Anda di halaman 1dari 154

TINJAUAN MATA KULIAH

 Deskripsi Singkat Mata Kuliah :

Mata kuliah ini membahas tentang konsep dasar pengukuran, karakteristik kinerja

sistem instrumentasi elektronika, transduser dan pengkondisi sinyal, pengukuran-

pengukuran suhu/temperatur, gaya, beban, torsi, tekanan, perubahan posisi, aliran, level,

kapasitif, kelembapan, elektromagnet, photo, dan penerapan transduser pada sistem

instrumentasi elektronika.

 Manfaat Mata Kuliah :

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem

pengukuran dan pengendalian atau instrumentasi semakin berperan penting dalam

kehidupan manusia. Sistem tersebut amat membantu pekerjaan-pekerjaan manusia, baik

pekerjaan yang bersifat monoton dan kontinyu maupun pekerjaan dinamis dan sensitif.

Sebagai contoh, penerapan sistem pengendali pada sistem pengemudi pesawat terbang,

pengendali pesawat ruang angkasa, pengendali satelit, dan sistem persenjataan peluru

kendali. Dalam bidang industri, sistem pengendali diterapkan sebagai pengendali mesin-

mesin produksi dan pengendali proses yang mengubah masukan berupa energi non

listrik menjadi besaran listrik agar dapat diolah, baik secara analog maupun digital.

Beberapa proses industri yang membutuhkan sistem pengendali multi input-multi

output serta permasalahan yang kompleks dapat diatasi dengan kemajuan sistem

instrumentasi atau sistem pengendali didukung oleh kemajuan teknologi komputer.


Salah satu elemen penting sistem instrumentasi dan pengendali adalah transduser.

Transduser akan mengubah energi non listrik menjadi energi listrik sehingga proses

pengendalian dapat dilakukan baik secara otomatik maupun manual.

Oleh karena betapa pentingnya sistem instrumentasi, maka mata kuliah ini

ditawarkan untuk membantu anda memperoleh pemahaman yang komprehensif

mengenai sistem pengukuran dan pengendalian atau instrumentasi elektronika serta

jenis-jenis transduser yang akan dapat Anda gunakan dalam kehidupan sehari-sehari.

 Tujuan Instruksional Umum :

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami

tentang karakteristik kinerja sistem instrumentasi elektronika dan teknik pengukuran

variabel-variabel fisik/mekanik yang digunakan dalam eksperimen dan proses industri

serta dapat mewujudkan dalam aplikasi rangkaian.

 Sistematika Bahan Ajar :

Bab I : Pengantar Sistem Instrumentasi

Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai manfaat sistem

instrumentasi dan konsep dasar pengukuran, transduser, istilah pada

transduser, keuntungan dan kerugian transduser listrik, fungsi transduser

sebagai elemen sistem instrumentasi elektronika dan pengendali

elektronik, klasifikasi transduser, dan keperluan dasar transduser.

Bab II : Pengukuran Temperatur

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode pengukuran temperatur,

jenis-jenis transduser temperatur, dan prinsip kerja, rangkaian, dan


aplikasi termometer pemuaian, resistansi, termokopel, termistor, RTD,

dan transduser temperatur semikonduktor.

Bab III : Pengukuran Gaya, Beban, Torsi, dan Tekanan

Bab ini akan membahas mengenai jenis-jenis pengukuran dan

transduser gaya, beban, dan torsi, konsep pengukuran dan konfigurasi

tekanan, jenis-jenis transduser tekanan, dan rangkaian dan aplikasi

transduser gaya, beban, torsi, dan tekanan.

Bab IV : Pengukuran Perubahan Posisi

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep pengukuran posisi, jenis-jenis

transduser posisi, dan prinsip kerja, rangkaian, dan apikasi

potensiometer, LVDT, Resolver, Inductosyn, dan Encoder.

Bab V : Pengukuran Aliran

Bab ini akan membahas mengenai konsep pengukuran aliran, jenis-jenis

transduser aliran, dan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter

tekanan differensial, flowmeter turbin, variable area flowmeter,

flowmeter ultrasonik, flowmeter elektromagnetik, dan flowmeter target.

Bab VI : Pengukuran Level

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep pengukuran level, jenis-jenis

transduser level, dan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi transduser

level.

Bab VII : Pengukuran Kapasitif, Kelembapan, Elektromagnet, dan Photo

Bab ini akan membahas mengenai jenis-jenis pengukuran dan

transduser kapasitif, kelembapan, elektromagnet, dan photo serta


membahas mengenai prinsip kerja, rangkaian, dam aplikasi transduser

kapasitif, kelembapan, elektromagnet, dan photo.

Bab VIII : Penerapan Transduser Pada Sistem Instrumentasi Elektronika

Pada bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis penerapan transduser dan

rangkaian aplikasinya pada sistem elektronik dan pengendali elektronik

dengan menggunakan transduser.


PEDOMAN MAHASISWA

Mata Kuliah : Sistem Instrumentasi Elektronika

Kode Mata Kuliah : TN 634 03

Waktu : 2 x 50 menit

Persiapan

Langkah-langkah persiapan belajar yang harus dilakukan mahasiswa, yaitu:

1. Mahasiswa sebaiknya telah mempelajari mata kuliah Dasar Elektronika.

2. Pengetahuan mahasiswa mengenai teknologi elektronika sebaiknya sudah cukup

sehingga pemahaman dalam mempelajari mata kuliah ini lebih baik.

3. Kelengkapan buku-buku referensi, artikel, file-file yang berhubungan dengan sistem

instrumentasi elektronika wajib mahasiswa miliki.

4. Media pembelajaran yang akan digunakan pada mata kuliah ini antara lain: slide

PowerPoint, laptop, white board, modul komponen dan rangkaian elektronika.

5. Strategi instruksional yang akan digunakan yaitu dengan metode tatap muka

(ceramah), diskusi, presentasi, dan mengerjakan tugas-tugas mengenai jenis

transduser dan pengukurannya dan membuat rangkaian elektronika dengan

menggunakan transduser/sensor.

Pelaksanaan

Langkah-langkah pelaksanaan proses belajar mengajar:

1. Tatap muka akan dilakukan di kelas yang akan membahas materi-materi sesuai

dengan kontrak perkuliahan.


2. Latihan/tugas terdiri dari tugas mengenai jenis-jenis transduser dan pengukurannya

yang sering digunakan dalam sistem elektronika, dan membuat rangkaian

elektronika dengan menggunakan transduser/sensor. Tugas-tugas tersebut hasilnya

wajib mahasiswa presentasikan di depan kelas dan didiskusikan secara

berkelompok.

3. Ujian tengah semester dan ujian akhir semester akan dilaksanakan sesuai dengan

jadwal yang ada pada kontrak perkuliahan.

4. Jika ada yang mahasiswa perlu menanyakan mengenai materi mata kuliah ini, dapat

mahasiswa tanyakan langsung pada saat tatap muka di kelas atau diluar kelas atau

dapat dilakukan melalui forum komunikasi di internet yang akan dibuat oleh dosen

pengajar.

Penilaian

Kriteria penilaian hasil belajar untuk mata kuliah sistem instrumentasi elektronika

terdiri dari:

1. Tugas mencari jenis-jenis transduser dan pengukurannya yang sering digunakan

dalam sistem elektronika, dan membuat rangkaian elektronika dengan menggunakan

transduser/sensor.

2. Presentasi mahasiswa di depan kelas dan keaktifan dalam diskusi.

3. Laporan hasil tugas membuat rangkaian elektronika dengan menggunakan

transduser/sensor.

4. Ujian tengah semester dan ujian akhir semester yang memuat soal-soal sesuai

dengan materi yang dajarkan dan kompetensi yang diharapkan selama perkuliahan.
5. Kehadiran mahasiswa dinilai untuk mengetahui tingkat kemauan belajar selama satu

semester.

6. Portofolio mahasiswa.
PEDOMAN PENGAJAR

Mata Kuliah : Sistem Instrumentasi Elektronika

Kode Mata Kuliah : TN 634 03

Waktu : 2 x 50 menit

Persiapan

1. Buku/bacaan pokok dalam perkuliahan ini adalah:

 Curtis, D.J., 1997, Process Control Instrumentation Technology, New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

 Dunn, W. C., 2005, Fundamentals of Industrial Instrumentation and Process

Control, McGraw-Hill, USA.

 Gunterus, F., 1997, Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, PT. Elex

Media Komputindo, Jakarta.

 Hughes, T. A., 2002, Measurement and Control Basics, ISA, USA.

 Kartidjo, M., Djodikusumo, I., 1996, Mekatronika, FTI, ITB, Bandung.

 Pallas-Areny, R. & Webster, J.G., 1991, Sensor and Signal Conditioning, John

Wiley & Sons, Inc.

 Petruzella, F. D., 1996, Elektronik Industri, Andi, Yogyakarta.

 Rangan, C.S., Sarma, G.R., Mani, VSV., 1992. Instrumentation, Devices and

Systems, New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

 Sugiharto, A., 2002, Penerapan Dasar Transducer dan Sensor, Kanisius,

Yogyakarta.

 Wilson J. S., 2005, Sensor Technology Handbook, Elsevier Inc, USA.


2. Media pembelajaran yang akan digunakan pada mata kuliah ini antara lain: slide

PowerPoint, laptop, white board, modul komponen dan rangkaian elektronika.

3. Strategi instruksional yang akan digunakan yaitu dengan metode tatap muka,

mengerjakan latihan-latihan (tugas-tugas), presentasi, dan diskusi kelompok.

Pelaksanaan

1. Pada pertemuan awal, anda wajib memberi penjelasan umum mengenai kontrak

perkuliahan dan materi secara keseluruhan selama satu semester.

2. Anda wajib memberi penjelasan mengenai kompetensi-kompetensi dalam TIU

(kompetensi dasar) dan TIK (indikator) untuk setiap kali pertemuan.

3. Tatap muka akan dilakukan di kelas yang akan membahas materi-materi sesuai

dengan kontrak perkuliahan.

4. Pemberian latihan/tugas terdiri dari tugas mengenai jenis-jenis transduser dan

pengukurannya yang sering digunakan dalam sistem elektronika, dan membuat

rangkaian elektronika dengan menggunakan transduser/sensor. Tugas-tugas tersebut

hasilnya wajib dilaporkan dalam bentuk laporan dan dipresentasikan di depan kelas

dan didiskusikan secara berkelompok. Jalannya presentasi dan diskusi, anda yang

memimpin. Perhatikan cara mahasiswa bertanya, menjawab pertanyaan dan keaktifan

mahasiswa dalam diskusi tersebut.

5. Pembimbingan/asistensi mahasiswa dilakukan dengan cara tatap muka ataupun

dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas teknologi internet, misalnya dengan

email atau membuat suatu forum komunikasi.


Penilaian

Penilaian akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut:

Nilai Point Range

A 4 > 80

B 3 > 69 – 80

C 2 > 55 – 69

D 1 > 44 – 55

E 0 < 44

Penilaian hasil belajar mahasiswa untuk mata kuliah sistem instrumentasi

elektronika terdiri dari:

1. Tugas/latihan yang terdiri dari tugas jenis transduser, dan tugas membuat rangkaian

elektronika dengan menggunakan transduser/sensor dan laporannya.

2. Presentasi mahasiswa di depan kelas dan keaktifan dalam diskusi.

3. Ujian tengah semester dan ujian akhir semester yang memuat soal-soal sesuai

dengan materi yang diajarkan dan kompetensi yang diharapkan selama perkuliahan.

4. Kehadiran mahasiswa dinilai untuk mengetahui tingkat kemauan belajar selama satu

semester dan portofolio mahasiswa.

Dalam menentukan nilai akhir akan digunakan pembobotan sebagai berikut:

Tugas/latihan 10 %

Presentasi/keaktifan diskusi 10 %

Evaluasi tengah semester 35 %


Evaluasi akhir semester 35 %

Kehadiran dan portofolio mahasiswa 10 %


BAB I

PENGANTAR SISTEM INSTRUMENTASI

1.1. PENDAHULUAN

1.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai manfaat sistem

instrumentasi dan konsep dasar pengukuran, transduser, istilah pada transduser,

keuntungan dan kerugian transduser listrik, fungsi transduser sebagai elemen sistem

instrumentasi elektronika dan pengendali elektronik, klasifikasi transduser, dan

keperluan dasar transduser.

1.1.2. Relevansi

Bab ini merupakan dasar dari pembahasan pada bab selanjutnya. Bab ini layaknya

pondasi bagi sebuah rumah yang akan dibangun. Pengetahuan tentang konsep dasar

pengukuran, transduser dan klasifikasinya sangat bermanfaat dalam merancang suatu

rangkaian elektronika yang menggunakan transduser. Selain itu pula dapat digunakan

untuk mendukung konsep dalam perancangan suatu sistem kendali otomatis yang saat

ini berkembang dengan pesat.

1.1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Bab ini (pengantar sistem instrumentasi) memiliki tujuan instruksional khusus

yaitu, setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan bagaimana konsep dasar pengukuran.


 Menjelaskan apa itu transduser dan sensor.

 Menjelaskan istilah pada transduser.

 Menjelaskan fungsi transduser sebagai elemen sistem instrumentasi elektronika dan

pengendali elektronik.

 Menjelaskan klasifikasi transduser.

 Menjelaskan keperluan dasar transduser.

1.2. PENYAJIAN

1.2.1. Konsep Dasar Pengukuran

Cara pengukuran merupakan bidang yang sangat luas dipandang dari ilmu

pengetahuan dan teknik, meliputi masalah deteksi, pengolahan, pengaturan dan analisa

data. Besaran yang diukur atau dicatat oleh suatu instrumen termasuk besaran-besaran

fisika, kimia, mekanik, listrik, magnet, optik dan akustik. Parameter besaran-besaran

tadi merupakan bahan kegiatan yang penting dalam tiap cabang penelitian ilmu dan

proses industri yang berhubungan dengan sistem pengaturan proses, instrumentasi

proses dan pula reduksi data.

Kemajuan-kemajuan elektronika, fisika dan ilmu bahan telah menghasilkan

kemajuan banyak alat pengukur presisi dan canggih yang digunakan dalam berbagai

bidang seperti kedirgantaraan, ilmu dan teknologi, kelautan dan industri.

Pengukuran memberikan arti pada kita untuk menjelaskan gejala alam dalam

besaran kuantitatif. Mengukur berarti mendapatkan sesuatu yang dinyatakan dengan

bilangan. Informasi yang bersifat kuantitatif dari sebuah pekerjaan penelitian

merupakan alat pengukur dan pengatur suatu sifat dengan tepat. Keandalan sebuah

pengaturan sangat bergantung pada keandalan pengukuran.


Berbagai macam instrumen telah mulai dikembangkan sejak tahun 1930 karena

masuknya elektronika dan fisika terdapat instrumen listrik yang dapat diandalkan untuk

pengukuran yang kontinyu dan dapat merekam banyak parameter.

Berbagai variabel yang perlu dalam pengukuran telah diperluas, teknik dan

metoda lama didasarkan pada gejala fisika dan kimia yang baru ditemukan juga

dikembangkan. Dalam empat dekade ini teknik pengukuran telah disempurnakan untuk

memenuhi keperluan yang tepat bagi para ahli dan ilmuwan.

Pengukuran adalah proses mengukur sebuah satuan fisis untuk menghasilkan

sebuah nilai yang terukur, yang mana nilai ini diwakili oleh satuan fisik yang lain.

Sebuah sistem pengukuran terdiri dari sebuah transduser atau sensor yang

menterjemahkan sebuah nilai suatu besaran (satuan) fisik ke suatu sistem pemrosesan

untuk diterjemahkan ke dalam besaran fisik yang lain, yang mana nilai ini kemudian

digunakan oleh pengamat atau operator untuk mengambil keputusan.

Transduser adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah (mengkonversi) suatu

besaran fisik ke besaran fisik yang lain, dimana besaran yang kedua adalah representasi

analog dari besaran yang pertama.

Dari sudut pandang konversi energi, transduser dapat diartikan sebagai alat yang

mengubah energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain yaitu besaran fisik ke besaran

listrik.

Transduser dibagi menjadi :

 Transduser input: mengubah energi non listrik (suara, sinar, panas, dan lain-lain)

menjadi energi listrik.

 Transduser output: sebaliknya yaitu mengubah energi listrik menjadi energi non

listrik.
Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi dan sering berfungsi untuk

mengukur magnitude sesuatu (sebagai elemen yang langsung mengadakan kontak

dengan dengan yang diukur). Sensor merupakan jenis transduser yang digunakan untuk

mengubah variasi-variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan

dan arus listrik.

Fungsi transduser untuk pengukuran variabel pengontrol dan merubah suatu

besaran fisik ke besaran fisik lain yaitu listrik. Parameter penting untuk menilai

kemampuan transduser yaitu: linieritas, sifat pengulangan, resolusi (ketajaman) dan

keandalan.

Keuntungan transduser listrik ialah:

a. Output listrik dapat diperkuat menurut keperluan.

b. Output dapat dilihat dan direkam secara jarak jauh, kecuali dapat dibaca/dilihat juga

beberapa transduser dapat diproses bersama-sama.

c. Output dapat diubah tergantung keperluan tampilan atau mengontrol alat lain.

Besarnya sinyal dapat dinyatakan dengan tegangan atau arus. Informasi frekuensi

atau pulsa. Output yang sama dapat diubah menjadi format tampilan digital,

pencetakan (print out) atau penghitungan dalam proses (on-line computation).

Karena output dapat dimodifikasikan, dimodifiksi atau diperkuat maka sinyal output

tersebut dapat direkam pada alat ukur perekam multi channel misalnya, yaitu yang

berasal dari banyak transduser listrik secara bersamaan.

d. Sinyal dapat dikondisikan atau dicampur untuk mendapatkan kombinasi output dan

transduser sejenis.

e. Ukuran dan bentuk transduser dapat disesuaikan dengan rancangan alat untuk

mendapatkan berat serta volume optimum.


f. Dimensi dan bentuk desain dapat dipilih agar tidak mengganggu sifat yang diukur

seperti misalnya pada pengukuran turbulensi arus, ukuran transduser dapat dibuat

kecil sekali, ini akan menaikkan frekuensi natural dan menjadi lebih baik. Contohnya

pada transduser piezo elektrik miniatur. Yang digunakan untuk mengukur getaran.

Walaupun adanya keuntungan-keuntungan tersebut di atas, terdapat pula kerugian

yang didapat pada sensor listrik, yaitu menimbulkan soal pada pengukuran presisi.

Umumnya alat kurang andal dibanding dengan jenis mekanik karena umur dan drift

komponen aktif yang digunakan dapat mempengaruhi besaran listrik. Elemen sensor

dan pengkondisi sinyal-sinyal relatif mahal, beberapa hal ketelitian dan resolusi tidak

setinggi alat mekanik yang dapat mempunyai ketelitian hingga 0,01%. Tetapi sekarang

dengan peningkatan teknologi dan rangkaian maka ketelitian dan stabilitasnya naik pula.

Teknik spesial, seperti dengan feedback pada sistem dimana indikasi nol diterapkan

dalam pemrosesan, maka terdapat perbaikan ketelitian tetapi menambah kekomplekan

sehingga lebih besar ukurannya, menurunkan frekuensi naturalnya dan labih mahal.

Variabel-variabel fisik yang ada dalam industri : posisi (position), daya, aliran (flow),

temperatur, kecepatan (velocity), cahaya, percepatan, kelembaman/humidity, tekanan,

gaya, dan lain-lain.

1.2.2. Transduuser sebagai Elemen Sistem Instrumentasi dan Pengendali Elektronik

Sistem instrumentasi dan pengendali elektronik pada dasarnya terdiri dari tiga

bagian pokok. Bagian-bagian pokok sistem instrumentasi dan pengendali elektronik

tersebut adalah bagian input/masukan, bagian pengkondisi sinyal/prosesor, dan bagian

output. Ketiganya dapat bersama-sama melakukan proses pengendalian dan

menampilkan hasilnya, baik digital maupun analog.


Bagian input memungut besaran atau parameter non listrik yang terukur dan

mengirimkan dalam bentuk besaran listrik yang sesuai ke bagian pengkondisi sinyal.

Bagian pengkondisi sinyal melakukan proses mengkondisikan sinyal masukan ke dalam

suatu format tertentu. Pengkondisian dapat berupa operasi aritmatik maupun logik.

Selanjutnya, sinyal yang sudah terkondisi dapat ditampilkan melalui bagian keluaran

atau untuk melakukan proses gerak mekanik sebuah mesin. Bagian output berfungsi

untuk menampilkan sinyal keluaran baik berupa tampilan analog maupun digital.

Bentuk keluaran dapat berupa tampilan display sevent segment, LED, dan meter tau

perekam grafik.

Pada umumnya input pada sistem instrumentasi berupa besaran non listrik yang

harus diubah ke dalam besaran listrik dengan menggunakan transduser. Oleh karena itu,

sinyal ini dapat dikondisikan melalui proses elektronik. Dengan memahami fungsi kerja

transduser tersebut maka transduser dapat didefinisikan sebagai piranti yang mengubah

suatu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Penerapan transduser dalam bidang

industri umumnya sebagai piranti yang mengubah parameter seperti temperatur,

tekanan, intensitas cahaya, kelembapan, derajat PH (tingkat keasaman), dan lain-lain

menjadi sinyal elektronik, baik digital maupun analog.

Gambar 1.1. Blok diagran sistem instrumentasi elektronika

1.2.3. Istilah Pada Sebuah Transduser

Istilah-istilah yang sering digunakan pada sebuah transduser adalah:


1. Jangkauan (range) dan jengkal (span)

Jangkauan dari sebuah nilai dinyatakan oleh nilai maksimum dan minimumnya. Pada

gambar di bawah ini jangkauan dari besaran input adalah Vmin sampai dengan Vmax

dan jangkauan dari besaran output adalah Mmin sampai dengan Mmax sebagai contoh,

sebuah transduser tekanan dapat mempunyai jangkauan Input 0-100 KPa dan

jangkauan output 4-20 mA.

Jengkal adalah perbedaan antara nilai maksimum dan nilai minimum dari sebuah

transduser. Dari gambar, dapat dilihat bahwa jengkal Input adalah (Vmax – Vmin) dan

jengkal Output adalah (Mmax – Mmin).

2. Alat ukur linear dan non linear

Jika hubungan antara besaran Output (M) dan besaran Input (V) diplot di atas sebuah

grafik, akan diperoleh hubungan ideal berupa garis lurus dengan persamaan:

M = KV + Z

Dimana K adalah sensitifitas atau faktor skala, diberikan oleh persamaan:

M max −M in
K=
V max −V min

K akan mempunyai satuan dari M/V, misalnya mA/KPa untuk sebuah transduser

tekanan dengan output arus. Z adalah faktor pembuat nol dari persamaan di atas yang

diberikan oleh:

Z = Mmin – K . Vmin

Z dapat berharga positif atau negatif jika sebuah alat ukur memenuhi sebuah

persamaan: M = KV+ Z dengan kesalahan (error) yang dapat ditoleransi akan

dikatakan alat ukur tersebut adalah alat ukur linear, sebaliknya jika tidak maka

dikatakan bahwa alat ukur tersebut tidak linear.


3. Ketepatan (accuracy) dan kesalahan (error)

Ketepatan dari sebuah instrumen adalah ukuran dari seberapa dekatnya nilai terukur

dengan nilai yang akan diukur. Dalam sistem instrumentasi istilah ketepatan masih

kurang sering digunakan jika dibandingkan dengan istilah lain, yaitu kesalahan.

