KLASTER
DI JAWA TENGAH
Proses tahapan penyusunan Buku Panduan Klaster di Jawa Tengah ini memakan
waktu yang cukup panjang dan merupakan kristalisasi simpulan dari beberapa kali pertemuan
baik dalam rapat-rapat koordinasi, workshop, seminar, maupun Focus Group Discussion
(FGD) yang melibatkan stakeholders dalam pemberdayaan UMKM di tingkat Provinsi dan
Kabupaten / Kota.
Secara substansi Buku Panduan Klaster di Jawa Tengah ini memuat mengenai : (i)
Batasan, Klasifikasi dan Pendekatan Klaster; (ii) Proses pengembangan Klaster; (iii) Strategi
Pengembangan Klaster; (iv) Metode Stratifikasi dan (v) Tata kelola Klaster.
Akhir kata, saya sampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. Semoga dengan kehadiran Buku Panduan Klaster
di Jawa Tengah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam upaya mendorong
pengembangan klaster di Jawa Tengah.
Di banyak negara, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang
tumbuh kesadaran betapa pentingnya peranan UMKM terutama dalam hal kemampuannya
menyerap tenaga kerja. Dengan sifat bisnisnya yang fleksibel, UMKM terbukti lebih tahan
terhadap gejolak ekonomi, seperti halnya yang terjadi di Indonesia diawal masa krisis ekonomi
yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Usaha berskala kecil yang tergolong UMKM relatif
sangat mudah melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan.
Beberapa hal yang membuktikan bahwa Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam
perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis adalah: Pertama, jumlah
industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi yang tercatat sebanyak 53,8
juta unit atau 99,99% dari total unit usaha; Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan
tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak
kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor
UMKM menyerap 97,22% dari total angkatan kerja yang bekerja; Ketiga, kontribusi UMKM
dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 57,12% dari total PDB (BPS dan
Kementerian Koperasi dan UKM, 2011).
Dari berbagai kelebihan UMKM sebagai pelaku usaha, keberadaan UMKM dipandang
berperan penting dalam struktur ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu upaya penumbuhan
UMKM termasuk mengembangkan daya saingnya dalam menghadapi fenomena globalisasi
menjadi salah satu prioritas dari banyak negara. Pengakuan tentang pentingnya keberadaan
Pengembangan UMKM dengan pendekatan klaster dimana sekelompok UMKM yang saling
terkait dari berbagai aspek usaha dan beroperasi dalam wilayah yang saling berdekatan
terbukti memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Industri yang berbasis klaster di
beberapa negara menunjukkan kemampuannya secara berkesinambungan untuk mampu
menembus pasar ekspor, menghasilkan nilai tambah yang memadai, mampu menyerap
tenaga kerja dan sangat responsif terhadap pemanfaatan inovasi teknologi. Untuk kasus
UMKM Indonesia dengan karakter dan kondisinya yang ada, maka pengembangan sistem
bisnis berbasis klaster menjadi pilihan untuk meningkatkan daya saingnya. Melalui sistem
klaster, akses UMKM terhadap sumberdaya produktif meningkat, kapasitas produksi
meningkat, akses pasar meningkat dan efisiensi usaha meningkat sebagai dampak dari
aktivitas usaha yang saling bersinergi.
Adanya kerjasama baik yang bersifat horisontal maupun vertikal dalam klaster akan
mendatangkan berbagai keuntungan. Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UMKM
lain menempati posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif
perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan
Dari sisi pembinaan, keberadaan klaster akan memudahkan perumusan kebijakan dan
kegiatan pengembangan: pelatihan teknis, bantuan peralatan, pameran, pendampingan,
fasilitasi bantuan permodalan, temu bisnis, pola kemitraan, magang kerja dll. Selain itu,
mendorong akselerasi pengembangan ekonomi lokal dalam rangka memperluas lapangan
kerja dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Tabel 1.1.
