Anda di halaman 1dari 75

RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU MENURUT

IRENEUS DARI LYON DALAM ADVERSUS HAERESES IV

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat


guna mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Filsafat
Jurusan Filsafat pada Fakultas Filsafat
Universitas Katolik Santo Thomas
Sumatera Utara

Disusun oleh:

ALFADES LUCIUS SITOHANG


NPM: 170510002

FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SINAKSAK - PEMATANGSIANTAR
2021
RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU MENURUT
IRENEUS DARI LYON DALAM ADVERSUS HAERESES IV

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat


guna mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Filsafat
Jurusan Filsafat pada Fakultas Filsafat
Universitas Katolik Santo Thomas
Sumatera Utara

Disusun oleh:

ALFADES LUCIUS SITOHANG


NPM: 170510002

FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SINAKSAK - PEMATANGSIANTAR
2021
FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SINAKSAK – PEMATANGSIANTAR

PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : ALFADES LUCIUS SITOHANG


NPM : 170510002
FAKULTAS : FILSAFAT
JURUSAN : FILSAFAT
PROGRAM STUDI : ILMU FILSAFAT
JUDUL : RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU
MENURUT IRENEUS DARI LYON DALAM ADVERSUS
HAERESES IV

Skripsi ini disetujui untuk diajukan dalam ujian guna mencapai gelar Sarjana Filsafat
Program Srata Satu (S-1).

Pematangsiantar, Juni 2021

Disetujui

Pembimbing Pendamping Pembimbing Utama

(Surip Stanislaus, Lic. S. Th.) (Sihol Situmorang, Lic. S. Th.)


FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SINAKSAK – PEMATANGSIANTAR

PENGESAHAN SKRIPSI

NAMA : ALFADES LUCIUS SITOHANG


NPM : 170510002
FAKULTAS : FILSAFAT
JURUSAN : FILSAFAT
PROGRAM STUDI : ILMU FILSAFAT
JUDUL : RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU
MENURUT IRENEUS DARI LYON DALAM ADVERSUS
HAERESES IV

Skripsi ini disetujui untuk diajukan dalam ujian guna mencapai gelar Sarjana Filsafat
Program Srata Satu (S-1).

Ujian Meja Hijau dilaksanakan di Pematangsiantar


Pada tanggal :
Lulus dengan nilai :

Panitia Ujian

Penguji I Penguji II

(Sihol Situmorang, Lic. S. Th.) (Surip Stanislaus, Lic. S. Th.)

Sekretaris Ketua

(Dr. Yustinus Slamet Antono) (Dr. Gonti Simanullang)


i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan, sebab karena berkat dan

penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis untuk

memenuhi syarat akademis dalam menyelesaikan program studi Stara Satu (S-1)

jurusan Filsafat, di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Santo Thomas. Lebih dari

sekedar tuntutan akademis, skripsi ini juga akhirnya menjadi bahan bacaan bagi siapa

saja yang berminat mendalami studi Bapa-bapa Gereja.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dan dukungan

dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Sihol Situmorang, Lic. S. Th., selaku pembimbing utama yang penuh cinta

kebapaan dan kesabaran mendampingi dan membimbing penulis selama proses

penulisan skripsi ini.

2. Surip Stanislaus, Lic. S. Th., selaku pembimbing pendamping yang berkenan

memeriksa dan menyumbangkan ide-ide yang berguna demi perbaikan skripsi

ini.

3. Ordo Kapusin Provinsi Medan yang telah mengizinkan penulis untuk

mengecap pendidikan di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Santo Thomas.

4. Para Dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Santo Thomas yang telah

berjasa mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada penulis.

5. Pengurus Perpustakaan di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Santo

Thomas dan di Biara Kapusin Alverna yang telah bersedia memberi waktu

untuk melayani penulis dalam peminjaman buku-buku.


ii

6. Para saudara muda kapusin di Biara St. Fransiskus Assisi Jalan Medan

dan di Biara Kapusin Alverna yang juga telah membantu penulis memeriksa

skripsi ini.

7. Segenap anggota keluarga penulis: Ayah, Ibu, adik tercinta dan Esa

Linita Br. Sitepu yang telah memberi dukungan lewat doa dan perhatian

kepada penulis.

Akhir kata, penulis juga terbuka terhadap segala saran dan kritik yang bermanfaat

untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang

yang membacanya.

Pematangsiantar, Juni 2021

Penulis

Alfades Lucius Sitohang


iii

ABSTRAK

Gereja pada zaman Ireneus berjuang mempertahankan imannya. Pada zaman ini,

Gereja harus menghadapi tuduhan-tuduhan dari pihak pemerintah Romawi. Selain hal

tersebut, adanya ancaman dari pihak gnostisisme, secara khusus Valentinian dan

Marcionisme, yang mencoba memisahkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Ireneus, uskup di Lyon, merupakan seorang Bapa Gereja yang paling sistematis dalam

merumuskan ajarannya melawan gnostisisme. Ireneus merumuskan pembelaannya

terhadap kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Adversus Haereses IV.

Ireneus mulai merumuskan pembelaannya dengan menekankan kehadiran

Abraham sebagai ikon renovasi. Peristiwa Abraham yang mempersembahkan Ishak

menunjukkan ketaatan total Abraham kepada Allah. Ireneus menunjukkan bahwa

persembahan Ishak dan sengsara Kristus merupakan satu jalan yang harus diikuti oleh

para nabi, para rasul dan seluruh gereja Kristen.

Ireneus memaparkan kesatuan teologis Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Pertama, menurut Ireneus, isi kedua perjanjian bersumber dari Allah yang sama dan

ditujukan kepada manusia dalam waktu yang berbeda. Kedua, kehadiran Kristus dalam

Perjanjian Baru merupakan pemenuhan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru adalah

kepenuhan Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama adalah akar Perjanjian Baru.

Keduanya memiliki kontinuitas dalam peristiwa keselamatan dan tidak boleh

dipisahkan.
iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini tidak memuat materi yang sudah diterima untuk gelar kesarjanaan

atau gelar lainnya di universitas atau institut manapun. Sejauh penulis mengetahui,

skripsi ini tidak memuat materi yang sudah pernah diterbitkan atau ditulis oleh orang

lain, kecuali di mana rujukan semestinya disebutkan secara eksplisit dalam naskah

skripsi ini.

Alfades Lucius Sitohang


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 3
1.Latar Belakang Pemilihan Tema ............................................................................... 3
2.Perumusan dan Pembatasan Tema............................................................................. 7
3.Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 8
4.Metode Penelitian dan Penulisan ............................................................................... 8
5.Sistematika Penulisan ................................................................................................ 8
BAB II RIWAYAT HIDUP DAN KARYA- KARYA IRENEUS SERTA
KONTEKS SOSIO-POLITIK DAN RELIGIUS PADA MASA ITU ...................... 12
1.Pengantar ................................................................................................................. 12
2.Riwayat Hidup Ireneus dari Lyon............................................................................ 13
3.Karya-karya ............................................................................................................. 14
3.1. Adversus Haereses........................................................................................ 14
3.3.1. Volume I: “Melawan Musuh (Gnostik)” ..................................................... 14
3.3.2. Volume II: “Perlawanan terhadap Kaum Valentinian dan Marcionisme” .. 14
3.3.3. Volume III: “Sebuah Kelahiran Baru: Allah dan Kristus adalah Satu” ...... 15
3.3.4. Volume IV: “ Satu Sejarah Keselamatan” ................................................... 15
3.3.5. Volume V: “Kebangkitan Badan” ............................................................... 16
3.2. Epideixis ....................................................................................................... 16
3.3. Fragmen-fragmen ......................................................................................... 17
4.Konteks Sosio-Politik dan Religius ......................................................................... 17
4.1. Konteks Sosio-Politik ................................................................................... 18
4.1.1. Markus Aurelius (161-180) ......................................................................... 18
4.1.2. Commodus (180-192) .................................................................................. 19
4.1.3. Septimus Severus (193-211)........................................................................ 20
4.2. Konteks Religius .......................................................................................... 20
4.2.1. Gnostisisme ................................................................................................. 21
4.2.1.1. Asal-Usul......................................................................................... 21
4.2.1.2. Ajaran .............................................................................................. 23
4.2.2. Marcionisme ................................................................................................ 28
4.2.2.1. Asal-Usul......................................................................................... 28
4.2.2.2. Ajaran .............................................................................................. 29
5.Rangkuman .............................................................................................................. 30
BAB III RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU
DALAM ADVERSUS HAERESES IV ................................................................... 32
1.Pengantar ................................................................................................................. 32
2.Seputar Adversus Haereses IV ................................................................................ 33
2.1. Bagian I: Allah yang Satu dan Sama ............................................................ 33
2.2. Bagian II: Perjanjian Lama sebagai Pengantar ke dalam Perjanjian Baru ... 35
2.3. Bagian III: Kebebasan Manusia ................................................................... 37
3.Relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ........................................................... 38
3.1. Pandangan Ireneus tentang Kitab Suci ......................................................... 38
3.1.1. Perjanjian Lama ........................................................................................... 38
3.1.2. Perjanjian Baru ............................................................................................ 39
3.2. Peran Abraham ............................................................................................. 42
3.2.1. Abraham sebagai Ikon Renovasi ................................................................. 42
3.2.2. Ketaatan Abraham ....................................................................................... 45
3.3. Kesatuan Teologis ........................................................................................ 46
3.3.1. Allah yang Satu dan Sama ........................................................................... 46
3.3.2. Yesus Kristus sebagai Pemenuhan Perjanjian Lama ................................... 48
4.Rangkuman .............................................................................................................. 50
BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 52
1.Pengantar ................................................................................................................. 52
2.Rangkuman Umum .................................................................................................. 53
3.Refleki...................................................................................................................... 55
3.1. Kanon Kitab Suci ......................................................................................... 56
3.2. Dei Verbum dan Katekismus Gereja Katolik ............................................... 58
3.3. Liturgi ........................................................................................................... 60
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Pemilihan Tema

Gereja Katolik menjadikan Kitab Suci sebagai sumber utama ajaran iman yang

berisi peneguhan iman, makanan jiwa, dan sumber hidup spiritual. Gereja meyakini

Kitab Suci sebagai buku yang suci dan ilahi karena di dalamnya terdapat sabda Allah.1

Kitab Suci terdiri dari dua bagian besar yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian

Baru. Istilah “perjanjian” muncul pada zaman Gereja Perdana, untuk menunjukkan

1
Kompendium Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan dari Catechismo della Chiesa Cattolica
oleh Harry Susanto (Yogyakarta: Kanisius, 2013), no. 20-21.
2

keterkaitan seluruh isi buku, yang memuat ikatan timbal balik dari kedua belah pihak,

yakni antara Allah dengan manusia.2

Perjanjian Lama mengacu pada Perjanjian Allah dengan bangsa Israel sebagai

umat pilihan-Nya. Allah berjanji akan melindungi dan memelihara, sementara dari

pihak bangsa Israel dituntut kesetiaan pada Allah.3 Penetapan kanon4 Perjanjian Lama

dimulai pada abad pertama dalam sejarah Gereja. Pada masa itu Kitab Suci hanya terdiri

dari buku-buku Perjanjian Lama, khususnya yang ada dalam Septuaginta5, yang disusun

di Aleksandria. Kanon Aleksandria ini mencakup kitab Protokanonika dan

Deuterokanonika, sedangkan kanon Palestina hanya memuat kitab Protokanonika.6

Perjanjian Baru memuat perjanjian Allah dengan seluruh umat manusia dalam

diri Yesus Kristus dan melukiskan pembaruan serta pengembangan janji Allah dengan

2
Berthold Anton Pareira, Alkitab dan Ketanahannya (Yogyakarta: Kanisius, 2013), hlm. 56.
3
Berthold Anton Pareira, Alkitab..., hlm. 58.
4
Istilah “kanon” berasal dari bahasa Yunani qane yang berarti batang gelagah atau tongkat
pengukur. Dalam arti kiasan kanon berarti pedoman atau norma. Kanon Kitab Suci berarti daftar resmi
kitab-kitab yang diakui sebagai Sabda Allah. [Lihat Petrus Danan Widharsana dan Victorius Rudy
Hartono, Pengajaran Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2017), hlm. 269.]

5
Pada zaman Perjanjian Baru, bahasa Yunani menjadi bahasa di seluruh kekaisaran Romawi.
Murid-murid Yesus yang tersebar di Palestina pun memakai bahasa Yunani. Maka lahirlah Kitab Suci
Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani dan penerjemahan Kitab Suci Perjanjian Lama ke bahasa Yunani
yang disebut Septuaginta, karena terjemahan itu dikerjakan 70 orang. Kata Yunani Septuaginta artinya 70
sehingga kitab itupun sering ditulis dengan huruf Romawi LXX. Penerjemahan bukan sekedar
menerjemahkan saja, tetapi juga ditambahkan beberapa buku yang sejauh diterima Gereja Katolik disebut
kitab-kitab Deuterokanonika. [Lihat A. Heuken, Ensiklopedia Gereja Vol. 7 (Jakarta: Cipta Loka Caraka,
2004), hlm. 37. ]

6
Deuterokanonika hanya diakui oleh Gereja Katolik, sebab Gereja Perdana telah memakai
Septuaginta dan Gereja meneruskan tradisi tersebut. Sedangkan Gereja Protestan sejak masa Reformasi,
menolak Deuterokanonika dan hanya menerima Protokanonika. [Lihat Berthold Anton Pareira, Alkitab...,
hlm. 58; bdk. Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat (Yogyakarta: Kanisius,
2015), hlm. 90.]
3

keseluruhan umat manusia. Dengan demikian, Perjanjian Baru menitikberatkan aspek

universal, yakni keselamatan bagi seluruh manusia.7

Penetapan kanon Perjanjian Baru dimulai pada pertengahan abad II. Daftar

yang cukup lengkap dan tertua mengenai Perjanjian Baru ditemukan dalam suatu

naskah yang disebut Fragmentum Muratorianum.8 Tokoh yang sudah berbicara

mengenai suatu kanon untuk Perjanjian Baru adalah Ireneus dari Lyon.9

Gereja Katolik menetapkan kanon Kitab Suci secara defenitif pada Konsili

Trente (tanggal 8 April 1546) melalui dekret “De Canonicis Scripturis”. Keputusan

definitif ini mencakup 73 kitab yang terdiri dari 46 Kitab Perjanjian Lama dan 27 Kitab

Perjanjian Baru.10

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah satu kesatuan. Keduanya disatukan

dalam Kristus, karena Ia merupakan penggenapan dari nubuat para nabi.11 Kedua

7
Berthold Anton Pareira, Alkitab..., hlm. 57.
8
Dinamakan Fragmentum Muratorianum karena ditemukan oleh L. A. Muratori di Perpustakaan
Ambrosius, Milano (Italia) dan diterbitkan pada tahun 1740. Naskah ini berupa suatu fragmen yang tidak
utuh. Mulai ditengah suatu kalimat mengenai Injil Markus dan terdiri dari 85 baris. Buku itu juga memuat
asal-usul apostolik dan catatan lain mengenai kepengarangan dan kanonisitas khususnya mengenai Injil
Yohanes. Yang tidak disebutkan ialah Surat Ibrani, Surat Yakobus dan Surat Petrus. Akan tetapi dua
Kitab Wahyu: satu dari Yohanes dan satu lagi Petrus. [Lihat Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika ...,
hlm. 96.]

