Jurnal Skripsi Rosalin PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

1

PEMANFAATAN GABUNGAN CITRA SATELIT OPTIK DAN SAR DALAM MENGANALIS IS


POTENSI DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS WEBGIS (STUDI KASUS: KECAMATAN
SUKARES MI KABUPATEN CIANJUR)

Rosalin Aprilyani, Iksal Yanuarsyah S.Hut.,M.Sc.IT, Ir. Eko Hadi Purwanto.,M.Kom

Konsentrasi GeoInformatika, Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Ibn Khaldun
Bogor.
Jln. KH. Sholeh Iskandar Km 2, Kedung Badak, Tanah Sareal, Bogor.
E-mail : aprilyanirosalin@gmail.com

Tanah longsor merupakan proses alam yang banyak terjadi di hampir seluruh belahan bumi dan bencana
yang ditimbulkannya disebabkan oleh dinamika kehidupan manusia seperti pembangunan yang berlebihan
sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan atau kerugian besar. Untuk dapat memantau dan mengamati
fenomena tanah longsor di suatu kawasan diperlukan adanya suatu identifikasi dan pemetaan daerah rawan
tanah longsor yang mampu memberikan gambaran kondisi kawasan yang ada berdasarkan faktor -faktor
penyebab terjadinya tanah longsor dengan memanfaatkan gabungan citra satelit optik dan SAR. Penentuan
kerawanan tanah longsor dilakukan berdasarkan delapan parameter yaitu curah hujan, perubahan lahan,
geologi, jenis tanah, kemiringan lereng, arah lereng, kelengkungan profil dan kelengkungan planfom.
Masing-masing parameter tersebut dilakukan pemberian skor yang mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya tanah longsor. Kedelapan parameter tersebut di overlay dan dilakukan perhitungan skor
kumulatif dengan menggunakan standar perhitungan statistik, sehingga didapatkan peta sebaran daerah
rawan longsor. Daerah rawan longsor didaerah penelitian terbagi menjadi tiga kelas yaitu daerah kurang
rawan longsor, daerah rawan longsor sedang (1939,61 Ha), dan daerah rawan longsor tinggi (481,41 Ha).
Hasil akhir setelah analisis semua data citra dapat memberikan informasi-informasi spasial, sehingga dapat
diimplementasikan dalam sebuah sistem informasi berbasis spasial/WebGIS.

Kata Kunci: Tanah Longsor, Parameter, Citra Optik, Citra SAR, WebGIS.

I. PENDAHULUAN terjadi gerakan tanah atau tanah longsor menengah-


tinggi hingga berpotensi banjir bandang. Pada
1.1. Latar Belakang klasifikasi menegah ini, dapat terjadi tanah longsor
Indonesia merupakan Negara yang terletak jika curah hujan diatas normal, terutama pada
pada 3 (tiga) lempeng tektonik besar, yaitu Eurasia, daerah yang berbatasan lembah sungai, gawir,
Indo-Australia dan Pasifik. Dinamika lempeng tebing jalan atau apabila lereng mengalami
yang cukup intensif membentuk permukaan bumi gangguan. Bentang alam daerah sekitar lokasi
yang bervariasi, mulai dari permukaan yang landai bencana berupa perbukitan bergelombang dengan
hingga pegunungan dan lereng-lereng yang curam. lereng agak curam hingga curam[3].
Indonesia juga memiliki kondisi geologis, Adapun fakta wilayah demikian sangat relevan
geomorfologis dan klimatologis yang bervariasi, untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait
sehingga Indonesia selalu berhadapan dengan bagaimana kerentanan wilayah di Kecamatan
bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, dan Sukaresmi terhadap bencana tanah longsor yang
gerakan tanah/longsor[1]. didukung dengan data tabular hasil survey, data
Cianjur menduduki peringkat pertama spasial terkait parameter pemicu tanah longsor dan
kabupaten/kota yang rawan bencana di seluruh hasil penginderaan jauh berupa citra satelit optik
Indonesia. Karakter kebencanaan di kawasan dan SAR. Sehingga fenomena ini dapat
Cianjur terdiri dari pergerakan tanah/longs or, diidentifikasi secara keruangan dan digunakan
banjir, kekeringan dan puting beliung yang biasa sebagai salah satu upaya untuk mitigasi bencana
terjadi ketika cuaca ekstrim. Longsor dan tanah longsor di Kecamatan Sukaresmi.
pergerakan tanah menjadi ancaman yang mengintai Teknologi Penginderaan jauh dan GIS
setiap tahunnya. Hingga Desember 2016, tercatat (Geographic Information System) merupakan suatu
111 kasus bencana alam yang didominasi oleh teknologi mengenai pemetaan geografis yang
musibah longsor sebanyak 62 kasus[2]. memiliki kemampuan dalam memetakan suatu
Kecamatan Sukaresmi yang berada di lahan secara akurat dan mampu menganalisa lokasi
Kabupaten Cianjur menjadi salah satu daerah yang lahan secara terintegrasi dan kompreherensif. Pada
memiliki tingkat bencana tanah longsor yang penelitian terdahulu landsat 8 merupakan citra
tinggi. Berdasarkan informasi Pusat Vulkanologi satelit yang paling banyak digunakan. Landsat 8
dan Mitigasi Bencana Geologi Provinsi Jawa Barat, mempunyai kemampuan untuk meliput daerah
Kecamatan Sukaresmi memiliki kelas potensi sama yang pada permukaan bumi pada setiap 16
2