Kesalahan didefinisikan sebagai nilai perbedaan maksimum yang dapat terjadi antara

nilai yang terukur dengan nilai yang hendak diukur. Kesalahan dapat dinyatakan

dalam beberapa cara, cara yang paling umum adalah dengan nilai mutlak, presentase

dari nilai sebenarnya dari nilai yang hendak diukur atau sebagai presentasi dari skala

penuh dari alat pengukuran.

4. Resolusi

Banyak alat ukur memiliki “kekasaran” yang telah menjadi salah satu sifatnya dalam

kemampuan mengukurnya. Sebuah potensiometer dengan kawat gulungan yang

digunakan pada pengukuran posisi seperti pada gambar 1.2. a, mempunyai ukuran

tangga (step) yang ditentukan oleh ukuran kawat yang digunakan. Hal ini

memberikan respon yang sama dengan gambar 1.2 b. Istilah resolusi digunakan

untuk mendefinisikan tangga (step) dalam mana pembacaan dapat dibuat dengan

pantas.
Gambar 1.2. Transduser dengan resolusi terbatas

5. Keberulangan (repeatability) dan histerisis

Dalam banyak aplikasi, keakuratan/ketepatan dipandang menjadi kurang penting

dibanding konsistensi pengukuran itu sendiri. konsistensi pengukuran ditentukan dan

dinyatakan oleh keberulangan dan histerisis.

Keberulangan didefinisikan sebagai perbedaan dalam pembacaan yang didapatkan

ketika titik ukur yang sama didekati beberapa kali dari arah yang sama.

Histerisis terjadi ketika nilai terukur tergantung dari apakah nilai yang hendak diukur

mendekati nilai terakhirnya dengan menaikkan atau menurunkan nilai sebelumnya.

6. Efek lingkungan dan ketuaan

Tingkat keakurasian alat ukur dipengaruhi secara berlawanan oleh perubahan

lingkungan dimana alat ukur dioperasikan dan akan semakin menurun terhadap umur

alat ukur tersebut. Efek lingkungan biasanya didefinisikan sebagai presentasi

kesalahan untuk beberapa perubahan dari lingkungan. Sebagai contoh, sebuah alat

ukur dengan arus keluaran 4-20 mA bisa menjadi agak tergantung pada beban.

Efek ketuaan dari alat ukur dapat dihilangkan dengan pemeliharaan terencana dan

pengkalibrasian secara teratur dari alat ukur tersebut.


7. Kalibrasi

Kalibrasi merupakan hal yang penting pada pengukuran industri dan

pengaturan/kontrol. Dapat didefinisikan sebagai pembandingan harga spesifik input

dan output instrumen terhadap standar referensi yang bersangkutan. Kalibrasi ini

memberikan garansi pada alat atau instrumen bahwa alat itu akan bekerja dengan

ketelitian yang dibutuhkan dan jangkauan yang dispesifikasikan dalam lingkungan

yang tertentu pula. Dengan alat yang telah dikalibrasi pembuat atau pemroses dapat

memproduksi barang dengan kualitas sesuai dengan spesifikasi.

Dengan proses kalibrasi maka kesalahan dan koreksi maka kesalahan dan koreksi

dapat ditentukan/dijelaskan, Kalibrasi harus dilakukan secara periodik untuk menguji

kebenaran unjuk kerja alat atau sistem, untuk itu diperlukan standar sebagai

pembanding kerja. Pembanding ini memerlukan opeator yang telah ahli/terlatih, dan

perlu adanya referensi standar yang baik, dan juga lingkungan yang standar/baku

pula.

Kalibrasi tidak menjamin unjuk kerja istrumen tetapi sebagai indikator baik apakah

unjuk kerja instrumen memenuhi ketelitian dan spesifikasi jangkauan (range) pada

pemakaian alat itu. Kalibrasi kembali selalu diperlukan karena instrumen telah

diubah penyetelannya, karena berubah dengan waktu/tua, baru direparasi, pemakaian

berlebihan. Sertifikat kalibrasi yang telah didapatkan dapat digunakan sebagai tanda

verifikasi oleh pembuatnya dan memberikan kepercayaan kepada pemakai alat

sebagai jaminan. Standar yang diterima dapat dikatagorikan sebagai standar primer,

sekunder dan standar kerja.

Standar primer sangat teliti dan harga satuan absolutnya telah diberi sertifikat oleh

National Standard Institution yang harus berada dalam toleransi yang diizinkan.
Standar ini sangat mahal untuk membeli dan memeliharanya. Absolut memberi arti

tidak bergantung/bebas, tidak relatif tetapi pasti.

Standar referensi terkalibrasi yang diturunkan dari standar absolut disebut standar

sekunder. Standar ini dapat dimiliki oleh banyak instansi yang dapat ditera dengan

standar primer kembali. Jarak waktu kalibrasi standar sekunder bergantungan pada

ketelitian dan tipe standar yang dipelihara. Standar normal yang diperlukan di

industry dan laboratorium, mempunyai ketelitian setingkat lebih rendah dari standar

sekunder, disebut standar kerja (working standard). Pada fasilitas kalibrasi industri

yang dilengkapi baik harus memiliki standar primer/sekunder, beserta alat kalibrasi

untuk simpangan (displacement) kecepatan, percepatan, gaya, tekanan, aliran,

temperatur, tegangan listrik, arus listrik, waktu dan frekuensi yang banyak

dibutuhkan industri.

Tabel 1.1 menunjukkan beberapa standar yang dipelihara dengan ketelitian yang

dapat dihasilkan. Standar sedikitnya mempunyai ketelitian setingkat lebih tinggi

daripada instrumen yang akan dikalibrasi.

Dalam semua prosedur kalibrasi dianjurkan untuk melakukan pembacaan naik dan

menurun. Pada transduser mekanik atau elektro-mekanik, prosedur ini

memperlihatkan adanya kerugian karena gesekan, histerisis atau semacamnya,

sedangkan dalam alat listrik murni menunjukkan nonlinier dan relaktansi magnet.
Tabel 1.1. Standar Kalibrasi

1.2.4. Klasifikasi Transduser

Beberapa jenis transduser dapat diklasifikasikan sesuai dengan prinsip

pengubahan energi, sinyal keluaran, atau berdasarkan bidang pemakaian.

1. Transduser pasif

Transduser ini tidak dapat menghasilkan tegangan sendiri tetapi dapat

menghasilkan perubahan nilai resistansi, kapasitansi, atau induktansi apabila mengalami

perubahan kondisi sekeliling.

Jika transduser ini mengalami perubahan kondisi pada lingkungan sekelilingnya

maka nilai resistansinya akan berubah. Perubahan ini selanjutnya menyebabkan

perubahan besar tegangan atau kuat arus yang dihasilkan transduser. Perubahan

resistansi ini dapat bernilai positif (nilai resistansi bertambah) berarti tegangannya juga

meningkat atau negatif (nilai resistansi berkurang) berarti tegangannya berkurang.

Perubahan tegangan inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan yang ingin

diukur. Ada tiga jenis transduser pasif yang dapat kita peroleh dipasaran, yaitu

transduser resistif, transduser kapasitif, transduser induktif, dan transduser photo.


a. Transduser resistif

Prinsip kerja dan penerapan transduser berdasarkan jenisnya ditampilkan pada

tabel berikut ini:

Tabel 1.2. Prinsip kerja dan penerapan transduser resistif


Jenis Transduser Prinsip Kerja Jenis Penerapan
Potensiometer resitif Perubahan positif (karena Sensor tekanan, posisi
gerakan eksternal) menjadi
perubahan resistansi
potensiometer atau rangkaian
jembatan
Strain gage Tekanan eksternal mengubah Sensor berat, tekanan,
resistansi penghantaran atau posisi
semi konduktor.
RTD (Resistance Perubahan suhu mempengaruhi Sensor suhu
Temperature resistansi logam murni yang
Detector) mempunyai koefisien suhu
positif
Termistor Perubahan suhu mempengaruhi Sensor suhu
resistansi logam teroksidasi
yang mempunyai koefisien
suhu negatif.
Hygrometer Resitif Resistansi electrode turun bila Sensor kelembapan
kelembapan udara di
sekelilingnya naik atau
bertambah.
Psychrometer Perbedaan suhu pada electrode Sensor kelembapan
kering dan electrode basah
menghasilkan perubahan
tegangan.

b. Transduser kapasitif dan transduser induktif

Prinsip kerja transduser ini adalah mengubah perubahan besaran non listrik

menjadi perubahan nilai kapasitansi atau induktif. Berikut ini disajikan prinsip kerja dan

penerapan transduser induktif berdasarkan jenisnya.


Tabel 1.3. Prinsip kerja dan penerapan transduser induktif

Jenis Transduser Prinsip Kerja Jenis Penerapan


Transduser kapasitif Kapasitas antara dua Sensor tinggi cairan,
dielektrik, berubah sensor tekanan,
disebabkan oleh kondisi kepadatan ketebalan.
fisis seperti tinggi cairan,
komposisi larutan, tekanan
ketebalan, kepadatan,
aliran dan panjang.
Transduser induktif Perubahan posisi inti Sensor tekanan, posisi
menyebabkan timbulnya
tegangan pada kumparan
sekunder.
Transduser tekanan Perubahan tekanan fisis Sensor tekanan
seperti tekanan gas atau
cairan menyebabkan
perubahan induktaansi
magnetic.

c. Transduser photo

Transduser photo dapat mengubah besar arus listrik jika dikenai cahaya/sinar.

Arus listrik inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan yang ingin diukur,

misalnya gelap terangnya suatu ruangan. Kondisi inilah yang dapat diukur adalah

kondisi yang memanfaatkan sinar sebagai bagian utamanya.

Ada beberapa jenis transduser photo dan masing-masing mempunyai prinsip kerja

yang berbeda-beda. Berikut ini disajikan tabel jenis-jenis transduser photo berikut

prinsip kerja dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 1.4. Prinsip kerja dan penerapan transduser photo

Jenis Transduser Prinsip Kerja Jenis Penerapan


Photoconductiv Konduktivitas pada suatu Sakelar cahaya, sensor
(LDR) bahan berubah bila terkena cahaya
cahaya.
Photodiode Arus reverse berubah sesuai Sakelar cahaya, sensor
intensitas cahaya pada diode cahaya
tersebut.
Phototransistor Intensitas cahaya yang jatuh Sakelar cahaya
pada transistor photo yang
menyebabkan transistor dalam
kondisi cut off atau konduksi.
Optocoupler Mengubah pulsa menjadi sinar Relay, Sakelar cahaya
inframerah, sinar inframerah
mentriger detector photo.

2. Transduser Aktif

Transduser ini tidak memerlukan catu daya eksternal. Transduser ini malah dapat

menghasilkan energi listrik. Berikut ini disajikan prinsip kerja dan penerapan transduser

aktif berdasarkan jenis-jenisnya.

Tabel 1.5. Prinsip kerja dan penerapan transduser aktif

Jenis Transduser Prinsip Kerja Jenis Penerapan


Termokopel dan Energi listrik muncul bila Sensor suhu, pancaran
thermopile sambungan dua jenis panas
semikonduktor logam yang
berbeda dikenai panas.
Cell photovoltaic Energi listrik atau tegangan Sensor cahaya,
muncul bila sebuah hubungan pembangkit tegangan
semikonduktor mendapat energi sinar (solar cell)
pancaran sinar.

1.2.5. Keperluan Dasar Transduser

Biasanya transduser dirancang untuk meraba besaran ukur yang spesifik atau

hanya tanggap terhadap besaran ukur tertentu saja. Pengetahuan yang lengkap pada

karakteristik transduser listrik dan mekanik sangat penting dalam pemilihan pemakaian

transduser tertentu, misalnya dalam instrumen suatu penelitian, dasar keperluan-

keperluan itu adalah:


a. Kokoh (ruggedness). Kemampuan untuk bertahan pada beban lebih, dengan

pengaman yang dapat menghentikan memakai proteksi beban lebih.

b. Linieritas. Kemampuan menghasilkan karakteristik input-output yang simetris dan

linier, linearitas menyeluruh mempunyai faktor yang diperhatikan.

c. Kemampuan ulang. Kemampuan menghasilkan sinyal output yang tepat sama bila

mengukur besaran ukur sama secara berulang dalam kondisi lingkungan sama pula.

d. Instrumentasi memuaskan. Memberikan sinyal output analog yang tinggi dengan

perbandingan sinyal ke noise yang besar pula; dalam banyak hal lebih disukai

besaran digital.

e. Stabilitas dan keandalan tinggi. Kesalahan pengukuran minimum, tidak terpengaruh

temperatur, getaran dan variasi keadaan lingkungan.

f. Tanggapan dinamis (dynamic response) baik. Output dapat dipercaya terhadap input

bila diambil sebagai fungsi waktu. Efek ini dianalisa sebagai tanggapan frekuensi.

g. Karakteristik mekanik yang baik dapat mempengaruhi unjuk kerja statis kuasistatis

dan keadaan dinamis. Efek utamanya adalah:

1. Histerisis mekanik. Mengakibatkan ketanggapan elemen sensor yang tidak

sempurma, yang terjadi pada dimensi transduser strain. Sifat ini bergantung pada

bahan yang dipakai serta umumya.

2. Aliran kental atau merayap (creep). Disebabkan karena adanya aliran kental bahan

elemen sensor. Besarnya semakin naik bila beban naik dan temperatur naik.

Bahan yang mempunyai titik leleh rendah memperlihatkan harga sifat

merayap/mengalir yang lebih besar.


3. Sifat elastis yang tertinggal (after effect). Perubahan bentuk yang masih berlanjut

bila beban diberikan dengan konstan dan kalau beban dilepas maka bentuk secara

perlahan-lahan akan kembali ke asalnya, dan hilang sisa perubahan bentuknya.

h. Minimumkan noise yang bersatu dengan devais integrated, minimumkan asimitri dan

kerusakan lain.

1.3. PENUTUP

1.3.1. Rangkuman

 Pengukuran adalah proses mengukur sebuah satuan fisis untuk menghasilkan sebuah

nilai yang terukur, yang mana nilai ini diwakili oleh satuan fisik yang lain. Sebuah

sistem pengukuran terdiri dari sebuah transduser atau sensor yang menterjemahkan

sebuah nilai suatu besaran (satuan) fisik ke suatu sistem pemrosesan untuk

diterjemahkan ke dalam besaran fisik yang lain, yang mana nilai ini kemudian

digunakan oleh pengamat atau operator untuk mengambil keputusan.

 Transduser adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah (mengkonversi) suatu

besaran fisik ke besaran fisik yang lain, dimana besaran yang kedua adalah

representasi analog dari besaran yang pertama.

 Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi dan sering berfungsi untuk

mengukur magnitude sesuatu (sebagai elemen yang langsung mengadakan kontak

dengan dengan yang diukur).

 Istilah-istilah yang sering digunakan pada sebuah transduser adalah: jangkauan

(range) dan jengkal (span), alat ukur linear dan non linear, ketepatan (accuracy) dan

kesalahan (error), resolusi, keberulangan (repeatability) dan histerisis, efek

lingkungan dan ketuaan, dan kalibrasi.


 Keperluan-keperluan dasar transduser adalah kokoh (ruggedness), linieritas,

kemampuan ulang, instrumentasi memuaskan, stabilitas dan keandalan tinggi,

tanggapan dinamis (dynamic response) baik, karakteristik mekanik yang baik, dan

minimumkan noise yang bersatu dengan devais integrated, minimumkan asimitri dan

kerusakan lain.

1.3.2. Latihan

1. Jelaskan pengertian pengukuran ?.

2. Jelaskan pengertian transduser ?.

3. Sebutkan keuntungan transduser listrik ?.

4. Sebutkan klasifikasi transduser ?.

1.3.3. Kunci Jawaban

1. Pengukuran adalah proses mengukur sebuah satuan fisis untuk menghasilkan sebuah

nilai yang terukur, yang mana nilai ini diwakili oleh satuan fisik yang lain. Sebuah

sistem pengukuran terdiri dari sebuah transduser atau sensor yang menterjemahkan

sebuah nilai suatu besaran (satuan) fisik ke suatu sistem pemrosesan untuk

diterjemahkan ke dalam besaran fisik yang lain, yang mana nilai ini kemudian

digunakan oleh pengamat atau operator untuk mengambil keputusan.

2. Transduser adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah (mengkonversi) suatu

besaran fisik ke besaran fisik yang lain, dimana besaran yang kedua adalah

representasi analog dari besaran yang pertama. Dari sudut pandang konversi energi,
transduser dapat diartikan sebagai alat yang mengubah energi dari satu bentuk ke

bentuk yang lain yaitu besaran fisik ke besaran listrik.

3. Keuntungan transduser listrik adalah:

a. Output listrik dapat diperkuat menurut keperluan.

b. Output dapat dilihat dan direkam secara jarak jauh, kecuali dapat dibaca/dilihat

juga beberapa transduser dapat diproses bersama-sama.

c. Output dapat diubah tergantung keperluan tampilan atau mengontrol alat lain.

d. Sinyal dapat dikondisikan atau dicampur untuk mendapatkan kombinasi output

dan transduser sejenis.

e. Ukuran dan bentuk transduser dapat disesuaikan dengan rancangan alat untuk

mendapatkan berat serta volume optimum.

f. Dimensi dan bentuk desain dapat dipilih agar tidak mengganggu sifat yang diukur.

4. Transduser dapat diklasifikasikan sesuai dengan prinsip pengubahan energi, sinyal

keluaran, atau berdasarkan bidang pemakaian yaitu transduser pasif yang terdiri dari

transduser resistif, transduser kapasitif, transduser induktif, dan transduser photo; dan

transduser aktif.
BAB II

PENGUKURAN TEMPERATUR

2.1. PENDAHULUAN

2.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode pengukuran temperatur, jenis-jenis

transduser temperatur, dan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi termometer pemuaian,

resistansi, termokopel, termistor, RTD (Resistance Temperature Detector), dan

transduser temperatur semikonduktor.

2.1.2. Relevansi

Pengukuran dan kontrol temperatur mungkin adalah operasi yang paling umum

dari proses dalam industri. Untuk mengukur temperatur secara kualitatif kita perlu

mendefinisikan sebuah skala temperatur. Hal ini dilakukan dengan memilih dua

temperatur yang dimana beberapa efek fisik yang dapat terindentifikasi terjadi pada titik

ini, dan kemudian nilai numerik diberikan untuk kedua temperatur ini. Nilai temperatur

lain kemudian dapat ditentukan dengan melakukan interpolasi.

Materi pada bab ini memiliki relevansi yang sangat kuat terhadap pengukuran

temperatur pada proses industri, sehingga dapat dimanfaatkan dan diterapkan langsung

terhadap proses-proses yang ada di dunia industri dan aplikasi lainnya yang

berhubungan dengan pengendali elektronik. Bab ini juga merupakan lanjutan dari bab

sebelumnya yang mana lebih menjelaskan secara detail jenis-jenis pengukuran dan

jenis-jenis transduser untuk temperatur.


2.1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan metode pengukuran temperatur.

 Menjelaskan jenis-jenis transduser temperatur.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi Termometer Pemuaian, Resistansi

dan Termokopel.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi Termistor dan RTD.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi transduser temperatur

semikonduktor.

2.2. PENYAJIAN

2.2.1. Konsep Pengukuran dan Skala

Skala Fahrenheit dan Celcius menggunakan titik beku dan titik didih air sebagai

dua titik referensi.

Fahrenheit Celcius

Titik beku 32 0

Titik didih 212 100

Hubungan timbal balik antara skala Fahrenheit dan Celcius diberikan oleh:

F = 9/5 C + 32 dan C = 5/9 (F - 32)

Satuan SI dari temperatur adalah kelvin (K) dan simbol derajat (0) tidak digunakan

pada skala kelvin. Nilai skala 0 K adalah titik terendah dari temperatur secara teoritis,

dimana 0 K = -273,160C. Hubungan antara derajat Celcius dan Kelvin diberikan oleh:
K = 0C + 273,15

Dalam aplikasi atau penggunaan di industri, skala Celcius paling luas digunakan,

namun yang ditetapkan sebagai Skala Mutlak adalah Skala Kelvin.

Latar belakang adanya transduser temperatur (termometer) yaitu:

 Daya tahan manusia terhadap panas atau dingin adalah sempit, dibatasi oleh rasa

sakit pada kedua batas, yaitu batas ketahanan terhadap panas dan dingin.

 Keputusan atau perasaan manusia terhadap temperatur relatif juga tidak dapat

diandalkan.

Berdasarkan alasan di atas sangat dibutuhkan suatu skala temperatur yang dapat

memberikan ketepatan terhadap istilah panas dan dingin.

Konsep dasar tentang skala temperatur diturunkan berdasarkan persamaan gas

ideal oleh Regnault:

pV = R(t + C)

Dimana:

p adalah tekanan

V adalah volume

t adalah temperatur

R dan C adalah konstanta.

Kelvin kemudian menghubungkan konsep gas ideal (termodinamik) tersebut ke

konsep termometer praktis dengan menggunakan sebuah termometer gas. Kemudian

Kelvin mendefinisikan persamaan gas ideal sebagai :

pV = RT

Dimana T didefinisikan dalam Kelvin (K) dan jika dihubungkan dengan skala Celcius (0C)

T = (t + 273,15)K
Jadi selisih antara derajat Kelvin dan Celcius adalah sebuah konstanta sebesar

273,15 K.

Hal ini berdasarkan International Practical Temperature Scale yang dideklarasikan

pada tahun 1968 (IPTS – 68).

Tabel 2.1. Beberapa titik tetap (fixed points) berdasarkan IPTS – 68


T/K t/0C
Titik kesetimbangan hidrogen
13,18 - 259,34
(Triple Point Of Hydrogen)
Titik kesetimbangan oksigen
54,360 - 218,789
(Triple Point Of Oxygen)
Kondensasi oksigen 90,188 - 182,962
Titik keseimbangan air 273,16 0,01
Titik didih air 273,15 100
Titik beku timah 505,1181 231,9681
Titik beku emas 1337,58 1064,43

Titik kesetimbangan (Triple Point) adalah titik dimana keadaan setimbang dicapai

untuk fasa padat, cairan dan gas dari suatu zat.

2.2.2. Prinsip Pengukuran Temperatur

Secara umum ada empat tipe sensor temperatur yang digunakan berdasarkan sifat-

sifat fisis berikut yang mana sifat-sifat ini sangat bergantung pada perubahan

temperatur.

1. Pemuaian dari sebuah bahan terhadap temperatur yang menghasilkan sebuah

perubahan dalam panjang, volume, atau tekanan. Bentuk sederhana dari instrumen ini

adalah air raksa dalam gelas termometer.

2. Perubahan tahanan listrik terhadap temperatur, digunakan pada termometer tahanan

dan termistor.
3. Perubahan potensial kontak antara dua logam yang berbeda terhadap temperatur,

digunakan pada termokopel.

4. Perubahan energi radiasi terhadap temperatur, digunakan pada Pyrometer optik dan

radiasi.

2.2.3. Transduser Temperatur

1. Termometer Pemuaian

Dalam sebuah termometer pemuaian, pemanasan atau pendinginan menyebabkan

zat padat, zat cair atau gas memuai. Oleh karena itu pemuaian ini menyebabkan

perubahan sebuah dimensi linear atau menyebabkan sebuah tekanan.

Contoh termometer pemuaian adalah termometer gelas yang berisi cairan. cairan

yang paling sering digunakan pada termometer gelas adalah air raksa (mercury). Prinsip

kerja dari termometer gelas berdasarkan pemuaian dari air raksa yang diakibatkan oleh

perubahan temperatur disekitar gelas.

