Anda di halaman 1dari 281

Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia

Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

LAPORAN AKHIR

Kajian Efektifitas Model


Penumbuhan Klaster Bisnis
Berbasis Agribisnis
Kata Pengantar

Pelaksanaan Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis


Agribisnis ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas sentra UKM dalam
menumbuhkan klaster bisnis berbasis agribisnis yang ada dalam perekonomian
Indonesia dan mengidentifikasi sumber pembentuk efektifitas tersebut. Kajian ini
diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas
penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis di masa mendatang.

Laporan Akhir Kajian ini berisi 7 (tujuh) bab yang menjelaskan mengenai
Pendahuluan, Kajian Literatur, Metode Kajian yang digunakan, Dinamika UKM
dalam Sektor Agribisnis, Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian
Koperasi dan UKM, Penumbuhan Klaster Agribisnis dalam Sentra UKM, serta
Kesimpulan dan Saran.

PT. La’Mally mengucapkan terima kasih kepada Deputi Bidang Pengkajian


Sumberdaya UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang telah
memberikan kepercayaan dalam melaksanakan kegiatan ini. Kami menyadari
masih banyak kekurangan pada Laporan Akhir Kajian ini, untuk itu kami tetap
memohon saran lebih lanjut demi sempurnanya Laporan Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis ini. Semoga Laporan ini
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan ini.

Jakarta, 7 November 2007

PT. La’Mally

i
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 1
UKM Berbasis Agribisnis

1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


UMKM telah memberikan kontribusi yang penting dan besar dalam menyediakan
lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Karena itu,
pemberdayaan dan pengembangan yang berkelanjutan perlu dilakukan terhadap
nya agar UMKM tidak hanya tumbuh dalam jumlah tetapi juga berkembang dalam
kualitas dan daya saing produknya.

Salah satu pendekatan untuk mengembangkan UKM yang dianggap berhasil


adalah melalui pendekatan kelompok. Dalam pendekatan kelompok, dukungan
(baik teknis maupun keuangan) disalurkan kepada kelompok UKM bukan per
individu UKM. Pendekatan kelompok diyakini lebih baik karena (1) UKM secara
individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan (2) Jaringan
bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat
saling bersinergi. Bagi pemberi dukungan, pendekatan kelompok juga lebih baik
karena proses identifikasi dan pemberdayaan UKM menjadi lebih fokus dan
efisien. Dari kasus berhasil (success story) yang ditemui, pengembangan UKM
dalam kelompok berhasil meningkatkan kapasitas daya saing usaha UKM,
mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam setempat,
memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
UKM.

Kajian literatur awal menunjukkan bahwa di masa lalu telah terdapat program
pengembangan UKM berbasis kelompok yang dilakukan dalam kerangka program
pemerintah seperti melalui (1) extension workers, (2) penyediaan motivator kepada
kelompok usaha, (3) pemberian dukungan teknis melalui unit pelayanan teknis dan
BDS, (4) pelaksanaan trade fairs untuk mengembangkan jejaring pemasaran UKM,
(5) pembuatan trading house, dan lain-lain. Beberapa nama juga telah dikaitkan
dengan model pendekatan kelompok ini misalnya: Sentra UKM, Klaster,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 2
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

Perkampungan Industri Kecil (PIK), Lingkungan Industri Kecil (LIK), Enclave,


Agropolitan dan lain sebagainya. Lembaga/Instansi yang melaksanakan upaya ini
pun beragam, mulai dari Pemerintah melalui Departemen-Departemen dalam
pemerintahan hingga kelompok-kelompok masyarakat melalui lembaga swadaya
masyarakat.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM secara intensif melaksanakan


pengembangan UKM melalui pendekatan kelompok ini sejak akhir tahun 2000
dengan didirikannya BPS-KPKM1 dan dilaksanakannya program Sentra UKM pada
tahun 2001.

Di beberapa negara yang menjadi rujukan, Klaster bisnis telah menjadi mekanisme
yang ampuh untuk mengatasi keterbatasan UKM dalam hal ukuran usaha dan
untuk mencapai sukses dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang
senantiasa meningkat. Langkah kolaboratif yang melibatkan UKM dan perusahaan
besar, lembaga pendukung publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional,
semuanya akan memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal
yang spesifik dan daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster.

Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan
untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster bisnis merupakan suatu sistem
terbuka yang melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan kelompok
perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan
institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu.

Pembentukan klaster menjadi issue yang penting karena (sekali lagi) secara
individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan
penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala
ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses
jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan
yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti
pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat
menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara
keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.

Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama dalam

1
BPS-KPKM kemudian dilebur ke dalam struktur Kementerian Koperasi dan UKM pada
bulan Agustus 2001 sesuai dengan Keppres 103/2001.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 3
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

klaster adalah:

! Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati


posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif
perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui
jangkauan perusahaan kecil secara individual, dan dapat memperoleh
input pembelian curah, mencapai skala optimal dalam penggunaan
peralatan dan mengabungkan kapasitas produksi untuk memenuhi order
skala besar.

! Melalui integrasi vertikal (dengan UKM lainnya maupun dengan


perusahaan besar dalam mata rantai pasokan), perusahaan-perusahaan
dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian
tenaga kerja eksternal.

Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang


belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen
pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,
penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lain-
lain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi
pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk
meningkatkan daya saing UKM.

Dengan demikian Klaster bisnis dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi
hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu
lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM No:
32/Kep/M.KUKM/IV/2002, tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan
dan Pengembangan Sentra UKM, SENTRA!didefinisikan sebagai pusat kegiatan di
kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan
baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki
prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER didefinisikan
sebagai pusat kegiatan UKM pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh
munculnya pengusaha-pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses
produksi pada masing-masing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan
saling mendukung. Kedua istilah ini dalam pembahasan mengenai UKM kerap

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 4
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

digunakan dalam arti yang saling bergantian, namun klaster sesungguhnya


memiliki cakupan yang lebih luas dan kompleks dibandingkan sentra.

Salah satu sasaran dari pelaksanaan program sentra UKM adalah terciptanya
mekanisme yang terstruktur untuk mentransformasikan sentra-sentra UKM menjadi
klaster-klaster bisnis UKM yang dinamis dan berdaya saing. Klaster bisnis yang
diharapkan terbentuk ini dapat berkembang dari sebuah sentra atau dari gabungan
beberapa sentra yang memiliki produk/kompetensi yang saling mendukung.
Keinginan “sentra ke klaster” ini didasarkan pada kenyataan bahwa klaster
memberikan ruang tumbuh yang lebih luas dibandingkan sentra.

Untuk itu, sejak tahun 2001 hingga tahun 2005, Kementerian Koperasi dan UKM
telah memfasilitasi 1.111 sentra UKM di seluruh Indonesia, memberikan dukungan
keuangan kepada sentra sebesar lebih dari Rp 200 milyar, dan
menugaskan/mengembangkan 920 konsultan lokal untuk membantu memberikan
dukungan non keuangan kepada sentra-sentra tersebut.

Menurut harapan pelaksanaan program, setelah 3 hingga 5 tahun dalam


perkuatan/ fasilitasi, diharapkan sebagian sentra telah mulai mengembangkan
dirinya dengan melakukan kerjasama dan interaksi yang lebih terarah untuk
mengembangkan daya saing produknya dan menumbuhkan ciri-ciri klaster. Ide
sentra ke klaster ini dibuat dengan keyakinan bahwa dalam klaster unit usaha
cenderung lebih efisien sehingga meningkatkan daya saing produk sentra. Karena
itu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melihat apakah program yang digulirkan
berhasil memenuhi sasaran tersebut. Kajian terhadap hal ini diharapkan dapat
menunjukkan sejauh mana efektifitas program dalam menumbuhkan klaster bisnis
UKM dan memberikan petunjuk tentang dukungan (pada beragam tataran –
makro, meta dan meso) yang dibutuhkan untuk mempertinggi efektifitas
penumbuhan sentra ke klaster tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah
yang ingin dijawab dalam kajian ini adalah bagaimana efektifitas program sentra
UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM.

Dalam kajian ini, pandangan lebih diarahkan pada dinamika transformasi sentra ke
klaster di sektor agribisnis. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar pekerjaan
masyarakat Indonesia bergerak di lapangan usaha yang berkaitan dengan sektor
ini, menurut hasil kajian sebelumnya sentra-sentra yang bergerak di sektor
agribisnis ini memiliki kesiapan dan peluang yang besar untuk dikembangkan
menjadi klaster bisnis, dan pengembangan sektor ini merupakan salah satu
wahana yang dipilih oleh pemerintah untuk memperluas basis dan kesempatan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 5
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong


pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja, seperti
tercantum dalam RPJM 2004-2009.

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian


Tujuan kajian ini, adalah:

"# Mengkaji efektifitas penumbuhan klaster bisnis UKM pada sentra-sentra


UKM Kementerian Koperasi dan UKM yang bergerak di sektor agribisnis;

$# Menetapkan faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan klaster


bisnis UKM berbasis agribisnis;

%# Menyusun rumusan model penumbuhan klaster bisnis UMKM berbasis


agribisnis;

Melalui tujuan pertama, kajian ingin mempelajari sentra-sentra yang telah


difasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM yang bergerak di sektor agribisnis.
Pembelajaran ditujukan untuk mengetahui kondisi terakhir sentra-sentra tersebut
dan menemukan “bibit-bibit” penumbuhan klaster bisnis manakala telah terjadi
pada sentra-sentra fasilitasi tersebut.

Jika diperhatikan, sejak tahun 2001 Kementerian Koperasi dan UKM


menggunakan pendekatan kelompok dalam mengembangkan UKM di Indonesia.
Titik masuknya adalah melalui penetapan/pembentukan Sentra UKM di sentra-
sentra historikal pilihan di seluruh Indonesia. Sentra-sentra historikal ini rata-rata
tergolong sebagai sentra yang aktif, namun ada juga beberapa sentra yang
sebenarnya bersifat dormant namun masih memiliki potensi untuk diaktifkan.
Terhadap sentra-sentra terpilih ini kemudian diberikan dukungan perkuatan, baik
dukungan keuangan (melalui dana bergulir yang disalurkan melalui KSP/USP di
sentra) maupun dukungan non keuangan (yang diberikan oleh konsultan
lokal/LPB/BDS di sekitar sentra yang disetujui oleh Kementerian). Harapannya
dukungan perkuatan ini akan mengembangkan kapasitas dan produktifitas sentra
dan mendorongnya untuk berkembang menjadi sebuah klaster bisnis. Dalam
materi Bimbingan Teknis bagi para penyelenggaraan LPB/BDS sentra,
Kementerian Negara Koperasi dan UKM selalu mendorong para pengelola BDS
untuk mencoba mengembangkan sentra yang dibinanya menjadi klaster bisnis.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 6
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

Gambar 1. Pembentukan dan Pengembangan Klaster Menuju


Peningkatan Daya saing

UKM UKM UKM UKM

Sentra
Sentra
UKM
UKM
UKM
Persaingan yang
sehat

Akses Pemasaran

Peningkatan
Kemampuan Ekspor Daya Saing
SDM Lokal
SDA Lokal UKM
KLASTER
Ekonomi Lokal BISNIS UKM
Keunggulan Kompetitif

Teknologi &
Teknologi Informasi
Sinergi &
Kemitraan
Dukungan perkuatan

a. Keuangan
b. Non Keuangan

Pemerintah Lokal/Pusat
Lembaga Keuangan
BUMN/BUMD
Swasta
Perguruan Tinggi

Dengan demikian, pihak Kementerian Koperasi dan UKM telah menjalankan


proses “pembentukan” klaster. Klaster-klaster ini kemudian diharapkan melakukan
siklus perkuatan diri dan tumbuh menjadi klaster bisnis yang kuat. Kajian
diharapkan dapat melihat apakah dari sentra-sentra fasilitasi yang bergerak di
sektor agribisnis ini telah ada yang tumbuh menjadi klaster agribisnis seperti yang
diharapkan disamping mengukur indikator pertumbuhan sentra sebagai bahan
pemutakhiran data.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 7
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

Gambar 2. Pembentukan dan Pengembangan Klaster Menuju


Peningkatan Daya saing

" Muncul supplier Jika klaster Tumbuh:


Pembentukan Pertumbuhan
khusus " Daya saing produk
Klaster Klaster
" Spesialisasi anggota klaster meningkat
klaster pada kegiatan " Sinyal peluang
yang paling dikuasai " Pekerja ahli tertarik
" Interaksi antar anggota " Wirausahawan
klaster untuk berbagi tertarik ikut serta/
peran sesuai kompetensi menanamkan
" Akumulasi informasi modal
" Institusi lokal " Migrasi pekerja
mengembangkan
pelatihan, penelitian, dan
infrastruktur khusus
" Kekuatan dan identitas
klaster tampak nyata
Siklus
perkuatan diri,

Dengan demikian pada tujuan pertama, kajian adalah menyusun profil sentra yang
diamati, mengukur indikator keluaran sentra (baik kapasitas maupun produktivitas),
mengidentifikasikan indikator leverage dari dukungan perkuatan yang diterima
sentra, mengukur indikator efektifitas perkuatan sentra dan penumbuhan klaster,
dan mengidentifikasikan keberadaan ciri-ciri klaster di sentra yang bersangkutan.

Untuk tujuan kedua, kajian mengolah lebih lanjut data dan informasi hasil tujuan
pertama agar dapat mengkategorikan sentra yang diamati ke dalam kelompok
“mendekati klaster” dan kelompok “tidak mendekati klaster”. Berdasarkan
pengelompokkan ini, kajian mengidentifikasikan variabel-variabel dalam indikator
leverage, indikator efektifitas perkuatan dan keberadaan ciri-ciri klaster untuk
menemukan variabel-variabel determinan yang dimiliki oleh sentra-sentra yang
termasuk dalam kategori “mendekati klaster”. Berdasarkan pengetahuan ini
diharapkan dapat diidentifikasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
penumbuhan klaster bisnis agribisnis dari sentra-sentra Kementerian Koperasi dan
UKM.

Tujuan ketiga meminta kajian menggunakan informasi dan pengetahuan hasil


tujuan pertama dan kedua tersebut, untuk merumuskan rekomendasi langkah yang
perlu ditempuh dan kebijakan yang dibutuhkan agar Kementerian Koperasi dan
UKM serta pemangku kepentingan lainnya dapat secara efektif menumbuhkan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 8
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

klaster bisnis UKM berbasis agribisnis.

Manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ini adalah diketahuinya informasi terakhir
sentra agribisnis fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM dan rekomendasi
langkah penumbuhan klaster bisnis yang efektif yang dapat dijadikan referensi bagi
pemberdayaan UMKM melalui pendekatan sentra.

1.4. Output Kajian


Output kajian adalah:

"# Deskripsi efektifitas sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM
berbasis agribisnis;

$# Deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan


pengembangan klaster bisnis UKM yang bergerak di bidang agribisnis

%# Rumusan rekomendasi model yang efektif untuk menumbuhkan klaster


bisnis UMKM yang berbasis agribisnis.

Sedangkan kemasan keluaran adalah sebagai berikut:

"# Laporan Desain Kajian yang memuat desain penelitian dan instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data.

$# Laporan Sementara atau draf laporan akhir yang berisi hasil pelaksanaan
penelitian.

%# Laporan Akhir kajian yang harus memuat: (a) deskripsi efektifitas sentra
UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM yang berbasis agribisnis,
(b) deskripsi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penumbuhan dan
pengembangan klaster bisnis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis,
dan (c) rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan klaster
bisnis yang berbasis agribisnis dan persyaratan kondisi lingkungannya.

&# Ringkasan laporan kajian untuk pejabat terkait di lingkungan Kementerian


koperasi dan UKM, serta instansi terkait lainnya.

'# Soft copy dari laporan penelitian dan ringkasan penelitian.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 9
UKM Berbasis Agribisnis
Pendahuluan

1.5. Susunan Penyajian Laporan Akhir


Desain Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis
Agribisnis disajikan dalam 7 bab, sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, yang terdiri dari: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat, serta Output Kajian.

Bab 2 Kerangka Pikir dan Ruang Lingkup, yang memaparkan mengenai


kerangka pemikiran dan ruang lingkup kajian.

Bab 3 Metode Kajian, yang terdiri dari: jenis metode, lokasi kajian, jenis dan cara
pengumpulan data, metode sampling yang digunakan, dan metode analisis
yang dilaksanakan.

Bab 4 Dinamika UKM dalam Sektor Agribisnis, yang memaparkan mengenai


dinamika UKM yang bergerak dalam sektor agribisnis (pertanian tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan) dan peran
mereka dalam ekonomi nasional.

Bab 5 Gambaran Sentra Agribisnis Fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM,


menggambarkan sentra-sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM
sejak dari tahun 2001 hingga tahun 2005.

Bab 6 Penumbuhan Klaster Agribisnis Dalam Sentra UKM, memaparkan


mengenai perhitungan dan analisis yang dilakukan terhadap data-data
yang dimiliki untuk menjawab penumbuhan klaster agribisnis dalam sentra
UKM.

Bab 7 Simpulan dan Saran, menyajikan butir-butir kesimpulan dan saran yang
dapat ditarik dari seluruh kajian ini.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 10
UKM Berbasis Agribisnis

2 Kajian Literatur

2.1. Pemahaman Klaster

2.1.1. Definisi Klaster


Menurut Porter (1998) Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan
institusi yang saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka berhubungan
karena kebersamaan dan saling melengkapi. Klaster mendorong industri untuk
bersaing satu sama lain. Selain industri, klaster termasuk juga pemerintah dan
industri yang memberikan dukungan pelayanan seperti pelatihan, pendidikan,
informasi, penelitian dan dukungan teknologi. Sedangkan menurut Schmitz (1997)
klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasi
dan bekerja pada sektor yang sama. Sementara Enright, M,J, 1992 mendefinisikan
klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling
berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu.

Pengertian klaster (JICA, 2004)5 juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan


geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya.
Perkembangan sarana transportasi dan telekomunikasi telah mengurangi
pentingnya kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografi menjadi
fleksibel tergantung dari kepentingannya, yaitu:

!" Merujuk dari segi usaha (business), klaster diidentifikasikan atas daerah
yang luas di sepanjang pertalian-pertalian industri. Ini artinya bisa
mencakup satu desa, kabupaten, provinsi bahkan lintas provinsi yang
berkaitan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 11
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

#" Sedangkan dipandang dari kepentingan pembangunan daerah, batasan


geografis dipergunakan dalam konteks kontribusinya terhadap ekonomi
daerah dan kesejahteraan penduduknya.

Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM
Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster
sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri
penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait
lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung.

Mudrajat, melalui buku Analisis Spasial dan Regional, lebih banyak bicara
mengenai klaster industri. Dalam bukunya, Klaster Industri awal diasosiasikan
dengan Marshallian Industrial District. Menurut pemahaman Marshallian ini sentra
industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan. Ia membedakan
antara kota manufaktur dan sentra industri sebagai berikut:

!"#$%&' ()*%"$' ()+*&"' %+,-(*&%' .)&$-("*' $","' ("*-' /0*"' .)("&' "*"-' 1).%23''
4%"$' /0*"' .)("&' %+%' *)1"2' #)+5",%' $)#%#$%+' ,"1"#' *)/+%/' %+,-(*&%' ,"+'
$)&,"6"+6"+7',"+'()."6%"+'.)("&'$)+,-,-/+8"'#)&-$"/"+'$"&"'$)+6&"5%+3''
9)*)1"2' $".&%/:$".&%/' #)#)&1-/"+' 1).%2' ."+8"/' &-"+6' ,"&%$","'
().)1-#+8";' $","2"1' +%1"%' *"+"2' #-1"%' *%+66%;' #"/"' *)&5",%1"+' $)&6)&"/"+'
#)+-5-' $%+66%&"+' <1-"&=' /0*"7' ,"+' $".&%/:$".&%/' ."&-' #)+6"1"#%'
$)&*-#.-2"+'8"+6'$)("*',%',")&"2'$)&,)(""+',"+'/0*":/0*"'/)>%13'

Marshall, menekankan pentingnya tiga jenis penghematan eksternal yang


memunculkan sentra industri: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya
para pemasok spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan
pengetahuan. Adanya jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan
terjadinya penghematan dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang
berdekatan menghasilkan penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari
terjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan
proses yang saling melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk memperoleh
pengetahuan terbukti meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi
melalui proses bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan
organisasi secara umum.

Becattini, mendefinisikan sentra industri sebagai wilayah sosial yang ditandai


dengan adanya komunitas manusia dan perusahaan, dan keduanya cenderung
bersatu.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 12
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Studi empiris membuktikan bahwa sentra-sentra industri dalam praktek di berbagai


negara dapat digolongkan menurut: (1) struktur Kelembagaan, (2) tingkat
kepemilikan, (3) Klaster dewasa atau baru.

Gambar 3. Industrial District Sebagai Jaringan Lokal

JENIS

Kluster yang didominasi Kluster yang


perusahaan-perusahaan didominasi
kecil perusahaan inti

Perusahaan atau
Perusahaan Kecil
bengkel dengan
berbagai pabrik/skala

Perilaku dan
kebijakan
nasional/lokal

Penghematan skala ekonomis dan


cakupan yang berasal dari partisipasi
dalam

Jaringan Informasi dan jaringan Jaringan Pasar


Kewirausahaan Pembelanjaan Tenaga Kerja

Tingkat Tingkat Perilaku terhadap Hubungan industrial


Kepemilikan Koordinasi Inovasi Bentuk pelatihan
Mobilitas Pekerja

Independen Asosiasi industri


Terintegrasi Kerjasama perusahaan
secara parsial Pertukaran informasi Karakteristik
Pembiayaan Pekerja
Ciri Subkontrak

Ketrampilan rendah Ketrampilan tinggi


Strategi perusahaan
Formasi bentuk baru
Spesialis Polivalen

Produktifitas rendah Produktifitas tinggi

Upah rendah Upah tinggi

Sumber: Mudrajat Kuncoro

Dilihat dari struktur Kelembagaan, perbedaan jelas terlihat antara sentra industri
yang hanya terdiri atas perusahaan kecil dan menengah (UKM) dan sentra industri
dimana UKM diorganisir di seputar perusahaan-perusahaan inti. Gambar 3
mengilustrasikan bahwa kedua jenis sentra industri ini mampu menciptakan
penghematan skala ekonomis dan penghematan cakupan secara eksternal dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 13
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

lokal.

Seberapa jauh penghematan ini dapat dilakukan tergantung sepenuhnya pada ciri
jaringan wirausaha yang berkaitan dan jaringan pasar tenaga kerja yang terdapat
dalam sentra-sentra industri tersebut. Selain itu juga tergantung dari sejauh mana
jaringan-jaringan tersebut diorganisasi untuk proses pembelajaran dan inovasi.

Jenis kategori klaster yang kedua menggunakan kerangka dua dimensi, yaitu
tingkat kepemilikan dan koordinasi, lihat gambar 4.

Gambar 4. Sentra Industri Menurut Tingkat Kepemilikan dan Koordinasi

Tinggi

Lokasi
Tingkat Integrasi UKM
Kepemilikan

Rendah

Rendah Tinggi
Tingkat
Koordinasi
Sumber: Mudrajat Kuncoro

Argumennya, meningkatnya kepemilikan menyiratkan semakin kuatnya peran


perusahaan inti, sedangkan meningkatnya koordinasi mencerminkan semakin
kuatnya kerjasama antar UKM. Dengan kerangka ini sentra industri yang
didominasi oleh UKM memiliki tingkat integrasi kepemilikan yang rendah namun
bervariasi tergantung pada koordinasi yang mereka lakukan.

Kategori ke tiga mencoba membedakan antara klaster dewasa dan klaster baru.
Pembedaan ini didasarkan atas asal sejarah dan peranan kebijakan pemerintah.
Klaster dewasa biasanya terbentuk karena faktor sejarah, klaster ini sering
dikaitkan dengan sentra industri tradisional yang telah lama dikenal seperti pusat
industri kerajinan.

Tidak seperti klaster dewasa yang mengalami evolusi historis, klaster industri yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 14
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

baru muncul terutama berkat inisiatif kebijakan pemerintah.

Menilik penjelasan diatas, pemahaman Klaster dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
Klaster bisnis dan klaster industri. Dalam studi literatur, lebih banyak ditemukan
definisi untuk klaster industri, sedangkan Klaster bisnis lebih banyak dikaitkan
dengan klaster industri. Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk
mengembangkan industri yang bersifat luas (broad base) dan terfokus
(spesialisasi) pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya saing
internasional yang tinggi di pasar domestik dan global.

Lingkup geografis klaster dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja
atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan
atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui batas negara menjangkau
beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).

2.1.2. Jenis Klaster


Ada banyak jenis klaster dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah.
Dua kategori yang paling umum ditemui adalah klaster regional dan klaster bisnis.

! Klaster regional adalah kelompok perusahaan yang muncul


dalam/dibentuk oleh satu batas wilayah perekonomian tertentu. Klaster ini
memperoleh keunggulan dari interaksi antar perusahaan, penggunaan
asset bersama, dan/atau penyediaan layanan bersama.

! Klaster bisnis adalah sekelompok perusahaan yang kendati memiliki bisnis


yang saling berbeda tetapi memiliki aktivitas yang saling berhubungan.
Kemudian secara bersama-sama melakukan sinergi dan proses belajar
yang saling menguntungkan.

Biasanya, kedua klaster ini ada dalam satu wilayah yang sama.

2.1.3. Keanekaragaman Klaster


Membentuk klaster berarti menyusun rangkaian kesatuan unit-unit, lihat gambar 5.
Bagian paling gelap di lingkaran gambar 5 merupakan klaster Artisanal. Klaster
artisanal memperlihatkan karakteristik sektor informal dengan produktivitas dan
skala upah yang jauh lebih rendah daripada skala perusahaan menengah dan
besar. Tingkat spesialisasi dan kerja sama antar perusahaan yang rendah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 15
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

menunjukkan kelangkaan keahlian di angkatan kerja lokal maupun struktur sosial


yang rapuh. Proses pembentukan klaster peningkatan kerja sama, masih pada
tingkat sangat awal.

Banyak klaster artisanal bersifat tidur (dormant), dengan pengertian bahwa selama
beberapa tahun praktis hampir tidak ada pengembangan pasar, peningkatan cara
produksi dan pengembangan produk. Beberapa penulis merujuk klaster artisanal
yang tidur sebagai klaster bertahan hidup (survival klaster) dari perusahaan mikro
dan kecil. Namun demikian, klaster lainnya telah berkembang dengan cepat dari
segi peningkatan ketrampilan, teknologi, dan keberhasilan penetrasi pasar
domestik dan ekspor.

Gambar 5. Komponen Klaster

Pemerintah
Pusat

Propinsi
Asosiasi
Nasional/
Propinsi
Kabupaten
/ Kota
Pasar
Pasar Pasar Nasional
lokal Regional
Produsen
INPUT PEMASOK DISTRIBUTOR

Input Nasional/
Internasional
Lembaga
Pasar
BDS Keuangan
Pemasok Nasional/
Lembaga
Internasiona
Peralatan SDM/R&D

Sumber: TA-ADB Praktik Terbaik Klaster

Dalam perjalanan waktu, banyak klaster aktif makin menjadi kompleks dari segi
struktur dan berkembang menjadi klaster industri maju. Terjadi peningkatan
spesialisasi dan kerjasama antar perusahaan, dan klaster tersebut menarik serta
mengembangkan pemasok input khusus, komponen dan peralatan, penyedia jasa-

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 16
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

jasa yang mengikat seperti perusahaan periklanan dan penerjemahan, yang


disertai dengan jaringan perdagangan dan distribusi masing-masing. Anggota
klaster mulai mengorganisir diri untuk jasa-jasa tertentu seperti pembelian
bersama, branding, periklanan, distribusi atau ekspor. Klaster makin
meningkatkan kerjasama dengan pemerintah lokal, regional ataupun nasional,
maupun dengan lembaga-lembaga spesialisasi pelatihan riset seperti universitas.
Dalam proses ini, klaster dapat juga memperluas secara geografis, misalnya
dengan mengambil input secara teratur dari suatu daerah dekat, atau
mengembangkan kerja sama teratur dengan sebuah universitas di kota lain.
Lingkaran-lingkaran luar di gambar 5 mencerminkan secara skematis berbagai
tahap yang berbeda dalam proses perluasan tersebut.

Contoh yang menonjol klaster industri maju dengan orientasi ekspor di negara
berkembang ialah manufaktur sepatu di Brazil, India, dan Mexico; peralatan bedah
di Pakistan; garmen di Peru atau mebel di Indonesia.

Klaster-klaster maju seringkali tumpang tindih dan saling terkait dengan klaster-
klaster lainnya dalam daerah yang sama. Pengelompokkan klaster-klaster
demikian atau distrik industri (terminologi Italia) merupakan bentuk susunan klaster
yang paling kompleks dimana berbagai sektor yang berbeda saling bergantung
dan saling memberikan manfaat. Contoh pengelompokkan klaster ialah sekitar
timur laut Italia (tourism, makanan, fashion, mebel, produksi permesinan); bagian
selatan Jerman (industri kendaraan, elektronika, produksi permesinan, software
dan greater London (perbankan, asuransi, software, penerbitan, film, musik,
tourism, fashion, periklanan, jasa-jasa bisnis).

Suatu contoh pengelompokan klaster ialah di daerah Jogjakarta –Solo dengan


klaster turis, mebel, dan dekorasi interior, pengolahan logam, produk kulit dan
tekstil/pakaian yang semuanya saling menguntungkan. Pengolahan logam di
Klaten, misalnya menyediakan suku cadang untuk perusahaan pakaian dan
komponen logam untuk produsen mebel di daerah. Batik kayu adalah contoh
innovasi yang tercipta karena kerjasama klaster yang sebelumnya tidak terkait.
Sementara klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin masih dalam
bentuk artifisial, karena klaster individual dalam pengelompokkan klaster mungkin
masih dalam bentuk artisanal, karakter maju klaster0klaster lainnya menonjol
karena kerjasama intensif dengan lembaga-lembaga secondary seperti Universitas
Gadjah Mada.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 17
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

a. Pembentukan Klaster

Secara teoritis, sentra/klaster terbentuk karena dua hal yaitu (1) Faktor Sejarah
dan (2) faktor Bentukan/Manipulasi. Dua faktor ini akan membentuk dua jenis
klaster yaitu (1) Klaster Dewasa dan (2) Klaster Baru.

Klaster Dewasa biasanya terbentuk ketika sebuah daerah/kota memiliki banyak


pengrajin, pada kota tersebut, pada awalnya akan terbentuk sebuah Klaster
Artisanal. Karena satu dan lain hal, klaster ini mampu bertahan melewati waktu
dan menarik pihak-pihak lain untuk mendukung kegiatan mereka. Kemunculan
klaster industri dimulai ketika muncul pihak yang bersedia menjadi pemasok input
khusus bagi klaster artisanal tersebut.

Jika Klaster Dewasa muncul secara “alami”. Maka kemunculan Klaster Bentukan
terjadi karena kesengajaan pemerintah atau institusi lain yang berkeinginan untuk
membentuk sebuah klaster. Klaster-klaster bentukan sering disebut sebagai
Klaster Baru karena pendiriannya cenderung lebih muda usianya dibandingkan
klaster tradisional yang ada saat ini.

b. Sinergi dalam Klaster

Sinergi atau kerja sama antar anggota klaster tentunya didasari oleh faktor
ekonomi dan keuangan. Kajian literatur menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga
jenis penghematan yang dapat terjadi akibat sinergi anggota dalam sebuah klaster
tertentu yaitu: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannya para pemasok
spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya
jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkan terjadinya penghematan
dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan
penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari terjadinya pembagian kerja
yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan proses yang saling
melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk memperoleh pengetahuan terbukti
meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasi melalui proses
bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses dan organisasi secara
umum.

2.1.4. Konsepsi Klaster


Pandangan Porter mengenai klaster adalah hal yang paling banyak dikutip dalam
kajian-kajian yang ditemukan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 18
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

“A consequence of the system of [diamond] determinants is that a nation’s


competitive industries are not spread evenly through the economy but are
connected in what I term cluster consisting of industries related by links of various
kinds” (Porter, 1990)

Kendati Porter belum mendefinisikasi klaster secara jelas tetapi ia telah


menghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang
diringkaskan dalam kata “daya saing” dengan klaster. Konsep ini muncul setelah
ia mengamati 16 klaster yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi
dalam studinya tahun 1990 meskipun pada saat itu, dia belum memberikan
penekanan yang besar pada masalah klaster. Menurut Porter, daya saing
dibentuk oleh interaksi dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor “diamond”.
Diamond dibentuk oleh (1) factor condition, (2) demand conditions, (3) related and
supporting industries, dan (4) firm strategy, structure and rivalry. Dia juga
memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui:
(1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamik
mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara.

“competitive advantage in advanced industries is increasingly determined by


differential knowledge, skills and rates of innovation which are embodied in skilled
people and organizational routines” (Porter, 1990)

Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola klaster, dimana
hubungan antara bisnis (dan organisasi) seharusnya mendukung pencapaian
competitive advantage.

2.1.5. Karakteristik Pendekatan Klaster


Kendati definisi klaster dapat bermacam-macam, namun pengamatan
menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Dari
sisi output, setidaknya ada 3 dimensi yang dapat diperhatikan:

!" Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnya


berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi praktik terbaik.

#" Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktifitas-aktifitas yang


berhubungan (klaster automotive, klaster budaya, klaster bunga potong,
dll)

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 19
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

$" Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster
ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,

Sedangkan dari sisi dalam/pembentuk klaster, setidaknya ada 4 elemen yang


dapat diperhatikan yaitu:

!" Menekankan pada interaksi antar perusahaan

#" Kombinasi sumberdaya dan kompetensi yang dikontrol oleh organisasi/


perusahaan

$" Interaksi antar usaha dalam sistem pendukung institusi yang lebih luas

%" Konsentrasi spatial

Dengan menggabungkan dimensi-dimensi ini, kita akan tiba pada kerangka yang
memberikan definisi klaster sebagai berikut:

Gambar 6. Dimensi Umum Dalam Pendekatan Klaster

Speciali- Competi-
zation tiveness

Interaksi antar Hubungan


perusahaan institusional
(network/
supply chain)

KLASTER

Kombinasi Spatial
sumberdaya/ proximity
kompetensi
yang berbeda

Identity

“Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi


yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,
dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui
sebuah “institusi bentukan” bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 20
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam
perekonomian global”

Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut:

Interaksi antar perusahaan: Interaksi antar perusahaan dalam batas wilayah


tertentu merupakan ciri dasar konsep klaster; Ciri ini membedakannya dari konsep
global seperti sektor. ““We use the term ‘cluster’ generally when describing
locational and transactional relationships between firms; ‘sector’ when discussing
industry-targeted strategies and policies to enhance competitiveness” (Rosenfeld,
1995).

Tetapi transaksi seperti apa yang penting? Pertama, pengklasteran dilihat dalam
konteks pergerakan barang secara fisik dan pertukaran jasa diantara perusahaan.
Khususnya dalam manufaktur, klaster diartikan sebagai sistem saluran dari supply
chain. Klaster telah diasosiasikan , secara khusus, dengan meningkatnya
kebutuhan pada metode pengiriman just in time dalam insutri otomotif. Kendati
demikian, bukti hubungan antara sistem logistik baru dengan kemunculan klaster
spatial belumlah terlalu kuat (Sadler, 1994). JIT, tampak semakin terbatas pada
jenis komponen yang besar dengan nilai tambah yang kecil. Perhatian kemudian
dialihkan dari dimensi aliran fisik kepada aspek-aspek manajemen rantai pasokan
dan pembelajaran antara perusahaan, yaitu hubungan dari material ke immaterial.

Kajian lain diseputar analisis klaster tampak semakin menekankan pada upaya
kolaborasi dan penciptaan saling kepercayaan sebagai salah satu kunci timbulnya
daya saing. “It is this hidden dimension of co-operation that helps give cluster their
competitive advantage (Cooke, 1995).

2.1.6. Faktor Penentu Perkembangan Klaster


Penumbuh kembangan klaster, sebagaimana dirumuskan oleh Michael Porter
(1998), mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond
model yang mengarah kepada daya saing industri6, yaitu: (1) faktor input
(factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri
pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi
perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut adalah penjelasan
tentang diamond model dari Porter:

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 21
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

1. Faktor Input

Faktor input dalam analisis Porter adalah variable-variable yang sudah ada dan
dimiliki oleh suatu cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource),
modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur
informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi
(scientific and technological infrastructure), infrastruktur administrasi
(administrative infrastructure), serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas
faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya
saing dan produktivitas.

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and


demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin
demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk
meningkatkan kualitas produk atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan
pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi , kondisi
permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.

3. Industri Pendukung dan Terkait

Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi
dalam Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction
cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan
oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait
adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.

4. Strategi Perusahaan dan pesaing

Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena
kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan
kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya
persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok
dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.

