Anda di halaman 1dari 43

PANDUAN

KLASTER
DI JAWA TENGAH

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 1


Kata Pengantar
Dalam rangka mendukng implementasi kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dalam upaya pemberdayaan UMKM, Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah
pada tahun anggaran 2013 telah melakukan penyusunan Buku Panduan Klaster di Jawa
Tengah.

Proses tahapan penyusunan Buku Panduan Klaster di Jawa Tengah ini memakan
waktu yang cukup panjang dan merupakan kristalisasi simpulan dari beberapa kali pertemuan
baik dalam rapat-rapat koordinasi, workshop, seminar, maupun Focus Group Discussion
(FGD) yang melibatkan stakeholders dalam pemberdayaan UMKM di tingkat Provinsi dan
Kabupaten / Kota.

Secara substansi Buku Panduan Klaster di Jawa Tengah ini memuat mengenai : (i)
Batasan, Klasifikasi dan Pendekatan Klaster; (ii) Proses pengembangan Klaster; (iii) Strategi
Pengembangan Klaster; (iv) Metode Stratifikasi dan (v) Tata kelola Klaster.

Disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Buku Panduan Klaster di Jawa


Tengah ini masih banyak kelemahan baik dalam pengkayaan substansi maupun penjabaran
operasionalnya. Oleh karena itu dalam perkembangannya akan dilakukan evaluasi dan
penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan yang di perlukan.

Akhir kata, saya sampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. Semoga dengan kehadiran Buku Panduan Klaster
di Jawa Tengah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam upaya mendorong
pengembangan klaster di Jawa Tengah.

KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAERAH


PROVINSI JAWA TENGAH

Ir. YUNI ASTUTI, MAPembina Utama Muda


NIP.19620621 198709 2 001
Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di banyak negara, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang
tumbuh kesadaran betapa pentingnya peranan UMKM terutama dalam hal kemampuannya
menyerap tenaga kerja. Dengan sifat bisnisnya yang fleksibel, UMKM terbukti lebih tahan
terhadap gejolak ekonomi, seperti halnya yang terjadi di Indonesia diawal masa krisis ekonomi
yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Usaha berskala kecil yang tergolong UMKM relatif
sangat mudah melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan.

Beberapa hal yang membuktikan bahwa Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam
perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis adalah: Pertama, jumlah
industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi yang tercatat sebanyak 53,8
juta unit atau 99,99% dari total unit usaha; Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan
tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak
kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor
UMKM menyerap 97,22% dari total angkatan kerja yang bekerja; Ketiga, kontribusi UMKM
dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 57,12% dari total PDB (BPS dan
Kementerian Koperasi dan UKM, 2011).

Dari berbagai kelebihan UMKM sebagai pelaku usaha, keberadaan UMKM dipandang
berperan penting dalam struktur ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu upaya penumbuhan
UMKM termasuk mengembangkan daya saingnya dalam menghadapi fenomena globalisasi
menjadi salah satu prioritas dari banyak negara. Pengakuan tentang pentingnya keberadaan

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 3


UMKM terlihat dengan jelas dalam forum APEC. Walaupun posisi strategis dari UMKM tidak
terbantahkan, akan tetapi persoalan yang dihadapinya juga sangat kompleks. Karena
karakteristik UMKM yang berskala kecil, padat karya, berbasis sumberdaya lokal serta dengan
berbagai keterbatasannya, maka untuk meningkatkan daya saingnya perlu dipilih strategi
pengembangan UMKM yang memiliki keunggulan. Salah satu pendekatan terintegrasi yang
dipandang sesuai adalah pengembangan UMKM melalui pendekatan kelompok serta
membangun jaringan usaha yang saling terkait. Pendekatan pengembangan aktivitas usaha
UMKM secara berkelompok ini dikenal dengan istilah sentra, dimana beberapa UMKM
melakukan kegiatan usaha yang sejenis seperti sentra garmen dan lain sebagainya.
Kemudian untuk meningkatkan kapasitas serta daya saing usaha UMKM dalam sentra ini
dapat dikembangkan beberapa usaha yang cakupannya berbeda tetapi masih saling terkait
menjadi bentuk klaster. Sebagai contoh pada sentra garmen juga dapat dikembangkan usaha
terkait seperti industri tekstil, usaha perdagangan, lembaga penelitian dan pengembangan,
industri asesoris garmen dan lain sebagainya.

Pengembangan UMKM dengan pendekatan klaster dimana sekelompok UMKM yang saling
terkait dari berbagai aspek usaha dan beroperasi dalam wilayah yang saling berdekatan
terbukti memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Industri yang berbasis klaster di
beberapa negara menunjukkan kemampuannya secara berkesinambungan untuk mampu
menembus pasar ekspor, menghasilkan nilai tambah yang memadai, mampu menyerap
tenaga kerja dan sangat responsif terhadap pemanfaatan inovasi teknologi. Untuk kasus
UMKM Indonesia dengan karakter dan kondisinya yang ada, maka pengembangan sistem
bisnis berbasis klaster menjadi pilihan untuk meningkatkan daya saingnya. Melalui sistem
klaster, akses UMKM terhadap sumberdaya produktif meningkat, kapasitas produksi
meningkat, akses pasar meningkat dan efisiensi usaha meningkat sebagai dampak dari
aktivitas usaha yang saling bersinergi.

Adanya kerjasama baik yang bersifat horisontal maupun vertikal dalam klaster akan
mendatangkan berbagai keuntungan. Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UMKM
lain menempati posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif
perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 4


kecil secara individual. Sedangkan melalui integrasi vertikal (dengan UMKM lainnya maupun
dengan perusahaan besar), perusahaan-perusahaan dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya
dan memberi peluang pembagian tenaga kerja eksternal serta akan dimungkinkan munculnya
peluang usaha yang baru atau kegiatan investasi.

Dari sisi pembinaan, keberadaan klaster akan memudahkan perumusan kebijakan dan
kegiatan pengembangan: pelatihan teknis, bantuan peralatan, pameran, pendampingan,
fasilitasi bantuan permodalan, temu bisnis, pola kemitraan, magang kerja dll. Selain itu,
mendorong akselerasi pengembangan ekonomi lokal dalam rangka memperluas lapangan
kerja dan menurunkan tingkat kemiskinan.

1.2. Kondisi Klaster di Jawa Tengah


Di provinsi Jawa Tengah sudah teridentifikasi 175 klaster yang dapat dikelompokkan ke dalam
klaster pertanian, klaster industri dan klaster pariwisata dari yang sudah ada sejak turun
temurun maupun yang baru saja terbentuk atas prakarsa pemerintah.