Gambar 2.1 memperlihatkan sebuah batang logam yang mempunyai panjang Lo pada

temperatur To.

Gambar 2.1 Batang logam yang dipanaskan

Jika batang ini dipanaskan ke suatu nilai temperatur yang lebih tinggi T1, batang

tersebut akan bertambah panjang menjadi L1 yang diberikan oleh persamaan:


L1 = Lo [1 + ψ (T1 – To)]

Dimana ψ didefinisikan sebagai koefisien dari pemuaian termal linier. Nilai tipikal

untuk ψ adalah: Baja 6,7 x 10 –6/°C, Tembaga 16,6 x 10 –6/°C, Aluminium 25 x 10 –


6
/°C.

Gambar 2.2. Pertambahan volume cairan dalam tabung

Jika cairan ini dipanaskan temperaturnya menjadi T1, volumenya akan bertambah

menjadi V1 yang diberikan oleh persamaan:

V1 = Vo [1 + α (T1 – To)]

Dimana α adalah koefisien pemuaian termal kubikal. Nilai tipikal untuk α adalah:

Air raksa 0,56x 10 –4/°C

Alkohol 0,35x 10 –3/°C

Pada gambar di atas, pertambahan volume ΔV terlihat sebagai perubahan Δh

dalam tinggi kolom fluida (cairan) dalam tabung itu. Jika A adalah luas penampang dari

tabung tersebut, maka:

Δh = ΔV/A

Jika A dibuat kecil, maka perubahan yang nyata dapat diperoleh untuk perubahan

yang kecil pada temperatur. Inilah dasar dari termometer gelas air raksa dan alkohol.
Gambar sebuah termometer air raksa diperlihatkan di bawah ini. Termometer ini disebut

juga termometer gelas.

Gambar 2.3. Termometer air raksa (termometer gelas)

2. Termometer Tahanan

Resistansi pada kebanyakan penghantar logam bertambah bila dipengaruhi oleh

kenaikan temperatur. Sebabnya adalah bahwa bila bahan tersebut dipanasi maka

molekul-molekul zatnya menjadi bergeser.

RT = R0 (1 + α t)

Dimana 0 < t < 150° C

α adalah koefisien temperatur tahanan. Dengan nilai dari masing-masing logam berbeda

sebagai berikut:

Logam α

Platina (Platinum) 0,0039

Tembaga (Copper) 0,0043

Nikel 0,0068
Gambar 2.4 menunjukkan karakteristik tahanan dengan temperatur untuk berbagai

jenis logam. Dalam setiap karakteristik logam ditetapkan 100 Ω pada suhu 0° C sebagai

referensi.

Pada gambar dapat dilihat, termometer dengan bahan nikel mempunyai sensitifitas

terbesar, tetapi tidak begitu linier. Platina mempunyai sensitifitas paling kecil, tetapi

mempunyai kelinieran yang paling baik. Pada prinsipnya pemilihan material untuk

penggunaan yang spesifik akan menentukan ketepatan (accuracy) yang dibutuhkan.

Termometer resistansi dari bahan platina kemungkinan paling banyak digunakan

(walaupun sangat mahal).

Gambar 2.4. Karakteristik perubahan resistansi terhadap suhu pada beberapa material.

Termometer tahanan disebut juga detektor temperatur tahanan (RTD - Resistance

Temperature Detector). Alat ukur ini menggunakan elemen sensitif dari kawat platina,

tembaga atau nikel murni yang memberikan nilai tahanan yang terbatas untuk masing-

masing temperatur didalam jangkauannya.


Persamaan yang menghubungkan antara temperatur dan tahanan konduktor adalah:

Rt = Rref (1 +  t)

Dimana:

Rt = tahanan konduktor pada temperatur t (0C)

Rref = tahanan pada temperatur referensi, biasanya 00C

 = koefisien temperatur tekanan

t = selisih antara temperatur kerja dan temperatur referensi

Hampir semua konduktor logam memiliki koefisien tahanan temperatur yang

positif sehingga bertambah terhadap kenaikan temperatur beberapa material seperti

karbon dan germanium sehingga tahanannya berkurang terhadap pertambahan

temperatur. Pada termometer tahanan diinginkan nilai koefisien temperatur tahanan ()

yang tinggi, sehingga suatu perubahan tahanan yang besar terjadi pada perubahan

temperatur yang relatif kecil.

PLATINA

Jangkauan Temperatur : - 300 0F sampai + 15000F


Ketelitian :  10F
Keuntungan / kelebihan : - Jangkauan kerja yang lebar
- Tahan terhadap korosi dan oksidasi (stabilitas
yang tinggi)
- Mudah ditempa (malleable)
- Titik didih yang tinggi
Kekurangan : - Mahal
- Waktu respons yang relatif lambat
- Tidak selinier tembaga
TEMBAGA

Jangkauan Temperatur : - 325 0F sampai + 250 0F


Ketelitian :  0,5 0F
Keuntungan / kelebihan : - linearitas yang tinggi
- Ketelitian dalam jangkauan temperatur kerja
Kekurangan : - Jangkauan temperatur terbatas (sampai 250 0F)
- Mudah terkena korosi dan oksidasi
NIKEL

Jangkauan Temperatur : - 32 0F sampai + 150 0F


Ketelitian :  0,5 0F
Keuntungan / kelebihan : - Umur panjang
- Ketelitian yang tinggi
- Koefisien temperatur yang tinggi
Kekurangan : - Tak linear
- Jangkauan temperaturnya terbatas (sampai 150 0F)

Karena mempunyai banyak kelebihan dalam karakteristiknya sehingga platina

yang paling banyak digunakan untuk elemen pengindera pada termometer tahanan.

Callender menemukan persamaan interpolasi sebagai berikut :

t=
( Rt −R o
R100 −R0) ( )( )
100+δ
t
100
−1
t
100

Dimana:

Rt adalah tahanan platina pada temperatur t.

Ro adalah tahanan platina pada temperatur 0 0C.

R100 adalah tahanan platina pada temperatur 100 0C.

 adalah konstanta.

untuk temperatur dibawah 00C Callender dan Van Dusen menggunakan persamaan

interpolasi:
( Rt −R o
) ( )( ) ( )( )
3
t t t t
t= 100+δ −1 +β −1
R100 −R0 100 100 100 100

 adalah konstanta yang lain

Menurut IPTS (International Practical Temperature Scale) 68 R100/R0 untuk platina

murni adalah 1,39290. IPTS 68 juga memperbaiki kedua persamaan di atas menjadi:

t 2− ( 104
δ ) (
+102 t+
106 R t −R0
δ R 100−R0)=0

Contoh soal:

Sebuah termometer tahanan platina mempunyai karakteristik R0 = 100 Ohm, R100/R0

= 1,385 dan  = 1,5. Rt yang terukur adalah 119,25 Ohm. Berapakah temperatur yang

terukur ?.

Penyelesaian :

2
t− (
1,5
+10 t+ ) (
104 2 106 119 ,25−100
1,5 138 ,5−100
=0 )
t2 – 6767t + 333333 = 0

−(−6767 )±√(6767 )2 −4.1.333333


t1,2 =
2.1

6767±√ 44458957 6767±6668


= =
2 2
t1 = 49,5 0C atau t2 = 6717,5 0C (tidak mungkin karena melebihi jangkauan

termometer). Sehingga suhu yang terukur 49,5 0C.


3. Resistance Temperature Detector (RTD)

Sebuah transduser temperatur berdasar pada prinsip tahanan detektor temperatur

(RTD) dan ini dispesifikasikan pada temperatur tahanan 0° C dan perubahan suhu

tahanan pada 0° C-100° C, ini disebut sebagai interval pokok.

Paltina RTD dibuat dengan tahanan 100 Ω pada 0° C dan menjadi 138,5 Ω pada

100° C sehingga didapatkan interval pokok 38,5 Ω. Standar relevan untuk RTD adalah

B5 1904 yang khusus untuk metode kalibrasi dan toleransi sensor. PT sensor 100 dapat

digunakan pada daerah temperatur - 200° C sampai 800° C dengan ketepatan ± 0,5 %

antara 0° - 100° C dan ± 3 % pada perbedaan yang besar temperatur.

RTD tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Dibuat untuk memproteksi

Atmosfer atau fluida sehingga temperatur dapat diukur.

Sebuah RTD berubah resistansinya sesuai dengan perubahan suhu. Sebelum RTD

ini digunakan untuk pengukuran atau kontrol, perubahan resistansi harus mengakibatkan

perubahan tegangan atau arus. Disipasi listrik pada RTD dari perubahan ini harus pada

batas yang wajar, untuk menghindari Error I2 R pada saat sensor dipanaskan. Disipasi

10 mW akan menyebabkan kenaikan suhu 0,3° C yang mana secara tidak langsung akan

menyebabkan berkurangnya nilai arus (± 10 mA) dan tegangan (dibawah 1V).

Rangkaian yang sederhana dapat dilihat pada gambar 2.5 yang menggunakan sumber

arus konstan untuk merubah resistansi ke tegangan dimana Vr:

Vr = I . R0 (1 + α t)

Vr merupakan umpan penguatan oleh Amplifier, dengan Vr penghubung untuk I . R 0.

Tegangan output sesuai dengan T° C. Rangkaian yang umum berdasar pada prinsip

jembatan Wheatstone, jika rangkaian mempunyai impedansi yang besar (pasti tidak ada

beban pada jembatan). Analisis sirkuit sederhana dapat dilihat pada gambar 2.5.
+ Vcc
Sumber Arus
Konstan R
R 1
Vr R
+
V0

R
V  Vbe
I  z RTD Vr R
R
0V
0V

a. Rangkaian RTD sederhana

R1 R3

VS V

R2 RT

b. Jembatan Wheatstone

Gambar 2.5. RTD sederhana dan jembatan wheatstone

V tidak berubah secara linier terhadap perubahan RT ketidaklinieran dapat

dikurangi levelnya dengan R3 >> R2 (tipe faktor 100). Cara ini memiliki efek samping

untuk mengurangi kelinieran jembatan pada faktor 100, tetapi ini tidak mudah

dikeseimbangkan dengan DC Amplifier.

Ketidaklinearan berdampak pada ketelitian. Plat berlubang misalnya, memiliki

respon yang sangat tidak linier tetapi digunakan untuk mengukur aliran dengan Error

yang kecil. Ketidaklinieran output pada jembatan diproses dengan rangkaian pelinier

untuk memberikan output tegangan yang berhubungan dengan temperatur secara linier.

Pelinieran dapat dihasilkan dengan rangkaian OP-Amp atau dengan peralatan “intelijen”
mikroprosesor. Pada rangkaian termometer tahanan di atas, besarnya arus konstan yang

akan dikuatkan tergantung pada nilai RTD.

RTD dibuat dari sebuah kumparan kawat platinum pada papan pembentuk dari

bahan isolator. Selain itu, RTD mempunyai film platinum pada lapisan bawah berupa

bahan alumina. RTD dapat digunakan sebagai sensor suhu yang mempunyai ketelitian

0,03°C dibawah 500° dan 0,1°C diatas 1000°. Gambar 2.6. menunjukkan konstruksi

RTD.

Gambar 2.6. RTD bahan platinum

Hubungan antara resistansi dan suhu penghantar logam merupakan perbandingan

linear. Resitansi bertambah sebanding dengan perubahan suhu padanya. Besar

resistansinya dapat ditentukan berdasarkan rumus dibawah ini:

∆R
R=
α∆T

Keterangan:

R = resistansi logam murni


∆ R=¿ perubahan resistansi

∆ T =¿ perubahan suhu

α =¿ koefisien resistansi terhadap suhu

Selain itu, kita dapat pula menentukan resistansi bila diketahui resistansi pada

suhu awal dengan koefisisen resistansi adalah a. besar resistansi pada suhu tertentu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut:

R2 ¿ R 1 (1+ α ∆ T )

Contoh soal:

Berapakah resistansi RTD dari bahan platinum pada suhu 70°C, bila diketahui resistansi

pada suhu 20°C sebesar 135 ohm sedangkan koefisien resistansi pada suhu 20°C adalah

0,00392?

Penyelesaian:

R2 ¿ R 1 (1+ α ∆ T )

= 135 (1 + 0,00392 (70 – 20))

= 161

Jadi, besar resistansi RTD = 161 ohm

Seperti halnya termistor, tegangan keluarannya dapat diperoleh dengan mengalirkan

arus konstan melalui RTD atau dengan memasangnya pada salah satu lengan jembatan

wheatstone, seperti ditunjukkan pada gambar 2.7.


Gambar 2.7. Rangkaian jembatan RTD

Bila RTD berada pada suhu kamar maka beda potensial jembatan adalah 0 volt

dan tegangan keluaran penguat diferensial 0 volt. Keadaan ini disebut keadaan

setimbang. Bila suhu RTD berubah maka resistansinya juga berubah sehingga jembatan

tidak dalam kondisi setimbang. Hal ini menyebabkan adanya beda potensial antara A

dan B. Begitu juga yang terjadi (berlaku) pada keluaran penguat diferensial. Hal ini

sesuai dengan prinsip kerja jembatan wheatstone.

Bila kondisi setimbang, pada titik A-B harus mempunya beda potensial dan arus

yang sama.

I2 = IRTD dan I1 = I3

Sedangkan tegangan pada R1 dan R2 adalah :

I1. R1= I2. R2

I3. R3= IRTD. RRTD

Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

R2
R RTD ¿ R 3
R1

Contoh soal:

Seperti ditunjukkan pada gambar 2.12, diketahui R1=56 k, R2 = 62k R3 = 100k.

Berapakah resistansi RTD sehingga jembatan tersebut pada kondisi setimbang ?

Penyelesaian:

R2
R RTD ¿ R 3
R1

62
=100
56

= 111
Jadi, resistansi RTD = 111 ohm

Gambar 2.8 menunjukkan konstruksi RTD. Probe (detector) terdiri dari kumparan

yang ditempatkan didalam selubung dari bahan stainless stell. Selubung ini

dimaksudkan sebagai pelindung yang menahan probe dari tekanan, goncangan, dan

gesekan selama pengukuran

Gambar 2.8. Konstruksi RTD

Kumparan RTD yang banyak digunakan berasal dari bahan platinum, nikel, atau

nikel campuran. Platinum mempunyai stabilitas yang baik dan mempunyai ketelitian

dan ketepatan tinggi terhadap rentang pengukuran suhu. RTD dari bahan platinum

dibuat dari intisari platinum murni yang dililitkan pada keramik.

Pengubah resistansi ke tegangan (RTD) ditunjukkan pada gambar 2.8 secara detail

gambar rangkaian ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.9. Rangkaian pengubah resistansi ke tegangan


Rangkaian ini menggunakan dua buah Op-Amp, untuk menghasilkan tegangan

keluaran berkisar antara 0 volt - 2 volt, pada suhu 0°C - 300°C. tiga variable resistor

digunakan untuk mengatur tegangan offset. Tegangan referensi dan tegangan offset

span. Tegangan offset digunakan untuk mengkalibrasi bila suhu 0°C maka tegangan

keluarannya 0 volt. Pengaturan tegangan refernsi digunakan untuk mendapatka

tegangan masukan referensi Op-Amp. Adapun pengatur tegangan offset span digunakan

untuk mengatur tegangan keluaran sama dengan 2 volt pada suhu 300°C.

RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:

1. Tidak diperlukan suhu referensi.

2. Sensitifitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara memperpanjang

kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.

3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel.

4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi

masalah.

5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi

sederhana dan murah.

4. Termistor

Penggunaan RTD sangat terbatas, tetapi linear. Penambahan resistansi pada logam

sesuai dengan penambahan suhu. Termistor terbuat dari bahan semikonduktor, yang

paling umum dibuat dari bahan yang dapat turun nilai tahanannya bila suhunya

dinaikkan. Termistor terdiri dari beberapa bentuk, ukuran dan keterangan-keterangan

walaupun respon termistor tidak linear, termistor dapat digunakan untuk mengukur

temperatur dari 0° - 100° C.


Termistor biasa digunakan untuk alarm temperatur, termistor terbagi atas dua yaitu:

- NTC (Negative Temperatur Coefficient)

- PTC (Positive Temperatur Coefficient)

PTC mempunyai respon seperti pada gambar dibawah ini yang menunjukkan

penambahan resistansi secara tiba-tiba di beberapa temperatur (temperatur referensi)

respon PTC membuat ukuran temperatur yang tidak pantas. Tetapi biasanya digunakan

untuk temperatur alarm contohnya pada motor belitan.

Gambar 2.10. Kurva perubahan resistansi oleh suhu pada PTC Termistor

Prinsip kerja Termistor adalah memberikan perubahan resistansi yang sebanding

dengan perubahan suhu. Umumnya kata Termistor digunakan untuk pengertian lebih

luas, yaitu komponen elektronik dari bahan semikondulktor yang mempunyai koefisien

negatif.
Termistor mempunyai sensitivitas lebih tinggi daripada termokopel atau RTD.

Termistor sering digunakan sebagai sensor suhu atau alat pengaman pemanasan lebih.

Perubahan resistansi yang besar terhadap perubahan suhu yang relatif kecil menjadikan

Termistor banyak dipakai sebagai sensor suhu yang mempunyai ketelitian dan ketepatan

tinggi.

Termistor dibentuk dari bahan oksida logam campuran (sintering mixture),

kromium, kobalt, tembaga, besi, atau nikel. Pemilihan bahan oksida dengan

perbandingan tertentu berpengaruh terhadap karakteristik Termistor. Beberapa tipe

Termistor tersedia di pasaran dengan nilai resistansi dari ohm sampai megaohm.

Gambar 2.11 menunjukkan simbol Termistor dan gambar 2.12 menunjukkan konstruksi

Termistor tipe GM 102.

Gambar 2.11. Simbol Termistor Gambar 2.12. Konstruksi Termistor tipe GM 102

Termistor yang berbentuk butiran dapat digunakan pada suhu lebih dari 700°F.

nilai resistansinya berkisar dari 100 ohm hingga 10 M ohm. Dalam dunia industri

banyak digunakan Termistor berbentuk keping, batang, dan butiran. Tipe keping

umumnya dipasang dengan cara dilekatkan langsung pada benda yang di ukur panasnya.

Hal ini banyak diterapkan pada pengukuran suhu yang tinggi. Termistor bentuk batang

mempunyai resistansi tinggi, disipasi daya sedang, sehingga cocok digunakan untuk
memantau perubahan panas pada peralatan elektronis. Termistor dibuat dengan volume

yang sekecil-kecilnya, agar mencapai kecepatan tanggapan (respons time) yang baik.

5. Termokopel

Gambar 2.13 memperlihatkan dua logam yang berbeda yang disatukan pada dua

ujung titik. Jika ujung yang satu dipanaskan hingga mencapai temperatur T1, dan ujung

yang lain dijaga pada suatu nilai temperature yang lebih rendah T2, arus akan mengalir

di sekitar rangkaian tersebut. Arus tersebut besarnya tergantung jenis logam yang

digunakan dan temperatur T1 dan T2.

Gambar 2.13 Termokopel sederhana

Salah satu transduser yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan

temperatur adalah termokopel. Termokopel mempunyai kegunaan dan penerapan yang

luas sebagai alat ukur suhu, terutama pengukuran suhu tinggi. Suhu yang digunakan

pada proses industri kadang-kadang lebih tinggi dari 300°F. Rentang suhu antara

2000°F sampai dengan 3000°F biasanya digunakan pada industri baja, gelas, dan

keramik. Meskipun demikian, termokopel juga dapat digunakan untuk mengukur suhu

rendah dengan baik. Selain itu suhu gas atau cairan serendah -300°F masih dapat

terukur.

Termokopel menghasilkan pengukuran yang teliti dan dapat diandalkan, sehingga

banyak digunakan pada proses industri. Selain itu, termokopel dapat diubah rentang

ukurnya berdasarkan kombinasi bahan yang digunakan. Kehandalan termokopel


dibuktikan dengan kombinasi pasangan bahan platinum dengan platinum-rhodium yang

digunakan untuk menentukan skala suhu internasional antara 1220°F (660°C) dan

1945°F (1063°C).

Sebuah termokopel dibentuk oleh dua buah penghantar yang berbeda jenisnya,

dililit bersama. Jika salah satu bagian pangkal lilitan dipanasi, kedua ujung penghantar

pada pangkal yang lain akan muncul emf atau beda potensial. Fenomena ini pertama kali

ditemukan oleh Thomas Johann Seebeck pada tahun 1820, dan dikenal dengan efek

seebeck. Agar lebih jelas perhatikanlah gambar berikut ini

Gambar 2.14. Rangkaian termokopel sederhana

Sebuah rangkaian termokopel sederhana dibentuk oleh dua buah penghantar yang

berbeda jenis, besi dan konstantan, dililit bersama. Salah satu ujung T merupakan

measuring junction dan ujung yang lain, yaitu Tr sebagai reference junction dijaga pada

suhu konstan 32°F (0°C) atau 68°F(20°C). Bila ujung T dipanasi hingga terjadi

perbedaan suhu terhadap ujung Tr, maka kedua ujung penghantar besi dan konstantan

pada pangkal Tr terbangkit emf sehingga mengalir arus listrik pada rangkaian tersebut

(efek seebeck).

Sambungan logam pada termokopel terdiri dari dua sambungan, yaitu:

a. Reference Junction (Cold Junction), merupakan sambungan acuan yang suhunya

dijaga konstan dan biasanya diberi suhu yang dingin ( ≈ 0oC ).

b. Measuring Junction (Hot Junction), merupakan sambungan yang dipakai untuk

mengukur suhu atau disebut juga sambungan panas.


Pada dunia elektronika, termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan

untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik.

Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar yang

sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan

batas kesalahan pengukuran kurang dari 1°C.

Agar dapat digunakan dalam pengukuran, hanya material-material khusus yang

digunakan sebagai termokopel. Syarat-syarat yang diperlukan agar dapat digunakan

sebagai sensor adalah:

a.   Memiliki sensifitas yang tinggi dan memiliki linearty yang baik.

b.   Memiliki span pengukuran yang lebar.

c.  Memiliki repeatability dan stabilitas yang tinggi, dan tidak berubah sifat karena

waktu.

d.  Deviasi mutunya kecil.

National Institute of Standart and Technology (NIST) mempublikasikan tabel untuk

berbagai macam jenis sensor termokopel yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 2.2. Jenis-jenis Termokopel

Koofesien
Range Suhu
Tipe Material Seebeck Keterangan
( oC )
(µV/ oC)
Termokopel untuk
Chromel/ −200 °C hingga
K 41 tujuan umum, lebih
Alumel +1200 °C
murah
Tipe E memiliki
output yang besar
Chromel/ −200 °C hingga (68 µV/°C)
E 68
Constantan +1000 °C membuatnya cocok
digunakan pada
temperatur rendah
Rentangnya terbatas
(−40 hingga
Iron/ −40 °C hingga +750 °C)
J 53
Constantan +750 °C membuatnya kurang
populer dibanding
tipe K
Stabil dan tahanan
yang tinggi terhadap
oksidasi membuat
Nicrosil/ −200 °C hingga
N 39 tipe N cocok untuk
Nisil +1300 °C
pengukuran suhu
yang tinggi tanpa
platinum
Tipe B memberi
output yang sama
pada suhu 0 °C
Platinum- 0 °C hingga
B 3 hingga 42 °C
Rhodium +1800 °C
sehingga tidak dapat
dipakai di bawah
suhu 50 °C.
Sensitivitas
rendah              (6
Platinum/
µV/°C) dan biaya
Platinum 0 °C hingga
R 6 tinggi membuat
with 7% +1600 °C
mereka tidak cocok
Rhodium
dipakai untuk tujuan
umum.
Karena stabilitasnya
Platinum/ yang tinggi Tipe S
Platinum 0 °C hingga digunakan untuk
S 6
with 10% +1600 °C standar pengukuran
Rhodium titik leleh emas
(1064.43 °C).
Sering dipakai
sebagai alat
Copper/ −200 °C hingga
T 43 pengukur alternatif
Constantan +400 °C
sejak penelitian
kawat tembaga.
 