Best (1999)7 kemudian mengembangkan lebih lanjut argument Porter dan


mengajukan model klaster dinamis sebagaimana digambarkan dalam gambar 7.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 22
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Model Best bisa menjelaskan proses secara evolusi dari suatu klaster yang tidak
aktif bertransformasi menjadi dinamis. Prosesnya adalah:

!" Berbagai perusahaan menghasilkan komoditas serupa di dalam klaster

#" Munculnya perusahaan dinamis yang mengakibatkan terjadinya inovasi


dan difusi teknologi

$" Saat berbagai perusahaan saling bersaing untuk mengembangkan


kemampuan produksi, variasi teknis tumbuh di dalam klaster

%" Sementara perusahaan berupaya meningkatkan kemampuan produksi


melalui spesialisasi, mereka membutuhkan rekanan yang bisa mendukung
kegiatan, sehingga timbullah peluang bisnis baru

&" Masing-masing perusahaan berspesialisasi dalam suatu proses produksi


tertentu sambil terus meningkatkan kemampuan teknologi

Gambar 7. Model Klaster Dinamis

Klaster
Spesialisasi
Perusahaan

Integrasi Peusahaan
horosontal Entrepreneurial
/re-integrasi Spin-off

Variasi Teknologi
Spesialisasi

Karakteristik kunci klaster yang dinamis dapat disimpulkan dalam tiga hal:

!" Klaster memproduksi barang-barang berkualitas tinggi

#" Masing-masing perusahaan mempunyai spesialisasi dalam teknik produk


tertentu atau proses produksi tertentu

$" Klaster mempunyai atmosfir terbuka, sehingga mengundang UMKM baru

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 23
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

untuk bergabung ke dalam klaster

2.1.7. Manfaat Klaster


Pendekatan klaster menjadi penting karena UKM seringkali terisolasi. Pengusaha
kecil-menengah tidak pernah melakukan pertemuan dengan sesama perusahaan
sejenis dalam lingkungan mereka. Akibatnya mereka acap kehilangan
kesempatan untuk saling bertukar informasi dan pengalaman serta kesempatan
untuk melakukan kerjasama pengembangan produk untuk menggarap potensi
pasar yang ada. PKM cenderung memandang perusahaan sejenis di daerahnya
lebih sebagai pesaing dari pada sebagai mitra kolaborasi yang potensial.
Pendekatan klaster berupaya menghilangkan hambatan praktis dan budaya untuk
menciptakan kolaborasi tersebut. Pengklasteran juga merupakan upaya untuk
membuat PKM menjadi lebih berorientasi pada pasar nasional dan global. Dengan
menghilangkan persaingan di kandang sendiri, kekuatan dapat digabungkan untuk
meraih daya saing nasional dan (internasional).

Dalam pelaksanaan klaster, dukungan yang diberikan kepada pengusaha lokal,


diberikan dalam kerangka ekonomi lokal dan regional yang lebih luas. Dukungan
ini dilakukan melalui Lembaga Pengembangan Bisnis yang diharapkan mampu
mengembangkan klaster sebagai komunitas (community development) dan secara
bisnis (business development). Kerangka ini memiliki dua dimensi. Pertama, ia
meliputi pembuatan hubungan dengan pelaku regional lainnya (pusat dukungan
dan pengembangan teknologi, perguruan tinggi, KADIN, dll). Kedua, mendukung
tujuan spesialisasi regional. Tujuan spesialisasi regional dapat diidentifikasi dari
“peta klaster”. Peta ini menunjukkan wilayah-wilayah yang ditempati oleh aktifitas-
aktifitas ekonomi yang saling berhubungan dan menunjukkan aktivitas mana yang
memiliki daya saing utama di daerah tersebut.

Dinamika klaster mempengaruhi daya saing dari pelaku yang terlibat di dalam
klaster. Dinamika klaster juga meningkatkan kinerja ekonomi secara regional.
Impact pengembangan klaster dengan demikian ada di dua tataran. Meskipun
demikian, hubungan antara pengembangan bisnis dan wilayah ini tidaklah
langsung, masih perlu ditemukan, dalam kondisi apa pengembangan klaster bisnis
ini memberikan manfaat kepada pengembangan wilayah.

Menurut Scorsone (2002) klaster UMKM yang berbasis pada komunitas publik
memiliki manfaat baik bagi UMKM itu sendiri maupun bagi perekonomian di

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 24
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

wilayahnya. Bagi UMKM, klaster membawa keuntungan sebagai berikut :

a. Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan kedekatan lokasi,


UMKM yang menggunakan input (informasi, teknologi atau layanan jasa) yang
sama dapat menekan biaya perolehan dalam penggunaan jasa tersebut.
Misalnya pendirian pusat pelatihan di klaster akan memudahkan akses UMKM
pelaku klaster tersebut.

b. Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja dengan berbagai
keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut, sehingga memudahkan UMKM
pelaku klaster untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya dan mengurangi
biaya pencarian tenaga kerja.

c. Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UMKM yang tergabung
dalam klaster dapat dengan mudah memonitor dan bertukar informasi
mengenai kinerja supplier dan nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan
teknologi akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.

d. Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster
dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas usaha UMKM yang lain.
Disamping itu kegiatan usaha yang saling melengkapi ini dapat bergabung
dalam pemasaran bersama.

Adapun manfaat klaster UMKM bagi perekonomian wilayah diantaranya adalah :

a. Klaster UMKM yang saling terhubung cenderung untuk memiliki produktivitas


yang lebih tinggi dan kemampuan untuk membayar upah lebih tinggi.

b. Dampak penyerapan tenaga kerja dan pendapatan wilayah dari klaster


umumnya lebih besar dibanding bentuk ekonomi lainnya.

Sedangkan keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor penentu


kekuatan klaster yaitu : (1) spesialisasi, (2)kapasitas penelitian dan
pengembangan,(3) pengetahuan dan keterampilan, (4) pengembangan sumber
daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan modal sosial, (6) kedekatan dengan
pemasok, (7)ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan, serta (9) kepemimpinan
dan visi bersama (Rosenfeld,1997).

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 25
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

2.1.8. Kategori Klaster


Berdasarkan kondisi klaster (merujuk diamond model) dengan menilai dari kualitas
produksi, teknologi, pasarnya, kapasitas sumber daya manusia dan hubungannya
dengan pihak-pihak terkait bagi pengembangan klaster baik dari pemerintah,
swasta maupun industri terkait, maka klaster dapat digolongkan menjadi 3 yaitu
klaster tidak aktif (dormant), klaster aktif (berkembang) dan klaster dinamis
(advantage). Beberapa ciri yang dimiliki (disarikan dari Laporan JICA, 2004) adalah
sebagai berikut:

!" Klaster tidak aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Produk tidak berkembang (cenderung mempertahankan produk yang


sudah ada)

b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang ada, biasanya


tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin)

c. Pasar lokal (memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasi


untuk memperluas pasar, ini mendorong terjadinya persaingan pada
tingkat harga bukan kualitas) dan tergantung pada perantara/pedagang
antara

d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun temurun)

e. Tingkat kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnya


rendah, mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknis
produksi dsb)

f. Informasi pasar sangat terbatas (hanya perorangan atau kelompok tertentu


yang mempunyai akses terhadap pembeli langsung)

#" Klaster Aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Produk berkembang sesuai dengan permintaan pasar (kualitas)

b. Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar

c. Pamasaran lebih aktif mencari pembeli

d. Terbentuknya informasi pasar

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 26
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

e. Berkembangnya kegiatan bersama untuk produksi dan pasar (misalnya


pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran bersama dst)

$" Klaster Dinamis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Terbentuknya spesialisasi antar perusahaan dari klaster (misalnya: untuk


industri logam ada spesialisasi pengecoran, pembuatan bentuk,
pemotongan dsb)

b. Klaster mampu menciptakan produk baru yang dibutuhkan


pasar/konsumen

c. Teknologi berkembang sesuai dengan inovasi produk yang dihasilkan

d. Berkembangnya kemitraan dengan industri terkait baik dalam


pengembangan produk, pengembangan teknologi maupun menjadi bagian
industri terkait

e. Berkembangnya kelembagaan klaster

f. Berkembangnya informasi pasar

Hasil penelitian dari proyek percontohan pengembangan klaster di Indonesia yang


dilakukan oleh JICA (2004) mengungkapkan bahwa Klaster di Indonesia dibatasi
oleh bentuknya yang mudah tercerai berai dari modal sosial. Modal sosial yang
dimaksud merupakan aset tak wujud seperti “kepercayaan yang terbentuk”, “ikatan
internal” atau “jejaring sosial”.

Gambar 8. Modal Sosial Dalam

C
A = Demand condition
A B = Factor Condition
C = Firm strategy, structure and rivalry
B
D = Related and supporting industries

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 27
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Pembentukan dan konsolidasi modal sosial menjadi unsur inti dalam penguatan
klaster. Modal sosial klaster ini sebagai ikatan internal akan menjembatani dalam
hubungan dengan pihak eksternal. Secara skematis klaster aktif yang
direkomendasikan untuk kondisi Indonesia adalah:

Pada klaster aktif – dinamis, keterkaitan kelima faktor dari diamond model Porter
akan membentuk rantai nilai (value chain) yang kuat. Sebagai ilustrasi suatu
mekanisme rantai nilai dalam konteks suatu klaster industri, misalnya terbentuknya
suatu hubungan dengan suatu pasar baru akan memicu terbentuknya suatu
kelompok produsen-produsen (UMKM baru) yang mempunyai spesialisasi dalam
kegiatan logistik dan penjualan.

2.2. Model Peningkatan Daya Saing UKM

2.2.1. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah


Melalui Klaster UKM
Sampai dengan akhir tahun 1999, pendekatan pengembangan UKM masih
terkesan didominasi oleh Pemerintah, dengan corak sektoral yang menonjol dan
sepotong-sepotong. Sementara itu keunggulan UKM terletak pada dua ciri
dasarnya yaitu “fleksibilitas” dan “dinamika” dalam menanggapi perubahan.
Dengan demikian membangun kemampuan UKM berarti membangun kemampuan
untuk menjaga dinamika.

Pada akhir tahun 2000 pemerintah membentuk Badan Pengembangan


Sumberdaya Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (BPS-KPKM) dengan tugas
mengembangkan sumberdaya UKMK dengan segala kelengkapan personilnya.
Pada awal masa bekerjanya, BPS-KPKM harus mencari terobosan untuk masuk
secara efisien dan efektif kepada UKM agar mereka segera dapat bekerja
membantu pemulihan ekonomi. Terobosan tersebut haruslah efektif, tidak
tumpang tindih dengan program-program yang telah dijalankan, bukan merupakan
pengulangan, dan dapat segera dilaksanakan. Oleh karena itu pada tahun 2001
BPS-KPKM menetapkan pengembangan sumberdaya UKMK melalui pendekatan
klaster. Strategi ini dipilih karena dinilai fokus, efisien dan mempunyai fungsi
akselerasi perubahan yang diharapkan mampu memenuhi harapan.

Pada saat ini, proses pengembangan tersebut masih terus bergulir untuk
menyelesaikan tahapan 3 tahun pengembangan menuju dinamika klaster. Pada

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 28
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

bulan Agustus 2001 BPS-KPKM diintegrasikan kedalam struktur Kementerian


Koperasi dan UKM RI sesuai dengan Keppres Nomor 103/2001, dan selanjutnya
program pengembangan sentra-klaster UKM ini diteruskan sebagai salah satu
program unggulan pengembangan UKM oleh Kementerian Koperasi dan UKM.

Rintisan BPS-KPKM tersebut amatlah strategis, karena di beberapa negara yang


menjadi rujukan, Klaster Industri telah menjadi mekanisme yang ampuh untuk
mengatasi keterbatasan UKM dalam hal ukuran usaha dan untuk mencapai sukses
dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang senantiasa meningkat. Langkah
kolaboratif yang melibatkan UKM dan perusahaan besar, lembaga pendukung
publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional, semuanya akan
memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal yang spesifik dan
daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster.

Gambar 9. Model Peningkatan Daya Saing UKM

UKM UKM UKM UKM

Sentra Sentra
UKM UKM

UKM Akses Pemasaran

Kemampuan Ekspor
Peningkatan
SDM Lokal KLASTER UKM Daya Saing UKM
SDA Lokal
Ekonomi Lokal Keunggulan
Kompetitif
SINERGI &
KEMITRAAN Teknologi Informasi

DUKUNGAN PERKUATAN
Pemerintah
Lokal/Pusat
a. Keuangan
Lembaga Keuangan
b. Non Keuangan
BUMN/BUMD

Swasta

Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan
untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster Industri merupakan suatu sistem
terbuka yang melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan kelompok
perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan
institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 29
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual, UKM
seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah
volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur.
UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian
input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses jasa-jasa keuangan dan
konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk
internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian
pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian
kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi
tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.

Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama adalah:

! Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati


posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif
perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui
jangkauan perusahaan kecil secara individual, dan dapat memperoleh
input pembelian curah, mencapai skala optimal dalam penggunaan
peralatan dan mengabungkan kapasitas produksi untuk memenuhi order
skala besar.

! Melalui integrasi vertikal (dengan UKM lainnya maupun dengan


perusahaan besar dalam mata rantai nilai), perusahaan-perusahaan dapat
memfokus ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian tenaga kerja
eksternal.

Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang


belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen
pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,
penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lain-
lain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi
pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk
meningkatkan daya saing UKM.

Dengan demikian Klaster Industri dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi
hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu
lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

Masalahnya kebanyakan negara tidak memiliki informasi terstruktur untuk

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 30
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

membuat penilaian tentang pentingnya klaster. Untuk Amerika Serikat, misalnya,


diperkirakan bahwa sekitar 380 klaster utama dengan menyerap kurang lebih 57%
angkatan kerja, menyumbang kurang lebih 60% dari output negara di pertengahan
tahun 1990. Di Indonesia, sekitar 10.000 dari 70.000 desa disebut terdaftar
sebagai klaster industri. Klaster-klaster ini mempuyai batasan ukuran terendah 20
perusahaan termasuk klaster orientasi ekspor yang lebih kecil. Walaupun masih
meragukan data ini menunjukkan bahwa klaster itu penting.

Pengembangan UKM melalui pendekatan sentra/klaster ini dipandang memiliki


beberapa keunggulan antara lain intervensi pemerintah secara bertahap semakin
berkurang, karena pemerintah hanya sebagai fasilitator dan akselerator. Hal lain
adalah pemerintah tidak perlu lagi melakukan pembinaan yang berulang-ulang
untuk obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah
institusi-institusi pembinaan (dinas UKM pemerintah) bertanggung jawab. Dengan
demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif,
efisien dan merata dalam rangka pemerataan pembangunan ekonomi dan
pengembangan UKMK yang eksis ditengah derasnya kompetisi global.

2.2.2. Strategi Pengembangan UKM Melalui Klaster UKM


Di Indonesia, strategi pemberdayaan UKM melalui pembentukan klaster industri,
mulai digulirkan tahun 1999. Strategi ini bukanlah strategi baru, melainkan sebuah
adopsi pengalaman keberhasilan dari beberapa negara sahabat yang lebih dahulu
menerapkannya.

Melalui strategi ini, sentra UKM dijadikan titik masuk kedalam upaya
pemberdayaan UKM. Pendekatan ini didasarkan pemikiran untuk memberikan
layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan
sumber daya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas.
Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya
dan unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan
permasalahan yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lain-
lain. Disamping itu, sentra-sentra UKM akan menjadi pusat pertumbuhan (growth
pool) di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan penyerapan
tenaga kerja, nilai tambah dan ekspor.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 31
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

a. Strategi Klaster Bisnis UKMK

Strategi pengembangan sumberdaya manusia UKMK melalui klaster bisnis, dalam


konteks ini, tergolong baru pelaksanaannya di tanah air, dan merupakan
reformulasi dari akumulasi pengalaman terbaik atas pengembangan UKM
sebagaimana disarankan oleh lembaga-lembaga bisnis internasional. Pendekatan
inilai yang dicoba diterapkan oleh BPS-KPKM di Indonesia. Dengan demikian,
sesungguhnya, pendekatan sentra sebagai titik masuk bukan merupakan ide baru,
tetapi sudah banyak dilaksanakan diberbagai negara dan direkomendasikan oleh
UNCTAD, karena tingkat keberhasilannya cukup signifikan. Oleh karena itu
pemerintah berusaha mereplikasi pendekatan ini sebagai sistem yang dapat
berjalan di kalangan masyarakat sendiri. Dengan demikian, intervensi pemerintah
secara bertahap semakin berkurang, karena pemerintah hanya sebagai fasilitator
dan akselerator. Diharapkan melalui pendekatan sentra ini, penyebaran hasil
pembangunan ekonomi akan lebih merata.

Hal ini merupakan salah satu keunggulan yang disandang oleh strategi ini, dan ini
dipandang sesuai dalam konteks pengembangan UKMK di Indonesia. Sejumlah
keunggulan lain yang dapat digunakan oleh strategi ini adalah, antara lain
pemerintah tidak perlu lagi melakukan pembinaan yang berulang-ulang untuk
obyek yang sama, yang penting dipantau adalah kemajuannya. Disitulah institusi-
institusi pembinaan (dinas UKM pemerintah) bertanggung jawab. Dengan
demikian, diharapkan implementasi program akan berjalan secara terarah, efektif
dan efisien dalam rangka pengembangan UKMK yang eksis ditengah derasnya
kompetisi global.

b. Kebijakan Pengembangan Klaster di Indonesia

Inisiatif pengembangan klaster di Indonesia sudah dimulai pada tahun 1950-an dan
di-intensifkan akhir tahun 1970-an melalui program BIPIK (Program Pembinaan
dan Pengembangan Industri Kecil) pada Departemen Perindustrian. Program
tersebut memberi prioritas pada klaster (sentra) yang berskala kecil tetapi yang
mempunyai prospek. Instrumen kebijakan utama terdiri dari pelatihan untuk
perusahaan dalam klaster melalui tenaga penyuluh lapangan pemerintah.

! Pelatihan dari produsen terpilih yang berfungsi sebagai 'motivator'

! Pemberian 'peralatan' pada produsen terpilih yang telah mengikuti


pelatihan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 32
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

! Penyediaan kredit kecil untuk mendukung pembelian peralatan baru oleh


para produsen di dalam klaster

! Akhirnya, dan yang paling penting, pendirian unit pelayanan teknis


(common service facilities) di sekitar 100 klaster.

Adapun sejumlah program pemerintah lain yang komplementer pada program


perkembangan klaster tersebut, yaitu:

! Pemberian subsidi kepada para produsen untuk berkunjung ke pameran


(trade fairs)

! Berbagai program yang bertujuan memperkuat hubungan antara


universitas dan UKM di daerah

! Berbagai program pengembangan hubungan sub-kontrak antara


perusahaan besar asing dan klaster UKM, terutama di dalam sektor cor
logam

Suatu instrumen penting untuk pengembangan pedesaan ialah promosi investasi


luar untuk proses produk agro (inti-plasma) yang digabungkan dengan kredit
preferensial usaha kecil untuk pemasok lokal (estate), secara khusus untuk sektor
minyak kelapa sawit dan pembibitan udang.

Akhirnya, investasi besar di infrastruktur sektor transpor dan komunikasi serta


fasilitas seperti pengembangan Lingkungan Industri Kecil dan Inkubator Bisnis di
sejumlah klaster kunci tertentu.

2.2.3. Pendekatan Pengembangan Sentra/Klaster UKM

a. Pendekatan Pengembangan UKM dengan Klaster Bisnis

Pada dasarnya pendekatan pengembangan UKM dengan membuat fokus sasaran


adalah memberikan perkuatan untuk menjaga dinamika sentra agar tumbuh
menjadi klaster bisnis UKM melalui tiga komponen yaitu : dukungan non finansial,
advokasi, dan dukungan finansial sebagai penggerak awal. Prinsip dasar
pembinaan UKM melalui strategi klaster bisnis dengan pengembangan dukungan
non finansial dan finansial antara lain :

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 33
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

!" Bertujuan untuk meningkatkan fokus pembinaan agar lebih terarah

#" Melakukan proses transformasi pembinaan UKM agar menjadi sebuah


industri jasa yang dapat dilakukan oleh swasta secara profesional melalui
pasar.

$" Dengan penetapan jangka waktu yang cukup akan terjadi proses
pengguliran program secara berkelanjutan, bukan sekedar pengguliran
dana.

%" Hadirnya dukungan non finansial akan mengawal proses dinamika klaster
yang tidak terpaku pada pengembangan jenis industri yang ada, sehingga
eksistensi UKM di dalam klaster dapat terus menanggapi setiap
perubahan.

b. Pengembangan Sentra UKM

Pemberdayaan UKM dilakukan dengan menetapkan sentra UKM sebagai titik


masuk (entry point). Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran untuk memberikan
layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan
sumberdaya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas.
Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya
dan unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan
permasalahan yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lain-
lain. Disamping itu, sentra-sentra UKM yang akan menjadi titik pertumbuhan
(growth point) di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah.

Adapun beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai persyaratan dasar
sebuah klaster, agar dapat berkembang secara sehat:

!" Dalam setiap sentra yang akan ditumbuhkan sebagai klaster harus
memiliki satu usaha sejenis yang prospek pasarnya jelas. Sekurang-
kurangnya terdapat 50 unit usaha kecil yang melakukan kegiatan sejenis.

#" Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit
Rp 500 juta,-/bulan. Angka ini akan memungkinkan timbulnya pasar jasa
pengembangan yang dapat tumbuh secara sehat, industri pendukung
yang terdorong masuk dan pengembangan outlet yang layak. Dari segi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 34
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

finansial dengan total transaksi semacam itu akan menjamin tumbuhnya


jasa perkreditan koperasi yang layak.

$" Telah terjadi sentuhan teknologi yang memungkinkan tercapainya


peningkatan produktivitas, karena masalah pokok usaha kecil di bidang
pertanian adalah produktivitas/tenaga kerja hanya kurang dari 3%
produktivitas usaha besar disektor yang sama, atau hanya 1,5% dari
produktivitas usaha menengah. Sentuhan teknologi harus menjadi elemen
penting untuk melaksanakan perubahan bagi peternak.

%" Persyaratan lain yang berkaitan dengan infrastruktur, jaringan pasar,


ketersediaan lembaga keuangan dan lain-lain merupakan syarat
tambahan yang menyediakan daya tarik klaster bersangkutan melalui
jaringan informasi.

Adapun kriteria pemilihannya bisa didasarkan pada prospek pasar domestik


ataupun eksport, potensi kesempatan kerja yang dapat diciptakan,serta intensitas
penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya lokal. Selanjutnya dilakukan cluster
diagnosis, untuk memetakan kelebihan dan kelemahannya, serta untuk
merumuskan bentuk-bentuk bantuan yang tepat. Pengembangan klaster dalam
konteks UKM agaknya harus berorientasi bisnis (klaster bisnis), sehingga klaster
tersebut bisa mandiri, kokoh, dan mampu bersaing di pasar bebas. Strategi klaster
bisnis, merupakan salah satu solusi dan jawaban bagi pengembangan UKM
secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.

Untuk tercapainya tujuan pengembangan UKM, yaitu peningkatan efisiensi dan


daya saing yang berorientasi pada pemenuhan permintaan pasar (market driven),
maka sumberdaya yang dialokasikan pada sentra meliputi dukungan kebijakan
untuk menciptakan iklim yang kondusif, dukungan finansial dalam bentuk modal
awal dan padanan (MAP) dan dukungan non finansial berupa Layanan
Pengembangan Bisnis/ Business Development Service (LPB/BDS) serta
pendidikan dan latihan. Dengan berbagai dukungan yang diberikan, terutama
LPB/BDS dan lembaga keuangan mikro (KSP/USP) yang terkait dengan lembaga
keuangan modern yang saling bersinergi dengan UKM di sentra, maka diharapkan
dapat langsung meningkatkan dinamika bisnis mereka. Terlebih lagi, secara
kultural, UKM di sentra tidak akan mengalami perubahan budaya, karena sentra
usaha mereka tetap berada di tempat semula.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 35
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

2.2.4. Program Tindak Lanjut Pengembangan Sentra/Klaster


UKM Melalui Peranan BDS-P dan KSP/USP/LKM
Pokok-pokok program dalam mekanisme pembinaan UKM dengan pendekatan
sentra/klaster melalui perkuatan BDS-P dan KSP/USP/LKM adalah sebagai
berikut:

!" Penumbuhan Iklim Kondusif Pengembangan Sentra/Klaster UKM

a. Partisipasi Lintas Pelaku dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM,


yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta dan dukungan lintas
pelaku dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM; melalui langkah-
langkah sebagai berikut :

" Membentuk Forum Lintas Pelaku di Prop dan Kab/Kota dalam


pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Meningkatkan Kapasitas Lintas Pelaku daerah dalam


pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Merumuskan Kebijakan dan Program Operasional Pemda


Propinsi dan Kab/Kota dalam pengembangan sentra/klaster bisnis
UKM.

b. Sinkronisasi Program Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang


bertujuan untuk menyamakan persepsi pengembangan sentra/klaster
bisnis UKM; melalui langkah-langkah sebagai berikut:

" Mengkoordinasikan Lintas Sektor dalam Pengembangan


Sentra/Klaster Bisnis UKM.

" Mensosialisasikan Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM.

" Melaksanakan Forum Konsultasi dan Evaluasi tingkat pusat dan


daerah.

c. Penyusunan/Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan untuk


Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk :

" Memberikan perlakuan yang sama untuk tumbuh dan


berkembangnya sentra/klaster bisnis UKM .

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 36
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

" Mempercepat perkembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai


berikut :

" Mengidentifikasi berbagai peraturan perundang-undangan yang


berkaitan dengan pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Menyusun/menyempurnakan peraturan perundang-undangan


yang diperlukan untuk pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

#" Program Pengembangan Sentra/Klaster UKM

a. Pemilihan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk Memilih


sentra/klaster bisnis UKM yang potensial untuk dikembangkan, melalui
langkah-langkah sebagai berikut :

" Mensosialisasikan Program Pengembangan Sentra/Klaster Bisnis


UKM di daerah.

" Mengkompilasi usulan sentra/klaster bisnis UKM dari daerah.

" Melakukan survey identifikasi sentra/klaster bisnis UKM yang


diusulkan daerah.

" Menetapkan sentra/klaster bisnis UKM yang akan dikembangkan


sesuai dengan kriteria yang disepakati.

b. Penguatan Sentra/Klaster Bisnis UKM, yang bertujuan untuk


Meningkatkan Peran UKM dalam pembangunan ekonomi nasional dan
daerah; melalui langkah-langkah :

" Meningkatkan kemampuan UKM dibidang manajerial dan teknis


usaha.

" Meningkatkan akses UKM pada sumberdaya produktif


(pasar/kemitraan usaha, finansial, informasi dan teknologi).

" Mengembangkan jaringan sentra/klaster bisnis UKM.

$" Program Dukungan Keuangan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 37
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

a. Pemilihan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM, Modal Ventura, dan


Lembaga Penjaminan), yang bertujuan untuk memilih Lembaga Finansial
yang potensial untuk dikembangkan; melalui langkah-langkah :

" Mensosialisasikan Peran Lembaga Finansial di daerah dalam


pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Mengkompilasi usulan Lembaga Finansial dari daerah dalam


pengembangan sentra/sentra/klaster bisnis UKM.

" Melakukan survey identifikasi Lembaga Finansial yang diusulkan


daerah dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Menetapkan Lembaga Finansial yang akan dikembangkan sesuai


dengan kriteria yang disepakati dalam pengembangan
sentra/klaster bisnis UKM.

b. Penguatan Lembaga Finansial (KSP/USP/LKM, Modal Ventura, dan


Lembaga Penjaminan), yang bertujuan meningkatkan Peran Lembaga
Finansial dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM; melalui
langkah-langkah :

" Meningkatkan kemampuan Lembaga Finansial dibidang


manajerial usaha

" Membangun jejaring dengan lembaga finansial modern.

" Mengembangkan lembaga penjaminan kredit di tingkat daerah.

" Meningkatkan peran serta Pemda dalam fasilitasi lembaga


finansial.

" Meningkatkan peran Pemda dalam fungsi pembinaan dan


pengendalian/pengawasan terhadap lembaga finansial.

%" Program Dukungan Non Keuangan

a. Penumbuhan Lembaga Layanan Pengembangan Bisnis (LPB/BDS-P),


yang bertujuan untuk Menumbuhkembangkan BDS-P; melalui langkah-
langkah sebagai berikut :

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 38
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

" Melatih calon konsultan UKM

" Menyusun sistem insentif untuk tumbuh kembangnya konsultan


UKM.

" Menumbuhkembangkan BDS-P.

b. Pemilihan BDS-P, yang bertujuan untuk Memilih BDS-P yang potensial


dalam mengembangkan sentra/klaster bisnis UKM; melalui langkah-
langkah sebagai berikut :

" Mensosialisasikan Peran BDS-P di daerah dalam pengembangan


sentra/klaster bisnis UKM.

" Mengkompilasi usulan BDS-P dari daerah dalam pengembangan


sentra/klaster bisnis UKM.

" Melakukan survey identifikasi BDS-P yang diusulkan daerah


dalam pengembangan sentra/klaster bisnis UKM.

" Menetapkan BDS-P yang akan dikembangkan sesuai dengan


kriteria yang disepakati dalam pengembangan sentra/klaster bisnis
UKM.

c. Penguatan Peran dan Kapasitas BDS-P, yang bertujuan untuk


Meningkatkan kemampuan dan kapasitas BDS-P dalam pelayanan pada
UKM yang ada di sentra; melalui langkah-langkah sebagai berikut :

" Meningkatkan keterampilan pengelola dan konsultan BDS-P

" Melakukan studi banding dan magang

" Menumbuhkembangkan BDS Fasilitator di daerah.

" Melakukan akreditasi konsultan BDS-P

" Mengembangkan sistem insentif bagi BDS-P.

" Membangun jaringan BDS-P.

d. Penumbuhkembangan Lembaga Non Finansial lainnya, yang bertujuan


untuk meningkatkan dukungan pengembangan sentra/klaster bisnis UKM;

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 39
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

melalui langkah-langkah :

" Menumbuh kembangkan lembaga non finansial lain seperti :


trading house, pusat riset dan pengembangan, pusat desain, pusat
pengendalian mutu, dll.

" Mengembangkan sistem insentif bagi Lembaga Non Finansial


lainnya.

2.3. Gambaran Umum Kondisi Klaster Di Indonesia

2.3.1. Beberapa Model Pengembangan UKM Melalui Klaster


Kajian literatur awal yang dilakukan menemukan beberapa nama yang biasanya
dikaitkan dengan model pengembangan usaha melalui pendekatan kelompok ini,
seperti antara lain: Sentra, Klaster, Perkampungan Industri Kecil (PIK), Enclave,
Agropolitan dan lain sebagainya. Secara umum, deskripsi dan perbedaan diantara
mereka dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Bentuk-Bentuk Pengembangan UKM Berbasis


Kelompok
No Nama Karakteristik Umum Keterangan
Pengelompokkan Hubungan Dukungan
Anggota
1 Sentra Alamiah yang ditetapkan; Leader-Follower, Dari luar Kementerian Koperasi dan UKM.
(Kementerian Tempat tinggal dan persaingan berbentuk MAP Jumlah Sentra (Kementerian
Koperasi) tempat usaha dapat dan BDS Koperasi) ada lebih dari 1000 di
sama atau berbeda 30 propinsi
Sentra Alamiah Leader-Follower Dari dalam oleh Instansi BUMN/BUMD,
(inti plasma dan perusahaan inti perusahaan Swasta dan LSM
sub-kontrak) (Leader) Contoh: Dipasena di Lampung,
Dari luar oleh Sampoerna di Sidoarjo, Perikani
institusi di KTI.
pendukung seperti
perguruan tinggi
dan LSM
2 Klaster Alamiah atau artifisial; Leader-Follower Dari dalam
Pengelompokkan lebih
fokus pada terbentuknya
linkage rantai nilai yang
efisien
3 Perkampungan Artifisial; Tempat tinggal Setara, Dari luar dalam Departemen Perindustrian.
Industri Kecil (PIK) menyatu dengan tempat persaingan bentuk UPT Jumlah sekitar 5
usaha
4 Lingkungan Industri Artifisial; Hanya Setara, Dari luar dalam Departemen Perindustrian,
Kecil (LIK) dan LIK menyatukan tempat persaingan bentuk UPT Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi usaha, tempat tinggal Transmigrasi
diluar LIK Jumlah sekitar 5

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 40
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

No Nama Karakteristik Umum Keterangan


Pengelompokkan Hubungan Dukungan
Anggota
5 Sarana Usaha Industri Artifisial; Penyediaan Setara Dari luar dalam Departemen Perindustrian
Kecil (SUIK) tempat usaha bagi usaha bentuk UPT Jumlah sekitar 2
kecil di lingkungan
industri besar
6 Enclave Alami, bentang alam dan Setara, Tidak ada, dari Contoh enclave alami akibat
pertumbuhan wilayah persaingan dalam, dari luar sekat bentang alam adalah
menyebabkan sebuah Baduy
daerah menjadi Contoh enclave akibat
“kantong” dengan pertumbuhan wilayah adalah
karaktgeristik usaha, kantong masyarakat yang
budaya, dan terjepit antara
kesejahteraan yang
berbeda dari wilayah Enclave alami biasanya
tetangganya diberdayakan oleh Departemen
Sosial yang kemudian dibantu
oleh Kementerian Koperasi
dan/atau Departemen
Perindustrian
Jumlah enclave alami mencapai
ribuan lokasi tersebar di seluruh
Indonesia
Artifisial, wilayah Setara, Dari dalam Infrastruktur wilayah industri
berkembang lebih pesat persaingan strategis relatif lebih maju
dibandingkan wilayah sehingga menciptakan enclave
tetangga akibat dengan karakteristik usaha yang
keberadaan proyek lebih maju dan tingkat
industri strategis seperti kesejahteraan yang relatif lebih
tambang minyak, batu tinggi.
bara, gas bumi, industri Contoh enclave artificial ada di
logam, dll yang Gorontalo, Cilacap dan Bontang
otoritasnya berada di
luar jangkauan daerah
pemangkunya
7 Kelompok Usaha Artifisial, utamanya Setara Dari luar Departemen perindustrian,
Bersama (KUB) berdasarkan tempat Departemen Sosial, Departemen
tinggal Kesehatan
8 Agropolitan Artifisial Leader-Follower Dari dalam

2.3.2. Kondisi Umum Klaster


Secara umum 9 klaster di Indonesia masih berupa sentra UMKM. Sentra UMKM
terdiri dari sekumpulan industri skala kecil dan menengah yang terkonsentrasi
pada suatu lokasi yang sama serta telah berkembang cukup lama. Sentra UMKM
mencerminkan suatu jenis klaster yang paling sederhana dan berkembang secara
alamiah tanpa intervensi dari pemerintah. Klaster-klaster ini pada umumnya
berkembang di wilayah pedesaan, merupakan kegiatan tradisional masyarakat
yang telah dilakukan secara turun-temurun, serta memiliki komoditi yang spesifik.
Jenis klaster yang ada sangat beragam, antara lain klaster kerajinan, makanan dan
minuman, tekstil dan produk tekstil, kulit dan produk kulit, kimia dan produk kimia,
bahan bangunan, peralatan, dan sebagainya. Selain klaster UMKM yang terbentuk
secara alamiah, terdapat pula sejumlah kecil klaster yang tumbuh dan berkembang
akibat dukungan pemerintah, misalnya Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 41
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Lingkungan Industri Kecil (LIK).

Sejauh ini sentra-sentra tersebut merupakan calon klaster yang tidak aktif atau
sedang tidur (dormant). Di dalam sentra, pelaku usaha tidak banyak melakukan
perubahan terhadap produk, proses produksi maupun pasarnya. Kondisinya tidak
banyak berubah dari tahun ke tahun bahkan sampai generasi berikutnya. Secara
lebih rinci dari studi yang dilakukan oleh JICA (2004) menyebutkan secara garis
besar kondisi klaster di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Kebanyakan UMKM-UMKM dalam klaster merupakan usaha-usaha mikro yang


memiliki ketergantungan kuat kepada para pengumpul lokal sehingga
seringkali menghilangkan jiwa kewirausahaan.

b. Produk-produknya ditujukan untuk pasar-pasar yang tidak terlalu menuntut


teknologi dan kualitasnya.

c. Sebagian besar UMKM dalam klaster tidak memiliki keterikatan internal satu
sama lain sehingga upaya “membangun kepercayaan” (trust building) sulit
dilakukan.

d. Rendahnya keterkaitan dengan industri dan insitusi terkait merupakan kendala


yang lumrah ditemui sehingga penguatan klaster sulit dilakukan.

e. Sebagian besar klaster memiliki struktur sosial yang mudah bercerai berai dan
masih berkutat pada strategi untuk mempertahankan hidup.

2.3.3. Kebijakan Pemerintah Tentang Pengembangan Klaster


Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 10 menjadikan agenda percepatan
pemulihan ekonomi sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yaitu
mempercepat pemulihan ekonomi dan mempercepat landasan pembangunan
berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.
Pendekatan klaster menjadi sangat relevan untuk merealisasikan agenda tersebut.
Hal ini mengingat klaster melibatkan kelompok sebagai pelaku, dengan demikian
dampak kemajuan dapat dirasakan secara kolektif dan biaya pengembangan lebih
ekonomis daripada pelibatan pelaku secara individual.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 42
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

a. Kebijakan Pemerintah Pusat

Konsep klaster sebagai salah satu pendekatan pengembangan ekonomi telah


banyak digunakan oleh pemerintah dalam menyusun kebijakan dan program
ekonomi. Sejak Pelita III, pemerintah telah berupaya mengembangkan klaster
UKM, diantaranya pengembangan sentra di seluruh provinsi, pengembangan
kawasan industri kecil (PIK, LIK, SUIK), program kemitraan, serta pemberian
kredit.

Pengembangan sentra industri kecil (SIK) di berbagai daerah turut didukung pula
oleh pendirian Unit Pelayanan Teknis (UPT) sesuai dengan potensi dan kebutuhan
utamanya di bidang teknologi. Program pemerintah yang dominan dan populer
bagi pengembangan usaha kecil adalah penyediaan berbagai skema kredit.
Berikut adalah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan
mengadopsi konsep klaster sebagai strategi pengembangan ekonomi daerah.

a. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Bappenas bekerjasama dengan UNDP dan UNCHS berinisiasi terhadap proyek


Poverty Alleviation through Rural-Urban Lingkages (PARUL) sebagai upaya untuk
meningkatkan keterkaitan desa dengan kota di dalam suatu provinsi ataupun
kabupaten yang dipilih. Proyek ini kemudian berkembang menjadi Kemitraan
Pembangunan Ekonomi Lokal (KPEL) yang mengembangkan ekonomi daerah
berdasarkan sumber daya lokal melalui pendekatan partisipatif masyarakat.

