Anda di halaman 1dari 7

Polisi Virtual Syari’ah sebagai Pengawas Hate Speech

dalam Game Online

Hilman Arya Maulana


Program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
hilmanaryamaulana@gmail.com

Abstrak
Maraknya game online di era sekarang ini menimbulkan orang dengan
karakter berbeda ikut terlibat dalam komunitas tersebut. Orang dengan
karakter buruk dalam berkomunikasi menjadi pemicu utama penyebaran
hate speech dalam game online. hal ini menjadikan mayoritas pemain game
online terbiasa dengan perilaku hate speech, bahkan mengaplikasikannya di
dunia nyata. Sebagai solusi, polisi virtual syari’ah dapat meminimalisasi
terjadinya penyebaran hate speech dalam game online. Dengan pengawasan
yang dioperasikan oleh polisi virtual syari’ah, pelaku hate speech dapat
dikenakan sanksi berupa peringatan hingga penutupan akun sebagai bentuk
hukuman agar pelaku merasa jera, dan akan berhati-hati dalam
berkomunikasi.
Kata kunci: polisi virtual; hate speech; game online; media sosial; syari’ah.

pendahuluan
Berkembang pesatnya visualisasi game online memunculkan daya tarik
bagi setiap orang untuk berkecimpung di dalamnya. Orang dengan latar belakang
buruk dalam berkomunikasi juga ikut bemain game online, bahkan mendominasi.
Hate speech seperti sindiran, sexual harassement, bahkan yang berunsur SARA
kerap kali dilontarkan baik langsung secara lisan ataupun tulisan melalui fitur chat
dalam game.
Berkaitan dengan game online, Young mengemukakan bahwa game
online adalah permainan dengan jaringan, yang terjadi interaksi antara pemain
satu dengan pemain lainnya untuk mencapai tujuan, menjalankan misi, dan meraih
nilai tertinggi dalam dunia virtual.1 Sedangkan menurut Adam & Rollings, game
online merupakan permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain,
menggunakan mesin-mesin yang dihubungkan oleh suatu jaringan.2 Dapat diambil
kesimpulan bahwa game online merupakan permainan yang menggunakan
perangkat komputer, laptop, atau smartphone sebagai sarananya, yang terhubung
dengan jaringan secara online, sehingga dapat dimainkan dengan orang lain dalam
dunia maya melalui koneksi internet.
Dalam konteks komunikasi antara game online, hate speech menjadi
fenomena yang lumrah terjadi. Ujaran kebencian (hate speech) merupakan
tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok berbentuk
1
Rejik Anjali Retno, “Kekerasan simbolik dalam game online.” (skripsi, Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto,2020) hlm. 28
2
Ganang Ramadhani FS, “ Analisis dampak game online pada interaksi sosial anak di SD
Mintaragen 3 kota Tegal.” (Skripsi, Universitas Negeri Semarang,2020) hlm. 82
provokatif, hasutan, atau hinaan kepada individu atau kelompok lain. Hate speech
tersebut biasanya berkaitan dengan ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi
seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.3
Fenomena hate speech ini salah satunya terjadi pada game “mobile
legend”, yang termasuk salah satu game populer di mainkan remaja sekarang.
Awal mula terjadinya ujaran kebencian dalam game ini disebabkan rasa tidak
senang pemain atas kekalahan timnya. Sehingga perasaan kecewa tersebut di
luapan melalui kata-kata yang tidak pantas terhadap personal seseorang, yang
lama kelamaan menjalar pada penghinaan agama, ras, suku, bahkan masuk dalam
ranah politik.4
Fenomena hate speech dalam game online ini perlu dibahas lebih serius
lagi, mengingat perkembangannya telah merambah pada hal sensitif. Suku,
agama, ras, dan antar golongan adalah ranah yang tidak boleh dijadikan sebuah
candaan, apalagi sampai dilontarkannya ujaran kebencian serta caci-maki. Apabila
fenomena tersebut tidak dihiraukan begitu saja, maka hate speech serta candaan
yg mengandung unsur SARA akan dianggap lumrah seakan-akan bukan masalah
yang serius. Padahal, jika hal negatif tersebut sudah melekat pada diri seseorang,
maka akan terjadi penurunan moralitas masyarakat bangsa.
Pakar psikologi, Douglas Yahudi dan Craig Anderson mengatakan bahwa
besar kemungkinan kekerasan dalam game online memiliki efek yang lebih kuat
dalam menimbulkan agresi pada anak dibandingkan dengan pengaruh media
terdahulu.5 Adapun dampak agresif tersebut bisa berupa agresi verbal, fisik atau
kekerasan, dan relasi. Agresi verbal sendiri merupakan perilaku menyakiti orang
lain dalam bentuk celaan, makian, umpatan, ejekan, bahkan bisa berupa ancaman
melalui perkataan.6 Pernyataan ini menujukkan perlu adanya pengawasan yang
lebih ketat terakait game online dan penggunanya.
Terdapat beberapa solusi sebagai upaya untuk meminimalisasi dampak
negatif dalam game online, khususnya pada dampak agresi verbal yang berupa
cacian, hate speech, atau bahkan ucapan yang berupa ancaman. Bentuk-bentuk
pencegahan tersebut dapat berupa optimalisasi fitur banned pada setiap game
online, minimalisasi konten-konten game online yang bersifat toxic dengan
memaksimalkan fitur penetapan batas usia dan fitur sensor, adanya polisi virtual
syari’ah sebagai bentuk pengawasan virtual, ataupun sosialisasi UU ITE pasal 28
ayat (2) dalam game online. Dari beberapa solusi yang telah dipaparan di atas,
nampanya polisi virtual syari’ah merupakan solusi yang paling relevan di masa
sekarang ini.