hari, pada ketinggian orbit 705 Km[4]. Landsat Tabel 1.1 Titik Survey Lapangan
bersifat pasif, sehingga penggunaannya hanya bisa
dilakukan pada siang hari dan ini merupakan suatu Lon Lat
No Tanggal Lokasi
hambatan untuk para peneliti sebelumnya. Salah
satu kekurangan landsat yang lain yaitu tidak dapat Kp.
menembus awan. Sehingga dalam menginterpretasi Kadubandeng
citra mengalami keterbatasan dan kesulitan dalam Rt/Rw 05/01
7 Maret 107.11633 -6.73086
meneliti daerah yang tertutup awan. 1 Desa
2016
Ketersediaan data SAR Sentinel-1A dapat Sukaresmi
dimanfaatkan secara optimal karena sensor yang Kec.
dibawanya bersifat aktif dengan gelombang mikro Sukaresmi
sehingga memiliki keunggulan dari sensor optik, Kp. Neundeut
yaitu dapat menembus awan dan tidak terganggu Rt/Rw 01/06
oleh cuaca serta dapat mengindera pada siang dan Desa 107.12906 -6.73106
2
malam hari. Data Landsat merupakan salah satu 17 Sukaresmi
yang paling banyak dipakai dalam pemetaan, pada Maret Kec.
umumnya karena mempunyai cakupan yang sangat 2016 Sukaresmi
luas yaitu 180 x 180 km2 dengan resolusi spasial Kp. Rawa
cukup baik (30 meter). Citra Landsat sendiri Sampih Rt/Rw
bermanfaat dalam membantu pekerjaan manusia 03/06 Desa 107.11878 -6.71228
3
dalam pemetaan penutupan lahan, permukaan laut Cikancana
dan pemetaan bencana alam salah satunya adalah 7 Maret Kec.
tanah longsor. 2016 Sukaresmi
Dengan pemanfaatan dari gabungan citra satelit Kp. Gadog
optik dan SAR ini menghasilkan pemetaan sebaran Rt/Rw 03/06
daerah rawan tanah longsor di Kecamatan Desa 107.11831 -6.71153
4
Sukaresmi yang mampu memberikan gambaran Sukamahi
mengenai kondisi pada daerah tersebut yang 7 Maret Kec.
kemudian diimplementasikan dalam sebuah sistem 2016 Sukaresmi
informasi berbasis spasial / WebGIS. SMPN 3
Sukaresmi Kp.
9-Nov- 107.06136 -6.68003
1.2. Tujuan 5 Cipari Desa
16
Tujuan dari penelitian ini adalah: Rawaelut Kec.
1. Memetakan sebaran lokasi yang Sukaresmi
berpotensi terjadi bencana tanah longsor di Kp.
Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur Cibeureum
menggunakan gabungan citra satelit optik 21 Rt/Rw 02/03
6 Maret Desa 107.07414 -6.67147
dan Synthetic Aperture Radar (SAR).
2. Mengimplementasikan sistem informasi 2016 Cibanteng
geografis terkait sebaran daerah rawan Kec.
tanah longsor di Kecamatan Sukaresmi Sukaresmi
Kabupaten Cianjur berbasis WebGIS. Kp. Gunung
Salam Rt/Rw -
21
01/03 Desa 107.07053 -6.67794
7 Maret
1.3. DATA PRIMER Cibanteng
2016
Data primer adalah data yang diperoleh Kec.
peneliti secara langsung dari sumber aslinya, yaitu Sukaresmi
dengan melakukan survey lapangan. Tabel data Kp. Cibuntu
hasil survey lapangan dapat dilihat pada Tabel 1.1. Rt/Rw 01/01
27-Sep- Desa 107.09219 -6.69928
8
16 Cibanteng
Kec.
Sukaresmi
Kp. Surupan
9 29-Sep- Desa 107.12650 -6.73222
16 Sukaresmi
3