Termokopel merupakan salah satu sensor suhu yang banyak digunakan di industri,

karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

a.  Tahan terhadap efek getaran.

b.  Waktu respon pendek.


c.  Ukurannya kecil dan harganya murah.

d. Tidak memiliki efek self-heating.

Termokopel paling cocok digunakan untuk mengukur rentangan suhu yang luas,

hingga 1800 K. Sebaliknya, kurang cocok untuk pengukuran dimana perbedaan suhu

yang kecil harus diukur dengan akurasi tingkat tinggi, contohnya rentang suhu 0-100 °C

dengan keakuratan 0.1 °C. Untuk aplikasi ini, Termistor dan RTD lebih cocok. Contoh

penggunaan termokopel yang umum antara lain:

a.  Industri besi dan baja.

b.  Pengaman pada alat-alat pemanas.

c.  Untuk termopile sensor radiasi.

d.  Pembangkit listrik tenaga panas radioisotop, salah satu aplikasi termopile.

Termokopel bekerja berdasarkan efek Seebeck, mengubah antara suhu sambungan

acuan (reference junction) dengan suhu sambungan ukur (measuring junction) menjadi

tegangan listrik. Hubungan antara harga tegangan yang terkoreksi V(tl,0) harga tegangan

sambungan acuan V(ref,0) dan harga tegangan pada tabel standar kalibrasi V(tl,ref) adalah:

V(tl,0)=V(tl,ref)+V(ref,0)

Efek Seebeck timbul karena kerapatan muatan pembawa (electron dalam logam)

suatu penghantar berbeda dengan penghantar lain dan bergantung pada temperatur. Bila

dua jenis penghantar dihubungkan sehingga membentuk dua sambungan dan kedua

sambungan itu dipertahankan pada temperatur yang berbeda, maka difusi pembawa

muatan yang terjadi pada sambungan itu mempunyai laju yang berbeda. Pada benda itu

akan terjadi gerak neto dari pembawa muatan, seolah-olah pembawa muatan digerakkan

oleh medan nonelektrik. Integral medan ini, pada lintasan tertutup sepanjang

termokopel, menghasilkan elektromotansi Seebeck.


Terdapat beberapa jenis termokopel yang berbeda karakteristiknya. Perbedaan ini

ditentukan oleh kombinasi pasangan jenis penghantar yang digunakan. Hal ini memberi

keuntungan, yaitu jenis termokopel yang digunakan dapat disesuaikan dengan rentang

suhu dan kondisi lingkungan termokopel bekerja. Perbedaan jenis penghantar

menentukan karakteristik linear suhu terhadap tegangan. Kombinasi yang banyak

dipakai adalah tipe E (kromel-konstantan), tipe J (besi-konstantan), tipe K (kromel-

alumel), tipe R-S (platinum-platinum rhodium) dan tipe T (tembaga-konstantan).

Gambar 2.15 menunjukkan grafik tegangan terhadap suhu pada termokopel tipe E, J, K,

dan R.

Gambar 2.15. Grafik tegangan terhadap suhu pada thermokopel tipe E, J, K, dan R.

Tegangan keluaran emf (electro motive force) termokopel masih sangat rendah,

hanya beberapa milivolt. Termokopel digunakan untuk mengukur suhu setinggi 2300°F

atau serendah -270°F, dengan tegangan keluaran lebih dari 100 mV. Bila piranti ini

digunakan untuk mengukur suhu 500°F sampai 2300°F (platinum-platinum rhodium)

yang tidak meleleh pada suhu 3000°F.

Termokopel adalah sebuah alat yang bekerja berdasarkan perbedaan pengukuran.

Oleh karena itu, untuk mengukur suhu yang tidak diketahui, terlebih dahulu harus
diketahui tegangan Vc pada suhu reference (reference temperature). Bila termokopel

digunakan untuk mengukur suhu yang tinggi maka akan muncul tegangan sebesar Vh.

Jadi, tegangan sesungguhnya adalah selisih antara Vc dan Vh yang disebut net voltage

(Vnet). Besarnya Vnet dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Vnet =Vh – VC (2.1)

Contoh soal:

Sebuah termokopel menghasilkan tegangan keluaran sebesar 50 mV pada suhu 1400°C,

sedangkan pada suhu 200°C mengahsilkan tegangan 10 mV. Berapa tegangan

sesungguhnya (Vnet) yang dihasilkan oleh termokopel.

Penyelesaian:

Vnet = Vh – VC

= 50 mV – 10 mV

= 40 mV

Gambar 2.16 menunjukkan kurva pengukuran suhu terhadap arus (mA).

Termokopel menghasilkan arus keluaran antara 4 mA sampai dengan 20 mA, ditentukan

oleh suhu yang terukur, pada suhu minimum, arus keluaran terukur 4 mA. Sinyal

keluaran ini digunakan sebagai zero setting. Pada suhu maksimum, arus keluarannya

adalah 20 mA, selisih antara suhu maksimum dan suhu minimum disebut span setting.

Pada gambar 2.16 juga ditunjukkan perubahan arus keluaran linear terhadap suhu.

Arus keluaran sebanding dengan perubahan besaran antara tegangan terhadap suhu atau

arus terhadap waktu.


Gambar 2.16. Kurva hubungan suhu terhadap arus keluaran

Jenis termokopel adalah termopile. Termopile adalah beberapa termokopel yang

dihubungkan secara seri sehingga didapatkan alat ukur suhu yang mempunyai

sensitivitas tinggi. Tegangan keluaran termopile adalah jumlah tegangan masing-masing

termokopel. Termokopel sering digunakan sebagai Pyrometer Radiasi, yaitu termopile

yang digunakan untuk mengukur suhu sangat tinggi yang terpancar dari sumber panas.

Pada kondisi ini termopile tidak mungkin menempel secara fisis pada sumber

panas, contohnya pada proses peleburan baja.

Gambar 2.17.a menunjukkan beberapa termokopel yang dihubungkan secara seri

membentuk termopile. Termopile ini diletakkan di titik tengah Pyrometer (Gambar

2.17.b). Fungsi lensa adalah untuk mendapatkan titik fokus radiasi agar jatuh pada

termopile.

Gambar 2.17 a. Termopile, b. Pyrometer radiasi


6. Transduser Temperatur Semikonduktor (IC LM 35)

Terdapat dua kategori transduser temperatur semikonduktor, yaitu transduser yang

menghasilkan tegangan tertentu sesuai dengan perubahan suhu dan transduser yang

menghasilkan arus tertentu sesuai dengan perubahan suhu.

Contoh sumber tegangan yang sensitif terhadap suhu adalah IC LM 35 produk

dari nasional. Rangkaian ditunjukkan pada gambar 2.18.

Tegangan yang dihasilkan oleh LM 35 pada berbagai suhu adalah sebagai berikut:

+ 1500 mV pada suhu 150°C

+ 2500 mV pada suhu 25°C, dan

-550 mV pada suhu - 55°C

Vs
R1=
50 µ A

Tegangan keluaran rangkaian bertambah 10 mV/°C dengan memberikan tegangan

referensi negatif (-Vs) pada rangkaian, transduser mampu bekerja pada rentang suhu

-55°C sampai 150°C, tegangan keluaran dapat diatur 0 volt pada suhu 0°C dan ketelitian

dari transduser ini adalah = 1°C.

Gambar 2.18. Transduser temperatur IC LM 35


2.3. PENUTUP

2.3.1. Rangkuman

 Latar belakang adanya transduser temperatur (termometer) yaitu: Daya tahan

manusia terhadap panas atau dingin adalah sempit, dibatasi oleh rasa sakit pada

kedua batas, yaitu batas ketahanan terhadap panas dan dingin, dan Keputusan atau

perasaan manusia terhadap temperatur relatif juga tidak dapat diandalkan.

 Secara umum ada empat tipe sensor temperatur yang digunakan berdasarkan sifat-

sifat fisis berikut yang mana sifat-sifat ini sangat bergantung pada perubahan

temperature yaitu: (1). Pemuaian dari sebuah bahan terhadap temperatur yang

menghasilkan sebuah perubahan dalam panjang, volume, atau tekanan. Bentuk

sederhana dari instrumen ini adalah air raksa dalam gelas termometer, (2). Perubahan

tahanan listrik terhadap temperatur, digunakan pada termometer tahanan dan

termistor, (3). Perubahan potensial kontak antara dua logam yang berbeda terhadap

temperatur, digunakan pada termokopel, (4). Perubahan energi radiasi terhadap

temperatur, digunakan pada Pyrometer optik dan radiasi.

 Jenis transduser temperatur antara lain Termometer Pemuaian, Termometer Tahanan

(RTD - Resistance Temperature Detector), Termistor, Termokopel, Termopile,

Pyrometer Radiasi, dan Transduser Temperatur Semikonduktor (IC LM 35).

2.3.2. Latihan

1. Jelaskan latar belakang adanya transduser temperatur ?.

2. Apakah keunggulan dari RTD (Resistance Temperature Detector) dibandingkan

Termokopel ?.

3. Jelaskan karakteristik dari Termokopel, Termopile, dan Pyrometer Radiasi ?.


4. Berapakah resistansi RTD dari bahan platinum pada suhu 70°C, bila diketahui

resistansi pada suhu 20°C sebesar 135 ohm sedangkan koefisien resistansi pada suhu

20°C adalah 0,00392?

2.3.3. Kunci Jawaban

1. Latar belakang adanya transduser temperatur (termometer) yaitu:

 Daya tahan manusia terhadap panas atau dingin adalah sempit, dibatasi oleh rasa

sakit pada kedua batas, yaitu batas ketahanan terhadap panas dan dingin.

 Keputusan atau perasaan manusia terhadap temperatur relatif juga tidak dapat

diandalkan.

2. RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:

 Tidak diperlukan suhu referensi.

 Sensitifitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara memperpanjang

kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.

 Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel.

 Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi

masalah.

 Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi

sederhana dan murah.

3. Karakteristik Termokopel adalah Termokopel digunakan untuk mengukur suhu

setinggi 2300°F atau serendah -270°F, dengan tegangan keluaran lebih dari 100 mV.

Bila piranti ini digunakan untuk mengukur suhu 500°F sampai 2300°F (platinum-
platinum rhodium) yang tidak meleleh pada suhu 3000°F. Termopile adalah beberapa

termokopel yang dihubungkan secara seri sehingga didapatkan alat ukur suhu yang

mempunyai sensitivitas tinggi. Tegangan keluaran termopile adalah jumlah tegangan

masing-masing termokopel. Termokopel sering digunakan sebagai Pyrometer

Radiasi, yaitu termopile yang digunakan untuk mengukur suhu sangat tinggi yang

terpancar dari sumber panas. Pada kondisi ini termopile tidak mungkin menempel

secara fisis pada sumber panas, contohnya pada proses peleburan baja.

4. Penyelesaian:

R2 ¿ R 1 (1+ α ∆ T )

= 135 (1 + 0,00392 (70 – 20))

= 161

Jadi, besar resistansi RTD = 161 ohm


BAB III

PENGUKURAN GAYA, BEBAN, TORSI, DAN TEKANAN

3.1. PENDAHULUAN

3.1.1. Deskripsi Singkat

Bab ini akan membahas mengenai jenis-jenis pengukuran dan transduser gaya,

beban, dan torsi, konsep pengukuran dan konfigurasi tekanan, jenis-jenis transduser

tekanan, dan rangkaian dan aplikasi transduser gaya, beban, torsi, dan tekanan.

3.1.2. Relevansi

Bab ini merupakan lanjutan dari bab-bab sebelumnya yang membahas mengenai

metode pengukuran dan jenis-jenis transduser. Pada bab ini yang akan dibahas adalah

gaya, beban, torsi, dan tekanan. Bab ini juga memiliki relevansi atau hubungan yang

sangat erat dengan pengukuran dan transduser yang digunakan pada banyak proses

industri dan aplikasi-aplikasi lainnya yang berhubungan dengan pengendali elektronik.

3.1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan jenis-jenis transduser gaya, beban, dan torsi.

 Menjelaskan rangkaian dan aplikasi transduser gaya, beban, dan torsi.

 Menjelaskan konsep pengukuran dan konfigurasi tekanan.


 Menjelaskan jenis-jenis transduser tekanan.

 Menjelaskan rangkaian dan aplikasi transduser tekanan.

3.2. PENYAJIAN

3.2.1. Transduser Gaya, Beban, dan Torsi

Strain gage adalah salah satu transduser yang banyak dipakai untuk mendeteksi

dan mengukur gaya, beban, torsi, dan tegangan. Prinsip kerjanya adalah mengubah gaya

mekanik menjadi besaran resistansi yang sebanding. Piranti ini dibuat dari kawat

tahanan tipis berdiameter sekitar 1 mm. Kawat tahanan yang biasa digunakan adalah

campuran dari bahan “konstantan“ (60% Cu, dan 40% Ni ) atau logam campuran “479“

terdiri dari 92 % Pt dan 8 % Wo. Kawat tahanan ini dilekatkan pada papan penyangga

membentuk strain gage dengan kawat berliku-liku atau bengkok-bengkok yang dikenal

dengan bounded strain gage. Bentuk kawat yang berliku-liku dimaksudkan untuk

memudahkan pendeteksian terhadap gaya tekanan yang tegak lurus dengan arah panjang

lipatan, karena tekanan akan menarik kabel sehingga merenggang. Hal ini menyebabkan

perubahan resistansi pada kawat.

Selain bonded strain gage juga terdapat tipe yang lain yaitu unbonded strain gage,

yaitu Strain gage yang dibentuk oleh kawat yang dilekatkan pada sebuah rangka terpola

agar terbentuk Strain gage dengan kawat tahanan yang terpasang lurus dan simetris. Jika

papan atau rangka mendapat tekanan dari luar, maka resistansinya akan bertambah besar

∆R dan panjangnya berubah sebesar ∆L.

Karakteristik sebuah Strain gage ditentukan oleh sensitivitas (S) atau gage Factor

(GF). Sensitivitas didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan nilai tahanan

dan perubahan panjang, ditentukan dengan rumus berikut:


∆ R/ R
S= GF =
∆ L/ L

Keterangan :

S = GF = sensitivitas atau gage factor

R = Resistansi Kawat ( awal )

∆ R = Perubahan nilai resistansi Kawat

L = Panjang Kawat ( awal )

∆ L = Perubahan panjang Kawat

Perubahan panjang kawat (∆ L/ L ¿ adalah regangan pada kawat tahanan atau

dikenal dengan “σ” (sigma ), sehingga persamaan diatas menjadi:

∆ R/ R
S=
σ

Perubahan nilai resistansi R dari kawat tahanan yang panjangnya L dapat dihitung

dengan menggunakan rumus:

L ρ
R=ρ =
A (π / A) d 2

Nilai resistansi dari kawat tahanan setelah mengalami tekanan luar yang

menyebabkan pertambahan panjang (∆L) dan berkurangnya diameter (∆d) adalah:

ρ(L+ ∆ L)
R1 =
¿¿

∆L
ρ L(1+ )
L
¿
( )
π 2
A
d (1−
2∆d
d
)

Persamaan diatas dapat disederhanakan berdasarkan ratio dari poison (µ) yang

didefinisikan sebagai perbandingan antara pengurangan diameter dan pertambahan

panjang, yaitu:
∆ d /d
µ=
∆ L/ L

substitusi dari kedua persamaan diatas, adalah:

1 1+ ∆ L/ L
R s=ρ .
( )
π 2 1−2 µ ∆ L/L
A
d

Disederhanakan menjadi:

R s= R+ ∆ R

¿ R¿

Perbandingan pertambahan nilai resistansi ∆R dengan pertambahan panjang L

tersebut merupakan sensitivitas atau gage factor, yaitu:

∆ R/ R
S=
∆ L/ L

= 1 + 2µ

Besarnya ratio (poison’s ratio) bahan logam, umumnya berkisar antara 0,25-0,35,

sedangkan sensitivitas (s) atau gage factor berkisar antara 1,50-1,70. Kawat tahanan

konstantan mempunyai sensitivitas = 2, sedangkan logam campuran “alloy 479”

sensitivitasnya adalah 4.

Strain gage dari bahan semikonduktor silicon dan germanium memiliki

sensitivitas yang jauh lebih tinggi, yaitu antara 50 hingga 200. Kelemahan strain gage

ini dalam pemakaiannya harus dilengkapi dengan kompensator suhu.

Berdasarkan konstruksi fisik, strain gage dikelompokkan ke dalam beberapa tipe.

Tipe-tipe tersebut antara lain: tipe bentangan kawat lurus (unbounded strain gage) dan

kawat yang dibengkok (bounded strain gage), dua elemen, tiga elemen, bentuk star atau

delta, ditunjukkan pada gambar berikut:


Gambar 3.1. (a) bounded strain gage; (b) unbounded strain gage; (c) single elemen;
(d) star rosette; (e) delta rosette; (f) konfigurasi jembatan wheatstone.

Contoh soal:

Sebuah strain gage mempunyai sensitivitas sebesar 2,75 dan perubahan panjangnya

adalah 0,05. Berapakah perbandingan perubahan resistansinya ?.

Penyelesaian:

∆ R/ R
S=
∆ L/ L

∆R ∆L
=S
R L

= 2,75.0,05

= 0,14
Jadi, perbandingan perubahan resistansinya = 0,14.

3.2.2. Konsep Pengukuran Tekanan

Tekanan dapat didefinisikan dalam empat cara berbeda yaitu:

1. Secara mekanik

Sebuah fluida dalam keadaan diam mempunyai tekanan P yang dapat didefinisikan

sebagai gaya F yang ditekan secara tegak lurus oleh fluida di atas sebuah unit area A

dari permukaan

P= F/A

Konsep mekanik ini adalah konsep utama dari tekanan.

2. Secara hidrolik

Karena tekanan adalah sifat fluida yang sangat dipengaruhi oleh posisi, maka

terdapat variasi tekanan fluida p terhadap ketinggian h:

P α ρh

Dimana ρ adalah berat fluida per menit volume

3. Secara Kinetik

Dalam teori kinetik gas, tekanan (p) dipandang sebagai sebuah ukuran dari total

energi kinetik (KE) dari melekul-melekul gas tersebut.

4. Secara Termodinamika

Secara termodinamika tekanan (p) didefinisikan sebagai:

δW +δf
p=
dV

dimana f adalah gesekan, W adalah kerja, dan δ adalah konstanta.

Secara umum tekanan didefinisikan menurut persamaan: Tekanan = Gaya/Unit

Area = F/A
Gaya (F) didefinisikan sebagai F = ma, dimana m adalah massa dan a adalah

percepatan. Dalam sistem SI gaya dinyatakan dalam Newton dan tekanan dalam pascal

(Pa) yaitu N/m2. Pascal jarang digunakan dalam kehidupan praktis, karena satuan ini

mewakili satuan dari pengukuran tekanan rendah. Satuan yang umum digunakan adalah

pounds sguare (psi), KPa, dan atmosfir.

Jangkauan (range) dari tekanan-tekanan yang telah terukur adalah dari tekanan vacum

(hampa) 10-9 Pa sampai tekanan yang sangat tinggi dengan nilai 109 Pa (150.000 psi).

Contoh soal:

1. Berapakah massa yang harus didudukkan di atas area 1 Km 2 untuk menghasilkan

tekanan 10-9 Pa ?.

2. Berapakah tekanan yang dapat dihasilkan oleh seseorang yang mempunyai berat 50

kg melalui tumit dari sepatu yang ia kenakan, jika tumit itu mempunyai diameter

11,3 mm ? umpamakan g = 10 ms-2

Penyelesaian :

1. P = F / A F = P . A = 10-9 x (103)2

= 10-3 N

F = mg m = F / g = 10-3 / 10 = 10-4 kg

= 0.1 kg

F 50 .10
P= =
A 11 , 3 −3 2
π( .10 )
2. 2 = 5 M Pa
3.2.3. Konfigurasi Pengukuran Tekanan

Semua alat pengukuran tekanan beroperasi dengan menentukan perubahan dari

perbedaan tekanan antara tekanan yang hendak diukur dari sebuah referensi. Ada tiga

konfigurasi pengukuran tekanan, yaitu:

a. Tekanan ukuran atau range pressure (psig)

Tekanan yang diukur di referensi ke tekanan atmosfir sekitar. Ketika terminal dari

tekanan masukan dibuka terhadap atmosfir, nilai yang terbaca adalah nol (lihat

gambar 3.2.a).

b. Tekanan mutlak atau absolute pressure (psia)

Tekanan terukur dreferensikan terhadap hampa penuh (full vacum). Ketika terminal

tekanan masukan dibuka terhadap atmosfir, nilai yang terbaca adalah tekanan

barometrik lokal (lihat gambar 3.2.b).

c. Tekanan differensial (psid)

Tekanan terukur direferensikan terhadap tekanan lain yang serupa. Sering tekanan

differensial ini adalah persentasi yang sangat kecil dari kedua referensi atau nilai

yang diukur, dan pembukaan terhadap atmosfir harus dicegah untuk menghindari

kerusakan alat ukur (lihat gambar 3.2.c).

Gambar 3.2. Konfigurasi Pengukuran


3.2.4. Transduser Tekanan

Terdapat dua group utama dari alat ukur tekanan:

a. Alat ukur yang mengukur tekanan secara langsung, manometer bentuk tabung U.

b. Alat ukur yang mengukur tekanan secara tidak langsung. Alat ukur dalam group ini

berdasarkan elemen elastis yang menyimpang/membelok ketika mendapat tekanan,

seperti diafragma. Instrumen dari group ini dikopelkan dengan konverter yang

merubah besaran mekanis ke besaran listrik untuk menyediakan output listrik yang

cocok untuk prosesing elektronik.

1. Manometer tipe tabung U

Meskipun manometer tidak lagi digunakan secara luas dalam industri sekarang

ini, mereka memberikan sebuah wawasan berguna tentang prinsip pengukuran tekanan.

Mereka uga digunakan sebagai sebuah standar terhadap alat ukur lain dapat dikalibrasi.

Jika sebuah tabung U diisi dengan zat cair (umumnya air, alkohol atau air raksa,

tergantung dari tekanan yang diukur), zat cair ini akan secara alamiah mengambil

kedudukan sama tinggi dalam kedua tabung itu, seperti diperlihatkan dalam gambar

3.3.a jika setiap tekanan ditetapkan pada setiap kaki dari setiap dari tabung tersebut

seperti ditunjukkan pada gambar 3.3.b, tinggi dari zat cair tersebut akan lebih rendah

pada sisi tekanan yang lebih tinggi pada sisi tekanan yang lebih tinggi dan akan lebih

tinggi pada sisi tekanan yang lebih rendah. Pada gambar tersebut, perbedaan tinggi

antara cairan di kedua kaki tabung (kolom) tersebut adalah h.


Gambar 3.3. Manometer tabung U, (a) P1 = P2, (b) P1 > P2

Tekanan pada sebuah kolom zat cair diberikan oleh persamaan:

p=gh

dimana p adalah tekanan (Pa),  adalah kepadatan zat cair, g percepatan grafitasi (9,8

ms-2) dan h adalah tinggi kolom zat cair dalam meter.