Tabel 1.1.
Klaster di Jawa Tengah
Kelompok
Pemula Berkembang Maju Total
klaster
Pertanian 37 6 - 43
Industri 71 51 - 122
Pariwisata 6 4 - 10
Total 114 61 - 175
% 65,14% 34,86% 0% 100%
Sumber; Stratifikasi Klaster di Jawa Tengah, 2012

Dari penelitian Stratifikasi Klaster di Jawa Tengah pada tahun 2012 yang melibatkan FEDEP
dari seluruh Kab/Kota di Jawa Tengah dan pelaku usaha ini klater dapat diperoleh potret
kondisi existing klaster di Jawa Tengah antara lain sebagai berikut:
1. Saat ini didominasi oleh klaster industri dan mayoritas masih pada tingkat pemula.
2. Sebagian besar usaha inti dalam klaster dari sisi tenaga kerja dapat di kategorikan pada
skala kecil namun jika dilihat dari rata-rata omzet masih masuk pada skala Mikro. Hal ini

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 5


menunjukkan bahwa walaupun usaha inti dalam klaster mempunyai rata-rata jumlah
tenaga kerja yang cukup banyak tapi masih belum mempunyai omzet yang memadai.
3. Sebagian besar usaha inti dalam klaster mengatakan jumlah pasokan bahan baku dan
penolong dalam kondisi cukup dan juga cukup mudah untuk didapatkan dengan harga
yang wajar.
4. Jasa pendukung lembaga keuangan yang sering terlibat dalam pengelolaan klaster adalah
BRI, Mandiri dan BPR lokal, adapun bentuk bantuan yang diberikan adalah akses
permodalan (KUK, KUR, KPPE) dan simpanan. Sedangkan lembaga pendidikan dirasa
masih belum memberikan dukungan memadai. Sementara dinas atau intansi terkait yang
paling banyak terlibat dalam pengembangan klaster adalah berturut-turut; Bappeda,
Disperindagkop, Koperasi dan UKM dengan peran pendampingan, pelatihan
pengembangan produk, bantuan peralatan, pameran dan promosi.
5. Tidak semua klaster mempunyai asosiasi dan kalaupun ada, peran asosiasi tersebut
dalam klaster cenderung sangat rendah. Sebagian besar sudah ada BDS (Business
Development Service) dan mengatakan dukungan BDS cukup tinggi.
6. Jangkauan pasar dan kemampuan mencari peluang pasar sebagian besar merasakan
sudah cukup bagus.
7. Kerjasama belum kuat sehingga sering terjadi persaingan yang tidak sehat diantara para
pengusaha inti.
8. Dalam Klaster Provinsi Jawa Tengah rata-rata inovasi dan spesialisasi hanya masuk pada
kategori cukup saja. Saat ini industri mikro maupun kecil cenderung melakukan semua
proses produksinya sendiri dan belum berpikir untuk melakukan spesialisasi untuk satu
bagian proses produksi

1.3. Permasalahan dan Tantangan Klaster di Jawa Tengah


Perkembangan klaster di Provinsi Jawa Tengah tidak terlepas dari berbagai permasalahan.
Dari hasil pra workshop dan workshop klaster di Jawa Tengah tahun 2011 terungkap bahwa
selain menghadapi kendala bahan baku; permodalan dan teknik produksi; kemampuan
memenuhi pesanan dalam jumlah yang besar; belum terjadinya kolaborasi antar pelaku usaha

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 6


bahkan cenderung melakukan persaingan yang tidak sehat (terutama dalam penetapan
harga), keterlibatan multi stakeholders juga belum optimal, antara lain ditandai dengan
kegiatan pembinaan dari instansi terkait sering tumpang tindih satu sama yang lain dan tidak
berkesinambungan.

Selain permasalahan umum yang dihadapi oleh klaster di Jawa Tengah tersebut, tantangan
lain untuk mengembangkan klaster di Jawa Tengah adalah masih banyak stakeholder yang
terlibat dalam pengembangan Klaster belum memahami secara jelas konsep dari klaster itu
sendiri ditambah lagi dengan banyaknya istilah-istilah lain dari instansi-instansi terkait untuk
pengembangan UMKM seperti Sentra, OVOP, Desa Vokasi, Desa Inovatif dan lain sebagainya
sehingga konsep pengembangan Klaster sendiri belum efektif karena tidak bisa menyentuh
keseluruhan dari Klaster itu sendiri. Selain itu sebagian besar klaster di Jawa Tengah masih
pada tingkat pemula. Hal ini juga merupakan tantangan tersendiri karena dibutuhkan usaha
pembinaan yang lebih besar dan terpadu agar kemudian dapat berkembang dan menjadi
klaster maju.

Beranjak dari permasalahan dan tantangan di atas dirasa perlu untuk membuat suatu buku
pedoman pengembangan Klaster di Provinsi Jawa Tengah sehingga dapat menjadi pegangan
untuk stakeholder dalam mengembangkan Klaster secara terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.

1.4. Maksud dan Tujuan

Maksud
Penyusunan Buku Panduan Klaster ini dimaksudkan sebagai landasan dan pedoman bagi
pemangku kepentingan (stakeholders) di provinsi Jawa Tengah dalam upaya melakukan
pembinaan dan pengembangan klaster secara lebih terencana, terarah, terpadu dan
berkesinambungan sehingga pengembangan klaster akan efektif dan tepat sasaran.

Tujuan
Adapun tujuan penyusunan Buku Panduan Klaster ini dapat dirumuskan sebagai berikut;

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 7


a. Memberikan acuan mengenai batasan Klaster
b. Memberikan acuan mengenai Klasifikasi Klaster
c. Memberikan acuan mengenai Tahapan Pembentukan Klaster
d. Memberikan acuan mengenai Strategi Pengembangan Klaster
e. Memberikan acuan mengenai metode Stratifikasi Klaster
f. Memberikan acuan mengenai Kelembagaan Klaster

1.5. Ruang Lingkup

Dari segi cakupan area, Buku Panduan Klaster digunakan untuk kegiatan pembinaan dan
pengembangan klaster di Provinsi Jawa Tengah.

Dari segi cakupan klaster, Buku Panduan Klaster ini untuk pembinaan klaster yang masuk
dalam klasifikasi klaster pertanian, industri dan pariwisata.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 8


BAB II
BATASAN, KLASIFIKASI DAN PENDEKATAN KLASTER

2.1 Batasan Klaster


Selama ini telah banyak fihak membuat batasan klaster antara lain Porter (2000) mengartikan
klaster sebagai “a geographically proximate group of interconnected enterprises and
associated institutions in a particular field, linked by commonality and complementarity”.
Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan institusi yang saling berhubungan
pada sektor tertentu. Sementara JICA (2004) memberi batasan klaster sebagai pemusatan
geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya. Mengingat
perkembangan sarana transportasi dan telekomunikasi telah mengurangi pentingnya
kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografi menjadi fleksibel tergantung
dari kepentingannya, yaitu:
1. Merujuk dari segi usaha (business), klaster diidentifikasikan atas daerah yang luas
di sepanjang pertalian-pertalian industri. Ini artinya bisa mencakup satu desa,
kabupaten, provinsi bahkan lintas provinsi yang berkaitan
2. Sedangkan dipandang dari kepentingan pembangunan daerah, batasan geografis
dipergunakan dalam konteks kontribusinya terhadap ekonomi daerah dan
kesejahteraan penduduknya.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 9


Para pelaku (stakeholders) dalam suatu klaster biasanya dikelompokkan kepada usaha
inti, usaha pemasok, usaha pendukung, usaha terkait, dan pembeli, serta institusi
pendukung (”non industri”).

Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam klaster industri tertentu
dan tidak ada hubungan dengan tingkat kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat
dilakukan oleh siapa saja tergantung pada tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai
tertentu.