1.4. DATA SEKUNDER menggunakan satu liputan (scene) data dapat


Data sekunder adalah data yang diperoleh diperoleh kenampakan bentang lahan secara utuh,
peneliti dari sumber yang telah tersedia, yaitu: sehingga sangat membantu untuk analisis bentuk
1. Kepustakaan lahan secara keruangan[7].
Dalam tahap ini, peneliti mencari dan
mempelajari literatur yang ditulis oleh para ahli 2.5. Sentinel-1A
yang berhubungan dengan masalah yang sedang Sentinel-1A adalah konstelasi dua satelit
diteliti seperti yang ditemukan dari buku, internet, dengan tujuan utama tanah dan samudera
perpustakaan dan media lainnya. monitoring. Citra tersebut juga bisa dipakai untuk
memetakan kawasan bencana yang membantu tim
II. Landasan Teori penyelamat mengevakuasi korban atau menemukan
2.1. Longsor infrastruktur yang tidak terkena dampak bencana.
Longsor adalah massa batuan, tanah atau Sentinel-1A bisa mengidentifikasi benda hingga
bahan rombakan material penyusun lereng ukuran 5 meter[8].
(percampuran tanah dan batuan) yang bergerak
menuruni lereng. Pada umumnya longsor III. Tata Kerja
disebabkan oleh pengaruh gravitasi terhadap batuan 3.1. Metode Penelitian
hasil pelapukan yang terletak pada topografi yang Metode penelitian yang digunakan dalam
mempunyai kemiringan terjal sampai sangat terjal penyusunan naskah ini meliputi tiga bagian pokok
dan berada di atas batuan yang bersifat kedap air yaitu metode pengumpulan data, metode analisis
(impermeable). Lapisan kedap air tersebut dalam dan metode pengembangan sistem. Dalam metode
hal ini berfungsi sebagai bidang luncur[5]. penelitian dapat dilihat flowchart metode
penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
2.2. Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI)
Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI)
diperkenalkan oleh Huete pada tahun 1988. Area
dengan kondisi vegetasi yang minim, menonjolkan
warna tanah yang cukup dominan. Hal ini bisa
menyebabkan kesalahan pada proses perhitungan
yang melibatkan index vegetasi. SAVI merupakan
modifikasi dari NDVI. SAVI bertujuan untuk
meminimalisir kesalahan dari variasi warna tanah
dengan melibatkan faktor koreksi L pada
persamaan umum NDVI.
( ) ( )
( )

Keterangan :
NIR : nilai band inframerah dekat
Red : nilai band merah
L : faktor kalibrasi tanah, bernilai 0.5

2.3. Normalized Difference Water Index


(NDWI)
Normalized Difference Water Index (NDWI)
diperoleh dengan menggunakan prinsip yang sama
dengan perhitungan NDVI. Pada NDVI, daerah
vegetasi dan tutupan lahan ditampilkan, dimana Gambar 3.1 Flowchart Kerangka
daerah perairan tampak lebih gelap dikarenakan Pemikian
perbedaan karakteristik dalam memantulkan radiasi
gelombang[6]. 3.2. Metode Pengolahan Spasial
Analisis data adalah upaya atau cara untuk
mengolah data menjadi informasi sehingga
karakteristik data tersebut bisa dipahami dan
2.4. Landsat bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama
Landsat merupakan data penginderaan jauh masalah yang berkaitan dengan penelitian. Analisis
yang memiliki cakupan yang luas dan kualitas data yang dilakukan dalam penelitian secara
resolusi spasial yang semakin membaik dari waktu keseluruhan dapat dilihat pada bagan alir yang
ke waktu. Karakteristik ini menguntungkan untuk tersaji dalam Gambar 3.2.
tujuan analisis geomorfologis karena dengan
4