Pada tahun 2000, program KPEL dilaksanakan di 19 kabupaten/kota di 6 provinsi


sebagai pilot project. Keberhasilan pendekatan ini, kemudian di tahun 2001,
Bappenas dengan pemerintah daerah melakukan replikasi di 18 kabupaten/kota di
6 provinsi lain dan juga 14 kabupaten/kota di tahun 2003.

b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Pendekatan klaster tertuang dalam Kebijakan Pembangunan Industri dan


Perdagangan Tahun 2001, yaitu kebijakanpembangunan industri jangka panjang
diarahkan untuk pembentukan industri klaster dengan memperkuat industri -
industri yang terdapat dalam rantai nilai (value chain) yang mendorong keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif.

Sehubungan dengan itu, kebijakan dasar yang menjadi perhatian adalah


membentuk hubungan antara industri pendukung dan terkait di bagian hulu

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 43
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

maupun di hilir. Selain itu, Deperindagjuga memprakarsai proyek pembentukan


klaster industri tertentudi beberapa daerah.

c. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM)

Kementerian KUKM menggunakan pendekatan klaster sebagai kebijakan


pemberdayaan UKM yang meliputi program pengembangan sentra/klaster UMKM,
fasilitasi penguatan lembaga bantuan pengembangan bisnis (BDS), dan pemberian
modal awal dan padanan (MAP). Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan
kinerja UMKM, peningkatan lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan
masyarakat. Dana yang disediakan sebesar Rp200 juta yang disalurkan melalui
koperasi atau unit simpan pinjam. Tahun 2001 disalurkan ke 99 lokasi dan 332
lokasi di tahun2003.

d. Kementerian Riset dan Teknologi

Pendekatan klaster akan menjadi landasan kebijakan di bidang riset dan teknologi,
khususnya terkait dengan pengembangan techno-industrial dan aliansi strategis.

e. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

BPPT memprakarsasi percontohan klaster industri daerah dalam rangka


pengembangan unggulan daerah. Guna mendukung hal tersebut, BPPT juga
melakukan kegiatan eksplorasi sinkronisasi dan sinergi program antar stakeholder,
terutama Kementerian KUKM, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Departemen Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi, dan pemerintah daerah
setempat yang menjadi lokasi studi.

2.3.4. Pembelajaran Pengembangan Klaster di Indonesia


Program pengembangan klaster telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui
departemen-departemen terkait sebagaimana tersebut di atas. Berikut
disampaikan beberapa pengalaman pengembangan klaster yang dilakukan oleh
departemen-departemen teknis.

a. Departemen Perindustrian

i. Program pengembangan klaster Industri Kecil Menengah (IKM) dari


Departemen dilakukan dengan berbasis pada komoditi unggulan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 44
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

ii. Pengembangan klaster IKM difasilitasi melalui pendekatan hulu-hilir. IKM


yang dikembangkan berawal dari adanya sentra industri. Sentra tersebut
kemudian akan difasilitasi untuk menjadi klaster. Pendekatan hulu – hilir ini
penting karena akan mendukung kelanjutan klaster, sebab pengembangan
klaster membutuhkan keterlibatan semua pelaku (stakeholders).

iii. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan klaster antara lain adalah:

a) Sistem yang ada belum berjalan dengan baik, yaitu sulitnya melakukan
koordinasi dengan instansi terkait untuk menyatukan tindakan
bersama dalam mengembangkan klaster.

b) Pengertian tentang klaster yang masih beragam diantara stake


holders/instansi. Departemen Perindustrian mendefinisikan klaster
mengacu pada definisi menurut Michael Porter yaitu kelompok usaha
yang sejenis yang berdekatan dan melibatkan pelaku hulu-hilir yang
terkait.

iv. Dalam pengembangan klaster, sebaiknya klaster tersebut sudah tumbuh di


wilayah yang bersangkutan baik sebagai kumpulan UMKM ataupun
sebagai sentra industri, sehingga pengembangannya tidak dimulai dari
awal (nol), tetapi mengembangkan yang sudah ada.

v. Inti dari pengembangan klaster adalah adanya komitmen bersama untuk


menghasilkan produk bersama yang berkualitas. Pengalaman yang ada
selama ini adalah persaingan yang sangat tinggi diantara pelaku UMKM
sendiri yang menyebabkan lemahnya posisi tawar UMKM.

vi. Dari pengalaman pembinaan IKM/UMKM, untuk pengembangan klaster


dibutuhkan suatu holding usaha bersama. Holding ini bertugas untuk
memenuhi kebutuhan klaster, misalnya kebutuhan ahli desain produk, ahli
pemasaran dst. Holding ini harus bekerja profesional sesuai dengan
keahlian yang diperlukan klaster untuk berkembang.

b. BAPPENAS – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Direktorat


Pemberdayaan Koperasi dan UKM)

i. Pengembangan klaster dilakukan melalui pendekatan berdasarkan


ketersediaan lapangan usaha. Lapangan usaha yang berperan dalam
pengembangan ekonomi masyarakat difasilitasi untuk berkembang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 45
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

menjadi klaster. Untuk memilih lapangan usaha yang dimaksud dilakukan


analisa backward and forward linkage dan pelaku-pelaku lain yang
berperan di dalam klaster tersebut.

ii. BAPPENAS telah melakukan penelitian untuk lapangan usaha tekstil dan
umbi-umbian. Lapangan usaha yang dikaji sejauh ini masih dalam bentuk
sentra-sentra produksi. Pada industri tekstil, selain menganalisa backward
dan forward linkage juga dilakukan analisa terhadap pelaku-pelaku lain,
misalnya pedagang makanan yang berperan melayani pekerja pabrik
tekstil. Keberadaan industri tekstil menjadi penting karena mempengaruhi
kelangsungan lapangan usaha pedagang makanan. Analisa ini untuk
mengetahui apakah sektor ekonomi yang akan dikembangkan menjadi
klaster benar-benar merupakan lapangan usaha yang utama (yang
mempengaruhi keberadaan lapangan usaha lainnya) dalam
pengembangan ekonomi masyarakat di lingkungan klaster tersebut.

iii. Karakteristik sentra produksi hasil kerjasama dengan Kementerian


Koperasi adalah :

a) Pada sektor pertanian, di antara pelaku UMKM mempunyai trust yang


tinggi sehingga terdapat rasa kebersamaan yang tinggi.

b) Pada sektor non pertanian, antar pelaku UMKM/IKM mempunyai


tingkat persaingan yang tinggi sehingga sulit untuk disatukan.

Gambaran untuk sektor pertanian

" Bentuk ideal untuk mengembangkan sentra menjadi klaster yang aktif
adalah dalam bentuk kelompok. Bentuk kelompok yang ideal yang ada
sampai saat ini adalah koperasi. Koperasi di wilayah pertanian dapat
menjadi fasilitator pengembangan klaster. Contoh yang bisa dilihat
adalah budidaya rumput laut di Sulawesi. Diantara pelaku – pelaku
terdapat ikatan yang cukup kuat. Mereka melakukan budidaya secara
bersama yang disatukan dalam wadah koperasi sehingga kegiatan
produksi dari hulu – hilir dapat dilakukan. Pada tingkat hulu, koperasi
menyediakan kebutuhan bahan baku /modal untuk budidaya rumput
laut. Pada tingkat hilir, koperasi melakukan kegiatan pengolahan
pasca panen bersama (pengeringan rumput laut) dan pemasaran
bersama.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 46
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

" Demikian juga pada sektor peternakan. Pada umumnya di Pulau Jawa
peternakan sapi dilakukan secara individual. Tetapi pada peternakan
sapi di Kalimantan Selatan dilakukan secara kelompok (koloni).
Mereka membuat kandang bersama. Satu kandang dimiliki oleh 3
orang petani. Kandang ini dikelola bersama baik pakannya,
pemeliharaan dsb. Kegiatan produksi ini sangat menguntungkan,
karena dapat menghemat tenaga pemeliharaan dan tempat untuk
kandang.

" Untuk menyatukan pelaku – pelaku dalam kegiatan bersama perlu


adanya leader (pemimpin) baik berasal individu atau
instansi/pemerintah yang memiliki jiwa entrepreneur. Komitmen dan
kemauan dari pemimpin tersebut merupakan langkah yang strategis
untuk memacu pengembangan klaster.

Pada contoh diatas, dinas terkait menjadi penggerak dalam pengembangan klaster
rumput laut dan peternakan sapi.

Gambaran untuk sektor non pertanian

" Pada contoh kasus yang disampaikan, lapangan usaha yang


dikembangkan adalah industri sasirangan (tekstil) di Kalimantan
Selatan. Dari pengamatan terlihat bahwa persaingan diantara
pelaku UMKM cukup tinggi, antara lain dalam hal penetapan harga
jual, informasi pembeli, pengembangan motif dll. Untuk
membangun kebersamaan, maka pelaku UMKM didampingi oleh
fasilitator klaster (BDS, LSM ataupun universitas) yang berfungsi
sebagai fasilitator klaster.

" Kendala yang dihadapi adalah fasilitator klaster (dalam contoh dari
Perguruan Tinggi) yang ada masih tergantung pada program
Pemerintah. BDS tersebut memperoleh bantuan dari Kementerian
Koperasi dalam bentuk dana pendampingan dan dana bergulir.
Sehingga ketika program selesai, keberlanjutan BDS masih
dipertanyakan

c. BAPPENAS – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Direktorat


Kewilayahan II

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 47
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

i. BAPPENAS dalam hal ini Direktorat Kewilayahan II, berperan sebagai


lembaga yang melakukan pengkajian pengembangan wilayah termasuk
satu diantaranya dengan cara pengembangan klaster.

ii. Hasil dari kajian yang telah dilakukan bahwa kegagalan dalam
mengembangkan klaster dikarenakan :

a) Pengembangan klaster tidak berdasarkan pada potensi yang ada di


masyarakat. Program klaster lebih dikarenakan adanya kepentingan
pemerintah untuk membentuk klaster.

b) Kurangnya komitmen dan kemauan (willingness) pemerintah dan


stakeholders yang terkait. Akibatnya kebijakan pengembangan UMKM
justru bersifat kontraproduktif.

c) Tidak adanya grand strategy (rencana induk) yang melibatkan pelaku


hulu-hilir pada klaster yang dikembangkan. Misalnya: peternakan sapi
potong, yang diperhatikan hanya sapi potong, tetapi peluang usaha
yang lain kurang diperhatikan misalnya pengolahan kotoran sapi
menjadi pupuk organik.

d) Pengembangan klaster mengecil menjadi sentra usaha. Seharusnya


pengembangan klaster diarahkan untuk dapat menjadi penunjang
pengembangan ekonomi lokal dan ekonomi regional. Agar
pengembangan klaster tidak terjebak menjadi sentra, maka rencana
induk harus dibuat secara bottom up.

d. BPPT – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pusat Pengkajian


Kebijakan Peningkatan Daya Saing

i. Konsep pengembangan klaster adalah adanya linkage antar pelaku-pelaku


klaster dan terciptanya nilai tambah (value chain)

ii. Agar linkage dan nilai tambah dapat diperoleh, maka pengembangan
klaster dilakukan melalui pendekatan partisipatory. Langkah-langkah yang
dilakukan sebagai berikut (mengacu pada contoh proses pembentukan
klaster di Tegal-Jawa Tengah) :

a). Proses partisipasi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 48
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

" Proses ini diawali dengan melakukan identifikasi usaha-usaha


yang mempunyai prospek untuk berkembang.

" Kemudian dilakukan pemetaan kondisi lingkungan klaster


(meta plan). Faktor yang dipetakan mengacu pada diamond
model yang disampaikan Michael Porter. Peta tersebut akan
menggali hal-hal yang menjadi kendala dan hal-hal yang
menjadi pendukung.

" Dilakukan penguatan lingkungan usaha, melalui perumusan


tujuan bersama, strategi bersama hingga membuat matriks
rencana kerja untuk melakukan aksi bersama. Untuk
melangkah ke aksi bersama diperlukan manajemen dari
klaster tersebut.

b). Proses analisa (tahun 2006).

Analisa yang digunakan adalah:

" Analisa rantai nilai, untuk mengetahui nilai tambah dari


masing-masing pelaku.

" Analisa kompetensi inti, meliputi peta pelaku industri pemasok,


pembeli (buyer), industri terkait, industri pendukung dan
institusi pendukung.

" Hasil analisa rantai nilai dan kompetensi inti ini untuk
menentukan kepada siapa/kemana pembiayaan perlu
diberikan.

iii. Faktor penting yang juga terkait dalam mengembangkan UMKM/IKM


dengan pendekatan klaster adalah :

a) Peningkatan kapasitas (capacity building) pelaku-pelaku yang terlibat


dalam klaster.

b) Adanya tokoh panutan/pemimpin yang berpengaruh (Local Champion)

Contoh pendekatan klaster yang cukup berhasil adalah yang dilakukan di Tegal.
Melalui peran pemerintah daerah dalam hal ini Kepala Bappeda yang berkomitmen
mengembangkan UMKM, maka terbentuk 5 klaster yang berkembang yaitu: klaster

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 49
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

engine dan aplikasinya, komponen kapal, pariwisata, sapi potong dan jagung
hibrida.

Keberhasilan yang diperoleh dapat dilihat dan diukur dari tingkat pendapatan yang
meningkat dari pelakupelaku yang ada pada klaster. Sebagai gambaran
pendapatan petani jagung hibrida yang bertambah. Harga hasil pertanian seperti
pada umumnya sangat berfluktuasi. Petani pada posisi tawar yang tidak seimbang
terhadap pembeli (umumnya tengkulak yang berfungsi sebagai penebas hasil
panen). Ketika proses mengembangkan klaster, petani difasilitasi agar
memperoleh harga yang wajar dan penebas pun memperoleh keuntungan yang
diharapkan. Caranya dengan mengajak petani untuk mengatur waktu tanam serta
memperluas areal dan mengajak penebas untuk melakukan tebasan secara
periodik dalam kondisi jagung sudah mencapai umur produksi siap tebas.

e. BPPT – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Business Technology


Center/BTC

i. BPPT-BTC dalam hal ini berperan menyediakan aplikasi teknologi untuk


UMKM/IKM

ii. Untuk mendukung peran tersebut, BPPT memperoleh bantuan dari Uni
Eropa dalam bentuk dana hibah (grant). Dana hibah ini digunakan untuk
program teknologi informasi kepada Koperasi. Pertimbangannya adalah
dari pengalaman banyak negara yang telah menggunakan teknologi
informasi khususnya internet untuk memasarkan produk-produk
UMKM/IKM. Pemasaran melalui cara ini terbukti sangat efektif untuk
meningkatkan penjualan.

iii. Kondisi koperasi di Indonesia masih lemah, sehingga perlu dilakukan


peningkatan kapasitas agar dapat melayani UMKM lebih baik. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah melalui penyediaan teknologi informasi.
Pada saat ini akan dilakukan pilot project teknologi informasi dengan
pemerintah daerah Jawa Tengah.

f. Departemen Pertanian

i. Untuk mengembangkan klaster pada komoditi pertanian tidaklah mudah,


mengingat karakteristik dari sektor pertanian sendiri, sehingga tidak semua
komoditi pertanian dapat diklasterisasi.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 50
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

ii. Faktor keberhasilan dalam kredit tanaman perkebunan adalah adanya


industri inti yang menampung produk mereka. Sistem yang dikembangkan
dalam hubungan industri inti dan petani adalah sistem bagi hasil.

iii. Sedangkan untuk tanaman pangan (termasuk hortikultura), kapasitas


petani masih sangat rendah. Untuk itu pada level petani masih sangat
diperlukan usaha penguatan kapasitas. Pada sektor pertanian,
pembiayaan bank dirasakan belum mampu menggantikan peran tengkulak
(dalam ketepatan waktu pemberian dan jumlah pinjaman yang
dibutuhkan).

Kebijakan di tingkat pusat ini, lebih jauh juga menjadi inspirasi bagi pemerintah-
pemerintah di daerah dalam mengembangkan ekonomi masyarakatnya. Salah satu
pemerintah daerah yang melakukan program pengembangan klaster adalah
Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi Jawa Tengah. Program di tingkat propinsi
tersebut diakomodasikan dan dikoordinasikan dengan pemda-pemda di tingkat
kabupaten.

2.3.5. Perkembangan Sentra/Klaster UKM di Indonesia


Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pendekatan
sentra/klaster adalah salah satu cara untuk mengembangkan UKM. Melalui
sentra/klaster akan mempermudah upaya pembinaan terhadap UKM,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumber daya dalam
pengembangan UKM yang diharapkan akan segera mewujudkan UKM yang
memiliki daya saing tinggi. Selain itu, dengan klaster UKM diharapkan akan
terwujud sebuah "Supply Chain Management" dalam klaster, yaitu sebuah
keadaan dimana pertukaran informasi dan barang antar pengusaha dalam klaster
dan konsumennya, berlangsung secara optimal dan efisien.

Pendekatan pengembangan UKM melalui sentra/klaster sebenarnya bukanlah


strategi baru. Di banyak negara seperti Italia, Jepang, Denmark, Norwegia,
Amerika Serikat, Kanada, India dan Taiwan telah merintis pengembangan klaster
sejak 30-40 tahun lalu. Pemerintah Indonesia juga sudah pernah berupaya
mengembangkannya di sekitar tahun 1974 oleh BIPIK Departemen Perindustrian,
waktu itu. Namun, karena pengembangan sentra tidak dilakukan secara alamiah,
tetapi lebih banyak dilakukan dengan memindahkan UKM ke suatu tempat usaha
baru, maka program ini banyak mengalami kegagalan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 51
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Pada tahun 2000, Shujiro Urata sebagai Penasehat Senior JICA kepada Menteri
Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri di masa itu, kembali
merekomendasikan pengembangan UKM melalui klaster. Dalam rekomendasinya,
Urata mendorong pengembangan klaster UKM karena memiliki banyak
keuntungan. Beberapa diantaranya adalah : (a) memudahkan UKM untuk
mengatasi masalah pengadaan bahan baku dan mesin, (b) promosi penjualan
produk, dan (c) mengurangi risiko akibat fluktuasi permintaan dengan membuat
skala yang sesuai pada suatu klaster. Disamping itu, melalui klaster juga akan
memperoleh manfaat untuk tukar menukar informasi tentang desain baru, metode
pengolahan dan pengembangan produk baru serta berbagi dalam pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan.

1. Gambaran Sentra/Klaster UKM

Menurut data tahun 1996, jumlah usaha dalam klaster berkisar sebanyak 475.000
unit, sementara jumlah industri kecil dan rumah tangga adalah sekitar 2.875.000
unit. Artinya sekitar 17% industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi
dalam klaster.

Tabel 2. Sepuluh Subsektor Klaster Terbesar Tahun 1996


No ISIC Sub Sektor Unit Tenaga Valule Added Klaster
Kerja (000 Rp)
1 3313 Anyaman 107.350 229.000 86.789.000 1.433
kayu/bamabu/rotan
2 3642 Pembuatan bata, genteng, 45.530 175.000 234.412.000 935
keramik
3 3118 Gula 63.600 126.000 20.643.000 677
4 3211 Pemintalan/Penenunan/yam, 51.930 117.500 73.028.000 880
teks/til
5 3124 Tempe terbuat dari kedelai 25.660 65.500 295.317.000 660
6 3125 Berbagai jenis keripik 22.630 64.700 27.624.000 413
(makanan)
7 3221 Aksesories pakai 16.030 62.400 67.104.000 454
8 3321 Mebel kayu/bambu/rotan 13.030 53.690 50.284.000 468
9 3127 Kue basah, kering, produk 15.210 44.490 17.649.000 327
sejenis
10 3710 Produk dasar besi dan baja 9.980 35.930 22.598.000 458
Sub- 371.110 974.230 904.448.000 6705
Total (78%) (75%) (71%) (68)
Total 475.000 1.295.000 1.270.405.380 9.800
Indikator klaster industri kecil dan rumah (17%) 3 TK/UKM Rp 1000/TK 48
tangga di Indonesia 2.875.000 Rp 2.675/UKM UKM/
Klaster
Sumber: Deperindag, BPS, KRI Internasional.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 52
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya adalah sebanyak 1.295.000 orang,
sementara itu jumlah tenaga kerja total yang terserap oleh industri kecil rumah
tangga adalah 14.375.000 pada tahun 1996. Berarti ada sekitar 9% dari tenaga
kerja yang terlibat dalam industri kecil dan rumah tangga yang terkonsentrasi pada
klaster. Jika dibandingkan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah UKM-nya,
maka setiap UKM rata-rata mempekerjakan 3 orang tenaga kerja.

Tabel 2 menunjukkan sepuluh subsektor terbesar dalam hal tenaga kerja. Sepuluh
subsektor terbesar ini mewakili 68% dari keseluruhan klaster, sekitar 75% dari
seluruh tenaga kerja dalam klaster dan sekitar 78% dari seluruh usaha dalam
klaster. Subsektor terbesar adalah subsektor anyaman kayu/bambu/rotan, yang
jumlahnya mencapai 18% dari keseluruhan tenaga kerja dalam klaster.

Pada tahun 1996, rata-rata nilai tambah yang dihasilkan per tenaga kerja dari
seluruh klaster diperkirakan sebesar Rp 1 juta atau sekitar Rp 2,675 juta per UKM.

Sebaran klaster-klaster tersebut dapat dilihat dalam gambar 10.

Gambar 10. Jumlah Klaster UKM Tahun 1998

Maluku dan Papua 381

Kalimantan dan Sulaw esi 2242

Bali dan Nusa Tenggara 1313

Sumatera 2511

Jaw a (diluar Jakarta) 5623

Jakarta 92

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000


Jumlah Klaster

Sampai dengan 1998 sudah terbentuk atau berkembang 12.162 klaster dengan
rincian di Jakarta ada 92 klaster, Jawa (diluar Jakarta) ada 5.623 klaster, Sumatera
ada 2.511, Bali dan Nusa Tenggara 1.313, Maluku dan Papua 381 klaster,
sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi terdapat 2242 klaster. Menurut Noer
Soetrisno (2002) jumlah UKM yang terpantau dalam sentra sebagai embrio klaster
diperkirakan mencapai 475 ribu unit. Dilihat dari penyebarannya meliputi sekitar
58% sentra yang ada di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Secara umum karakteristik dari klaster UKM di Indonesia adalah berlokasi di

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 53
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

daerah terpencil, dalam klaster hanya memiliki sedikit UKM yang layak. Produk
yang dihasilkan adalah komoditi regional, sedangkan pasar yang dilayani adalah
pasar regional, biasanya bagi produk-produk pengganti, dan berada dalam pasar
yang sempit. Teknologi yang digunakan adalah teknologi tradisional.

Tabel 3. Karakteristik Klaster UKM di Indonesia


Lokasi Sebagian besar terpencil
UKM Hanya sedikit yang layak
Produk Komoditi regional
Pasar Pasar regional
Pasar pengganti
Pasar yang sempit
Teknologi Teknologi rendah
Sumber: JICA

Hasil Studi JICA

Tim studi JICA yang dipimpin oleh Koizumi Hajime (2003) telah melakukan kajian
selama dua tahun di Indonesia (2002-2003) tentang " Strengthening Capacity of
SME Cluster". Tim studi JICA ini mengusulkan "Master Concept and Strategy
for SME Cluster Development from Lessons Learnt". Tim ini telah mengkaji 10
sentra UKM di Jawa yaitu (1) sentra logam di Tegal, Sukabumi dan Sidoarjo; (2)
sentra furniture kayu di Klaten-Serenan; (3) sentra gambir di Harau-50 Kota; (5)
sentra minyak Atsiri (vetiver) di Garut; (6) sentra pandai besi pembuatan alat-alat
pertanian (Blacksmith) di Tanjung Batu; (7) sentra tahu dan tempe di Mampang
(Jakarta) dan Bekasi; dan (8) sentra batu bata dan genteng di Kebumen.

Dari ke sepuluh sentra di atas, Tim studi JICA memilih 3 sentra, yaitu sentra logam
di Sidoarjo, sentra furniture kayu di Klaten-Serenan, dan sentra batu bata dan
genteng di Kebumen, Jawa Tengah untuk dikaji dan diamati secara saksama dan
rutin. Adapun hasil dari kajian tersebut, Tim JICA akhirnya membuat rekomendasi
tentang strategi pengembangan sentra/klaster UKM, seperti yang tampak dalam
gambar 11.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 54
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Gambar 11. Skenario Penumbuhan Klaster/UKM

UKM Dinamis

UKM
BDS UKM Mampu Daya Saing
ATAS (Viable)

BDS TENGAH UKM UKM Mampu


K-BDS Potensial

UKM dengan
BAWAH Keinginan Pendidikan dan
BDS Kuat Merubah Pelatihan
K-BDS Modalitas Bisnis

UKM Non- Merubah


Viable Keinginan

Secara perlahan
akan mati

Gambar 12. Pendekatan Pengembangan Klaster UKM yang Viable dan


Kompetitif.
Tipe Industri Faktor Ancaman Fokus BDS
Industri Menegah – Over produksi Pemasaran
Besar Intensifikasi Sustainabilitas Manajemen
Industri Produksi Sumber Daya
Masal

Intensifikasi
Modal

Pengrajin Teknologi
Klaster UKM Intensifikasi Tenaga Intensifikasi
Kerja Teknologi Pasar terbatas Pemasaran
Penolakan Manajemen

Industri Kerajinan Penghematan


Industri Rumah Sumberdaya
Tangga
Pengeringan, penggunaan material efektif,
produk khusus, pengolahan bahan baku,
penurunan kerusakan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 55
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Gambar 13. Pendekatan "3C" dalam Penguatan Klaster UKM

COMPETITION Antar UKM


(Under Communicative Antar Klaster
Justice) Antar Sub-Sektor
Antar Lembaga Publik
(Pusat, Propinsi, dan
Kabupaten/Kota)

Clustering
Value Chain

COOPERATION CONCENTRATION
(Under Distributive (Under General Justice)
Justice)

Antar UKM/Klaster Spesialisasi


Asosiasi menurut Sub-Sektor Sub-kontrak
Kemitraan Publik – Swasta Target produk (sub-sektor)

Gambar 14. Pendekatan Kerjasama Selektif Pengembangan Sentra


UKM

Klaster Individu
Koperasi Bukan Klaster

Sistem
Informasi Koperasi Keinginan Tidak Ada Kerjasama
Tertutup Kuat Keinginan

Klaster
Koperasi Kelompok Kelompok

Contoh: Konsorsium Kebumen


Unit Kolaborasi Serenan

Sistem “3C”
Informasi Klaster Cooperation
Terbuka Koperasi PT Kemitraan Competition
Concentration

PT. Penyedia Material Kebumen

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 56
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Adapun upaya atau pendekatan untuk mendorong UKM mampu (viable) dan
kompetitif dapat dilakukan dengan cara seperti yang ditampilkan dalam gambar 14.
Sedangkan untuk penguatan klaster UKM dapat dilakukan pendekatan “3C”
(Competition, Cooperation, dan Concentration). Hal ini dapat digambarkan dalam
gambar 13.

Gambar 15. Pengalokasian Sumberdaya yang Efektif (SDM, Teknologi


dan Finansial)

DEPERINDAG MENEGKOP&UKM

Target Industri Koperasi, Klaster,


BDS Keuangan Mikro

COMPETITION COOPERATION CONCENTRATION

• Sistem Info Terbuka • Kerjasama selektif • Punya kemauan keras


• Sistem legal/legislatif • Pendidikan dalam (Pendekatan selektif)

• Model bisnis dinamis perubahan model bisnis • Spesialisasi

• Penguatan kapasitas • Kemitraan publik- • Target produk


pemimpin akademik-swasta

Agar pengalokasian sumberdaya dapat dilakukan secara efektif, maka antara


Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Menegkop dan UKM disarankan
agar ada pembagian tugas yang jelas. Hal tersebut dapat digambarkan seperti
dalam gambar 15.

3. Faktor Penentu Dinamika Sentra


Perkembangan sentra UKM secara teoritis dipengaruhi oleh dinamika
perekonomian nasional dan lokal, kebijakan pemerintah, dan dinamika industri
yang bersangkutan, serta tingkat innovasi UKM. Perkembangan perekonomian
suatu wilayah dapat diamati dari berbagai indikator, antara lain pendapatan per
kapita, perkembangan PAD (Pendapatan Asli Daerah), PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), jumlah
penduduk. Perkembangan perekonomian tersebut semestinya memberikan
dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan semua pelaku ekonomi
di kabupaten tersebut, baik melalui semakin luasnya kesempatan kerja,
pemerataan pembangunan, kemudahan pelaku ekonomi memperoleh informasi
pasar dan permodalan maupun melalui bentuk lain.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 57
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

UKM sebagai salah satu pelaku ekonomi sudah sepantasnya memperoleh


manfaat dari perkembangan ekonomi suatu wilayah apalagi UKM telah
membuktikan sebagai katup penyelamat perekonomian nasional pada masa
Indonesia di hantam badai krisis ekonomi. Fenomena yang muncul agak
berbeda, perkembangan perekonomian daerah di Indonesia pada umumnya
kurang mendukung perkembangan UKM di wilayah tersebut. Hasil kajian
menunjukkan bahwa indikator-indikator perekonomian daerah kurang
“bersahabat” dengan UKM. Secara individu beberapa indikator perekonomian
daerah berpengaruh terhadap dinamika perkembangan sentra UKM dan UKM
yang berada di dalam sentra, namun pada umumnya secara bersama-sama relatif
tidak mempunyai pengaruh. Hal ini mengindikasikan belum adanya sinergi
kebijakan pemerintah daerah dengan perkembangan dinamika ekonomi lokal untuk
menstimulan kinerja sentra UKM

Perkembangan ekonomi lokal yang berpengaruh terhadap perkembangan kinerja


sentra UKM dan kinerja UKM di dalam sentra ditemukan pada tiga propinsi, yaitu:
Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Hal ini mengindikasikan
bahwa di tiga daerah tersebut pemerintah daerahnya telah memberikan porsi
kebijakan yang memiliki dampak pada sentra UKM, sedang pemerintah
daerah/lokal belum memiliki perhatian khusus terhadap upaya peningkatan kinerja
sentra UKM maupun individu UKM dalam sentra, atau indikasi pemerintah
daerah/lokal masih lebih memprioritaskan pembangunan bidang lain daripada
pembangunan sentra UKM dan UKM yang berada dalam sentra.

Fenomena yang terjadi di propinsi menunjukkan bahwa secara umum


perkembangan ekonomi daerah/lokal belum mempengaruhi kinerja sentra UKM
dan per unit UKM dalam suatu sentra. Pada beberapa propinsi saja yang
mengindikasikan perkembangan ekonomi daerah/lokal berdampak pada dinamika
sentra UKM dan per unit UKM dalam suatu sentra, bahkan ada yang berdampak
negatif.

Di Propinsi Sumatera Utara, indikator rasio pertumbuhan pengeluaran


pembangunan terhadap pertumbuhan PAD, rasio PAD terhadap APBD, dan
pertumbuhan PAD berpengaruh positif dan bermakna terhadap kinerja sentra UKM
yang diukur dari nilai tambahnya, dan indikator pengeluaran pembangunan per
APBD berpengaruh negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran
pembangunan di Sumatera Utara lebih diutamakan untuk pengembangan sektor
lain. Apabila dilihat dari sisi pengaruh indikator tersebut terhadap nilai tambah per

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 58
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

UKM dalam sentra, hanya rasio PAD terhadap APBD yang berpengaruh dan
pengaruhnya positif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi kemampuan Propinsi
Sumatera Utara membiayai dirinya sendiri akan meningkatkan nilai tambah per unit
UKM.

Berbeda dengan fenomena yang terjadi di Propinsi Jawa Timur. Hanya indikator
pangsa PDRB dan rasio pengeluaran pembangunan terhadap PDRB yang
mempengaruhi nilai tambah per UKM dalam suatu sentra dan pengaruhnya negatif
dan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kedua indikator tersebut
justru menurunkan nilai tambah per UKM. Dengan kata lain, kebijakan ekonomi di
Jawa Timur belum menyentuh UKM.

Lain halnya fakta yang muncul di Propinsi Sulawesi Selatan, hanya satu indikator
yang berpengaruh terhadap nilai tambah sentra UKM dan pengaruhnya bermakna
dan negatif, yaitu tingkat pengangguran. Artinya, apabila pengangguran di
Sulawesi Selatan meningkat maka nilai tambah UKM akan menurun. Hal ini
mengindikasikan bahwa penurunan daya beli masyarakat akibat menganggur akan
menurunkan nilai tambah yang diciptakan oleh sentra UKM di Sulawesi Selatan.

Temuan tersebut memberikan tanda bahwa sudah saat nya pemerintah


daerah/lokal menerbitkan kebijakan meningkatkan kinerja sentra UKM dan unit
UKM dalam sentra, baik melalui kebijakan yang sifatnya langsung maupun tidak
langsung. Salah satu bentuk kebijakan langsung adalah peningkatan produktivitas
sentra dan UKM dengan menyediakan permodalan atau kemudahan dalam
mengakses modal. Kebijakan tidak langsung mengarah pada penciptaan iklim
usaha yang sehat yang menjamin terciptanya persaingan bisnis yang kondusif.

a. Faktor Penentu Kinerja Sentra UKM

Hasil menunjukkan bahwa fungsi produksi sentra UKM dipengaruhi secara


bermakna dan positif oleh faktor nilai investasi, dan nilai produksi. Adapun bahan
baku berpengaruh signifikan dan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata
nilai tambah sentra dari faktor bahan baku dan jumlah unit usaha pada tahap
penurunan. Artinya, penambahan bahan baku dan jumlah unit usaha untuk
meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan sentra UKM sudah tidak efektif. Upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah sentra UKM dengan
meningkatkan investasi dan nilai produksi. Peningkatan nilai investasi dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah/lokal dengan menyediakan pinjaman modal,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 59
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

sedangkan nilai produksi dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknologi yang


relatif modern dan/atau melakukan innovasi.

Apabila penambahan faktor produksi tersebut dilakukan bersama-sama maka


hanya kombinasi antara investasi dan jumlah tenaga kerja yang tidak berpengaruh
terhadap nilai tambah sentra UKM. Hal ini menunjukkan bahwa investasi yang
dilakukan selama ini belum diselaraskan dengan ketrampilan tenaga kerja yang
bekerja pada sektor UKM.

Perbandingan kinerja sentra UKM yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau
Jawa, menunjukkan ada perbedaan pengaruh faktor produksi terhadap kinerja
sentra UKM. Pengaruh perubahan jumlah tenaga kerja terhadap nilai tambah
sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,06% dibandingkan di luar Pulau Jawa.
Demikian pula dengan pengaruh perubahan nilai produksi terhadap nilai tambah
sentra UKM di Pulau Jawa lebih kecil 0,24% relatif terhadap luar Pulau Jawa.

Berbeda dengan pengaruh perubahan jumlah unit usaha dan nilai bahan baku
terhadap nilai tambah sentra UKM di Pulau Jawa lebih besar 0,07% dan 0,27%
dibandingkan dengan sentra UKM di luar Pulau Jawa. Sedangkan pengaruh
perubahan nilai investasi terhadap nilai tambah UKM antara Pulau Jawa dan luar
Pulau Jawa tidak berbeda. Oleh karena itu, pengembangan nilai tambah sentra
UKM di Pulau Jawa dapat dilakukan dengan memfokuskan pada peningkatan unit
usaha dan penggunaan bahan baku.

Adapun hasil estimasi berdasarkan perbedaan sentra UKM yang maju dengan
yang kurang maju menunjukkan hasil yaitu pengaruh perubahan jumlah unit usaha
dan bahan baku terhadap nilai tambah sentra UKM berbeda. Pada UKM yang
maju pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut lebih besar
dibandingkan UKM kurang maju. Lain halnya dengan faktor produksi tenaga kerja
dan nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif
lebih kecil daripada UKM yang belum maju. Baik pada UKM yang maju dan belum
maju, pengaruh faktor produksi investasi tidak berbeda dan umumnya memiliki
pengaruh terhadap perkembangan kinerja sentra UKM. Dengan demikian untuk
mengembangkan sentra UKM yang tergolong belum maju dalam suatu sentra
dilakukan dengan menambah tenaga kerja dan meningkatkan nilai produksinya.

Secara umum dinamika perkembangan sentra UKM dipengaruhi secara signifikan


dan positif oleh nilai produksi dan dipengaruhi secara bermakna dan negatif oleh
faktor produksi bahan baku. Selain dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut di

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 60
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Propinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat dinamika sentra UKM dipengaruhi
pula secara positif oleh investasi, dan di Propinsi Kalimantan Selatan kinerja sentra
UKM dipengaruhi pula secara negatif oleh tenaga kerja.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah sentra


UKM di Indonesia dilakukan dengan meningkatkan nilai produksi. Untuk Propinsi
Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, selain meningkatkan nilai produksi,
peningkatan nilai tambah sentra UKM dapat dilakukan dengan menambah
investasi. Di Kalimantan Selatan dapat dikatakan bahwa penambahan tenaga kerja
justru menurunkan nilai tambah sentra UKM. Hal ini menggambarkan bahwa
tenaga kerja yang tersedia termasuk tenaga kerja dengan produktivitas yang relatif
rendah.