9
Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika ..., hlm. 93.

10
Petrus Danan Widharsana dan Victorius Rudy Hartono, Pengajaran ..., hlm. 269.
11
Petrus Danan Widharsana dan Victorius Rudy Hartono, Pengajaran ..., hlm. 276.
4

Perjanjian itu memuat pewahyuan diri Allah dan Putera-Nya. Kesatuan rencana ilahi

dalam kedua Perjanjian itu dijelaskan oleh Gereja melalui tipologi12 (pra-bentuk). 13

Dalam permulaan Kekristenan, kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

tidak sepenuhnya diterima. Pada zaman Apostolik, lahirlah aliran heretik yang berusaha

memisahkan atau tidak menerima Perjanjian Lama. Salah satu di antaranya adalah

Gnostisisme. Gnostisisme merupakan sinkretisme dari unsur paganisme, kristianisme

dan yudaisme dengan gaya filsafat neoplatonis.14 Gnostisisme, khususnya Gnostisisme

Valentinian, menyatakan bahwa Allah Perjanjian Lama berbeda dari Allah Perjanjian

Baru. Allah dalam Perjanjian Lama disebut sebagai Demiurgos yaitu Allah yang lebih

rendah, dan Allah dalam Perjanjian Baru disebut sebagai pleroma yaitu Allah yang

benar. Dengan demikian, gnostisisme Valentinian tidak menerima kesatuan Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru karena konsep Allah yang berbeda tersebut. 15

12
Tipologi berarti adanya perkembangan rencana illahi ke arah pemenuhannya, sampai akhirnya
“Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Kor 15:28). Misalnya, Keluaran dari Mesir menjadi tipologi
wafat dan kebangkitan Kristus, kedua belas bapa bangsa Israel menggambarkan kedua belas rasul
sehongga umat Israel menjadi tipologi Gereja sebagai umat baru.[Lihat Katekismus Gereja Katolik 1992
(Catechismus Ecclesiae Catholicae 1992), Edisi Resmi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh KWI, no.
129-130.] Selanjutnya akan disingkat menjadi KGK.
13
KGK, no. 128-130.
14
I. Ramelli, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia of Ancient
Christiany (Illinois: IVP Academic, 2014), hlm. 2146.
15
Robert M. Grant, Irenaeus of Lyons (London and New York: Routledge Taylor & Francis
Group, 2009), hlm. 8.
5

Aliran heretik lain yang menyatakan bahwa Allah Perjanjian Lama dan Allah

Perjanjian Baru merupakan Allah yang berbeda adalah Marcionisme16. Marcionisme

melihat Allah Perjanjian Lama sebagai Allah yang jahat, karena sering menjatuhkan

hukuman kepada bangsa Israel. Sedangkan, Allah Perjanjian Baru bertindak sebagai

Allah yang baik dengan melakukan mukjizat, menyembuhkan orang sakit, dan mengusir

setan. Aliran Marcionisme sulit menerima bahwa Allah yang menghakimi dalam

Perjanjian Lama adalah Allah berbelaskasih yang diwartakan oleh Yesus pada

Perjanjian Baru.17

Pembelaan pertama dari Gereja terhadap aliran heretik tersebut dimulai oleh

Bapa-bapa Gereja. Menurut para Bapa Gereja, Perjanjian Lama merupakan pedagogi

ilahi, yang memakai pragambar dalam mempersiapkan manusia bagi suatu wahyu yang

baru (Perjanjian Baru). Hanya dengan persiapan itulah wahyu yang baru ini dapat

dimengerti. Perjanjian Baru dapat dimengerti hanya dengan memahami Perjanjian

Lama. Seluruh isi Perjanjian Lama diliputi hubungan rahasia dengan Perjanjian Baru.

Tokoh-tokoh dan peristiwa tertentu dalam Perjanjian Lama tidak hanya mempunyai arti

langsung bagi wahyu Perjanjian Lama, tetapi sebagai “tipe” dari Perjanjian Baru.

16
Marcionisme adalah salah satu aliran Gnostisisme yang didirikan oleh Marcion (160). Dia
adalah berasal dari Propinsi Pontus (di Asia Kecil) dan menganut pandangan Paulinisme ekstrem. Dia
memulai perjalanan sebagai pemimpin Gereja di Asia Kecil. Marcion mulai menafsirkan unsur dogmatis
dalam surat-surat Paulus. Namun, beberapa penatua melihat ajaran yang salah dalam tafsirannya.
Akibatnya, dia dibuang dari pimpinan dan komunitas orang Kristen. Dia meninggalkan komunitas kristen
di Asia Kecil dan berangkat ke Roma Ia membentuk umat tandingan dan menolak hukum dan Perjanjian
Lama. Sebab, keduanya dipandang bertentangan dengan Injil yang katanya hanya mewartakan cinta
kasih. [Lihat Hubert Jedin (ed.), History of the Church Vol. I (London: Burns and Oates, 1980), hlm.
190.] Keterangan lebih lanjut mengenai hal ini akan dibahas pada Bab II.
17
John Behr, Irenaeus of Lyons: Identifying Christianity ( United Kingdom: Oxford University
Press, 2013), hlm. 25.
6

Misalnya sosok Adam (dalam Kitab Kejadian) dan Hamba Allah yang bersengsara

(dalam Kitab Yesaya) dilihat sebagai tipe Yesus Sang Kristus. Keluaran dari Mesir

menjadi tipe wafat dan kebangkitan Kristus. Kedua belas bapa bangsa Israel

menggambarkan kedua belas rasul sehingga umat Israel sendiri menjadi tipe Gereja

sebagai umat baru. 18

Pembelaan lebih sistematis terhadap aliran heretik dirumuskan oleh Ireneus19

dalam karyanya yang berjudul Adversus Haereses. Bagi Ireneus, karya sejarah

keselamatan manusia yang berpusat pada Kristus berdasar pada Perjanjian Lama

(kegembiraan Abraham) dan menuju pada kedatangan Kristus kembali. Artinya, sejarah

karya keselamatan dimulai dari Perjanjian Lama dan digenapi dalam Perjanjian Baru,

yakni Yesus Kristus sendiri. Kesatuan itu diawali dengan pandangan Ireneus tentang

Perjanjian Lama. Ireneus menunjukkan bahwa bangsa Israel merupakan umat pilihan

pertama yang harus dipertahankan. 20

Penulis sudah pernah mendalami sekilas tentang relasi Perjanjian Lama dengan

Perjanjian Baru sebagaimana diuraikan Adversus Haereses oleh Ireneus. Penulis tertarik

untuk mendalaminya secara lebih komprehensif. Maka, penulis mengangkat relasi


18
Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika 1: Allah ..., hlm. 91.

19
Ireneus lahir di Asia Kecil, Smyrna antara tahun 140 dan 160. Dia menjadi murid dari Uskup
Polikarpus dari Smyrna. Dia meninggalkan Asia Kecil dan pergi ke Lyon. Pada waktu Kaisar Markus
Aurelius, memerintah, dia menjadi seorang imam di Lyon. Pada tahun 177, dia dikirim oleh martir-martir
di Lyon kepada Uskup Eleutherus di Roma untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kaum
montanis. Tak lama sesudah pergi ke Roma, dia dipilih menjadi uskup untuk menggantikan Plotinus yang
menjadi martir. Pada tahun 200, dia menjadi martir [Lihat A. Orbe, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di
Berardino (ed.) Encyclopedia of Ancient Christiany (Illinois: IVP Academic, 2014), hlm. 2350.]

20
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons and the Mosaic of Christ: Preaching Scripture in the Era of
Martyrdom (London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2017), hlm. 133.
7

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menurut Ireneus dalam karyanya yang berjudul

Adversus Haereses sebagai tema skripsi ini.

2. Perumusan dan Pembatasan Tema

Gereja mengimani bahwa karya Allah dalam Perjanjian Lama merupakan awal

keselamatan yang berpuncak dalam diri Kristus yang hidup, sengsara, wafat serta

bangkit dalam Perjanjian Baru. Dalam sejarah, Gereja dihadapkan pada tantangan heresi

yang mencoba memisahkan dan tidak menerima Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Setelah mempelajari ajaran sesat Gnostisisme, Ireneus menulis Adversus

Haereses yang terdiri atas lima volume. Dalam volume III dan IV, Ireneus menjelaskan

doktrin Gereja mengenai Allah yang satu dan sama. Dengan demikian, kesatuan antara

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi norma dasariah bagi ajaran Gereja.

Ireneus menjelaskan bahwa karya keselamatan manusia yang berpusat pada Kristus

merupakan suatu garis yang mulai dari Perjanjian Lama, yakni sejak kegembiraan

Abraham menuju kepada kedatangan Kristus. Artinya, sejarah karya keselamatan

dimulai dari Perjanjian Lama dan digenapi dalam Perjanjian Baru, yakni Yesus

Kristus.21

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis membatasi tema penulisan skripsi ini

untuk memusatkan bukti-bukti relasi Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru menurut

Ireneus yang tertuang dalam Adversus Haereses. Oleh karena itu, penulis memberi judul

21
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide to Irenaeus (Minnesota: Liturgical Press,
1997), hlm 67-99.
8

RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU MENURUT

IRENEUS DARI LYON DALAM ADVERSUS HAERESES IV.

3. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi tuntutan akademis, sebagai

syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) di Fakultas Filsafat, jurusan

Filsafat Keilahian, di Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara. Skripsi ini

juga bertujuan agar penulis semakin memahami dan mencintai Kitab Suci sebagai

sumber iman yang paling utama dan akurat. Dengan pemahaman yang baik akan relasi

Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru, penulis semakin dapat beriman akan Yesus

Kristus pada zaman sekarang.

4. Metode Penelitian dan Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan metode penelitian kepustakaan (library research).

Penulis mengumpulkan buku-buku, artikel dan jurnal sebagai sumber penulisan yang

berkaitan denga tema penulisan skripsi ini. Penulis memperdalam isi skripsi ini dengan

membaca dan mempelajari sumber-sumber lain. Penulis mengolah semua gagasan dari

literatur dengan metode analisis deskriptif-kritis.

5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab I, sebagai pendahuluan, mencakup latar

belakang pemilihan tema, perumusan dan pembatasan tema, tujuan penulisan, metode

penelitian dan penulisan, serta sistematika penulisan.


9

Dalam bab II, setelah pengantar, penulis akan membahas riwayat hidup dan

karya-karya Ireneus. Setelah itu penulis akan mendeskripsikan secara singkat isi dari

lima volume Adversus Haereses. Kemudian penulis akan memaparkan konteks sosio-

politik dan religius serta ajaran-ajaran heretik yang memisahkan Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru yakni Gnostisisme Valentinian dan Marcionisme.

Bab III merupakan inti dari pembahasan tema dalam skripsi ini. Bab III

diawali dengan pengantar. Kemudian, penulis akan memaparkan Adversus Haereses IV.

Pertama, penulis akan menunjukkan kesatuan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru,

yang diawali dengan pandangan Ireneus tentang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

dalam Adversus Haereses. Ireneus memulai pengajarannya tentang relasi Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru yang merupakan gerakan menuju kesempurnaan eskatologis

dalam kebangkitan Kristus. Karena bagi Ireneus, Injil tidak mengesampingkan

keberadaan para bapa bangsa dan nabi dalam Perjanjian Lama, melainkan

menunjukkan pembaruan gambaran para bapa bangsa dan para nabi. Perjanjian Baru

bukanlah perjanjian yang pada dasarnya berbeda dengan Perjanjian Lama. Perjanjian

Baru benar-benar pembaruan, atau mungkin lebih baik disebut, "renovasi" dari yang

lama. Bagi Ireneus, Abraham adalah ikon renovasi ini.

Selanjutnya, Ireneus menekankan hubungan yang erat antara Abraham dan

Allah. Peristiwa Abraham yang mempersembahkan Ishak menunjukkan ketaatan total

Abraham kepada Allah. Peristiwa ini mempunyai nilai kontinuitas dengan penderitaan

Yesus pada saat penyaliban Jadi, Ireneus menunjukkan bahwa persembahan Ishak dan
10

sengsara Kristus merupakan satu jalan yang harus diikuti oleh para nabi, para rasul dan

seluruh gereja Kristen.

Selanjutnya, Ireneus memaparkan kesatuan teologis Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru. Pertama, menurut Ireneus, isi kedua perjanjian bersumber dari Allah

yang sama dan ditujukan kepada manusia dalam waktu yang berbeda. Maka, Allah

menyesuaikan perkataan-Nya dengan kondisi pendengar-Nya. Sebab itu, isi perjanjian

harus ditafsirkan dengan memperhatikan kesatuan teologis kedua perjanjian. Kesatuan

teologis dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ini mutlak. Kedua perjanjian itu

benar-benar mengungkapkan Allah yang satu dan sama.

Kedua, kehadiran Kristus dalam Perjanjian Baru merupakan pemenuhan dari

Perjanjian Lama. Di sini Ireneus berbicara tentang Yesus sebagai orang yang secara

aktif dan dinamis "memenuhi" baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Bagi Ireneus,

"pemenuhan" ini secara jelas bersifat ontologis dan substantif karena dicapai dalam dan

melalui tubuh Kristus. Oleh karena itu, bagi Ireneus, Kristus tidak datang untuk

menghancurkan Hukum Taurat seperti yang diajarkan oleh Marcionisme, atau untuk

mengubah Hukum Taurat seperti yang diajarkan oleh kaum Valentinian. Sebaliknya,

Kristus datang untuk secara aktif menyempurnakan Hukum. Artinya esensi Hukum

Taurat tetap ada dan Yesus adalah sosok yang memenuhi Hukum Taurat. Akhirnya, Bab

III akan ditutup dengan rangkuman.