4.2.1. Curah Hujan


Curah hujan merupakan salah satu pemicu
penyebab terjadinya bencana tanah longsor. Curah
hujan yang tinggi, intensitas dan lamanya hujan
berperan dalam menentukan longsor tidaknya suatu
lereng. Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur
mempunyai curah hujan tahunan berkisar antara
2900 – 4000 mm/tahun.
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dijelaskan
bahwa daerah penelitian terbagi ke dalam 2
wilayah curah hujan rata-rata tahunan yaitu curah
hujan dengan kisaran dalam 2.500-3000 mm/tahun
Gambar 3.2 Diagram Analisis Data dengan luasan 203,18 ha (2,14%) dan kisaran
>3.000 mm/tahun dengan luasan 9.283,65 ha
3.3. Metode Pengembangan Sistem (97,86%). Curah hujan dengan kisaran >3.000
Metode pengembangan sistem yang dipakai mm/tahun mendominasi daerah penelitian, hal ini
untuk sistem sebaran daerah rawan longsor adalah berarti daerah penelitian berada pada kawasan yang
menggunakan model waterfall seperti pada Gambar mempunyai curah hujan rata-rata tahunan yang
3.3. relatif tinggi. Sebaran spasial curah hujan dapat
dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 3.3. Diagram Model Waterfall

IV. Hasil dan Pembahasan


4.1. Analisis Daerah Rawan Longsor
Skor kumulatif untuk menentukan tingkat
daerah rawan longsor diperoleh melalui model
pendugaan yang bersumber dari Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2004).
Pada model pendugaan ini bobot nilai terbesar
diberikan terhadap parameter curah hujan yaitu
Gambar 4.1. Peta Curah Hujan
sebesar 30%, hal ini disebabkan karena tanah
longsor sering terjadi padasaat musim hujan dan
4.2.2. Kelerengan
tanah longsor dipicu oleh adanyacurah hujan
Berdasarkan hasil pengolahan peta kontur
dengan intensitas yang sangat tinggi. Hasil analisis
daerah penelitian menjadi peta kelas lereng dengan
spasial pada setiap parameter penyebab tanah
menggunakan analisis DEM (Digital Elevation
longsor di daerah penelitian menghasilkan peta
Model), daerah penelitian diklasifikasikan menjadi
tingkat daerah rawan longsor dengan 3 kelas
lima kelas kemiringan lereng, yaitu kelas
kerawanan tanah longsor, yaitu daerah kurang
kemiringan lereng datar dengan sudut lereng antara
rawan longsor, daerah rawan longsor dan daerah
0-8%, kelas kemiringan lereng landai (8-15%),
sangat rawan longsor.
kelas kemiringan lereng agak curam (15-25%),
Skor Total = (30% x Faktor Curah Hujan) + kelas kemiringan lereng curam (25-45%) dan kelas
kemiringan lereng sangat curam/tegak (>45%).
(20% x Faktor Jenis Tanah) +
(15% x Faktor Geologi) + (15% Kelas kemiringan lereng landai mendominasi
x Faktor Kemiringan Lereng) + daerah penelitian dengan luas sekitar 3.460,79 ha
(36,49%) sedangkan kelas kemiringan sangat
(10% x Faktor Arah Lereng) +
(5% x Faktor Profil Curvature) + curam merupakan kelas dengan luasan terkecil di
(5% x Planform Curvature) daerah penelitian dengan luas sekitar 67,87 ha
(0,72%). Sebaran spasial kemiringan lereng daerah
penelitian selengkapkan dapat dilihat pada Gambar
4.2.
Sumber: Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (2004)
5