Klaster memiliki pengertian lebih luas dari ”sentra” yang telah dikenal umum. Sentra lebih
merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang serupa/sejenis di suatu lokasi. Satu atau
beberapa sentra bisa merupakan bagian integral dan sebagai ”titik masuk (entry point)”
dari upaya pengembangan (perkuatan) suatu klaster industri

Di tingkat lokal, yakni provinsi Jawa Tengah, hasil kesepakatan Rakor Forum
Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) Jawa Tengah Tanggal 11 Agustus
2011, memberi batasan klaster sebagai berikut :

Klaster adalah sekumpulan usaha atas produk barang/jasa tertentu dalam


suatu wilayah, yang membentuk kerjasama dengan usaha pendukung dan
usaha terkait untuk menciptakan efisiensi kolektif berdasarkan kearifan lokal
guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

Dari berbagai batasan klaster, batasan dari hasil Rakor FPESD tersebut yang relatif
komprehensif atau utuh karena klaster dapat dijabarkan kedalam alur input, proses dan
output atau hasil dari pengembangan klaster secara jelas:

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 10


Gambar 2.1
Kerangka Batasan Klaster

Input
1. Sekumpulan usaha atas produk/jasa tertentu: sebagai usaha/ industri inti
 Usaha yang merupakan fokus perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan titik
masuk kajian;
 Dapat merupakan sentra;

2. usaha pendukung : Usaha pendukung antara lain : pemasok (bahan baku,


penolong asesoris ), distributor, teknologi informasi, kemasan, jasa angkutan dan
lain-lain
3. usaha terkait : usaha yang bisa dikerjasamakan dengan usaha inti diluar usaha
pendukung
4. Lembaga pendukung
 Lembaga pemerintah, yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan peran
pembinanaan
 Asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota;
 Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang
mendukung.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 11


 Lembaga keuangan (Bank, Modal Ventura),
 Lembaga pendidikan dan pelatihan
 dsb

Proses:
Kerjasama yang mampu menciptakan efisiensi kolektif. Usaha inti saling
berhubungan secara intensif dan membentuk kemitraan dengan industri
pendukung dan usaha terkait dengan didukung oleh jasa-jasa / prasarana
pendukung. Dengan demikian akan meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya
transaksi, menciptakan aset secara kolektif, dan meningkatkan inovasi sehingga
bermanfaat untuk mendorong spesialisasi produk (bahkan proses) dan mengubah
keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif
Output:
Terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan akhir dari penerapan
kebijakan klaster bukan hanya untuk kemajuan dunia usaha tetapi juga masyarakat
secara luas akan diuntungkan antara lain melalui tersedianya produk/jasa yang
berkualitas dengan harga terjangkau, peningkatan lapangan pekerjaan,
peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan bahan baku lokal dan
terjaganya keseimbangan lingkungan sekitar. Dengan demikian klaster juga akan
menjaga keseimbangan tiga pilar keberhasilan dunia usaha, yang dikenal dengan
sebutan 3P yaitu profit (keuntungan), people (kesejahteraan) dan planet
(lingkungan)
2.2 Pengelompokan Klaster

Provinsi Jawa Tengah melalui Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya
(FPESD) telah mengelompok klaster-klaster di Jawa Tengah kedalam tiga kelompok besar
meliputi; klaster industri, klaster pertanian dan pariwisata. Tabel 2.1 memperlihatkan
kriteria yang digunakan untuk memasukan suatu jenis usaha tertentu dapat dijadikan
klaster.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 12


Tabel.2.1
Kriteria Klaster
Klaster Industri Klaster Pertanian Klaster Pariwisata
1. Merupakan produk 1. Kelompok usaha/KU 1. Memiliki karakteristik dan
unggulan daerah atau IKM pertanian telah aktif daya tarik wisata yang
yg berpotensi minimal 3 tahun diminati
2. Mempunyai keterkaitan 2. KU berpotensi/minat 2. Memiliki produk unggulan
yang kuat; menjadi penggerak yg dominan;
dalam mendorong
agribisnis & ketahanan
pangan;
3. Memiliki keunikan lokal 3. Dipercaya untuk 3. Keterbukaan masyarakat
bekerjasama; terhadap kepariwisataan;
4. Tersedianya SDM yang 4. Agroklimat cocok untuk 4. Memiliki aksesibilitas
memiliki ketrampilan budidaya pertanian;
5. Lahan tersedia, Kompak 5. Keterkaitan dg Daya Tarik
dalam skala ekonomi ; Wisata lain
6. Komoditas unggulan 6. Memiliki infrastruktur dan
yang bernilai ekonomis layanan pendukung serta;
tinggi
7. Memiliki amenitas.

2.3 Produk Unggulan Daerah Berbasis Klaster


Produk unggulan daerah adalah barang atau jasa yang dimiliki dan dikuasi oleh daerah, yang
memiliki nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar, yang diproduksi berdasarkan pertimbangan kelayakan teknis (bahan baku dan pasar),
talenta masyarakat dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya
manusia, dukungan infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) yang berkembang di
lokasi tertentu (Surat Edaran, Mendagri, 2009).

Keberadaan produk unggulan daerah dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk
menunjukan bahwa daerahnya memiliki produk/jasa yang layak dijadikan sasaran masuknya
investasi selain upaya membangun citra bahwa daerahnya ramah terhadap kehadiran investor
dengan segala atribut insentif baik dalam bentuk fasilitas fiskal maupun non fiskal,

Pemerintah daerah dalam menetapkan jenis produk unggulan harus menggunakan kriteria

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 13


yang objektif. Pemerintah daerah dapat mengadopsi kriteria yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk kegiatan penelitian Baseline Economic Survey (BLS) yang bertujuan
mengidentifikasi berbagai Komoditas/Produk/Jenis usaha (KPJu) unggulan UMKM yang
dimiliki oleh tiap kabupaten/kota meliputi; ketersediaan : (1) tenaga terampil, (2) bahan baku,
(3) modal, (4) sarana produksi/ usaha; (5) teknologi; (6) sosial budaya; (7) manajemen usaha;
(8) ketersediaan pasar; (9) harga; (10) penyerapan tenaga kerja; dan (11) sumbangan
terhadap perekonomian wilayah. Apapun kriteria yang digunakan, produk unggulan harus
memiliki daya saing yang tinggi di pasar tunggal Asean dan mampu menjadi lokomotif
penggerak sektor riil mulai dari hulu hingga hilir, yaitu industri pengolah komoditas primer
hingga industri yang menghasilkan produk jadi sehingga menciptakan rentetan rantai ekonomi
yang menciptakan nilai tambah yang besar. Selanjutnya produk unggulan dikembangkan
melalui pendekatan klaster. Beberapa produk yang berkembang dalam lingkup pendekatan
klaster dan dikenal luas antara lain klaster Batik (Yogkarta, Pekalongan); Logam ( Ceper,
Tegal), Furniture(Jepara, Klaten). Sementera di negara Asean yang terbukti telah mampu
memberikan sumbangan yang besar terhadap perekonomian negara yang bersangkutan
antara lain klaster industri elektronik (Malasyia); Klaster pertanian, klaster makanan dan klaster
pariwisata (Thailand).

Melalui pendekatan klaster ini dimungkinkan strategi pengembangan multisektoral sehingga


strategi ini memberi tekanan pada mata ratai hubungan antara industri inti (dalam hal ini
industri yang menghasilkan produk unggulan), industri-industri terkait, industri pendukung dan
jasa-jasa lainya yang saling bekerjasa sama untuk menciptakan efisiensi kolektif. Keberadaan
produk unggulan berbasis klaster juga mendorong terciptanya spesialilasi dan mengubah
keunggulan komparatif menjadi kompetitif. Produk unggulan berbasis klaster akan membentuk
rantai nilai (value chain) antar perusahaan dengan berbagai besaran, antar industri, sehingga
memiliki efek peningkatan nilai tambah melalui peningkitan produktivitas karena adanya
proliferasi spesialisi antar pelaku usaha. Selain itu, melalui pendekatan klaster ini akan
tercipta lingkungan usaha yang kondusif bagi para pelaku usaha termasuk di dalamnya
UMKM, dalam meningkatkan daya saingnya. Pada akhirnya pengembangan produk unggulan
berbasis klaster bukan hanya akan membuka peluang investasi pada industri yang

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 14


menghasilkan produk unggulannya saja tetapi juga pada jenis industri terkait dan pendukung
serta jasa pendukungnya.Dengan demikian produk unggulan daerah jika dikembangkan
melalui pendekatan klaster yang memungkinkan terjadinya :

– Pengembangan industri inti, industri-industri terkait, industri pendukung dan jasa-jasa


lainya secara bersama-sama

– Usaha kerjasama untuk menciptakan efisiensi kolektif

– Peluang investasi usaha pada jenis industri pendukung dan terkait

– Iklim usaha yang kondusif

2.4. Perbedaan Pendekatan Klaster, OVOP dan Desa Vokasi untuk


Pengembangan UMKM.