Klaster di Jawa Tengah
Kelompok
Pemula Berkembang Maju Total
klaster
Pertanian 37 6 - 43
Industri 71 51 - 122
Pariwisata 6 4 - 10
Total 114 61 - 175
% 65,14% 34,86% 0% 100%
Sumber; Stratifikasi Klaster di Jawa Tengah, 2012
Dari penelitian Stratifikasi Klaster di Jawa Tengah pada tahun 2012 yang melibatkan FEDEP
dari seluruh Kab/Kota di Jawa Tengah dan pelaku usaha ini klater dapat diperoleh potret
kondisi existing klaster di Jawa Tengah antara lain sebagai berikut:
1. Saat ini didominasi oleh klaster industri dan mayoritas masih pada tingkat pemula.
2. Sebagian besar usaha inti dalam klaster dari sisi tenaga kerja dapat di kategorikan pada
skala kecil namun jika dilihat dari rata-rata omzet masih masuk pada skala Mikro. Hal ini
Selain permasalahan umum yang dihadapi oleh klaster di Jawa Tengah tersebut, tantangan
lain untuk mengembangkan klaster di Jawa Tengah adalah masih banyak stakeholder yang
terlibat dalam pengembangan Klaster belum memahami secara jelas konsep dari klaster itu
sendiri ditambah lagi dengan banyaknya istilah-istilah lain dari instansi-instansi terkait untuk
pengembangan UMKM seperti Sentra, OVOP, Desa Vokasi, Desa Inovatif dan lain sebagainya
sehingga konsep pengembangan Klaster sendiri belum efektif karena tidak bisa menyentuh
keseluruhan dari Klaster itu sendiri. Selain itu sebagian besar klaster di Jawa Tengah masih
pada tingkat pemula. Hal ini juga merupakan tantangan tersendiri karena dibutuhkan usaha
pembinaan yang lebih besar dan terpadu agar kemudian dapat berkembang dan menjadi
klaster maju.
Beranjak dari permasalahan dan tantangan di atas dirasa perlu untuk membuat suatu buku
pedoman pengembangan Klaster di Provinsi Jawa Tengah sehingga dapat menjadi pegangan
untuk stakeholder dalam mengembangkan Klaster secara terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.
Maksud
Penyusunan Buku Panduan Klaster ini dimaksudkan sebagai landasan dan pedoman bagi
pemangku kepentingan (stakeholders) di provinsi Jawa Tengah dalam upaya melakukan
pembinaan dan pengembangan klaster secara lebih terencana, terarah, terpadu dan
berkesinambungan sehingga pengembangan klaster akan efektif dan tepat sasaran.
Tujuan
Adapun tujuan penyusunan Buku Panduan Klaster ini dapat dirumuskan sebagai berikut;
Dari segi cakupan area, Buku Panduan Klaster digunakan untuk kegiatan pembinaan dan
pengembangan klaster di Provinsi Jawa Tengah.
Dari segi cakupan klaster, Buku Panduan Klaster ini untuk pembinaan klaster yang masuk
dalam klasifikasi klaster pertanian, industri dan pariwisata.
Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam klaster industri tertentu
dan tidak ada hubungan dengan tingkat kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat
dilakukan oleh siapa saja tergantung pada tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai
tertentu.