3
Andrean W. Finaka, Resi Prasasti, “ Ujaran kebencian berefek pidana”, Indonesia baik, 2017,
diakses 1 Desember 2022, https://indonesiabaik.id/infografis/ujaran-kebencian-berefek-pidana
4
Rejik Anjali Retno, Kekerasan simbolik dalam game online, 36
5
Nikie Rizka Eagle, “Dampak negatif game online bagi anak.” Arsip artikel, Fakultas Psikologi,
Universitas YARSI, Vol. 5 No. 14 (2019)
6
Siti Hapsah, Aziz Muslim “perilaku agresi verbal dan perilaku agresi relational pada remaja
perempuan” Jurnal konseling komprehensif: kajian teori dan praktik bimbingan dan konseling, vol.
8 no. 1 (2021) hlm. 61
Polisi virtual di Indonesia
Polisi virtual (virtual police) merupakan unit yang dibentuk oleh
KAPOLRI dibawah satuan cyber Badan Reserse Kriminal POLRI, atau yang
biasa disebut dengan BARESKRIM. Tujuan pembentukan unit ini adalah untuk
memberikan edukasi bermedia sosial bagi masyarakat supaya tidak melakukan
penyebaran konten yang sarat akan pelanggaran hukum dan rawan terjerat UU
ITE.7 Polisi virtual mulai beroperasi pada 23 Februari 2021. Jendral Listyo Sigit
Prabowo sebagai penggagas dari unit ini, memberikan respon atas arahan Presiden
joko Widodo agar polisi berhati-hati menerapkan pasal-pasal dalam UU Informatif
dan Transaksi Elektronik (ITE).8 Dengan dibentuknya unit ini, diharapan bisa
membangun komunikasi yang baik dalam bermedia sosial tanpa adanya
perseteruan antara satu individu dengan individu lain, atau antara satu kelompo
dengan kelompok lain.
Operasi polisi virtual ini tidak serta-mereta memberikan hukuman kepada
pengguna media sosial yang terdeteksi melakukan pelanggaran UU ITE. Ada
beberapa tahapan yang harus dilewati dalam memberikan pidana pada pelaku
pelanggaran tersebut. Pertama, setelah mendapatan laporan dari tim verifikasi,
polisi akan melaporan masalah tersebut kepada para ahli. Para ahli tersebut berupa
ahli bahasa, ahli hukum pidana, dan ahli UU ITE. Sehingga peringatan yang
diberikan berupa peringatan resmi dari para ahli dan bukan bersifat subjektif.
kedua, jika disepakati konten tersebut mengandung pelanggaran, maka pihak
kepolisian akan memberikan surat peringatan dan edukasi melalui Direct
messenger (DM) kepada pemilik akun 1x24 jam. Keempat, apabila tidak ada
respon sama sekali dan pelaku belum menghapus konten yang mengandung
pelanggaran tersebut, maka akan dilakukan pemanggilan klarifikasi yang bersifat
rahasia demi menjaga privasi dari masing-masing pemilik akun. kelima, setelah
dilakukan klarifikasi, maka tahap selanjutnya adalah pendekatan restorative
justice, yaitu berupa mediasi bagi pemilik akun. Namun, apabila mediasi ini
belum berhasil dan konten yang mengandung pelanggaran belum dihapus, maka
pemilik akun akan dilakukan penindakan sesuai payung hukum yang berlaku.9
Dalam pengoperasian polisi virtual tersebut, disamping memberikan
edukasi bagi pengguna media sosial, ternyata ada pro dan kontra di dalamnya.
Tidak sedikit pengguna media sosial yang merasa kurang setuju dengan adanya
unit polisi virtual. Pasalnya, masyarakat merasa dibatasi dalam mengemukakan
pendapat. Lebih jauh lagi, apabila pengawasannya dilakuan secara konstan,
dihawatirkan privasi pengguna juga akan diusik sehingga keamanan privasi akan
hilang. Direktur SAFEnet, Damar Juniarto mengataan bahwa polisi virtual malah
7
Rahardian Satya Mandala Putra, Felicia Tanalina Ylma, Azzahra Nabila Nurrfirdaus, “
pembentukan virtual police dari perspektif HAM di Indonesia” Jurnal hukum lex generalis, vol.2
no.8 (agustus 2021) hlm. 745
8
“Virtual police resmi beroperasi, medsos kini dipantau polisi”CNN Indonesia, 25 Februari 2021
diakses 10 Desember 2022, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210225072507-12-
610602/virtual-police-resmi-beroperasi-medsos-kini-dipantau-polisi/amp
9
“Tahapan peringatan polisi virtual”, CNN Indonesia, 27 Februari 2021,
https://youtu.be/xJOqokzQcSg
menghidupan digital panoption atau orwwellian state, yaitu situasi pemantauan
secara terus-menerus terait apa yang dilaukan warga. Hal ini justru akan
menimbulkan masalah baru, yaitu polisi bisa hadir di ruang privasi digital warga.10
Persoalan lain terkait polisi virtual, sistem pidana yang diberikan juga
dirasa kurang sesuai. Sebagaimana yang dikatakan oleh mantan Mahkamah
konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, bahwa perkataan yang bersifat bebas di media
sosial akibat dari disrupsi tenologi. Sebaiknya dihadapi dengan teknologi juga.
Disrupsi tersebut sebaiknya tidak diiringi dengan hukum pidana. Polisi virtual
lebih baik fokus pada pemberian peringatan saja, dan ancaman pidana terkait hal
tersebut dievaluasi.11
Disamping persoalan-persoalan yang muncul tentang polisi virtual,
pembentukan polisi virtual ini merupakan salah satu langkah yang tepat dalam
upaya pemberantasan pengguna internet yang menyebarkan ujaran kebencian,
sosial harassement, SARA dan tindakan lainnya yang bertentangan dengan pasal-
pasal dalam UU ITE. Namun, polisi virtual ini baru beroperasi di ranah media
sosial, seperti facebook, whattsapp, dan instagram. Poisi virtual belum merambah
keranah game online. Apabila polisi virtual juga memiliki fokus khusus pada
game online, maka besar kemungkinan dapat menghilangkan atau paling tidak
meminimalisasi penggunaan komunikasi yang buruk dari pemain hingga
memunculkan agresi verbal. Dengan begitu, pemain yang terbiasa dalam
berkomunikasi buruk akan lebih berhat-hati dalam memilih kata, karena
mengetahui resiko yang didapat apabila terdeteksi oleh polisi virtual.

