo D V., Cavazza A, Brisigotti
2018;27(4):541–5. M, Damiani S, et al. Nasal
seromucinous hamartoma
19. Azgaonkar SP, Dutta M, Kudalkar
(Microglandular adenosis of the
UN, Das S, Sinha R. The Anatomic
nose): A morphological and
Variations of the Nose and
molecular study of five cases.
Paranasal Sinuses and Their Effect
Virchows Arch. 2010;457(6):727–
on Chronic Rhinosinusitis in Adult
34.
Patients. Indian J Otolaryngol Head
Neck Surg. 2020; 27. Nassrallah S, Neagoş CM, Mocan SL,
Neagoş A. Evaluation of the
20. Whyte A, Boeddinghaus R. Imaging
incidence of inflammatory and
of adult nasal obstruction. Clin
tumor pathology of nose and nasal
Radiol. 2020;75(9):688–704.
sinus region. Rom J Morphol

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 235


Vol.45
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
No.2
2022

Embryol. 2020;61(4):1295–300. using saccharin test. Otorinolaringologia.


2019; (August 2020): 30–5.
28. Irfandy D, Budiman BJ, Huryati E.
Relationship between deviations of nasal
septum and mucociliary transport time

Majalah Kedokteran Andalas | p-ISSN: 0126-2092 | e-ISSN: 2442-5230 236

Anda mungkin juga menyukai