Klaster memiliki pengertian lebih luas dari ”sentra” yang telah dikenal umum. Sentra lebih
merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang serupa/sejenis di suatu lokasi. Satu atau
beberapa sentra bisa merupakan bagian integral dan sebagai ”titik masuk (entry point)”
dari upaya pengembangan (perkuatan) suatu klaster industri
Di tingkat lokal, yakni provinsi Jawa Tengah, hasil kesepakatan Rakor Forum
Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) Jawa Tengah Tanggal 11 Agustus
2011, memberi batasan klaster sebagai berikut :
Dari berbagai batasan klaster, batasan dari hasil Rakor FPESD tersebut yang relatif
komprehensif atau utuh karena klaster dapat dijabarkan kedalam alur input, proses dan
output atau hasil dari pengembangan klaster secara jelas:
Input
1. Sekumpulan usaha atas produk/jasa tertentu: sebagai usaha/ industri inti
Usaha yang merupakan fokus perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan titik
masuk kajian;
Dapat merupakan sentra;
Proses:
Kerjasama yang mampu menciptakan efisiensi kolektif. Usaha inti saling
berhubungan secara intensif dan membentuk kemitraan dengan industri
pendukung dan usaha terkait dengan didukung oleh jasa-jasa / prasarana
pendukung. Dengan demikian akan meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya
transaksi, menciptakan aset secara kolektif, dan meningkatkan inovasi sehingga
bermanfaat untuk mendorong spesialisasi produk (bahkan proses) dan mengubah
keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif
Output:
Terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan akhir dari penerapan
kebijakan klaster bukan hanya untuk kemajuan dunia usaha tetapi juga masyarakat
secara luas akan diuntungkan antara lain melalui tersedianya produk/jasa yang
berkualitas dengan harga terjangkau, peningkatan lapangan pekerjaan,
peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan bahan baku lokal dan
terjaganya keseimbangan lingkungan sekitar. Dengan demikian klaster juga akan
menjaga keseimbangan tiga pilar keberhasilan dunia usaha, yang dikenal dengan
sebutan 3P yaitu profit (keuntungan), people (kesejahteraan) dan planet
(lingkungan)
2.2 Pengelompokan Klaster
Provinsi Jawa Tengah melalui Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya
(FPESD) telah mengelompok klaster-klaster di Jawa Tengah kedalam tiga kelompok besar
meliputi; klaster industri, klaster pertanian dan pariwisata. Tabel 2.1 memperlihatkan
kriteria yang digunakan untuk memasukan suatu jenis usaha tertentu dapat dijadikan
klaster.
Keberadaan produk unggulan daerah dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk
menunjukan bahwa daerahnya memiliki produk/jasa yang layak dijadikan sasaran masuknya
investasi selain upaya membangun citra bahwa daerahnya ramah terhadap kehadiran investor
dengan segala atribut insentif baik dalam bentuk fasilitas fiskal maupun non fiskal,
Pemerintah daerah dalam menetapkan jenis produk unggulan harus menggunakan kriteria
2.4.1. Klaster
Klaster adalah sekumpulan usaha atas produk barang/jasa tertentu dalam suatu wilayah,
yang membentuk kerjasama dengan usaha pendukung dan usaha terkait untuk
menciptakan efisiensi kolektif berdasarkan kearifan lokal guna mencapai kesejahteraan
masyarakat. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa batasan Klaster versi
hasil Rakor FPESD lebih komprefensif maka hendaknya dapat dijadikan acuan bagai
pengembangan klaster di Jawa Tengah
One Village One Product (OVOP) merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai
tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam wadah koperasi atau UKM
1. Pengembangan komoditas unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun
internasional.
2. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar mampu bersaing
dengan produk dari luar negeri (Impor).
3. Khusus kegiatan OVOP yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam
mengembangkan OVOP harus melalui Koperasi.
4. Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Desa Vokasi adalah kawasan perdesaan yang menjadi sentra penyelenggaraan kursus
dan/atau pelatihan berbagai kecakapan vokasional dan pengelolaan unit-unit usaha
(produksi/jasa) berdasarkan keunggulan lokal dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya, dan
lingkungan.
Dari beberapa konsep diatas dapat dilihat bahwa konsep Klaster merupakan konsep yang
paling luas karena dalam konsep klaster tersebut selain industri inti dalam klaster termasuk
pula industri-industri lainnya yang walaupun berbeda dari industri inti namun merupakan
industri yang mensupport industri inti, misalnya: industri pengolahan bahan baku, industri
pengemasan, perbankan dan toko-toko atau agen-agen yang memasarkan barang hasil
industri inti. Sedangkan pada OVOP dan Desa Vokasi hanya fokus pada pengembangan
industri intinya saja.