Konsep polisi virtual syari’ah sebagai pengawas hate speech dalam game
online
Polisi virtual sudah ada di Indonesia. Unit ini berada di bawah naungan
POLRI yang dibentuk pada 23 Febuari 2021. Namun, belum ada polisi virtual
syari’ah yang khusus menangani problematika hate speech dengan pendekatan
islam/keagamaan. Oleh karena itu, polisi virtual syari’ah bisa menjadi salah satu
solusi dalam mengawasi perilaku hate speech dalam game online. Jika melihat
pada pengoperasiannya, polisi virtual hanya fokus pada ranah sosial media seperti
facebook, whatsapp, dan instagram, maka polisi virtual syari’ah akan lebih fokus
pada game online. Jadi, polisi virtual syari’ah ini bukan sebagai unit sejenis yang
hanya berbeda acuan yaitu pada syari’at islam, tetapi unit tambahan bagi polisi
virtual untuk meluaskan cakupannya hingga masuk ke ranah game online, dengan
berbasis keagamaan.
Polisi virtual syari’ah sendiri bisa diartikan sebagai unit pengawas media
sosial, khususnya dalam game online yang sesuai dengan hukum dan etika islam
dalam berkomuniasi, yang bertujuan menciptakan komunikasi yang sehat antara
sesama pengguna media sosial. Hal ini sejalan dengan istilah syari’ah itu sendiri,