Pada gambar 3.3.b, tekanan pada kedua kaki tabung harus seimbang, sehingga:

p1 = p2 + gh

atau

h = (p1 – p2)/g

yaitu perbedaan dalam ketinggian kolom adalah berbanding lurus dengan tekanan

differensial.

Manometer biasanya diberi skala nol pada titik kesetimbangannya, dan pembagian

setengah dari skala total di atas dan di bawah titik kesetimbangan tersebut. Hal ini

menyebabkan skala tekanan dapat dibuat pada salah satu tabung. Manometer berskala

dapat dibentuk dengan membuat area (luas) yang berbeda dari kedua tabung tersebut,

seperti ditunjukkan oleh gambar 3.4.


Gambar 3.4. Manometer berskala

Perbedaan tinggi h masih mengikuti persamaan h = (p1-p2)/g, namum

pergerakan dari dari titik nol (diwakili oleh d dan h) menjadi tidak sama. Jika A1 dan

A2 adalah luas dari penampang kedua tabung tersebut, perpindahan volume dalam

kedua tabung akan sama sehingga:

A1h = A2d

atau

h = (A2 / A1) d

karena h + d = H, sehingga dengan mensubstitusi ke persamaan h = (p1-p2)/g

diperoleh :

p1 – p2
d=
g(1 + A2/A1)

Penskalaan dari manometer dapat diatur dengan menvariasikan nilai A1/A2.

Sebuah manometer tabung inklinasi (lihat gambar 3.5) memberikan kenaikan

sensitivitas pengukuran terhadap pengukuran tekanan rendah.


Gambar 3.5. Manometer tabung inklinasi

Tekanan dibaca pada skala pengukuran inklinasi dari jarak d. Jika luas penampang

tabung A2 sangat kurang dari luas penampang reservoir A1, tinggi kolom h diberikan

oleh :

(p1 – p2)
h=
g

dan d diberikan oleh :

(p1 – p2)
d=
g tan

2. Transduser Tekanan dengan Diafragma

Transduser tekanan digunakan untuk mengukur dan mengendalikan tekanan.

Seperti tekanan cairan atau gas. Untuk mengubah tekanan menjadi perubahan posisi

diperlukan sebuah kantong atau diafragma, ditunjukkan pada gambar 3.6.


Gambar 3.6. Transduser tekanan

Perubahan tekanan pada kantung menyebabkan perubahan posisi inti kumparan

sehingga mengakibatkan perubahan induksi magnetik pada kumparan. Kumparan yang

digunakan adalah kumparan CT (Center Tap), dengan demikian apabila inti mengalami

pergeseran maka induktansi pada salah satu kumparan bertambah sementara induktansi

pada kumparan yang lain berkurang. Signal Converter mengubah induktansi magnetik

yang timbul pada kumparan menjadi tegangan yang sebanding.

Salah satu pemanfaatan dari penerapan transduser ini adalah untuk mengukur

tinggi suatu cairan. Piranti ini digunakan untuk mengukur baik tekanan statis ataupun

perbedaan tekanan. Untuk mengukur tekanan statis atau tinggi suatu cairan dapat

ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = d.g.h

Keterangan :

P = tekanan statis ( pascal )

d = kepadatan cairan ( kg/m3 )

g = konstanta grafitasi ( 9,81 m/s2 )

h = tinggi cairan ( m )

Contoh soal:
Pada sebuah tangki terbuka, dimasukkan suatu cairan dengan berat 1000 kg/m 3. Apabila

diketahui tekanan statisnya 49 Kpa, berapa tinggi cairan tersebut diatas sensor ?.

Penyelesaian :

P = d.g.h

h = P
dg
= 49 Kpa
( 1000 kg/m3 ) . ( 9,81 m/s2 )
= 5m

3. Transduser Tekanan dengan Tabung Bourdon

Jenis transduser tekanan yang lain adalah tabung Bourdon, seperti ditunjukkan

pada gambar 3.7.

Gambar 3.7. Tabung Bourbon

Pada transduser tabung Bourdon, salah satu ujung tabung dihubungkan dengan

inti LVDT (Linear Variable Differential Transformer). Apabila tekanan di dalam

tabung bertambah, tabung akan bergerak menyusut dan bila tekanan pada tabung
berkurang, tabung akan bergerak mengembang sehingga inti LVDT akan tertarik atau

tertekan oleh salah satu ujung tabung sesuai dengan defleksi linier tabung yang

disebabkan oleh tekanan. Dengan berubahnya posisi inti LVDT menyebabkan

timbulnya emf pada keluaran LVDT.

3.3. PENUTUP

3.3.1. Rangkuman

 Strain gage adalah salah satu transduser yang banyak dipakai untuk mendeteksi dan

mengukur gaya, beban, torsi, dan tegangan. Prinsip kerjanya adalah mengubah gaya

mekanik menjadi besaran resistansi yang sebanding. Piranti ini dibuat dari kawat

tahanan tipis berdiameter sekitar 1 mm.

 Berdasarkan konstruksi fisik, strain gage dikelompokkan ke dalam beberapa tipe.

Tipe-tipe tersebut antara lain: tipe bentangan kawat lurus (unbounded strain gage)

dan kawat yang dibengkok (bounded strain gage), dua elemen, tiga elemen, bentuk

star atau delta.

 Tekanan dapat didefinisikan dalam empat cara berbeda yaitu: secara mekanik, secara

hidrolik, secara kinetik, dan secara termodinamika.

 Ada tiga konfigurasi pengukuran tekanan, yaitu: tekanan ukuran atau range pressure

(psig), tekanan mutlak atau absolute pressure (psia), dan tekanan differensial (psid).

 Terdapat dua group utama dari alat ukur tekanan yaitu alat ukur yang mengukur

tekanan secara langsung (manometer bentuk tabung U, manometer berskala, dan

manometer tabung inklinasi), dan alat ukur yang mengukur tekanan secara tidak

langsung (transduser tekanan dengan diafragma dan transduser tekanan dengan

tabung bourdon).
3.3.2. Latihan

1. Jelaskan karakteristik dari strain gage ?.

2. Jelaskan karakteristik transduser tekanan dengan diafragma ?.

3. Jelaskan karakteristik transduser tekanan dengan tabung bourdon ?.

4. Sebuah strain gage mempunyai sensitivitas sebesar 2,75 dan perubahan panjangnya

adalah 0,05. Berapakah perbandingan perubahan resistansinya ?.

3.3.3. Kunci Jawaban

1. Strain gage adalah salah satu transduser yang banyak dipakai untuk mendeteksi dan

mengukur gaya, beban, torsi, dan tegangan. Prinsip kerjanya adalah mengubah gaya

mekanik menjadi besaran resistansi yang sebanding. Piranti ini dibuat dari kawat

tahanan tipis berdiameter sekitar 1 mm. Kawat tahanan yang biasa digunakan adalah

campuran dari bahan “konstantan“ (60% Cu, dan 40% Ni ) atau logam campuran

“479“ terdiri dari 92 % Pt dan 8 % Wo. Kawat tahanan ini dilekatkan pada papan

penyangga membentuk strain gage dengan kawat berliku-liku atau bengkok-bengkok

yang dikenal dengan bounded strain gage. Bentuk kawat yang berliku-liku

dimaksudkan untuk memudahkan pendeteksian terhadap gaya tekanan yang tegak

lurus dengan arah panjang lipatan, karena tekanan akan menarik kabel sehingga

merenggang. Hal ini menyebabkan perubahan resistansi pada kawat.

2. Perubahan tekanan pada kantung menyebabkan perubahan posisi inti kumparan

sehingga mengakibatkan perubahan induksi magnetik pada kumparan. Kumparan

yang digunakan adalah kumparan CT (Center Tap), dengan demikian apabila inti

mengalami pergeseran maka induktansi pada salah satu kumparan bertambah


sementara induktansi pada kumparan yang lain berkurang. Signal Converter

mengubah induktansi magnetik yang timbul pada kumparan menjadi tegangan yang

sebanding.

Salah satu pemanfaatan dari penerapan transduser ini adalah untuk mengukur tinggi

suatu cairan. Piranti ini digunakan untuk mengukur baik tekanan statis ataupun

perbedaan tekanan.

3. Pada transduser tabung Bourdon, salah satu ujung tabung dihubungkan dengan inti

LVDT (Linear Variable Differential Transformer). Apabila tekanan di dalam tabung

bertambah, tabung akan bergerak menyusut dan bila tekanan pada tabung berkurang,

tabung akan bergerak mengembang sehingga inti LVDT akan tertarik atau tertekan

oleh salah satu ujung tabung sesuai dengan defleksi linier tabung yang disebabkan

oleh tekanan. Dengan berubahnya posisi inti LVDT menyebabkan timbulnya emf

pada keluaran LVDT.

4. Penyelesaian:

∆ R/ R
S=
∆ L/ L

∆R ∆L
=S
R L

= 2,75.0,05

= 0,14

Jadi, perbandingan perubahan resistansinya = 0,14.


BAB IV

PENGUKURAN PERUBAHAN POSISI

4.1. PENDAHULUAN

4.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep pengukuran posisi, jenis-jenis

transduser posisi, dan prinsip kerja, rangkaian, dan apikasi Potensiometer, LVDT

(Linear Variable Differential Transformer), Resolver, Inductosyn, dan Encoder.

4.1.2. Relevansi
Bab ini merupakan lanjutan dari bab-bab sebelumnya yang membahas konsep

pengukuran dan jenis-jenis transduser. Pada bab ini yang akan dibahas adalah konsep

pengukuran posisi dan jenis-jenis transduser posisi. Pembahasan pada bab ini sangat

berkaitan erat dengan bab sebelumnya karena pada bab ini dibahas secara detail

mengenai LVDT yang merupakan salah satu dasar dari pengukuran tekanan pada bab

sebelumnya. Selain itu, materi LVDT pada bab ini juga sangat berkaitan erat dengan

bab-bab selanjutnya yaitu pada pengukuran aliran dan level.

4.1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan konsep pengukuran posisi.

 Menjelaskan jenis-jenis transduser posisi.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi Potensiometer sebagai transduser

Posisi.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi LVDT.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi Resolver.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi Inductosyn.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi Encoder.

4.2. PENYAJIAN

4.2.1. Konsep Dasar Pengukuran Posisi

Sistem pengukuran posisi dapat diklasifikasikan menurut beberapa macam cara

sebagai berikut :
a. Berdasarkan cara pengukurannya, yaitu:

 Direct sistem (langsung)

 Indirect sistem (tidak langsung/perantara)

b. Berdasarkan jenis sinyal yang dihasilkan, yaitu:

 Sistem analog

 Sistem digital: berupa pulsa-pulsa (sangat penting di dunia modern).

i i i

Analog t,y Digital t,y Analog-Periodik t,y

Gambar 4.1. Isyarat analog, digital dan analog periodik


sebagai fungsi waktu (t) atau posisi (y)

Analog-periodik merupakan penggabungan sistem analog dan digital.

c. Berdasarkan posisi relatif yang terukur, yaitu:

 Sistem absolute: relatif terhadap titik yang diam/sebelumnya (dapat berupa

analog atau digital).

 Sistem incremental atau bertingkat: posisi nol dipilih/ditentukan, dimana posisi

nol akan hilang bila terjadi pemutusan aliran listrik (dilakukan secara digital atau

analog periodik).

4.2.2. Beberapa jenis Transduser Posisi

1. Potensiometer
Potensiometer berfungsi mengubah posisi mekanis menjadi sinyal elektris.

Potensiometer merupakan sebuah tahanan (resistor) yang mempunyai kontak geser.

Tahanannya dapat diatur dari 0 s/d maksimum.

Gambar 4.2. Potensiometer

Potensiometer dengan beban

C  A  R = 0

C  B  R = maksimum = RT

R 
= =   sudut
RT T

Jika tidak ada arus mengalir pada kontak geser = potensiometer tanpa beban:

Eo R  
= =  E0 = Ei
Ei RT T  T 

Aplikasi potensiometer: alat ukur arah angin, posisi barang, dan lain-lain.

2. Resolver
Resolver merupakan suatu bentuk dari Synchro disebut Synchro Resolver,

digunakan dalam navigasi, radar, trayektori (terdapat perhitungan trigonometri).

Dasarnya resolver adalah sebuah peralatan yang menghasilkan keluaran listrik dalam

bentuk fungsi trigonometri dari sudut masukan.

Gambar 4.3. Resolver

S = Stator

R = Rotor

 = Sudut orientasi posisi kumparan stator

Stator dan rotor mengandung dua kumparan yang berjarak 90 derajat satu sama

lainnya.

Berlaku rumus :

ER 2,4 = k [ ES 1,3 Cos  + ES 2,4 Sin  ]

ER 1,3 = k [ ES 2,4 Cos  + ES 1,3 Sin  ]

k = konstanta kesebandingan antara tegangan stator dan rotor.

3. Shaft Encoders (Enkoder)


Input yang diberikan pada enkoder adalah suatu gerak putar poros dari enkoder

tersebut. Yang diukur posisi elemen penggerak. Enkoder mengubah gerakan linear atau

putaran menjadi sinyal digital. Enkoder dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Enkoder absolut

Dapat dibuat dengan menggunakan piringan yang memiliki jalur (track) yang

kemudian diberi kode (misal: biner murni, kode gray, untuk mendeteksi posisi dari

suatu poros yang berputar.

Gambar 4.4. Enkoder absolut dengan empat jalur/track

b. Enkoder inkremental (incremental encoder)

Incremental encoder beroperasi dengan cara menerjemahkan putaran poros encoder

tersebut menjadi sinar cahaya yang terputus -putus yang selanjutnya diolah menjadi

bentuk pulsa-pulsa listrik.

Incremental encoder memiliki piringan gelas (glass disk) yang disebut roda kode

(code whell).
Gambar 4.5. Encoder inkremental

4. Transduser pengukur posisi linear

Digunakan untuk mengukur pergeseran atau posisi dan bekerja berdasarkan

perubahan kopling induktif sepanjang garis lurus (gerak linear). Jenis yang paling

banyak digunakan adalah:

a. LVDT (Linear Variabel Differential Transformer)

LVDT terdiri dari dua buah kumparan (Primer dan Sekunder) yang dililitkan batang

magnetik yang berhubungan ke gerak (posisi) yang diukur. Perubahan posisi

kurang dari 0,001 inci dapat dideteksi.

Jenis Transduser yang banyak digunakan untuk mendeteksi perubahan posisi adalah

Linear Variabel Differential Transformer (LVTD). Transduser ini bekerja berdasarkan

prinsip kerja transformator. LVDT terdiri dari sebuah kumparan primer (P) dan dua

buah kumparan sekunder (S1 dan S2). Perhatikan gambar 4.6.

Bila tegangan AC megalir pada kumparan primer (P), maka akan muncul

teganganinduksi di kedua kumparan sekunder (S1 dan S2). Dalam rangkaian, kumparan

sekunder dihubungkan secara seri berlawanan fase sehingga tegangan pada kedua

kumparan saling berlawanan fase. Pada posisi normal, inti feromagnetik berada di
tengah-tengah antara dua kumparan sekunder. Pada posisi inti tegangan emf di kedua

kumparan sekunder (S1 dan S2) sama tetapi berkebalikan antara satu dengan yang lain.

Dengan demikian, jumlah tegangan keluarannya sama dengan 0 Volt, posisi ini disebut

sebagai null position. Polaritas tegangan keluaran yang dihasilkan LVDT ditentukan

oleh arah gerakan inti. Sebagai contoh, bila inti pada gambar rangkaian 4.6 bergerak ke

bawah, kumparan S2 mempunyai tegangan induksi lebih besar dari pada S 1. Besar

tegangan induksi ditentukan oleh seberapa jauh inti bergerak. Langkah perubahan

posisi inti umumnya antara 0,1 mm sampai dengan 75mm.

Gambar 4.6. Bagan dan prinsip kerja LVDT serta output sinyalnya

Untuk mengubah tegangan keluaran S1 dan S2 pada gambar 4.6 menjadi tegangan

DC, gambar rangkaiannya ditunjukkan dengan gambar 4.7.


Gambar 4.7. LVDT dengan tegangan keluaran DC

Dengan rangkaian Gambar 4.7, perubahan posisi inti menyebabkan tegangan salah

satu kumparan sekunder naik sementara tegangan pada kumparan sekunder lainnya

mengurangi secara simultan. Dioda D1 dan D2 sebagai penyearah tegangan sekunder,

dua kapasitor dan resistor sebagai filter tegangan keluaran DC.

b. Inductosyn

Inductosyn adalah bentuk linear dari pada resolver. Alat ini digunakan untuk

pengukuran posisi secara presisi. Terdiri dari skala pencatat dalam bentuk gelas

yang dilengkapi dengan bahan penghantar yang berulang setiap 0,1 inci.

Sebuah kontak geser yang diteliti dua kumparan dipasang berdekatan terhadap skala

gelas. Posisi kontak geser dapat ditentukan dengan ketelitian ± 0,001 inci.

Gambar 4.8. Inductosyn


4.3. PENUTUP

4.3.1. Rangkuman

 Sistem pengukuran posisi dapat diklasifikasikan menurut beberapa macam cara

sebagai berikut: Berdasarkan cara pengukurannya yaitu: direct sistem (langsung) dan

indirect sistem (tidak langsung/perantara). Berdasarkan jenis sinyal yang dihasilkan

yaitu: sistem analog dan sistem digital. Berdasarkan posisi relatif yang terukur

yaitu: sistem absolute dan sistem incremental atau bertingkat.

 Potensiometer berfungsi mengubah posisi mekanis menjadi sinyal elektris.

Potensiometer merupakan sebuah tahanan (resistor) yang mempunyai kontak geser.

Tahanannya dapat diatur dari 0 s/d maksimum.

 Resolver merupakan suatu bentuk dari Synchro disebut Synchro Resolver, digunakan

dalam navigasi, radar, trayektori (terdapat perhitungan trigonometri).

 Input yang diberikan pada enkoder adalah suatu gerak putar poros dari enkoder

tersebut. Yang diukur posisi elemen penggerak. Enkoder mengubah gerakan linear

atau putaran menjadi sinyal digital.

 Transduser pengukur posisi linear digunakan untuk mengukur pergeseran atau posisi

dan bekerja berdasarkan perubahan kopling induktif sepanjang garis lurus (gerak

linear). Jenis yang paling banyak digunakan adalah LVDT (Linear Variabel

Differential Transformer) dan Inductosyn.

4.3.2. Latihan

1. Sebutkan klasifikasi pengukuran posisi ?.

2. Jelaskan prinsip kerja LVDT (Linear Variable Differential Transformer) ?.

3. Jelaskan karakteristik Inductosyn ?.


4.3.3. Kunci Jawaban

1. Sistem pengukuran posisi dapat diklasifikasikan menurut beberapa macam cara

sebagai berikut: Berdasarkan cara pengukurannya yaitu: direct sistem (langsung) dan

indirect sistem (tidak langsung/perantara). Berdasarkan jenis sinyal yang dihasilkan

yaitu: sistem analog dan sistem digital. Berdasarkan posisi relatif yang terukur

yaitu: sistem absolute (relatif terhadap titik yang diam/sebelumnya, dapat berupa

analog atau digital). dan sistem incremental atau bertingkat (posisi nol

dipilih/ditentukan, dimana posisi nol akan hilang bila terjadi pemutusan aliran

listrik, dilakukan secara digital atau analog periodik).

2. LVDT (Linear Variable Differential Transformer) bekerja berdasarkan prinsip

kerja transformator. LVDT terdiri dari sebuah kumparan primer (P) dan dua buah

kumparan sekunder (S1 dan S2). Bila tegangan AC megalir pada kumparan primer (P),

maka akan muncul teganganinduksi di kedua kumparan sekunder (S 1 dan S2). Dalam

rangkaian, kumparan sekunder dihubungkan secara seri berlawanan fase sehingga

tegangan pada kedua kumparan saling berlawanan fase. Pada posisi normal, inti

feromagnetik berada di tengah-tengah antara dua kumparan sekunder. Pada posisi inti

tegangan emf di kedua kumparan sekunder (S1 dan S2) sama tetapi berkebalikan antara

satu dengan yang lain. Dengan demikian, jumlah tegangan keluarannya sama dengan 0

Volt, posisi ini disebut sebagai null position. Polaritas tegangan keluaran yang

dihasilkan LVDT ditentukan oleh arah gerakan inti.

3. Inductosyn adalah bentuk linear dari pada resolver. Alat ini digunakan untuk

pengukuran posisi secara presisi. Terdiri dari skala pencatat dalam bentuk gelas

yang dilengkapi dengan bahan penghantar yang berulang setiap 0,1 inci. Sebuah
kontak geser yang diteliti dua kumparan dipasang berdekatan terhadap skala gelas.

Posisi kontak geser dapat ditentukan dengan ketelitian ± 0,001 inci.

BAB V

PENGUKURAN ALIRAN

5.1. PENDAHULUAN

5.1.1. Deskripsi Singkat

Bab ini akan membahas mengenai konsep pengukuran aliran, jenis-jenis

transduser aliran, dan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter tekanan
differensial, flowmeter turbin, variable area flowmeter, flowmeter ultrasonik,

flowmeter elektromagnetik, dan flowmeter target.

5.1.2. Relevansi

Bab ini merupakan lanjutan dari bab-bab sebelumnya yang membahas konsep

pengukuran dan jenis-jenis transduser. Pada bab ini yang akan dibahas adalah konsep

pengukuran aliran (flow) dan jenis-jenis transduser aliran. Pembahasan mengenai jenis

transduser pada bab ini antara lain: flowmeter tekanan differensial yang menggunakan

LVDT (Linear Variable Differential Transformer), dimana materinya telah dibahas dan

sangat berkaitan dengan bab sebelumnya. Pembahasan flowmeter target sangat

berkaitan erat dengan bab pengukuran gaya, beban, torsi, tekanan karena menggunakan

strain gage untuk mendeteksi berapa banyak aliran yang melewati transduser tersebut.

Pembahasan flowmeter elektromagnetik juga sangat berkaitan erat dengan bab

selanjutnya yaitu bab yang membahas mengenai transduser elektromagnet. Bab ini juga

membahas berbagai macam transduser yang sering digunakan di dalam proses industri

dan diaplikasikan pada banyak rangkaian pengendali elektronik.

5.1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan konsep pengukuran aliran.

 Menjelaskan jenis-jenis transduser aliran.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter tekanan differensial.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter turbin.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi variable area flowmeter.


 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter ultrasonik.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter elektromagnetik.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi flowmeter target.

5.2. PENYAJIAN

5.2.1. Konsep Pengukuran Aliran

Metoda pengukuran aliran (flow) berdasarkan sifat sinyalnya dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: linear dan tidak linear.

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam pengukuran aliran (flow) adalah:

 Massa flow (jumlah aliran) adalah jumlah dari fluida yang dapat melewati suatu

titik per unit waktu.

M =  n . Vn

M = Mass flow
n = berat jenis kondisi normal
Vn = volumetik aliran normal

 Kecepatan aliran adalah kecepatan dimana suatu fluida dapat bergerak melewati

suatu titik.

Pm Vm Tn
Vn =
Pn Tm

Vm = Volumetrik aliran yang diukur (m = measured)


T = Temperatur (n = normal)

Untuk mengukur aliran, pendekatan yang umum digunakan adalah mengubah

energi kinetis yang dimiliki cairan menjadi beberapa bentuk yang dapat diukur.
Gambar 5.1. Pengukuran flow untuk sinyal linear dan tidak linear

5.2.2. Jenis-jenis Transduser Aliran

Beberapa jenis transduser aliran (flow tranducers) yaitu:

1. Differential pressure flowmeters (flowmeter tekanan differensial)

Flowmeter (alat ukur aliran) tekanan differensial menggunakan prinsip dasar Efek

Bernoulli.