11

Bab IV merupakan penutup skripsi ini. Pada awal bab IV ini, penulis akan

merangkumkan secara keseluruhan skripsi ini. Kemudian, penulis akan menguraikan

refleksi atas pemikiran Ireneus terkait relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bagi

Gereja. Dalam bagian refleksi penulis akan memaparkan proses kanonisasi Kitab Suci,

kemudian pandangan Gereja akan kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan

ditutup dengan pemaparan akan makna Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

dalam liturgi.
BAB II

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA- KARYA IRENEUS SERTA KONTEKS


SOSIO-POLITIK DAN RELIGIUS PADA MASA ITU

1. Pengantar
Sesudah memaparkan hal-hal seputar penulisan skripsi, penulis menguraikan

riwayat hidup dan karya-karya Ireneus, serta situasi religius dan politik pada masa itu.

Tujuannya ialah untuk lebih memahami karya-karya Ireneus, khususnya Adversus

Haereses dalam kaitannya dengan kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
13

2. Riwayat Hidup Ireneus dari Lyon

Ireneus, murid Polikarpus22, lahir di Asia Kecil, Smyrna antara tahun 140 dan

160. Setelah ditahbiskan menjadi imam, Ireneus meninggalkan Asia Kecil dan pergi ke

Lyon. Kemudian, pada masa penganiayaan oleh Kaisar Markus Aurelius23, Ireneus

pergi ke Roma untuk menyampaikan suatu pesan penting kepada paus terkait keadaan

Gereja yang sedang terjadi di Perancis.24

Ketika sedang berada di Roma, Ireneus terpilih menjadi uskup di Lyon untuk

menggantikan Plotinus25 yang telah menjadi martir. Pada masa itu muncul suatu bidaah,

yaitu Gnostisisme. Setelah mempelajari ajaran sesat Gnostisisme, Ireneus menulis buku

Adversus Haereses untuk menentangnya. Ireneus meninggal sebagai martir sekitar

tahun 200.26

22
Polikarpus dari Smyrna merupakan orang pertama yang berpegang dan meneruskan tradisi
apostolik. Menurut Ireneus, Polikarpus memiliki hubungan langsung dengan beberapa rasul.
Pengenalan akan beberapa rasul itu membuat dia mengetahui tentang hidup dan ajaran Tuhan. [Lihat
Paul Parvis and Paul Foster, Ireneus: Life, Scripture and Legacy (Minneapolis: Fortress Press,
2012), hlm 14-15]
23
Kaisar Markus Aurelius merupakan seorang Kaisar Romawi yang lahir pada tahun 161. Dia
memiliki sifat yang keras dan tidak menunjukkan perhatian yang serius kepada kaum Kristen. Pada
masa pemerintahannya, banyak orang Kristen yang mengeluh dan akhirnya mereka dibunuh dengan
cara sadis. [Lihat Hubert Jedin (ed.), History of the ..., hlm. 159-160.]
24
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 2-7.
25
Plonitus merupakan seorang Uskup di Lyon. Dia menjadi salah satu korban penganiayaan
orang Kristen dari Kaisar Markus Aurelius yang meminta 48 martir. Uskup ini meninggal pada
umur 90 tahun setelah diperlakukan dengan buruk di penjara. [Lihat Benediktus XVI, Bapa-bapa
Gereja …, hlm. 34.]
26
Antonio Orbe, “Irenaeus” dalam Angelo Di Bernardino (ed), Encyclopedia of the Early
Church (Cambridge: Jame Clarke and Co., 1992), hlm. 413-416; bdk. Denis Minns, Irenaeus: An
Introduction (T&T Clark International: New York, 2010), hlm. 16-18.
14

3. Karya-karya
Karya-karya tulisan Ireneus meliputi 3 (tiga) bagian besar. Di bawah ini

dipaparkan inti dari karya-karya tersebut.

3.1. Adversus Haereses


Adversus Haereses terdiri dari 5 volume. Isinya merupakan penelanjangan dan

penolakan terhadap Gnostisisme. Di dalam karya ini, Ireneus mengidentifikasi dan

menjabarkan ajaran sesat Gnostisisme serta membandingkan kepercayaan (para

penganut Gnostisisme) dengan ajaran Kristen. Penulisan Adversus Haereses bertujuan

untuk mengawasi para penganut Gnostisisme dan menjaga jemaat di wilayah keuskupan

yang di pimpin oleh Ireneus pada masa itu.27

3.3.1. Volume I: “Melawan Musuh (Gnostik)”


Adversus Haereses volume pertama berisi sudut pandang Ireneus dalam

menghadapi kaum Gnostik. Menurut Ireneus, konflik antara para penganut Gnostisisme

dan Gereja terjadi karena kesalahan dalam menafsirkan Kitab Suci. Menurut Ireneus,

Kitab Suci harus dijadikan sebagai sumber utama dalam interpretasi iman dan

diungkapkan secara kritis. Artinya, Kitab Suci diinterpretasikan dengan memperhatikan

kaidah-kaidah yang berasal dari Gereja dan disampaikan dengan efektif.28

3.3.2. Volume II: “Perlawanan terhadap Kaum Valentinian dan Marcionisme”


Volume kedua menyajikan ajaran kaum Valentinian dan Marcionisme yang

hanya menerima setengah dari kanon Kitab Suci. Menurut Ireneus, akar masalah yang

terdapat dalam kaum Gnostik terletak pada isi dan penyampaian iman yang salah
27
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons (Melbourne: Cambridge University Press, 2003), hlm 12-15.
28
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 45-79.
15

sehingga kaum Gnostik, secara khusus Gnostisisme Valentinian dan Marcionisme,

hanya menerima Perjanjian Baru dan menolak Perjanjian Lama. Ireneus menyajikan

kaidah penafsiran yang benar terhadap Kitab Suci dan menekankan bahwa hanya

komunitas Kristenlah yang dapat menafsirkan Kitab Suci secara sah.29

3.3.3. Volume III: “Sebuah Kelahiran Baru: Allah dan Kristus adalah Satu”

Dalam volume III, Ireneus berbicara tentang kesatuan Allah dan Kristus.

Ireneus memulai tulisannya dengan memperkenalkan Gereja; Gereja sebagai tempat

kebenaran (AH III pasal 1-5) dan Gereja sebagai Roh (AH III pasal 25). Gereja yang

hadir di tengah dunia merupakan Roh yang memiliki keadilan tak terbatas untuk

memberkati yang saleh serta memberikan keselamatan bagi dunia. Dalam pasal 5,

Ireneus menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) kriteria bagaimana tulisan dalam Kitab

Suci menunjukan kesatuan Allah dan Kristus, yakni kesaksian dari para penulis awal,

kesaksian dari pewarta Injil dan kesaksian dari para rasul.30

3.3.4. Volume IV: “ Satu Sejarah Keselamatan”


Dalam Volume IV, Ireneus menekankan kesatuan Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru. Ireneus mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah bersama dengan

Firman dan Roh yang bertindak secara berkelanjutan dalam sejarah keselamatan umat

manusia. Hanya ada satu sejarah keselamatan, dan sejarah keselamatan itu diawali dari

Perjanjian Lama sampai pada Perjanjian Baru.31

29
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 80-92.
30
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 93-108.

31
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 109-122.
16

3.3.5. Volume V: “Kebangkitan Badan”


Volume V mengangkat tema kebangkitan badan sebagai topik utama. Untuk

menjelaskan kebangkitan badan, Ireneus menggunakan surat-surat Paulus dan peristiwa

tentang akhir zaman dalam Kitab Daniel dan Kitab Wahyu. Menurut Ireneus, terdapat

dua konsep kebangkitan, yakni kebangkita bagi orang benar dan kebangkitan bagi orang

yang menerima hukuman. Kebangkitan yang dialami orang yang benar, akan menerima

urutan pertama dalam perjumpaannya dengan Allah. 32

3.2. Epideixis

Epideixis berisikan instruksi bagi orang-orang yang baru menganut

Kekristenan dan pembelaan terhadap Gereja dari tuduhan-tuduhan yang beredar tanpa

alasan. Sebagai karya yang memuat pembelaan-pembelaan, buku ini dikategorikan

sebagai salah satu karya apologetik Ireneus. Teks yang ada sekarang merupakan

terjemahan dari bahasa Armenia pada tahun 1904 dan diterbitkan pertama kali pada

tahun 1907.33

32
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 123-141.
33
Johannes Quasten, Patrology Vol. I …, hlm. 288-289; bdk. Johannes Quasten, Patrology
Vol. I …, hlm. 292-293.
17

3.3. Fragmen-fragmen

Selain kedua karya besar ini, ada juga fragmen-fragmen kecil yang ditulis oleh

Ireneus. Beberapa fragmen tersebut yakni surat yang ditujukan kepada Florinus dan

surat yang ditujukan kepada Paus Viktor mengenai Paskah. 34

4. Konteks Sosio-Politik dan Religius

Pada masa Ireneus, banyak orang Kristen yang ditangkap, diadili, disiksa

bahkan dibunuh dengan pelbagai alasan. Pertama, orang Kristen dicap sebagai pelaku

praktik magis yang dilarang oleh negara. Kedua, mereka menolak memberikan

persembahan kepada dewa-dewi orang Romawi. Ketiga, mereka juga dituduh

melakukan tindakan amoral seperti pelacuran dan hubungan sedarah atau incest.35

Dari pihak lain, Gereja harus berjuang menghadapi ancaman yang berasal dari

pihak Gnostisisme. Untuk melawan ajaran sesat ini, pemimpin Gereja harus

menegaskan ajarannya yang ortodoks. Ajaran/dotrin yang berbeda dari ajaran ortodoks

dilihat sebagai bidaah atau ajaran yang membahayakan ortodoksi iman Gereja.36

34
Johannes Quasten, Patrology Vol. I (Notre Dame: Christian Classics, 1960), hlm. 293.

Sihol Situmorang dan Angelo Bonardo Purba, “Recapitulatio Simpul Kristologi Ireneus dari
35

Lyon dalam Adversus Haereses”, dalam Logos, Vol. 16. No. 2 (Pematangsiantar: Juni 2019), hlm.
28.
36
Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 220.
18

4.1. Konteks Sosio-Politik

Penangkapan, pengadilan, penganiayaan dan pembunuhan orang Kristen

semakin hebat karena dikeluarkannya Trajan’s Rescript oleh Kaisar Trayanus.

Dokumen ini berisi peraturan untuk menghukum orang Kristen. Di dalamnya dijelaskan

beberapa alasan yang menjadi pegangan bagi pemerintah Romawi untuk menghukum

orang Kristen. Pertama, agama Kristen dilarang menjadi sebuah agama di kekaisaran.

Kedua, nama Kristen telah cukup sebagai bukti alasan menghukum orang Kristen

sebagai pelaku revolusi dan tindakan kriminal. Ketiga, orang Kristen menolak

menjalankan hukum yang berlaku dalam kekaisaran Romawi.37 Dengan Trajan’s

Rescript, penganiayaan terhadap orang Kristen memiliki dasar hukum yang kuat. Pada

zaman itu, banyak orang Kristen yang wafat sebagai martir.38

4.1.1. Markus Aurelius (161-180)

Pada zaman Kaisar Markus Aurelius, banyak orang Kristen mengalami

penderitaan dan siksaan. Santo Yustinus Martir menyebut beberapa penganiayaan yang

terjadi pada pemerintahan Markus Aurelius, seperti pembakaran, penyiksaan dan

penderaan. Beberapa martir yang dibunuh pada masa ini adalah tiga uskup di Timur,

yaitu Publios, uskup di Athena, Sagaris, uskup dari Laodicea dan Thraseas, uskup di

37
Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 51.
38
Dom Charles Poulet, Church History Vol. I (London: Herder Book, 1959), hlm. 66-67.
19

Phrygia. Selain mereka, martir lain adalah Karpos, uskup di Thyria, dan seorang diakon

bernama Papylos serta Agathonike, seorang wanita Kristen.39

4.1.2. Commodus (180-192)

Setelah Kaisar Markus Aurelius meninggal, orang Kristen mempunyai harapan

baru untuk hidup bebas menjalankan agamanya di bawah pemerintahan Kaisar

Commodus, anak Kaisar Markus Aurelius. Harapan tersebut terlihat dan semakin nyata

ketika Commodus menjadikan Marcia40 sebagai istrinya. Pengaruh Marcia ini

berdampak positif bagi orang Kristen. Kaisar Commodus mentolerir kehadiran agama

Kristen.41

Keadaan damai ini tidak berlangsung lama. Semuanya berubah ketika para

senat menolak tindakan kaisar. Memang kaisar tetap berpegang teguh pada

pendiriannya, namun tidak demikian dengan gubernur setempat. Trajan’s Rescript tetap

menjadi pegangan gubernur untuk tetap menjatuhkan hukuman kepada orang Kristen.

Martir Scillitan42 adalah bukti sejarah bagaimana orang Kristen mengalami

penganiayaan karena menolak meninggalkan imannya pada masa pemerintahan kaisar

39
Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 159-160.
40
Marcia adalah istri dari Kaisar Commodus. Dia memiliki persahabatan yang akrab dengan seorang
imam Kristen yang bernama Hyacinth. Akibat kedekatan ini, sebuah sumber bahkan menyebutkan bahwa
Marcia telah dibaptis secara Kristen. Namun, beberapa sumber lain menyebutkan bahwa Marcia masih
seorang katekumen sebelum dia meninggal. [Lihat Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 163.]
41
Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 163.

42
Martir Scilitan adalah sebutan kepada enam orang Kristen yang dibunuh. Sebutan ini diberikan
karena mereka berasal dari Scili, Numidia. Nama-nama keenam orang tersebut adalah Speratus, Narzalus,
Citinus, Donata, Vestia dan Seconda. [Lihat Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi …, hlm. 51.]
20

ini. Selain para martir ini, Theofilus dari Antiokia juga meninggal dengan menjadi

martir di Siria.43

4.1.3. Septimus Severus (193-211)

Pada masa pemerintahan Kaisar Septimus Severus, banyak orang Kristen yang

dibunuh. Beberapa di antaranya adalah enam murid dari Origenes, Santa Perpetua dan

Felisitas serta gurunya Saturus dan Revocatus, Saturninus dan Secundulus. Selain

mereka ini, martir yang paling terkenal adalah martir dari Kartago dan juga Santo

Ireneus dari Lyon.44

4.2. Konteks Religius

Sekitar abad pertama, Kekristenan menjadi agama baru yang sedang populer.

