Krisis energi juga dapat diartikan sebagai kurangnya persediaan sumber daya energi atau
peningkatan terhadap harga sumber daya, seperti minyak bumi.
Krisis energi adalah kekurangan atau gangguan pada penyediaan pasokan energi, menurut
Collinsdictionary
Menurut Charles E. Garrison dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam Springerlink, konsep
krisis energi terlihat muncul dari proses sosial dan merupakan metafora yang terkait dengan
rangkaian peristiwa. Sifat metafora adalah untuk menekankan aspek-aspek tertentu dan
mengaburkan aspek-aspek lain dari rangkaian peristiwa yang dirujuknya.
Jika dibandingkan dengan peristiwa sejarah, metafora ini telah mengaburkan peran pemerintah
dan industri minyak dalam pengembangan kebijakan konsumsi minyak yang tinggi dan
ketergantungan pada impor, sementara peran konsumen lebih ditekankan dalam hal ini.
1. Konsumsi Berlebihan
Krisis energi adalah akibat dari berbagai tekanan pada berbagai sumber daya alam. Ada
tekanan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara karena konsumsi
berlebihan, yang kemudian dapat membebani sumber daya air dan oksigen kita dengan
menyebabkan polusi.
Model konsumsi saat ini sebagian besar bergantung pada sumber daya yang dapat dikonsumsi
dan terbatas seperti batu bara, minyak, dan gas alam, dan ini semakin dekat untuk habis.
Menurut proyeksi saat ini, cadangan minyak cukup untuk 40-60 tahun, minyak konvensional
sekitar 60 tahun, dan cadangan batu bara sekitar 2 abad.
2. Over Populasi
Penyebab lain dari krisis adalah peningkatan yang stabil dalam populasi dunia dan
permintaannya akan energi.
Permintaan energi akan diperkuat oleh ledakan demografis dan ekonomi di daerah-daerah yang
sedang berkembang. Diperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai hampir 10 miliar orang
pada tahun 2050. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), permintaan energi global dapat
meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030 tanpa adanya kebijakan publik di bidang ini.
3. Pemborosan Energi
Pentingnya menghemat energi cukup sering diremehkan. Pemborosan energi menggambarkan
pemborosan sumber energi, khususnya bahan bakar dan listrik. Akibatnya, pengurangan limbah
menjadi sumber penghematan energi yang sangat besar, yang membutuhkan tindakan baik
pada tingkat individu maupun kolektif.
4. Pilihan Energi Terbarukan yang Belum Dijelajahi atau Kurang Dimanfaatkan
Energi terbarukan masih tetap tidak digunakan atau kurang dimanfaatkan di sebagian besar
negara. Sebagian besar energi berasal dari sumber yang tidak terbarukan seperti batu bara. Ini
berarti ada cukup banyak ruang untuk perbaikan di area ini.
Jika kita tidak fokus serius pada energi terbarukan, masalah krisis energi dunia tidak dapat
diselesaikan. Sumber energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar
fosil dan juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
9. Perang
Perang antar negara juga dapat menghambat pasokan energi, terutama jika terjadi di negara-
negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Kuwait, UEA, atau Qatar sebagai pemasok
energi utama atau minyak. Hal ini menyebabkan kenaikan harga minyak dan kelangkaan global
yang pada gilirannya memiliki efek riak yang menyebabkan masalah bagi konsumen energi.
Salah satu kekhawatiran dunia adalah akan kehabisan gas atau minyak. Namun, kekhawatiran
yang lebih besar sebenarnya adalah penggunaan batubara akan terus mencemari atmosfer dan
menghancurkan sumber daya alam lainnya dalam proses penambangan batubara. Jadi, penting
untuk berpindah pada energi terbarukan sebagai sumber energi pengganti batu bara.
Audit energi dan secara umum lebih memperhatikan penggunaan energi dapat membantu
mengurangi jejak karbon, menghemat energi dan uang, dan membantu mencegah dampak
lebih lanjut pada krisis energi.
5. Bersama Peduli terhadap Perubahan Iklim
Baik negara maju maupun negara berkembang harus memiliki kepedulian yang sama tentang
perubahan iklim. Mereka harus fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca melalui
mekanisme lintas batas yang efektif.
Dengan pertumbuhan populasi saat ini dan konsumsi sumber daya yang berlebihan,
konsekuensi dari pemanasan global dan perubahan iklim tidak dapat dikesampingkan. Baik
negara maju maupun berkembang harus fokus pada pengurangan emisi untuk mengurangi
separuh emisi mereka dari tingkat saat ini pada tahun 2050.