Gambar 5.2. Efek Bernoulli

Berlaku Rumus : V12 P1 V22 P2


+ gh1 + = + gh2 +
2 1 2 2
V = Kecepatan aliran

gh = Energi potensial; g = percepatan gravitasi; h = tinggi

 = Berat jenis fluida

Salah satu contoh flowmeter tekanan differensial yaitu:

Gambar 5.3. Flowmeter tekanan differensial

Prinsip kerjanya:

Apabila cairan mengalir, tekanan P1 akan menjadi lebih besar dibanding dengan

P2 dan perbedaan tekanan P1 berbanding lurus dengan tekanan P2. Balon memuai

sebanding dengan aliran. Apabila P1 lebih besar dibanding dengan P2, inti pada LVDT

akan bergerak ke kanan. Apabila aliran berhenti tidak akan ada efek Bernoulli dan inti

akan menjadi ditengah.

2. Turbine flowmeter (flowmeter turbin)

Flowmeter turbin terdiri dari sebuah turbin kecil (dengan empat buah blade/kisi)

yang ditempatkan dalam aliran. Kisi dan turbin dibentuk dari bahan besi yang

dimagnetisasi.
Gambar 5.4. Flowmeter turbin

Prinsip kerjanya adalah apabila ada aliran, sudut/kisi turbin berputar pada

kecepatan sebanding dengan kecepatan cairan dan dimagnetisasi, menginduksikan

pulsa tegangan. Tegangan outputnya berupa gelombang sin yaitu:

E = Aw Sin Nwt

Dimana:

A = Amplitudo (konstan)

w = Kecepatan angular/kecepatan sudut

N = Jumlah blades/Kisi

3. Variable area flowmeter

Flowmeter variabel area terdiri dari sebuah pelampung runcing di dalam suatu

pipa/tabung gelas vertikal yang meruncing. Aliran fluida secara vertikal akan melewati

pelampung yang akan menarik di dalam tabung membentuk posisi yang bergantung

pada volumetrik aliran.


Gambar 5.5. Variable area flowmeter

4. Ultrasonic flowmeter (flowmeter ultrasonik)

Flowmeter ultrasonik menggunakan prinsip efek Doppler. Efek Doppler terjadi

ketika ada gerak relatif bunyi antara pemancar (transmitter) dan penerima (receiver).

Gambar 5.6. Flowmeter ultrasonik

Berlaku rumus:

( Vr + Vs )
fr = ft
Vr
Jika transmitter dan receiver adalah bergerak berjauhan dengan kecepatan relatif:

( Vr + Vs ) ( Vs + V cos θ )
fr = ft fr = ft
Vr ( Vs − V cos θ )

fr = Frekuensi receiver

ft = Frekuensi transmitter

Vr = Kecepatan relatif

Vs = Kecepatan bunyi

5. Electromagnetic flowmeter (flowmeter elektromagnetik)

Bekerja berdasarkan hukum Faraday tentang reduksi elektromagnetik. Bila ada

konduktor dengan panjang l bergerak dengan kecepatan V yang tegak lurus dengan

medan/fluks magnet B maka akan diinduksikan tegangan E.

Berlaku rumus:

E = B . l. V

Gambar 5.7. Elektromagnetik Flowmeter

Prinsip kerjanya adalah flowmeter elektromagnetik dapat digunakan dengan

cairan yang menghantarkan listrik (bersifat konduktor). Kumparan pada unit


membangkitkan medan magnet. Apabila cairan konduktif mengalir melalui medan

magnet, dua elektroda akan merasakan tegangan yang dinduksikan.

6. Flowmeter target

Prinsipkerja flowmeter target adalah cairan memancarkan tekanan pada target

yang sebanding dengan kecepatan cairan. Resultance gaya pada target dirasakan oleh

ketegangan kawat.

Gambar 5.8. Flowmeter Target

5.3. PENUTUP

5.3.1. Rangkuman

 Metoda pengukuran aliran (flow) berdasarkan sifat sinyalnya dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian yaitu: linear dan tidak linear. Untuk mengukur aliran, pendekatan

yang umum digunakan adalah mengubah energi kinetis yang dimiliki cairan menjadi

beberapa bentuk yang dapat diukur.

 Flowmeter (alat ukur aliran) tekanan differensial menggunakan prinsip dasar Efek

Bernoulli.
 Flowmeter turbin terdiri dari sebuah turbin kecil (dengan empat buah blade/kisi)

yang ditempatkan dalam aliran. Kisi dan turbin dibentuk dari bahan besi yang

dimagnetisasi.

 Flowmeter variabel area terdiri dari sebuah pelampung runcing di dalam suatu

pipa/tabung gelas vertikal yang meruncing. Aliran fluida secara vertikal akan

melewati pelampung yang akan menarik di dalam tabung membentuk posisi yang

bergantung pada volumetrik aliran.

 Flowmeter ultrasonik menggunakan prinsip efek Doppler. Efek Doppler terjadi ketika

ada gerak relatif bunyi antara pemancar (transmitter) dan penerima (receiver).

 Flowmeter elektromagnetik bekerja berdasarkan hukum Faraday tentang reduksi

elektromagnetik.

 Flowmeter target mendeteksi tekanan cairan yang memancar pada target yang

sebanding dengan kecepatan cairan.

5.3.2. Latihan

1. Jelaskan prinsip kerja flowmeter tekanan differensial ?.

2. Jelaskan prinsip kerja flowmeter turbin ?.

3. Jelaskan prinsip kerja flowmeter elektromagnetik ?.

5.3.3. Kunci Jawaban

1. Prinsip kerja flowmeter tekanan differensial adalah apabila cairan mengalir, tekanan

P1 akan menjadi lebih besar dibanding dengan P2 dan perbedaan tekanan P1

berbanding lurus dengan tekanan P2. Balon memuai sebanding dengan aliran.

Apabila P1 lebih besar dibanding dengan P2, inti pada LVDT akan bergerak ke
kanan. Apabila aliran berhenti tidak akan ada efek Bernoulli dan inti akan menjadi

ditengah.

2. Prinsip kerja flowmeter turbin adalah flowmeter turbin terdiri dari sebuah turbin

kecil (dengan empat buah blade/kisi) yang ditempatkan dalam aliran. Kisi dan turbin

dibentuk dari bahan besi yang dimagnetisasi. Apabila ada aliran, sudut/kisi turbin

berputar pada kecepatan sebanding dengan kecepatan cairan dan dimagnetisasi,

menginduksikan pulsa tegangan.

3. Prinsip kerja flowmeter elektromagnetik adalah bekerja berdasarkan hukum Faraday

tentang reduksi elektromagnetik. Flowmeter elektromagnetik dapat digunakan

dengan cairan yang menghantarkan listrik (bersifat konduktor). Kumparan pada unit

membangkitkan medan magnet. Apabila cairan konduktif mengalir melalui medan

magnet, dua elektroda akan merasakan tegangan yang dinduksikan.

BAB VI

PENGUKURAN LEVEL

6.1. PENDAHULUAN

6.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep pengukuran level, jenis-jenis transduser

level, dan prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi transduser level yang terdiri dari sistem
pengukuran level berdasarkan pelampung, pengukuran level dengan transduser gaya,

pengukuran level dari tekanan hidrostatik, pengukuran level berdasarkan tekanan

differensial di dalam tangki bertekanan, pengukuran level dengan menggunakan metode

ultrasonik, pengukuran level dengan menggunakan metode level switch, pengukuran

level dengan metode radiasi, dan pengukuran level dengan metode probe kapasitif.

6.1.2. Relevansi

Bab ini merupakan lanjutan dari bab-bab sebelumnya yang membahas konsep

pengukuran dan jenis-jenis transduser. Pada bab ini yang akan dibahas adalah konsep

pengukuran level (permukaan) dan jenis-jenis transduser level. Pembahasan mengenai

jenis transduser pada bab ini antara lain: sistem pengukuran level berdasarkan

pelampung yang menggunakan potensiometer dan LVDT, dimana materinya telah

dibahas dan sangat berkaitan dengan bab sebelumnya. Pembahasan pengukuran level

dengan transduser gaya, pengukuran level dari tekanan hidrostatik, dan pengukuran

level berdasarkan tekanan differensial di dalam tangki bertekanan sangat berkaitan erat

dengan bab sebelumnya yaitu pengukuran gaya, beban, torsi, tekanan. Pembahasan

pengukuran level dengan menggunakan metode level switch juga sangat berkaitan erat

dengan transduser temperatur dan transduser photo. Pembahasan pengukuran level

dengan metode probe kapasitif berhubungan dengan bab selanjutnya yaitu bab yang

membahas mengenai transduser kapasitif. Bab ini juga membahas berbagai macam

transduser yang sering digunakan di dalam proses industri dan diaplikasikan pada

banyak rangkaian pengendali elektronik.

6.1.3. Tujuan Instruksional Khusus


Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan konsep pengukuran level.

 Menjelaskan jenis-jenis transduser level.

 Menjelaskan prinsip kerja, rangkaian dan aplikasi transduser level.

6.2. PENYAJIAN

6.2.1. Konsep Pengukuran Level

Level (permukaan zat cair) seringkali digunakan untuk menentukan volume.

Banyak cara kita mengukur suatu permukaan zat cair.

Gambar 6.1. Hubungan Level dengan Volume

Diberikan rumus volume:

V = h.A

Dimana:

V = volume

h = tinggi permukaan dari dasar

A = luas permukaan
Level ini dapat digunakan untuk menentukan massa dengan perhitungan

volume dikalikan dengan berat jenisnya.

Secara umum untuk memperhitungkan kontrol level membutuhkan empat antar

muka/interface:

a. Cairan/gas

b. Padat/gas

c. Cairan 1/cairan 2 (air/minyak)

d. Padat/cairan

Banyak aplikasi meliputi dua tipe yang pertama. Sensor level, secara umum

bekerja berdasarkan identifikasi posisi dari interface atau menanggapi beberapa

gerakan sejumlah besar materi.

6.2.2. Sistem Berdasarkan Pelampung

Sistem pengukuran berdasarkan pelampung adalah merupakan transduser level

paling sederhana. Menggunakan prinsip dasar Archimedes. Bagian yang mengapung

mengalami 2 gaya yaitu gaya yang bergerak ke bawah/mengarah ke bawah (gravitasi)

dan gaya yang berlawanan yang disebabkan oleh daya pengapungan.

Gaya ke bawah = g x massa dari pelampung

Gaya ke atas = g x massa cairan yang dipindahkan


Gaya ke bawah yang disebabkan oleh gravitasi

Gambar 6.2. Prinsip Archimedes

Keadaan seimbang, persamaannya:

g x massa dari pelampung = g x massa dari cairan yang dipindahkan

massa dari cairan yang dipindahkan =  x A x d

 = berat jenis cairan

A = luas permukaan pelampung

Berdasarkan prinsip tersebut, terdapat beberapa cara pengukuran level yaitu:

Gambar 6.3 Sistem pengukuran level berdasarkan pelampung

Penjelasan:

Gambar 6.3.a merupakan sistem pelampung sederhana yang berdasarkan pada lengan

kaku. Gambar 6.3.a, dan 6.3.b mengkonversi permukaan/level cairan menjadi sudut

yang dapat diukur melalui transduser posisi sudut (umumnya potensiometer).

Gambar 6.3.b menggunakan berat berlawanan untuk pasangan/couple dari pelampung.


Gambar 6.4. Pengukuran level pelampung yang berguna pada tekanan tinggi

Gambar 6.5. Pengukuran level dengan transduser gaya

Penjelasan:

Gambar 6.4 memperlihatkan sistem dasar pelampung dapat dioperasikan dengan

tekanan sangat tinggi. Pelampung dengan bahan ferromagnetik terisi di dalam tabung

gelas (tabung gelas penglihat). Pelampung bergerak di dalam kumparan dari transduser
posisi LVDT (Linear Variable Differential Transformer) untuk memberikan output

listrik tergantung pada permukaan.

Gambar 6.5 merupakan salah satu alternatif transduser pelampung. Pada aplikasi ini

pelampung merupakan tabung tertutup yang berhubungan dengan transduser gaya pada

atas tangki.

Gambar 6.6. Pengukuran permukaan benda padat besar

Pelampung dapat juga digunakan untuk mengukur permukaan benda padat besar

dengan menggunakan prinsip pada gambar 6.6.

6.2.3. Transduser Operasi Tekanan (Pengukuran Langsung)

Secara umum banyak cara untuk mengukur level yaitu dengan perubahan level

berdasarkan perbedaan tekanan yang mana dapat dikonversi menjadi sinyal listrik

melalui berbagai transduser.


h
P
h

(a) (b)

Gambar 6.7. Pengukuran level dari tekanan hidrostatik


a. Ukuran tekanan sebanding terhadap level
b. Kesalahan head

Prinsip dasar yang digunakan dapat kita lihat pada gambar a, tekanan absolut di

bawah tangki memiliki dua komponen yaitu tekanan Atmosfir dan tekanan yang

disebabkan oleh cairan dari atas. Maka dari itu tekanan absolut diberikan melalui:

P =  g h + tekanan atmosfir

 = berat jenis cairan

Secara praktek, ukuran dasar transduser tekanan digunakan unruk mengukur

tekanan bersama atmosfir. Ukuran dasar tekanan diberikan melalui:

P =  g h

Yang mana terdapat hubungan linear dengan level cairan (dimana bentuk dan

konstruksi tangki bebas). Akan tetapi ada satu masalah dimana level h yang diukur

dengan transduser tekanan untuk level tidak berada di bawah/dasar tangki. Sistem

tersebut dapat kita lihat pada gambar b. Maka dari itu nilai yang benar telah melampaui

sepanjang level yang diindikasikan. Penekanan nol dapat diukur dengan memberikan
pembacaan yang benar jika terjadi perbedaan antara jarak dari dasar tangki dan tempat

transduser tekanan diletakkan.

Static Pressure SP Static Pressure SP

H3
LP D
harus kosong H2
h

H1
P P
LP = SP
Lp Hp
Hp harus penuh Hp = Sp + g h

(a) (b)

Gambar 6.8 Pengukuran level berdasarkan tekanan differensial di dalam tangki


bertekanan : (a) metode sederhana; (b) pengukuran level dengan pencair uap air

Diberikan rumus:

LP = 1 g ( H1 + H2 ) + 2 g H3 + Sp

Hp = 1 g ( H1 + H2 + H3 ) + Sp

Dimana:

1 = Berat jenis cairan

2 = Berat jenis uap air (biasanya diabaikan)

SP = tekanan statik

Perbedaan tekanan (differential pressure):

 P = H3 (1 - 2) g atau

 P = (D – H2) – ((1 - 2 ) g)
6.2.4. Metoda Ultrasonik

Metoda ultrasonik adalah dasar dihasilkannya gelombang bunyi/suara dengan

frekuensi tinggi melalui aplikasi yang cocok dengan sinyal AC. Metoda ultrasonik

bekerja dengan mengirimkan gelombang bunyi/suara menuju target dan mengukur

waktu yang diperlukan untuk sinyal memantul kembali.

Metode ini beroperasi dengan frekuensi sampai 1 MHz, tetapi aplikasi di dunia

industri banyak menggunakan frekuensi hanya 50 KHz (frekuensi tinggi banyak

digunakan salah satunya di dunia kedokteran yaitu alat scaner ultrasonik).

Transmitter Receiver

Gambar 6.9. Metoda ultrasonik

Prinsip pengukuran level dengan menggunakan metode ultrasonik dapat kita

lihat pada gambar di atas. Transmitter dan receiver ditempatkan di atas tangki dan

sensor ultrasonik memancarkan gelombang langsung ke permukaan cairan atau benda

padat yang terisi pada tangki.

Diberikan rumus:

V
2d=
f
V = Kecepatan suara/bunyi melalui medium permukaan

Ukuran pengulangan

Transmitter

Waktu delay

Receiver

Langsung melalui Pantulan permukaan Pantulan bawah dan bagian


udara dalam

Gambar 6.10. Pulsa yang dihasilkan

6.2.5. Level Switches (Saklar Level)

Banyak pengukuran level dan aplikasi kontrol melibatkan surge tank (tangki

surge/bergelombang) dimana berhasil mengatasi berbagai level yang mendadak

menaik/menurun dari suplai yang diberikan. Pengukuran level di sebuah tangki

surge/drum memang bukan mengukur level secara akurat. Ada kebutuhan lain dimana

level justru dibiaskan berfluktuasi asalkan tangki tidak sampai kosong sana sekali atau

sampai terjadi overflow (tumpah).

Banyak transduser yang bisa digunakan sebagai level switch, tetapi dapat

digunakan dengan alat-alat sederhana.


Gambar 6.11. Metoda level switch

Beberapa sensor level menggunakan RTD (Resistance Temperature Detector)

yang dipanaskan yang merasakan penurunan atau peningkatan level cairan melalui efek

pendinginan yang melewati elemen sensor.

6.2.6. Metode Radiasi (Radioaktif/Nuklir)

Isotop radioaktif (misalnya Cobalt 60) secara spontan memancarkan sinar radiasi

gamma atau beta.

Gambar 6.12. Pengukuran level dengan sumber radioaktif


a) Line source, point detector
b) Point source, line detector
c) Line source, line detector

Gambar 6.13. Detektor radiasi :


a) Tabung Geiger-Muller (GM)
b) Grafik tegangan operasi untuk tabung G<
c) Penghitung Sinar/Cahaya
d) Rangkaian/Sirkuit Detektor

Gambar 6.14. Metode probe kapasitif

6.3. PENUTUP
6.3.1. Rangkuman

 Secara umum untuk memperhitungkan kontrol level membutuhkan empat antar

muka/interface yaitu cairan/gas, padat/gas, cairan 1/cairan 2 (air/minyak), dan

padat/cairan

 Pengukuran level terdiri dari sistem pengukuran level berdasarkan pelampung,

pengukuran level dengan transduser gaya, pengukuran level dari tekanan hidrostatik,

pengukuran level berdasarkan tekanan differensial di dalam tangki bertekanan,

pengukuran level dengan menggunakan metode ultrasonik, pengukuran level dengan

menggunakan metode level switch, pengukuran level dengan metode radiasi, dan

pengukuran level dengan metode probe kapasitif.

 Sistem pengukuran berdasarkan pelampung adalah merupakan transduser level

paling sederhana. Menggunakan prinsip dasar Archimedes. Bagian yang mengapung

mengalami 2 gaya yaitu gaya yang bergerak ke bawah/mengarah ke bawah

(gravitasi) dan gaya yang berlawanan yang disebabkan oleh daya pengapungan.

 Metoda ultrasonik adalah dasar dihasilkannya gelombang bunyi/suara dengan

frekuensi tinggi melalui aplikasi yang cocok dengan sinyal AC. Metoda ultrasonik

bekerja dengan mengirimkan gelombang bunyi/suara menuju target dan mengukur

waktu yang diperlukan untuk sinyal memantul kembali.

6.3.2. Latihan

1. Jelaskan prinsip kerja dari gambar di bawah ini ?.


2. Jelaskan prinsip pengukuran level dengan menggunakan metode ultrasonik ?.

3. Sebutkan macam-macam pengukuran level yang anda ketahui ?.

6.3.3. Kunci Jawaban

1. Gambar di atas memperlihatkan sistem dasar pelampung dapat dioperasikan

dengan tekanan sangat tinggi. Pelampung dengan bahan ferromagnetik terisi di

dalam tabung gelas (tabung gelas penglihat). Pelampung bergerak di dalam

kumparan dari transduser posisi LVDT (Linear Variable Differential Transformer)

untuk memberikan output listrik tergantung pada permukaan.

2. Metoda ultrasonik adalah dasar dihasilkannya gelombang bunyi/suara dengan

frekuensi tinggi melalui aplikasi yang cocok dengan sinyal AC. Metoda ultrasonik

bekerja dengan mengirimkan gelombang bunyi/suara menuju target dan mengukur

waktu yang diperlukan untuk sinyal memantul kembali.

Metode ini beroperasi dengan frekuensi sampai 1 MHz, tetapi aplikasi di dunia

industri banyak menggunakan frekuensi hanya 50 KHz (frekuensi tinggi banyak

digunakan salah satunya di dunia kedokteran yaitu alat scanner ultrasonik).

Prinsip pengukuran level dengan menggunakan metode ultrasonik yaitu transmitter

dan receiver ditempatkan di atas tangki dan sensor ultrasonik memancarkan

gelombang langsung ke permukaan cairan atau benda padat yang terisi pada tangki.
3. Pengukuran level terdiri dari sistem pengukuran level berdasarkan pelampung,

pengukuran level dengan transduser gaya, pengukuran level dari tekanan hidrostatik,

pengukuran level berdasarkan tekanan differensial di dalam tangki bertekanan,

pengukuran level dengan menggunakan metode ultrasonik, pengukuran level dengan

menggunakan metode level switch, pengukuran level dengan metode radiasi, dan

pengukuran level dengan metode probe kapasitif.

BAB VII

PENGUKURAN KAPASITIF, KELEMBAPAN, ELEKTROMAGNET, DAN PHOTO

7.1. PENDAHULUAN

7.1.1. Deskripsi Singkat

Bab ini akan membahas mengenai konsep pengukuran dan jenis transduser

kapasitif, kelembapan (hygrometer dan psychrometer), elektromagnet (efek Hall), dan


photo (photovoltaic atau photocell, dan photokonduktif: photodioda, phototransistor,

dan optocoupler) serta membahas mengenai prinsip kerja, rangkaian, dan aplikasi

transduser kapasitif, kelembapan, elektromagnet, dan photo.

7.1.2. Relevansi

Bab ini merupakan lanjutan dari bab-bab sebelumnya yang membahas konsep

pengukuran dan jenis-jenis transduser. Pada bab ini yang akan dibahas adalah konsep

pengukuran kapasitif, kelembapan, elektromagnet, dan photo dan jenis-jenis transduser

kapasitif, kelembapan, elektromagnet, dan photo. Pembahasan mengenai jenis

transduser pada bab ini antara lain: transduser kapasitif memiliki relevansi dengan bab

sebelumnya yaitu pada pengukuran level dengan menggunakan metode probe kapasitif.

Pembahasan transduser elektromagnet pada bab ini juga memiliki kaitan erat dengan

bab sebelumnya yaitu pengukuran aliran dengan menggunakan flowmeter

elektromagnetik. Bab ini juga membahas berbagai macam transduser kapasitif,

kelembapan, elektromagnet, dan photo yang sering digunakan di dalam proses industri

dan diaplikasikan pada banyak rangkaian pengendali elektronik.

7.1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan jenis-jenis transduser kapasitif, kelembapan, dan elektromagnet.

 Menjelaskan rangkaian dan aplikasi transduser kapasitif, kelembapan, dan

elektromagnet.

 Menjelaskan jenis-jenis transduser photo.

 Menjelaskan rangkaian dan aplikasi transduser photo.


7.2. PENYAJIAN

7.2.1. Transduser Kapasitif

Kapasitif sebuah kapasitor dapat ditentukan oleh oleh perubahan jarak antara

konduktor, tipe dielektrik atau luas penampang konduktor. Sebuah transduser kapasitif

adalah variabel kapasitor yang kapasitansinya berubah karena kondisi fisik misalnya

tinggi cairan, jenis cairan kimia, tekanan dan ketebalan atau vibrasi.