Pada waktu itu, muncul kelompok-kelompok tradisi dan agama dengan latar belakang

yang berbeda seperti gnostisisme, marcionisme, montanisme, monarkianisme dan yang

lain. Mereka ingin memberikan andil dan pengaruh bagi perumusan iman Gereja, yang

mengakibatkan kaburnya ortodoksi iman karena banyaknya ajaran sesat yang

berkembang dalam komunitas Kristen. Ajaran sesat ini disebut bidaah terutama karena

pandangannya yang salah, misalnya hanya menekankan unsur-unsur tertentu dari Kitab

Suci (unilateral) dan bersikap negatif terhadap dunia material. Maka, untuk tetap

43
Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 163.
44
Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 218-219.
21

mempertahankan ortodoksi iman, Gereja harus menyeleksi ajaran tersebut agar sesuai

dan berada dalam kesatuan dengan ajaran iman Gereja.45

4.2.1. Gnostisisme

Gnostisisme merupakan sinkretisme46 dari unsur paganisme, kristianisme dan

yudaisme.47 Ajaran Gnostisisme mengubah keyakinan orang Kristen dengan

menggabungkan pemikiran dualistik, kosmologi spekulatif, mitologi, dan ide tentang

Kristus dalam bahasa misteri, dengan menggunakan filsafat Yunani.48

4.2.1.1. Asal-Usul

Pada awalnya, ajaran gnostisisme berkembang secara luas di Mesir di mana

terdapat kultus-kultus yang memuja dewa-dewi. Ajaran Gnostisisme dimulai oleh

Simon Magnus49. Setelah Simon Magnus meninggal, muridnya Menander, melanjutkan

karyanya. Ajaran Menander ini diteruskan oleh Saturnitus, pengikut setianya.

45
Denis Minns, Irenaeus: An Introduction ..., hlm. 14-19.
46
Sinkretisme yang dimaksud adalah mengawinkan antara pola pemikiran filsafat Barat dan
agama ketimuran [Lihat Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa (Yogyakarta: Kanisius,
2002), hlm. 51.]
47
C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran tentang Yesus Kristus pada
Umat Kristen (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 87-88.
48
Denis Minns, Irenaeus: An Introduction ..., hlm. 19.
49
Simon Magus adalah pendiri gnostik. Dia bukanlah seorang gnostik Kristen. Dia tidak melihat
bahwa Yesus sebagai manifestasi Allah. Secara umum, Simon Magus tidak memiliki ajaran tentang
Kristus. Yustinus Martir mengatakan bahwa Simon Magus melihat dirinya sebagai dewa pertama.
[Lihat Robert M. Grant, Jesus after the Second Century (London: SCM Press, 1990), hlm. 41.]
22

Gnostisisme baru berkembang pesat antara tahun 130 dan 180 Masehi. Pusat-pusat

gnostis pada masa itu terdapat di Alexandria, Anthiokhia dan Roma.50

Pada masa itu, ilmu pengetahuan berkembang terutama dikalangan kaum

Helenis, yakni orang-orang Yunani yang sangat mengagungkan ratio. Setiap orang

mengejar hikmat tertinggi, sebab akal sanubarinya kurang dipuaskan oleh agama biasa

yang mudah dipahami. Akhirnya, Gnostisisme terbentuk melalui setiap orang yang

sungguh-sungguh mengagungkan pengetahuan.51

Pengaruh Gnostik Kristen mulai terasa kuat di dalam Gereja pada abad kedua.

Di mana-mana terbentuk kelompok-kelompok orang Kristen yang merasa dirinya lebih

berhikmat dan rohani daripada jemaat biasa. Mereka menggabungkan ajaran Kristen

dengan ajaran Gnostisisme.52 Hal menjadi tantangan yang amat berat bagi Gereja yang

sedang berada dalam penganiayaan,. Di sisi lain, Gereja belum memiliki lembaga pusat

yang memberi bimbingan dan penerangan kepada umat Kristen.53

50
Eddy Kristiyanto, Selilit Sang Nabi Bisik-Bisik tentang Aliran Sesat (Yogyakarta: Kanisius,
2007), hlm. 38.
51
I. Ramelli, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm. 2145;
bdk. Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 11.
52
I. Ramelli, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm. 2146.
53
I. Ramelli, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm. 2147.
23

4.2.1.2. Ajaran

Kekuatan Gnostisisme terletak pada kemampuannya memberikan interpretasi

atau penjelasan kepada pengikutnya mengenai diri mereka sendiri, seperti upaya yang

dilakukan oleh Gereja melalui ajaran-ajarannya, misalnya ajaran tentang dogma dan

teologi pada masa itu. Akhirnya, Gnostisisme memandang Gereja sebagai saingan dan

berusaha mengalahkannya dari dalam. Mereka menyusup ke tengah jemaat dan

memecah belah dengan membentuk Gnostik di dalam tubuh Gereja.54

Ada banyak tokoh pendiri aliran-aliran Gnostisisme. Tokoh-tokoh tersebut

seperti Valentinus, Ptolemaeos, murid Valentinus, dan Basilide. Marcionisme yang

didirikan oleh Marcion kemudian membuat alirannya sendiri dengan memasukkan

banyak pikiran Gnostik ke dalam ajarannya.

Secara umum, semua aliran Gnostisisme tersebut mengajarkan bahwa Allah

adalah Bapa yang Mahatinggi, absolut, tidak dapat dikenal dan bertentangan dengan

dunia materi. Selain itu, dalam Allah terdapat kepenuhan (pleroma). Pleroma itu

mengalami proses emanasi55 yang menghasilkan eon-eon. Eon-eon tersebut kemudian

melahirkan eon-eon lain. Sophia, salah satu dari eon-eon itu, ingin mengenal Bapa.

Namun, keinginan itu membuatnya jatuh ke dalam dosa. Keadaan berdosa ini

54
I. Ramelli, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm. 2147.
55
Emanasi adalah realitas yang keluar dari sumber (Allah) seperti cahaya keluar dari matahari.
[Lihat Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia (ed.), Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius,
2000), hlm. 68.]
24

melahirkan Demiurg. Demiurg inilah yang disebut sebagai Allah Perjanjian Lama yang

menciptakan dunia material dan memasukkan manusia di dalamnya. Manusia itu

kemudian diberikan kepingan ilahi yakni roh dan cahaya. 56

Kepingan ilahi itu tidak sepenuhnya disadari oleh semua manusia. Kesadaran

itu hanya dimiliki oleh kaum pneumatici/gnostici atau kaum gnostik. Sadar bahwa

kaumnya mengalami alienasi di dunia ini, mereka memiliki misi untuk membangunkan

cahaya yang tidak disadari yang dimiliki oleh kaum psichici atau orang Kristen. Cara

yang harus ditempuh adalah purifikasi atau pemurnian yang diperoleh lewat

pembaptisan. Sedangkan illici atau kaum pagan, sebagai kaum yang hanya bersifat

material, tidak dapat diselamatkan dan mati dalam bentuk material karena menolak

Kristus, makhluk surgawi yang turun dari pleroma untuk menyadarkan dan

menyelamatkan umat manusia.57

Gnostisisme tidak mengakui konsep Yesus sebagai Allah dalam Perjanjian

Baru. Gereja secara tegas menolak ajaran gnostik ini karena membahayakan fundamen

iman kekristenan yang mengakui bahwa Allah Perjanjian Lama adalah Tuhan dan Bapa

Yesus Kristus yang menyelamatkan seluruh umat manusia melalui hidup, sengsara,

wafat dan kebangkitan-Nya.58

56
Robert M. Grant, Irenaeus ..., hlm. 8.
57
I. Ramelli, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm. 2148.
58
Denis Minns, Irenaeus: An Introduction ..., hlm. 18.
25

Secara khusus, Gnostik yang didirikan oleh Valentinus59 merupakan salah satu

gnostik kristen yang paling menonjol. Gnostisisme Valentinus mendapat perhatian

khusus dari Ireneus dalam Adversus Haereses terutama karena Gnostisisme ini

menggunakan surat-surat Paulus untuk mengajarkan ajaran sesat, meneguhkan ajaran

tentang Pleroma (AH I. 3-4), menolak dunia material (AH I. 3,5.), menggunakan teks-

teks yang ditulis Paulus dalam 1 Kor 2:6-3:3 untuk membenarkan ajaran tentang Sophia

(AH I. 8, 2-3.) dan mengemukakan konsep antropologi dalam tiga bentuk yakni illici,

psichici dan pneumatici (AH I. 3.8). Selain itu, Ireneus menentangnya karena aliran ini

tidak mempedulikan hukum dan ajaran Gereja.60

Dokumen yang ditemukan di Nag Hammadi, Mesir pada tahun 1945 menjadi

dokumen asli dari pengajaran Valentinian. Dalam dokumen ini dimuat bahwa pleroma

terdiri dari Ogdoade dan Dodecade. Gnosis ini meyakini bahwa Bythos adalah Bapa

yang tidak mungkin dikenal dan sumber segala yang ada. Bythos memilik istri yang

bernama Sige (silentium). Pasangan ini melahirkan eon-eon. Setelah eon-eon tersebut

lahir dan tumbuh, eon-eon tersebut akan memiliki pasangan dan melahirkan eon-eon

59
Valentinus berasal dari Mesir. Pada tahun 140, dia sampai Roma dan berada di sana selama
duapuluh tahun. Dalam perjalanan hidupnya, dia meninggalkan komunitas kekristenan dan
mendirikan sebuah sekolah yang dinamakan sekolah Valentinus. Dia pernah pergi ke Siprus, tetapi
kemudian kembali lagi ke kota Roma. Dia meninggal pada tahun 160. [Lihat Karen L. King,
“Valentinus”, dalam Everett Ferguson (ed.), Encyclopedia of the Early Church (New York: Garland
Publishing, 1990), hlm. 923.]
60
John Behr, Irenaeus of Lyon ..., hlm. 27.
26

yang lain. Kemudian, ketika eon melahirkan eon yang lain, relasi eon dari Bythos

semakin jauh.61

Menyadari jauhnya relasi tersebut, salah satu eon yang bernama Sophia ingin

mengenal Bapa asali. Rasa keingintahuan itu membuatnya jatuh ke dalam dosa.

Konsekuensinya adalah Sophia tidak melahirkan eon, melainkan melahirkan Acamoch

yang adalah Bapa dari Demiurg, pencipta bumi dan manusia.62

Sophia kemudian terpecah-pecah. Bagian yang terpecah itu kemudian

dimasukkan oleh Acamoch dan Demiurg ke dalam diri pneumatici atau kaum gnostik

dan psychikoi atau orang Kristen. Namun, unsur sophia yang dalam diri pneumatici

maupun psychikoi tidak sepenuhnya disadari. Unsur itu tertidur dan tidak sadar akan

kodratnya. Untuk membangkitkan unsur itu, Kristus harus turun dan memberikan gnosis

kepada manusia dan menyampaikan ajaran yang bersifat rahasia.63

Melalui kehadiran Kristus dalam diri Yesus, kedua kaum ini disadarkan bahwa

mereka hanya mengalami alienasi dari adanya yang sebenarnya. Keterasingan itu hanya

dapat diatasi dengan kematian. Dengan kata lain, kematian menjadi jalan untuk kembali

ke pleroma di mana jiwa dan raga akan dipisahkan. Raga akan mati bersama dunia

61
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 34.
62
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 35.
63
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 36; bdk. Robert M. Grant,
Irenaeus ..., hlm. 17.
27

material, dan jiwa akan kembali ke pleroma. Setelah kaum gnosis meninggal, maka

unsur-unsur Sophia akan menyatu kembali dan melahirkan eon lain.64

Menurut Valentinus, Kristus adalah salah satu dari roh-roh yang hidup dalam

dunia terang. Ia turun dari dunia atas untuk menembus percikan-percikan terang yang

telah menjadi roh orang-orang tertentu yang terkurung dalam tubuh. Kristus

mengajarkan kepada roh-roh itu tentang asal-usul mereka dan tentang jalan untuk

kembali ke dunia terang.65

Kristus sendiri tidak mempunyai tubuh manusia. Tubuh-Nya yang

dipercakapkan dalam Injil hanyalah semu, sehingga pura-pura saja Ia mati diatas kayu

salib. Kristus menebus manusia bukan dengan jalan kematian dan kebangkitan.

Keselamatan diperoleh dengan jalan mengingkari tubuh (askese) dan memiliki

pengetahuan rahasia tentang jalan ke dunia terang. Ptolemaeos, murid Valentinus,

menjadikan tradisi apostolik atau kata-kata Yesus sendiri sebagai pendukung

ajarannya.66

Gereja secara tegas menolak ajaran gnostik Valentinian ini. Gereja

menganggap bahwa ajaran gnostik Valentinian membahayakan fundamen iman

64
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 37.
65
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 39; bdk. Robert M. Grant,
Irenaeus ..., hlm. 19-23.

66
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 40; bdk. Robert M. Grant,
Irenaeus ..., hlm. 19-23.
28

kekristenan yang mengakui bahwa Allah Perjanjian Lama adalah Tuhan dan Bapa

Yesus Kristus yang menyelamatkan seluruh umat manusia melalui hidup, sengsara,

wafat dan kebangkitan-Nya.67

4.2.2. Marcionisme

Marcionisme didirikan oleh Marcion. Walaupun Marcionisme dipengaruhi oleh

ajaran Gnostisisme, namun ajaran ini tidak dikategorikan sebagai salah satu aliran

Gnostisisme. 68

4.2.2.1. Asal-Usul

Marcion hidup di Sinope, Pontus, Asia Kecil sekitar tahun 160. 69 Dia memulai

perjalanan sebagai pemimpin Gereja di Asia Kecil. Marcion mulai menafsirkan unsur

dogmatis dalam surat-surat Paulus. Namun, beberapa penatua melihat ajaran yang salah

dalam tafsirannya. Akibatnya, dia dibuang dari komunitas orang Kristen dan berangkat

ke Roma.70

Sesampainya di Roma, dia bergabung lagi dengan komunitas orang Kristen di

sana. Lewat sumbangan-sumbangan yang diberikannya kepada Gereja, dia diterima

67
Karen L. King, “Valentinus”, dalam Everett Ferguson (ed.), Encyclopedia ..., hlm. 923.
68
A. Di Berardino, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm.
2677.

69
A. Di Berardino, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia ..., hlm.
2676.
70
Hubert Jedin (ed.), History of the …, hlm. 190.
29

kembali oleh pemimpin Kristen di Roma. Penerimaan ini tidak cukup membuat

Marcion senang. Dia memilih bergaul dengan aliran gnostisisme lain di Roma.

Pergaulan ini membuat dirinya diusir untuk kedua kalinya dari komunitas umat beriman

kristiani pada tahun 144 karena dianggap mempengaruhi umat beriman lainnya.

Akhirnya dia mendirikan Gerejanya sendiri dan mendapat beberapa pengikut.71

4.2.2.2. Ajaran

Marcion ditolak karena mengajarkan bahwa Allah Perjanjian Lama dan Allah

Perjanjian Baru adalah Allah yang berbeda. Dia sulit menerima bahwa Allah yang

menghakimi dalam Perjanjian Lama sama dengan Allah yang berbelaskasih

sebagaimana yang diwartakan oleh Yesus pada Perjanjian Baru. Pemisahan Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru berpengaruh kuat terhadap ajarannya. Dia menolak kehadiran

Kristus untuk menghapus dosa manusia seperti yang dijanjikan pada Perjanjian Lama.