Hasil estimasi berdasarkan perbedaan UKM yang maju dengan yang kurang maju
menunjukkan pengaruh perubahan bahan baku dan nilai produksi terhadap
kinerja sentra UKM berbeda. Pada sentra UKM yang maju pengaruh bahan baku
tersebut lebih besar dibandingkan sentra UKM kurang maju. Lain halnya dengan
nilai produksi pengaruhnya terhadap nilai tambah sentra UKM maju relatif lebih
kecil daripada sentra UKM yang belum maju.

Fenomena di Propinsi Sumatera Selatan, selain bahan baku dan nilai produksi,
faktor produksi investasi dan jumlah unit usaha memberikan pengaruh yang
berbeda antara UKM yang maju dan kurang maju. Pengaruh investasi pada UKM
yang maju relatif lebih besar dan pengaruh jumlah unit usaha pada UKM yang
maju relatif lebih kecil dibandingkan dengan UKM yang kurang maju.

Berbeda dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, selain bahan
baku dan nilai produksi, faktor produksi investasi memiliki pengaruh pula yang
lebih besar terhadap nilai tambah UKM yang maju daripada UKM yang belum
maju. Oleh karena itu, untuk mengembangkan nilai tambah UKM yang tergolong
belum maju dalam suatu sentra dilakukan dengan meningkatkan nilai produksinya.

Nilai tambah komoditas yang dihasilkan oleh UKM dalam suatu sentra pada
umumnya dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi dan
dipengaruhi secara negatif oleh bahan baku, kecuali untuk komoditas tempe dan
garment selain dipengaruhi secara bermakna dan positif oleh nilai produksi,
dipengaruhi pula secara negatif oleh investasi (untuk tempe) dan secara positif
oleh investasi (untuk garment).

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 61
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum untuk meningkatkan nilai


tambah komoditas yang dihasilkan UKM dalam suatu sentra dengan meningkatkan
nilai produksi. Salah satu upaya meningkatkan nilai produksi komoditas tersebut
dengan melakukan innovasi pemasaran atau desainnya.

Pembedaan berdasarkan komoditas yang dihasilkan UKM di Pulau Jawa dan luar
Pulau Jawa menunjukkan pola yang tidak sama. Untuk komoditas genteng,
meubel, dan gerabah tidak ada perbedaan faktor produksi yang mempengaruhi
nilai tambah komoditas. Komoditas gula, kerupuk dan garment memiliki kesamaan,
yaitu bahan baku memiliki pengaruh yang berbeda terhadap nilai tambah
komoditas yang lebih besar di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa
dan nilai produksinya memiliki perbedaan dalam mempengaruhi nilai tambah
komoditas UKM, pengaruhnya terhadap nilai tambah komoditas UKM lebih kecil di
Pulau Jawa.

Faktor nilai produksi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap nilai tambah
komoditas anyaman dan batu bata yang dihasilkan UKM di Pulau Jawa
dibandingkan dengan UKM di luar Pulau Jawa, namun bahan baku sebaliknya.
Secara umum pengaruh faktor produksi bahan baku dan investasi terhadap nilai
tambah komoditas pada UKM yang maju relatif lebih besar daripada UKM yang
kurang maju, namun pengaruh tenaga kerja lebih besar pada UKM yang kurang
maju.

b. Faktor Penentu Kinerja UKM Dalam Sentra

Produktivitas UKM yang berada dalam sentra diukur dengan laju perubahan nilai
tambahnya. Nilai tambah per unit usaha akan meningkat apabila investasi dan
nilai produksi ditingkatkan, sedangkan faktor tenaga kerja tidak berpengaruh. Hal
ini mengindikasikan bahwa mesin dan/atau peralatan yang digunakan lebih
mendukung peningkatan produktivitas per unit usaha dibandingkan tenaga kerja.
Dapat dikatakan bahwa tenaga kerja hanya berperan sebagai operator peralatan
atau mesin.

Pengaruh unit usaha terhadap nilai tambah per unit usaha yang negatif
mengindikasikan bahwa rata-rata nilai tambah per unit usaha telah mengalami
penurunan. Demikian pula pengaruh bahan baku yang negatif terhadap nilai
tambah per unit usaha dalam sentra mengindikasikan bahwa pemanfaatan bahan
baku dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah dalam suatu sentra

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 62
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

belum efisien.

Apabila peningkatan penggunaan bahan baku dilakukan secara bersamaan


dengan peningkatan jumlah tenaga kerja atau peningkatan investasi maka nilai
tambah per unit usaha akan meningkat pula. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan penggunaan bahan baku harus disertai dengan penambahan
penggunaan tenaga kerja atau penambahan penggunaan mesin atau peralatan
dalam proses produksi pada usaha kecil dan menengah agar bahan baku dapat
digunakan relatif efisien atau optimal.

Fenomena yang terjadi apabila dilakukan pembedaan sentra berdasarkan


letaknya (di Jawa dan luar Jawa) adalah antara sentra di Pulau Jawa dan di luar
Pulau Jawa terdapat perbedaan pengaruh tenaga kerja, jumlah unit usaha, bahan
baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha dalam sentra.
Pengaruh bahan baku dan jumlah unit usaha tersebut di Pulau Jawa relatif lebih
besar dibandingkan luar Pulau Jawa, dan pengaruh tenaga kerja dan nilai
produksi di Pulau Jawa relatif lebih kecil daripada sentra di luar Jawa. Dengan
demikian, untuk meningkatkan nilai tambah per unit usaha di Pulau Jawa relatif
lebih baik dilakukan dengan menambah unit usaha dan penggunaan bahan baku.

Apabila pembedaan berdasarkan UKM yang berada pada sentra yang maju dan
tidak maju, maka perbedaan yang muncul adalah pengaruh jumlah tenaga kerja,
bahan baku, dan nilai produksi terhadap nilai tambah per unit usaha. Pengaruh
bahan baku terhadap nilai tambah per unit usaha pada UKM yang maju relatif lebih
besar 0,80% dibandingkan UKM yang kurang maju, namun pengaruh jumlah
tenaga kerja dan nilai produksi terhadap produktivitas per unit usaha dalam sentra
yang diukur dengan nilai tambah per unit usaha relatif lebih kecil dibandingkan
UKM yang kurang maju dalam sentra. Dengan demikian untuk meningkatkan
kinerja nilai tambah per unit usaha pada UKM yang kurang maju dilakukan dengan
menambah tenaga kerja dan nilai produksi.

Kinerja nilai tambah per UKM dalam sentra, secara umum dipengaruhi secara
positif dan bermakna oleh nilai produksi dan dipengaruhi negatif oleh bahan baku
serta jumlah unit usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap UKM dalam sentra
perlu memikirkan strategi meningkatkan nilai produksi, misal melalui innovasi.
Indikasi yang lain adalah rata-rata nilai tambah per UKM mencapai tingkat yang
menurun.

Untuk di Propinsi Jawa Barat dan NTB, selain nilai produksi faktor produksi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 63
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

investasi mempengaruhi nilai tambah per UKM secara bermakna dan positif.
Artinya, untuk kedua propinsi tersebut tersedianya dana untuk investasi relatif lebih
penting dibandingkan faktor produksi lainnya.

Analisis berdasarkan pemisahan per UKM yang maju dan kurang maju di sentra di
setiap propinsi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh bahan baku
terhadap nilai tambah per UKM. Pengaruh bahan baku tersebut relatif lebih besar
pada UKM yang lebih maju. Artinya, apabila pada UKM yang maju ditingkatkan
penggunaan bahan bakunya maka pengaruhnya terhadap nilai tambah per UKM
relatif lebih besar dibandingkan hal yang sama diterapkan pada UKM yang belum
maju. Hal yang berbeda terjadi pada UKM di Propinsi NTB, antara UKM maju dan
belum maju tidak terdapat perbedaan besar-kecilnya pengaruh faktor produksi
terhadap nilai tambah per UKM.

c. Indikator Sentra UKM Yang Dinamis

Kinerja UKM yang berada dalam sentra yang telah maju relatif lebih baik
dibandingkan dengan UKM yang berada dalam sentra yang belum maju. Hasil
kajian mengindikasikan sentra yang dinamis di Indonesia umumnya memiliki
kriteria sebagai berikut:

! Jumlah UKM di dalam sentra rata-rata di atas 37 orang pengusaha kecil


dan menengah

! Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam
sentra rata-rata di atas Rp 2.737.500.000,00 per tahun

! Jumlah tenaga kerja di dalam sentra rata-rata di atas 147 orang.

! Jumlah tambahan investasi di dalam sentra rata-rata di atas Rp


52.000.000,00 per tahun.

Pembinaan sentra UKM harus didasarkan pada potensi sentra UKM yang dapat
dikembangkan secara cepat. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria sentra yang dapat
segera dikembangkan, antara lain:

! Jumlah UKM di dalam sentra berkisar 20 orang pengusaha atau lebih

! Jumlah omzet penjualan atau nilai produksi dari seluruh UKM di dalam

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 64
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

sentra berkisar Rp 393.500.000 per tahun

! Jumlah tenaga kerja di dalam sentra berkisar 70 orang

! Jumlah tambahan investasi di dalam sentra di atas Rp 10.000.000 per


tahun

2.4. Praktik Terbaik Pengembangan Klaster UKM


Di beberapa negara ada banyak contoh terbaik atau "best practices" yang mungkin
dapat dipelajari dalam mengembangkan klaster UKM. Beberapa contoh "best
practices" dalam pengembangan klaster UKM adalah:

2.4.1. Di Italia
Italia, khususnya di Italia bagian Tengah-Utara sebagai pusat pergerakan jejaring
klaster UKM. Menurut C. Richard Hatch (2000), bahwa pada awal tahun 1980-an
pusat pertumbuhan yang pesat di daerah Emilia-Romagna dan sekitamya menjadi
perhatian para pakar di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil studi menunjukkan
pertumbuhan yang pesat di daerah ini terjadi karena kerjasama yang kuat antara
asosiasi bisnis, dukungan teknologi, dan keinginan belajar dari pengalaman
kerjasama dalam jejaring melalui klaster UKM yang telah mendukung keberhasilan
tersebut.

2.4.2. Di Denmark
Keberhasilan di bagian Tengah-Utara Italia telah mendorong para pakar untuk
melakukan kajian dalam pengembangan jejaring UKM melalui klaster. Denmark
diantaranya telah mengambil konsep Italia untuk diterapkan dalam proyek
pengembangan UKM pada tahun 1989 melalui pendekatan klaster. Adapun yang
mendorong keberhasilan pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM di
Denmark adalah peran dari "the Danish Technological Institute". Secara prinsip
program pengembangan jejaring bisnis dilakukan secara transparan melalui mass
media (cetak dan elektronik). Disamping itu juga mengajak pelaku bisnis sukses
dan tentunya dukungan pemerintah dalam bentuk "grant" untuk pengembangan
jejaring produk baru atau memasuki pasar baru, dan program pelatihan bagi
pialang jejaring bisnis guna mendorong kerjasama diantara UKM.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 65
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

2.4.3. Di Chile
Salah satu proyek jejaring bisnis dengan pendekatan klaster yang juga sangat
penting adalah proyek yang dikembangkan oleh "the Chilean SME Assistance
Agency, SERCOTEC" pada akhir tahun 1990. Proyeknya disebut "Chile's
Proyectos de Fomento or PROFO program". Proyek ini, ditujukan untuk
mengorganisasikan 10 sampai 30 UKM dalam kelompok untuk mendorong
kerjasama dan menstimulus permintaan layanan SERCOTEC.

Untuk memfasilitasi UKM, SERCOTEC menunjuk dan membayar penuh manajer


yang melayani setiap kelompok. Tugas manajer adalah mengkordinasikan layanan
dari business development services (BDS) providers, aktivitas kelompok seperti
kunjungan ke salah satu pabrik dan tranportasi ke pameran dagang, serta promosi
aktivitas bisnis kelompok (klaster). Sampai dengan tahun 2000 sudah berkembang
sebanyak 16 sentra/klaster PROFO.

2.4.4. Di India
Development Alternatives Inc. (DAI) melalui bantuan USAID dengan proyek
Microenterprise Best Practice telah mengembangkan program kaji tindak yang
melibatkan klaster perusahaan kecil-kecil di bagian Utara kota-kota dan desa-desa
di India. Upaya ini ditujukan untuk membangun jejaring yang efektif antara usaha
mikro, kecil dan menengah. Seperti di negara-negara lain, pendekatan
pengembangan jejaring UKM dengan klaster juga melibatkan pialang bisnis, BDS
Providers, dan dana padanan untuk memacu percobaan produk dan pasar baru.
Dalam hal ini kepercayaan antar pengusaha dan adanya kemauan yang keras
untuk bekerjasama menjadi kunci penting bagi suksesnya pengembangan klaster
UKM untuk mendorong terjadinya jejaring bisnis. Pada sisi lain, peranan BDS
Providers juga sangat penting dan oleh karena itu setiap BDS Providers harus
menguasai operasionalisasi bisnis secara rutin. Secara konsepsi bahwa disadari
pemanfaatan layanan BDS secara bersama dalam kelompok menjadi semakin
ringan kalau jumlah UKM dalam sentra atau klaster semakin besar.

2.4.5. Thailand
Satu pelajaran dari sesama negara Asia dapat diambildari Thailand. Thailand
memiliki program yang disebut One Tambun One Product (OTOP), yang berarti
“satu desa satu produk”. Pendekatan OTOP ini adalah pendekatan kelompok

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 66
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

dengan unit pengelompokkan desa. Dalam pendekatan ini, dengan mendorong


setiap desa memiliki, setidaknya, satu produk akan mendorong desa untuk
bertindak sebagai satu unit usaha. Produk desa kemudian menjadi salah satu
sumber penerimaan masyarakat desa dan mendorong pertumbuhan desa.
Dengan pendekatan OTOP, penduduk diharapkan peduli dengan lingkungan
desanya.

2.4.6. Belajar Dari Pengalaman Negara Lain


Belajar dari pengalaman negara-negara lain seperti Italia, Denmark, Chile, dan
India sebagaimana diuraikan diatas, C Richard Hatch (2000) mengusulkan
rencana kerja atau "workplan" dalam pengembangan jejaring UKM dengan
pendekatan sentra/klaster. Rencana kerja tersebut meliputi:

!" Mengembangkan kriteria untuk menyeleksi partners (pasangan) yang


memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal yang memadai.

#" Mengkaji sistem bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis
yang akan dikembangkan.

$" Mengembangkan kurikulum dan materi pelatihan bagi UKM,


broker/pialang bisnis atau konsultan BDS Providers dan dikomunikasikan
lewat berbagai media termasuk internet.

%" Merancang skim subsidi yang efisien yang dapat mencegah terjadinya
distorsi untuk menutupi biaya awal bagi pialang jejaring bisnis.

&" Menyediakan bantuan teknis bagi setiap UKM yang bekerjasama

'" Merancang dan melakukan evaluasi secara seksama setiap upaya


pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM.

(" Memberikan perhatian dari berbagai usulan kajian yang dilakukan oleh
staf, pihak-pihak yang bekerjasama, pialang bisnis termasuk BDS
Providers dalam penyempurnaan setiap konsep yang akan dikembangkan
dalam pengembangan klaster UKM.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 67
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

2.5. Pemahaman Agribisnis


Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis
yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya.

Subsistem-subsistem tersebut adalah

!" Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness)

#" Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness)

$" Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness)

%" Subsistem jasa penunjang (supporting institution)

Gambar 16. Subsistem Agribisnis

Up-stream On-farm Down-stream


Agribusiness Agribusiness Agribusiness

Pembibitan Tanaman Intermediate


Agro Kimia Pangan Product
Agro Otomotif Tanaman Finished
Holtikultura Product
Tanaman Obat- Wholesaler
obatan Retailer
Perkebunan Consumer
Peternakan
Perikanan
Kehutanan

Supporting
Institution

Agro Institution
Agro Services

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), Meliputi semua kegiatan untuk


memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau
pengadaan sarana produksi, antara lain : Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro
Otomotif.

Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness), Meliputi kegiatan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 68
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan


manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau budidaya, antara lain:
Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Obat-obatan, Perkebunan,
Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan.

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), Disebut juga agroindustri,


aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan menjadikan hasil-hasil pertanian
sebagai bahan bakunya. Atau Kegiatannya pengolahan dan pemasaran, meliputi
Intermediate Product, Finished Product Wholesaler, dan Retailer Consumer

Subsistem jasa penunjang (supporting institution), Subsistem ini merupakan


kegiatan jasa dalam mendukung aktivitas pertanian seperti Agro Institution dan
Agro Services.

Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan


pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan
jasa terkait dalam suatu cluster industri dengan keempat komponen subsistem
tersebut.

Suatu sistem agribisnis menekankan pada keterkaitan dan integrasi vertikal antara
beberapa subsistem bisnis dalam satu sistem komoditas. Pendekatan dengan
sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian karena akan memberikan
nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong
efisiensi usaha.

Perkembangan pembangunan agribisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan


oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga
kerja tidak terdidik. Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat
masih bersumber dari peningkatan jumlah konsumsi sumber daya alam dan
tenaga kerja tidak terdidik. Sedangkan pada sisi struktur produksi akhir, umumnya
masih menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer (agricultural
based economy).

Kondisi ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi
kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat
ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat
yang dapat diciptakan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sistem
agribisnis Indonesia diarahkan menuju ke pembangunan sistem agribisnis ditahap
berikutnya.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 69
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Pembangunan agribisnis tahap selanjutnya adalah suatu pengelolaan komoditas


yang digerakkan oleh kekuatan investasi melalui percepatan pembangunan dan
pendalaman industri pengolahan (agroindustri) serta industri hulu pada setiap
kelompok agribisnis (agribusiness cluster). Pembangunan agribisnis pada tahap ini
akan menghasilkan produk-produk akhir yang didominasi oleh produk yang bersifat
padat modal dan tenaga terdidik sehingga selain nilai tambah yang dinikmati
bertambah besar juga dapat memperluas segmen pasar. Jika tahap ini telah
dilaksanakan maka pembangunan agribisnis di Indonesia akan bergeser dari
perekonomian berbasis pertanian kepada perekonomian yang berbasis industri
agribisnis (agroindustry based economy).

Pembangunan tahap ketiga dari pembangunan agribisnis adalah tahap


pembangunan yang didorong oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi
pada setiap subsistem dalam kelompok agribisnis yang disertai dengan
peningkatan sumberdaya manusia lebih lanjut sehingga dapat menyesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi. Ciri perkembangan yang terjadi pada tahap ini
adalah produktifitas yang tinggi dari lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan pada setiap subsistem agribisnis. Produk yang dihasilkan akan
didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan
tenaga kerja terdidik dengan semakin besar nilai tambah yang dapat ditawarkan ke
konsumen. Pada tahap ini perekonomian Indonesia akan beralih dari
perekonomian berbasis modal kepada perekonomian berbasis teknologi
(technology based economy)

2.5.1. Cluster Dalam Agribisnis


Suatu perusahaan merupakan bagian dari struktur rantai dual interconnections
yang menghubungkan konsumen akhir dengan pengumpul bahan baku dalam
konfigurasi bilateral. Hubungan tersebut membentuk suatu rantai suplai (supply
chain) yang merupakan suatu sistem yang otonom namun inter-dipenden. Secara
lebih luas rantai suplai disebut juga sebagai jaringan suplai (supply network) yang
merupakan jaringan yang memiliki manajemen otonom dan berhubungan secara
komersial. Hubungan dalam bentuk jaringan ini memastikan efektifitas keterkaitan
antara bahan baku dengan konsumen akhir. Hal inilah yang menjadi dasar
pengembangan sistem cluster.

Konsep cluster dapat dibagi menjadi dua sistem cluster yaitu cluster yang
memusatkan aktivitasnya dalam suatu lokasi tertentu dari hulu sampai hilir. Ini

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 70
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

merupakan cikal bakal dari terbentuknya kawasan industri atau kota industri.
Sedangkan jenis cluster yang kedua adalah pengelompokan aktivitas industri
berdasarkan aktivitasnya, hal ini dikenal dengan istilah spatial cluster.

Agropolitan diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian atau


peternakan (dapat disebut sebagai pengembangan kawasan pangan jika
dilaksanakan sistem ternak-lahan) yang tumbuh dan berkembang karena
berjalannya sistem dan usaha agribisnis, diharapkan dapat melayani dan
mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian dan peternakan di wilayah
sekitarnya

Penentuan lokasi suatu perusahaan individual merupakan keputusan yang


didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhi seperti biaya
transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,
kompetisi dan informasi. Perusahaan tersebut akan memutuskan apakah
menguntungkan berdiri sendiri atau berdekatan dengan perusahaan-perusahaan
sejenis.

2.5.2. Agro Based Cluster Model


Agro based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan
kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Tujuannya agar dapat terjadi efisiensi
dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam
menghasilkan suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana
dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem
agribisnis hulu, subsistem usahatani dan subsistem agribisnis hilir yaitu
agroindustri, jasa penunjang dan pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat
mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus
pada komoditas tertentu.

Mengingat sebagian besar komoditas pertanian Indonesia diekspor dalam bentuk


produk primer, maka dengan agro based cluster diharapkan terbangun suatu
industri pengolahan hasil pertanian yang kuat dengan dukungan subsistem-
subsistem agribisnis yang lain sehingga nilai tambah suatu produk dapat
ditingkatkan dan memperkuat daya saing komoditas ekspor Indonesia. Pada
akhirnya diharapkan terjadi transformasi perekonomian Indonesia dari agricultural
based economy menjadi agroindustry based economy.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 71
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

2.5.3. Pemetaan Agro Based Cluster


Identifikasi agri based cluster dapat dilakukan dengan memetakan cluster yang
ada dan menspesifikasikan stakeholder utama dalam cluster tersebut. Peta cluster
harus dapat menunjukkan tiga komponen utama yang terdiri dari :

! Sektor-sektor yang berorientasi ekspor (sektor yang menjual produk ke


luar wilayah cluster)

! Sektor-sektor pendukung (sektor yang menjual produk utamanya ke sektor


yang berorientasi ekspor)

! Komunitas yang berspesialisasi pada sarana infrastruktur (institusi lokal,


aset dan kemampuan lain yang mendukung cluster)

Pengembangan model agro based cluster membutuhkan dukungan dari berbagai


pihak, untuk itu perlu adanya koordinasi yang baik antar instasi atau lembaga
terkait. Tahap awal perlu dilakukan pemetaan komoditas unggulan di setiap
wilayah dan sarana prasarana pendukungnya untuk mendapat gambaran
kemungkinan pengembangan ke arah yang lebih prospektif. Selanjutnya dari hasil
pemetaan tersebut dilakukan identifikasi komoditas unggulan yang dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan memberikan nilai tambah terhadap produk
tersebut. Setelah identifikasi dilakukan kemudian dukungan dalam bentuk
kebijakan pemerintah maupun dukungan prasarana dan infrastruktur dikawasan
tersebut.

Agribisnis yang baik membuat daya saing produk agribisnis meningkat

! Penggunaan bahan baku menjadi lebih optimal

! Kualitas dan kuantitas produk meningkat

! Penggunaan teknologi dan human skill yang meningkat

! Biaya produksi lebih efisien

! Biaya transportasi lebih efisien

! Pemasaran lebih mudah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 72
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

! Pengelolaan modal lebih terstruktur

! Keberlanjutan produksi tetap terjaga

! Lingkungan hidup tetap terjaga

! Adanya institusi yang mendukung pengembangan nilai tambah produk


yang dihasilkan

! Profitabilitas meningkat

Daya saing meningkat ini dapat digambarkan dalam struktur piramida “Integrated
Clusters” seperti ditampilkan dalam gambar 17.

Gambar 17. Piramida Integrated Cluster

Export-based
Industries

Supplier Industries

Input material distribution trade other supporting services

Human Resources Technology Capital Regulatory Physical


And Finace Enviroment Infrastructure

Pengukuran tingkat produktifitas UKM di dalam cluster adalah :

!" Laju perubahan nilai tambah, laju nilai tambah akan meningkat jika
investasi dan nilai produksi ditingkatkan

#" Peningkatan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja atau peralatan

2.5.4. Keberhasilan pendekatan klaster


Pengukuran tingkat keberhasilan sistem cluster adalah :

!" Terciptanya kemitraan dan jaringan yang baik

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 73
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

#" Ditandai dengan adanya kerjasama antar perusahaan, hal ini menjadi
sangat penting karena menyangkut ketersediaan sumberdaya,
pembiayaan dan fleksibelitas serta proses pembelajaran bersama antar
perusahaan.

$" Adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum


berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset
dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan.

%" Tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang handal. Dengan


SDM yang handal, keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat
dijalankan dengan baik.

&" Terspesialisasinya aktifitas usaha perusahaan di dalam klaster.

Disamping ketiga unsur tersebut, untuk agribisnis, tingkat keberhasilan cluster


ditentukan juga oleh lokasi cluster. Lokasi cluster yang dimaksud memiliki tujuan
untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi tersebut.
Faktor yang terkait dengan lokasi cluster ini adalah ketersediaan sumberdaya
(input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan lahan, biaya
transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitusi, struktur pasar,
kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah tercapainya suatu efisiensi dan
efektifitas serta keberlanjutan dalam pengelolaan utnuk menghasilkan komoditi
unggulan dari cluster tersebut.

Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu cluster adalah
dukungan pemerintah baik berupa kebijakan (policy) maupun pembinaan terhadap
sistem cluster yang sedang berkembang.

2.6. Pengukuran Efektifitas Program Pemerintah


Efektifitas berhubungan dengan pencapaian tujuan, suatu aktifitas disebut efektif
jika ia berhasil mengantarkan pelakunya kepada tujuan awal yang melandasi
lahirnya aktivitas tersebut. Dalam sebuah program atau proyek, secara umum
efektifitas program/proyek didefinisikan sebagai seberapa besar tujuan
program/proyek tersebut tercapai. Efektifitas menghubungkan outcome dari
proyek dengan tujuan proyek, seperti tampak dalam gambar 18.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 74
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

Input adalah sumberdaya yang disediakan oleh program/proyek. Misalnya


sejumlah dana, pengurangan pajak, sumberdaya manusia. Untuk keperluan
evaluasi, input umumnya dinyatakan dalam cash equivalent dari sumberdaya yang
disediakan.

Output adalah pengaruh/efek langsung yang dihasilkan oleh input. Misalnya


peningkatan kapasitas produksi, perbaikan tingkat pengetahuan pekerja, perbaikan
tingkat pendidikan pekerja, turnover perusahaan yang lebih tinggi, dan lainnya.

Gambar 18. Posisi Efektifitas

Tujuan Efektifitas
Proyek

Input Output Outcome

Efisiensi

Efisiensi adalah input dihubungkan dengan output. Sebuah proses disebut efisien
jika untuk jumlah output yang sama, dibutuhkan jumlah input yang lebih sedikit.

Outcome dari proses adalah sesuatu yang menjadi konsekuensi atau hasil yang
mengikuti output. Contoh outcome adalah peningkatan daya saing, pertumbuhan
ekonomi, dan lain sebagainya.

Efektifitas adalah ukuran pencapaian tujuan, jadi ia menghubungkan outcome


dengan tujuan awalnya.

Dalam penilaian efektifitas, disamping menilai pencapaian tujuan yang tercantum


dalam dokumen program/proyek, penilaian juga dapat dikembangkan sehingga
mencakup efek yang lebih luas yaitu: (1) deadweight, (2) additionality, dan (3)
displacement.

2.6.1. Deadweight
Deadweight berhubungan dengan pertanyaan “apa yang terjadi dalam perusahaan
UKM jika dukungan tidak diberikan”. Pengukuran deadweight dapat dilakukan
dengan membandingkan antara perusahaan yang memperoleh perkuatan dengan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 75
UKM Berbasis Agribisnis K
Kajian Literatur

perusahaan yang tidak memperoleh perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3


kemungkinan hasil:

! Pure deadweight. Jika tanpa program ternyata perusahaan tetap


menjalankan/mencapai tujuan program maka program disebut sebagai
pure deadweight;

! Partially deadweight. Jika tanpa program, perusahaan tetap memulai


menjalankan tujuan program secara terbatas atau dalam bentuk yang lain;

! Zero deadweight. Jika tanpa program perusahaan sama sekali tidak dapat
berjalan.

Kendati sulit mengukurnya, beberapa kajian menyajikan besarnya deadweight


dalam bentuk persentase.

2.6.2. Additionality
Additionality didefinisikan sebagai “apakah sebuah dukungan merangsang private
investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin”. Additionality dapat berada
pada input, output, atau behavioral.

! Input additionality. Apakah perusahaan menjadi berbelanja lebih banyak


akibat adanya program/proyek ini?;

! Output additionality. Apakah aktifitas output meningkat akibat adanya


program/proyek ini? (misal jumlah innovasi, patent, pekerjaan, pengusaha
baru, dsb);

! Behavioral additionality. Adakah perubahan permanent pada perilaku


perusahaan akibat bantuan/program/proyek ini? (termasuk menjadi lebih
efisien dalam mentransformasikan input menjadi output).

2.6.3. Displacement
Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan mengantikan private
investment. Displacement adalah efek negatif dari bantuan negara yang
menganulir (sebagian) efektifitas bantuan/program/proyek.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 76
UKM Berbasis Agribisnis
Sistem Agribisnis Sentra UKM

3 Metode Kajian

Secara umum, kajian mengamanahkan 2 hal utama yaitu: (1) mengukur efektifitas
program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis di bidang agribisnis dan
(2) mencari sumber efektifitas tersebut. Berdasarkan hal itu, maka langkah-
langkah di bawah dijalankan.

3.1. Kerangka Pikir


Beberapa hal yang digunakan untuk membentuk kerangka pikir kajian adalah
pemahaman jenis klaster, dimensi umum klaster, dan pengertian efektifitas.

3.1.1. Jenis Klaster


Kajian menunjukkan beragam definisi dan jenis-jenis klaster. Porter, misalnya,
membagi klaster menurut adopsi teknologi anggotanya ke dalam (1) klaster
teknologi (kelompok dengan sadar menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern) dan (2) klaster know-how (anggota kelompok menggunakan pengalaman
dan pengetahuan turun-temurun). TA ADB membagi klaster menurut dinamika
anggotanya menjadi (1) klaster dinamis (viable) dan (2) klaster tidur (dormant).
Sedangkan literatur-literatur lainnya kebanyakan membagi klaster menjadi (1)
klaster regional (lebih menitik beratkan pada pengelompokkan usaha dalam satu
wilayah dengan batasan yang jelas, atau (2) klaster bisnis (menitikberatkan pada
jejaring kerjasama antar perusahaan untuk saling berbagi kompetensi dan
sumberdaya). Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri menggunakan
pembagian yang terakhir ini.

Dalam kajian ini, klaster yang diamati dapat berupa klaster bisnis (khususnya yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 77
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

bergerak di bidang agribisnis), karena memberikan cakupan yang lebih lengkap


dan luas, atau klaster regional. Keduanya digunakan sebagai sampel
pengamatan.

3.1.2. Pembentukan Klaster


Kajian literatur mengenai klaster menunjukkan beberapa faktor pembentuk klaster.
Sayangnya kajian-kajian ini belum menunjukkan faktor dominan bagi
pengembangan klaster. Secara umum, beberapa faktor yang memicu
pembentukan klaster adalah (1) adanya permintaan lokal yang unik (seperti batik,
anyaman bambu untuk peralatan rumah tangga, dll), (2) telah adanya industri di
seputar wilayah tersebut yang output/bahan sisanya menjadi bahan baku bagi
klaster, adanya industri yang berhubungan, atau telah adanya klaster yang
berhubungan yang membuka peluang, (3) Karena perilaku perusahaan/individu
yang inovatif, (4) karena hasil kajian perguruan tinggi, (5) adanya kejadian yang
membuka peluang, dan lain-lain. Rangsangan ini jika terus dilanjutkan terutama
jika ada dukungan dari institusi lokal dan/atau persaingan lokal yang sehat akan
membuat klaster terus tumbuh. Pertumbuhan klaster akan menciptakan
spesialisasi pemasok, kebutuhan pengumpulan dan berbagi informasi, munculnya
institusi lokal untuk mendukung pelatihan, penelitian dan infrastruktur, serta
munculnya identitas klaster di kawasan regional/nasional.

Sesuai tujuannya, kajian memusatkan perhatian pada siklus perkuatan diri antara
pembentukan dan perkembangan klaster dengan mengamati mekanisme yang
dikembangkan oleh pelaksana-pelaksana program dan menarik pelajaran
daripadanya.

3.1.3. Konsep Efektifitas


Konsep efektifitas berniat mengukur seberapa jauh tujuan sebuah kegiatan
tercapai. Tujuan pembentukan klaster, seperti yang tercantum dalam RPJM
bidang Koperasi dan UKM adalah memperluas basis dan kesempatan berusaha
serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong
pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Tujuan-tujuan
ini diukur melalui instrument eveluasi sentra yang ada.

Kajian menggunakan 3 hal untuk digunakan sebagai tujuan umum pengembangan


klaster bisnis yaitu: (1) meningkatnya daya saing produk klaster, (2)

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 78
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

adanya/terbentuknya spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat di


dalamnya, dan (3) munculnya identitas klaster yang cukup kuat di tataran
regional/nasional. Disamping pengukuran kinerja program seperti disebutkan
diatas, kajian juga mencoba mengukur efektifitas program dengan memasukkan
penilaian terhadap (1) deadweight, (2) displacement, dan (3) Additionality.

! Deadweight berhubungan dengan pertanyaan “apa yang terjadi dalam


perusahaan UKM jika dukungan tidak diberikan”. Pengukuran deadweight
dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan yang
memperoleh perkuatan dengan perusahaan yang tidak memperoleh
perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3 kemungkinan hasil: (1) Pure
deadweight. Jika tanpa program ternyata perusahaan tetap
menjalankan/mencapai tujuan program maka program disebut sebagai
pure deadweight; (2) Partially deadweight. Jika tanpa program,
perusahaan tetap memulai menjalankan tujuan program secara terbatas
atau dalam bentuk yang lain; dan (3) Zero deadweight. Jika tanpa
program perusahaan sama sekali tidak dapat berjalan. Pelaksanaan
program yang pure deadweight adalah pemborosan.

! Additionality didefinisikan sebagai “apakah sebuah dukungan merangsang


private investment yang tadi nya tidak ada/tidak mungkin”. Additionality
dapat berada pada input, output, atau behavioral. Input additionality
menjawab pertanyaan apakah perusahaan menjadi berbelanja lebih
banyak akibat adanya program/proyek ini?; Output additionality menjawab
pertanyaan apakah aktivitas output meningkat akibat adanya
program/proyek ini? (misal jumlah innovasi, patent, pekerjaan, pengusaha
baru, dsb); sedangkan Behavioral additionality menjawab pertanyaan
adakah perubahan permanent pada perilaku perusahaan akibat
bantuan/program/proyek ini? (termasuk menjadi lebih efisien dalam
mentransformasikan input menjadi output). Sebuah program yang efektif
akan memberikan efek additionality kepada obyek programnya.

! Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan menggantikan private


investment. Displacement adalah efek negatif dari bantuan negara yang
menganulir (sebagian) efektifitas bantuan/program/proyek.

Ketiga ukuran ini dimasukkan untuk menilai efektifitas dari sisi dinamika
masyarakat akibat pelaksanaan program. Dengan demikian, berdasarkan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 79
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

penjelasan tersebut diatas, sebuah model pengembangan klaster bisnis UKM


dapat disebut efektif jika:

!" meningkatkan daya saing produk klaster

#" menciptakan spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat di


dalamnya;

$" memunculkan identitas klaster yang cukup kuat di tataran


regional/nasional;

%" memiliki zero deadweight;

&" memberikan efek additionality pada UKM, dan

'" tidak menghasilkan displacement.

Penjelasan lebih lanjut dari konsep-konsep ini kemudian disajikan dalam bab
Kajian Literatur.

3.1.4. Kerangka Kajian


Konsep efektifitas tersebut diatas membantu kita menyusun kerangka kajian
khususnya dalam tahap pengukuran efektifitas model pengembangan klaster
bisnis yang diamati. Kerangka pemikiran ini jika digambarkan kurang lebih akan
tampak seperti pada gambar 19.

Gambar 19 menunjukkan posisi umum kajian dalam mekanisme pembentukan dan


pertumbuhan/pengembangan sebuah klaster. Responden kajian sudah berbentuk
klaster, baik ia dibentuk secara sengaja atau karena sejarah alami tertentu. Yang
ingin diamati adalah pertumbuhan dari klaster-klaster yang dibentuk oleh model-
model tersebut. Apakah mekanisme yang dijalankan berhasil secara efektif
memutar siklus perkuatan diri sehingga klaster yang dipicunya tumbuh lebih jauh.
Keluaran dari sebuah klaster yang tumbuh tersebut secara umum dapat dilihat
dalam gambar 19 (diturunkan dari penjelasan Konsep Efektifitas).

Dalam gambar 20, ukuran eksternal umum sebuah klaster dapat dilihat dalam
lingkaran eksternal yang melingkupi klaster. Kajian yang dilakukan akan mengukur
efektifitas model dengan mengukur ke 6 variabel keluaran ini.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 80
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Gambar 19. Wilayah Kajian Dalam Daur Pembentukan dan


Pengembangan Klaster

Keberadaan industri yang Muncul supplier khusus


menghasilkan bahan baku,
industri yang berhubungan,
klaster yang berhubungan
Akumulasi informasi

Permintaan lokal yang unik/


tidak biasa
Pembentukan Pertumbuhan Institusi lokal
Klaster Klaster mengembangkan pelatihan,
Hasil research perguruan penelitian, dan infrastruktur
tinggi khusus

Perusahaan/ Individu yang Kekuatan dan identitas


inovatif, klaster tampak nyata

Siklus perkuatan diri,


Peristiwa yang menimbulkan terutama jika ada Jika klaster tumbuh:
kesempatan dukungan institusi lokal
dan/ atau persaingan Sinyal peluang
lokal yang sehat Menarik pekerja ahli
Wirausahawan tertarik
Migrasi pekerja

Wilayah Kajian

Pengamatan mengenai mekanisme klaster (sisi internal) secara umum akan


diarahkan oleh 4 dimensi internal klaster yaitu (1) interaksi antar perusahaan, (2)
pembentukan institusi pendukung untuk interaksi yang lebih luas, (3) adanya
kombinasi sumberdaya dan kompetensi dari anggota klaster , dan (4) adanya
kedekatan spatial. Mengingat pihak dan hal yang terlibat dalam dinamika internal
klaster cukup banyak, maka pengamatan kepada mekanisme internal model akan
menggunakan kerangka analisis kesisteman (input-proses-output). Kerangka
kesisteman digunakan agar proses identifikasi kualitatif dari mekanisme,
permasalahan yang dihadapi model, dan faktor dominant dapat lebih sistematis
dan mudah dilakukan.