Kesamaan dari Klaster, OVOP dan Desa Vokasi adalah semua program ini bertujuan untuk
meningkatkan kemakmuran UMKM lokal dengan memanfaatkan sumberdaya lokal dan
kearifan lokal sebagai dasar pengembangan masyarakat.
Perbedaannya adalah:
Klaster merupakan wadah pengembangan yang paling luas karena melingkupi rantai nilai yang
panjang dari hulu-hilir. OVOP mempunyai luasan pengembangan setara dengan Sentra,
namun mempunyai kelebihan yaitu sudah langsung mewadahi usaha-usaha kelompok dalam
bentuk lembaga yaitu Koperasi. Desa Vokasi juga hanya mempunyai luasan setara dengan
sentra, dengan kelebihan program-programnya merupakan pengembangan berbagai layanan
pendidikan keterampilan (vokasi).
Gambar 3,1
Proses Pengembangan klaster
Proses pembentukan klaster dapat dibedakan membagi dua kategori; klaster baru (new
cluster) dan klaster dewasa (mature cluster) atau alami. Klaster baru lahir terutama atas
intervensi atau inisiasi kebijakan pemerintah. Sedangkan klaster dewasa sering dikaitkan
Untuk pembentukan klaster baru hendaknya didasarkan produk unggulan daerah. Adapun
kriteria yang digunakan penetapan produk unggulan dapat mengacu Surat Edaran, Mendagri
(2009) atau kriteria yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk kegiatan penelitian Baseline
Economic Survey (BLS) yang bertujuan mengidentifikasi berbagai Komoditas/Produk/Jenis
usaha (KPJu) unggulan UMKM yang dimiliki oleh tiap kabupaten/kota seperti yang
dikemukakan pada bagian sebelumnya Apapun kriteria yang digunakan, produk unggulan
yang akan dikembangkan melalui pendekatan klaster harus memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
(1) Memiliki prospek pasar yang menjanjikan baik pasar domestik dan atau ekspor
(2) Beranjak dari sentra sehingga dapat dilakukan pembinaan lebih fokus, kolektif dan lebih
efisien.
(3) Mampu menjadi lokomotif penggerak sektor riil mulai dari hulu hingga hilir, yaitu industri
pengolah komoditas primer hingga industri yang menghasilkan produk jadi sehingga
menciptakan rentetan rantai ekonomi yang menciptakan nilai tambah yang besar.
Mengkompilasi
usulan produk
unggulan/sentra
Evaluasi
Menetapkan
Produk
Unggulan/Sentra
Gambar 3.2
Proses Pembentukan Klaster Baru
Dari gambar tersebut nampak dalam upaya pembentukan klaster baru meliputi enam langkah,
yang dapat diuraikan sebagai berikut;
(1) Sosialisasi klaster, mulai dari batasan klaster, kelembagaan klaster hingga strategi
pengembangan klaster. Hal ini diperlukan agar terjadi kesepahaman mengenai klaster
diantara pelaku usaha, instansi pembina klaster dan lembaga-lembaga penunjang
3.2 Pengembangan
Pada tahap ini, untuk kepentingan pengembangan suatu klaster sudah barang tentu strategi
tertentu. Dengan mempertimbangkan bahwa permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan
pengembangan masing-masing klaster berbeda maka perlu diketahui terlebih dahulu sampai
dimana tingkat kemajuan klaster tersebut dan kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk
pengembangannya maka diperlukan stratifikasi atau pengelompokan tahapan pertumbuhan
klaster sehingga strategi pengembangan yang disusun mencapai sasaran.