Gambar 4.2. Peta Kelerengan . Gambar 4.4. Peta Jenis Tanah

4.2.3. Geologi 4.2.5. Arah Lereng


Jenis batuan diklasifikasikan berdasarkan Arah kemiringan lereng (aspect)
asal bentuknya yaitu batuan vulkanik, batuan menggambarkan arah hadap dari sebuah
sedimen dan karst serta batuan alluvial. Batuan permukaan. Aspect mengindikasikan arah
alluvial merupakan batuan hasil endapan proses kemiringan dari laju maksimum dari perubahan
geodinamika yang terjadi pada batuan di wilayah nilai sebuah sel dibandingkan sel di sekelilingnya.
tersebut. Batuan ini memiliki sifat kepekaan Dalam analisis surface, keluaran dari perhitungan
terhadap longsor rendah. Batuan sedimen dan karst aspect adalah derajat sesuai arah mata angin. Arah
merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan lereng berpengaruh pada aspect (sudut arah datang
laut dan pesisir serta perairan lain seperti sungai sinar matahari) yang secara langsung
dan danau kuno sampai batuan tersebut terangkat mempengaruhi variasi suhu lingkungan.
menjadi daratan pada masa lalu. Umumnya batuan
ini memiliki permeabilitas kecil bahkan kedap air
kecuali jika batuan banyak memiliki rekahan atau
telah mengalami pelarutan, maka dapat bersifat
tahan air sehingga menjadi akuifer (batuan
penyimpan air tanah) atau dapat berfungsi sebagai
imbuhan air.

. Gambar 4.5. Peta Arah Lereng

4.2.6. Profile Curvature


Kelengkungan profil adalah kelengkungan
di bidang vertikal sejajar arah kemiringan.
Kelengkungan profil mengukur tingkat perubahan
kemiringan, oleh karena itu kemiringan profil
Gambar 4.3. Peta Curah Hujan mempengaruhi kecepatan aliran air yang menguras
permukaan dan dengan demikian erosi dan
4.2.4. Jenis Tanah pergerakan tanah akan terjadi.
Jenis tanah di Kecamatan Sukaresmi
terdiri dari beberapa macam, diantaranya Asosiasi
Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat
Kekelabuan, Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan
dan Latosol Coklat, Kompleks Podsolik Merah
Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol,
Latosol Coklat Tua Kemerahan, Latosol Coklat dan
Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol. Gambar
sebaran jenis tanah di Kecamatan Sukaresmi dapat
dilihat pada Gambar 4.4
6

Gambar 4.6. Peta Profile Curvature Gambar 4.8. Peta Daerah Rawan Longsor

4.2.7. Planform Curvature


Luas Kerawanan
Semakin negatif atau positif nilai
No Desa Desa Mod High
kelengkungan, maka semakin tinggi kemungkinan
(Ha) (Ha) (Ha)
terjadinya bahaya longsor. Pada lereng cekung
(berongga, berawa, selokan), air cenderung 1 90.11 70.70
Cibadak 1,039.06
berkonsentrasi yang memungkinkan tanah longsor
2 315.95 73.72
terjadi. Sebaliknya, pada lereng cembung Cibanteng 767.97
(pegunungan), air cenderung tidak menumpuk dan 3 136.16 10.37
akibatnya menyebabkan kegagalan lereng. Cikancana 1,438.63
4 120.40 8.08
Cikanyere 721.61
5 260.41 100.08
Ciwalen 294.92
6 136.25 0.24
Kawungwuluk 333.97
7 182.09 44.99
Kubang 426.59
8 173.44 62.47
Pakuon 1,180.92
9 195.20 60.44
Rawabelut 1,296.27
10 134.54 9.71
Sukamahi 1,018.15
11 195.07 40.62
Gambar 4.7. Peta Planform Curvature Sukamahi 968.73
Total 1939.61 481.41
Tabel 4.1. Luas Tingkat Daerah Rawan Longsor

Kelas 4.2. Analisis


Nilai Keterangan Luas Analisis sistem yang diusulkan merupakan
Bahaya
gambaran mengenai sistem baru yang diusulkan.
1 <2.1 Rawan 0 ha
Analisis sistem yang diusulkan berguna agar
Longsor perancangan sistem dapat terarah kepada fungsi-
Rendah fungsi dan kebutuhan sistem. Analisis sistem yang
(Low) diusulkan ditunjukkan pada Gambar 4.9.
2 2.1 – Rawan 1939.61
3.2 Longsor ha
Sedang
(Moderate)
3 >3.2 Rawan 481.41
Longsor ha
Tinggi
(High)
7