Catatan-catatan hasil pengukuran variable internal dan eksternal klaster ini


kemudian akan dimasukkan ke dalam Data Envelopment Analysis, untuk mencari
dasar pengelompokkan model, kemudian analisis faktor dan diskriminan digunakan
untuk mendapatkan gambaran faktor dominan penumbuhan klaster. Kajian
kemudian akan dikembangkan dengan informasi lain untuk mengidentifikasi
sumber efekfitas dari model yang berhasil.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 81
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Gambar 20. Kerangka Evaluasi Efektifitas Penumbuhan Klaster Bisnis


Agribisnis dan Pilihan Alat Analisis

Pemben Pendu Lainnya


tuk kung

Dinamika sentra UKM


Identifikasi sentra/klaster bisnis Kementerian Koperasi dan UKM • Kajian literature
agribisnis • Analisis data sekunder
Sentra Agribisnis

• Kusioner evaluasi sentra


Competi- • Analisis data sekunder
tiveness
Deskripsi sentra bisnis agribisnis
(Internal)
Speciali- Identity
zation
Interaksi antar Interaksi • Pengukuran indikator
perusahaan institusi
(network/
kinerja & efek
pendukung
supply chain) pengembangan klaster
• Peta rantai pasokan
KLASTER • Analisis struktur biaya
Kombinasi Kedekatan
usaha tani untuk melihat
Deskripsi ciri-ciri penumbuhan sumberdaya/ Spatial daya saing
klaster di sentra agribisnis yang kompetensi • Analisis spatial untuk
diamati Dead- yang berbeda Displace- melihat potensi lahan
(Eksternal) weight ment
• Analisis Kelembagaan/
kesisteman
• Analisis cakupan produksi
Additionality untuk melihat spesialisasi
• Analisis awareness

Deskripsi sumber efektifitas/ • Analisis Faktor


faktor dominan • Analisis Diskriminan
pertumbuhan/transformasi sentra
agribisnis ke klaster bisnis • Focus Group Discussion
dlm kerangka PCM

Identifikasi alternatif strategi • Analisis SWOT dalam


pengembangan sentra ke klaster kerangka PCM
bisnis agribisnis dan
rekomendasi
• Focus Group Discussion
dlm kerangka Regulatory
Impact Assessment (RIA)

Rekomendasi kebijakan
pengembangan sentra ke klaster
bisnis agribisnis

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 82
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Untuk mendukung hasil analisis kuantitatif dan kualitatif tersebut, kajian juga
berkeinginan memperoleh masukan stakeholder pengembangan UKM melalui
klaster bisnis. Untuk itu di beberapa daerah diadakan FGD untuk
mengkonfirmasikan gambaran mengenai akar masalah yang dihadapi, ide
perbaikan pendekatan yang harus dilakukan, dan besarnya biaya dan manfaat
sosial yang dipikul stakeholder jika pendekatan tersebut dijalankan, dan lain-lain.
Informasi-informasi ini digunakan untuk memperkaya kajian sehingga diharapkan
mampu memunculkan rekomendasi yang baik.

3.2. Ruang Lingkup Kajian


Memperhatikan latar belakang, tujuan, keluaran, kerangka pikir kajian tersebut
diatas dan dokumen term of reference maka ruang lingkup kajian ini meliputi:

!" Melakukan survey lapangan di 7 Propinsi terpilih, yaitu: Lampung, Jawa


Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi
Selatan;

#" Memaparkan kondisi umum dan pertumbuhan dari masing-masing sentra


agribisnis yang dipilih;

$" Mengidentifikasi munculnya ciri-ciri klaster yang ada dalam sentra


agribisnis yang dipilih.

%" Mengukur efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster


bisnis UKM berbasis agribisnis;

&" Menganalisis berbagai permasalahan yang ditemukan dalam masing-


masing model penumbuhan/ pengembangan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis;

'" Melakukan diskusi kelompok terarah untuk menggali informasi kondisi dan
permasalahan sentra, serta untuk membantu proses formulasi rumusan
rekomendasi;

(" Menyusun rumusan rekomendasi model penumbuhan dan pengembangan


klaster bisnis UKM berbasis agribisnis;

)" Menyusun kebijakan publik berdasarkan hasil kajian dan publikasi hasil

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 83
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

kajian.

*" Melakukan koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta dinas
yang membidangi koperasi dan UKM di Propinsi kajian.

3.3. Jenis Metode


Secara umum, jenis metode yang digunakan dalam kajian ini tergolong sebagai
metode Deskriptif, dimana kajian diminta menggambarkan potret efektifitas dari
program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster bisnis, mensintesis
pengetahuan yang diperoleh untuk menghasilkan masukan bagi perbaikan
program sentra mendatang, dan mengusulkan rekomendasi tindakan dan
kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam
penumbuhan dan pengembangan sentra ke klaster bisnis agribisnis di masa
depan.

Secara umum, ada tiga jenis metode penelitian yaitu penelitian eksploratoris (untuk
memperdalam dan menajamkan perumusan masalah), penelitian, deskriptif (untuk
menerangkan cara kerja suatu sistem dan implikasinya) dan penelitian kausal
(untuk mencari hubungan sebab akibat antara obyek pengamatan dengan faktor
yang mempengaruhinya). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, kajian ini
dapat digolongkan sebagai kegiatan penelitian deskriptif dengan konsentrasi
pada mekanisme transformasi sentra ke klaster.

Gambar 21. Tiga Jenis Metode Penelitian

Untuk memperdalam dan menajamkan perumusan


Exploratory research masalah

Untuk menerangkan cara kerja suatu sistem dan


Descriptive research implikasinya

Untuk mencari hubungan sebab akibat antara


Causal research obyek pengamatan dengan faktor yang
mempengaruhinya

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 84
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Sebagai kegiatan, riset merupakan upaya sistematik dan obyektif untuk


mendapatkan data dan informasi, serta mengolah, menganalisisnya dalam rangka
mengidentifikasi dan menemukan solusi persoalan penumbuhan dan
pengembangan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis. Meskipun secara umum
kajian ini bersifat deskriptif, namun banyak juga dikaji hubungan sebab-akibat satu
variabel dengan variabel lainnya dalam rangka lebih memahami keadaan dan
merumuskan rekomendasi kebijakan penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis yang paling tepat.

3.4. Lokasi Kajian


Daerah kajian secara umum telah ditetapkan berada di 7 propinsi yaitu: (1)
Lampung, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Tengah, (4) Jawa Timur, (5) NTB, (6)
Kalimantan Selatan, dan (7) Sulawesi Selatan. Lokasi klaster yang diamati
kemudian ditentukan berdasarkan beberapa kriteria yang tercantum dalam bab
mengenai Sampling.

Gambar 22. Propinsi Tempat Lokasi Kajian

Kalsel

Lampung
Sulsel
Jabar
Jateng Jatim
NTB

3.5. Pendekatan Umum Pelaksanaan Kajian


Jika diperhatikan perumusan masalah kajian, maka tampak bahwa kajian harus
menjawab setidaknya 3 buah pertanyaan, yaitu:

!" Bagaimana efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 85
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

agribisnis UKM

#" Faktor apakah yang dominan meningkatkan efektifitas penumbuhan


sentra ke klaster agribisnis tersebut

$" Dukungan kebijakan apa yang dibutuhkan untuk memperbesar efektifitas


penumbuhan sentra ke klaster agribisnis tersebut

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka kajian kemudian


dilaksanakan melalui alur umum seperti disajikan dalam gambar 23.

Gambar 23. Alur Umum Pelaksanaan Kajian

1
Kajian literatur dan Sampel sentra
pendahuluan UKM
agribisnis

2 Identifikasi
kategori sentra

Sentra Sentra tidur Pengukuran dan pemaparan identitas, karakteristik, kondisi,


Model dinamis masalah dan kinerja pertumbuhan sentra
pengembang
an klaster

Identifikasi ciri klaster


bisnis

Sentra dgn ciri Sentra tanpa ciri


klaster klaster

Identitas, Gambaran Masalah


karakteristik, kondisi saat dan akar
Analisis dan Perbandingan
kinerja sentra ini masalah

4 " Pendekatan " Daya saing


Leverage/ " Spesialisasi
Sumber kesisteman " Identitas
Proyeksi
efektifitas kondisi
penumbuhan " Spatial masa depan
" Kelembagaan
" Usaha Tani
Rekomendasi pengembangan sentra
agribisnis ke klaster agribisnis

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 86
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Pelaksanaan Kajian secara umum terbagi menjadi 4 modul kegiatan. Modul


pertama adalah kegiatan kajian literatur dan pendahuluan. Tujuan kajian literatur
ini adalah mengkaji kembali landasan teoritis pemahaman sentra UKM dan klaster;
sejarah perkembangan sentra UKM di Indonesia; parameter dan indikator-indikator
pengukuran perkembangan sentra dan klaster baik dari kajian di dalam negeri
maupun kajian di luar negeri; serta mencari model penumbuhan sentra klaster
teoritis yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan realita
penumbuhan sentra ke klaster UKM yang diamati.

Modul kedua dan ketiga merupakan modul yang diturunkan langsung dari hasil
survey lapangan. Dalam modul 2, kajian memilah sampel menjadi 3 kategori
sentra yaitu (1) sentra yang berhasil bertahan dan tumbuh menjadi klaster dinamis,
(2) sentra yang berhasil bertahan tetapi tidak berkembang menjadi klaster dan (3)
sentra yang tidak bertahan/tidur. Sedangkan modul 3 diarahkan untuk
memaparkan kondisi umum setiap sentra yang diamati. Kondisi umum misalnya,
(1) identitas, karakteristik, dan kinerja sentra dalam deret waktu yang berkala, (2)
masalah dan akar masalah, (3) harapan pengembangan terbaik dari kondisi saat
ini.

Hasil pengelompokkan dan data identitas, kinerja dan kondisi umum ini kemudian
diumpankan ke modul 4 untuk saling diperbandingkan. Hasil perbandingan ini
membawa kajian menemukan faktor dominan penumbuhan klaster bisnis UKM di
bidang agribisnis. Kemudian berdasarkan masukan dari proyeksi kondisi masa
depan dan perumusan akar masalah, hasil modul 4 ini diekstraksi menjadi
rekomendasi dan kesimpulan.

Langkah umum tersebut diatas diharapkan dapat mendekati masalah yang harus
dijawab oleh kajian ini.

3.6. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya


Data yang dikumpulkan harus mampu menjawab pertanyaan penelitian dan
mampu mengidentifikasi permasalahan dalam penumbuhan klaster UKM berbasis
agribisnis. Untuk menurunkan kebutuhan informasi dan data yang harus dicari,
maka Modul 2 dan 3 dari alur umum pelaksanaan kajian dielaborasi dan gambar
24 berikut ini.

Gambar menunjukkan kebutuhan indikator dalam modul yang dilaksanakan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 87
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

INDIKATOR PERTAMA digunakan untuk menyaring sampel berdasarkan syarat


utama program yaitu apakah program sentra UKM berjalan atau tidak di sentra
yang diamati. Komponen indikator meliputi keberadaan dari 3 unsur utama
program sentra UKM yaitu (1) keberadaan pengusaha dan produk sentra, (2)
keberadaan institusi BDS dan layanannya, dan (3) keberadaan KSP dan layanan
KSP untuk menyalurkan MAP.

INDIKATOR KEDUA digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut keberadaan ciri


klaster di sentra yang berjalan. Indikator ciri klaster setidaknya dilihat dari
keberadaan (1) munculnya supplier khusus, (2) Adanya spesialisasi di dalam
sentra untuk melengkapi rantai pasok produk sentra, dan (3) adanya kemauan
berkelompok dan berbagi informasi pasar.

INDIKATOR KETIGA digunakan untuk mengukur apakah klaster tumbuh dan


berkembang secara dinamis atau tidak. Indikator ini menjadi penyaring untuk
memilih sentra agribisnis yang berhasil berkembang menjadi klaster agribisnis
yang dinamis. Indikator dibentuk oleh parameter (1) daya saing produk klaster, (2)
spesialisasi sesuai kompetensi, (3) interaksi dan kerjasama yang maju dan
penerapan prinsip rantai pasokan yang baik, (4) kuatnya identitas klaster, (5)
perkembangan teknologi dan investasi, (6) munculnya institusi pendukung rantai
pasok klaster, (7) akumulasi informasi di dalam klaster.

Gambar 24. Posisi Indikator Kajian

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4

Ya Apakah klaster Identifikasi/ konfirmasi


dinamis? faktor dinamisator

Ya Adakah ciri
penumbuhan klaster?

Kenapa sentra tidak Identifikasi/ konfirmasi


Apakah sentra menjadi klaster faktor penumbuh
berjalan? Tida klaster
k

Apa yang membuat Identifikasi/ konfirmasi


sentra tidak berjalan? faktor penghambat
Tidak dan akar masalah

Indikator 5
Informasi karakteristik, Kebutuhan kebijakan
kondisi, kinerja
Indikator 6

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 88
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

INDIKATOR KEEMPAT dan INDIKATOR KELIMA adalah indikator yang diarahkan


untuk mengidentifikasi faktor dinamisator, faktor penghambat, dan akar masalah
yang dihadapi sentra yang berhasil memiliki ciri klaster dan sentra yang gagal
memiliki ciri klaster. Indikator keempat dan kelima lebih merupakan alat konfirmasi
untuk membandingkan antara apa yang seharusnya ada dengan yang terjadi
dilapangan dan serangkaian pertanyaan terbuka untuk menelusuri apa yang
membuat perbedaan tersebut.

INDIKATOR KEENAM adalah indikator untuk (1) mencatat identitas sentra secara
umum, (2) mengukur kinerja kuantitatif sentra, dan (3) memberikan gambaran
usaha tani yang dilakukan pengusaha dalam sentra.

Mengingat kemungkinan besar organisasi sentra dan pengusaha kecil menengah


tidak memiliki catatan pembukuan yang akurat, maka data kajian dipertimbangkan
dikumpulkan melalui metode cross section.

Untuk mengoperasionalkan proses pengukuran variabel yang ingin diamati, maka


sebagai langkah awal dielaborasi dahulu hubungan antara konsep-dimensi-elemen
dari masing-masing variabel sebelum kemudian diturunkan menjadi butir-butir
pertanyaan dalam kuesioner (untuk data primer) atau butir-butir panduan
penyusunan informasi (bagi data sekunder). Upaya penurunan ini dilakukan dalam
tabel 4.

Tabel 4. Draf Struktur Konsep-Dimensi-Elemen Kebutuhan Informasi


KONSEP DIMENSI ELEMEN ITEM
Efektifitas Model Daya saing produk Efisiensi biaya dibanding volume produksi
klaster pesaing
daerah pemasaran produk
omzet penjualan pasar lokal, regional dan ekspor
Keuntungan perusahaan dalam klaster
Struktur biaya (setidaknya total cost) perusahaan
dalam klaster
Keunggulan harga Harga jual produk klaster di pasar domestik
dibanding pesaing
Harga produk di pasar internasional
Identitas produk klaster awareness terhadap apakah masyarakat disekitar klaster mengenal nama,
merek klaster produk, merek produk yang dihasilkan klaster
Spesialisasi munculnya spesialisasi jumlah lini produk, product depth dan cakupan produk
UKM pada aktifitas sebelum dan sesudah model
pembentuk rantai produk yang dibuat sebelum klaster
pasokan produk klaster
produk yang dibuat sesudah klaster
apakah produk sesudah klaster dalam rangka mengisi
rantai pasokan klaster
Deadweight* indikasi kategori apa yang terjadi jika program tidak dijalankan di
deadweight yang perusahaan target?
muncul bagaimana perusahaan yang tidak ikut program,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 89
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

KONSEP DIMENSI ELEMEN ITEM


apakah melakukan/mencapai hal yang sama?

Additionality* apakah model apakah pengusaha menambahi modal usahanya


menciptakan diluar dari dana perkuatan
additionality perbandingan jumlah pengeluaran investasi mandiri
sebelum-sesudah model
perbandingan jumlah pengeluaran belanja modal
kerja mandiri sebelum-sesudah model
perbandingan jumlah pengeluaran belanja konsumsi
sebelum-sesudah model
kenapa pengusaha perlu menambahi pengeluaran
mandiri ini?
Displacement* apakah model indikasi dukungan yang diberikan membuat
menciptakan pengusaha mengurangi investasi yang direncanakan
displacement perbandingan jumlah pengeluaran investasi total
sebelum-sesudah model
Identitas model What Nama sentra
Produk utama sentra
Why Latar belakang sentra dan sejarah singkat
When Kapan sentra mulai terbentuk
Where Wilayah/daerah pelaksanaan sentra
Who Nama instansi/tokoh penggagas dan pelaksanan
sentra
Sumber pembiayaan sentra diluar MAP
to Whom Peserta program sentra
Pihak yang terlibat/stakeholder
Persepsi berhasil Apakah program dianggap berhasil?
Mekanisme Kesisteman (jika ada Input Hal yang dapat digolongkan sebagai input model
pelaksanaan model indikasi penumbuhan
Proses Gambaran proses penumbuhan yang terjadi
klaster)
Output Hal yang dapat digolongkan sebagai output model
Ukuran output umum Pertumbuhan Kapasitas klaster
Pertumbuhan produktifitas klaster
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
Pertumbuhan anggota klaster
Pertumbuhan innovasi
Pertumbuuhan investasi
Sumbangan pada PDRB
Leverage Daya pengerak Dukungan finansial
Dukungan non finansial
Kebijakan
Perubahan tak terduga
Mekanisme Transmisi Kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan
dan non keuangan
Kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk
pelaksanaan
Kejelasan visi pembangunan UMKM pemerintah
daerah
Kesiapan aparat pemerintah daerah yang menangani
UMKM
Koordinasi dan komunikasi diantara pelaku
Keberadaan perguruan tinggi
Titik tumpu Kemauan/Jiwa kewirausahaan/Etos kerja masyarakat
Kompetensi masyarakat/daerah/sejarah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 90
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

KONSEP DIMENSI ELEMEN ITEM


Keunikan/daya saing produk
Ketersediaan pasar
Sarana dan prasarana produksi/industri daerah
Konsistensi kebijakan
Penegakan aturan
Massa UKM Jumlah pengusaha dalam sentra
Omzet sentra
Modal sosial dalam sentra
Kelembaman anggota sentra
Karakteristik Internal Keberadaan dan tingkat interaksi antar perusahaan
Keberadaan dan peran institusi bersama yang mendukung klaster
Wilayah klaster dan kedekatan spatial
Gambaran kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan dalam
klaster
Efektifitas sistem Spatial dan lahan Daya dukung dan Kecukupan lahan untuk pengembangan produk sentra
agribisnis agribisnis yang dipilih oleh sentra
Kelembagaan Kelengkapan kelembagaan yang mendukung pengembangan produk agribisnis
yang diproduksi oleh sentra
Usaha tani Gambaran struktur biaya dan pendapatan anggota sentra/klaster
Sub sistem bahan baku
Sub sistem produksi
Subsistem pemasaran
Informasi Lain Gambaran keberadaan dan perkembangan klaster di Indonesia
Posisi Klaster agribisnis dalam perekonomian Indonesia
Penyerapan tenaga kerja
Sumbangan terhadap PDB
Peta klaster agribisnis
Akar masalah pelaksanaan program dan Tujuan masa depan
Alternatif strategi
Dimensi RIA dari alternatif strategi

Daftar dimensi-elemen ini menjadi dasar penyusunan kuesioner dan panduan


penyusunan informasi kajian. Daftar kebutuhan diturunkan dengan
memperhatikan kerangka pikir dan ruang lingkup kajian.

Daftar elemen yang disajikan masih bersifat extensive, banyak mengandung


overlapping pada beberapa elemen, dan kebanyakan masih berada pada tataran
dimensi, belum diturunkan ke tataran elemen. Dalam kegiatan penyusunan
kuesioner, daftar kemudian dipersempit/diperkaya sesuai kebutuhan responden
dan alat analisis yang digunakan.

Jenis Data menggambarkan pada skala apa data tersebut diperoleh/diukur.


Secara umum data dibagi dalam 2 jenis: Kualitatif dan Kuantitatif. Sedangkan cara
pengumpulan data menunjukkan dengan alat/metode apa data tersebut

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 91
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dikumpulkan. Tampak bahwa data dapat berjenis sekunder atau primer.


Sedangkan pada bagian keterangan, ditampilkan sumber yang diperkirakan
memiliki data/informasi yang dimaksud.

Tabel 5. Dugaan Jenis Data dan Cara Pengumpulan


DIMENSI/ELEMEN JENIS DATA CARA PENGUMPULAN KETERANGAN
Kuantitatif

Kajian Literatur

Data Sekunder

Pengamatan
Wawancara
Kuesioner
Kualitatif

Nominal

Interval
Ordinal
Gambaran keberadaan dan perkembangan O X X BPS, Departemen teknis
sentra/klaster di Indonesia terkait, literatur lainnya
Posisi komoditi sentra agribisnis yang diamati dalam O O X X
perekonomian Indonesia
Model pengembangan klaster agribisnis teoritis O X X Kajian literatur, diskusi
dengan pakar
Identitas sentra agribisnis yang diamati, O O X X Pelaksana program
Kinerja perkembangan sentra yang diamati O O X X X Pelaksana program,
BDS, UKM, KSP
Analisis komponen Leverage O X Bagian dari analisis
Analisis Kesisteman O X mekanisme pelaksanaan
model
Analisis spatial O O X X
Pelaksana program,
Analisis Kelembagaan O O X X BDS, UKM, KSP
Analisis Usaha Tani O O X X
Analisis Subsistem Agribisnis O X
Keberadaan dan tingkat interaksi antar perusahaan O X Pelaksana program,
Keberadaan dan peran institusi bersama yang O X peserta program, institusi
mendukung klaster lain yang berhubungan

Wilayah klaster dan kedekatan spatial O X


Gambaran kombinasi sumberdaya dan kompetensi O X
antar perusahaan dalam klaster
Perkembangan daya saing produk klaster O X X Pelaksana program,
Pengetahuan/awareness kepada identitas klaster O X X X peserta program, dinas
di daerah, stakeholder
lain yang berhubungan
(perusahaan industri
terkait, perusahaan
klaster terkait, pasar)
Spesialisasi yang terjadi dalam lingkungan klaster O X Pelaksana program,
Deadweight akibat program O X peserta program

Additionality O X
Akar masalah pelaksanaan program O X Forum FGD dalam
Tujuan masa depan O X kerangka PCM dan RIA

Alternatif strategi O X
Dimensi RIA dari alternatif strategi O O X X

Dalam tabel, suatu dimensi/elemen kadang memiliki beberapa jenis data dan cara
pengumpulan. Maksud hal tersebut adalah, dimensi/elemen tersebut dipecah lagi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 92
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

menjadi beberapa item pertanyaan yang diperkirakan memiliki jenis data dan cara
pengumpulan yang berbeda.

3.6.1. Instrumen Pengumpulan Data


Untuk menjamin data yang dikumpulkan mudah ditabulasi, diolah dan dianalisis,
maka diperlukan instrumen pengumpulan data yang relatif standar. Instrumen
pengumpulan data untuk kegiatan penelitian ini terdiri dari:

!" Daftar kebutuhan data dan informasi primer yang harus diperoleh dari
responden dan pihak-pihak lain dalam survey ke daerah. Daftar ini
merupakan ringkasan data dan informasi utama yang kritis bagi
keberhasilan kegiatan survey.

#" Kuesioner identifikasi identitas klaster, kinerja klaster, efektifitas klaster,


mekanisme klaster, dan identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan
pengembangan klaster bisnis bagi pengelola dan peserta program
pengembangan klaster UKM berbasis agribisnis, serta bagi instansi/pihak
lain yang diduga memiliki informasi dibutuhkan. Kuesioner yang dibuat
didesain untuk diisi secara people administered (diisi dengan bantuan
enumerator). Kuesioner tidak didesain untuk diisi dengan metode drop off
(ditinggal dan diisi sendiri oleh responden).

$" Daftar kebutuhan data dan informasi sekunder yang harus diperoleh dari
responden dan pihak-pihak lain dalam kunjungan ke daerah.

%" Panduan diskusi kelompok terarah di daerah, berdasarkan pendekatan


analisis kesisteman, RIA dan PCM.

&" Panduan observasi dan survei lapangan, serta wawancara pengumpulan


data.

'" Panduan diskusi publik untuk mengkonfirmasi hasil temuan,


mengidentifikasi masalah, dan mendiseminasi informasi mengenai model
penumbuhan klaster bisnis UKM berbasis agribisnis

3.7. Metode Pengumpulan Data


Mengacu pada tujuan penelitian dan identifikasi permasalahan, maka penelitian ini

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 93
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

mengumpulkan berbagai data dan informasi mengenai model-model penumbuhan


klaster bisnis di 7 propinsi, baik data primer yang dikumpulkan langsung oleh tim
peneliti maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi yang berhubungan
atau hasil publikasi.

Pengumpulan data primer lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan


wawancara. Oleh karena itu, kuesioner kajian yang dibuat tidak dirancang untuk
ditinggal dan diisi sendiri oleh responden (drop off methode) tetapi lebih bersifat
sebagai panduan bagi enumerator pengumpul data untuk mengumpulkan
data/informasi (people assist methode).

3.8. Sampel

3.8.1. Unit Analisis


Karena pembelajaran diambil dari perbandingan antara sentra UKM yang berhasil
berevolusi menjadi klaster bisnis, maka unit analisis kajian ini adalah sentra UKM.

3.8.2. Responden
Responden kajian terdiri dari: pengusaha anggota sentra, pengelola BDS,
pengurus/pengelola Koperasi penyalur MAP, dan pihak lainnya yang terlibat dalam
pelaksanaan program sentra UKM seperti Dinas terkait di daerah dan perguruan
tinggi.

3.8.3. Penarikan Sampel


Klaster yang dijadikan sampel dipilih dengan cara purposive diantara daerah kajian
yang telah ditentukan dengan kriteria: (1) merupakan sentra fasilitasi Kementerian
Koperasi dan UKM, (2) menghasilkan produk yang berhubungan dengan
penghasilan/pengolahan produk agribisnis (kehutanan, perikanan, perkebunan,
pertanian), (3) memiliki salah satu karakteristik sentra dinamis, dan (4) terjangkau
dan mungkin untuk diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian.

Sedangkan responden anggota klaster dipilih mengikuti metode purposive karena


dalam klaster bisnis anggota klaster tidak lah melaksanakan kegiatan yang
seragam dan memiliki aktifitas yang saling berhubungan untuk melengkapi rantai

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 94
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

pasok/rantai nilai produk klaster. Dengan demikian pemilihan sampel anggota


klaster akan menggunakan metode purposive setelah memperhatikan peta klaster
dan peta rantai pasokan yang dibuat. Kriteria pemilihan yang digunakan adalah:
(1) Kegiatannya berhubungan dengan dinamika penumbuhan dan pengembangan
klaster UKM berbasis agribisnis, (2) Berdomisili atau memiliki kegiatan yang
berhubungan dengan klaster yang diamati di daerah penelitian, (3) Dapat
dijangkau dan mungkin diliput dalam batas waktu pelaksanaan kajian, (4) Bersedia
menjadi responden penelitian. Jika responden/perusahaan anggota klaster yang
terpilih tidak dapat/tidak bersedia menjadi responden, maka responden akan
dialihkan ke perusahaan lain dari jenis kategori yang serupa dalam klaster yang
sama.

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa hasil penarikan sampel perlu


dikonfirmasikan dengan pihak dinas di daerah. Beberapa sentra yang telah dipilih
menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Deputi Restrukturisasi ternyata
tidak sesuai dengan pendapat dinas di daerah dan kenyataan lapangan.

Tabel 6. Daftar Sentra Sampel


No Propinsi Komoditas Sentra
1 Lampung Ikan air tawar
Pembibitan sapi
Gula kelapa
2 Jawa Tengah Penggemukan sapi
Pengolahan ikan
Padi organik
3 Jawa Timur Apel
Budidaya kelinci
Penjualan sayur mayur
Pembibitan itik
4 Jawa Barat Pembibitan Itik
Teh
Sayur mayur
5 Nusa Tenggara Barat Perikanan
Gula kelapa
6 Sulawesi Selatan Rumput laut
Jagung kuning
Padi/Beras
7 Kalimantan Selatan Sayur mayur
Penggemukan sapi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 95
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

3.9. Metode Analisis


Data yang terkumpul diklasifikasikan berdasarkan kategori pemenuhan
karakteristik klaster dan sentra dinamis. Data selanjutnya ditabulasi berdasarkan
klasifikasi yang ditetapkan. Terhadap hasil tabulasi kemudian dilakukan
pengecekan ulang untuk memastikan keakuratan dan kelogisannya penyajiannya.

Data diolah dalam bentuk spreadsheet agar mudah dilakukan pengolahan lebih
lanjut dengan berbagai program aplikasi statistik lainnya.

Beberapa metode yang digunakan dalam kajian ini adalah:

!" Analisis Statistik Deskriptif. Analisis deskriptif tetap merupakan analisis


yang akan banyak digunakan di sepanjang kajian ini. Data diolah dan
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, tabulasi silang, disajikan
berdasarkan kesamaan karakteristik atau dibandingkan untuk memahami
fenomena yang kontras, atau diolah agar mudah digunakan untuk
pengolahan analisis statistik deskriptif maupun statistik inferensial.

#" Analisis Efektivitas Program. Tujuan kajian yang lain adalah mengukur
efektifitas program sentra UKM dalam menumbuhkan klaster. Tujuan ini
didekati menggunakan Analisis Asosiasi menggunakan metode Chi-
Square. Asosiasi yang dianalisis adalah antara kategori sentra yang
berhasil menumbuhkan ciri klaster secara lengkap dengan tingkat
dukungan BDS dan MAP yang diperolehnya. Analisis efektifitas juga
dilakukan dengan melihat nilai sentral dari variabel additionalitas dan
deadweight dari masing-masing sentra. Nilai sentra yang rendah pada
dua variabel ini mengindikasikan efektifitas yang rendah dari program
yang dilaksanakan.

$" Bagian Analisis PCM. Dalam rangka mengidentifikasi akar masalah dari
pelaksanaan sebuah sentra UKM yang diamati, berdasarkan penilaian dari
pemangku kepentingan digunakan pendekatan project cycle management
(PCM) dalam pelaksanaan FGD di daerah kajian. Melalui kerangka PCM
dapat disusun peta hubungan sebab-akibat antar “hal” yang dinilai
pemangku kepentingan berpengaruh dalam penumbuhan klaster bisnis
UKM berbasis agribisnis yang diikutinya. Pendekatan ini dapat
mengidentifikasi permasalahan utama dalam pelaksanaan program,
perumusan alternatif kebijakan strategis dan penentuan indikator kinerja

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 96
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

perbaikan model penumbuhan klaster pada masa mendatang. Dalam


kajian ini kerangka PCM digunakan dalam pelaksanaan beberapa FGD di
daerah.

%" Analisis Faktor dan Diskriminan. Analisis faktor dan diskriminan


digunakan untuk menarik garis batas antara sentra yang dipersepsikan
berhasil dan yang gagal berkembang menjadi klaster bisnis. Informasi
hasil analisis ini memberi pengetahuan tentang faktor dominan yang
mendukung keberhasilan pengembangan klaster bisnis UKM berbasis
agribisnis.

3.10. Program Kerja


Secara keseluruhan kegiatan penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 5 (lima)
bulan kalender, dengan perkiraan waktu untuk tahap persiapan 2 – 4 minggu;
tahap penyusunan desain penelitian sekitar 4 – 6 minggu; tahap pengumpulan
data dan survei lapangan sekitar 10 – 14 minggu; tahap tabulasi dan pengolahan
data sekitar 4 – 8 minggu; tahap analisis data dan interpretasi hasil sekitar 8 – 14
minggu; tahap perumusan dan penyusunan rekomendasi sekitar 2 – 4 minggu; dan
tahap diskusi publik, diseminasi dan penyiapan publikasi hasil kajian memerlukan
waktu sekitar 1 minggu. Untuk mengefisienkan waktu pelaksanaan, maka satu
tahapan dengan tahapan penelitian selanjutnya dilakukan secara bersamaan untuk
beberapa kegiatan.

Kajian ini dilakukan melalui 7 tahapan modul dan tiap modul dilengkapi dengan
tahapan-tahapan aktivitas dan hasil analisis nya, yaitu :

Modul 1: Desain Penelitian, Paparan Dinamika Klaster Bisnis Indonesia,


Identifikasi Sentra UKM berbasis agribisnis, dan Identifikasi
model-model teoritis pengembangan klaster bisnis berbasis
agribisnis

Modul 2: Paparan kondisi umum; identitas, karakteristik dan kinerja; serta


akar permasalahan sentra-sentra UKM Berbasis Agribisnis
Kementerian Koperasi dan UKM

Modul 3: Pengelompokkan sentra ke dalam kategori berhasil


mengembangkan ciri klaster, tidak berhasil mengembangkan ciri

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 97
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

klaster dan tidur.

Modul 4: Perbandingan antar kategori sentra dan Identifikasi Sumber


Efektifitas penumbuhan klaster agribisnis

Modul 5: Perumusan Kebijakan dan Rekomendasi

Modul 6: Validasi Hasil Penelitian dan Penyusunan Laporan

Modul 7: Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian

Daftar modul, tahapan-tahapan kegiatan utamanya dan hasil analisis yang


dihasilkan dapat diikuti pada tabel 7.

Tabel 7. Modul Kegiatan dan Hasil Yang Diharapkan


MODUL KEGIATAN HASIL
Modul 1. Melakukan :
! Gambaran peta dan posisi klaster
Desain Penelitian,
Paparan Dinamika
! Studi pustaka dalam perekonomian Indonesia

Klaster Bisnis ! Mengumpulkan data dan informasi mengenai ! Hasil kajian praktik terbaik model
Indonesia, Identifikasi keberadaan klaster bisnis di Indonesia (khususnya penumbuhan klaster agribisnis di
Sentra UKM berbasis yang berbasis agribisnis) dan posisinya dalam dunia
agribisnis, dan
Identifikasi model-
perekonomian nasional
! Hasil kajian faktor umum penumbuhan
model teoritis
pengembangan
! Identifikasi sentra UKM agribisnis fasilitasi klaster agribisnis

klaster bisnis berbasis


Kementerian Koperasi dan UKM
! Daftar dan gambaran umum sentra-
agribisnis ! Menentukan sentra responden/sampling sentra UKM berbasis agribisnis
fasilitasi Kementerian Koperasi dan
! Kajian literatur identifikasi model pengembangan UKM
klaster agribisnis teoritis
! Desain Kajian Perbaikan
! Kajian literatur faktor dominan penumbuhan klaster ! Kuesioner kajian dan instrumen
bisnis agribisnis
lainnya
! Menyusun dan menguji kuesioner serta instrumen
analisis lainnya

! Melakukan koordinasi dengan Kementerian


Koperasi dan UKM dan dinas yang menangani
pengembangan sentra/klaster UKM di daerah
Modul 2. Melakukan:
! Deskripsi karakteristik sentra dan
Paparan kondisi
umum sentra/klaster
! Survey lapangan produk sentra dari masingmasing
sentra
yang diamati;
identitas, karakteristik
! Membuat peta rantai pasokan/rantai komoditi ! Deskripsi dimensi leverage, kinerja
klaster
dan kinerja; serta akar sub-sistem agribisnis, dan
permasalahan sentra-
sentra UKM Berbasis
! Mengukur statistik umum sentra permasalahan sentra

Agribisnis ! Identifikasi komponen leverage ! Statistik umum sentra


Kementerian Koperasi
dan UKM ! Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis
dalam masing-masing sentra

! Identifikasi karakteristik klaster dan


! Identifikasi permasalahan sentra

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 98
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

MODUL KEGIATAN HASIL


Modul 3.
! Mengukur score efektifitas sentra dalam ! Kategorisasi sentra
Pengelompokkan menumbuhkan ciri-ciri klaster bisnis UKM berbasis
sentra ke dalam agribisnis (nilai sentral) ! Deskripsi efektifitas model
kategori berhasil penumbuhan klaster secara kuantitatif
mengembangkan ciri ! Membandingkan efektifitas antar sentra dalam
klaster, tidak berhasil menumbuhkan klaster bisnis UKM berbasis ! Gambaran mengenai akar masalah
mengembangkan ciri agribisnis menggunakan analisis DEA, dan harapan dalam pengembangan
klaster dan tidur perbandingan dengan parameter model teoritis, klaster agribisnis di masa depan
dan kelengkapan sub-sistem agribisnis

! Melakukan analisis kerangka PCM di sentra yang


diamati
Modul 4.
! Menganalisis dan mengekstraksi hasil modul 1 s/d ! Faktor dominan penumbuhan klaster
Perbandingan antar 3 secara komprehensif bisnis agribisnis hasil kajian
kategori sentra dan
Identifikasi Sumber ! Analisis diskriminan, analisis faktor, dan uji beda 2 ! Gap antara kondisi awal dan model
Efektifitas sampel teoritis pengembangan klaster
Penumbuhan Klaster agribisnis
agribisnis ! Mengidentifikasi faktor berpengaruh signifikan
dalam penumbuhan klaster bisnis berbasis ! Gambaran kondisi masa depan yang
agribisnis diharapkan dari masing-masing klaster
subsistem agribisnis yang diamati
! Menyusun alternatif-alternatif strategi yang dapat
dilaksanakan untuk mempengaruhi faktor dominan ! Gambaran alternatif strategi perbaikan
penumbuhan klaster bisnis agribisnis model penumbuhan klaster agribisnis
untuk masing-masing subsistem
agribisnis
Modul 5.
! Menganalisis hasil model 4 dan modul ! Gambaran model penumbuhan sentra
Perumusan Kebijakan sebelumnya, terutama modul 1. ke klaster UKM agribisnis yang terbaik
dan Rekomendasi
! Melakukan forum diskusi lintas pelaku untuk ! Alternatif tindakan/strategi yang perlu
mengkonfirmasi perumusan strategi penumbuhan diambil untuk memperbaiki program
sentra UKM dalam menumbuhkan
! Mengidentifikasi rekomendasi strategi klaster agribisnis yang telah ada

! Merumuskan kebijakan implementasi strategi


Modul 6.
Validasi hasil
! Penyusunan laporan penelitian ! Dokumen laporan hasil penelitian
penelitian dan ! Presentasi dan diskusi hasil penelitian, ! Ringkasan hasil penelitian
penyusunan laporan menyertakan para pakar dan instansi terkait
! Soft copy hasil penelitian
! Finalisasi laporan hasil penelitian
! Menyusun ringkasan hasil penelitian dan policy
memo
Modul 7. Publikasi hasil kajian melalui internet dan/atau media Publikasi dan diseminasi hasil kajian
Publikasi dan masa, seperti: Tabloid, Koran, dan Jurnal Ekonomi melalui forum diskusi, situs internet, dan
Diseminasi Hasil Politik media masa.
Kajian

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 99
UKM Berbasis Agribisnis
Sistem Agribisnis Sentra UKM

4 Dinamika UKM Dalam


Sektor Agribisnis

4.1. Pendahuluan
Sebagian pertanyaan yang ingin dijawab oleh bab ini adalah “Kenapa harus sektor
agribisnis yang dikembangkan?” Dalam kajian ini, komoditas agribisnis dipahami
sebagai komoditas yang dihasilkan oleh subsektor tanaman bahan makanan,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan, atau dalam khazanah ekonomi
yang disebut dengan sektor pertanian.