Kristus hanya tampaknya saja hadir dalam diri Yesus karena tidak mungkin Yang Ilahi

hadir dalam diri manusia yang penuh dosa.72

Ajaran Marcionisme tidak hanya menolak Perjanjian Lama, tetapi juga

menghilangkan beberapa kutipan dalam Perjanjian Baru. Salah satunya adalah bagian

dalam Injil Lukas. Marcion menghilangkan pasal 1 dan 2, karena dianggap terlalu

Yahudi, dan surat-surat Paulus (kecuali untuk tujuan yang bernada pastoral). Selain itu,

71
Hubert Jedin (ed.), History of the Church ..., hlm. 190; bdk. A. Di Berardino, “Irenaeus of
Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia of Ancient ..., hlm. 2677.

72
A. Di Berardino, “Irenaeus of Lyon”, dalam Angelo Di Berardino (ed.) Encyclopedia..., hlm.
2678; bdk. John Behr, Irenaeus of Lyon ..., hlm. 25-26.
30

Marcion juga menghapus Lukas 4: 1-3.16–30, Lukas 5:39 dan Lukas 8:19. Marcion

menganggap bahwa pasal dan ayat tersebut juga terlalu menunjukkan sifat “Yahudi”

dan bertentangan dengan ajaran Marcion.73

Inti teologi Marcion dapat dibagi dalam dua bagian besar. Pertama, terdapat

dua “Allah”, yakni Allah dalam Perjanjian Lama yang posisinya lebih rendah dari

Allah dalam Perjanjian Baru. Kedua, Yesus adalah produk atau ciptaan Allah Perjanjian

Baru. Allah ini bukan YHWH, melainkan “Allah yang tidak diketahui atau dikenal”

yang diperkenalkan oleh Paulus dalam ceramahnya di Athena.74

Ireneus menolak ajaran ini dan menekankan kesatuan Allah, Kristus dan

sejarah keselamatan. Menurut Ireneus, ajaran Marcion merupakan penyimpangan yang

paling mengejutkan karena menyangkal inspirasi Perjanjian Lama dan kesinambungan

Tuhan Pencipta dengan Kristus.

5. Rangkuman
Pada zaman Ireneus, Gereja berada dalam masa penganiayaan. Penganiayaan

terjadi karena keberadaan agama Kristen mengancam kultus yang mengakar kuat dalam

kekaisaran Romawi. Dengan keadaan seperti ini, orang Kristen harus diancam dan

diadili demi menghambat perkembangan Kekristenan.

Belum selesai dengan ancaman yang berasal dari luar komunitas beriman,

orang Kristen juga diterpa gelombang berbagai ajaran yang muncul dari dalam

73
Denis Minns, Irenaeus: An Introduction ..., hlm. 25.
74
Denis Minns, Irenaeus: An Introduction ..., hlm. 27.
31

komunitas. Para pemimpin setempat mulai mengajarkan iman kristen secara unilateral

dan tidak melandaskan pemikirannya berdasarkan pemikiran para rasul.

Salah satu ancaman terbesar dari dalam muncul dari pihak gnostisisme, seperti

Valentinus dan Marcionisme yang memisahkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Dalam menanggapi ajaran ini, pemimpin Kristen harus merumuskan ajarannya yang

ortodoks.

Kehadiran beberapa tokoh Gereja menjadi bagian penting untuk menjawab

problematika ini. Selain membela kekristenan terhadap serangan dari pihak luar, tokoh-

tokoh ini juga membela iman Gereja terhadap kaum bidaah yang menyusup masuk ke

dalam organisasi Gereja. Misalnya, Ireneus sebagai Uskup Lyon menuliskan Adversus

Haerreses sebagai pegangan tertulis bagi umat Kristen dalam membela iman Kristen.
BAB III

RELASI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU DALAM ADVERSUS


HAERESES IV

1. Pengantar

Dalam bab dua, penulis memaparkan kehidupan Ireneus, situasi sosio-politik

dan religius serta bidaah-bidaah, khususnya yang menolak kesatuan Perjanjian Lama

dan Perjanjian Baru pada masa itu. Pada bab ini, penulis membahas pandangan Ireneus

tentang relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagaimana dikemukakan dalam

Adversus Haereses Volume IV. Pertama-tama, akan dibahas isi Adversus Haereses
33

volume IV, kemudian pandangan Ireneus tentang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Selanjutnya, penulis memaparkan bukti relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

2. Seputar Adversus Haereses IV

Volume IV dari Adversus Haereses diberi judul Satu Sejarah Keselamatan

yang terbagi dalam 3 bagian. Pada bagian pertama, Ireneus memaparkan argumennya

tentang Allah yang Satu dan Sama. Bagian kedua memuat penjelasan tentang Perjanjian

Lama sebagai pengantar ke dalam Perjanjian Baru. Pada bagian ketiga, Ireneus

merefleksikan bahwa Allah menghendaki kebebasan manusia.75

Ireneus menegaskan bahwa hanya satu Allah, bersama dengan Firman dan Roh

yang bertindak terus menerus dalam sejarah untuk keselamatan umat manusia. Artinya,

hanya ada satu sejarah keselamatan yang dimulai dari Perjanjian Lama sampai

Perjanjian Baru.76

2.1. Bagian I: Allah yang Satu dan Sama

Bagian pertama memuat argumen Ireneus tentang Allah yang Satu dan

Sama (AH IV.1,1-IV.19,3). Ireneus menegaskan bahwa hanya ada satu Allah; tidak ada

Allah lain selain Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub, dan Allah Israel. Allah

tersebut adalah Allah pencipta. Dia adalah awal dan tidak ada Allah lain di atas-Nya.77

75
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 99.

76
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 97.

77
Ireneus membandingkan penciptaan Allah secara bebas dengan dewa Zeus yang diminta oleh
Achilles untuk membunuh orang Yunani dalam Karya Homer pada bagian Iliad 2:1-4. Menurut Ireneus,
34

Ireneus menulis,

Saya memohon kepada-Mu, Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub


dan Allah bangsa Israel. Engkau adalah Bapa dari Tuhan kami Yesus Kristus.
Engkau, yang dalam kerahiman-Mu, telah membuat kami bangga sejauh kami
mengetahuinya. Engkaulah yang menciptakan surga dan dunia serta mengatur
segalanya. Engkau adalah Tunggal dan Allah yang benar. Selain Engkau, tiada
Allah lain. Engkaulah yang telah memberikan kami Tuhan Yesus Kristus, yang
mencurahkan Roh Kudus kepada kami (AH III, 6. 4).78

Ireneus menggunakan berbagai argumen yang diambil dari ucapan Kristus

untuk mempertahankan kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Misalnya,

perkataan Yesus dalam Yoh 5:46-47, "Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu

kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau

kamu tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan

apa yang Kukatakan?" (AH IV.1,1-2,4).79

Ireneus menyimpulkan pemikirannya dengan menegaskan,

Karena hanya ada Allah yang satu dan sama, yang mencipta langit dan
bumi; yang menjadikan makhluk-makhluk, sehingga menjadi berkembang dan
berbuah, dan menciptakan persahabatan yang penuh kasih antara setiap makhluk
dengan manusia (AH IV.5)80

Menurut Ireneus, Allah menawarkan dua perjanjian untuk memungkinkan

pematangan umat manusia secara bertahap menuju keselamatan. Kemudian, Kristus

datang untuk menggenapi Hukum Perjanjian Lama. Hukum yang diberikan oleh Allah

penciptaan Allah itu didasarkan pada kehendak-Nya bukan diatur oleh manusia seperti yang dilaksanakan
oleh dewa Zeus. [Lihat Robert M. Grant, Jesus after the …, hlm. 97.]
78
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm. 69.
79
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 100.
80
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 109.
35

dalam Perjanjian Lama berfungsi untuk mendidik umat manusia dalam pertumbuhannya

menuju kebebasan. 81

Ireneus juga menegaskan bahwa dalam diri Allah terdapat segala sesuatu yang

baik dan Ia bertindak sebagai Allah yang baik (AH III,25.2). Menurutnya, Allah

Perjanjian Lama dan Allah Perjanjian Baru adalah Allah yang satu. Hal ini sekaligus

menjadi pembelaan Ireneus atas serangan Marcion yang menuduh Allah Perjanjian

Lama bukanlah Allah yang baik dan berbeda dengan Allah yang baik seperti dilukiskan

oleh Kitab Suci Perjanjian Baru.82

2.2. Bagian II: Perjanjian Lama sebagai Pengantar ke dalam Perjanjian Baru

Bagian kedua berisi penjelasan Perjanjian Lama sebagai pengantar ke dalam

Perjanjian Baru (AH IV.20,1-IV.35). Menurut Ireneus, Perjanjian Lama tidak pernah

dibatalkan dan Perjanjian Baru bukan semata-mata tambahan yang tidak ada kaitannya

dengan Perjanjian Lama, atau semata-mata revisi yang membatalkan semua Perjanjian

Lama. Sebaliknya, apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama adalah prabentuk/ tipologi

dari apa yang kemudian digenapi oleh Kristus dalam Perjanjian Baru.83

81
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 112.
82
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons …, hlm. 28-30; bdk. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi
…, hlm. 100.
83
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 117.
36

Dalam arti inilah, menurut Ireneus, Kristus mengatakan bahwa “Satu iota atau

satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Mat

5:18). Penggenapan dari apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama tersebut tidak harus

sama persis dengan pernyataan dalam Perjanjian Lama, sebab penggenapan tersebut

mengacu kepada tema sentralnya, yaitu Yesus Kristus, karya-Nya, ajaran-Nya, wafat

dan kebangkitan-Nya.84

Dengan prinsip ini, maka hukum moral yang diajarkan oleh hukum Taurat,

yakni Sepuluh Perintah Allah, tetap berlaku, sebab hukum tersebut merupakan

prabentuk/tipologi hukum cinta kasih yang diajarkan Kristus dalam Perjanjian Baru.

Sedangkan hukum Taurat yang mencakup perintah-perintah, terutama ketentuan

seremonial dan hukuman atau sanksi yang ditetapkan oleh para rabi Yahudi, tidak lagi

berlaku, sebab keberadaan hukum-hukum seremonial dan sanksi bertujuan untuk

mempersiapkan bangsa Yahudi menerima Kristus Sang Mesias. Maka, setelah Kristus

datang, hukum-hukum seremonial dan sanksi tidak lagi berlaku karena kedatangan

Kristus telah menjadikan seluruh bangsa menjadi satu di dalam diri-Nya. 85

Ireneus menulis,

Dalam Injil Matius, Yesuslah yang "memenuhi" nubuat Perjanjian


Lama. Kata "memenuhi" dalam Injil Matius memiliki karakter Kristologis yang
unik, yakni inkarnasi Yesus Kristus. Inkarnasi Yesus Kristus adalah jawaban
Allah Bapa untuk menebus dosa seluruh manusia. Ketika Dia berinkarnasi
menjadi manusia, Kristus menjadi pribadi yang melaksanakan penebusan dan

84
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm 119.
85
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm. 123.
37

memulihkan persahabatan yang asali antara manusia dengan Bapa, sehingga apa
yang telah hilang dari Adam pertama dapat dipulihkan lagi oleh Yesus Kristus
(AH IV,24,2.1)86

Ireneus menyimpulkan bahwa karya keselamatan Allah dalam Perjanjian Lama

akan digenapi dalam diri Kristus. Perjanjian Lama tidak mengajarkan bahwa ada

keselamatan di luar Kristus melainkan keselamatan sebagai suatu kepercayaan akan

penggenapan janji Allah dalam diri Yesus Kristus.87

2.3. Bagian III: Kebebasan Manusia

Pada bagian ketiga, Ireneus merefleksikan bahwa Allah menghendaki

kebebasan manusia (AH IV.36-41). Ireneus menggambarkan Taurat dan Injil sebagai

suatu tahapan dalam kisah keselamatan yang berkesinambungan. Ia menunjukkan

bahwa manusia diciptakan Allah untuk menanggapi dan mengerti keinginan Tuhan.

Allah terkadang menggunakan perumpamaan agar manusia mudah memahami rencana

Allah bagi manusia. Perumpamaan-perumpamaan tersebut dapat ditafsirkan untuk

merujuk pada seluruh sejarah keselamatan, Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru.88

Perumpamaan dalam Injil membantu manusia untuk memahami dan

menanggapi undangan Allah. Tanggapan manusia menjadi pertimbangan Allah untuk

membebaskan manusia. Dalam pandangan Ireneus, manusia yang baik akan diberi

86
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons and the Mosaic of Christ (London and New York:
Routledge Taylor and Francis Group, 2017), hlm. 149.
87
Robert M. Grant, Irenaeus of..., hlm. 26.
88
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm. 129.
38

penghargaan dan yang jahat akan diberi hukuman. Dia mendukung bahwa para nabi

diutus untuk mengingatkan umat manusia tentang tugas mereka (manusia) (AH IV.37,1-

4).89

3. Relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

3.1. Pandangan Ireneus tentang Kitab Suci

Sebelum menjelaskan bukti relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam

Adversus Haereses, Ireneus pertama-tama memaparkan pemahamannya tentang Kitab

Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dengan demikian pandangan tentang relasi

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi jelas.

3.1.1. Perjanjian Lama

Pandangan Ireneus tentang Perjanjian Lama lebih difokuskan pada tema

keselamatan. Allah memilih secara khusus bangsa Israel untuk menyatakan berkat

keselamatan bagi semua bangsa. Keselamatan dalam Perjanjian Lama bersifat universal,

artinya tertuju bagi semua bangsa.90

Tujuan pewahyuan diri Allah dalam Kitab Suci, bukan untuk menjawab rasa

penasaran atau keingintahuan manusia akan siapakah Allah, melainkan sebagai cara

untuk menggenapi rencana Allah yang paling utama, yaitu keselamatan. Allah

89
Mary Ann Donovan, One Right Reading: A Guide ..., hlm. 132.
90
Robert M. Grant, Irenaeus of..., hlm. 21.
39

bermaksud memulihkan hakikat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Selanjutnya,

Allah akan memimpin mereka kepada pemahaman yang sempurna mengenai diri-Nya

dan persekutuan yang sempurna yang merupakan titik puncak keselamatan.91

Allah menuntut kepercayaan dan ketaatan terhadap apa yang dinyatakan oleh-

Nya. Demikianlah tuntutan Allah kepada umat-Nya sepanjang sejarah Alkitab, yaitu

ketaatan kepada Firman-Nya. Namun pada kenyataan-Nya, umat pilihan Allah gagal

mentaati perintah-Nya. Maka satu-satunya jalan adalah menyatakan keselamatan dalam

diri Mesias, Juruselamat yang sudah dijanjikan sejak zaman para nabi.92

Sosok Yesus memenuhi Perjanjian Lama dengan mewujudkan kepenuhan janji

keselamatan yang telah dinubuatkan para nabi dan memulai sebuah kehidupan baru bagi

manusia dengan kehadiran-Nya sebagai manusia. Janji keselamatan itu terpenuhi lewat

inkarnasi Yesus Kristus tanpa mengurangi Ketuhanan atau kemanusiaan-Nya. Misteri

ini adalah misteri keselamatan umat manusia.93

3.1.2. Perjanjian Baru

Pandangan Ireneus terhadap Perjanjian Baru berfokus kepada pribadi Yesus

yang melaksanakan karya keselamatan. Yesus Kristus mengangkat manusia yang

dikuasai maut menjadi anak Allah, serupa dengan Dia, Anak Tunggal Allah. Kehadiran

91
Robert M. Grant, Irenaeus of..., hlm. 23.
92
Robert M. Grant, Irenaeus of..., hlm. 25.
93
Jonathan S. Jones, Irenaeus and Principles …, hlm. 17-18.
40

Yesus Kristus melebihi keadaan awal manusia yang diciptakan secitra dengan Allah.