2.4.1. Klaster

Klaster adalah sekumpulan usaha atas produk barang/jasa tertentu dalam suatu wilayah,
yang membentuk kerjasama dengan usaha pendukung dan usaha terkait untuk
menciptakan efisiensi kolektif berdasarkan kearifan lokal guna mencapai kesejahteraan
masyarakat. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa batasan Klaster versi
hasil Rakor FPESD lebih komprefensif maka hendaknya dapat dijadikan acuan bagai
pengembangan klaster di Jawa Tengah

2.4.2. One Village One Product (OVOP)

One Village One Product (OVOP) merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai
tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam wadah koperasi atau UKM

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 15


Tujuan Pengembangan OVOP:

1. Pengembangan komoditas unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun
internasional.
2. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar mampu bersaing
dengan produk dari luar negeri (Impor).
3. Khusus kegiatan OVOP yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam
mengembangkan OVOP harus melalui Koperasi.
4. Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Tiga Prinsip OVOP:

1. Pengembangan Gerakan OVOP bertujuan untuk meningkatkan, mengembangkan dan


memasarkan produk yang bisa menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat. Terutama
yang bisa dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga tercapai tujuan “Lokal
Tapi Global”.
2. Sebagai penghela Gerakan OVOP adalah masyarakat setempat. Agar mampu mandiri
masyarakat harus mampu bangkit dan kreatif.
3. Pemerintah Daerah harus menyadari dan mampu mendorong sumberdaya manusia yang
kreatif dan inovatif. Mampu melakukan terobosan baru di sektor Pertanian, Industri,
Pariwisata, Jasa, serta Pemasaran produknya. Sehingga meningkatkan kualitas, produktivitas,
dan daya saing.

Kriteria Produk Unggulan Program OVOP:

1. Merupakan unggulan daerah yang telah dikembangkan secara turun temurun;


2. Merupakan produk khas daerah setempat;
3. Berbasis pada sumberdaya lokal;
4. Memiliki penampilan dan kualitas produk yang sesuai dengan tuntutan pasar;
5. Memiliki peluang pasar yang luas, baik domestik maupun internasional;
6. Memiliki nilai ekonomi yang tinggi;
7. Bisa menjadi penghela bagi perekonomian daerah.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 16


2.4.3. Desa Vokasi

Desa Vokasi adalah kawasan perdesaan yang menjadi sentra penyelenggaraan kursus
dan/atau pelatihan berbagai kecakapan vokasional dan pengelolaan unit-unit usaha
(produksi/jasa) berdasarkan keunggulan lokal dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya, dan
lingkungan.

Dengan demikian, Desa Vokasi merupakan kawasan perdesaan yang mengembangkan


berbagai layanan pendidikan keterampilan (vokasi) dan kelompok-kelompok usaha untuk
menghasilkan sumberdaya manusia yang mampu menciptakan produk barang/jasa atau
karya lain yang bernilai ekonomi tinggi, bersifat unik dengan menggali dan mengembangkan
potensi desa yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif berbasis
kearifan lokal.

Tujuan dilaksanakannya program Desa Vokasi adalah:

1. Mewujudkan harmoni hidup perdesaan antara sektor pendidikan, ekonomi, sosial,


budaya dan lingkungan
2. Memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan serta kewirausahaan.
3. Membentuk kelompok-kelompok usaha kecil
4. Memberdayakan potensi lingkungan untuk usaha produktif
5. Menguatkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada
6. Menyadarkan dan mampu melestarikan potensi alam
7. Menciptakan lingkungan terampil, kreatif, dan inovatif, tetapi tetap arif dan lestari

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 17


Penyelenggara program Desa Vokasi adalah lembaga penyelenggara pendidikan non formal,
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal, UPT
Daerah, dan lembaga pendidikan lain (stakeholder) yang memiliki komitmen dan perhatian
untuk menyelenggarakan Program Desa Vokasi.

Dari beberapa konsep diatas dapat dilihat bahwa konsep Klaster merupakan konsep yang
paling luas karena dalam konsep klaster tersebut selain industri inti dalam klaster termasuk
pula industri-industri lainnya yang walaupun berbeda dari industri inti namun merupakan
industri yang mensupport industri inti, misalnya: industri pengolahan bahan baku, industri
pengemasan, perbankan dan toko-toko atau agen-agen yang memasarkan barang hasil
industri inti. Sedangkan pada OVOP dan Desa Vokasi hanya fokus pada pengembangan
industri intinya saja.

Kesamaan dari Klaster, OVOP dan Desa Vokasi adalah semua program ini bertujuan untuk
meningkatkan kemakmuran UMKM lokal dengan memanfaatkan sumberdaya lokal dan
kearifan lokal sebagai dasar pengembangan masyarakat.

Perbedaannya adalah:

Klaster merupakan wadah pengembangan yang paling luas karena melingkupi rantai nilai yang
panjang dari hulu-hilir. OVOP mempunyai luasan pengembangan setara dengan Sentra,
namun mempunyai kelebihan yaitu sudah langsung mewadahi usaha-usaha kelompok dalam
bentuk lembaga yaitu Koperasi. Desa Vokasi juga hanya mempunyai luasan setara dengan
sentra, dengan kelebihan program-programnya merupakan pengembangan berbagai layanan
pendidikan keterampilan (vokasi).

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 18


BAB III
PROSES PENGEMBANGAN KLASTER

Melalui pendekatan klaster dimungkinkan terjadinya strategi pengembangan multisektoral


sehingga strategi ini memberi tekanan pada mata rantai hubungan antara usaha inti (dalam hal
ini usaha yang menghasilkan produk unggulan), usaha usaha pendukung, usaha terkait, dan
jasa-jasa lainya yang saling bekerjasama untuk menciptakan efisiensi kolektif dan kemajuan
kolektif. Secara proses strategi pengembangan klaster dapat dirunut dalam tiga tahapan;

 Identifikasi Klaster  Pembentukan  Pemantauan &


 Evaluasi kepengurusan forum evaluasi kinerja
 Penentuan Klaster klaster  Pengadaan bank data
 Stratifikasi kinerja klaster
 Penentuan strategi  Tindakan korektif
 Penentuan peran untuk pengembangan
institusi pembina dan klaster lebih lanjut
lembaga penunjang
kegitan klaster
 Implementasi strategi
pengembangan

Gambar 3,1
Proses Pengembangan klaster

3.1 Pembentukan Klaster

Proses pembentukan klaster dapat dibedakan membagi dua kategori; klaster baru (new
cluster) dan klaster dewasa (mature cluster) atau alami. Klaster baru lahir terutama atas
intervensi atau inisiasi kebijakan pemerintah. Sedangkan klaster dewasa sering dikaitkan

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 19


dengan sentra industri tradisional yang telah lama dikenal sebagai pusat industri.