Tabel 8. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap Beberapa Indikator


Ekonomi Nasional Tahun 2004 dan 2006
PERTANIAN 2004 2006 satuan Pertumbuhan
per tahun
PDB non migas nasional 1,506,296,600 1,703,086,000 juta Rp 6.33%
PDB pertanian 247,163,600 261,296,900 juta Rp 2.82%
% PDB pertanian thd nasional 16.41% 15.34% % -3.30%
Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional 354,561,295 404,606,624 juta Rp 6.82%
Jumlah investasi sektor pertanian 16,276,312 17,682,377 juta Rp 4.23%
% investasi pertanian thd nasional 4.59% 4.37% % -2.43%
Ekspor non migas nasional 470,789,928 607,397,270 juta Rp 13.59%
Ekspor sektor Pertanian 9,597,200 13,741,476 Juta Rp 19.66%
% ekspor pertanian thd nasional 2.04% 2.26% % 5.35%
Jumlah Unit Usaha nasional 44,784,073 48,936,840 Unit 4.53%
Jumlah unit usaha sektor pertanian 25,799,864 26,209,399 Unit 0.79%
% Unit usaha pertanian thd nasional 57.61% 53.56% -3.58%
Jumlah Tenaga Kerja nasional 83,601,371 88,804,955 Orang 3.07%
Jumlah Tenaga Kerja pertanian 37,691,288 38,814,535 Orang 1.48%
% Tenaga Kerja pertanian thd nasional 45.08% 43.71% % -1.54%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 100
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Secara umum, dalam perekonomian Indonesia, posisi sektor ini sebenarnya tidak
terlalu “bersinar”. Ini dapat dilihat dari posisi sektor terhadap beberapa indikator
ekonomi seperti tampak dalam tabel diatas. Tampak bahwa sumbangan sektor
pertanian terhadap pendapatan nasional, jumlah investasi, serta jumlah ekspor
yang dilakukan tidaklah terlalu fenomenal besarnya dan pertumbuhannya
cenderung menurun.

Gambar 25. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap PDB dan Ekspor


Nasional Tahun 2006
Pertanian
Jasa-jasa Pertanian 2%
9% 14%

Keuangan, persew aan Pertambangan


dan Js pers 20%
9%
Pertambangan
Pengangkutan dan 9%
komunikasi
7%

Perdagangan, hotel,
restoran
17% Pengolahan
Pengolahan
28%
Bangunan 78%
6%

Listrik, gas, air


1% PDB Ekspor
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Tetapi jika perhatikan proporsi jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang ada di
sektor ini, yang nilainya hampir mencapai 50%, menunjukkan bahwa sektor ini
adalah sektor yang paling banyak digeluti dan pekerjaan yang paling banyak
dilakukan oleh rakyat Indonesia. Disamping itu, komoditas yang dihasilkan oleh
sektor ini merupakan komoditas strategis penunjang ketahanan pangan bagi
Indonesia secara keseluruhan. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika pada
RPJM pemerintah mencantumkan sektor ini sebagai sektor yang perlu lebih dahulu
dikembangkan karena akan memberikan dampak pengali yang amat luas terhadap
perekonomian masyarakat.

Sektor ini umumnya bersifat padat karya dengan penerapan teknologi yang relatif
sederhana dan tepat guna, sehingga peran usaha kecil dan menengah pada sektor
ini cukup besar. Produk sektor ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat
terutama sebagai produk yang dikonsumsi langsung dalam bentuk pangan oleh
rumah tangga maupun sebagai bahan baku dalam proses produksi sektor lainnya.
disamping itu produk pertanian ini juga menjadi komoditas ekspor, khususnya dari

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 101
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

subsektor perkebunan dan perikanan.

Pada tahun 2006, jumlah unit usaha pada sektor ini sebanyak 26.209.399 unit
usaha yang terdiri dari 99,99% berskala usaha kecil, 0.006% skala usaha
menengah dan 0.0002% berskala usaha besar. Jumlah unit usaha UKM
mengalami pertumbuhan yang relatif lambat yaitu sebesar 0,79% per tahun selama
periode tahun 2004-2006.

Gambar 26. Proporsi Sektor Pertanian Terhadap Unit Usaha dan


Tenaga Kerja Nasional Tahun 2006
Jasa-jasa
11%
Keuangan, persew aan
dan Js pers Keuangan, persew aan
0% Jasa-jasa dan Js pers
6% 1%
Pengangkutan dan
komunikasi Pengangkutan dan
6% komunikasi
4%
Pertanian
44%
Perdagangan, hotel,
restoran Pertanian
27% Perdagangan, hotel,
53%
restoran
25%

Bangunan
0% Bangunan
1% Pertambangan
Listrik, gas, air
Pengolahan
0% Pengolahan Listrik, gas, air 1%
13%
7% 0%
Pertambangan
1%

Unit Usaha Tenaga


Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah
Kerja

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, UKM sektor pertanian mampu menyerap
sebesar 99.8% tenaga kerja di sektor pertanian, atau sebesar 43.66% dari
keseluruhan tenaga kerja nasional. Secara umum, jumlah tenaga kerja yang
terserap di sektor pertanian tumbuh sebesar 1,48% pertahun sejak periode 2004
hingga 2006.

Pada tahun 2006, kontribusi Usaha kecil dan menengah dalam pembentukan PDB
sektor pertanian adalah sebesar 95,74%, sedangkan kontribusi terhadap total PDB
nasional adalah sebesar 14.69%. Pertumbuhan PDB sektor pertanian,
perkebunan, perikanan dan perkebunan selama periode tahun 2004-2006 sebesar
2,82% per tahun. Angka pertumbuhan ini masih dibawah pertumbuhan PDB non
migas nasional periode yang sama yang sebesar 6.33%.

Dalam sektor pertanian ini, di tahun 2006 sub-sektor tanaman pangan memberikan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 102
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

kontribusi terbesar dalam pembentukan PDB sektor ini yaitu sebesar 49,45%
kemudian berturut-turut sub sekor perkebunan 15,72%, sub sektor perikanan
15,66%, sub sektor peternakan 12,75% dan sub sektor kehutanan 6,42%.

Tabel 9. Perkembangan Jumlah Unit Usaha, Penyerapan Tenaga Kerja,


PDB, Investasi, Laju Indeks Harga Implisit dan Ekspor Sektor Pertanian
Menurut Skala Usaha Periode Tahun 2004-2006
Variabel Skala Usaha/ 2004 2006 Tumbuh
Sektor/Nasional ’04-‘06
Jumlah Unit Usaha Usaha Kecil 25,798,155 26,207,670 0.79%
(Unit) Usaha Menengah 1,650 1,676 0.78%
Usaha Besar 59 53 -5.22%
Total 25,799,864 26,209,399 0.79%
Jumlah Tenaga Kerja Usaha Kecil 36,877,938 37,965,878 1.46%
(orang) Usaha Menengah 772,366 805,531 2.12%
Usaha Besar 40,984 43,126 2.58%
Total 37,691,288 38,814,535 1.48%
PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 213,528,700 226,756,900 3.05%
(Juta Rp) Usaha Menengah 22,663,700 23,415,500 1.65%
Usaha Besar 10,971,200 11,124,500 0.70%
Total 247,163,600 261,296,900 2.82%
Jumlah Investasi Usaha Kecil 5,437,785 5,894,212 4.11%
ADH Konstan 2000 Usaha Menengah 6,913,413 7,503,748 4.18%
(Juta Rp) Usaha Besar 3,925,116 4,284,417 4.48%
Total 16,276,314 17,682,377 4.23%
Ekspor Usaha Kecil 7,586,424 11,129,939 21.12%
(Juta Rp) Usaha Menengah 1,128,942 1,532,770 16.52%
Usaha Besar 881,834 1,078,767 10.60%
Total 9,597,200 13,741,476 19.66%
Laju Indeks Harga Usaha Kecil 4.38 14.06 79.17%
Implisit (%) Usaha Menengah 6.14 19.59 78.62%
Usaha Besar 7.98 21.94 65.81%
Total 4.68 14.86 78.19%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Dari sisi PDB, secara umum sektor pertanian menyumbangkan 15.34% kepada
PDB nasional di tahun 2006. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2004 yang
16.41%. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor peternakan, diikuti oleh
subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Jika
dilihat sub sektor pembentuknya, maka akan tampak bahwa sektor tanaman bahan
makanan memberikan sumbangan paling besar (49.45%) terhadap PDB sektor
pertanian secara keseluruhan diikuti subsektor perkebunan (15.72%), subsektor
perikanan (15.66%), peternakan (12.75%) dan kehutanan (6.42%).

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 103
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 10. Beberapa Statistik Yang Berhubungan Dengan Unit Usaha,


Tenaga Kerja, PDB, Jumlah Investasi, Ekspor dan Indeks Harga Implisit
Yang Dapat Diolahkan Tahun 2004-2006
2004 2006 satuan Tumbuh
’04-‘06
Jumlah Unit Usaha nasional 44,784,073 48,936,840 unit 4.53%
Jumlah unit usaha di sektor pertanian 25,799,864 26,209,399 unit 0.79%
Jumlah unit usaha UK+M pertanian 25,799,805 26,209,346 unit 0.79%
% Unit usaha UK+M thd sektor pertanian 99.9998% 99.9998% % 0.00001%
% Unit usaha UB thd sektor pertanian 0.0002% 0.0002% % -5.96%
Jumlah Tenaga Kerja nasional 83,601,371 88,804,955 orang 3.065%
Jumlah Tenaga Kerja di sektor pertanian 37,691,288 38,814,535 orang 1.479%
Jumlah TK UK+M sektor pertanian 37,650,304 38,771,409 orang 1.478%
% TK UK+M thd sektor pertanian 99.89% 99.89% % -0.001%
% TK UK+M thd nasional 45.04% 43.66% % -1.540%
PDB non migas ADH konstan 2000 nasional 1,506,296,600 1,703,086,000 juta Rp 6.33%
PDB ADH konstan 2000 pertanian 247,163,600 261,296,900 juta Rp 2.82%
PDB ADH konstan 2000 UK+UM pertanian 236,192,400 250,172,400 juta Rp 2.92%
% PDB UK+M thd sektor pertanian 95.56% 95.74% % 0.09%
% PDB UK+M thd nasional 15.68% 14.69% % -3.21%
% PDB pertanian thd nasional 16.41% 15.34% % -3.30%
% PDB subsektor pangan thd pertanian 49.61% 49.45% % -0.16%
% PDB subsektor perkebunan thd pertanian 15.72% 15.72% % 0.01%
% PDB subsektor peternakan thd pertanian 12.81% 12.75% % -0.26%
% PDB subsektor kehutanan thd pertanian 7.05% 6.42% % -4.57%
% PDB subsektor prikanan thd pertanian 14.81% 15.66% % 2.83%
Jumlah investasi ADH konstan 2000 nasional 354,561,295 404,606,624 juta Rp 6.82%
Jumlah investasi ADH konstan 2000 UK 70,902,434 na juta Rp na
Jumlah investasi ADH konstan 2000 UM 81,388,716 na juta Rp na
Jumlah investasi ADH konstan 2000 UB 202,270,145 na juta Rp na
Ekspor non migas nasional 470,789,928 607,397,270 juta Rp 13.59%
Ekspor sektor pertanian 9,597,200 13,741,476 juta Rp 19.66%
% ekspor sektor thd nasional 2.04% 2.26% % 5.35%
Laju indeks harga implisit nasional 6.79 13.3 % 39.96%
Laju indeks harga implisit UK nasional 5.15 12.96 % 58.63%
Laju indeks harga implisit UM nasional 5.69 14.37 % 58.92%
Laju indeks harga implisit UB nasional 9.21 13.68 % 21.87%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Data jumlah investasi yang dilakukan secara umum menunjukkan angka kenaikan
dibandingkan tahun 2004 (kenaikan per tahunnya rata-rata 6%). Namun secara
jika diperhatikan sumbangan investasi subsektor pembentuknya terhadap investasi
nasional, tampak bahwa sumbangan subsektor mengalami penurunan
dibandingkan pertambahan investasi nasional. Hal ini menunjukkan minat
investasi di sektor ini tidak setinggi minat investasi di sektor lainnya. Jika

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 104
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

diperhatikan subsektor pembentuknya, tampak pada subsektor tanaman bahan


makanan, peternakan dan kehutanan sesungguhnya mengalami penurunan
investasi, sedangkan subsektor perkebunan dan perikanan tetap memunjukkan
angka kenaikan jumlah investasi, meskipun kecil.

Tabel 11. Beberapa Statistik Yang Berhubungan Dengan PDB, Jumlah


Investasi, Ekspor dan Indeks Harga Implisit Yang Dapat Diolahkan
Tahun 2004-2006
Variabel Skala Usaha Tanaman Bahan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
Makanan
2006 Tumbuh 2006 Tumbuh 2006 Tumbuh 2006 Tumbuh 2006 Tumbuh
04-06 04-06 04-06 04-06 04-06
PDB ADH % Total Sub Sektor 49.45% -0.16% 15.72% 0.01% 12.75% -0.26% 6.42% -4.57% 15.66% 2.83%
Konstan thd Sektor
2000 % Total Sub Sektor 7.59% -3.46% 2.41% -3.29% 1.96% -3.55% 0.99% -7.72% 2.40% -0.57%
thd Nasional
Investasi % Total Sub Sektor 25.28% -0.07% 32.07% 0.08% 6.85% -0.11% 7.04% -0.09% 28.76% 0.02%
ADH thd Sektor
Konstan % Total Sub Sektor 1.10% -2.50% 1.40% -2.35% 0.30% -2.54% 0.31% -2.52% 1.26% -2.41%
2000 thd Nasional
Laju Indeks Usaha Kecil 14.65 166.68% 7.79 13.47% 12.66 48.64% 35.77 112.92% 15.88 24.47%
Harga
Usaha Menengah 14.52 160.48% 7.79 35.87% 12.56 109.56% 36.93 109.30% 15.98 36.08%
Implisit (%)
Usaha Besar - - 6.53 9.76% 12.92 67.23% 35.44 89.68% 16.6 22.24%
Total Sub Sektor 14.65 166.68% 7.65 15.55% 12.65 55.08% 36.16 102.82% 15.9 25.47%
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS, 2006 dan diolah

Indeks harga implisit sektor pertanian secara umum tumbuh diatas pertumbuhan
indeks harga implisit nasional menunjukkan kenaikan harga komoditas di pasar
nasional dan dunia. Jika diperhatikan, tampak bahwa kenaikan harga dinikmati
oleh subsektor tanaman bahan makanan, kehutanan dan peternakan. Sedangkan
subsektor perikanan dan peternakan menunjukkan pertumbuhan indeks harga
implisit yang lebih rendah dibandingkan nasional, hal ini menunjukkan penurunan
harga komoditas ke dua subsektor ini di pasar domestik dan/atau ekspor.

Pada tahun 2006, peran usaha kecil dan menengah sangat besar pada empat sub
sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Sedangkan pada sub sektor kehutanan, peran usaha kecil masih relatif kecil,
dimana peran ini di dominasi oleh HPH yang dimiliki oleh pengusaha besar dan
menengah.

4.1. Konsep Sistem Agribisnis


Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 105
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan
antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan pertanian sebagai suatu
kegiatan bisnis yang memiliki daya saing.

Agribisnis menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson, Farell and Funk
(dalam Saragih, 2000) dinyatakan sebagai suatu cara lain untuk melihat pertanian
sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu
dengan yang lain. Subsistem-subsistem tersebut adalah subsistem agribisnis hulu
(up-stream agribusiness), subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness),
subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) dan subsistem jasa
penunjang (supporting institution)

Gambar 27. Sistem Agribisnis

Up-stream On-farm Down-stream


Agribusiness Agribusiness Agribusiness

Pembibitan Tanaman Pangan Intermediate Product


Agro Kimia Tanaman Holtikultura Finished Product
Agro Otomotif Tanaman Obat- obatan Wholesaler
Perkebunan Retailer
Peternakan Consumer
Perikanan
Kehutanan

Supporting
Institution

Agro Institution
Agro Services

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness). Meliputi semua kegiatan


untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas, atau
pengadaan sarana produksi, antara lain: Pembibitan, Agro Kimia, dan Agro
Otomotif.

Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness). Meliputi kegiatan


mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan
manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau budidaya, antara lain :
Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Obat-obatan, Perkebunan,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 106
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness). Disebut juga agroindustri,


aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan menjadikan hasil-hasil pertanian
sebagai bahan bakunya. Atau Kegiatannya pengolahan dan pemasaran, meliputi:
Intermediate Product, Finished Product Wholesaler, dan Retailer Consumer.

Subsistem jasa penunjang (supporting institution). Subsistem ini merupakan


kegiatan jasa dalam mendukung aktivitas pertanian seperti Agro Institution dan
Agro Services.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 27:

Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan


pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan
jasa terkait dalam suatu klaster industri dengan keempat komponen subsistem
tersebut.

Gambar 28. Klaster UKM dalam Sistem Agribisnis

Pemasok Pedagang
Bahan Baku

Pemasok
Mesin dan Alat KLASTER UKM Konsumen
Produksi

Koperasi
Perusahaan
Besar
(Subcontracting)
SDM
Lembaga Pendukung :
! Pemerintah
! Universitas
! LSM
! Perusahaan Besar
! Dll

Keterkaitan UKM dengan sistem agribisnis terletak pada penekanan pada


hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis dalam satu
sistem komoditas. Koperasi sebagai bagian dari sistem agribisnis tersebut dalam
pengelolan klaster berperan besar untuk meningkatkan potensi pertanian dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 107
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian agar lebih
kompetitf serta dapat mendorong efisiensi usaha.

4.2. Dinamika UKM Dalam Sektor Agribisnis


Seperti pernah disampaikan di muka, ektor ini umumnya bersifat padat karya
dengan penerapan teknologi yang relatif sederhana dan tepat guna, sehingga
peran usaha kecil dan menengah pada sektor ini cukup besar. Pernyataan ini
kemudian tercermin dalam peran skala usaha Kecil dan Menegah yang tertangkap
dalam tabel I-O tahun 2000 dan data-data tambahan yang dikelurkan oleh
Kementerian Koperasi dan UKM serta BPS di tahun 2006.

Secara umum tampak bahwa hampir 90% sektor ini dibentuk oleh Usaha Kecil dan
Menengah.

Gambar 29. Proporsi Usaha Kecil, Menengah dan Besar Dalam


Beberapa Indikator Ekonomi di Sektor Pertanian Tahun 2006

100% 0.01%
0.00% 0.11%
2.08% 4.26% 7.85%
90% 8.96%
24.23% 11.15%
80%

70%

60%
42.44%
50% 99.99% 97.81%
86.78%
40% 81.00%

30%

20%
33.33%
10%

0%
Unit Usaha Tenaga Kerja PDB Investasi Ekspor

Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS 2006, diolah

Sektor pertanian ini dibentuk oleh 5 sub-sektor, (1) Subsektor Tanaman Bahan
Makanan, (2) Subsektor Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan, (4) Subsektor
Kehutanan dan (5) Subsektor Perikanan.

Secara sektoral, tampak bahwa subsektor tanaman bahan makanan, perikanan


dan perkebunan merupakan 3 subsektor terbesar dalam sekor pertanian. Berikut

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 108
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

ini gambaran dinamika Usaha Kecil dan Menengah dalam masing-masing sub-
sektor tersebut.

Gambar 30. Proporsi Pembentukan PDB, Investasi dan Ekspor Masing-


Masing Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2006
Perikanan Tanaman Bahan
16% Makanan
Perikanan 25%
29%
Kehutanan
6%
Tanaman Bahan
Makanan
Peternakan 49%
13% Kehutanan
7%
Peternakan
Perkebunan 7% Perkebunan
16% 32%

PDB Investasi
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM dan BPS 2006, diolah

4.2.1. Dinamika UKM Dalam Sub Sektor Pertanian/ Tanaman


Bahan Makanan
Pangan merupakan kebutuhan pokok utama yang tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, politik
dan keamanan nasional. Jumlah produksi pangan nasional pada tahun 2006
mencapai 89,8 juta ton (BPS, 2007). Selama periode tahun 2003-2006
pertumbuhan produksi pangan nasional mencapai 1,72%. Kontribusi terbesar
produksi pangan nasional bersumber dari tanaman padi mencapai 54,45 juta ton
atau 60,64% kemudian ubi kayu dan jagung masing-masing 22,26% dan 12,93%
serta lainnya sebesar 4,18%.

Dalam struktur permintaan pangan menurut skala usaha, seperti terlihat pada
Gambar diatas, menunjukkan bahwa permintaan pangan lebih di fokuskan kepada
pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri (90% untuk memenuhi permintaan
antara dan akhir dan hanya sekitar 1% untuk ekspor). Mengingat bahwa komoditi
pangan seperti beras, jagung dan kacang kedelai merupakan komodi yang
strategis sehingga orientasi permintaan pangan tidak mengarah kepada ekspor.

Jika dilihat struktur penyediaan tanaman bahan makanan nasional dari tabel I-O
tahun 2000 tampak bahwa sebanyak 78,12% berasal dari usaha kecil, impor
20,63% dan usaha menengah hanya 1,25%. Pada skala usaha kecil penyediaan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 109
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

pangan terbesar dari komoditi padi yaitu 16%, tanaman umbi-umbian 15,6% dan
sayuran 15,16%. Usaha besar belum memberikan kontribusi dalam penyediaan
pangan nasoional. Hal ini menunjukkan sistem pertanian tanaman pangan di
Indonesia masih relatif bersifat padat karya.

Gambar 31. Struktur Permintaan Sub sektor Bahan Makanan Menurut


Skala Usaha Tahun 2000
! 100%
90%
80% 39.73
! 51.38 51.70
70%
60% 1.37
! 50% 0.55 0.09
40%
! 30% 58.90
48.07 48.21
20%
! 10%
0%
Usaha Kecil Usaha Usaha Besar
! Menengah

! Permintaan Akhir Ekspor Permintaan Antara

Sumber: BPS, 2000. Diolah

Pada tahun 2000 struktur penyediaan bahan pangan yang disediakan di dalam
negeri hanya 79,37% selebihnya berasal dari impor yaitu sebanyak 20,63%.
Sedangkan struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk
kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai
komoditi strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari impor
maka diharapkan kepada pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan melalui
program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.

Struktur permintaan pada sub sektor ini masih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan domestik baik untuk industri pengolahan maupun untuk kebutuhan
konsumsi langsung masyarakat. Mengingat komoditi pangan sebagai komoditi
strategis dan masih tingginya penyediaan yang bersumber dari impor maka
diharapkan kepada pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan melalui
program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan yang berkelanjutan.

Peran sub sektor ini sangat strategis dalam mendukung sektor riil di Indonesia,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 110
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

terutama sebagai penyedia bahan konsumsi makanan langsung masyarakat serta


sebagai bahan baku industri pengolahan. Usaha menengah sub sektor ini
memiliki keterkaitan industri yang paling tinggi dengan indeks daya penyebaran
sebesar 6,0 sedangkan usaha kecil hanya 5,9 dan usaha besar 5,1. Indeks derajat
kepekaan usaha kecil paling tinggi yaitu 8,9 sedangkan usaha menengah dan
besar masing-masing 4,5 dan 5,1. Hal ini berarti, pada usaha kecil setiap kenaikan
satu unit permintaan akhir sub sektor pangan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 14,8 unit. Sedangkan untuk usaha menengah hanya
10,5 unit dan 10,2 untuk usaha besar. Indeks derajat kepekaan untuk usaha kecil
8,9 menunjukan bahwa sub sektor ini memiliki daya dorong yang tinggi untuk
meningkatkan 8,9 kali kapasitas produksi dan produktivitas industri yang
menggunakan bahan bakunya sebagai input dalam proses produksi industri
lainnya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif tinggi
51,4% dari output sub sektor ini digunakan sebagai input dalam proses produksi
industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar masing-masing
39,7% dan 51,7%.

Tabel 12. Perkembangan PDB, Indeks Harga Implisit dan Investasi Sub
Sektor Tanaman Bahan Makanan Menurut Skala Usaha Periode 2004-
2006
Variabel Skala Usaha Tanaman Bahan Makanan
2004 2006 Tumbuh
’04-‘06
PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 121,733,800 128,281,000 2.65%
(Juta Rp) Usaha Menengah 877,900 930,200 2.94%
Usaha Kecil + Menengah 122,611,700 129,211,200 2.66%
Usaha Besar - - -
Total Sub Sektor 122,611,700 129,211,200 2.66%
% Total Sub Sektor thd Sektor 49.61% 49.45% -0.16%
% Total Sub Sektor thd Nasional 8.14% 7.59% -3.46%
Jumlah Investasi ADH Usaha Kecil 2,941,461 3,189,889 4.14%
Konstan 2000
Usaha Menengah 1,178,326 1,279,540 4.21%
(Juta Rp)
Usaha Kecil + Menengah 4,119,787 4,469,429 4.16%
Usaha Besar - - -
Total Sub Sektor 4,119,787 4,469,429 4.16%
% Total Sub Sektor thd Sektor 25.31% 25.28% -0.07%
% Total Sub Sektor thd Nasional 1.16% 1.10% -2.50%
Laju Indeks Harga Usaha Kecil 2.06 14.65 166.68%
Implisit (%)
Usaha Menengah 2.14 14.52 160.48%
Usaha Besar - - -
Total Sub Sektor 2.06 14.65 166.68%
Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 111
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini hanya mengalami pertumbuhan
PDB sebesar 2.66% per tahun. Di tahun 2006, investasi sub sektor Tanaman
Bahan Makanan sekitar 25,28% dari total sektor pertanian atau sekitar 1,10% dari
total investasi nasional. Investasi pada skala usaha besar di sub sektor ini pada
tahun 2004 dan 2006 belum ada.

Laju indeks harga implisit sub sektor ini sebesar 166.68% dan berada di atas
indeks harga implisit secara nasional yang sebesar 39.96%. Tingginya
pertumbuhan laju indeks harga implisit selama periode 2004-2006 menunjukkan
naiknya harga-harga produk tanaman bahan makanan di pasar nasional.

Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki rasio input antara 16,15%, yang
berarti 16,15% output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri
lainnya dan mampu menghasilkan nilai tambah 83,85% dari output yang
dihasilkan. Usaha kecil memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 12,67%
sedangkan pada usaha menengah yaitu 23,48%.

Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasok oleh usaha kecil
sebesar 60,45%, usaha besar 14,77% impor 14,22% dan usaha menengah
10,66%. Sedangkan kebutuhan antara untuk usaha menengah dipasok oleh usaha
kecil sebesar 45,24%, impor 30,01%, usaha besar 13,91% dan usaha menengah
10,83%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara untuk
usaha menengah relatif lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar global yang memiliki
kecenderungan harga input antara dari impor yang lebih tinggi sehingga skala
usaha ini relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Sehingga surplus
usaha usaha kecil lebih besar dari pada usaha menengah.

Peran koperasi dan UKM di sektor ini cukup besar, mengingat sifat sub sektor ini
yang padat karya. Koperasi dan UKM berperan sebagai pelaku dalam kegiatan
budidaya, penyedia bahan baku, pemasaran maupun proses pengolahan. Banyak
koperasi yang berperan dalam proses kegiatan on-farm maupun off-farm, seperti
koperasi pertanian.

4.2.2. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Tanaman


Perkebunan
Berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, neraca expor impor komoditi
perkebunan selalu mengalami surplus. Komoditi ini merupakan komoditi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 112
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

perdagangan yang merupakan penyumbang devisa terbesar dari sektor non


migas. Surplus perdagangan tahun 2001 mencapai US$ 1.893.411.000. Akan
tetapi tidak seperti sebagian besar produk perkebunan yang ditujukan untuk
ekspor, potensi produksi gula, kapas dan cengkeh untuk memenuhi kebutuhan
industri dalam negeri masih harus didukung oleh impor. Pada tahun 2001 impor
gula naik 6% dan cengkeh naik 2,98%.

Permintaan produk perkebunan sebagian besar untuk kegiatan yang bersifat


produktif yaitu sebagai bahan baku industri pengolahan lainnya. Untuk kebutuhan
konsumsi komoditi tanaman perkebunan relatif lebih besar daripada produksi yang
dihasilkan. Seperti halnya gula dan cengkeh, kebutuhan yang dipenuhi dari impor
sebanyak 36,12% dan 10,08%.

Peran sub sektor perkebuan sangat strategis dalam mendukung perkembangan


sektor riil di Indonesia, sebagai penyedia bahan baku industri dalam negeri dalam
kegiatan produktif. Sub sektor perkebunan memiliki keterkaitan industri yang tinggi
dengan indeks daya penyebaran 23,2 yang terdiri dari usaha kecil 9,9 usaha
menengah 6,9 dan usaha besar 6,5. Indeks derajat kepekaan 21,8 yang berarti
setiap kenaikan satu unit permintaan akhir sub sektor perkebunan akan
meningkatkan output sektor lain secara keseluruhan sebesar 21,8 unit (BPS 2004).

Tabel 13. Struktur Permintaan Sub Sektor Perkebunan Menurut Skala


Usaha Tahun 2000
Skala Usaha Permintaan Ekspor Permintaan Total
Antara Akhir
Usaha Kecil 84.98 4.24 10.77 100.00
Usaha Menengah 87.68 3.09 9.23 100.00
Usaha Besar 92.70 0.49 6.81 100.00
Sumber : BPS, 2004 (diolah)

Dalam struktur permintaan tanaman perkebunan menurut skala usaha


menunjukkan bahwa permintaan tanaman perkebunan lebih di fokuskan kepada
pemenuhan bahan baku industri dalam negeri. Mengingat bahwa tanaman
perkebunan seperti tebu, karet, kapas dan cengkeh merupakan komoditas yang
strategis sehingga orientasi permintaan tanaman perkebunan tidak mengarah
kepada ekspor.

Struktur penyediaan tanaman perkebunan, bahwa sebanyak 65,96% berasal dari


usaha kecil, usaha besar 14,4%, usaha menengah 13,90% sedangkan impor

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 113
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

hanya 6,20%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 21,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 21,8 kali kapasitas produksi dan
produktivitas yang menggunakan komoditi perkebunan sebagai input dalam proses
produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif
tinggi 84,9% dari output subsektor perkebunan digunakan sebagai input dalam
proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar
masing-masing 78,7% dan 92,7% (BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
2004).

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor perkebunan mengalami


pertumbuhan PDB sebesar 2,83%, nilai ini masih dibawah pertumbuhan PDB
nasional yang sebesar 6.33%. Sumbangan terbesar diberikan oleh Usaha Kecil
dengan persentase sebesar 74,91% dari total PDB subsektor Tanaman
Perkebunan, diikuti oleh Usaha Menengah (14,64%) dan Usaha Besar (10,43%).

Tabel 14. Perkembangan PDB, Investasi, dan Indeks Harga Implisit Sub
Sektor Perkebunan Menurut Skala Usaha Periode 2000-2003
Variabel Skala Usaha Perkebunan
2004 2006 Grow/year
PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 29,152,500 30,774,400 2.74%
(Juta Rp) Usaha Menengah 5,699,200 6,018,400 2.76%
Usaha Kecil + Menengah 34,851,700 36,792,800 2.75%
Usaha Besar 3,997,600 4,288,900 3.58%
Total Sub Sektor 38,849,300 41,081,700 2.83%
% Total Sub Sektor thd Sektor 15.72% 15.72% 0.01%
% Total Sub Sektor thd Nasional 2.58% 2.41% -3.29%
Jumlah Investasi ADH Usaha Kecil 1,589,589 1,719,848 4.02%
Konstan 2000
Usaha Menengah 1,675,571 1,814,493 4.06%
(Juta Rp)
Usaha Kecil + Menengah 3,265,160 3,534,341 4.04%
Usaha Besar 1,946,865 2,137,081 4.77%
Total Sub Sektor 5,212,025 5,671,422 4.31%
% Total Sub Sektor thd Sektor 32.02% 32.07% 0.08%
% Total Sub Sektor thd Nasional 1.47% 1.40% -2.35%
Laju Indeks Harga Usaha Kecil 6.05 7.79 13.47%
Implisit (%)
Usaha Menengah 4.22 7.79 35.87%
Usaha Besar 5.42 6.53 9.76%
Total Sub Sektor 5.73 7.65 15.55%
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, (diolah)

Investasi sub sektor ini sebesar 32,07% dari total investasi sektor pertanian atau

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 114
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

sebesar 1,40% dari total investasi di Indonesia pada tahun 2006.

Sub sektor perkebunan memiliki rasio input antara 25,96%, yang berarti 25,96%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 74,04% dari output yang dihasilkan. Usaha
menengah memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 24,46% dari pada usaha
kecil dan usaha besar yaitu masing-masing 25,82% dan 27,43% (BPS dan
Kementerian Koperasi dan UKM 2004).

Laju indeks harga implisit sub sektor perkebunan sebesar 15.55% berada jauh di
bawah indeks harga implisit secara nasional yang sebesar 39.96%. Rendahnya
pertumbuhan laju indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada
skala usaha besar mengindikasikan adanya kemungkinan penurunan harga
komoditi perkebunan yang cukup signifikan di pasar domestik atau dunia.

Sub sektor perkebunan memiliki rasio input antara 25,96%, yang berarti 25,96%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 74,04% dari output yang dihasilkan. Usaha
menengah memiliki rasio input yang lebih rendah yaitu 24,46% dari pada usaha
kecil dan usaha besar yaitu masing-masing 25,82% dan 27,43%.

Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasok oleh usaha kecil
sebesar 39,87%, usaha menengah 13,47%, usaha besar 33,00% dan impor
13,67%. Untuk kebutuhan antara untuk usaha menengah sebagian besar dipasok
dari usaha kecil yaitu 43,73% dan pasokan impor paling rendah, hanya 13,07%.
Sedangkan usaha besar pasokan input antara dari impor impor bila dibandingkan
dengan UKM. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku,
bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara
untuk usaha besar dari impor yaitu 22,71% yang memiliki kecenderungan harga
input antara relatif tidak stabil dibandingkan dengan usaha kecil. Hal ini
merupakan faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya surplus usaha besar
dibandingkan dengan UKM .

Peran Koperasi dan UKM

Pengembangan Koperasi dan UKM dibidang agribisnis khususnya pada sub sektor
perkebunan diharapkan berperan besar dalam percepatan pemulihan ekonomi
nasional melalui perannya dalam menghasilkan devisa dan membuka lapangan
kerja baru. Jenis komoditi perkebunan yang dikembangkan adalah kelapa sawit,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 115
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

kopi, gambir, nilam dan sabut kelapa. Bantuan perkuatan tersebut diberikan
dengan pola perguliran melalui Koperasi. Program percontohan pengembangan
usaha Koperasi di bidang agribisnis perkebunan meliputi:

!" Program pengembangan budidaya dan agroindustri serat rami (haramay)


melalui koperasi. Mulai tahun 2002 pengembangan usaha serat rami
dirintis di Kabupaten Wonosobo Jateng pada areal seluas 55 hektar dan di
Kabupaten Ogan Kemiring Ulu Sumsel pada areal seluas 35 hektar.
Rintisan pengembangan usaha agroindustri serat rami tersebut telah
dilengkapi dengan sarana prosesing. Program sentra turut memfasilitasi
agroindustri haramay di Jawa Barat.