Dalam tahap pengembangan juga perlu diperhatikan aspek kelembagaan mulai pembentukan
pengurus klaster atau forum klaster, penentuan mekanisme kerjanya, penentuan peran
institusi pembina dan lembaga penunjang kegiatan klaster agar tidak tumpang tindih tetapi
sebaliknya saling bersinergi karena dengan siapa berbuat apa dalam pengembangan klaster.
Selanjutnya adalah implementasi strategi pengembangan dan koordinasi peran masing-
masing stakeholder.
Untuk kepentingan evaluasi maka diperlukan indikator kinerja klaster. Indikator tersebut dapat
menggunakan 14 indikator stratifikasi yang akan dibahas pada bagian lain pada buku panduan
ini. Evaluasi dapat dilaksanakan sekali setahun oleh instansi pembina atau yang diberi
kewenangan oleh kepala daerah. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan
pengadaan bank data sehingga perkembangan klaster dapat terpantau dari waktu ke waktu,
sehingga tindakan korektif segera dapat dilakukan, sampai seberapa jauh kemajuan suatu
klaster yang sedang dalam pembinaan dapat diketahui baik.
A. Aspek Kelembagaan
Pengembangan klaster membutuhkan dukungan tiga pilar yaitu pemerintah, swasta
dan masyarakat. Keterlibatan pemerintah daerah melalui SKPD; swasta yang
tergabung dalam asosiasi, pusat-pusat penelitian dan perguruan tunggi dapat saling
menunjang pengembangan klaster. Adanya dukungan kelembagaan atau wadah
seperti Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) untuk tingkat
provinsi dan Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP)
untuk tingkat kabupaten/kota yang anggotanya terdiri dari pihak pemerintah, swasta
dan masyarakat mendukung terwujudnya percepatan pengembangan klaster. Jika
masing-masing anggota forum dapat bertindak sesuai dengan perannya masing-
masing, maka ego sektoral dari instansi terkait dan tumpang tindih pembinaan
diharapkan akan dapat diminimalkan. Masing-masing pihak akan melakukan kerjsama
yang bersinergi untuk kepentingan pengembangan klaster.
D. Aspek Pemasaran
Dalam aspek pemasaran, pelaku usaha yang tergabung dalam klaster perlu diberi
pengetahuan yang memadai tentang cara-cara melakukan akses pasar,
dikembangkan kemampuannya melakukan bauran pemasaran yang baik, mulai dari
kegiatan penetapan harga (pricing); pengembangan produk (product); saluran
distribusi (place) dan promosi (promotion). Tak kalah pentingnya dalam strategi
pengembangan klaster adalah penanaman nilai-nilai pentingnya persaingan yang
sehat diantara pelaku usaha dan kerjasama pemasaran sehingga tidak terjadi usaha
yang saling mematikan dan sebaliknya berusaha menjaga terciptanya iklim usaha
kondusif.
E. Pengembangan Teknologi
Pemanfaatan teknologi bukan hanya untuk kepentingan pengembangan produksi
tetapi juga pemasaran. Pengenalan teknologi tepat guna diharapkan dapat
meningkatan kualitas produk dan produktivitas. Sementara kemajuan teknologi berupa
internet juga diperkenalkan kepada para pelaku usaha klaster untuk kepentingan
akses pasar, referensi produk yang laku pasaran dan desain produk
Mengingat permasalahan yang dihadapi oleh tiap klaster berbeda sesuai dengan tingkat
kemajuannya, maka untuk kepentingan pembinaan agar tepat sasaran perlu diketahui
tahapan kemajuan masing-masing klaster, apakah masih dalam tingkatan sentra atau sudah
maju
Suatu sentra industri sangat dimungkinkan sudah dewasa dari sudut usia sentra tersebut,
namun masih belum terorganisir dengan baik sehingga jalinan kerjasama antar pelaku bisnis
tidak ada, bahkan mengarah pada kondisi lingkungan persaingan yang tidak kondusif.