10
Zainul Mahsir Ramadhan, Ali Mansur, Antara, “virtual police bawa ketakutan baru di
masyarakat?”, Republika.co.id, 25 Februari 2021, https://m.republika.co.id/amp/qp32s4328
11
Zainul Mahsir Ramadhan, Ali Mansur, Antara, virtual police bawa ketakutan baru di masyarakat?,
Republika.co.id
yang norma hukum dasar yang ditetapan Allah, bersifat wajib untuk diikuti oleh
umat islam, baik dalam hubungannya dengan Allah ataupun sesama manusia.12
Alasan penggunaan kata “syari’ah” ini, karena hukum islam mengajaran
untuk tidak merendahkan orang seperti menghina dan mengolok-olok orang lain.
Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 11, yang
berbunyi:

ٓ ٰ‫يَٰ َٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا۟ اَل يَسْخَرْ قَوْ ٌم ِّمن قَوْ ٍم َع َسىٰ ٓ َأن يَ ُكونُوا۟ خَ ْيرًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َسآ ٌء ِّمن نِّ َسآ ٍء َع َسى‬
ُ ‫س ٱلِٱ ْس ُم ٱ ْلفُسُو‬
ۚ ‫ق بَ ْع َد ٱِإْل ي َمٰ ِن‬ ِ َٰ‫َأن يَ ُك َّن خَ ْيرًا ِّم ْنه َُّن ۖ َواَل ت َْل ِم ُزوٓ۟ا َأنفُ َس ُك ْم َواَل تَنَابَ ُزوا۟ بِٱَأْل ْلق‬
َ ‫ب ۖ بِْئ‬
َ‫ك هُ ُم ٱلظَّٰلِ ُمون‬ َ ‫َو َمن لَّ ْم يَتُبْ فَُأو۟لَٰ ِٓئ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Dalam hadits Nabi Muhammad SAW. juga disebutkan bahwa menjaga


perkataan dan hanya mengeluarkan perkataan yang baik itu merupakan salah satu
cara untuk menyempurnakan keimanan.

َ ِ‫ض َي هللاُ تَ َعالَى َع ْنهُ َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬


ُ‫ َم ْن َكانَ يُْؤ ِمن‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬
ْ ‫بِاهللِ َواليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ يْراً َأوْ لِيَصْ ُم‬...
‫ت‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia berkata baik atau diam…

Dari kedua dalil di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa menjaga


perkataan sangatlah penting. Selain untuk menambah keimanan dan ketakwaan,
menjaga ucapan juga memiliki pengaruh positif yang amat besar bagi kehidupan
bermasyarakat, tidak terkecuali komunikasi dalam game online.
Dalam rangka menjaga tutur kata para pemain game online, maka
pengawasan polisi virtual syari’ah ini akan lebih difokuskan dalam persoalan hate
speech, makian, seksual harassement, dan yang berunsur SARA. Berbeda dengan
polisi virtual yang lebih fokus pada pelanggaran UU ITE.
Sanksi yang diberikan kepada para pelanggar di dalam game online juga
tidak akan sama seperti polisi virtual pada biasanya yang membawa kepada
ancaman pidana. Pemblokiran, penutupan akun, hingga blacklist akan lebih efektif
dan memberikan dampak positif dibandingkan dengan membawanya kedalam
hukum pidana. Gagasan ini mengutip sebuah pernyataan dari mantan Mahkamah
12
Nurhayati, “ Memahami onsep syari’ah, fikih, hukum dan ushul fikih”, Jurnal hukum ekonomi
syari’ah vo.2 no.2 (2018) hlm. 128
Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, yg memberikan usulan terkait sanksi
pelanggar UU ITE, sebaiknya cukup dengan memanfaatkan teknologi saja, seperti
pemblokiran, penutupan akun, atau bahkan blacklist yang akan berdampak positif
pada iklim demokrasi.13 Namun, tidak menutup kemungkinan akan adanya tindak
pidana bagi pelaku hate speech dalam game online. Pemilik akun akan diberikan
ancaman pidana bila pelanggaran yang dilakukan telah melebihi batas wajar
hingga dapat merusak mental individu lain.
Tahapan dalam pemberian sanksi bagi pelaku yang terdeteksi melakukan
hate speech tersebut, pertama akan diberikan peringatan melalui direct messenger
kepada akun yang bersangkutan dan dilakukan pemblokiran selama beberapa hari.
Apabila pelanggaran tersebut terulang kembali, maka akun tersebut akan di tutup
dan tidak bisa digunakan secara permanen. Namun, bila terdapat pelanggaran
yang melebihi batas wajar seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, maka
ancaman pidana akan di berikan kepada pemilik akun.
Dengan adanya polisi virtual syari’ah, diharapkan komunitas game online
di Indonesia dapat berkembang lebih maju secara sehat, tanpa adanya ujaran
kebencian dan perkataan tidak pantas dari para pemain. Sehingga hate speech
tidak lagi dianggap sebagai hal yang lumrah baik dalam game online ataupun
dalam kehidupan nyata.