#" Pengembangan Usaha Pengolahan Gambir. Kementerian Koperasi dan


UKM pada tahun 2002 dan 2003 telah memberikan dukungan perkuatan
bagi para petani gambir di Provinsi Sumatera Barat, berupa sarana
pengolahan gambir yang dikelola dengan pola perguliran melalui koperasi.
Program Sentra UKM juga turut bergerak dalam industri pengolahan
gambir ini.

$" Pengembangan Usaha Pengolahan Sabut Kelapa. Sebagai upaya untuk


mendorong peningkatan produktivitas usaha koperasi di sektor
perkebunan, juga telah difasilitasi dukungan perkuatan berupa sarana
pengolahan sabut kelapa, khususnya diperuntukkan bagi koperasi yang
berada di daerah yang potensial kelapa. Untuk itu telah di rintis
percontohan usaha pengolahan sabut kelapa di 4 daerah, yaitu Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Banten.

Komoditas serat rami, gambir dan sabut kelapa tersebut dapat dilaksanakan
dengan teknologi yang terjangkau oleh UKM dan memiliki pasar domestik dan
ekspor yang cukup luas. Hal ini menunjukkan potensi pengembangan UKM di
sektor perkebunan sangatlah besar. Dengan adanya program dan kebijakan
bantuan perkuatan dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengembangkan
usaha Koperasi dan UKM dibidang agribisnis, seperti program bergulir untuk
sarana pengolahan kopi, gambir, sabut kelapa, pengembangan budidaya dan
agroindustri serat rami dan Pabrik Kelapa Sawit skala kecil, disamping menjadi
stimulan yang dapat memotivasi Pemerintah Daerah dalam memberikan
pembinaan dan bantuan dalam rangka pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan
menengah di masa mendatang, juga diharapkan akan menggerakkan kegiatan
produktif masayarakat setempat.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 116
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

4.2.3. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Peternakan


Peran sub sektor perkebuan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, baik untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai penyedia
bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan produktif.

Sub sektor peternakan memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks
daya penyebaran 6,5 yang terdiri dari usaha kecil 2,1 usaha menengah 2,2 dan
usaha besar 2,2. Indeks derajat kepekaan 5,8 yang berarti setiap kenaikan satu
unit permintaan akhir subsektor perkebunan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 5,8 unit.

Dalam struktur permintaan sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya menurut


skalah usaha menunjukkan bahwa permintaan tersebut lebih di fokuskan kepada
pemenuhan bahan baku industri dalam negeri dan kebutuhan konsumsi langsung.

Struktur penyediaan sub sektor ini, sebanyak 78,19% berasal dari usaha kecil,
usaha menengah 15,39%, usaha besar 2,07%, sedangkan impor hanya 4,35%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 5,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang tinggi untuk meningkatkan 5,8 kali kapasitas produksi dan
produktivitas yang menggunakan sub sektor ini sebagai input dalam proses
produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha kecil relatif
tinggi 60,2% dari output subsektor peternakan digunakan sebagai input dalam
proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha besar
masing-masing 59,3% dan 67,9%.

Tabel 15. Struktur Permintaan Sub Sektor Peternakan Menurut Skala


Usaha, tahun 2000-2003
Skala Usaha Permintaan Ekspor Permintaan Total
antara Akhir
Usaha Kecil 60.21 1.23 38.56 100.00
Usaha Menengah 59.26 1.08 39.67 100.00
Usaha Besar 67.90 0.48 31.63 100.00
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2004, (diolah)

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor ini mengalami pertumbuhan PDB
2,55% yang sebagian besar disumbangkan oleh Usaha Kecil. Investasi sub sektor
ini sekitar 0.3% dari total investasi nasional atau sekitar 6.85% dari total sektor
pertanian pada tahun 2006.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 117
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Laju indeks harga implisit sub sektor peternakan sebesar 55.08% berada di atas
indeks harga implisit secara nasional (39.96%). Tingginya pertumbuhan laju
indeks harga implisit selama periode 2004-2006 terutama pada usaha menegah
dan besar yang naik hampir 100% pada tahun 2006. Hal ini mengindikasikan
adanya kenaikan harga komoditi peternakan yang cukup signifikan di Indonesia.
Penyebabnya diduga dampak recovery dari berlalunya wabah penyakit flu burung,
penyakit kuku dan mulut sapi yang melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia
pada tahun 2001-2004 yang lalu.

Tabel 16. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Peternakan


Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006
Variabel Skala Usaha Peternakan
2004 2006 Grow/year
PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 26,126,600 27,508,800 2.61%
(Juta Rp) Usaha Menengah 5,007,400 5,235,900 2.26%
Usaha Kecil + Menengah 31,134,000 32,744,700 2.55%
Usaha Besar 538,400 565,200 2.46%
Total Sub Sektor 31,672,400 33,309,900 2.55%
% Total Sub Sektor thd Sektor 12.81% 12.75% -0.26%
% Total Sub Sektor thd Nasional 2.10% 1.96% -3.55%
Jumlah Investasi ADH Usaha Kecil 164,516 178,961 4.30%
Konstan 2000
Usaha Menengah 548,261 594,518 4.13%
(Juta Rp)
Usaha Kecil + Menengah 712,777 773,479 4.17%
Usaha Besar 405,293 438,511 4.02%
Total Sub Sektor 1,118,070 1,211,990 4.12%
% Total Sub Sektor thd Sektor 6.87% 6.85% -0.11%
% Total Sub Sektor thd Nasional 0.32% 0.30% -2.54%
Laju Indeks Harga Usaha Kecil 5.73 12.66 48.64%
Implisit (%)
Usaha Menengah 2.86 12.56 109.56%
Usaha Besar 4.62 12.92 67.23%
Total Sub Sektor 5.26 12.65 55.08%
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, (diolah)

Sub sektor peternakan memiliki rasio input antara 43,33%, yang berarti 43,33%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 56,67% dari output yang dihasilkan. Usaha
kecil memiliki rasio input antara yang lebih rendah yaitu 40,64% dari pada usaha
menengah dan usaha besar yaitu masing-masing 43,87% dan 45,47%.

Kebutuhan antara untuk sektor ini pada usaha kecil dipasokan didominasi dari
usaha menengah sedangkan impor paling rendah pasokannya 6,53%. Hal yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 118
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

sama juga terjadi pada usaha menengah dan usaha besar juga mendapat
pasokan kebutuhan antara dari usaha menengah yaitu masing-masing 48,77% dan
45,79%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka ketersediaan input antara untuk
usaha UKM maupun usaha besar masih didominasi dari produksi domestik atau
dalam negeri.

4.2.4. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Kehutanan


Peran sub sektor kehutanan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, baik untuk digunakan langsung maupun sebagai penyedia
bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan ekonomi produktif.

Sub sektor ini memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks daya
penyebaran 2,4 yang terdiri dari usaha kecil 0,8 usaha menengah 0,8 dan usaha
besar 0,8. Indeks derajat kepekaan 2,4 yang berarti setiap kenaikan satu unit
permintaan akhir subsektor kehutanan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 2,4 unit.

Dalam struktur permintaan sub sektor ini menurut skala usaha menunjukkan
bahwa usaha kecil dalam memenuhi permintaan ekspor lebih tinggi yaitu 7,32%
dari usaha menengah maupun besar. Permintaan tersebut lebih di fokuskan
kepada pemenuhan bahan baku industri dalam negeri.

Tabel 17. Struktur permintaan Sub Sektor Kehutanan Menurut Skala


usaha, tahun 2000-2003
Skala Usaha Permintaan Ekspor Permintaan Total
antara Akhir
Usaha Kecil 71.77 7.32 20.91 100.00
Usaha Menengah 87.19 1.44 11.37 100.00
Usaha Besar 88.09 0.91 11.00 100.00
Sumber : BPS 2004, diolah

Struktur penyediaan sub sektor ini, didominasi dari usaha menengah yaitu
43,55%, usaha besar 32,93% dan usaha kecil sebesar 21,71% sedangkan impor
hanya 1,81%.

Indeks derajat kepekaan sebesar 2,4 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang relatif tinggi untuk meningkatkan 2,4 kali kapasitas produksi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 119
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dan produktivitas yang menggunakan komoditi kehutanan sebagai input dalam


proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar
relatif tinggi 88.1% dari output subsektor kehutanan digunakan sebagai input
dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha
kecil masing-masing 87,2% dan 71,8%.

Selama periode tahun 2004-2006 PDB sub sektor kehutanan mengalami


penurunan rata-rata sebesar 1,88%. Investasi sub sektor ini sekitar 0,31% dari
total investasi nasional atau sekitar 7,04% dari total investasi sektor pertanian pada
tahun 2006.

Tabel 18. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Kehutanan


Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006
Variabel Skala Usaha Kehutanan
2004 2006 Grow/year
PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 3,934,800 3,795,100 -1.79%
(Juta Rp) Usaha Menengah 7,587,200 7,303,100 -1.89%
Usaha Kecil + Menengah 11,522,000 11,098,200 -1.86%
Usaha Besar 5,911,800 5,685,900 -1.93%
Total Sub Sektor 17,433,800 16,784,100 -1.88%
% Total Sub Sektor thd Sektor 7.05% 6.42% -4.57%
% Total Sub Sektor thd Nasional 1.16% 0.99% -7.72%
Jumlah Investasi ADH Usaha Kecil 91,747 99,882 4.34%
Konstan 2000
Usaha Menengah 457,296 494,911 4.03%
(Juta Rp)
Usaha Kecil + Menengah 549,043 594,793 4.08%
Usaha Besar 598,960 650,077 4.18%
Total Sub Sektor 1,148,003 1,244,870 4.13%
% Total Sub Sektor thd Sektor 7.05% 7.04% -0.09%
% Total Sub Sektor thd Nasional 0.32% 0.31% -2.52%
Laju Indeks Harga Usaha Kecil 7.89 35.77 112.92%
Implisit (%)
Usaha Menengah 8.43 36.93 109.30%
Usaha Besar 9.85 35.44 89.68%
Total Sub Sektor 8.79 36.16 102.82%
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2004, diolah

Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil pasokan didominasi dari
usaha kecil sebesar 45,69% dan pasokan impor, lebih sedikit dari usaha
menengah maupun usaha besar yaitu sebesar 10,97%. Sangat berbeda dengan
usaha menengah dimana kebutuhan antara sebagian besar dipasok dari impor
yaitu 36,70%. Sedangkan usaha besar pasokan input antaranya didominasi dari
UKM, hanya 15,43% berasal dari impor. Dilihat dari kebutuhan antara yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 120
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dibutuhkan, baik bahan baku, bahan bakar maupun bahan penolong lainnya maka
usaha menengah diduga harga input antara relatif tidak stabil.

4.2.5. Perkembangan Kinerja KUKM Sub Sektor Perikanan


Peran sub sektor perikanan sangat strategis dalam mendukung perkembangan
sektor riil di Indonesia, baik untuk digunakan langsung maupun sebagai penyedia
bahan baku industri dalam negeri dalam kegiatan produktif.

Sub sektor ini memiliki keterkaitan industri yang tinggi dengan indeks daya
penyebaran 4,1 yang terdiri dari usaha kecil 1,4 usaha menengah 1,4 dan usaha
besar 1,3. Indeks derajat kepekaan 6,8 yang berarti setiap kenaikan satu unit
permintaan akhir subsektor kehutanan akan meningkatkan output sektor lain
secara keseluruhan sebesar 6,8 unit.

Dalam struktur permintaan sub sektor ini menurut skalah usaha menunjukkan
bahwa usaha besar dalam memenuhi permintaan ekspor lebih tinggi 6,50% dari
usaha menengah maupun besar. Berdasarkan Tabel 5.14 menunjukkan bahwa
permintaan pada sub sektor perikanan lebih besar untuk permintaan akhir
terutama untuk konsumsi rumah tangga secara langsung dari pada memenuhi
kebutuhan untuk bahan baku industri dan kegiatan produktif.

Struktur penyediaan sub sektor ini, didominasi dari usaha kecil yaitu 86,58%,
usaha menengah 12,07% dan usaha besar sebesar 1,25% sedangkan impor
hanya 0,12%.

Tabel 19. Struktur Permintaan Sub Sektor Perikanan Menurut Skala


Usaha, tahun 2000-2003
Skala Usaha Permintaan Ekspor Permintaan Total
antara Akhir
Usaha Kecil 22.85 3.14 74.01 100.00
Usaha Menengah 24.12 3.85 72.03 100.00
Usaha Besar 38.73 6.50 54.78 100.00
Sumber : BPS 2004, diolah

Indeks derajat kepekaan sebesar 6,8 menunjukkan bahwa sub sektor ini memiliki
daya dorong yang relatif tinggi untuk meningkatkan 6,8 kali kapasitas produksi
dan produktivitas yang menggunakan komoditi perikanan sebagai input dalam
proses produksinya. Rasio permintaan antara sub sektor ini pada usaha besar

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 121
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

relatif tinggi yaitu 38.7% dari output subsektor perikanan digunakan sebagai input
dalam proses produksi industri lainnya. Sedangkan usaha menengah dan usaha
kecil masing-masing 24.1% dan 22.8%.

Selama periode tahun 2004-2006 sub sektor Perikanan mengalami pertumbuhan


PDB sebesar 5,73%, masih dibawah, meskipun mendekati, pertumbuhan PDB
nasional. Investasi sub sektor ini sekitar 1,26% dari total investasi nasional atau
sekitar 28,76% dari total sektor pertanian pada tahun 2006.

Sub sektor kehutanan memiliki rasio input antara 21,29%, yang berarti 21,29%
output yang dihasilkan digunakan untuk membeli input dari industri lainnya dan
mampu menghasilkan nilai tambah 78,71% dari output yang dihasilkan. Hampir
semua skala usaha memiliki rasio input yang relatif sama yaitu 23,30% untuk
usaha kecil, 23,32% usaha menengah dan 24,45% usaha besar.

Tabel 20. Perkembangan PDB dan Investasi Sub Sektor Perikanan


Menurut Skala Usaha Periode 2004-2006
Variabel Skala Usaha Perikanan
2004 2006 Grow/year
PDB ADH Konstan 2000 Usaha Kecil 32,581,000 36,397,600 5.69%
(Juta Rp) Usaha Menengah 3,492,000 3,927,800 6.06%
Usaha Kecil + Menengah 36,073,000 40,325,400 5.73%
Usaha Besar 523,300 584,500 5.69%
Total Sub Sektor 36,596,300 40,909,900 5.73%
% Total Sub Sektor thd Sektor 14.81% 15.66% 2.83%
% Total Sub Sektor thd Nasional 2.43% 2.40% -0.57%
Jumlah Investasi ADH Usaha Kecil 650,472 705,631 4.15%
Konstan 2000
Usaha Menengah 3,053,958 3,320,286 4.27%
(Juta Rp)
Usaha Kecil + Menengah 3,704,430 4,025,917 4.25%
Usaha Besar 973,997 1,058,749 4.26%
Total Sub Sektor 4,678,427 5,084,666 4.25%
% Total Sub Sektor thd Sektor 28.74% 28.76% 0.02%
% Total Sub Sektor thd Nasional 1.32% 1.26% -2.41%
Laju Indeks Harga Usaha Kecil 10.25 15.88 24.47%
Implisit (%)
Usaha Menengah 8.63 15.98 36.08%
Usaha Besar 11.11 16.6 22.24%
Total Sub Sektor 10.1 15.9 25.47%
Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM 2006, diolah

Kebutuhan antara untuk sektor ini, untuk usaha kecil usaha dan menengah
pasokan input antara yaitu lebih didominasi dari usaha keci, sedangkan pasokan
impornya relatif lebih rendah yaitu masing 11,44% dan 11,72%. Sangat berbeda

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 122
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dengan usaha besar dimana kebutuhan input antara juga sebagian besar usaha
kecil, namun pasokan dari impor juga jauh lebih tinggi dari UKM yaitu sekitar
29,61%. Dilihat dari kebutuhan antara yang dibutuhkan, baik bahan baku, bahan
bakar maupun bahan penolong lainnya maka usaha kecil dan menengah diduga
harga input antara relatif stabil dibandingkan usaha besar.

4.3. Potensi Beberapa Komoditas Agribisnis Indonesia


Orang berkata, sepanjang masih ada manusia yang butuh makan, maka komoditas
agribisnis akan tetap menguntungkan untuk diproduksi dan diperdagangkan.
Begitu pula gambaran mengenai peluang komoditas agribisnis di Indonesia. Daya
dukung lahan, iklim, tenaga kerja dan infrastruktur seharusnya berpeluang
menjadikan sektor agribisnis sebagai salah satu sektor yang potensial untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, penanaman modal dan peningkatan
pendapatan nasional.

Peningkatan jumlah penduduk dunia saat ini berjalan dengan cepat, peningkatan
secara umum rata-rata sebesar 78 juta jiwa setiap tahunnya, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) memperkirakan pada tahun 2030, populasi dunia akan mencapai 8
milyar jiwa. Peningkatan populasi penduduk dunia ini membawa konsekuensi
meningkatnya permintaan produk pangan dunia. Untuk memenuhi kebutuhan
akan pangan tersebut, pada tiga dekade terakhir, luas kawasan yang digunakan
untuk pertanian dan perkebunan di negara-negara berkembang telah berkembang
menjadi dua kali lipat, yaitu dari 50 juta hektar menjadi 100 juta hektar atau sama
dengan tiga kali luas propinsi Jawa Barat saat ini. Disamping peningkatan
populasi penduduk, permintaan akan produk pertanian dan perkebunan juga
didorong oleh meningkatnya pendapatan rata-rata penduduk dunia dan urbanisasi
penduduk di negara berkembang. Urbanisasi penduduk menurunkan kapasitas
sumberdaya manusia yang mengolah tanah pertanian, sedangkan meningkatnya
pendapatan merubah pola konsumsi dan belanja. Dua hal ini mendorong
peningkatan permintaan produk pangan dan pertanian lainnya. Hal-hal ini secara
umum menunjukkan peluang pasar komoditas agribisnis yang dapat diraih
Indonesia di masa depan.

Prospek yang masih terbuka luas dibidang agribisnis sebagai upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat dunia ini perlu ditangani secara serius dan sistematis,
mengingat potensi Indonesia sebagai negara agraris besar yang memiliki hampir
semua kebutuhan faktor-faktor pendukung pertanian (iklim, geografis, tenaga kerja,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 123
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

lahan, teknologi dan infrastruktur) serta pengembangan agribisnis modern.

Beberapa komoditas pangan dunia adalah (1) Grain – Biji-bijian (termasuk beras,
gandum, jagung, barley), (2) Dairy – susu dan produk tutunannya (susu, susu
bubuk, susu non-fat, mentega, keju), (3) Lifestock – Daging-dagingan (daging sapi,
daging babi, daging ayam), (4) Fish – perikanan (baik hasil perikanan tangkap dan
budidaya, termasuk rumput laut). Jika diperhatikan, secara umum UKM Indonesia
masih berpeluang untuk terjun dalam industri agribisnis komoditas pangan dunia
tersebut karena data menunjukkan Indonesia sendiri masih menjadi tujuan ekspor
yang besar dari negara-negara penghasil pangan dunia tersebut untuk beberapa
komoditas utama seperti beras (Indonesia mengimpor dari Thailand, Vietnam, dan
Amerika Serikat) , susu (Indonesia mengimpor dari Amerika Serikat dan New
Zealand), dan daging sapi (Indonesia mengimpor dari Australia). Sedangkan
produk perikanan menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara eksportir
produk perikanan terbesar dunia, padahal potensi perikanan sendiri belum digali
secara penuh dan masih lebih banyak dimanfaatkan (dicuri) oleh negara lain.

4.3.1. Potensi Komoditas Beras


Mari kita perhatikan komoditas beras yang sudah tidak asing lagi. Dari data yang
dimiliki tampak bahwa untuk memenuhi permintaan dalam negeri pun masih
tersisa ruang pasar yang sangat besar. Permintaan terhadap beras meliputi
permintaan untuk konsumsi di dalam rumah; di luar rumah (antara lain di rumah
makan dan hotel); konsumsi makanan hasil industri pengolahan; dan kebutuhan
beras untuk cadangan rumah tangga. Disamping itu produk padi juga
dipergunakan untuk benih dan campuran pakan. Secara umum terdapat
kecenderungan penurunan konsumsi beras per kapita di dalam rumah, yang
diiringi peningkatan konsumsi di luar rumah dan konsumsi produk-produk industri
pangan. Komposisi penggunaan beras pada tahun 1999-2003 yaitu: 79,6 persen
(di dalam rumah); 10,8 persen (di luar rumah); dan 9,6 persen (makanan hasil
industri).

Tabel di atas menunjukkan bahwa kebutuhan beras di dalam negeri masih lebih
besar dari ketersediaan beras yang dapat dipasok oleh produksi pertanian
nasional. Sehingga untuk memenuhinya diambil langkah impor beras. Situasi
defisit tersebut, apabila berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya
ketergantungan pada pangan impor, yang pada gilirannya melemahkan tingkat
kepastian pangan dan ketahanan pangan nasional. Untuk menekan tingkat defisit

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 124
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

tersebut, perlu upaya yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan


(produksi) dan penurunan tingkat permintaan (konsumsi). Hal ini menunjukkan
salah satu peluang yang dapat diraih oleh industri agribisnis dalam negeri untuk
memenuhi salah satu komoditas utama kebutuhan indonesia.

Tabel 21. Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Oleh Indonesia Tahun
2003-2007 (November)
Tahun 2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 Pertumbuhan
Produksi (000 ton) 35,024 34,830 34,959 33,300 34,000 -1.25%
% terhadap produksi dunia 8.95% 8.70% 8.37% 7.97% 8.07%
Konsumsi (000 ton) 36,000 35,850 35,739 35,550 36,150 -0.31%
% terhadap konsumsi dunia 8.72% 8.78% 8.60% 8.49% 8.52%
Impor (000 ton) 650 500 539 1,900 1,600 30.76%
% terhadap impor dunia 2.39% 1.72% 1.87% 6.57% 5.41%
Sumber: USDA, 2007

Potensi komoditas beras lainnya dapat dilihat dari turunnya produksi beras dunia.
Jika dilihat catatan secara global, produksi padi pada tahun 2006 meningkat 0,49%
atau meningkat sebesar 3,097 juta ton, namun pada tahun 2007 ini, diramalkan
oleh FAO produksi padi dunia akan menurun menjadi 633 juta ton atau sebesar
0.25%. Penurunan ini disebabkan prospek pertanian yang kurang baik di
beberapa negara utama produsen padi khususnya Banglades, Kamboja, India,
Jepang, Republik Negara Korea, Negeri Nepal dan Thailand. Faktor yang
mempengaruhi turunnya produksi padi dunia disebabkan pemanasan global yang
menimbulkan iklim yang tidak menentu hal ini menyebabkan banyaknya lahan
pertanian padi yang rusak akibat bencana alam (kekeringan, banjir dan longsor).

Jika diperhatikan data produksi dan konsumsi beras dunia tahun 2003 hingga
2007, maka diduga akan terjadi defisit produksi beras dunia pada tahun berikutnya.
Selisih antara konsumsi dan produksi tersebut, seperti yang tampak dalam gambar
diatas, tidak berarti terjadinya shortage/kelangkaan beras karena sesungguhnya
dunia masih memiliki stock beras dari tahun-tahun sebelumnya. Angka tersebut
sebenarnya menunjukkan potensi impor beras yang akan dilakukan oleh negara-
negara yang menghadapi defisit produksi beras dan negara-negara yang ingin
menjaga stock berasnya. Dengan demikian angka ini mencerminkan potensi pasar
beras yang dapat diraih oleh sektor agribisnis Indonesia melalui komoditas beras
jika berhasil memanfaatkan kebutuhan beras dunia.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 125
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Gambar 32. Produksi dan Konsumsi Beras Dunia Tahun 2003-2007


(000 ton)

430,000
420,000

Jumlah (000 ton)


410,000
400,000
390,000

380,000
370,000
2003 2004 2005 2006 2007

Produksi 391,510 400,432 417,551 417,649 421,157


Konsumsi 412,985 408,090 415,450 418,854 424,229
Tahun

Produksi Konsumsi

Sumber: USDA 2007

Sebagai gambaran, di tahun 2008 impor beras yang akan dilakukan oleh pasar
dunia diperkirakan sebesar 19 juta ton. Jika harga beras (Thailand) di pasar
internasional tahun 2007 adalah sebesar kurang lebih USD 360 per ton nya, maka
potensi pasar komoditas beras yang dapat diraih adalah sebesar kurang lebih USD
6840 juta, atau sekitar Rp 61,56 trilyun (asumsi kurs Rp 9000/USD). Namun jika
potensi pasar hanya dihitung dari nilai defisit produksi beras dunia, maka angka
potensi ini menjadi sekitar Rp 9,72 trilyun (3 juta ton defisit beras x USD 360 x Rp
9000) dalam satu tahun. Sebuah nilai yang cukup besar.

4.3.2. Potensi Komoditas Susu


Indonesia memiliki 3 propinsi penghasil susu utama yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Secara keseluruhan produksi susu nasional Indonesia
cenderung stagnan pada tingkat produksi sekitar 1,2 juta liter per hari dari sekitar
400 ribu ekor sapi perah. Padahal, pertumbuhan konsumsi susu naik per tahun
sebesar 10%. Hal ini yang menyebabkan 70% kebutuhan susu Indonesia masih
diimpor.

Jika diperhatikan data yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan Amerika


Serikat, tampak bahwa ekspor susu Amerika ke Indonesia cukup tinggi. Indonesia

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 126
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

digolongkan sebagai negara importir utama produk susu bubuk Amerika Serikat di
Asia disamping Cina, Malaysia, Filipina dan Taiwan.

Tabel 22. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah 2000 - 2004


2000 2001 2002 2003 2004
Jumlah (000 Ltr) 34,290.80 35,717.80 37,013.33 31,639.38 34,102.13
Nilai (Juta Rp) 55,826.83 59,815.11 65,969.26 59,634.51 67,347.55
Sumber: BPS

Tabel 23. Pasar Utama Susu Bubuk Whole Milk Amerika Serikat Tahun
2003-2006 (ton)
Negara 2003 2004 2005 2006 Pertumbuhan
Algeria 136,419 171,562 170,067 167,264 -1.30%
Venezuela 92,081 123,407 96,849 120,479 1.40%
Saudi Arabia 84,780 109,870 92,070 90,493 -9.00%
Nigeria 54,722 70,634 56,294 67,945 0.20%
China 98,774 96,145 76,093 73,458 -2.20%
Sri Lanka 54,520 57,220 65,377 65,144 6.90%
Indonesia 79,301 68,850 78,505 77,714 6.50%
Malaysia 92,748 91,302 70,610 71,227 -0.90%
UAE 29,439 42,559 43,696 52,819 11.80%
Cuba 28,376 39,392 51,148 46,042 9.90%
Total 751,161 870,940 800,709 832,584 -2.00%
Sumber: USDA, 2007

Tabel 24. Tujuan Ekspor Susu Bubuk Non Fat Amerika Serikat di
ASEAN Tahun 2004-2006 (ton)
Negara 2004 2005 2006 Pertumbuhan
Indonesia 13,337 23,419 36,264 39.57%
Philippines 22,788 22,522 33,332 13.51%
Malaysia 11,431 14,089 19,027 18.51%
Vietnam 7,575 16,591 15,852 27.91%
Singapore 4,757 5,495 6,977 13.62%
Thailand 5,939 7,704 5,999 0.34%
Sumber: USDA, 2007

Tabel 23 dan 24 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan importir produk susu


terbesar di kawasan ASEAN. Informasi lain yang dapat diperoleh dari tabel-tabel
tersebut adalah masih tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan produk susu di
negara-negara tetangga Indonesia. Pasar ini dapat dimanfaatkan oleh UKM

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 127
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

peternakan Indonesia. Jika di perhatikan keadaan sumber daya alam Indonesia,


maka diyakini bahwa di masa depan Indonesia dapat menjadi salah satu eksportir
produk susu utama di dunia. Hal ini berkaitan dengan menurunnya produk susu
Australia dan New Zealand (dua produsen susu utama dunia) akibat kekeringan
berkelanjutan yang mereka hadapi, yang diduga pengaruh tidak langsung dari
proses pemanasan global.

Praktik berhasil industri agribisnis susu ini sudah dapat dilihat di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Lembang, Jawa Barat, misalnya, Koperasi Peternak
Sapi Perah Bandung Utara yang berhasil tumbuh pesat sehingga memiliki lini
produk yang beragam, unit pengolahan yang modern, dan asset sekitar Rp 40
milyar di tahun 2006, tanpa bantuan terlalu banyak dari Pemerintah.

Potensi pendapatan dari komoditas susu yang dapat diraih, dapat dihitung dari
besarnya impor yang dilakukan oleh pasar Asia. Jika diperhatikan kebutuhan
impor susu bubuk untuk pasar Asia Tenggara adalah sebesar 591,000 ton di tahun
2007. Jika harga susu diasumsikan sebesar USD 3 per kg nya, maka nilai impor
ini adalah sebesar US 1.77 atau sekitar Rp 15.9 trilyun (kurs Rp 9000/USD).

4.3.3. Potensi Komoditas Perikanan


Permintaan dunia akan produk perikanan digunakan untuk beragam manfaat,
antara lain: untuk konsumsi langsung dan dimanfaatkan oleh industri non makanan
termasuk sebagai pakan bagi pembudidayaan ikan. Mayoritas produksi perikanan
dunia digunakan untuk konsumsi langsung. Dalam laporan FAO tahun 2004,
dinyatakan bahwa sekitar 76% produksi perikanan dunia dimanfaatkan untuk
konsumsi langsung, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk industri non pangan.

Pada tahun 2002, 70% total produksi ikan dunia dimanfaatkan oleh industri
pengolahan. Dari jumlah tersebut, 63% di antaranya adalah untuk industri
pengolahan ikan untuk konsumsi dan sisanya sebagai produk non makanan.
Meskipun terdapat beragam bentuk pengolahan ikan, produk ikan segar tetap
menjadi produk yang paling diterima di pasar dunia. Selama periode tahun 1990
sampai dengan tahun 2002, proporsi ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan
hidup/ikan segar meningkat bila dibandingkan dengan produk ikan lain (ikan
kaleng, ikan beku, ikan yang diawetkan), yaitu sebesar 30%. Sedangkan untuk
ikan olahan, pembekuan masih menjadi metode paling banyak digunakan untuk
pemrosesan ikan konsumsi, yaitu sebesar 53%. Kemudian diikuti oleh

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 128
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

pengalengan ikan (27%) dan pengawetan ikan (20%).

Gambar 33. Trend Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 1962 -


2002

Sumber: FAO (2004)

Tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk dunia pada tahun 2004 berada pada
kisaran angka 16,5 kg/kapita/tahun. Angka ini meningkat lebih dari 20% bila
dibandingkan dengan tahun 1992 yang hanya sebesar 13,1 kg/kapita/tahun.
Tingkat konsumsi ikan perkapita pertahun tertinggi dipegang oleh Jepang sebesar
110 kg/kapita/tahun. Sementara Hongkong, Singapura, Taiwan, Korea Selatan dan
Amerika Serikat berturut-turut sebesar 80 kg, 70 kg, 65 kg, 60 kg dan 35 kg per
kapita pertahun. Sedangkan tingkat konsumsi ikan Indonesia pada tahun 2004
berada pada kisaran 23 kg/kapita/tahun.

Gambar 34. Pemanfaatan Produksi Ikan Dunia Tahun 2002

Sumber: FAO, 2004

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 129
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Gambar 35. Perbandingan Konsumsi Sumber Protein Penduduk Dunia


Periode Tahun 1999-2001

Sumber: FAO. 2004

Pertumbuhan tingkat konsumsi ikan dunia ini sebagian besar disumbangkan oleh
China, yang diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan konsumsi ikan
perkapita penduduk dunia dari 16% menjadi 33% pada tahun 2004. Peningkatan
konsumsi ikan per kapita penduduk dunia ini dikarenakan semakin pentingnya
posisi ikan sebagai salah satu sumber protein dan micronutrient. Hal ini dipicu oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat dunia untuk mengkonsumsi protein hewani
yang sehat.

Dalam 25 tahun terakhir banyak sekali penemuan ilmiah dari para ahli gizi dan
kesehatan dunia yang membuktikan bahwa ikan dan jenis seafood lainnya sangat
baik untuk kesehatan serta kecerdasan manusia. Kenyataan ini disebabkan karena
ikan (seafood) rata-rata mengandung 20% protein yang mudah dicerna dengan
komposisi asam amino esensial yang seimbang. Ikan juga mengandung omega-3
yang sangat penting bagi perkembangan jaringan otak, dan mencegah terjadinya
penyakit jantung, stroke dan darah tinggi.

Potensi Perikanan Indonesia

Laut Indonesia yang sangat luas menyimpan potensi perikanan yang masih sangat
besar. Untuk seluruh kawasan lautnya, Indonesia masih mempunyai potensi ikan
laut sekitar 6,4 juta ton per tahun atau sekitar 7% dari total potensi lestari ikan laut
dunia. Yang baru dimanfaatkan hanya sebesar 4,8 juta ton. Jadi laut Indonesia
masih mempunyai sumberdaya yang masih bisa dimanfaatkan sekitar 25 persen

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 130
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

yaitu sekitar 1,6 juta ton per tahun. Terdapat beberapa kelompok sumberdaya
yang pemanfaatannya sudah mendekati optimal yaitu pada golongan ikan pelagis
besar (80,8%) dan ikan demersal (97,4%). Meskipun ada juga pemanfaat
beberapa jenis ikan yang dinilai sudah berlebihan pemanfaatannya (over exploited)
yaitu pada kelompok ikan karang konsumsi (135%), kelompok udang peneid
sebesar 210% dan cumi-cumi sebesar 378%.

Tabel 25. Potensi, Tingkat Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan


Masing-Masing Kelompok Sumber Daya Ikan Laut
KELOMPOK SUMBER DAYA IKAN LAUT
Ikan Ikan Ikan Ikan Udang Cumi- Seluruh
Pelagis Pelagis Demersal Karang Peneid cumi SDIL
Besar Kecil konsumsi
Produksi 0,9 1,8 1,3 0,18 0,19 0,06 4,8
Potensi (106 Ton/Thn) 1,14 3,6 1,4 0,14 0,09 0,02 6,4
Pemanfaatan (%) 80,8 52,6 97,4 135 210 378 75%
Peluang Pengemb.(%) 19,2 47,7 2,6 25%
Sumber : DKP dan BPS (diolah)

Meskipun potensi yang sangat besar tetapi terdapat beberapa kelompok


sumberdaya yang tingkat pemanfaatannya masih rendah yaitu berkisar 50%
seperti pelagis kecil sebesar 52,6%. Untuk kelompok-kelompok sumberdaya laut
yang masih rendah pemanfaatannya masih tersedia peluang untuk
pengembangannya. Berdasarkan tingkat pemanfaatan yang aman, lestari dan
berkelanjutan seperti yang ditentukan bahwa tingkat pemanfaatan yang aman
adalah 90 % dari besarnya potensi lestari atau MSY (maximum sustainable yield),
maka peluang pengembangan kelompok pelagis besar sekitar 9,2 %. Kemudian
untuk kelompok pelagis kecil dan lobster masing-masing 37,7%

Berdasarkan potensi total perikanan laut yang ada saat ini di perairan laut
Indonesia, maka secara keseluruhan Indonesia masih mempunyai peluang
pengembangan yang relatif besar yaitu sekitar 25%. Ini merupakan peluang emas
yang harus diantisipasi secara serius.

Berdasarkan data pada tabel 26 dapat dikatakan bahwa pemanfaatan potensi


perikanan laut dikawasan timur di Indonesia belum optimal. Ikan jenis tuna masih
sekitar 24%-48% sumberdaya yang masih bisa dikelola pemanfaatannya. Begitu
juga dengan ikan tongkol, bahkan di laut Arafuru, laut Banda, dan laut Sulawesi
baru sekitar 7%, 18%, dan 20% yang telah dimanfaatkan dan masih sekitar 93%,
82%, dan 80% potensi yang belum termanfaatkan. Kelihatannya kawasan laut

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 131
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Arafuru, laut Banda, laut Sulawesi, laut Maluku, dan lautan Hindia masih kaya akan
potensi ikan laut seperti ikan tuna, tongkol, pelagis kecil, cakalang, dan tenggiri.
Apabila sumberdaya laut ini dapat dikelola dengan baik dan benar maka ini
merupakan potensi laut yang sangat besar untuk dapat menghadapi tantangan
pasar di era globalisasi.

Tabel 26. Tingkat Pemanfaatan (100% Optimal) Sumberdaya Ikan Laut


Indonesia tahun 2002
Wilayah Perairan Udang Demersal Pelagis Tuna Skipjack Tenggiri Tongkol
kecil

Selat Malaka 154 178 106


Laut Cina Selatan 114 30 23
Laut Jawa 161 54 132 46 114
Laut Flores 106 103 50 76 107 37 78
Laut Banda n.a 56 25 42 38 14 18
Laut Maluku 68 76 46 64 34 7 63
Laut Sulawesi 116 100 29 58 25 102 20
Laut Arafuru 98 93 4 52 70 26 7
Lautan india 88 84 41 38 19 29 58
Catatan : n.a = Tidak ada data
Sumber : DKP diolah

Tabel 27. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap (juta Ton)


2000 2001 2002 2003 2004 2005* Pertumbuh
an per
tahun
Total Produksi 5,120,518 5,354,473 5,516,652 5,920,323 6,350,377 6,633,302 4.40%
Budidaya 993,727 1,076,749 1,137,151 1,228,559 1,468,612 1,690,490 8.13%
Tangkap 4,126,791 4,277,724 4,379,501 4,691,764 4,881,765 4,942,812 3.42%
-Laut 3,279,039 3,377,646 3,437,805 3,713,018 3,832,290 3,960,522 3.17%
-Darat 847,752 900,078 941,696 978,746 1,049,475 982,290 4.36%
Sumber: DKP, FAO, diolah

Pada bagian awal telah disebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara
produsen perikanan tangkap terbesar di dunia setelah China, Peru, Chili dan
Amerika Serikat. Perkembangan produksi perikanan tangkap Indonesia dari tahun
ke tahun menunjukkan peningkatan, namun angka laju pertumbuhan cenderung
menurun. Dalam periode 5 tahun terakhir (2000-2004), produksi perikanan tangkap
meningkat rata-rata sebesar 3,61% per tahun, yaitu dari 4,12 juta ton pada tahun
2000 menjadi 4,97 juta ton pada tahun 2005. Sedangkan bila dilihat perkembangan
dari tahun 2004 ke 2005, maka laju pertumbuhan produksi kurang dari 2%, di

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 132
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

mana produksi pada tahun 2004 sebesar 4,88 juta ton sedangkan pada tahun
2005 sebesar 4,9 juta ton.