Hubungan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

C = 0 kA
d
Keterangan :

A = luas penampang konduktor (m2)

d = jarak antarkonduktor (m)

0 = permitivitas ruang hampa (8,85 x 10 -12 F/m)

K = konstanta dielektrikum

Perubahan salah satu dari tiga faktor tersebut menghasilkan perubahan

kapasitansi. Gambar 7.1 menunjukkan sensor kapasitif dimana kapasitansi sebanding

dengan jarak antara alat diafragma dengan plat statis akibat tekanan eksternal.

Perubahan kapasitansi dapat diukur dengan sebuah rangkaian jembatan atau rangkaian

oscilator.

Bila digunakan pada rangkaian osilator, perubahan kapasitas menghasilkan

perubahan frekuensi oscilator sebanding dengan perubahan tekanan pada alat diafragma.

Contoh soal:
Berapa nilai kapasitansi yang timbul diantara dua keping elektroda yang luasnya

masing-masing 10 cm2, jarak masing-masing 0,5 m di dalam sebuah tangki air.

Konstanta dielektrikum adalah 81.

Penyelesaian :

C = 0 kA
d
= 8,85 x 10 -12 x 81 x 0,001
0,5
= 143

Jadi, nilai kapasitansi = 143 pF.

Transduser kapasitif juga dapat digunakan untuk mengukur kepadatan, aliran dan

panjang. Untuk pengukuran jenis ini, kedua plat konduktor dipasang pada posisi yang

tetap, sehingga perbedaan ketebalan atau kepadatan materi yang diukur menyebabkan

perubahan kapasitansi. Dengan kata lain materi yang diukur berlaku sebagai

dielektrikum.

Sebuah transduser kapasitif yang digunakan untuk mengukur tinggi cairan,

ditunjukkan pada gambar 7.1.b.


Gambar 7.1. Transduser kapasitif untuk mengukur tinggi cairan

7.2.2. Transduser Kelembapan

Lembap berarti kondisi yang terdiri dari udara dan uap air. Tingkat kelembapan

ditentukan oleh perbandingan antara persentase uap air di udara. Hygrometer adalah

transduser yang menghasilkan sinyal keluaran berdasarkan pada tingkat kelembapan.

Gambar 7.2. Hygrometer resistif

Transduser kelembapan umumnya diklasifikasikan sebagai hygrometer atau

psychrometer. Tiga tipe hygrometer yang banyak dipakai adalah tipe rambut, resistif

dan optik. Hygrometer optik mengukur berdasarkan berkurangnya intensitas sinar di

atmosfer pada suatu waktu tertentu. Gambar 7.2 menunjukkan sebuah contoh

hygrometer resistif, terdiri dari elektroda logam yang terbungkus bahan plastik dan

ditutup dengan lithium chloride yang sensitif terhadap kelembapan. Bila kelembapan di

sekitar hygrometer bertambah, film lithium chloride menyerap air lebih banyak

menyebabkan resistansi elektroda berkurang. Pada kelembapan relatif 10 %, resistansi

turun menjadi sekitar 75 k.

Beberapa proses industri memerlukan tingkat kelembapan udara yang terkendali.

Contoh seperti pada ruang pengeringan, ruang penyimpan atau ruang proses. Bila
kelembapan udara mencapai 100 %, untuk mengurangi prosentase kelembapan

dilakukan dengan cara menaikkan suhu ruangan. Sebaliknya bila persentase kelembapan

terlalu rendah, dapat dinaikkan dengan cara menurunkan suhu ruangan.

Gambar 7.3. Psychrometer

Jenis sensor kelembapan yang lain adalah psychrometer, yaitu piranti yang

menggunakan dua buah sensor suhu dan dua buah “bulb“, ditampilkan pada gambar 7.3.

Prinsip kerjanya berdasarkan perbedaan pembacaan suhu pada kedua sensor. Tegangan

keluar bervariasi sesuai dengan perbedaan suhu antara dry bulb (tabung kering) dan wet

bulb (tabung basah).

7.2.3. Transduser Elektromagnet

Piranti sensor Hall Effect (Efek Hall) menghasilkan tegangan keluaran yang

ditimbulkan oleh medan magnet. Sensor Hall Effect pertama kali ditemukan pada tahun

1879 oleh Edward H. Hall. Prinsip kerja sensor Hall Effect adalah sebagai berikut: Bila

sebuah magnet diletakkan tegak lurus terhadap sepasang keping konduktor, maka

tegangan akan muncul pada sisi yang berlawanan dengan konduktor. Tegangan yang

muncul ini disebut tegangan Hall. Besar tegangan Hall sebanding dengan arus dan kuat
medan magnet. Dengan demikian Efek Hall dapat digunakan untuk mengukur kuat

medan magnet.

Transduser Efek Hall menggunakan sebuah keping semikonduktor, ditunjukkan

pada gambar 7.4. Bila arus mengalir melalui bahan semikonduktor, tegangan emf ialah

dihasilkan di antara sisi yang lain pada keping semikonduktor tersebut.

Gambar 7.4. Transduser Efek Hall

Kemudian jika terdapat hubungan magnet melalui kepingan semikonduktor, akan

dihasilkan tegangan sebanding dengan besar arus dan kuat medan magnet. Bila arah

medan magnet melewati bahan semikonduktor pada sisi kanan semikonduktor

menyebabkan elektron bergerak menyebar ke pusat keping. Perubahan gerak elektron

menimbulkan tegangan Hall umumnya sebesar 10 milivolt.

7.2.4. Transduser Photo

Piranti photolistrik digunakan untuk menghitung, mengukur dan fungsi

pengendali lain, yang banyak diterapkan pada proses industri. Piranti photolistrik ini

dikategorikan pada dua golongan, yaitu piranti yang memancar sinar dan piranti yang
menerima sinar. Contoh yang memancar sinar seperti LED (Light Emitting Diode) dan

yang menerima sinar seperti photovoltalic cell.

1. Transduser Photovoltaic (Solar Cell/Photocell)

Transduser photovoltaic menghailkan tegangan keluaran yang besarnya sebanding

dengan intensitas cahaya. Sebuah sell photovoltaic atau photocell, akan menghasilkan

emf (tegangan) bila mendapat sinar. Bahan pembuatan photovoltaic adalah silicon,

cadmium sullphide, gallium arsenide, dan selenium.

Photocell dari bahan silikon mempunyai bentuk yang sangat kecil tetapi

mempunyai kepekaan yang sangat tinggi. Prinsip photocell sama seperti piranti

semikonduktor lainnya,bila pasangan lubang elektron terbentuk maka akan mengalir

arus elektron melalui pertemuan PN. Depletion layer adalah pertemuan antara substrat

tipe P dan substrat tipe N. Bila cahaya jatuh pada photocell; depletion layer akan

berkurang dan elektron berpindah melalui hubungan “PN”. Besarnya arus mengalir

sebanding dengan perpindahan elektron yang ditentukan intensitas cahayanya.


Gambar 7.5. Sel Photovoltaic

Intensitas sinar diukur dalam foot-candle yang berubah secara logaritmik. Contoh:

tegangan yang dihasilkan photocell pada intensitas cahaya sebesar 100 foot candles

sebesar 0,1 volt, dan pada intensitas cahaya 100 foot candles tegangan keluarannya ±

0,2 V. Karena tegangan keluaran photocell kecil maka perlu dilakukan dengan penguat

tegangan. Gambar 7.6 menunjukkan rangkaian dasar penguatan tegangan.

Gambar 7.6. Penguat tegangan

2. Transduser Photokonduktif

Transduser photokonduktif mengubah perubahan intensitas cahaya menjadi

perubahan konduktivitas. Transduser photokonduktif bekerja berdasarkan prinsip bahwa

resistansi listrik berubah bila cahaya jatuh pada piranti tersebut. Sebuah Transduser

photokonduktif tidak menghasilkan emf atau beda potensial seperti pada photocell,

tetapi resistansi listrik pada photokonduktif akan berkurang bila cahaya jatuh padanya.

Transduser dihubungkan dengan sebuah sumber arus dari luar, dan arus berubah baik

bertambah atau berkurang yang disebabkan oleh berubahnya resistansi listrik karena

perubahan intensitas cahaya yang jatuh padanya. Istilah photocell sering digunakan baik

pada photovoltaic maupun pada photokonduktif. Photocell mempunyai respon yang


baik terhadap cahaya infra merah dan ultra violet. Sel photokonduktif sensitif terhadap

cahaya sehingga banyak dipakai pada rangkaian pengendali lampu-lampu taman atau

lampu penerangan jalan.

Transduser photokonduktif baik tipe bulk atau tipe pertemuan, kebanyakan dibuat

dari bahan cadmium selenoide atau cadmium sulfide. Tipe “bulk“ lebih banyak dipakai

karena mempunyai ukuran yang kecil, murah dan sensitifitasnya tinggi. Gambar 7.7 dan

7.8 menunjukkan simbol sel photokonduktif tipe bulk dan sebuah photodioda.

Gambar 7.7. Simbol photokonduktif Gambar 7.8. Photodioda


tipe bulk

Dua tipe transduser photokonduktif yang banyak dipakai adalah photodioda dan

phototransistor. Photodioda sejenis dengan dioda pada umumnya. Perbedaan pokok

pada photodioda ini adalah dipasangnya sebuah lensa pemfokus sinar. Lensa ini

berfungsi untuk memfokuskan sinar jatuh pada pertemuan PN. Konduktivitas dioda

ditentukan langsung oleh cahaya yang jatuh padanya. Energi pancaran cahaya yang

jatuh pada pertemuan PN menyebabkan sebuah elektron berpindah ke tingkat energi

yang lebih tinggi. Elektron berpindah ke luar dari valensi band meninggalkan “hole“

sehingga membangkitkan pasangan elektron bebas dan hole.


Gambar 7.9. Rangkaian dasar photodioda

Rangkaian dasar photodioda ditunjukkan dengan gambar 7.9. Photodioda

dihubungkan seri dengan sebuah R dan dicatu dengan sumber tegangan DC. Arus balik

akan bertambah besar bila sebuah cahaya jatuh pada pertemuan PN photodioda dan arus

balik ( Iλ ) akan menjadi sangat kecil bila pada pertemuan PN photodioda tidak terdapat

cahaya yang jatuh padanya. Arus yang mengalir pada kondisi gelap disebut “dark

current“ sedangkan resistansinya ditentukan dengan hukum Ohm sebagai berikut:

RR = VR

Gambar 7.10 menunjukkan kurva karakteristik photodioda. Arus reverse

ditentukan oleh tegangan balik. Arus balik ditunjukkan dengan sumbu Y dalam satuan

mA. Adapun kuat cahaya ditunjukkan pada sumbu X dengan satuan foot candles.
Gambar 7.10. Grafik hubungan kuat arus reverse terhadap terang cahaya photodioda

3. Optocoupler

Komponen ini sebenarnya termasuk keluarga switch on/off, tetapi karena

digunakan secara khusus dengan memanfaatkan transmisi sinar, baik sinar “putih”

(visible light) maupun sinar infra merah sebagai pemicu on/off-nya, maka optocoupler

dimasukkan dalam kelompok switch yang khusus. Sebuah model fisik optocoupler

diperlihatkan pada gambar 7.11.

Gambar 7.11. Fisik optocoupler dan isi rangkaiannya

Optocoupler diartikan sebagai opto (optic) dan coupler. Jadi optocoupler adalah suatu

komponen penghubung (coupling) yang bekerja berdasarkan “picu” cahaya/optik.

Optocoupler terdiri dari dua bagian, yaitu bagian transmitter dan receiver. Transmitter

biasanya dibangun dari sebuah led infra merah untuk memperoleh ketahanan yang lebih

baik terhadap sinar tampak, daripada bila menggunakan led biasa. Receiver dibangun

dengan dasar komponen phototransistor yang akan memperoleh bias maju/on bila mendapat

sinar (infra merah) dari led transmitter.

Ditinjau dari penggunaannya, fisik optocoupler dapat berbentuk bermacam-macam.

Bila hanya digunakan untuk mengisolasi level tegangan atau data antara sisi kiri transmitter
dan sisi kanan receiver, maka optocoupler ini biasanya dibuat dalam bentuk yang solid

tanpa ada ruang antara led transmitter dan phototransistor receiver. Jadi sinar yang lewat

tidak dapat dihalangi, tapi bila justru kegunaannya untuk mendeteksi adanya penghalang

antara transmitter dan receiver, maka dibagian tengah (antara led dan phototransistor)

diberi ruang uji untuk penghalang tersebut. Contoh aplikasinya, antara lain optocoupler

dengan piringan encoder untuk mendeteksi kecepatan putaran motor, sistem deteksi “lubang

penanda” diskette pada disk drive komputer, dan lain-lain. Aplikasi lanjut misalnya

digunakan sebagai sensor kecepatan atau putaran, seperti prinsip kerja tachometer. Output

rangkaian dapat dihubungkan ke input port sistem, ataupun diumpankan ke pin interrupt

komputer.

7.3. PENUTUP

7.3.1. Rangkuman

 Transduser kapasitif dapat digunakan untuk mengukur kepadatan, aliran dan panjang.

Untuk pengukuran jenis ini, kedua plat konduktor dipasang pada posisi yang tetap,

sehingga perbedaan ketebalan atau kepadatan materi yang diukur menyebabkan

perubahan kapasitansi. Dengan kata lain materi yang diukur berlaku sebagai

dielektrikum.

 Transduser kelembapan umumnya diklasifikasikan sebagai hygrometer atau

psychrometer. Hygrometer adalah transduser yang menghasilkan sinyal keluaran

berdasarkan pada tingkat kelembapan. Psychrometer yaitu piranti yang menggunakan

dua buah sensor suhu dan dua buah “bulb“.


 Piranti sensor Hall Effect (Efek Hall) menghasilkan tegangan keluaran yang

ditimbulkan oleh medan magnet. Sensor Hall Effect pertama kali ditemukan pada

tahun 1879 oleh Edward H. Hall.

 Transduser photovoltaic menghailkan tegangan keluaran yang besarnya sebanding

dengan intensitas cahaya. Sebuah sell photovoltaic atau photocell, akan

menghasilkan emf (tegangan) bila mendapat sinar.

 Transduser photokonduktif mengubah perubahan intensitas cahaya menjadi

perubahan konduktivitas. Transduser photokonduktif bekerja berdasarkan prinsip

bahwa resistansi listrik berubah bila cahaya jatuh pada piranti tersebut. Sebuah

Transduser photokonduktif tidak menghasilkan emf atau beda potensial seperti pada

photocell, tetapi resistansi listrik pada photokonduktif akan berkurang bila cahaya

jatuh padanya.

 Optocoupler diartikan sebagai opto (optic) dan coupler. Jadi optocoupler adalah suatu

komponen penghubung (coupling) yang bekerja berdasarkan “picu” cahaya/optik.

Optocoupler terdiri dari dua bagian, yaitu bagian transmitter dan receiver.

7.3.2. Latihan

1. Berapa nilai kapasitansi yang timbul diantara dua keping elektroda yang luasnya

masing-masing 10 cm2, jarak masing-masing 0,5 m di dalam sebuah tangki air.

Konstanta dielektrikum adalah 81 ?.

2. Jelaskan prinsip kerja sensor Hall Effect (Efek Hall) ?.

3. Jelaskan prinsip kerja transduser photokonduktif ?.


4. Sebutkan contoh aplikasi penggunaan optocoupler ?.

7.3.3. Kunci Jawaban

1. Penyelesaian :

C = 0 kA
d
= 8,85 x 10 -12 x 81 x 0,001
0,5
= 143

Jadi, nilai kapasitansi = 143 pF.

2. Prinsip kerja sensor Hall Effect adalah sebagai berikut: bila sebuah magnet

diletakkan tegak lurus terhadap sepasang keping konduktor, maka tegangan akan

muncul pada sisi yang berlawanan dengan konduktor. Tegangan yang muncul ini

disebut tegangan Hall. Besar tegangan Hall sebanding dengan arus dan kuat medan

magnet. Dengan demikian Efek Hall dapat digunakan untuk mengukur kuat medan

magnet. Transduser Efek Hall menggunakan sebuah keping semikonduktor.

3. Transduser photokonduktif bekerja berdasarkan prinsip bahwa resistansi listrik

berubah bila cahaya jatuh pada piranti tersebut. Sebuah Transduser photokonduktif

tidak menghasilkan emf atau beda potensial seperti pada photocell, tetapi resistansi

listrik pada photokonduktif akan berkurang bila cahaya jatuh padanya. Transduser

dihubungkan dengan sebuah sumber arus dari luar, dan arus berubah baik bertambah

atau berkurang yang disebabkan oleh berubahnya resistansi listrik karena perubahan

intensitas cahaya yang jatuh padanya. Istilah photocell sering digunakan baik pada

photovoltaic maupun pada photokonduktif. Photocell mempunyai respon yang baik

terhadap cahaya infra merah dan ultra violet. Sel photokonduktif sensitif terhadap
cahaya sehingga banyak dipakai pada rangkaian pengendali lampu-lampu taman atau

lampu penerangan jalan.

4. Contoh aplikasi optocoupler antara lain optocoupler dengan piringan encoder untuk

mendeteksi kecepatan putaran motor, sistem deteksi “lubang penanda” diskette pada disk

drive komputer, dan lain-lain. Aplikasi lanjut misalnya digunakan sebagai sensor

kecepatan atau putaran, seperti prinsip kerja tachometer. Output rangkaian dapat

dihubungkan ke input port sistem, ataupun diumpankan ke pin interrupt komputer.

BAB VIII

PENERAPAN TRANSDUSER PADA SISTEM INSTRUMENTASI ELEKTRONIKA

8.1. PENDAHULUAN
8.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis penerapan transduser dan rangkaian

aplikasinya pada sistem elektronik dan pengendali elektronik dengan menggunakan

transduser. Penerapan transduser yang dibahas pada bab ini antara lain: rangkaian

pengendali suhu sederhana dengan menggunakan termistor, rangakaian sederhana

pengukur kelembapan udara, RTD time delay menggunakan termistor, LVDT sebagai

pengatur tebal kertas, penerapan transduser Efek Hall untuk mengatur kecepatan putar

ban berjalan (conveyor belt), alat ukur medan magnet, rangkaian pengukur kuat cahaya,

rangkaian pengukur gaya, dan rangkaian pengendali suhu.

8.1.2. Relevansi

Transduser dapat diterapkan pada berbagai peralatan, pengukuran, pengendalian

dan sebagainya. Beberapa contoh penerapan dari transduser akan disampaikan pada bab

ini. Fungsi transduser pada berbagai rangkaian kebanyakan adalah sebagai pengindera

(sensor) sehingga mempengaruhi kinerja peralatan tersebut. Untuk itu transduser harus

memenuhi parameter-parameter yang telah ditentukan.

Bab ini merupakan bab penutup dari serangkaian penjelasan mengenai konsep

pengukuran dan jenis-jenis transduser yang telah dibahas secara detail pada bab-bab

sebelumnya. Penerapan transduser pada bab ini merupakan aplikasi yang sering

digunakan di dalam proses industri dan diaplikasikan pada banyak rangkaian pengendali

elektronik.

8.1.3. Tujuan Instruksional Khusus


Bab ini memiliki tujuan instruksional khusus yaitu, setelah mengikuti kuliah ini

mahasiswa dapat/mampu:

 Menjelaskan jenis-jenis penerapan transduser.

 Menjelaskan rangkaian dan aplikasi-aplikasi sistem elektronik dan pengendali

elektronik dengan menggunakan transduser.

8.2. PENYAJIAN

8.2.1. Transduser Sebagai Pengindera

Transduser banyak digunakan pada sistem pengukuran dan pengendalian sebagai

komponen pengindera (sensor), yaitu suatu komponen yang mengubah besaran yang

dapat diolah secara elektronis. Misalnya suhu, cahaya, tekanan, posisi, kelembapan,

asap dan lain-lain. Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengindera maka transduser

harus memenuhi beberapa parameter, yaitu:

 Kecepatan tanggap (respon time),

 Ketelitian,

 Kepekaan,

 Linearitas,

 Stabilitas, dan

 Daya tahan.

Parameter-parameter tersebut diatas akan menentukan kualitas sistem pengukuran

atau sistem pengendali.

Dalam suatu sistem pengukuran atau sistem pengendali apapun, yang terdiri atas

sekelompok elemen atau subsistem misalnya, transduser, komparator, penampilan

keluarannya terintegrasi menjadi satu sehingga ada tindakan pengukuran atau


pengendalian yang dapat dilakukan pada variabel keluaran. Variabel keluaran ini dapat

berupa posisi, taraf cahaya, suhu dan lain sebagainya. Dengan tindakan tertentu sistem

dapat menetepkan keluaran yang diinginkan sesuai dengan masukan dan kemudian

menjaganya agar tetap konstan.

Bentuk umum suatu sistem pengendali yang banyak digunakan ditunjukkan

dengan gambar 8.1 berikut ini:

Gambar 8.1 Blok diagram sistem pengendali

Perubahan besaran media masukan (cahaya, suhu, asap, tinggi permukaan cairan

dan lain sebagainya ), dideteksi oleh transduser yang tetap dan sesuai, kemudian diubah

menjadi besaran listrik (resistansi, kapasitansi, tegangan induksi). Besaran listrik

kemudian dibandingkan dengan taraf referensi oleh komparator, jika masukan melebihi

taraf referensi yang ditetapkan, maka komparator memberikan keluaran yang

menghidupkan memori. Memori sering digunakan terutama dalam mengkondisikan

masukannya kembali ke harga semula, lebih rendah atau bila terdapat perubahan-

perubahan sesaat seperti berkas cahaya yang terputus dan lain sebagainya. Piranti

memori yang digunakan dapat berupa rangkaian multivibrator monostabil atau bistabil,

disesuaikan dengan kebutuhan.


Keluaran dari memori diumpankan melalui penguat penggerak ke piranti keluaran

yang bisa didengar (audibel) atau bisa dilihat (visual), atau keduanya. Piranti keluaran

secara visual akan berubah analog atau digital dengan kekurangan dan kelebihannya

masing-masing. Bila tampilan keluaran berupa analog, maka diperlukan ketelitian

pembacaan meter penunjuk sedangkan pada penampilan keluaran berupa digital dapat

berupa tampilan LED tujuh segmen yang langsung dapat dibaca.

Untuk mendapatkan tampilan keluaran secara digital diperlukan rangkaian

pengubah analog ke digital (A/D converted) dan rangkaian multiplekser (BCD to seven

segment). Berikut ini contoh rangkaian pengubah analog ke digital dan penampilan LED

tujuh segmen yang dapat diterapkan pada beberapa rangkaian penerapan transduser:

Gambar 8.2. Blok diagram penampil digital tujuh segmen

Rangkaian menggunakan tiga IC yaitu IC regulator tegangan 7805, CA 3161 E

dan CA 3162 E. IC CA 3162 terdiri dari analog to Digital Converter serta rangkaian

multiplekser. IC CA 3161 adalah pengubah dekoder BCD ke tujuh segmen. Di sini

digunakan tiga LED tujuh segmen, sehingga keluaran ditunjukkan dengan angka tiga

digital. P1 dan P2 berfugsi untuk men-setting penunjukkan angka. Cara melakukan

setting adalah sebagai berikut: pertama hubungkan input tegangan analog dengan

sumber tegangan DC sebesar 0 volt. Putar P2 sampai peraga menunjukkan angka “00.0“.

Catatan: kalau tegangan yang dimasukkan 258 mV maka peraga akan

menunjukkan angka “ 25.8 “.


Untuk mendapatkan pengaturan (seting) yang tepat disarankan P1 dan P2

menggunakan multiturn potensiometer yaitu potensiometer dengan 10 posisi putar.

Peraga tujuh segmen akan menunjukkan “ EE.E “ bila masukkan tegangan DC melebihi

batas pengaturan.