Untuk pembentukan klaster baru hendaknya didasarkan produk unggulan daerah. Adapun
kriteria yang digunakan penetapan produk unggulan dapat mengacu Surat Edaran, Mendagri
(2009) atau kriteria yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk kegiatan penelitian Baseline
Economic Survey (BLS) yang bertujuan mengidentifikasi berbagai Komoditas/Produk/Jenis
usaha (KPJu) unggulan UMKM yang dimiliki oleh tiap kabupaten/kota seperti yang
dikemukakan pada bagian sebelumnya Apapun kriteria yang digunakan, produk unggulan
yang akan dikembangkan melalui pendekatan klaster harus memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
(1) Memiliki prospek pasar yang menjanjikan baik pasar domestik dan atau ekspor
(2) Beranjak dari sentra sehingga dapat dilakukan pembinaan lebih fokus, kolektif dan lebih
efisien.
(3) Mampu menjadi lokomotif penggerak sektor riil mulai dari hulu hingga hilir, yaitu industri
pengolah komoditas primer hingga industri yang menghasilkan produk jadi sehingga
menciptakan rentetan rantai ekonomi yang menciptakan nilai tambah yang besar.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 20


Agar klaster mampu berkembang secara sehat maka pembentukan klaster baru, selain
didasarkan pada kriteria yang obyektif tetapi juga dilakukan secara cermat. Proses
pembentukan klaster baru dapat disajikan pada gambar berikut;

Sosialisasi Program Pengembangan


Klaster

Mengkompilasi
usulan produk
unggulan/sentra

Melakukan survey kelayakan


produk Unggulan

PUD -1 PUD -2 PUD -3 PUD -4 PUD -n

Evaluasi

Menetapkan
Produk
Unggulan/Sentra

Gambar 3.2
Proses Pembentukan Klaster Baru

Dari gambar tersebut nampak dalam upaya pembentukan klaster baru meliputi enam langkah,
yang dapat diuraikan sebagai berikut;

(1) Sosialisasi klaster, mulai dari batasan klaster, kelembagaan klaster hingga strategi
pengembangan klaster. Hal ini diperlukan agar terjadi kesepahaman mengenai klaster
diantara pelaku usaha, instansi pembina klaster dan lembaga-lembaga penunjang

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 21


kegiatan klaster sehingga baik usulan jenis produk unggulan/sentra dan program
pembinaan dapat tepat sasaran
(2) Mengidentifikasi berbagai produk unggulan daerah/sentra yang akan berpotensi untuk
dikembangkan melalui pendekatan klaster
(3) Melakukan survey ke lapangan untuk kepentingan validasi dan pengumpulan data yang
berhubungan kriteria produk unggulan yang dapat dikembangkan melalui pendekatan
klaster; seperti prospek pasar, jumlah pengusaha, ketersediaan bahan baku, keterkaitan
dengan usaha lain
(4) Evaluasi secara obyektif untuk menentukan kelayakan produk unggulan daerah/sentra
yang diusulkan berdasarkan hasil survey
(5) Menetapkan produk unggulan daerah/sentra yang dapat dikembangkan berbasis klaster.

3.2 Pengembangan

Pada tahap ini, untuk kepentingan pengembangan suatu klaster sudah barang tentu strategi
tertentu. Dengan mempertimbangkan bahwa permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan
pengembangan masing-masing klaster berbeda maka perlu diketahui terlebih dahulu sampai
dimana tingkat kemajuan klaster tersebut dan kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk
pengembangannya maka diperlukan stratifikasi atau pengelompokan tahapan pertumbuhan
klaster sehingga strategi pengembangan yang disusun mencapai sasaran.

Dalam tahap pengembangan juga perlu diperhatikan aspek kelembagaan mulai pembentukan
pengurus klaster atau forum klaster, penentuan mekanisme kerjanya, penentuan peran
institusi pembina dan lembaga penunjang kegiatan klaster agar tidak tumpang tindih tetapi
sebaliknya saling bersinergi karena dengan siapa berbuat apa dalam pengembangan klaster.
Selanjutnya adalah implementasi strategi pengembangan dan koordinasi peran masing-
masing stakeholder.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 22


3.3. Pemantauan dan Evaluasi.

Pengembangan klaster harus bersifat berkesinambungan, oleh karena perlu dilakukan


pemantuan secara berkala oleh instansi pembina untuk mengetahui perkembangan
implementasi strategi pengembangan, kendala-kendala yang terjadi di lapangan dan kegiatan
evaluasi.

Untuk kepentingan evaluasi maka diperlukan indikator kinerja klaster. Indikator tersebut dapat
menggunakan 14 indikator stratifikasi yang akan dibahas pada bagian lain pada buku panduan
ini. Evaluasi dapat dilaksanakan sekali setahun oleh instansi pembina atau yang diberi
kewenangan oleh kepala daerah. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan
pengadaan bank data sehingga perkembangan klaster dapat terpantau dari waktu ke waktu,
sehingga tindakan korektif segera dapat dilakukan, sampai seberapa jauh kemajuan suatu
klaster yang sedang dalam pembinaan dapat diketahui baik.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 23


BAB IV
STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER

4.1 Strategi Pengembangan Klaster

4.1.1 Strategi Pengembangan Berdasarkan Aspeknya

Strategi pengembangan harus memungkinkan banyak aspek yang menjadi kendala


pengembangan suatu klaster dapat tertangani dengan baik.

A. Aspek Kelembagaan
Pengembangan klaster membutuhkan dukungan tiga pilar yaitu pemerintah, swasta
dan masyarakat. Keterlibatan pemerintah daerah melalui SKPD; swasta yang
tergabung dalam asosiasi, pusat-pusat penelitian dan perguruan tunggi dapat saling
menunjang pengembangan klaster. Adanya dukungan kelembagaan atau wadah
seperti Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) untuk tingkat
provinsi dan Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP)
untuk tingkat kabupaten/kota yang anggotanya terdiri dari pihak pemerintah, swasta
dan masyarakat mendukung terwujudnya percepatan pengembangan klaster. Jika
masing-masing anggota forum dapat bertindak sesuai dengan perannya masing-
masing, maka ego sektoral dari instansi terkait dan tumpang tindih pembinaan
diharapkan akan dapat diminimalkan. Masing-masing pihak akan melakukan kerjsama
yang bersinergi untuk kepentingan pengembangan klaster.

B. Aspek Kapasitas SDM


Strategi pengembangan klaster dari segi SDM hendaknya disesuaikan dengan
kemajuan klaster yang bersangkutan. Dengan demikian perlu dilakukan analisis
kebutuhan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas SDM. Strategi pengembangan
dapat mulai dari upaya peningkatan kemampuan teknis atau ketrampilan; kemampuan
manajerial mengelola usaha (aspek perencanaan hingga evaluasi; kemampuan
kewirausahaan seperti kemampuan inovasi dan memperhitungkan risiko; dan

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 24


kemampuan strategik yaitu berfikir visioner untuk pengembangan usaha dalam
jangka panjang

C. Aspek Kapasitas Produksi


Dalam pengembangan klaster bukan hanya peningkatan ketrampilan agar mampu
menghasilkan produk atau layanan jasa lebih berkualitas tetapi juga perlu ditekankan
masalah kerjasama antara pelaku usaha, antara lain untuk kepentingan pengadaan
bahan baku dan bahan penolong. spealisasi produk atau input produk yang dapat
dihasilkan oleh para pelaku usaha. Dengan adanya kerjasama dan spesialisasi,
pengusaha diharapkan mampu menghasilkan produk atau jasa layanan yang lebih
berkualitas dengan biaya yang lebih rendah sehingga tercipta efisiensi kolektif.