Kesimpulan
Polisi virtual merupakan unit yang berada di bawah naungan POLRI
dalam melakukan pengawasan bermedia sosial warga Indonesia. Walaupun
terdapat beberapa pro dan kontra, tetapi polisi virtual merupakan salah satu cara
yang efektif dalam meminimalisir hate speech dan pelanggaran UU ITE di dunia
maya.
Polisi virtual syari’ah merupakan solusi dalam pengawasan hate speech
dalam game online. Jika polisi virtual lebih fokus dalam mengawasi penggunaan
meedia sosial seperti facebook, whatsapp, dan instagram, maka polisi virtual
syariah akan lebih fokus dalam pengawasan hate speech dalam game online.
sehingga komunitas game online di Indonesia bisa lebih maju tanpa ada latar
belakang buruk terutama dalam beromunikasi.

13
Zainul Mahsir Ramadhan, Ali Mansur, Antara, virtual police bawa ketakutan baru di masyarakat?,
Republika.co.id
Daftar pustaka
Eagle, Niea Rizka,“Dampak negatif game online bagi anak.” Arsip artikel, Fakultas
Psikologi, Universitas YARSI, Vol. 5 No. 14 (2019)
Finaka, Andrean W, Resi Prasasti “ Ujaran kebencian berefek pidana,” Indonesia baik,
2017, diakses 1 Desember 2022, https://indonesiabaik.id/infografis/ujaran-
kebencian-berefek-pidana
FS, Ganang Ramadhani “ Analisis dampak game online pada interaksi sosial anak di SD
Mintaragen 3 kota Tegal.” (Skripsi, Universitas Negeri Semarang,2020)
Hapsah, Siti, Aziz Muslim “perilaku agresi verbal dan perilaku agresi relational pada
remaja perempuan” Jurnal konseling komprehensif: kajian teori dan praktik
bimbingan dan konseling, vol. 8 no. 1 (2021)
Nurhayati “ Memahami onsep syari’ah, fikih, hukum dan ushul fikih”, Jurnal hukum
ekonomi syari’ah vo.2 no.2 (2018)
Putra, Rahardian Satya Mandala, Felicia Tanalina Ylma, Azzahra Nabila Nurrfirdaus “
pembentukan virtual police dari perspektif HAM di Indonesia” Jurnal hukum lex
generalis, vol.2 no.8 (agustus 2021)
Ramadhan, Zainul Mahsir, Ali Mansur, Antara “virtual police bawa ketakutan baru di
masyarakat?”, Republika.co.id, 25 Februari 2021,
https://m.republika.co.id/amp/qp32s4328
Retno, Rejik Anjali “Kekerasan simbolik dalam game online.” (skripsi, Institut Agama
Islam Negeri Purwokerto,2020)
“Tahapan peringatan polisi virtual”, CNN Indonesia, 27 Februari 2021,
https://youtu.be/xJOqokzQcSg
“Virtual police resmi beroperasi, medsos kini dipantau polisi”CNN Indonesia, 25 Februari
2021 diakses 10 Desember 2022,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210225072507-12-610602/virtual-
police-resmi-beroperasi-medsos-kini-dipantau-polisi/amp

Anda mungkin juga menyukai