Gambar 3.3
Stratifikasi Klater
Klaster yang mulai terbentuk ini biasanya berasal dari usaha-usaha sejenis yang
berkelompok di suatu lokasi tertentu (geografis) sehingga biasa disebut sebagai SENTRA
usaha atau industri tertentu. Karena usaha-usaha sejenis ini relatif masih mempunyai
ukuran yang kecil-kecil maka biasanya mereka mulai dengan memenuhi kebutuhan dari
pasar lokal, Adapun permasalahan yang dihadapi secara umum pada tahapan ini adalah:
1. Koordinasi antar usaha sejenis sehingga tidak terjadi persaingan antara usaha sejenis
dalam klaster tersebut.
2. Manajemen usaha (perencanaan usaha, pembukuan sederhana, pemasaran,
produksi, distribusi, dsb)
3. Permodalan Usaha
4. Identifikasi kebutuhan pasar
5. Peralatan/Teknologi Produksi
6. Pemanfaatan sumber bahan baku local
Gambar 3.4
Fokus Permasalahan Klaster Pemula
Klaster ini sudah berkembang jika dibandingkan dengan Klaster Pemula, biasanya sudah
mempunyai kelompok usaha inti yang solid (sudah ada koordinasi sehingga persaingan
dapat dikurangi) dan mulai melakukan pengembangan jaringan ke arah pemasok bahan
baku, usaha terkait dan pembeli (Pasar). Permasalahan yang dihadapi pada tahapan ini
adalah:
1. Manajemen Klaster (Kelembagaan dan kepengurusan Klaster)
2. Perluasan area Pemasaran
3. Pemanfaatan teknologi informasi untuk mengakses informasi tentang trend pasar
4. Ketersediaan bahan baku yang berkualitas
5. Standarisasi Produksi
6. Akses Perbankan (Permodalan untuk pengembangan usaha)
Gambar 3.5.
Fokus Permasalahan Klaster Berkembang
Gambar.3.6
Fokus Permasalahan pada Klaster Maju
(1) Strata pemula ; pembinaan lebih diarahkan pada kegiatan pelatihan agar mampu menjalin
kerjasama dengan pemasok, usaha dan jasa pendukung, meningkatkan kemampuan
produksi, kemampuan memasarkan produk dan memperoleh dukungan skema kredit lunak
(2) Strata berkembang : pembinaan lebih diarahkan pada kegiatan pelatihan untuk
menghasilkan produk/jasa yang tepat mutu, tetap waktu dan tepat pengiriman; pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan inovasi; terus mendorong terjadinya kerjasama antar
pelaku usaha yang saling menguntungkan dan mempeluas pemasaran
(3) Strata maju : program pembinaan lebih diarahkan secara tidak langsung yaitu dengan
menciptakan atau menjaga agar iklim usaha kondusif pada klaster tersebut.
Berkembang
Klaster
Alami
pemula
Pengembangan
Klaster
Baru Aspek Kelembagaan
Aspek Pemasaran
Aspek kapasitas SDM
Aspek Produksi
Aspek Teknologi
Produk
Unggulan
Gambar 3.3
Kerangka Pengembangan Klaster
(4) Keterpaduan. Perlu adanya pembentukan tim terpadu berdasarkan Surat Ketua
FPESD/FEDEP menyangkut siapa berbuat apa dalam rangka implementasi
Rencana Operasional Pengembangan Klaster berbasis stratifikasi sehingga
peran masing-masing pemangku kepentingan dapat dioptimalkan dan akan
terjadi sinergi antar instansi
(6) Ketersediaan Bank Data. Perlu adanya dukungan bank data, yang menyangkut
beberapa indikator profil klaster antara lain; jumlah anggota klaster, pasokan
bahan baku, kondisi produksi, kegiatan pelatihan hingga perkembangan
pemasaran, sebagai bahan penyusunan program pembinaan dan monitoring.