Melalui Yesus Kristus, umat manusia dipersatukan dengan Bapa untuk selamanya dan

menang atas setan yang menjatuhkan manusia pada Adam pertama.94

Inkarnasi Kristus yang menjadi pelaksana penebusan merupakan inisiatif

Allah. Dengan menjadi manusia, kemudian menderita, wafat serta bangkit, Kristus

menebus manusia dan mengajarkan kebenaran. Dengan kehadiran Yesus, manusia dapat

belajar mengenai Tuhan dan dapat mengenal kembali kebenaran yang berasal dari Allah

Bapa. Dengan kehadiran Kristus, manusia kembali kepada persahabatan asali dengan

Bapa dan dilepaskan dari musuh yang menyebabkan manusia mengalami kematian.

Semua ini dipulihkan oleh Yesus lewat kematian-Nya di kayu salib.95

Ketaatan Kristus kepada Allah, yang membuat-Nya wafat di kayu salib,

menjadikan manusia yang percaya kepada Yesus Kristus tidak lagi berada di bawah

kekuasaan setan, melainkan kekuasaan Tuhan (AH III,12.9). Dengan wafat dan

kebangkitan-Nya, Yesus menjadi kepala karena yang pertama bangkit dari kematian dan

orang yang percaya kepada Yesus dipersatukan dengan Diri-Nya. (AH III,19.3).96

94
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons …, hlm. 113.
95
A. Orbe “Irenaeus of Lyons”, dalam Angelo Di Bernardino (ed.), Encyclopedia of the …, hlm.
1302.
96
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons …, hlm. 121-122.
41

Yesus Kristus memberikan tubuh-Nya untuk manusia dan mencurahkan Roh

Kudus untuk jiwa manusia. Dia mempersatukan kembali manusia ke dalam persekutuan

dengan Allah di dalam tubuh-Nya (AH V,1.1). Kehadiran Yesus di dunia menjadi

kehadiran seorang manusia yang tidak mengandung dosa (AH IV,44.2) dan dengan

kebangkitan-Nya, manusia ditebus oleh Tuhan.97

Ireneus menulis,

Tuhan kita Yesus Kristus menjadi manusia di antara semua manusia


sehingga Dia dapat mempersatukan yang akhir ke awal, manusia kepada Allah.
Hal tersebut telah dinyatakan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Lewat
pewahyuan yang diterima oleh para nabi dari Sabda yang sama, Allah
menyatakan kedatangan-Nya dengan menerima tubuh manusia. Sabda yang
menerima tubuh manusia ini memadukan dan menyatukan (commixtio et
communio) Tuhan dan manusia dalam bentuk nyata seturut kehendak Allah.
Sejak awal, Allah telah mempersiapkan keadaan ini, yakni bahwa Tuhan akan
dapat dilihat, tinggal bersama dengan manusia dan hadir dalam kehidupan
manusia. Pada akhirnya, Sabda akan menyelamatkan manusia dari “tangan
semua lawan yang membenci kita” (Luk 1:71). Hal ini berasal dari kepenuhan
Roh dan membuat kita “melayani Dia dalam kekudusan dan kebenaran” (Luk
1:74-75) dan kita menerima Roh Kudus yang membuat kita masuk dalam
kemuliaan Bapa (AH IV, 20. 4).98

Berdasarkan pernyataan Ireneus ini, dapat disimpulkan bahwa kehadiran Yesus

dalam Perjanjian Baru sudah dipersiapkan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama.

Dengan kata lain, Perjanjian Baru adalah kepenuhan Perjanjian Lama, dan Perjanjian

97
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons …, hlm. 122-123.
98
Robert M. Grant, Irenaeus of..., hlm. 103.
42

Lama adalah akar Perjanjian Baru. Keduanya memiliki kontinuitas dalam berbagai

peristiwa keselamatan, sehingga tidak boleh dipisahkan.99

3.2. Peran Abraham

Setelah menjelaskan pemahamannya tentang Kitab Suci Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru, Ireneus pertama-tama memaparkan peran Abraham sebagai ikon

renovasi dan teladan ketaatan. Ireneus memilih sosok Abraham sebagai contoh dalam

pengajarannya, karena kisah hidupnyalah yang mengawali sejarah keselamatan.

3.2.1. Abraham sebagai Ikon Renovasi

Menurut Ireneus, Abraham merupakan ikon renovasi dari Perjanjian Lama ke

Perjanjian Baru. Peran Abraham yang mengawali sejarah keselamatan, memberikan

gambaran untuk beriman secara total kepada Allah dan menunjukkan hubungan erat

antara manusia dengan Allah. Dengan menekankan karakter kenabian Abraham, Ireneus

berpendapat bahwa sejarah keselamatan sudah dimulai sejak ketaatan Abraham

mempersembahkan Ishak yang bertujuan untuk menyenangkan Allah. Demikian pula

para rasul dalam Perjanjian Baru harus merenovasi atau selalu memperbaharui

hubungan dengan Allah dengan cara menyenangkan-Nya.100

Di awal Adversus Haereses IV, Ireneus menyatakan bahwa kata-kata Allah

yang diterima oleh Abraham dan kata-kata Kristus sesuai satu sama lain. Kesesuaian ini

99
Robert M. Grant, Irenaeus of..., hlm. 29.
100
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 144-145.
43

tidak hanya mencakup kesamaan konteks intelektual atau ajaran filosofis; Abraham,

Musa, para nabi, dan Kristus sendiri berasal dari satu substansi yang sama (ex una

substantia101) (AH IV,2.4).102

Bagi Ireneus, kesatuan substansial ini berarti bahwa Putra Allah tidak hanya

berbicara dalam Perjanjian Baru, tetapi telah mengungkapkan Bapa sejak awal. Ireneus

sadar bahwa kesatuan substansial dari kedua perjanjian ini menyisakan persoalan. Jika

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru benar-benar berasal dari Allah yang sama, lalu

mengapa ditampilkan Allah yang membiarkan kehancuran Yerusalem dalam Perjanjian

Lama? Sebagai jawaban, Ireneus menyatakan bahwa "bentuk (figur)" dari dunia inilah
103
yang mati, bukan esensinya. Misalnya tentang kehancuran Yerusalem, Ireneus

berpendapat bahwa walaupun Yerusalem hancur, kehancuran itu tidak mengurangi

kekuasaan dan kemuliaan Allah karena kehancuran ini dijalankan atas pertimbangan

yang bijak104 dari Allah yang sama. (AH IV, 5).105

101
Penggunaan kata substantia merujuk pada Doktrin Penciptaan Ireneus. Allah yang mencipta
dari ketiadaan berarti bahwa “kehendak Allah adalah substansi dari segala sesuatu” (AH II,30,9). Dengan
demikian, Sang Pencipta bebas membentuk ciptaannya sesuai dengan keinginan-Nya. Menurut Ireneus,
kesatuan substansial ini ingin menunjukkan kehadiran Allah, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam
Perjanjian Baru. Kedua perjanjian sama-sama mengungkapakan Allah yang satu dan sama. (Lih. James G.
Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 135.)
102
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 141.
103
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 135.
104
Kehancuran Yerusalem bukanlah semata-mata hukuman dari Allah, melainkan sebagai proses
pemurnian yang akan menyadarkan Yerusalem bahwa YHWH adalah TUHAN. Atas pertimbangan itulah
Allah menjatuhkan hukuman bagi Yerusalem.[Lihat F. Cocchini, “Jerusalem” dalam Angelo Di
Bernardino (ed), Encyclopedia ..., hlm. 2405.]
105
Philip Schaff, The Apostolic Fathers with Justin Martyr and Irenaeus (Edinburg: Christian
Classics Ethereal Library, 2010), hlm. 775-777.
44

Ireneus melanjutkan,

Ketika orang Saduki tidak mengakui kebangkitan dan merendahkan


Allah, Yesus berkata “Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci dan
kuasa Allah” (Mat 22:29). Sejak awal, Yesus bersama dengan Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub, yang berbicara kepada Musa dari semak-semak
telah menunjukkan diri-Nya sebagai Allah dari nenek moyang (patrum Deum),
dan Allah dari orang yang hidup (viventium Deus) . . . Oleh karena itu, Allah
yang disembah oleh para nabi sebagai Allah yang hidup (Deus vivus) adalah
Allah dari orang yang hidup (vivorum Deus (AH IV,5.2).106

Dalam bagian ini, Ireneus ingin menyoroti kesatuan yang mendalam antara

Injil (Perjanjian Baru) dan kesaksian para nabi (Perjanjian Lama). Namun, dalam

kesatuan ini, Ireneus melihat adanya transisi dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru.

Allah yang dikenal para nabi sebagai Tuhan yang hidup (vivus Deus), mewujudkan

Dirinya dalam diri Yesus sebagai Tuhan dari orang yang hidup (vivorum Deus).107

Dalam AH IV,5,2 Ireneus menunjukkan kesinambungan Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru yaitu gerakan menuju kesempurnaan eskatologis dalam kebangkitan

Kristus. Maksudnya, Injil tidak mengesampingkan keberadaan para bapa bangsa dan

nabi dalam Perjanjian Lama, melainkan menunjukkan pembaruan gambaran para bapa

bangsa dan para nabi. Perjanjian baru bukanlah perjanjian yang pada dasarnya berbeda

dengan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru benar-benar merupakan pembaruan, atau

106
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 135.

107
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 136.
45

mungkin lebih baik disebut "renovasi" dari yang lama. Bagi Ireneus, Abraham adalah

ikon renovasi ini.108

3.2.2. Ketaatan Abraham

Ireneus menggambarkan ketaatan Abraham dengan istilah apostolik.

Layaknya para rasul, Abraham meninggalkan pekerjaan dan keluarga mereka dan

mengikuti Allah (AH IV,5.4). Abraham dan para rasul sama-sama memutuskan ikatan

keduniawian mereka dan memilih untuk mengikuti Allah. Bagi Ireneus, inilah yang

menjadi alasan bahwa para rasul berhubungan erat dengan Abraham (AH IV,5.4).109

Ireneus juga menunjukkan hubungan yang erat antara Abraham dan Yesus.

Peristiwa Abraham yang mempersembahkan Ishak menunjukkan ketaatan total

Abraham kepada Allah (Kej 22:1-19). Peristiwa ini mempunyai nilai kontinuitas110

dengan penderitaan Yesus pada saat penyaliban (Mat 27:32-44; Mrk 15:21-32; Luk

23:26.33-43; Yoh 19:17-24). Menurut Ireneus, penderitaan Putra Tunggal Allah, yakni

Yesus, sudah dimulai dengan kesabaran Abraham untuk menyerahkan Ishak. Ireneus

menunjukkan bahwa baik persembahan Ishak merupakan satu jalan yang harus diikuti

108
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 138.

109
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 136; bdk. Philip Schaff, The Apostolic ..., hlm.
779.
110
Kontinuitas yang dimaksud adalah penderitaan Yesus dalam Perjanjian Baru sudah dimulai
saat Abraham mempersembahkan Ishak. [Lihat Philip Schaff, The Apostolic ..., hlm. 779]
46

oleh para nabi, seperti halnya sengsara Kristus yang harus diikuti para rasul dan seluruh

gereja.111

3.3. Kesatuan Teologis

3.3.1. Allah yang Satu dan Sama

Ireneus melihat tokoh-tokoh112 dalam Perjanjian Baru mempunyai karakter

yang aktif. Misalnya karakter Yesus yang merevisi total pandangan tentang Israel. Bagi

Yesus, sejarah keselamatan Israel sebagai bangsa terpilih dalam Perjanjian Lama

berubah menjadi keselamatan seluruh manusia. Dalam pandangan Ireneus, Kerajaan

Allah yang diwartakan oleh Yesus membebaskan manusia secara integral, yaitu

pembebasan manusia yang utuh dan menyeluruh.113

Bagi Ireneus, isi kedua perjanjian bersumber dari Allah yang sama dan

ditujukan kepada manusia dalam waktu yang berbeda. Maka, Allah menyesuaikan

perkataan-Nya dengan kondisi pendengar-Nya. Sebab itu, isi perjanjian harus

ditafsirkan dengan memperhatikan kesatuan teologis kedua perjanjian. Kesatuan

teologis dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ini mutlak. Kedua perjanjian itu

benar-benar mengungkapkan Allah yang satu dan sama.114

111
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 136
112
Tokoh yang mempunyai karakter aktif yang lain adalah Yohanes Pembabtis yang
mempersiapkan jalan untuk Yesus. [James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 136.]
113
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 136.
114
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 139.
47

Sesudah menjelaskan kesatuan teologis Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,

Ireneus menyadari bahwa ia juga harus menjelaskan perbedaan kedua perjanjian

tersebut. Ireneus menjelaskan,

Dia (Yesus) berkata, “Di sini ada yang lebih besar dari pada bait suci”
(Mat 12:6). Allah yang satu dan sama, yang lebih besar dari bait suci, lebih besar
dari Salomo, dan lebih besar dari Yunus (Perjanjian Lama), menganugerahkan
karunia keselamatan kepada umat manusia, yaitu dengan kehadiran-Nya sendiri
dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati (Perjanjian Baru); tetapi Dia tidak
memberitakan Allah yang lain, karena Allah adalah satu dan sama (AH
IV,9,2).115

Dari penjelasan di atas, Ireneus menegaskan adanya perbedaan nyata di antara

kedua perjanjian tersebut. Allah memberikan anugerah yang lebih besar dalam

Perjanjian Baru daripada dalam Perjanjian Lama. Namun, terlepas dari perbedaan ini,

kedua perjanjian itu bersaksi tentang Allah yang merendahkan diri untuk

menyelamatkan umat manusia. Singkatnya, menurut Ireneus, baik Hukum maupun Injil

menunjukkan satu Allah.116

115
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 138.