D. Aspek Pemasaran
Dalam aspek pemasaran, pelaku usaha yang tergabung dalam klaster perlu diberi
pengetahuan yang memadai tentang cara-cara melakukan akses pasar,
dikembangkan kemampuannya melakukan bauran pemasaran yang baik, mulai dari
kegiatan penetapan harga (pricing); pengembangan produk (product); saluran
distribusi (place) dan promosi (promotion). Tak kalah pentingnya dalam strategi
pengembangan klaster adalah penanaman nilai-nilai pentingnya persaingan yang
sehat diantara pelaku usaha dan kerjasama pemasaran sehingga tidak terjadi usaha
yang saling mematikan dan sebaliknya berusaha menjaga terciptanya iklim usaha
kondusif.

E. Pengembangan Teknologi
Pemanfaatan teknologi bukan hanya untuk kepentingan pengembangan produksi
tetapi juga pemasaran. Pengenalan teknologi tepat guna diharapkan dapat
meningkatan kualitas produk dan produktivitas. Sementara kemajuan teknologi berupa
internet juga diperkenalkan kepada para pelaku usaha klaster untuk kepentingan
akses pasar, referensi produk yang laku pasaran dan desain produk

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 25


4.1.2 Strategi Pengembangan Berdasarkan Tahapan

Mengingat permasalahan yang dihadapi oleh tiap klaster berbeda sesuai dengan tingkat
kemajuannya, maka untuk kepentingan pembinaan agar tepat sasaran perlu diketahui
tahapan kemajuan masing-masing klaster, apakah masih dalam tingkatan sentra atau sudah
maju

Suatu sentra industri sangat dimungkinkan sudah dewasa dari sudut usia sentra tersebut,
namun masih belum terorganisir dengan baik sehingga jalinan kerjasama antar pelaku bisnis
tidak ada, bahkan mengarah pada kondisi lingkungan persaingan yang tidak kondusif.

Depertemen Dalam Negeri melalui Surat Edaran No 500/14014/V/Bangda dalam kontek


produk unggulan daerah dengan memperhatikan kemampuan produksi, pemasaran dan
kerjasama membagi empat strata atau tahapan perkembangan klaster meliputi ; (a) Klaster
Statis Sentra; (b) Klaster Pemula; (c) Klaster Dinamis dan (d) Klaster Maju.

Alternatif lain untuk mengidentifikasi tahapan perkembangan klaster dengan mengelompokan


atau membuat strata berdasarkan batasan klaster yang dihasilkan dari Rakor Forum
Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) Jawa Tengah tanggal 11 Agustus
2011. Secara sederhana perkembangan klaster dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis
strata meliputi; (a) klaster pemula; (b) klaster berkembang dan (c) klaster maju.

Gambar 3.3
Stratifikasi Klater

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 26


A. Klaster Pemula
Klaster ini masih relatif terbatas dari segi kelengkapan dan dukungan usaha pendukung,
lembaga pendukung dan usaha terkait, kemampuan produksi untuk menghasilkan
produk/jasa yang efisien. Selain itu, belum terjalin kerjasama yang baik antar pelaku
usaha, dan kemampuan melakukan kegiatan pemasaran juga relatif terbatas.

Klaster yang mulai terbentuk ini biasanya berasal dari usaha-usaha sejenis yang
berkelompok di suatu lokasi tertentu (geografis) sehingga biasa disebut sebagai SENTRA
usaha atau industri tertentu. Karena usaha-usaha sejenis ini relatif masih mempunyai
ukuran yang kecil-kecil maka biasanya mereka mulai dengan memenuhi kebutuhan dari
pasar lokal, Adapun permasalahan yang dihadapi secara umum pada tahapan ini adalah:
1. Koordinasi antar usaha sejenis sehingga tidak terjadi persaingan antara usaha sejenis
dalam klaster tersebut.
2. Manajemen usaha (perencanaan usaha, pembukuan sederhana, pemasaran,
produksi, distribusi, dsb)
3. Permodalan Usaha
4. Identifikasi kebutuhan pasar
5. Peralatan/Teknologi Produksi
6. Pemanfaatan sumber bahan baku local

Gambar 3.4
Fokus Permasalahan Klaster Pemula

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 27


B. Klaster Berkembang
Klaster ini sudah cukup memiliki kelengkapan dan dukungan usaha pendukung, lembaga
pendukung dan usaha terkait, kemampuan produksi untuk menghasilkan produk/jasa
yang efisien. Dari sisi kerjasama antar pelaku usaha dan kemampuan melakukan
kegiatan pemasaran sudah berjalan cukup baik.

Klaster ini sudah berkembang jika dibandingkan dengan Klaster Pemula, biasanya sudah
mempunyai kelompok usaha inti yang solid (sudah ada koordinasi sehingga persaingan
dapat dikurangi) dan mulai melakukan pengembangan jaringan ke arah pemasok bahan
baku, usaha terkait dan pembeli (Pasar). Permasalahan yang dihadapi pada tahapan ini
adalah:
1. Manajemen Klaster (Kelembagaan dan kepengurusan Klaster)
2. Perluasan area Pemasaran
3. Pemanfaatan teknologi informasi untuk mengakses informasi tentang trend pasar
4. Ketersediaan bahan baku yang berkualitas
5. Standarisasi Produksi
6. Akses Perbankan (Permodalan untuk pengembangan usaha)

Gambar 3.5.
Fokus Permasalahan Klaster Berkembang

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 28


C. Klaster Maju
Klaster ini sudah memiliki kelengkapan dan dukungan usaha pendukung, lembaga
pendukung dan usaha terkait, kemampuan produksi yang memadai. Kerjasama antar
pelaku usaha dan kemampuan melakukan kegiatan pemasaran yang sangat baik.
Masalah yang biasa terjadi pada klaster iniadalah :
1. Perkuatan manajemen klaster dimana tugas koordinasinya menjadi semakin luas
karena melingkupi koordinasi dengan semua jaringan klaster (usaha pendukung,
usaha terkait, pemasok, pembeli (pasar), dan lembaga pendukung. Untuk itu perlu
dipikirkan untuk pengelolaan manajemen klaster secara profesional (bukan salah satu
pengusaha yang merangkap sebagai pengurus atau manajemen klaster supaya bisa
fokus dan tidak mendua memikirkan klaster dan usahanya sendiri).
2. Pemanfaatan teknologi informasi untuk mengakses pasar Export.
3. Spesialisasi Produksi
4. Efisiensi Produksi (menggunakan teknologi produksi/proses produksi yang modern)
5. Proses produksi yang ramah lingkungan (Pengolahan Limbah)
6. Ketersediaan bahan baku lokal yang berkesinambungan (jangka Panjang)
7. Peningkatan kerjasama dengan perusahaan besar (karena klaster maju biasanya
sudah sanggup memenuhi standar kuantitas minimum dari perusahaan besar)

Gambar.3.6
Fokus Permasalahan pada Klaster Maju

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 29


Tiap strata tersebut sudah barang tentu akan membutuhkan strategi pengembangan klaster
yang berbeda.

(1) Strata pemula ; pembinaan lebih diarahkan pada kegiatan pelatihan agar mampu menjalin
kerjasama dengan pemasok, usaha dan jasa pendukung, meningkatkan kemampuan
produksi, kemampuan memasarkan produk dan memperoleh dukungan skema kredit lunak

(2) Strata berkembang : pembinaan lebih diarahkan pada kegiatan pelatihan untuk
menghasilkan produk/jasa yang tepat mutu, tetap waktu dan tepat pengiriman; pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan inovasi; terus mendorong terjadinya kerjasama antar
pelaku usaha yang saling menguntungkan dan mempeluas pemasaran

(3) Strata maju : program pembinaan lebih diarahkan secara tidak langsung yaitu dengan
menciptakan atau menjaga agar iklim usaha kondusif pada klaster tersebut.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 30


Maju

Berkembang
Klaster
Alami
pemula
Pengembangan
Klaster
Baru Aspek Kelembagaan

Aspek Pemasaran
Aspek kapasitas SDM

Aspek Produksi

Aspek Teknologi
Produk
Unggulan

Gambar 3.3
Kerangka Pengembangan Klaster

4.2 Prinsip Pengembangan Klaster

(1) Penentuan Jenis Klaster. Pemerintah kabupaten/kota hendaknya selektif


dalam penentuan klaster. Oleh karena itu perlu dipahami secara benar batasan
dan tujuan pengembangan klaster sehingga pemilihan jenis usaha yang mau
dikembangkan berdasarkan pendekatan klaster

(2) Dukungan Iklim Investasi. Pengembangan klaster produk/jasa sektor


pertanian, industri dan pariwisata yang akan memiliki efek multiplier yang sangat
besar bagi perekonomian daerah oleh karena itu perlu terus didukung dengan
penciptaan iklim usaha yang pro-investasi.

(3) Berbasis Stratifikasi. Pendekatan klaster berbasis stratifikasi hendaknya


didukung dengan pembuatan keputusan yang bersifat mengikat sehingga
memiliki kekuatan hukum sebagai bahan acuan instansi terkait dalam upaya
Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 31
pengembangan klaster di sektor pertanian, industri dan pariwisata.

(4) Keterpaduan. Perlu adanya pembentukan tim terpadu berdasarkan Surat Ketua
FPESD/FEDEP menyangkut siapa berbuat apa dalam rangka implementasi
Rencana Operasional Pengembangan Klaster berbasis stratifikasi sehingga
peran masing-masing pemangku kepentingan dapat dioptimalkan dan akan
terjadi sinergi antar instansi

(5) Partsipasi Aktif. Pengembangan Klaster tidak hanya membutuhkan partisipasi


aktif dari pemerintah daerah, legislatif tetapi juga komponen masyarakat
(Misalanya; perguruan tinggi, LSM, Asosiasi), dan pihak lembaga keuangan dan
perbankan.

(6) Ketersediaan Bank Data. Perlu adanya dukungan bank data, yang menyangkut
beberapa indikator profil klaster antara lain; jumlah anggota klaster, pasokan
bahan baku, kondisi produksi, kegiatan pelatihan hingga perkembangan
pemasaran, sebagai bahan penyusunan program pembinaan dan monitoring.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 32


BAB V
METODE STRATIFIKASI
5.1 Kerangka Stratifikasi

Untuk mengetahui apakah suatu klaster masih pada strata pemula, berkembang atau sudah
maju maka diperlukan stratifikasi atau pengelompokan tahapan pertumbuhan klaster dengan
melibatkan beberapa tahapan yang dimulai dari pemilihan batasan klaster sebagai dasar
penentuan indikator stratifkasi, kemudian ditindaklanjuti dengan pengumpulan dan analisis
data untuk menentukan strata suatu klaster.

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Batasan Klaster Indikator Data Penentuan


Stratifikasi & Stratifikasi strata

Hasil Pra-
worshop & FGD Penelitian Analisis
Worshop lapangan
FPSED

Gambar 4.1
Kerangka Stratifikasi

5.2 Indikator Stratifikasi

Indikator yang digunakan untuk mendeteksi strata suatu klaster diperoleh dari penjabaran atau
operasionalisasi batasan klaster dari hasil kesepakatan Rakor Forum Pengembangan

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 33


Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD). Operasionalisasi batasan tersebut menghasilkan 14
indikator terdiri dari segi input yang tercermin melalui indikator seperti banyaknya jenis usaha
yang terkait dengan usaha inti, kelengkapan usaha pendukung dan terkait. Selanjutnya dari
segi proses terlihat antara lain dari adanya kemapuan kerjasama antar stakeholder dan
kemampuan produksi. Terakhir dari segi output yakni peningkatan kesejahteran berupa
indikator penggunaan sumber bahan baku lokal dan kemampuan menghasilkan
produk/layanan jasa yang murah dan ramah lingkungan. Selengkapnya indikator pembeda
strata klaster sebagai berikut;
1. Banyak usaja terkait dengan usaha inti klaster
2. Skala usaha industri dalam klaster
3. Kelengkapan dan dukungan usaha pendukung (pemasok, teknologi informasi, kemasan,
jasa angkutan)
4. Kelengkapan dan Dukungan lembaga pendukung (lembaga keuangan, lembaga
pendidikan, pemerintah, R&D, Asosiasi, BDS)
5. Kelengkapan dan Dukungan usaha terkait
6. Sifat kerjasama dalam klaster (apakah saling mendukung)
7. Sifat persaingan dalam industri (apakah terjadi persaingan yang sehat)
8. Kemampuan menghasilkan produk/jasa dengan biaya rendah
9. Kemampuan inovasi produk dalam proses produksi
10. Kemampuan mengakses berbagai sumber informasi
11. Tingkat spesialisasi industri dalam klaster
12. Penggunaan teknologi produksi
13. Orientasi pasar (lokal, nasional dan ekspor)
14. Ramah lingkungan

Mengingat tingkat kepentingan masing-masing indikator untuk kemajuan suatu klaster


berbeda-beda maka tiap indikator diberikan bobot yang berbeda pula. Misalnya untuk indikator
skala usaha, kelengkapan usaha pendukung, kemampuan kerjasama, kemampuan
menghasilkan produk/jasa (efisiensi) dan orientasi pasar mendapatkan bobot yang relatif tinggi
dibandingkan yang lain (lihat tabel 4.1).

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 34


Tabel 4.1.
Perhitungan Stratifikasi
bobot Tota
No Indikator Skor
(%) Skor
Banyaknya usaha yang terkait
1 dengan usaha inti klaster 5

2 Skala usaha industri dlm klaster 10


Kelengkapan dan dukungan usaha
pendukung (pemasok, IT, kemasan,
3 jasa angkutan) 15
Kelengkapan dan Dukungan
lembaga pendukung (lembaga
keuangan, lembaga pendidikan,
4 pemerintah, R&D, Asosiasi, BDS) 7,5
Kelengkapan dan Dukungan usaha
5 terkait 2,5
Kemampuan kerjasama dalam
6 klaster 10
Tingkat persaingan usaha inti
7 5
Kemampuan menghasilkan
8 produk/jasa dengan biaya rendah 10
Kemampuan inovasi produk dalam
9 proses produksi 5
Kemampuan mengakses berbagai
10 sumber informasi 5
Tingkat spesialisasi usaha dalam
11 klaster 7,5
12 Penggunaan teknologi produksi 5

13 Orientasi pasar 10

14 Ramah lingkungan 2,5


Total Skor 100

5.3 Implementasi
Untuk kepentingan stratifikasi tidak bisa dilepaskan dengan kebutuhan data. Oleh karena itu
diperlukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian (lihat Lampiran 1)

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 35


yang merupakan penjabaran dari 14 indikator stratifikasi klaster dan surveyor.

Tiap indikator dapat terdiri dari beberapa pertanyaan dan alternatif jawabannya menggunakan
metode scoring dengan rentang 1 sampai dengan 10 yang menunjukan kondisi masing-
masing indikator saat ini dari klaster yang bersangkutan. Misalnya untuk aspek pasokan
bahan baku alternatif jawaban sebagai berikut;

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Sedikit banyak

Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah wawancara dengan beberapa key
informan dan observasi ke lapangan.

Data yang diperoleh selama penelitian lapangan, dianalisis dengan cara menghitung total skor
untuk masing-masing indikator. Jika suatu indikator stratifikasi memiliki lebih dari satu
pertanyaan maka dibuat total skor tersebut merupakan rata-rata total skor. Adapun
perhitungan total skor secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam formula berikut;

n
Total Skor = Σ (bobot i x skor i)
i=1

Berdasarkan nilai total skor secara keseluruhan tersebut akan ditentutan strata klaster yang
bersangkutan. Mengingat skor digunakan mulai 1 hingga 10 dan diperlukan tiga strata maka
diperlukan rentang atau inverval masing-masing strata menggunakan formula sebagai berikut;

Inverval = (10 – 1)/3 = 3

Dengan inverval diatas diperoleh tiga nilai kategori strata klaster sebagai berikut;
1,00 - 4,00 : Pemula
4,01 - 7,00 : Berkembang
7,01 - 10,00 : Maju

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 36


BAB VI
TATA KELOLA KLASTER

6.1 Struktur kelembagaan


Kelembagaan klaster disini dalam arti institusi atau wadah, baik formal maupun non formal
yang dapat dimanfaatkan oleh para anggota klaster untuk meningkatkan kegiatan ekonominya
dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat memberi manfaat positif terhadap keberadaan
klaster. Kelembagaan ini tidak hanya berperan dalam kegiatan perekonomian, tetapi juga
dalam pengembangan modal sosial masyarakat.

Keterlibatan penuh para anggota klaster dengan sendirinya akan memperkuat kekompakkan,
kemandirian dan hubungan interaksi dengan yang lain, sehingga lambat laun akan tercipta
suatu kelembagaan yang akan mengakar dan memiliki posisi tawar yang kuat sehingga
tercipta efisiensi kolektif.

Strategi pengembangan klaster agar dapat berjalan dengan efektif membutuhkan dukungan
struktur kelembagaan yang melibatkan instansi pembina , lembaga penunjang kegiatan klaster
mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga di tingkat klaster.
1. Forum Pengembangan Sumber Daya (FPESD) berfungsi antara lain :
• Memberi masukan sebagai bahan kebijakan program pengembangan ekonomi dan
sumber daya guna penguatan ekonomi termasuk didalamnya UKM di Jawa Tengah
• Mengkoordinir Instansi/Lembaga terkait dan FEDEP Kabupaten/Kota dalam bidang
program dan advokasi kebijakan UKM di Jawa Tengah;
• Memfasilitasi pengembangan UKM melalui Klaster/Sentra Industri, Kawasan
Pertanian, Kawasan Pariwisata di Jawa Tengah

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 37


Gambar 6.1
Struktur Organisasi FPESD

2. Forum for Economic Development and Empoyement Promotion (FEDEP) yaitu


kelembagaan klaster tingkat kabupaten/kota yang berfungsi membantu pemerintah
daerah dalam bentuk rekomendasi kebijakan pengembangan klaster
3. Forum klaster , mulai dari ketua, sekretaris , anggota dan pengurus lain yang diperlukan
yang berfungsi :
 mengatur mekanisme kerja organisasi
 membantu dalam penyusun rencana usaha dan memecahkan masalah yang dihadapi
anggota klaster
 melakukan kerjasama baik secara internal maupun eksternal (misalnya instansi
pembina klaster, lembaga-lembaga penunjang kegiatan klaster)
Keterlibatan penuh para anggota klaster dengan sendirinya akan memperkuat
kekompakkan, kemandirian, dan hubungan interaksi dengan yang lain, sehingga
lambat laun akan tercipta suatu kelembagaan yang mengakar dan memiliki posisi tawar
yang kuat.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 38


4. POKJA
Seberapa banyak POKJA yang terbentuk dalam kelembagaan sebuah klaster tergantung dari
masing-masing klaster. Beberapa POKJA yang dapat dibentuk antara lain : Pokja Bahan Baku,
Pokja Pengembangan Produk, Pokja Pemasaran, dan sebagainya.

Instansi
Pembina FPSED Lembaga
Klaster Penunjang
Kegiatan klaster

FEDEP

KETUA
FORUM KLASTER

Sekretaris Bendahara

Anggota Anggota Anggota Anggota


Klaster Klaster Klaster Klaster

Gambar. 6.2
Sturktur Kelembagaan Klaster

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 39


6.2 Analisis Peran Dalam Pengembangan Klaster

Lembaga /
No Peran Dalam Pengembangan Klaster
Institusi

1 BAPPEDA 1. Mapping dan Telaah Potensi Klaster Di Jawa


Provinsi Tengah
2. Mendesain Road Map dan Kebijakan
Pengembangan Klaster Di Jawa Tengah
3. Mengkaji Pengembangan Klaster Lintas
Kabupaten/ Kota
4. Mengintegrasikan Peran SKPD Dalam
Pengembangan Klaster
5. Monitoring dan Evaluasi Pengembangan
Klaster

2 BAPPEDA 1. Mendesain Kebijakan Pengembangan


Kabupaten/ Klaster di Masing-Masing Kabupaten/Kota
Kota 2. Mengkoordinasikan Perencanaan dan
Implementasi Pengembangan Klaster
3. Menyusun Laporan Pengembangan Klaster
Baik

3 SKPD Terkait 1. Menyusun Program dan Kegiatan yang


Terkait dengan Masing-Masing Klaster
2. Pendampingan dan Pembinaan Teknis
Sesuai dengan Masing-Masing Klaster
3. Perkuatan Kelembagaan Klaster
4. Pelatihan dan Pengembangan SDM Anggota
Klaster
5. Menciptakan Iklim Usaha Yang Kondusif
6. Memberi Dukungan Penjaminan Kredit dan
Kemudahan Akses Permodalan
7. Mempromosikan Produk Hasil Klaster
8. Mengkaji Peluang Pasar

4 Swasta (Pelaku 1. Pendampingan dan Pembinaan Teknis


Usaha, Sesuai dengan Masing-Masing Klaster
Asosiasi, Kadin 2. Konsolidasi Usaha Internal
Dll) 3. Membangun Kemitraan Antar Usaha
4. Mempromosikan Produk Hasil Klaster

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 40


5 Perbankan dan 1. Memberi Kemudahan Akses Kredit dan
Lembaga Permodalan
Keuangan 2. Menyusun Skema Kredit Bagi Anggota
Klaster

6 Media Massa, 1. Publisitas


BDS & LSM 2. Advokasi / Pendampingan
3. Akses Ke Lembaga Donor
4. Bimbingan Teknis

7 Perguruan 1. Penelitian dan Pengembangan Klaster dan


Tinggi & Produk Hasil Klaster
Litbang Swasta 2. Riset Pasar Bagi Produk Hasil Klaster
3. Pendampingan Pengelolaan Manajemen dan
Kelembagaan Klaster

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 41


BAB VII
PENUTUP

Pengembangan UMKM dengan pendekatan klaster yang diharapkan akan mampu


memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteran masyarakat
provinsi Jawa Tengah merupakan tugas bersama antara instansi pemerintah, lembaga yang
tekait dengan kegiatan klaster dan pelaku usaha. Agar pembinaan dan pengembangan klaster
secara lebih terencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan maka pemangku kepentingan
(stakeholders) di provinsi Jawa Tengah dapat memanfaatkan buku Panduan Klaster ini. Pada
tataran implementasi, Buku Panduan Klaster ini tidak tertutup kemungkinan dilakukan
beberapa improvisasi.

Buku Panduan Pengembangan Klaster Provinsi Jawa Tengah Page 42

Anda mungkin juga menyukai