Untuk mengetahui apakah suatu klaster masih pada strata pemula, berkembang atau sudah
maju maka diperlukan stratifikasi atau pengelompokan tahapan pertumbuhan klaster dengan
melibatkan beberapa tahapan yang dimulai dari pemilihan batasan klaster sebagai dasar
penentuan indikator stratifkasi, kemudian ditindaklanjuti dengan pengumpulan dan analisis
data untuk menentukan strata suatu klaster.
Hasil Pra-
worshop & FGD Penelitian Analisis
Worshop lapangan
FPSED
Gambar 4.1
Kerangka Stratifikasi
Indikator yang digunakan untuk mendeteksi strata suatu klaster diperoleh dari penjabaran atau
operasionalisasi batasan klaster dari hasil kesepakatan Rakor Forum Pengembangan
13 Orientasi pasar 10
5.3 Implementasi
Untuk kepentingan stratifikasi tidak bisa dilepaskan dengan kebutuhan data. Oleh karena itu
diperlukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian (lihat Lampiran 1)
Tiap indikator dapat terdiri dari beberapa pertanyaan dan alternatif jawabannya menggunakan
metode scoring dengan rentang 1 sampai dengan 10 yang menunjukan kondisi masing-
masing indikator saat ini dari klaster yang bersangkutan. Misalnya untuk aspek pasokan
bahan baku alternatif jawaban sebagai berikut;
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Sedikit banyak
Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah wawancara dengan beberapa key
informan dan observasi ke lapangan.
Data yang diperoleh selama penelitian lapangan, dianalisis dengan cara menghitung total skor
untuk masing-masing indikator. Jika suatu indikator stratifikasi memiliki lebih dari satu
pertanyaan maka dibuat total skor tersebut merupakan rata-rata total skor. Adapun
perhitungan total skor secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam formula berikut;
n
Total Skor = Σ (bobot i x skor i)
i=1
Berdasarkan nilai total skor secara keseluruhan tersebut akan ditentutan strata klaster yang
bersangkutan. Mengingat skor digunakan mulai 1 hingga 10 dan diperlukan tiga strata maka
diperlukan rentang atau inverval masing-masing strata menggunakan formula sebagai berikut;
Dengan inverval diatas diperoleh tiga nilai kategori strata klaster sebagai berikut;
1,00 - 4,00 : Pemula
4,01 - 7,00 : Berkembang
7,01 - 10,00 : Maju
Keterlibatan penuh para anggota klaster dengan sendirinya akan memperkuat kekompakkan,
kemandirian dan hubungan interaksi dengan yang lain, sehingga lambat laun akan tercipta
suatu kelembagaan yang akan mengakar dan memiliki posisi tawar yang kuat sehingga
tercipta efisiensi kolektif.
Strategi pengembangan klaster agar dapat berjalan dengan efektif membutuhkan dukungan
struktur kelembagaan yang melibatkan instansi pembina , lembaga penunjang kegiatan klaster
mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga di tingkat klaster.
1. Forum Pengembangan Sumber Daya (FPESD) berfungsi antara lain :
• Memberi masukan sebagai bahan kebijakan program pengembangan ekonomi dan
sumber daya guna penguatan ekonomi termasuk didalamnya UKM di Jawa Tengah
• Mengkoordinir Instansi/Lembaga terkait dan FEDEP Kabupaten/Kota dalam bidang
program dan advokasi kebijakan UKM di Jawa Tengah;
• Memfasilitasi pengembangan UKM melalui Klaster/Sentra Industri, Kawasan
Pertanian, Kawasan Pariwisata di Jawa Tengah
Instansi
Pembina FPSED Lembaga
Klaster Penunjang
Kegiatan klaster
FEDEP
KETUA
FORUM KLASTER
Sekretaris Bendahara
Gambar. 6.2
Sturktur Kelembagaan Klaster
Lembaga /
No Peran Dalam Pengembangan Klaster
Institusi