116
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 139.
48

3.3.2. Yesus Kristus sebagai Pemenuhan Perjanjian Lama

Menurut Ireneus, Yesus tidak hanya mengajarkan Hukum Cinta Kasih, tetapi

secara aktif "memenuhi” (adempletio) Hukum Cinta Kasih itu. Ireneus menggunakan

bahasa pemenuhan117 untuk menekankan karakter aktifnya.118

Ireneus menulis,

Untuk alasan ini, Dia (Yesus) berkata, “Janganlah kamu menyangka


bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat dan para nabi; Aku datang
bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya (adimplere).
Karena, Aku berkata kepadamu: Selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titik tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat sebelum semuanya
terjadi ”(Mat 5:17-18). (AH IV,34,2).119

Di sini Ireneus berbicara tentang Yesus sebagai orang yang secara aktif dan

dinamis "memenuhi" baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Bagi Ireneus,

"pemenuhan" ini secara jelas bersifat ontologis dan substantif karena dicapai dalam dan

melalui tubuh Kristus. Perjanjian Baru perlu dibaca dalam cahaya Perjanjian Lama

karena Perjanjian Lama memiliki nilai wahyu tersendiri, atau seperti yang dikatakan St.

117
Pemenuhan yang dimaksud Ireneus adalah pemenuhan akan keselamatan yang digenapi oleh
Kristus dalam Perjanjian Baru. Pemenuhan tersebut mengacu pada tema sentralnya, yaitu Yesus Kristus,
karya-Nya, ajaran-Nya, wafat dan kebangkitan-Nya. (James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 143.)
118
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 143.

119
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 143.
49

Agustinus120, “Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan

Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru.”121

Ireneus menyimpulkan

“Karena Kristus kegenapan dari Hukum Taurat, sehingga kebenaran


diperoleh tiap-tiap orang yang percaya” (Rm 10:4). Namun, bagaimana Kristus
menjadi akhir dari hukum Taurat jika Ia juga bukan permulaannya? Sebab, Dia
yang dinubuatkan pada awalnya adalah sama dengan yang menyelamatkan kita
pada akhir zaman. Ia adalah sabda Allah yang dapat dilihat oleh semua orang.
Dengan demikian Dia menjadi Raja atas semuanya. Dengan menjadi Raja, Dia
akan menghakimi kita. Dia akan menghukum kita kalau kita jahat dan Dia akan
memberikan kita kemuliaan kalau kita baik (AH IV,12,4).122

Ireneus menolak gagasan bahwa Kristus datang dari luar Hukum Taurat untuk

mengubah atau menghancurkannya. Yesus justru memenuhi Perjanjian Lama dengan

mewujudkan kepenuhan janji keselamatan yang telah dinubuatkan para nabi dan

memulai sebuah kehidupan baru bagi manusia dengan kehadiran-Nya sebagai manusia.

Janji keselamatan itu terpenuhi lewat inkarnasi Yesus Kristus tanpa mengurangi

Ketuhanan atau kemanusiaan-Nya. Misteri ini adalah misteri keselamatan umat

120
Agustinus dari Hippo adalah salah satu Bapa Gereja terbesar dalam sejarah Gereja. Ia lahir
pada tahun 354 dan meninggal pada tahun 430. Dia menulis beberapa buku terkenal hingga saat ini.
Beberapa buku itu adalah Pengakuan-pengakuan (Confessiones), Kota Allah, dan De Trinitate [Lihat A.
Trape, “ Augustine of Hippo”, dalam Angelo Di Bernardo (ed.), Encyclopedia of Ancient …, hlm. 292.]
121
Kalimat “Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama
tersingkap dalam Perjanjian Baru” atau dalam Bahasa Latin Novum in Vetere latet, et in Novo Vetus patet,
merupakan prinsip yang terkenal dari St. Agustinus sehubungan dengan relasi Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. [Lihat A. Trape, “ Augustine of Hippo”, dalam Angelo Di Bernardo (ed.), Encyclopedia
of Ancient …, hlm. 293.]

122
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 143.
50

manusia.123 Namun, perlu dicatat bahwa, bagi Ireneus, perubahan yang melekat dalam

pemenuhan Kristus dan perluasan Hukum bukanlah perubahan dalam isi atau tujuan

Hukum.124

Oleh karena itu, bagi Ireneus, Kristus tidak datang untuk menghancurkan

Hukum Taurat seperti yang diajarkan oleh Marcionisme, atau untuk mengubah Hukum

Taurat seperti yang diajarkan oleh kaum Valentinian. Sebaliknya, Kristus datang untuk

secara aktif menyempurnakan Hukum. Artinya esensi Hukum Taurat tetap ada dan

Yesus adalah sosok yang memenuhi Hukum Taurat.125

4. Rangkuman

Dalam perlawanannya terhadap Marcionisme dan Gnostik Valentinian yang

menolak kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Ireneus memberikan

pengajaran yang bersumber dari para rasul. Dengan menggabungkan pemikiran filsafat

dan teologi, ia merumuskan ajarannya yang termuat dalam Adversus Haereses.

Ireneus memulai pengajarannya dengan relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian

Baru yang merupakan gerakan menuju kesempurnaan eskatologis dalam kebangkitan

Kristus. Bagi Ireneus, Injil tidak mengesampingkan keberadaan para bapa bangsa dan

nabi dalam Perjanjian Lama, melainkan menunjukkan pembaruan gambaran para bapa

123
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 145.

124
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 146.

125
James G. Bushur, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 147.
51

bangsa dan para nabi. Perjanjian Baru bukanlah perjanjian yang pada dasarnya berbeda

dengan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru benar-benar pembaruan, atau mungkin lebih

baik disebut, "renovasi" dari yang lama. Bagi Ireneus, Abraham adalah ikon renovasi

ini.

Selanjutnya, Ireneus menekankan hubungan yang erat antara Abraham dan

Allah. Peristiwa Abraham yang mempersembahkan Ishak menunjukkan ketaatan total

Abraham kepada Allah. Peristiwa ini mempunyai nilai kontinuitas dengan penderitaan

Yesus pada saat penyaliban. Ireneus menunjukkan bahwa persembahan Ishak dan

sengsara Kristus merupakan satu jalan yang harus diikuti oleh para nabi, para rasul dan

seluruh gereja Kristen.

Akhirnya, Ireneus mensyimpulkan bahwa kehadiran Yesus dalam Perjanjian

Baru merupakan kepenuhan dari Perjanjian lama. Kedatangan-Nya sudah dipersiapkan

oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Keduanya memiliki kontinuitas dalam berbagai

peristiwa keselamatan, sehingga tidak boleh dipisahkan.


BAB IV

PENUTUP

1. Pengantar

Pada bagian penutup, penulis akan membuat rangkuman umum. Selanjutnya

penulis akan menguraikan refleksi atas pemikiran Ireneus terkait relasi Perjanjian Lama

dan Perjanjian Baru bagi Gereja. Dalam bagian refleksi penulis akan memaparkan

proses kanonisasi Kitab Suci, kemudian pandangan Gereja akan kesatuan Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru dan ditutup dengan makna Kitab Suci Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru dalam liturgi.


53

2. Rangkuman Umum

Gereja pada zaman Ireneus mengalami pelbagai penganiayaan. Kaisar-kaisar

Romawi memberlakukan hukuman bagi penganut agama Kristen sebagaimana termuat

dalam reskrip yang disahkan oleh Trayanus. Alasan yang menyebabkan orang Kristen

dihukum antara lain, pertama, orang Kristen dicap sebagai pelaku praktik magis yang

dilarang oleh negara. Kedua, orang Kristen secara tegas menolak memberi persembahan

kepada dewa-dewi orang-orang Romawi. Ketiga, orang Kristen dianggap melakukan

tindakan amoral seperti pelacuran dan hubungan sedarah. Akibatnya, banyak orang

Kristen yang menjadi martir karena teguh mempertahankan imannya.

Belum selesai dengan ancaman yang berasal dari luar komunitas beriman,

orang Kristen juga diterpa gelombang berbagai ajaran sesat yang muncul dari dalam

komunitas. Salah satu ancaman terbesar dari dalam muncul dari penganut paham

gnostik, khususnya Valentinus dan Marcionisme yang memisahkan Perjanjian Lama

dan Perjanjian Baru.

Dalam menanggapi ajaran sesat ini, Ireneus sebagai Uskup Lyon menulis

Adversus Haereses sebagai pegangan bagi umat Kristen dalam membela iman Kristen.

Isinya merupakan penelanjangan dan penolakan terhadap Gnostisisme. Di dalam karya

ini, Ireneus mengidentifikasi dan menjabarkan ajaran sesat Gnostisisme serta

membandingkan kepercayaan (para penganut Gnostisisme) dengan ajaran Kristen.


54

Penulisan Adversus Haereses bertujuan untuk mengawasi para penganut Gnostisisme

dan menjaga jemaat di wilayah keuskupan yang dipimpin Ireneus.

Ireneus memaparkan bukti relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam

Adversus Haereses volume IV. AH IV dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama

memuat argumen Ireneus tentang Allah yang satu dan sama (AH IV.1,1-IV.19,3).

Bagian kedua berisikan penjelasan tentang Perjanjian Lama sebagai pengantar ke

dalam Perjanjian Baru (AH IV.20,1-IV.35). Pada bagian ketiga, Ireneus merefleksikan

ide tentang Allah yang menghendaki kebebasan bagi manusia (AH IV.36-41). Inti dari

AH IV adalah menegaskan bahwa hanya satu Allah, bersama dengan Firman dan Roh

yang bertindak terus menerus dalam sejarah untuk keselamatan umat manusia. Artinya,

hanya ada satu sejarah keselamatan yang dimulai dari Perjanjian Lama sampai

Perjanjian Baru.

Menurut Ireneus, relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan

gerakan menuju kesempurnaan eskatologis dalam kebangkitan Kristus. Gerakan itu

nampak dalam kehadiran para bapa bangsa dan nabi dalam Perjanjian Lama yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Injil. Dengan demikian, Perjanjian Baru

merupakan pembaruan, atau mungkin lebih baik disebut, "renovasi" dari yang lama.

Bagi Ireneus, Abraham adalah ikon renovasi ini.

Ketaatan Abraham saat mempersembahkan Ishak kepada Allah, mempunyai

nilai kontinuitas dengan penderitaan Yesus pada saat penyaliban. Dalam hal ini, Ireneus
55

menegaskan hubungan yang erat antara Abraham dan para rasul. Seperti halnya para

nabi meneladani ketaatan Abraham, demikianlah seharusnya para rasul dan seluruh

Gereja Kristen meneladani sengsara Kristus.

Bagi Ireneus, bukti relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tampak dalam

kesatuan teologis kedua perjanjian yakni kedua perjanjian ini berasal dari Allah yang

satu dan sama. Kemudian, kehadiran Kristus dalam Perjanjian Baru merupakan

pemenuhan Perjanjian Lama. Kristus tidak datang untuk menghancurkan Hukum Taurat

seperti yang diajarkan oleh Marcionisme atau mengubah Hukum Taurat seperti yang

diajarkan oleh kaum Valentinian. Sebaliknya, Kristus hadir sebagai sosok yang

memenuhi Hukum Taurat. Dengan alasan inilah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

tidak terpisahkan sebab kedua perjanjian memiliki nilai kontinuitas dalam peristiwa

keselamatan.

3. Refleki

Perjanjian Baru menyingkapkan misteri yang terselubung dalam Perjanjian

Lama. Umat beriman tidak bisa hanya membaca Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru

saja untuk menemukan janji keselamatan yang ditawarkan oleh Allah. Oleh karena itu

kanon yang digunakan oleh Gereja Katolik menyertakan Perjanjian Lama. Gereja

mengakui Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Hal ini dikukuhkan Gereja dalam Dokumen Dei Verbum dan Katekismus

Gereja Katolik. Dengan demikian, baik dalam Liturgi Sabda maupun dalam Liturgi
56

Ekaristi, Gereja menetapkan rancangan bacaan liturgi yang terdiri atas Perjanjian Lama

dan Perjanjian Baru.

3.1. Kanon Kitab Suci

Ireneus adalah orang yang dengan tegas berbicara mengenai kanon untuk Kitab

Suci. Proses penetapan kanon Kitab Suci semakin mendesak karena adanya ancaman

dari Marcionisme. Marcionisme menolak Perjanjian Lama secara keseluruhan dan

hanya menerima sebagian Perjanjian Baru. Keadaaan ini mendesak para bapa Gereja

termasuk Ireneus untuk menyelesaikan proses penetapan Kitab Suci sebelum

Marcionisme menyusun kanonnya sendiri.126

Penetapan kanon Perjanjian Lama dimulai pada abad pertama. Pada masa itu

Kitab Suci hanya terdiri dari buku-buku yang ada dalam Septuaginta, yang disusun di

Aleksandria. Kanon Aleksandria ini mencakup buku-buku Protokanonika dan

Deuterokanonika, sedangkan kanon Palestina hanya mencakup buku-buku

Protokanonika.127

Penetapan kanon Perjanjian Baru dimulai pada pertengahan abad II. Pada tahun

367, Santo Athanasius128, Uskup Aleksandria, menyebutkan bahwa Kanon Kitab Suci

126
Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika 1: Allah ..., hlm. 91.
127
Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika 1: Allah ..., hlm. 93.

128
Athanasius dari Aleksandria Athanasius lahir di Aleksandria, kurang lebih pada tahun 297 dan
meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Dia diakui sebagai seorang Bapa Gereja, teolog Kristen
terkemuka, salah satu dari delapan Doktor Gereja pertama dalam Gereja Katolik Roma. Semasa
hidupnya, dia mempertahankan iman Gereja dari ajaran Arianisme yang menentang Keallahan Kristus.
57

Perjanjian Baru meliputi ke-27 buku yang sejak itu dipandang secara eksklusif sebagai

kitab kanonik. Ia mengemukakan daftar kitab-kitab itu dalam surat Paskahnya

XXXIX.129

Ireneus juga menyebutkan bahwa kanon Perjanjian Baru terdiri atas keempat

kitab Injil yang merupakan empat pilar Gereja. Kemudian surat-surat St. Paulus, Kisah

Para Rasul, surat-surat Yohanes dan Kitab Wahyu, dan surat St. Petrus yang Pertama.130

Gereja Katolik akhirnya menetapkan kanon Kitab Suci secara defenitif pada

Konsili Trente (tanggal 8 April 1546) melalui dekret “De Canonicis Scripturis”. Dalam

konsili tersebut diputuskan bahwa Kitab Suci mencakup 73 kitab, yang terdiri dari 46

Kitab Perjanjian Lama dan 27 Kitab Perjanjian Baru.131

Gereja tidak pernah mengatakan bahwa Perjanjian Lama telah dibatalkan.