Gambar 8.3 Rangkaian pengubah analog ke digital dan penampilan tujuh segmen

8.2.2. Penerapan Transduser

Berikut ini ditampilkan beberapa contoh penerapan transduser pada alat dan

sistem pengendali.

1. Penerapan Termistor

Pemakaian Termistor didasarkan kepada tiga karakteristik dasar, yaitu

karakteristik R terhadap T (suhu), karakteristik R terhadap t (waktu), dan karakteristik V

terhadap I. Termistor berdasarkan karakteristik R dan T biasanya dipakai pada

rangkaian pengendali suhu atau rangkaian kompensasi panas.


Gambar 8.4. Rangkaian pengendali suhu sederhana

Gambar 8.4 menunjukkan rangkaian pengendali suhu ruang sederhana yang

menerapkan karakteristik R terhadap T. Pada saat temperatur masih dingin hambatan

Termistor sangat besar dibanding dengan R2. Sehingga transistor dalam kondisi

menghantar relay kontak dan heater menghasilkan panas. Akan tetapi, ketika ruangan

menjadi panas, Termistor juga ikut panas sehingga hambatannya turun. Resistansi

paralel Termistor dengan R2 menjadi kecil, sehingga tegangan bias Tr juga kecil.

Mengakibatkan Tr dalam kondisi cut off, relay tidak kontak, dan heater tidak bekerja.

Akibatnya, suhu ruangan turun. Demikian seterusnya, proses akan berulang dari awal.

Hasilnya diperoleh suhu ruangan yang konstan.

Pemakaian berdasarkan karakteristik V terhadap I dapat dimanipulasi dengan dua

kondisi, yaitu memanfaatkan perubahaan konduktivitas panas dari mediator dan

memanfaatkan konduktivitas panas medium yang tetap, tetapi catu daya ke Termistor

yang diubah. Pemakaian yang memanfaatkan perubahan panas medium contohnya pada

pengukuran tekanan hampa udara, kelembapan udara, dan kecepatan alir suatu cairan.

Gambar 8.5 menunjukkan gambar rangkaian pengukur kelembapan udara.


Gambar 8.5. Rangkaian sederhana pengukur kelembapan udara

Apabila Termistor dipanaskan dengan memberikan catu daya listrik kepadanya,

maka panasnya akan dialirkan kesekelilingnya dan sesudah beberapa saat akan tercapai

kondisi setimbang. Apabila medium sekelilingnya berupa udara dengan kelembapan

udara relatif, Termistor akan terdinginkan sehingga hambatannya naik dan akan

mengubah keadaan setimbang. Perubahan ini ditunjukkan oleh penunjukkan jarum

meter yang terlebih dahulu dikalibrasi dengan alat ukur sejenis yang standar. Dengan

demikian, tingkat udara yang relatif dapat terbaca. Pada rangkaian terdapat R shunt

yang diparalel dengan Termistor. Rangkaian ini dimaksudkan sebagai kompensator

suhu (gambar 8.5).

Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa Termistor mimiliki koefisien suhu

negatif, berkebalikan dengan koefisien suhu tahanan positif yang dimiliki bahan

semikonduktor pada umumnya. Oleh sebab itu, Termistor dapat digunakan sebagai

kompensator. Termistor sebagai kompensator harus dipakai secara parallel (shunt)

terhadap lawan jenisnya (resistor). Kombinasi dari kedua jenis koefisien adalah resistor

terhadap Termistor kompensator. Sebagai contoh: resistor bertahanan 5000 ohm pada

suhu 25°C, berubah tahanannya menjadi 4500 ohm pada suhu 0°C dan 57000 ohm pada

60°C. Ini berarti resistor memiliki varian resistansi ±12%.


Pemasangan Termistor kompensator shunt akan mereduksi ±15 ohm atau kurang

lebih 2,2%. Tahanan reduksi dapat diperbesar dengan memasang dua atau tiga shunt

kompensator.

Termistor berdasarkan karakteristik R terhadap t ditentukan dalam rangkaian time

delay, suppressor arus kejut dan pengaman beban lebih. Gambar 8.6 adalah contoh

pemakaian termistor sebagai time delay. Delay tidak segera bekerja ketika saklar S

dihubungkan karena arus catuan melalui termistor R yang masih dingin, dan

mempunyai hambatan yang cukup besar. Setelah beberapa saat, termistor panas

sehingga hambatannya turun dan arus yang melewatinya cukup besar. Akibatnya relay

A bekerja. Untuk menghindari bergetarnya kontak relay pada saat arus berada diambang

batas antara relay bekerja atau tidak, dipasang R yang melewati kontak relay A.

Gambar 8.6. RTD time delay menggunakan termistor

Kontak relay A adalah bagian dari relay A, sehingga ketika relay mulai bekerja

kontak A tertutup. Arus catu relay A selain melalui termistor juga melalui R. Arus yang

melewati R1 dibuat cukup besar sehingga relay dalam kondisi mantap bekerja.

2. Penerapan LVDT (Linear Variable Differential Transformer)


Penerapan LVDT pada proses industri, dapat dicontohkan dengan gambar 8.7.

LVDT digunakan sebagai pengendali ketebalan kertas pada proses industri kertas. Inti

LVDT digunakan untuk mendeteksi ketebalan kertas, apabila ketebalan kertas melebihi

batas yang sudah ditetapkan, ini berarti inti LVDT berubah posisi dengan terdesak ke

atas menyebabkan timbulnya tegangan keluaran LVDT.

Gambar 8.7. LVDT sebagai pengatur tebal kertas

Perubahan tegangan keluaran LVDT dikuatkan dan difungsikan untuk

menggerakkan motor penekan roller sehingga daya tekan bertambah dan menyebabkan

ketebalan kertas berkurang. Demikian juga sebaliknya, apabila ketebalan kertas yang

terdeteksi di bawah batas ketebalan yang sudah ditentukan maka inti LVDT bergeser ke

bawah. Pergeseran inti menimbulkan tegangan keluaran. Tegangan keluaran ini

ditransformasikan untuk mengurangi daya tekan penekan (roller) kertas hingga tercapai

tingkat ketebalan kertas yang konstan.

3. Penerapan Transduser Efek Hall


Penerapan transduser Efek Hall di industri biasanya digunakan untuk mengukur

kecepatan putar objek yang bergerak misalnya “conveyor belt“ (gambar 8.8).

Permanen magnet dipasang pada bagian yang berputar sedangkan keping

semikonduktor dipasang pada stator. Setiap kali medan magnet melewati sensor,

dihasilkan pulsa pada keluaran keping semikonduktor yang dihubungkan ke sebuah

counter yang menghitung berapa kecepatan putar conveyor belt tersebut.

Gambar 8.8. Penerapan transduser Efek Hall untuk mengatur kecepatan


putar ban berjalan (conveyor belt)

4. Alat Ukur Medan Magnet

Alat ukur medan magnet ini mempunyai rentang pengukuran kerapatan fluks

magnet 0 (nol) sampai dengan 100 mT (militesla). Prinsip kerja rangkaian ini

menggunakan prinsip transduser Efek Hall. Komponen utamanya adalah IC Hall SAS

231 W produk dari Siemens, sebuah IC 6 pin. Blok diagram alat ukur medan magnet

ditunjukkan pada gambar 8.9.

Pada keluaran rangkaian timbul tegangan yang sebanding dengan kerapatan fluks

B (induksi magnet). Tegangan keluaran bertambah jika kutub S (Selatan) sebuah

magnet mendekati sisi atas chip IC SAS 231 W. Gambar 8.10 menunjukkan susunan

kaki IC dan gambar 8.11 menunjukkan karakteristik dari transduser Efek Hall tersebut.
Gambar 8.12 menunjukkan rangkaian pengukuran yang lengkap. Tegangan pada dioda

zener harus terletak antara 3.5 V sampai dengan 7 V. Potensiometer yang digunakan

sebaiknya multiturn potentiometer karena potensiometer ini dapat diatur lebih halus dan

mempunyai kepekaan temperatur yang lebih kecil dibandingkan potensiometer jenis

karbon.

Tegangan yang dihasilkan sensor medan magnet harus diukur dan diubah menjadi

sinyal digital, untuk keperluan itu, rangkaian dihubungkan dengan rangkaian pengubah

tegangan analog ke digital sekaligus penampil angka 7 segmen pada gambar 8.3. Karena

tegangan keluaran sensor medan magnet relatif agak besar maka perlu dipasang R

pengatur yang menghubungkan pin 4 IC SAS 231 W dengan ground yang berfungsi

untuk menyesuaikan dengan taraf tegangan masukan rangkaian gambar 8.3.

Penyetelan rangkaian pengukur medan magnet dapat dilakukan dengan mengatur

tegangan keluaran pin 4 IC SAS 231 W adalah 0 Volt pada kondisi tanpa ada medan

magnet dengan mengatur titik nol (zero adjust) potensiometer 10 K. Kemudian

kepekaan disetel sehingga ketika sebuah magnet didekatkan ke IC sensor (kutub selatan

magnet menghadap IC), rangkaian mencapai kejenuhan (kejenuhan tercapai pada kira-

kira 13 volt, perhatikan grafik karakteristik). Sekarang rangkaian dihubungkan dengan

rangkaian gambar 8.3. Apabila rangkaian mencapai kondisi penuh maka penampil

keluaran menunjukkan angka 13.0” putar P3 pada rangkaian gambar 8.3.

Gambar 8.9. Blok diagram alat ukur medan magnet.


Gambar 8.10. Susunan kaki IC SAS 231 W

Gambar 8.11. Karakteristik keluaran SAS 231 W


Gambar 8.12. Rangkaian untuk pengukuran kerapan fluks magnet

5. Alat Ukur Kuat Cahaya

Alat ukur kuat cahaya ini mempunyai prinsip kerja berdasarkan prinsip kerja

transduser. Transducser photodioda, merupakan komponen pokok rangkaian ini. Alat

ukur ini mampu mengukur kuat cahaya hingga 1000 luks dan masih memungkinkan

dikembangkan hingga 100.000 luks. Gambar 8.13 menunjukkan diagram blok rangkaian

pengukuran kuat cahaya.

Tegangan yang dibangkitkan oleh sebuah photodioda diperkuat dan diteruskan ke

A/D Converter dan penampil tujuh segmen menurut gambar 8.3 tegangan keluaran

maksimum tergantung pada faktor penguatan penguat operasional dan dapat diatur

dengan mengatur potensiometer 500 K pada gambar rangkaian 8.14. Potensiometer

sebaiknya menggunakan potensiometer multitum untuk mendapatkan pengaturan yang

halus dan memperkecil ketergantungan terhadap temperatur.

Gambar 8.13. Diagram blok pengukur kuat cahaya


Penyetelan rangkaian pengukur kuat cahaya dilakukan dengan mengondisikan

ruangan di mana rangkaian berada dalam keadaan gelap. Pengatur titik nol disetel

sehingga keluaran terukur 0 Volt. Akan lebih baik bila tersedia alat luxmeter yang

diletakkan pada jarak yang sama dari sebuah sumber cahaya yang dapat memberikan

penerangan 100 luks (penunjukkan penuh). Atur potensiometer kepekaan 500 K pada

rangkaian pengukuran sehingga keluaran rangkaian timbul tegangan 2,5 volt. Bila tidak

tersedia luxmeter, dapat diganti dengan pendekatan bola lampu 40 watt pada jarak 18

cm. Ini akan memberikan kuat cahaya sekitar 1000 luks.

Gambar 8.14. Rangkaian pengukur kuat cahaya

Rentang pengukuran rangkaian dapat diperluas dengan mudah yaitu dengan

memperkecil resistor pengatur kepekaan.

6. Alat Ukur Gaya

Gaya yang bekerja pada suatu benda dapat menyebabkan perubahan bentuk benda

tersebut. Untuk mengukur perubahan ini, terutama pemuaian atau pelenturan

dipergunakan transduser strain gage. Prinsip kerja transduser ini yaitu mengubah

perubahan gaya menjadi perubahan resistansi yang sebanding.


Untuk mengubah resistansi strain gage menjadi tegangan yang digunakan

rangkaian jembatan Wheatstone. Jika strain gage yang dipasang pada keping pegas

seperti susunan pada gambar 8.15, mendapatkan suatu gaya sehingga strain gage

mengalami regangan pada strain gage di bagian atas dan bagian bawah mengalami

beban yang berlawanan. Bila gaya yang bekerja pada pegas ke bawah maka pada strain

gage mengalami gaya tarik di bagian atas dan gaya tekan di bagian bawah. Perubahan

resistansi yang berlawanan memberikan perubahan tegangan dua kali lipat pada

rangkaian jembatan Wheatstone. Perubahan resistansi karena pemuaian pegas yang

disebabkan pemanasan saling meniadakan karena arahnya sama.

Gambar 8.15. Susunan pemasangan strain gage

Gambar 8.16 menunjukkan blok diagram alat ukur gaya dan gambar 8.17

menunjukkan gambar rangkaian pengukur gaya. Resistor yang digunakan harus terbuat

dari bahan kawat atau lapisan logam untuk menekan pengaruh terhadap temperatur.
Gambar 8.16. Blok diagram pengukur gaya

Sebagai penguat operasional dapat digunakan Op-Amp 741 atau dapat juga LM

324 yang membutuhkan catu daya tunggal. Rangkaian hanya dapat dipergunakan hingga

penguatannya sebesar 400 kali, karena pengaruh temperatur pada Op-Amp dapat

menimbulkan kesalahan pengukuran.

Gambar 8.17. Rangkaian pengukur gaya

Penyetelan rangkaian dapat dilakukan dengan mengatur jembatan Wheatstone,

sehingga keluarannya menunjukkan 0 volt saat tidak terdapat gaya yang bekerja pada

pegas. Kemudian gaya maksimum dikenankan pada pegas dan potensiometer kepekaan

diatur sehingga pada keluaran timbul tegangan sebesar 2,5 Volt. Selanjutnya rangkaian

dihubungkan dengan rangkaian pengubah tegangan analog ke digital dan penampil tujuh

segmen.

7. Pengendali Suhu
Berikut ini contoh penerapan transduser sebagai pengendali yaitu sebagai

pengendali suhu ruangan, pemanas seperti seterika dan lain-lain. Pengendali di sini

berarti bahwa kita menentukan harga setting (referensi) tertentu untuk menentukan suhu

konstan yang diharapkan. Apabila suhu melebihi ambang batas maka pemanas akan

mati dan bila suhu di bawah ambang batas maka pemanas akan hidup. Dengan demikian

dalam jangka waktu yang singkat diperoleh suhu yang konstan. Gambar 8.18

menunjukkan rangkaian lengkap pengendali suhu. Rangkaian ini dapat digunakan untuk

mengendalikan suhu baik suhu ruangan ataupun suhu suatu benda seperti motor listrik

dan sebagainya. Rangkaian ini juga menampilkan suhu dalam bentuk angka pada

penampil tujuh segmen tiga digit.

Rangkaian terdiri dari lima bagian, yaitu sumber tegangan acuan IC 1, transduser

(IC4), A/D converter dan multiplekser, decoder BCD ketujuh segmen dan penggerak

relay. IC1 dengan seri 723 berfungsi sebagai regulator tegangan untuk sensor dan bagian

saklar. Tegangan yang dihasilkan sekitar 8 volt.

Bagian peraga menggunakan dua IC, yakni CA 3161E dan CA 3162E. kelebihan

IC CA 3162E adalah di dalamnya terdiri dari dua bagian yaitu A/D converter dan

multiplekser, sehingga rangkaian lebih sederhana. IC2 akan mengukur perbedaan

tegangan antara tegangan yang dihasilkan sensor dengan tegangan acuan yang

ditentukan oleh pengaturan P1. Ini diperlukan sehingga 273 derajat dapat dikalibrasi di

bawah nol dengan tegangan 2,73 volt. Hal ini mungkin dilakukan dengan menggunakan

tegangan sepadan antara bagian pembacaan keluar dan bagian sakelar. Hubungan

ground IC2 dan IC3 diatur dengan potensiometer P1 dan mendapatkan potensial 2,73

Volt, saat input IC2 dihubungkan dengan sensor IC4.


Gambar 8.18. Rangkaian pengendali suhu

Untuk menentukan berapa suhu yang diinginkan dapat dilakukan dengan

mengatur tegangan referensi komparator P5. Apabila tegangan pada kedua masukan

komparator sama maka keluaran komparator berada pada kondisi “high” sehingga

menyebabkan transistor T3 aktif dan menyebabkan relay kontak dan pemanas bekerja.

Keluaran komparator akan berada pada kondisi “high” hanya bila tegangan masukan

pada kaki 2 sama dengan tegangan pada kaki 3. Semua potensiometer sebaiknya

menggunakan multiturn potentiometer.

8.3. PENUTUP

8.3.1. Rangkuman

 Transduser harus memenuhi beberapa parameter, yaitu: kecepatan tanggap (respon

time), ketelitian, kepekaan, linearitas, stabilitas, dan daya tahan. Parameter-parameter

tersebut diatas akan menentukan kualitas sistem pengukuran atau sistem pengendali.

 Penerapan termistor antara lain: Rangkaian pengendali suhu sederhana, Rangkaian

sederhana pengukur kelembapan udara, dan RTD Time delay menggunakan termistor.

 Penerapan LVDT pada proses industri, dapat dicontohkan sebagai pengendali

ketebalan kertas pada proses industri kertas.

 Penerapan transduser Efek Hall di industri biasanya digunakan untuk mengukur

kecepatan putar objek yang bergerak misalnya conveyor belt.


 Alat ukur medan magnet mempunyai rentang pengukuran kerapatan fluks magnet 0

(nol) sampai dengan 100 mT (militesla). Prinsip kerja rangkaian ini menggunakan

prinsip transduser Efek Hall. Komponen utamanya adalah IC Hall SAS 231 W

produk dari Siemens, sebuah IC 6 pin.

 Alat ukur kuat cahaya mempunyai prinsip kerja berdasarkan prinsip kerja transduser.

Transducser photodioda, merupakan komponen pokok rangkaian ini. Alat ukur ini

mampu mengukur kuat cahaya hingga 1000 luks dan masih memungkinkan

dikembangkan hingga 100.000 luks.

 Gaya yang bekerja pada suatu benda dapat menyebabkan perubahan bentuk benda

tersebut. Untuk mengukur perubahan ini, terutama pemuaian atau pelenturan

dipergunakan transduser strain gage. Prinsip kerja transduser ini yaitu mengubah

perubahan gaya menjadi perubahan resistansi yang sebanding.

 Rangkaian pengendali suhu dapat digunakan untuk mengendalikan suhu baik suhu

ruangan ataupun suhu suatu benda seperti motor listrik dan sebagainya. Rangkaian

ini juga menampilkan suhu dalam bentuk angka pada penampil tujuh segmen tiga

digit. Rangkaian terdiri dari lima bagian, yaitu sumber tegangan acuan IC 1,

transduser (IC4), A/D converter dan multiplekser, decoder BCD ketujuh segmen dan

penggerak relay. IC1 dengan seri 723 berfungsi sebagai regulator tegangan untuk

sensor dan bagian saklar. Tegangan yang dihasilkan sekitar 8 volt.

8.3.2. Latihan

1. Sebutkan parameter-paremeter yang harus dipenuhi oleh sebuah transduser ?.

2. Jelaskan prinsip kerja rangkaian di bawah ini ?.


3. Jelaskan prinsip kerja gambar di bawah ini ?.

4. Jelaskan prinsip kerja rangkaian di bawah ini ?.

8.3.3. Kunci Jawaban


1. Transduser harus memenuhi beberapa parameter, yaitu: kecepatan tanggap (respon

time), ketelitian, kepekaan, linearitas, stabilitas, dan daya tahan. Parameter-parameter

tersebut diatas akan menentukan kualitas sistem pengukuran atau sistem pengendali.

2. Rangkaian di atas merupakan rangkaian pengendali suhu sederhana. Prinsip kerja

rangkaian tersebut adalah pada saat temperatur masih dingin hambatan Termistor

sangat besar dibanding dengan R2. Sehingga transistor dalam kondisi menghantar

relay kontak dan heater menghasilkan panas. Akan tetapi, ketika ruangan menjadi

panas, Termistor juga ikut panas sehingga hambatannya turun. Resistansi paralel

Termistor dengan R2 menjadi kecil, sehingga tegangan bias Tr juga kecil.

Mengakibatkan Tr dalam kondisi cut off, relay tidak kontak, dan heater tidak bekerja.

Akibatnya, suhu ruangan turun. Demikian seterusnya, proses akan berulang dari

awal. Hasilnya diperoleh suhu ruangan yang konstan.

3. Gambar di atas merupakan penerapan LVDT sebagai pengendali ketebalan kertas

pada proses industri kertas. Prinsip kerjanya adalah Inti LVDT digunakan untuk

mendeteksi ketebalan kertas, apabila ketebalan kertas melebihi batas yang sudah

ditetapkan, ini berarti inti LVDT berubah posisi dengan terdesak ke atas

menyebabkan timbulnya tegangan keluaran LVDT. Perubahan tegangan keluaran

LVDT dikuatkan dan difungsikan untuk menggerakkan motor penekan roller

sehingga daya tekan bertambah dan menyebabkan ketebalan kertas berkurang.

Demikian juga sebaliknya, apabila ketebalan kertas yang terdeteksi di bawah batas

ketebalan yang sudah ditentukan maka inti LVDT bergeser ke bawah. Pergeseran inti

menimbulkan tegangan keluaran. Tegangan keluaran ini ditransformasikan untuk

mengurangi daya tekan penekan (roller) kertas hingga tercapai tingkat ketebalan

kertas yang konstan.


4. Rangkaian di atas merupakan rangkaian pengukur gaya. Prinsip kerjanya adalah

sebagai penguat operasional dapat digunakan Op-Amp 741 atau dapat juga LM 324

yang membutuhkan catu daya tunggal. Rangkaian hanya dapat dipergunakan hingga

penguatannya sebesar 400 kali, karena pengaruh temperatur pada Op-Amp dapat

menimbulkan kesalahan pengukuran. Penyetelan rangkaian dapat dilakukan dengan

mengatur jembatan Wheatstone, sehingga keluarannya menunjukkan 0 volt saat tidak

terdapat gaya yang bekerja pada pegas. Kemudian gaya maksimum dikenankan pada

pegas dan potensiometer kepekaan diatur sehingga pada keluaran timbul tegangan

sebesar 2,5 Volt. Selanjutnya rangkaian dihubungkan dengan rangkaian pengubah

tegangan analog ke digital dan penampil tujuh segmen.

DAFTAR PUSTAKA

Curtis, D.J., 1997, Process Control Instrumentation Technology, New Jersey: Prentice-
Hall, Inc.

Dunn, W. C., 2005, Fundamentals of Industrial Instrumentation and Process


Control, McGraw-Hill, USA.

Gunterus, F., 1997, Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.

Hughes, T. A., 2002, Measurement and Control Basics, ISA, USA.

Kartidjo, M., Djodikusumo, I., 1996, Mekatronika, FTI, ITB, Bandung.


Pallas-Areny, R. & Webster, J.G., 1991, Sensor and Signal Conditioning, John Wiley
& Sons, Inc.

Petruzella, F. D., 1996, Elektronik Industri, Andi, Yogyakarta.

Rangan, C.S., Sarma, G.R., Mani, VSV., 1992. Instrumentation, Devices and Systems,
New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Sugiharto, A., 2002, Penerapan Dasar Transducer dan Sensor, Kanisius, Yogyakarta.

Wilson J. S., 2005, Sensor Technology Handbook, Elsevier Inc, USA.

Anda mungkin juga menyukai