4.4.2. Usecase Diagram

Gambar 4.12. Usecase Diagram

Gambar 4.9. Analisis sistem yang diusulkan V. PENUTUP


5.1. Kesimpulan
4.3. Analisis Arsitektur Sistem Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Tahapan analisis sistem merupakan analisis tentang pemanfaatan gabungan citra satelit optik
dari arsitektur sistem itu sendiri, maupun tujuan dan SAR dalam menganalisis potensi zona rawan
dari analisis ini merupakan gambaran dari longsor di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten
perancangan sistem yang dibangun dan Cianjur dan berdasarkan analisis data dan analisis
dikembangkan, serta memahami proses alur dari sistem dapat disimpulkan sebagai berikut:
sebuah sistem. Berikut gambaran arsitektur sistem 1) Hasil analisis dari kombinasi citra optik dan
yang akan dibangun. citra SAR yang berupa citra landsat dan
sentinel yang di-overlay dengan parameter
pendorong seperti curah hujan, jenis tanah,
geologi, kemiringan lereng, arah lereng,
planform curvature dan profil curvature
cukup memadai untuk mengetahui perubahan
Gambar 4.10. Arsitektur Sistem tutupan lahan dan daerah rawan longsor di
Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur.
4.4. Desain Sehingga dapat memetakan daerah rawan
4.4.1. Diagram Konteks tanah longsor di daerah penelitian yaitu
Diagram konteks merupakan diagram daerah rawan longsor sedang (1939,61 Ha),
yang menggambarkan proses bisnis terhadap suatu dan daerah rawan longsor tinggi (481,41 Ha).
sistem yang dibuat. Proses bisnis mendefinisikan 2) Sistem informasi yang dibangun secara
kegiatan pelaku (aktor) terhadap sistem. Diagram spasial dalam penelitian ini dapat menyajikan
konteks dalam penelitian ini ditunjukan pada sebaran daerah rawan longsor di Kecamatan
Gambar 4.11. Sukaresmi Kabupaten Cianjur. Pada aplikasi
sistem informasi berbasis WebGIS ini, dapat
memvisualisasikan informasi sebaran daerah
rawan longsor dan parameter pemicu longsor
di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur.

A. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran
yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
1) Selanjutnya dalam menganalisa daerah
Gambar 4.11. Diagram Konteks rawan longsor perlu dielaborasi dengan
parameter kuantitatif dan kualitatif lainnya
8

untuk mendapatkan hasil daerah kerawanan [9] The Liang Gie. Administrasi Perkantoran
longsor yang lebih optimal. Modern, Edisi Keempat. Yogyakarta :
2) Sistem saat ini hanya menampilkan analisis Liberty. 2007.
daerah rawan longsor di Kecamatan [10] Website PPBBI, “Profil Pusat Penelitian
Sukaresmi Kabupaten Cianjur, diharapkan Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia”.
kedepannya bisa lebih banyak wilayah yang 2017. [Online] Available:
dianalisis untuk mengetahui sebaran derah http://www.iribb.org [Diakses 20 Juni 2017].
rawan longsor di Kabupaten Cianjur.
3) Sistem informasi saat ini hanya memberikan
informasi sebaran daerah rawan longsor dan
parameter saja, diharapkan kedepannya
sistem dapat mengolah data atau proses
analisis spasial sehingga dapat digunakan
sebagai rekomendasi dan sistem pendukung
keputusan untuk pemerintah Kabupaten
Cianjur.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sadisun, A.I. Usaha Pemahaman Terhadap


Stabilitas Lereng dan Longsoran Sebagai
Langkah Awal Dalam Mitigasi Bencana
Longsoran. Paper Workshop Penanganan
Bencana Gerakan Tanah. Bandung. 2005.

[2] BNPB Badan Nasional Penanggulangan


Bencana. Indeks Risiko Bencana Indonesia.
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan
Bencana. 2013.

[3] Bakosurtanal, Peta Rupa Bumi Indonesia


Lembar Cikalong Kulon, 1209-232. 1990.

[4] Ratnasari E. Pemantauan Kebakaran Hutan


dengan Menggunakan Data Citra NOAA-
AVHRR dan Citra Landsat TM: Studi Kasus
di Daerah Kalimantan Timur. Bogor.
Institut Pertanian Bogor. 2000.

[5] Cruden. A Simple Definition of


Landslide. Bulettin Int Assoc. for
Engineering Geology. 1991. 43:27 -
29.
[6] McFeeters, S.K., The use of
Normalized Difference Water Index
(NDWI) in the Delineation of Open
Water Features. International Journal
of Remote Sensing, 1996. 17, pp.
1425-1432
[7] Sommerville, Ian, Software
th
Engineering (9 Edition), Addison-
Wesley, Boston, 2011.
[8] Sutanto. Pengindraan Jauh Jilid 2.
Yogyakarta : Gajah Mada University
Press. 1987.

Anda mungkin juga menyukai