Demikian pula, Perjanjian Baru bukan semata-mata tambahan yang tidak ada kaitannya

dengan Perjanjian Lama, dan juga bukan semata-mata revisi yang membatalkan semua

Athanasius juga memberikan kontribusinya dalam pembuatan Kanon Perjanjian Baru. Selain itu,
beberapa karya tulisnya menjadi sumbangsih terbesar untuk gereja-gereja saat itu. [Lih. David M. Gwynn,
Athanasius of Alexandria: Bishop, Theologian, Ascetic, Father (New York: Oxford University Press,
2012), hlm. 1-19.]
129
David M. Gwynn, Athanasius of ..., hlm. 152.
130
Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika ..., hlm. 95.

131
Petrus Danan Widharsana dan Victorius Rudy Hartono, Pengajaran ..., hlm. 269.
58

Perjanjian Lama. Sebaliknya, apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama telah digenapi

oleh Kristus dalam Perjanjian Baru.132

3.2. Dei Verbum dan Katekismus Gereja Katolik

Menurut Ireneus, Perjanjian Lama telah dipenuhi oleh Yesus dalam Perjanjian

Baru. Yesus Kristus sebenarnya sudah dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian

Lama. Gereja mengakui kedua perjanjian sebagai satu kesatuan, sesuai dengan yang

diungkapkan Ireneus. Kesatuan itu ditegaskan Gereja dalam Dei Verbum dan

Katekismus Gereja Katolik.133

Konsili Vatikan II dalam Dei Verbum menegaskan makna Kitab Suci bagi

Gereja,

Kitab Ilahi seperti Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja,
yang terutama dalam Liturgi suci- tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari
meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat
beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan tradisi suci selalu telah dipandang dan
tetap dipandang sebagai norma imannya yang tertinggi. Sebab kitab-kitab itu
diilhami oleh Allah dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa
perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula
memperdengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi
semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama Kristiani sendiri harus
dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada
di surga penuh cintakasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara
dengan mereka. Sedemikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga

132
Petrus Danan Widharsana dan Victorius Rudy Hartono, Pengajaran ..., hlm. 276.
133
Kompendium Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh Harry Susanto (Yogyakarta:
Kanisius, 2013), no. 20-21.
59

bagi Gereja merupakan tumpuan serta keuatan, dan bagi putera-puteri Gereja
menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani.134

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan satu kesatuan karena

pewahyuan Allah mengenai Diri-Nya sendiri dan Putera-Nya adalah satu. Dengan

demikian kisah dalam Kitab Suci merupakan suatu kesatuan yang utuh. Perjanjian Lama

merupakan masa persiapan dan Perjanjian Baru merupakan masa pemenuhan.135

Konsili Vatikan II dalam Dei Verbum menekankan kesatuan Perjanjian Lama

dan Perjanjian Baru.

Allah, pengilham dan pengarang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun


Baru, dalam kebijaksanaan-Nya mengatur Kitab suci sedemikian rupa, sehingga
Perjanjian Baru tersembunyi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama
terbuka dalam Perjanjian Baru. Sebab meskipun Kristus mengadakan Perjanjian
yang Baru dalam darah-Nya (Luk 22:20; 1 Kor 11:25), namun Kitab-kitab
Perjanjian Lama seutuhnya ditampung dalam pewartaan Injil, dan dalam
Perjanjian Baru memperoleh dan memperlihatkan maknanya yang penuh (Mat
5:17; Luk 24:27 ; Rom16:25-26; 2 Kor 3:14-16) dan sebaliknya juga menyinari
dan menjelaskan Perjanjian Baru.136

Mengacu kepada Katekismus Gereja Katolik, Gereja menegaskan relasi

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Jadi, umat Kristen membaca Perjanjian Lama dalam terang Kristus


yang telah wafat dan bangkit. Pembacaan tipologis ini menyingkapkan kekayaan

134
Konsili Vatikan II, “Dekrit tentang Sabda Allah” (DV), dalam Dokumen Konsili Vatikan II,
diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2020), no. 21. Untuk
selanjutnya akan disingkat menjadi DV.
135
KGK., no. 128-130.
136
DV, no. 16.
60

Perjanjian Lama yang tidak terbatas. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa
Perjanjian Lama memiliki nilai wahyu tersendiri yang Tuhan kita sendiri telah
nyatakan tentangnya (Mrk 12:29-31). Selain itu Perjanjian Baru juga perlu
dibaca dalam cahaya Perjanjian Lama. Katekese perdana Kristen selalu
menggunakan Perjanjian Lama (1Kor 5:6-8;10:1-11). Sesuai dengan sebuah
semboyan lama Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan
Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru.137

3.3. Liturgi

Ireneus memandang liturgi sebagai penyelenggaraan keselamatan dan jalan

rahasia keselamatan Allah yang dihadirkan dalam Gereja. Menurutnya, liturgi memiliki

peran sentral karena melaksanakan dan menyatakan Gereja sebagai tanda persekutuan

antara Allah dan manusia melalui Kristus.138

Gereja tidak pernah merayakan liturgi tanpa Sabda Allah yang tertulis dalam

Kitab Suci, sebab dalam perayaan Liturgi Sabda, Allah memiliki peran penting yang

tidak boleh dihilangkan. Sabda Allah dalam liturgi memperlihatkan hakikat suatu

perayaan Liturgi, yaitu perayaan yang selalu bersumber pada Sabda Allah dan ditopang

oleh-Nya. Oleh karenanya, apabila suatu perayaan liturgi dirayakan tanpa Sabda Allah,

137
KGK, no. 129.

Elvin Hatmaja Hidayat, “Mengalami Sang Misteri melalui Liturgi Suci: Menggali Pesan Pastoral
138

Berdasarkan Telaah Historis-Teologis”, dalam Logos, Vol. 14. No. 1 (Pematangsiantar: Juni 2017), hlm.
46.
61

perayaan tersebut tidak menjadi suatu perayaan iman yang menghasilkan buah dan akan

kehilangan tanda sakramental dan makna sejatinya.139

Dalam perayaan Liturgi, Sabda Allah yang tertulis dalam Lectionarium140,

Evangeliarium141, ataupun Kitab Suci sangat dihormati. Penghormatan terhadap Sabda

Allah ditandai dengan menempatkan Lectionarium, Evangeliarium, ataupun Kitab Suci

secara benar-benar layak, anggun, dan indah. Oleh karena itu, Sabda Allah yang tertulis

dalam buku-buku tersebut harus digunakan sesuai dengan kaidah liturgis agar dapat

membantu umat beriman mengalami Allah yang diwartakan.142

Dalam Perjanjian Lama, Allah menjanjikan keselamatan bagi manusia. Janji

tersebut terwujud dalam sosok Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru. Dengan demikian,

Sabda Allah tidak hanya sebatas kata-kata atau ungkapan, melainkan sungguh-sungguh

dapat dialami sebagai kehadiran Kristus. Oleh karena itu, Gereja menetapkan bahwa

bacaan-bacaan yang bersumber dari Perjanjian Lama dan Injil dalam Perjanjian Baru,

Stephanus Augusta Yudhiantoro, “Evangeliarum dan Pemakluman Injil: Simbol dan Puncak
139

Kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda”, dalam Melintas, Vol. 34. No. 3 (Bandung: Maret 2018), hlm.
277.
140
Lectionarium adalah Buku Bacaan Misa yang berupa kumpulan bacaan-bacaan litugis untuk
Perayaan Ekaristi, termasuk Injil. [Lih. Stephanus Augusta Yudhiantoro, “Evangeliarum..., hlm. 278.]
141
Evangeliarium merupakan buku khusus yang berisi bacaan-bacaan dari Injil dan berfungsi
sebagai buku liturgis. Bacaan-bacaan itu sudah dipilih dan diedit untuk keperluan Liturgi Sabda, sesuai
dengan Tata Bacaan Misa. Buku Evangeliarium memuat perikop-perikop Injil yang diwartakan dalam
perayaan liturgi pada hari Minggu, Hari Raya, Pesta Tuhan dan Hari Khusus, serta dalam Perayaan dan
Misa misa Ritual, seperti Liturgi Inisiasi, Liturgi Tahbisan, Penerimaan Calon untuk Diakon dan Imamat,
Pelantikan Pelayan Liturgi, Liturgi Orang Sakit, Liturgi Perkawinan, Pemberkatan Abas dan Abdis,
Pengudusan Perawan dan Pengikraran Kaul, serta Pemberkatan Gereja, Altar, Piala dan Patena. [Lih.
Stephanus Augusta Yudhiantoro, “Evangeliarum..., hlm. 273.]
142
Stephanus Augusta Yudhiantoro, “Evangeliarum..., hlm. 274.
62

disatukan dalam bentuk yang utuh dan tidak dapat diganti oleh bacaan-bacaan lain.

Konsep inilah yang harus diterapkan para pengkotbah dalam homili.143

Sebagai bagian yang integral dalam dari liturgi Gereja, isi homili harus

menjelaskan Kitab Suci yang mengarahkan umat untuk melibatkan diri dalam perayaan

Ekaristi. Maka, pengkotbah harus memperhatikan isi Kitab Suci yang diwartakan

ataupun naskah lain yang dipakai dalam liturgi dan membimbing jemaat untuk

melibatkan diri dalam perayaan Ekaristi.144

Pengkotbah dalam menyampaikan homilinya, harus memberi perhatian khusus

pada isi dan kesatuan utuh Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kesatuan

utuh Kitab Suci itu tercakup dalam struktur Lectionarium. Dilihat dalam terang itu,

tugas pengkhotbah adalah membantu umat beriman untuk membaca Kitab Suci,

sehingga Kristus bisa menyingkapkan hati-Nya sendiri kepada mereka. Maka,

pengkhotbah diminta untuk mendekati bacaan-bacaan dari suatu perayaan tidak sebagai

suatu pilihan teks sembarangan, melainkan sebagai satu kesatuan antara Kitab Suci

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan Tradisi hidup seluruh Gereja.145

143
Emanuel Martasudjita, Liturgi ..., hlm. 226.

144
Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen-sakramen, Direttorio Omiletico
(Pedoman Homili) (Seri Dokumen Gerejawi no. 113), diterjemahkan oleh Andreas Suparman (Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2014), no. 16. Selanjutnya disingkat menjadi DO.

145
DO, no. 17.
63

DAFTAR PUSTAKA

Benediktus XVI. Bapa-bapa Gereja (judul asli: The Fathers). Diterjemahkan


oleh Waskito. Malang: Dioma, 2010.

Behr, John. Irenaeus of Lyons: Identifying Christianity. United Kingdom:


Oxford University Press, 2013.

Bushur, James G. Irenaeus of Lyons and the Mosaic of Christ. London:


Routledge, 2017.

Widharsana, Petrus Danan -Victorius Rudy Hartono (ed.). Pengajaran Iman


Katolik. Yogyakarta: Kanisius, 2017.

Dister, Nico Syukur. Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat. Yogyakarta:


Kanisius, 2015.

Donovan, Mary Ann. One Right Reading? A Guide to Irenaeus. Minnesota:


The Liturgical Press, 1997.

Foster, Paul – Parvis, Sarah (ed.). Irenaeus: Life, Scripture, Legacy.


Minneapolis: Fortress Press, 2012.

Grant, Robert M. Irenaeus of Lyons. London and New York: Routledge Taylor
& Francis Group, 2009.

---- . Jesus after the Second Century. London: SCM Press, 1990.

Groenen, C. Sejarah Dogma Kristologi. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Gwynn, David M. Athanasius of Alexandria: Bishop, Theologian, Ascetic,


Father. New York: Oxford University Press, 2012.

Heuken, A. Ensiklopedia Gereja Vol. 7. Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2004.


64

Hidayat, Elvin Hatmaja. “Mengalami Sang Misteri melalui Liturgi Suci:


Menggali Pesan Pastoral Berdasarkan Telaah Historis-Teologis”, dalam Logos, Vol. 14.
No. 1. Pematangsiantar: Januari 2017.

Jedin, Hubert (ed.). History of the Church Vol. I. London: Burns and Oates,
1980.

Jones, Jonathan S. Irenaeus and Principles of Transcendental Theology.


Tenesse: Jackson, 2013.

King, Karen L. “Valentinus”. Dalam Everett Ferguson (ed.). Encyclopedia of


the Early Church. New York: Garland Publishing, 1990.

Kristiyanto, Eddy. Gagasan yang menjadi Peristiwa. Yogyakarta: Kanisius,


2002.

----. Selilit Sang Nabi Bisik-Bisik tentang Aliran Sesat . Yogyakarta: Kanisius,
2007.

Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Diterjemahkan oleh Harry Susanto.


Yogyakarta: Kanisius, 2013.

Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen-sakramen, Direttorio


Omiletico (Pedoman Homili). Seri Dokumen Gerejawi no. 113. Diterjemahkan oleh
Andreas Suparman. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2014.

Martasudjita, Emanuel. Liturgi-Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi.


Yogyakarta: Kanisius, 2011.

O’Collins, Gerald - Farrugia, Edward G. Kamus Teologi. Yogyakarta:


Kanisius, 2000.

Orbe, A. “Irenaeus of Lyons”. Dalam Angelo Di Bernardino (ed.).


Encyclopedia of Ancient Christiany. Illinois: IVP Academic, 2014.

Osborn, Eric. Irenaeus of Lyons. Cambridge: Cambridge University Press,


2003.
65

Paus Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik Dei Verbum (Sabda Allah) (Seri
Dokumen Gerejawi No. 8). Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2020.

Pareira, Berthold Anton. Alkitab dan Ketanahannya Yogyakarta: Kanisius,


2013.

Poulet, Dom Charles. Church History Vol. I. London: Herder Book, 1956.

Quasten, Johannes. Patrology Vol. I. Notre Dame: Christian Classics, 1960.

Ramelli, I “Irenaeus of Lyon”. Dalam Angelo Di Bernardino (ed.).


Encyclopedia of Ancient Christiany. Illinois: IVP Academic, 2014.

Schaff, Philip. The Apostolic Fathers with Justin Martyr and Irenaeus.
Edinburg: Christian Classics Ethereal Library, 2010.

Situmorang, Sihol. Angelo Bonardo Purba (ed.) “Recapitulatio Simpul


Kristologi Ireneus dari Lyon dalam Adversus Haereses”, dalam Logos, Vol. 16. No. 2.
Pematangsiantar: Juni 2019.

Yudhiantoro, Stephanus Augusta “Evangeliarum dan Pemakluman Injil:


Simbol dan Puncak Kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda”, dalam Melintas, Vol. 34.
No. 3. Bandung: Maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai