Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Perjalanan bangsa ini dalam membangun perekonomian nasional memang sangat

panjang, dari mulai orde lama, orde baru hingga orde reformasi dan fasca reformasi. Dari

perjalanan yang amat panjang tersebut, lahirlah konsep ekonomi yang berlandaskan pada nilai-

nilai pemberdayaan dan pembangunan masyarakat khususnya kelas menengah kebawah yaitu

konsep ekonomi kerakyatan.

Konsep ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara, sifat, dan tujuan pembangunan

dengan sasaran utama perbaikan nasip rakyat pada umumnya bermukim di pedesaaan. Konsep

ini mengadakan perubahan penting ke arah kemajuan, khususnya kearah pendobrakan ikatan

serta halangan yang membelenggu sebagian besar rakyat indonesia dalam keadaan serba

kkurangan dan kterbelakangan.

Salahsatu implikasi dari konsep ekonomi dan kerakyatan adalah munculnya unit-unit

usaha kecil yang bernama usaha mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut UMKM.

Di negara-negara berkembang pada umumnya, dan indonesia pada khususnya, UMKM

merupakan salah satu pemain ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar

dan meningkatkan disteribusi pendapatan secara merata. Selain itu umkm mempunyai peranan

yang cukupn strategis dalam pmberdayaan ekonomi masyarakat di akar rumput yang sulit untuk

masuk ke sektor-sektor formal.

Dalam Kenyataannya, kontibusi UMKM yang cukup strategis dalam bidang tenaga

penyerapan tenaga kerja dan peningkatan disteribusi pendapatan belum mampu mendorong

pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada sektor ini.Hal ini dapat dilihat

dari perjalanan indusrtialisasi di indonesia yang mengakibatkan UMKM kurang dianggap dan

belum mendapatkan perhatian serta kebijakan yang optimal, sehingga industrialisasi sangat nyata

dirasakan oleh usaha sekala besar.


Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh kementerian Koperasi dan UMKM Republik

Indonesia pada tahun 2009 dalam lingkup perekonomian nasional, usaha mikro menguasai

pangsa pasar 98,88% dari jumlah pelaku ekonomi indonesia atau berjumlah 52.176.795 unit

usaha. Usaha kecil berjumlah 546.675 unit usaha atau1,04%, usaha menengah sekitar 41.133 unit

atau 0,08% dan usaha besar berjumlah 4,677usaha atau skitar 0,01%. Namun dalam hal

kontirbusi terhadap total ekspor nonmigas sektor UMKM hanya menguasai 17,02% atau sebesar

Rp. 162.254,5 milyar, sedangkan usaha besar menguasai 82,98% atau sebesar Rp.790.835,3

milyar.

Hal inilah yang harus perlu di perhatikan dan dikembangkan khususnya oleh pemerintah

baik pusat maupun daerah berupa berbagai kebijakan yang mendukung pengembangan UMKM

karena UMKM memiliki potensi dan peluang untuk terus berkembang bahkan mampu bersaing

di tingkat regional dan internasional beberapa potensi dan peluang tersebut adalah :

1. UMKM merupakan mayoritas pelaku usaha di Indonesia.

2. Masih besarnya pangsa pasar dalam negeri bagi pelaku UMKM.

3. UMKM lebih banyak menggunakan bahan baku lokal dengan dukungan sumber daya

alam indonesia.

4. Komposisi modal sendiri lebih besar dari modal luar.

5. Kebutuhan pembiayaan tidak terlalu besar.

6. NPL/NPF keredit perbankan masih dibawah 5%.

7. Lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi global.

Beberapa kelemahan internal juga masih menjadi permasalahan mendasar yang harus

segera diselesaikan sehingga terbentuk UMKM yang profesional dan berdaya saing

internasional. Beberapa kelemahan tersebut adalah:

1. Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen

2. Kelemahan struktur permodalan dan keterbatasan untuk menperoleh jalur akses terhadap

sumber-sumber permodalan.

3. Kelemahan memperoleh peluang (akses pasar) dan memperbesar pangsa pasar.

4. Keterbatasan pemanfaatan akses dan penguasaan teknologi terapan.


5. Rendahnya kualitas SDM yang meliputi aspek kopetensi, keteramilan, etos kerja,

karakter, kesadaran akan pentingnya kosistensi mutu dan standarisasi mutu dan jasa, serta

wawasan kewirausahaan.

6. Keterbatasan penyediaan bahan baku mulai dari jumlah yang dapat dibeli, standarisasi

kualitas yang ada, maupun panjangnya rantai distribusi bahan baku.

7. Efisiensi kerja rendah atau pengelolaan usaha berbiaya tinggi sehingga kurang bisa

diperhitungkan secara ekonomis.

Pemerintah sebagai salah satu stakeholder pengembangan UMKM seharusnya

tidak hanya fokus pada sektor pembiayaan dan permodalan sebagai salah satu komponen

pengembangan UMKM, tetapi juga harus fokus pada berbagai sektor yang mendukung

pengembangan tersbut, sektor tersebut antara lain administrasi, produksi,manajemen, pemasaran

dan teknologi. Selain itu pemerintah juga harus bersinergi dengan pihak swasta dalam proses

pendampingan dan pengembangan ini sehingga sesuai dengan amanat Undang-undang No. 20

Tahun 2008 tentang usaha Mikro, kecil dan menengah dan peraturan pemerintah No. 32 Tahun

1998 tentang pembinaan dan pengembangan usaha kecil, untuk jumlah Koperasi saat ini di

Kabupaten Tanjung Barat sebanyak 386 dan jumlah UKM sebanyak 9.650 UMKM.

Untuk mengatasi masalah terhadap pengembangan kelembagaan koperasi tersebut, maka

salah satunya diperlukan adanya sejumlah tenaga pendamping koperasi dan UKM yang

kompeten, keberadaan nya tidak terpengaruh oleh rutinitas kinerja birokrasi, dan memiliki waktu

yang banyak untuk mengatur dirinya dalam melakukan pembinaan, pemberdayaan, penyuluhan,

konsultan dan supervise kepada koperasi-koperasi dan UKM di wilayahnya. Adanya kebutuhan

atas pendamping yang handal sering kali terungkap dalam rapat-rapat koordinator di pusat,

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam kaitan itu walaupun dalam pengembangan SDM

Pembinaan koperasi ditingkat Kabupaten/Kota terus dilakukan oleh pemerintah secara

terkoorninasi dengan pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota.

Untuk itulah diperlakukan tenaga pendamping yang memiliki tugas meningkatkan omzet

pelaku UMKM di setiap priode, bagaimana pendamping ini melakukan perluasan pasar untuk

pelaku UMKM, agar tidak stuck di situ-situ saja, memperbanyak link dan jaringan usaha. Peran

pendamping juga ditekankan dalam meningkatkan tenaga kerja indonsia yang bergelut di sector

UKM.
BAB II
PELAKSANAAN PENDAMPINGAN

A. JADWAL KERJA PENDAMPINGAN

Mengenai jadwal kerja Pendampingan mengikuti dan menyesuaikan jadwal kerja di

Dinas Kabupaten Kota dimana Tenaga Pendamping ditempatkan, termasuk jadwal kunjungan

atau pelaksanan tugas kelapangan yang mana juga mengikuti arahan atau perintah langsung dari

Kepala Dinas Kabupaten / Kota tempat Tenaga Pendamping bertugas.

Untuk masalah tugas atau kunjungan serta proses Pendampingan kepada Koperasi

maupun UKM dibagi sesuai kecamatan dan kebutuhan proses pendampingan yang akan

dilaksanakan dan diperintahkan oleh Kepala Dinas maupun Kepala Bidang tempat Tenaga

Pendamping berada.

B. HAMBATAN SELAMA PENDAMPINGAN

Dalam hal masalah hambatan ataupun kendala yang dihadapi pada saat proses

pendampingan oleh tenaga pendamping pada umumnya setiap Kabupaten maupun Kota se-

Provinsi Jambi hampir sama, yaitu antara lain masalah jarak tempuh antar Koperasi satu dengan

yang lain yang sangat berjauhan dan sarana prasarana yang terbatas serta masalah SDM

pengurus yang masih ada sebagian belum memahami dan mengerti bagaimana cara berkoperasi

dan memiliki usaha yang baik dan benar agar setiap kegiatan perkoperasian dan UKM berjalan

dengan baik dan sesuai sistematis yang diharapkan oleh semua anggota Koperasi dan pengusaha

kecil dan menengah, selain masalah itu masalah waktu pelaksanaan pendampingan yang

lumayan singkat dan cepat sehingga proses pendampingan kurang efektif dan efisien, masalah

lainnya lagi sebagian besar para pelaku Koperasi maupun UKM masih kurang membuka diri

masalah Koperasi dan UKM yang mereka jalankan dan mengenai masalah pendampingan

peserta Bintek ataupun Pelatihan bagi Koperasi dan UKM juga masih ada kendalan yaitu

masalah singkat dan kurangnya waktu pelaksanaan Pelatihan, Kurangnya Fasilitas Pelatihan,

Materi Pelatihan yang terbatas serta narasumber pada Pelatihan yang masih sangat terbatas

kesempatannya untuk menyampaikan atau berbagi ilmu kepada peserta pelatihan Koperasi dan

UKM.
C. HASIL DAN KEMAJUAN PENDAMPINGAN PASCA PELATIHAN

Untuk masalah hasil dan kemajuan Pendampingan Pasca Pelatihan kami selaku Tenaga

Pendamping berharap kepada seluruh peserta Pelatihan Koperasi dan UKM agar dapat menerapkan dan

menjalankan setiap materi dan ilmu yang didapat pada saat pelaksanaan pelatihan agar setiap ilmu yang

didapat dapat bermanfaat untuk pengembangan dan kemajuan kegiatan usaha di Koperasi dan UKM yang

mereka pimpin dan jalankan.

Serta berharap kepada seluruh peserta pelatihan Koperasi dan UKM yang melaksanakan Pelatihan

agar terus dan masih mau untuk berkoordinasi dengan Dinas dan kami selaku tenaga Pendamping agar

proses pendampingan bisa berjalan dengan baik dan lancar sebatas waktu yang ada dan dimiliki oleh kami

selaku tenaga Pendamping Koperasi dan UKM Kab.Tanjung Jabung Barat.

Selain itu melihat dari perkembangan pada saat pasca pelatihan para pelaku Koperasi dan UKM

sangat lumayan perkembangaannya, dimana hasilnya dapat dilihat dari pelaku Koperasi yang membuat

laporan secara manual sekarang pasca pelatihan sudah menggunakan sistem atau aplikasi secara

komputerisasi dan online dan untuk pengembangan usaha pada UKM sebagian mulai bergerak dan

lumayan perkembangannya untuk kemajuan dalam hal kegiatan usaha dan permodalan serta pemasaran

produk yang sudah mulai berkembang secara perlahan setiap sektor nya.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat setelah melihat kondisi yang ada pada beberapa peserta

pelatihan yang mengikuti pelatihan dan yang didampingi ialah beberapa Koperasi yang ada belum

melaksanakan RAT yang mana permasalahannya pada laporan keuangan Koperasi yang tidak

berjalan dengan lancar, dan SDM serta pengetahuan tentang pemahaman Perkoperasian dan

Akutansi yang terbatas serta juga setiap peserta masih sangat membutuhkan Pelatihan lainnya

serta pendampingan dari tenaga Pendamping maupun Pembina dari Dinas Koperasi UKM,

Perindustrian dan Perdagangan setempat selaku pembina Koperasi dan UKM.

Masalah lainnya mengenai pemahaman dan ilmu serta pengalaman tentang tata cara

berkoperasi dan mempunyai usaha yang masih minim, maka para peserta sangat masih berharap

bisa kembali dapat mengikuti Pelatihan atau Bintek lainnya yang dilaksanakan oleh Dinas

Kabupaten / Kota khususnya Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Tanjung Jabung Barat.

SARAN

Setelah melihat pararan kesimpulan diatas, sebaiknya Koperasi dan UKM mulai harus

benar-benar membenahi manajemen keuangan serta pola kerja mereka dengan lebih baik dan

benar dan diharapkan kepada peserta masih sangat harus dan antusias apabila diperintahkan untuk

mengikuti pelatihan atau bintek yang dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten Kota maupun Provinsi

guna menambah ilmu dan pengalaman para pelaku Koperasi dan UKM.

Anda mungkin juga menyukai