Produksi ikan tangkap Indonesia masih didominasi oleh ikan pelagis, baik pelagis
besar maupun pelagis kecil. Secara ekonomis, ikan jenis ini nilainya dipasaran
kurang tinggi, kecuali spesies-spesies tertentu seperti tuna atau cakalang. Pada
tahun 2004, produksi ikan paling banyak adalah ikan layang (325 ribu ton), yang
diikuti oleh ikan cakalang (233 ribu ton) dan ikan kembung (201 ribu ton). Produksi
beberapa jenis ikan yang mendominasi hasil tangkapan dapat dilihat pada tabel
28.

Bila dilihat dari sisi nilainya, maka nilai produksi perikanan tangkap tertinggi dicapai
oleh jenis udang windu (1.798.3951,18 juta rupiah), kemudian diikuti oleh udang
jerbung (1.546.036,81 juta rupiah). Dari jenis ikan, nilai tertinggi dicapai oleh ikan
tongkol komo dengan nilai produksi pada tahun 2004 mencapai 1.485.336,21 juta
rupiah atau meningkat sebesar 24 % dibanding tahun 2003 yang nilainya
mencapai 1.196.542 juta rupiah. Kemudian diikuti oleh ikan tenggiri yang nilainya
pada tahun 2004 mencapai 1.342.354,41 juta rupiah. Perkembangan nilai produksi
beberapa jenis ikan tangkap dapat dilihat pada tabel 29.

Tabel 28. Volume Produksi Beberapa Jenis Ikan Tangkap Tahun 2000 –
2004 (dalam kg)
Jenis Ikan 2000 2001 2002 2003 2004
Selar 129913 132998 149193 154866 138923
Layang 255375 258393 301115 297937 325187
Tembang 172219 185912 182026 153771 145428
Lemuru 88744 103710 132170 136436 103361
Teri 173944 190182 168959 161141 154811
Peperek 69512 87757 89936 92838 90859
Kakap Merah 62306 67773 62303 74233 91339
Tongkol Komo 250522 233051 266955 267339 133000
Cakalang 236275 214077 203102 208626 233319
Kembung 207037 214387 221634 194427 201882
Madidihang 163241 153110 148439 151926 94904
Udang Jerbung 66644 65269 69508 66501 68699
Udang Windu 40987 43759 38088 34190 34533
Kepiting 8774 11752 11240 14802 20129
Rajungan 14053 22040 19988 30530 21854
Cumi-cumi 39838 60529 62133 51482 69357
Sumber: DKP, diolah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 133
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 29. Nilai Produksi Beberapa Jenis Hasil Perikanan Tangkap


Tahun 2000 – 2004 (dalam ribu rupiah)
Jenis Ikan 2000 2001 2002 2003 2004
Selar 390.226.364 482.022.187 599.517.182 701.537.549 654.783.237
Layang 777.706.320 973.853.374 1.173.723.832 1.229.561.801 1.305.851.517
Tembang 400.589.508 452.975.197 682.483.391 442.371.255 421.649.432
Lemuru 209.043.884 278.143.214 338.983.266 303.483.374 302.724.577
Teri 793.057.505 917.607.821 1.069.814.181 827.039.821 849.399.931
Peperek 126.978.349 180.668.447 200.295.449 199.845.990 243.190.619
Kakap Merah 349.404.691 434.941.266 446.497.421 564.516.932 609.078.059
Tongkol Komo - - - - 793.968.781
Cakalang 1.037.932.719 1.222.084.950 1.028.590.250 1.196.542.009 1.485.336.212
Kembung 888.524.764 1.010.313.868 1.149.317.529 1.133.615.400 1.213.120.473
Tenggiri 575.778.706 753.382.809 924.846.357 1.040.351.967 1.342.354.417
Udang Jerbung 1.701.405.234 1.688.705.550 1.812.160.747 1.703.368.608 1.546.036.813
Udang Windu 2.047.310.085 2.502.407.356 2.055.284.615 1.499.533.385 1.798.951.180
Kepiting 52.706.410 83.888.899 106.946.051 159.533.252 291.158.389
Rajungan 82.298.545 194.674.305 324.270.931 372.364.936 284.720.028
Cumi-cumi 262.993.600 337.604.742 556.916.293 440.612.405 647.076.939
Sumber: DKP, diolah

Tabel 30. Volume Produksi Perikanan Tangkap Berdasarkan Perairan


Indonesia tahun 2004
Perairan Produksi
Barat Sumatra 276.804
Selatan Jawa 124.347
Selat Malaka 377.093
Timur Sumatera 525.073
Utara Jawa 779.821
Bali-Nusa Tenggara 241.360
Selatan/Barat Kalimantan 250.679
Timur Kalimantan 148.440
Selatan Sulawesi 502.336
Utara Sulawesi 314.995
Maluku-Papua 779.293
Total 4.320.241
Sumber: DKP, diolah

Area penangkapan ikan Indonesia relatif luas. Masing-masing perairan mempunyai


karakteristik tersendiri. Bila dilihat area penangkapannya, maka perairan yang
paling produktif adalah perairan di sekitar Maluku-Papua. Pada tahun 2004,
produksi ikan di perairan Utara Jawa dengan produksi mencapai 779.821 ton.
Kemudian diikuti oleh produksi di Maluku-Papua mencapai 779.293 ton, hanya
selisih sedikit dengan produksi di perairan Utara Jawa. Kedua perairan ini

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 134
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

memberikan kontribusi masing-masing 16% dari total produksi ikan Indonesia pada
tahun 2004.

Jika diperhitungkan dari sektor perikanan tangkap saja, total nilai nya saat ini
mencapai sekitar Rp 14 trilyun per tahun. Jika peluang disebutkan sebesar 25%
dari nilai saat ini, maka potensi perikanan tangkap adalah sebesar paling tidak Rp
3.5 trilyun per tahun.

4.3.4. Potensi Komoditas Rumput Laut


Salah satu hasil kekayaan kelautan di Indonesia adalah komoditas rumput laut,
yang merupakan salah satu komoditas unggulan nasional. Hal ini mengingat 555
jenis rumput laut dapat tumbuh di perairan wilayah Indonesia. Rumput laut banyak
ditemukan di enam provinsi di Indonesia yaitu Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Hingga saat ini sebagian besar produk
ekspor rumput laut masih dalam bentuk basah atau kering, sehingga memiliki nilai
ekonomi yang relative rendah. Sedangkan untuk keperluan industri non-pangan di
dalam negeri, Indonesia masih mengimpor sebagian besar produk olahan rumput
laut. Jumlah dan nilai produk ekspor rumput laut Indonesia tersaji pada Tabel 31.

Tabel 31. Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Utama Indonesia
KOMODITAS 2001 2002 2003 2004 2005 *)
Udang Volume (ton) 128.830 124.765 137.636 139.450 147.000
Nilai (USD 1000) 934.986 836.563 850.222 887.127 955.960
Tuna/Cakalang Volume (ton) 84.205 92.797 117.092 94.221 124.780
Nilai (USD 1000) 218.991 212.426 213.179 243.937 316.500
Rumput Laut Volume (ton) 27.874 28.560 40.162 51.011 63.020
Nilai (USD 1000) 17.230 15.785 20.511 25.296 39.970
Mutiara Volume (ton) 22 6 12 2 10
Nilai (USD 1000) 25.257 11.471 17.128 5.866 19.980
Ikan Hias Volume (ton) 2.682 3.514 3.378 3.516 4.010
Nilai (USD 1000) 14.603 15.054 15.809 15.809 20.440
Lainnya Volume (ton) 243.503 316.097 559.504 614.158 560.960
Nilai (USD 1000) 420.832 479.054 526.693 602.798 624.149
Jumlah Volume (ton) 487.116 565.739 857.784 902.358 909.770
Nilai (USD 1000) 1.631.899 1.570.353 1.643.542 1.780.833 1.976.999
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI
*) Angka Perkiraan

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah eucheuma, sp dan gracilaria.
Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 135
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput laut adalah juga sebagai
bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan
insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini
mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.

Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi
negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani nelayan, dapat
menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di
kepulauan Indonesia yang sangat potensial.

Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai
ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan, yaitu : agar-agar,
karaginan, dan alginate. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan
karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu (natrium, kalium, fosfor, natrium, besi,
yodium). Juga terdapat kandungan vitamin-vitamin yaitu A, B1, B2, B6, B12, dan
C, betakaroten.

Tabel 32. Manfaat Agar, Karaginan dan Alginat


Pemanfaatan Agar Karaginan Alginat
Makanan dan Susu
- ice cream, yoghurt , cream x x x
- coklat susu, pudding instant - - -
Minuman
- minuman ringan, jus buah, bir - x -
Roti x x x
Permen x - x
Daging, ikan dalam kaleng x x x
Saus, salad dressing
- salad dressing, kecap - x x
Makanan diet
- Jelly, jam, sirup, puding - x x
Makanan lain
- makanan bayi - x x
Farmasi dan kosmetik
- pasta gigi, shampoo, obat - x x
- bahan cetak gigi , salep - - x

Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang
merupakan hidrokoloid seperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan
dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil,
pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk
film. Karaginan banyak dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik, makanan dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 136
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

minuman, pet food, serta keramik.

Karaginan yaitu senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai


panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, yaitu Eucheuma
sp, Chondrus sp, Hypnea sp, Gigartina sp.

Jika diperhatikan tabel 33 dan 34, tampak bahwa peluang pasar komoditas rumput
laut masih terbuka lebar. Memperhatikan panjangnya garis pantai yang dimiliki
Indonesia, iklim yang amat mendukung, dan kebutuhan teknologi yang terjangkau
oleh UKM, maka komoditas rumput laut amat strategis untuk dikembangkan oleh
Indonesia. Jumlah peluang pasar rumput laut kering diperkirakan rata-rata
sebesar 150.000 ton per tahun. Jika harga rumput laut kering sebesar Rp 5500
per kilogram maka potensi ini bernilai sekitar Rp 825 milyar per tahunnya. Jika
petani mampu membangun pabrik pemrosesan rumput laut tahap 1 (tahap
pemasakan menjadi rumput laut setengah jadi), maka nilai ini dapat ditingkatkan
menjadi sekitar Rp 3 trilyun per tahun karena harga rumput laut setengah jadi
untuk bahan baku produk makanan adalah sebesar USD 2.5 per kilogram atau Rp
20 per kilogram di pasaran internasional.

Tabel 33. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Menurut Negara


Tujuan Tahun 1999-2003 (ton)
NEGARA TUJUAN 1999 2000 2001 2002 2003

Hongkong 6.857,3 9.157,4 7.808,8 7.164,5 7.867,0

Spanyol 3.450,9 3.838,3 4.359,3 4.700,0 3.363,6

Denmark 3.147,6 2.573,5 3.953,9 3.947,8 4.499,0

USA 2.298,7 979,9 1.661,6 1.804,4 2.127,7

Perancis 3.572,3 1.216,6 1.617,0 1.832,7 1.355,0

China 805,9 1.211,6 1.603,0 4.186,9 9.337,0

Filipina 1.204,9 139,6 1.522,8 1.471,9 4.573,8

Chili 335,0 200,0 1.360,0 340,0 1.116,7

Inggris 369,7 806,2 713,7 499,0 400,0

Australia 105,0 294,0 380,1 349,0 255,6

Jerman 175,1 455,2 335,0 209,0 338,6

Jepang 437,5 305,2 187,7 178,9 391,7

Lainnya 2.324,5 1.895,8 2.371,1 1.875,8 4.536,0

Jumlah 25.084,4 23.073,4 27.874,6 28.559,9 40.162,7


Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2003

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 137
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 34. Prediksi Peluang Pasar Rumput Laut Tahun 2006-2010 (ton)
Jenis Bahan Baku 2006 2007 2008 2009 2010
Kebutuhan (Jenis 202.300 218.100 235.300 253.900 274.100
Eucheuma)
Produksi Luar Negeri 135.000 140.000 145.000 155.000 165.000
Peluang pasar 67.300 78.100 90.300 98.900 109.100
Kebutuhan (Jenis 79.200 87.040 95.840 105.440 116.000
Glacilaria sp.)
Produksi Luar Negeri 40.500 44.000 48.500 54.000 61.000
Peluang pasar 38.700 43.040 47.340 51.440 55.000
Sumber : Jana T. Anggadireja, Tim RL BPPT, 2005

4.3.5. Jagung
Jagung adalah bagian dari tanaman pangan dunia yang penting bagi Indonesia.
Disamping dikonsumsi, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan.
Produksi jagung dan kedelai pada tahun 2006 sebesar 11.61 juta ton jagung
pipilan dan 749.04 ton biji kedelai kering. Kedua komoditas ini mengalami
penurunan dari sisi luas panen namun mengalami kenaikan dari sisi produktivitas
lahan dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya intesifikasi pertanian perlu terus
dilakukan mengingat Indonesia saat ini mulai menghadapi keterbatasan lahan dan
tenaga kerja serta modal yang tersedia untuk sektor pertanian.

Tabel 35. Produksi, Konsumsi dan Impor Jagung Indonesia Tahun 2003-
2007 (November) (000 ton)
2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 Pertum
buhan
Produksi 6,350 7,200 6,500 6,700 7,000 1.97%
% terhadap produksi dunia 1.01% 1.01% 0.93% 0.95% 0.91%
Konsumsi 7,350 7,900 7,900 7,900 8,000 1.71%
% terhadap konsumsi dunia 1.13% 1.15% 1.12% 1.10% 1.05%
Impor 1,436 541 1,443 1,200 1,000 -6.98%
% terhadap impor dunia 1.82% 0.71% 1.75% 1.32% 1.07%
Sumber: USDA, 2007

Pandangan terhadap tabel 35 menunjukkan pertumbuhan produksi yang lebih


tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Ini menarik karena
berarti pada akhirnya potensi produksi jagung nasional dapat diarahkan untuk
mengisi pasar ekspor. Jika diperhatikan tingkat produksi dan kebutuhan jagung
dunia, tampak bahwa secara umum dunia cenderung dapat memenuhi kebutuhan
jagungnya dengan baik. Namun jika diperhatikan kebutuhan subtitusi impor jagung

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 138
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

nasional dan kemungkinan pertumbuhan permintaan di masa depan, maka jagung


masih merupakan komoditas yang perlu dikembangkan di Indonesia.

Tabel 36. Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Tahun 2003-2007


(November) (000 ton)
2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 Pertumbuhan
Produksi Dunia 627,245 714,762 696,369 703,851 769,313 4.17%
Kebutuhan Dunia 648,881 687,981 704,029 720,714 766,426 3.39%
Surplus /(Defisit) (21,636) 26,781 (7,660) (16,863) 2,887
Sumber: USDA, 2007

4.3.6. Potensi Komoditas Daging Sapi dan Ayam


Secara umum tahun 2007 ini pertumbuhan sektor peternakan menempati posisi
kedua setelah perkebunan. Pertumbuhan itu ditopang komoditas daging dan telur
yang mencapai lebih dari 5.18% dibanding 2006.

Produksi daging sapi tahun 2007 ini diprediksi mencapai 418,2 ribu ton (dari 2006
yang sebesar 395,8 ribu ton). Sedangkan, ayam ras pedaging tahun ini akan
diproduksi sebesar 6,4% lebih tinggi dari 2006 (861,3 ribu ton). Sementara itu,
ternak domba akan memasok 84 ribu ton daging dan babi sebesar 198,9 ribu ton
tahun ini.

Tabel 37. Produksi Hasil Ternak Indonesia Tahun 2006-2007


Komoditas 2006 2007 Pertumbuhan
(000 ton) (000 ton)
Sapi potong 395.8 418.2 5.7%
Ayam potong 861.3 918.5 6.6%
Domba 74.5 84.0 12.8%
Babi 196.0 198.9 1.5%
Telur 1200.0 1292.5 7.7%
Sumber: BPS

Saat ini, masyarakat Indonesia baru mengkonsumsi daging unggas 10


gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia mencapai 100 gram /kapita/hari. Konsumsi
telur masyarakat Indonesia juga sangat rendah, yakni sebesar 2,7 kg/kapita/tahun,
sedangkan masyarakat Malaysia 14,4 kg/kapita/tahun, Thailand 9,9 kg dan Filipina
6,2 kg. Bila rata-rata satu kilogram telur terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur
masyarakat Indonesia baru 46 butir/kapita/tahun. Artinya, setiap orang Indonesia

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 139
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

baru mengkonsumsi 1 butir telur setiap 8 hari sekali. Padahal penduduk Malaysia
setiap tahunnya memakan telur sebanyak 245 butir atau rata-rata 2 butir telur
dalam tiga hari sekali. Konsumsi susu masyarakat Indonesia juga sangat rendah,
yakni sekitar 7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai 20
kg/kapita/tahun.

Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi
protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari belum tercapai. Padahal untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani ideal
adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999). Analisis paling akhir yang
dilakukan Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional
Seoul (1999) menemukan sebuah fakta menarik. Ia menyatakan bahwa terdapat
relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup
(UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani
masyarakat di suatu negara semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan
domestik bruto (PDB) negara tersebut.

Negara-negara berkembang seperti Korea, Brazil, China, Filipina dan Afrika


Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gram/kapita/hari, UHH
penduduknya berkisar 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS, Perancis,
Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya berkisar 50-
80 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Karena jangan heran bila
manusia yang berumur lebih dari 100 tahun sekarang banyak terdapat di Jepang.
Sementara negara-negara yang konsumsi protein hewani di bawah 10
gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya
berkisar 55-65 tahun (Han, 1999).

Rendahnya konsumsi protein hewani telah berdampak luas pada tingkat


kecerdasan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Negara Malaysia yang pada
tahun 1970-an mendatangkan guru-guru dari Indonesia, sekarang jauh
meninggalkan Indonesia, terutama dalam kualitas sumber daya manusia (SDM)
sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun
2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP). Indonesia
berada pada peringkat ke-111, hanya satu tingkat di atas Vietnam (112), namun
jauh di bawah negara ASEAN lainnya. Singapura (peringkat 25), Malaysia (59),
Thailand (76) dan Filipina (83) (Rusfidra, 2006b).

Studi Monckeberg (1971) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat konsumsi


protein hewani pada anak usia pra-sekolah dengan frekuensi kejadian defisiensi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 140
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

mental. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia pra sekolah dapat
mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan
defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi
kejadian defisiensi mental. Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan
untuk daya tahan tubuh (stamina). Hasil pengamatan Shiraki et al. (1972)
membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada
orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut
dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang
dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani diduga berperan
terhadap daya tahan eritrosit (butir darah merah) sehingga tidak mudah pecah.
Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.

Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan
tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa
banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh
tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu
bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan
untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai
nilai hayati 80 ke atas. Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100
(Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005c).

Lebih lanjut, Hardjosworo (1987) dalam Rusfidra (2005) berhasil mengidentifikasi


empat faktor penting penyebab rendahnya konsumsi protein hewani: Pertama,
mahalnya harga pangan asal ternak bila diukur dari rata-rata pendapatan sebagian
besar masyarakat Indonesia. Untuk menghasilkan daging dan telur diperlukan
pakan yang mahal, apalagi komponen bahan pakan unggas (bungkil kedele,
tepung ikan dan jagung) merupakan bahan impor.

Kedua, tidak meratanya tingkat ketersediaan daging, susu dan telur di seluruh
penjuru tanah air. Bahan pangan tersebut melimpah di kota-kota besar dan
sekitarnya tetapi sangat langka di daerah yang jauh dari perkotaan. Ketiga,
pengaruh kemampuan produksi dalam negeri terhadap konsumen protein hewani.
Keempat, selera selektif dari masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan dengan
negara-negara Barat yang lebih tinggi tingkat ekonominya, variasi jenis ternak
yang dijadikan sumber pangan di Indonesia sangat sempit. Sebagai contoh dari
ternak unggas hanya ayam yang disukai, sedangkan itik dan puyuh baru
sebagaian kecil yang memanfaatkan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 141
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Tabel 38. Kebutuhan Impor Daging Sapi Beberapa Negara (000 ton)
Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008** Pertumbuhan
Algeria 22 53 103 112 82 98 98 23.79%
Angola 54 76 79 90 101 101 101 9.36%
Chile 143 180 178 200 124 161 161 1.71%
Congo(Brazzaville) 7 8 13 17 23 23 23 18.52%
Georgia 17 27 20 23 20 20 20 2.35%
Iran 23 61 100 27 93 187 187 34.90%
Israel 82 89 102 86 103 103 103 3.31%
Jordan 24 53 46 59 68 68 68 16.04%
Kuwait 16 32 34 58 79 79 79 25.62%
Lebanon 19 28 34 34 39 39 39 10.82%
Libya 3 2 17 23 30 36 36 42.62%
Malaysia 133 136 171 169 158 158 158 2.49%
Oman 14 13 13 16 17 17 17 2.81%
Philippines 124 127 161 137 136 160 160 3.71%
Saudia Arabia 75 80 100 101 101 101 101 4.34%
Singapore 25 26 25 25 27 31 31 3.12%
Switzerland 10 11 15 19 22 20 20 10.41%
United Arab 53 43 44 69 71 71 71 4.27%
Emirates
Vietnam 1 1 2 20 29 29 29 61.78%
Keterangan: * Angka ementara, ** Angka forecasting
Sumber: USDA, 2007

Tabel 39. Kebutuhan Impor Daging Ayam Beberapa Negara (000 ton)
Negara 2002 200 2004 200 2006 2007* 2008** Pertumbuhan
3 5
Angola 80 99 86 103 130 130 130 7.18%
Azerbaijan, 16 37 67 47 17 30 30 9.40%
Bahrain 21 22 23 28 21 26 28 4.20%
Columbia 24 24 13 23 23 23 23 -0.61%
Congo 22 33 23 29 23 23 23 0.64%
Cuba 92 89 119 113 115 130 135 5.63%
Gabon 16 17 29 25 21 25 25 6.58%
Ghana 24 36 45 51 52 52 52 11.68%
Guatemala 49 63 59 57 58 58 58 2.44%
Haiti 24 29 17 22 22 22 22 -1.24%
Iraq 56 76 119 116 110 120 120 11.50%
Jordan 2 11 23 27 18 33 35 50.51%
Kazakhstan, 5 12 13 8 38 15 15 16.99%
Oman 47 52 45 46 39 39 39 -2.63%
Philippines 13 14 22 27 35 40 40 17.42%
Qatar 26 30 31 39 41 41 41 6.72%
Singapore 86 103 85 96 97 100 100 2.18%
Vietnam 11 1 36 6 29 70 70 30.26%
Yemen 93 87 108 94 75 80 85 -1.28%
Keterangan: * Angka ementara, ** Angka forecasting
Sumber: USDA, 2007

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 142
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat kebutuhan


domestik terhadap komoditas-komoditas peternakan seperti daging dan telur akan
semakin meningkat di masa mendatang seiring dengan peningkatan pendapatan
dan tingkat pendidikan masyarakat. Pandangan terhadap kebutuhan impor daging
dari beberapa negara, termasuk beberapa negara tetangga dan negara anggota
gerakan non-blok, menunjukkan jumlah kebutuhan impor daging yang masih besar
dan positif dari tahun ke tahun. Sekali lagi, hal ini menunjukkan potensi pasar
komoditas agribisnis peternakan yang masih besar di masa depan. Untuk
komoditas ini, UKM sudah pasti dapat berperan besar di dalamnya. Bukan hanya
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan di dalam negeri tetapi juga untuk
memanfaatkan peluang pasar yang tersedia di negara lain. Besarnya potensi
ekspor yang dapat diraih oleh komoditas daging sapi dan ayam ini kurang lebih
sama dengan Rp 100 milyar per tahunnya.

4.4. Masalah Dalam Pengembangan Komoditas


Agribisnis
Masalah utama yang dihadapi dunia, dan Indonesia, dalam pengembangan
potensi komoditas agribisnis saat ini adalah ketersediaan lahan dan perubahan
iklim.

4.4.1. Kebutuhan Lahan


Populasi penduduk yang terus meningkat, pendapatan yang lebih baik, dan
urbanisasi telah meningkatkan permintaan akan komoditas hasil pertanian.
Peningkatan permintaan komoditas pertanian ini membutuhkan ketersediaan lahan
yang kadang berbenturan dengan kebutuhan lain dan pelestarian alam.

Meningkatnya kebutuhan lahan terjadi karena proses produksi komoditas pertanian


memang membutuhkan ketersediaan lahan yang cukup besar. Seperti halnya
Indonesia dimana pemain utama penyedia komoditas pertanian adalah skala
usaha kecil dan menengah, di dunia pun komoditas pertanian sebagian besar
disediakan oleh negara berkembang yang memiliki daya dukung lahan yang
mencukupi, tenaga kerja yang murah, serta subsidi pemerintah untuk mendorong
meningkatnya pasokan-pasokan produksi hasil pertanian ini.

Pada negara berkembang, peningkatan hasil pertanian lebih banyak dilakukan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 143
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

dengan memperluas areal tanaman (ekstensifikasi) dibandingkan meningkatkan


produktifitas lahan (intensifikasi). Hal ini karena (1) ekstensifikasi dengan
membuka lahan baru lebih mudah dan segera dapat dilakukan (biasanya dengan
membakar lahan) dan (2) intensifikasi pun memiliki batasan teknologi pertanian
(penemuan varietas bibit baru, teknologi produksi yang lebih produktif, dan lain-
lain) dan biasanya lebih mahal dan sulit untuk dapat langsung diterapkan tanpa
perubahan perilaku masyarakat, bantuan pemerintah dan investasi dari investor
besar.

Misalnya pada peningkatan permintaan daging sapi di negara-negara berkembang


diperkirakan akan menjadi dua kali lipat dalam lima belas tahun yang akan datang.
Daging-daging sapi tersebut sebagian besar diproduksi oleh negara-negara
berkembang itu sendiri dan kebanyakan akan diproduksi oleh peternakan sapi
yang memerlukan lahan yang sangat luas. Untuk pembukaan lahan ini belum
diketahui dengan jelas berapa keuntungan yang sesungguhnya dapat diperoleh
negara-negara berkembang tersebut dengan melakukan hal ini, karena
peningkatan produksi menyebabkan harga produk turun, namun harus
mengorbankan hutan-hutan untuk kegiatan pertanian dan peternakan yang pada
akhirnya keberhasilan ini diikuti dengan kegagalan di sisi lain.

Seperti telah digambarkan dalam contoh permintaan daging sapi diatas, dalam
penyediaan lahan pertanian, masalah yang dihadapi adalah kompetisi antara
kebutuhan pertanian dan pelestarian alam. Kompetisi ini masih bisa dilengkapi
dengan kebutuhan lahan untuk hunian dan infrastruktur, serta industri.

Gambar 36. Kompetisi Kebutuhan Lahan

Hunian dan
Pertanian Infrastruktur

LAHAN

Pelestarian
Industri alam

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudera Hindia dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 144
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

Samudera Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka


luas Indonesia menjadi sekitar 4,275,000 km persegi. Lima pulau besar di
Indonesia adalah : Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas
132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas
539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua
dengan luas 421.981 km persegi.

Luas lahan pertanian Indonesia yang sebagian besar terdiri dari lahan perkebunan
dan lahan pertanian saat ini mencapai 169,727 km persegi (BPS, 2007) yang
terdiri dari 121,656 km persegi lahan pertanian padi dan 48,071 km persegi lahan
perkebunan. Luas ini baru sekitar 9.6% dari area daratan pulau utama Indonesia.
Menurut data Nation Master tahun 2005, luas area daratan Indonesia yang dapat
digunakan untuk kegiatan ekonomi adalah sebesar kurang lebih 478,000 km
persegi. Dari luas lahan tersebut, sekitar 50% nya (230,000 km persegi)
merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam. Hal
ini menunjukkan masih adanya lahan yang dapat dikelola secara lestari dan
berkelanjutan untuk kebutuhan pengembangan kegiatan agribisnis.

Tabel 40. Luas Area Pulau Utama Indonesia


Pulau Utama Luas Area (km persegi)
Sumatera 473,606
Jawa 132,107
Kalimantan 539,460
Sulawesi 189,216
Papua 421,981
Total luas pulau utama 1,756,370
Luas Wilayah Keseluruhan
(termasuk lautan, perkiraan) 4,275,000
Sumber: BPS

Masalahnya adalah, angka diatas dihitung secara agregat, yaitu total gabungan
dari seluruh luas lahan yang tersebar di seluruh Indonesia. Padahal, disamping
luas totalnya, kegiatan pengembangan agribisnis yang efektif juga membutuhkan
kecukupan luas minimal, lokasi yang sesuai, dan komposisi kimia lahan untuk
pelaksanaan kegiatan agribisnis yang sesuai dan efektif.

Misalnya, (1) untuk kegiatan penanaman padi yang efektif dan lestari diperlukan
luasan lahan tertentu yang cukup besar dan dalam satu area yang tidak terlalu
jauh terpisah-pisah. Dengan demikian pengaturan irigasi dan distribusi bahan
baku menjadi lebih mudah dilakukan. Akan sulit mengembangkan pertanian padi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 145
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

jika lahan-lahan persawahannya terlalu kecil dengan lokasi yang terpisah-pisah


jauh. Kemudian (2) lahan yang tersedia tentunya memiliki komposisi kimia dan
jenis tanah yang berbeda-beda, dimana jenis tanah dan komposisi kimia tersebut
turut menentukan jenis tanaman apa yang cocok untuk kegiatan penanaman di
lahan tersebut.

Hal ini menunjukkan pentingnya pengaturan dan penjagaan tata guna lahan di
suatu daerah. Di sebuah propinsi, sejak awal perlu dianalisis kecocokan lahan dan
ditetapkan tata guna lahannya, mana yang tepat untuk kegiatan pengembangan
agribisnis, mana yang dapat untuk keperluan lainnya. Ketetapan tata guna ini
perlu dijaga agar di masa depan pengembangan agribisnis dapat lestari.

Masalah yang dihadapi adalah, tata guna lahan agribisnis dapat melampaui batas
wilayah kabupaten. Di Gorontalo, misalnya, untuk keperluan pengembangan
tanaman jarak penghasil bio diesel, perlu luas lahan yang meliputi lebih dari tiga
kabupaten. Jika antara kabupaten ini tidak ada kemauan untuk bekerjasama
untuk bersama-sama mengatur tata guna lahan bagi kegiatan agribisnisnya dan
lebih memilih untuk menggunakan lahan sebesar-besarnya untuk keperluan hunian
dan pembangunan bangunan komersial, maka program pengembangan agribisnis
yang dicanangkan tidak akan lestari di masa depan.

4.4.2. Perubahan Iklim

Pemanasan Global Mengurangi Lahan dan Merubah Iklim

Hasil penelitian Wetlands International dan Defl Hydrulics (2007), Indonesia


menempati urutan ketiga terbesar di dunia sebagai penyumbang emisi CO2
setelah Amerika Serikat dan China. Dari tahun 1997-2006, emisi CO2 akibat
kebakaran gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 1.400 metrik ton CO2, dan
dari setiap hektar pengeringan hutan gambut diperkirakan CO2 yang terlepas
mencapai 90 metrik ton CO2 per tahun.

Pemanasan global merupakan kejadian meningkatnya temperatur rata-rata


atmosfer, laut dan daratan di Bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 146
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, melalui efek rumah kaca. Kesimpulan
dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi ilmu pengetahuan nasional dari negara-negara G8.
Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan temperatur
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara
tahun 1990 dan 2100. Adanya beberapa hasil yang berbeda diakibatkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda pula dari emisi gas-gas rumah kaca di
masa mendatang juga akibat model-model dengan sensitivitas iklim yang berbeda
pula. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada periode hingga
2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut
selama lebih dari seribu tahun jika tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Gambar 37. Prediksi Pemanasan Global

Pertambahan Suhu (oC)

Dampak Pemanasan Global Ke Seluruh Dunia

Dampak dari pemanasan global ini secara garis besar antara lain meningkatnya
temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang
lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang
ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan
global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletzer dan
punahnya berbagai jenis hewan. Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 147
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

70 persen antara 1970 hingga 2004.

Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan


alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. Rata-rata temperatur global telah naik 1,3
derajat Fahrenheit (setara 0,72 derajat Celsius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air
laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961.
Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah
jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celsius). Jika
kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celsius, 40 hingga 70 persen spesies
mungkin musnah.

Meski negara-negara miskin yang akan merasakan dampak sangat buruk,


perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta
penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia
akan berisiko terlanda banjir dan rob. Di Eropa, kepunahan spesies akan ekstensif.
sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat
sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi. Kondisi cuaca ekstrim akan
menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar
intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih
luas. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat. Data
dampak pemanasan global lainnya misalnya mencairnya glasier di Pegunungan
Himalaya, meningkatnya frekuensi badai di Kepulauan Pasifik Selatan, pemutihan
karang secara massal dan berdampak pada kematian di Great Barrier Reef
Australia, berkurangnya persediaan air bersih di Sungai Mekong dan lain-lain.

Kenaikan suhu (temperatur) bumi sampai mencapai akibat pemanasan global ini
bisa mencapai tingkat 11 derajat C lebih tinggi daripada suhu semula (BBC,
Desember 1999). Peristiwa ini akan memicu mencairkan berjuta-juta kubik lapisan
es di kedua Kutub Utara dan Selatan secara bersamaan yang pada gilirannya
terjadi peningkatan luar biasa volume air laut di seluruh dunia.

Hal ini menyebabkan juga terjadi peningkatan permukaan air laut di bumi ini hingga
mencapai 1 meter lebih tinggi daripada level semula. Dapat dibayangkan luas areal
daratan pantai yang bakal tergenang air laut, bahkan lebih dahsyat bakal tidak
terhitung lagi jumlah gugusan pulau dan kepulauan yang akan hilang lenyap
secara tiba-tiba ditelan air laut. Suatu bencana yang tidak kalah dahsyatnya dari
gelombang pasang tsunami dengan cakupan yang lebih mengglobal.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan kelaparan di dunia sedang meningkat

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 148
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

sebagai akibat pemanasan global, karena perubahan iklim mengurangi luas lahan
pertanian di negara berkembang. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO,
mengatakan perubahan iklim dapat mengurangi 300 juta ton produksi pangan, dan
akibat paling parah adalah di Afrika Sub-Sahara. Sebuah laporan FAO
memperkirakan bahwa sampai 90 juta hektar lahan di Afrika dapat menjadi tidak
sesuai untuk pertanian kalau pemanasan global terus berlangsung tanpa
hambatan dalam puluhan tahun mendatang. Namun, Badan PBB tadi mengatakan
iklim serupa dapat meningkatkan produksi pertanian di Negara-negara Industri di
belahan bumi Utara. Selain itu, badan dunia PBB meramalkan bahwa panen
makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 39%
dalam 100 tahun mendatang akibat pemanasan global yang terjadi (Konferensi
Perubahan Iklim VII, Maroko, November 2001). Suatu ancaman yang sangat
serius, apalagi pertumbuhan penduduk dunia ke depan terus melaju tidak
terkendalikan.

Jadi perubahan iklim bumi merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi
dunia di abad ke-21 ini.

Masalah pemanasan yang terjadi dalam 50 tahun terakhir sebenarnya disebabkan


oleh tindakan manusia sendiri di mana pemanasan global di masa depan bakal
lebih besar daripada dugaan semula. Oleh karena itu, protokol Kyoto yang semula
selalu menghadapi jalan buntu, akhirnya mulai difungsikan untuk mengurangi emisi
rumah kaca terutama dari dampak kegiatan industri negara-negara maju.

Dampak Pemanasan Global di Indonesia

Pemanasan global sudah dirasakan Indonesia dengan naiknya permukaan laut 0,8
cm per tahun yang berdampak pada tenggelamnya pulau-pulau Nusantara hampir
satu meter dalam 15 tahun ke depan. Indonesia sebagai negara kepulauan
menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pemanasan global ini perlahan
tetapi pasti jika tak diatasi sejak sekarang.

Diperkirakan, dengan laju kenaikan muka air laut seperti saat ini, maka pada tahun
2010 permukaan air laut akan naik 1 meter dari muka laut saat ini. Hal ini akan
membuat sekitar 2000 pulau Indonesia hilang akibat tenggelam dan beberapa
kabupaten yang berada di daerah pesisir akan merasakan dampak berkurangnya
luas wilayah daratannya. Jika laju kenaikan ini tidak dikendalikan, maka
diprediksikan pada tahun 2100 muka air laut akan bertambah setinggi 7 meter, dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 149
UKM Berbasis Agribisnis
Dinamika UKM Dalam Agribisnis

diperkirakan hanya tersisa sekitar 2000-3000 an pulau di wilayah Indonesia.

Indikasi pemanasan global lain yang begitu jelas dirasakan misalnya kenaikan
suhu yang ekstrim beberapa waktu belakangan ini, misalnya suhu di Kalimantan
yang biasanya sekitar 35 derajat Celsius naik menjadi 39 derajat Celsius.

Sebagian tulisan ada yang berpendapat bahwa kenaikan muka air laut dan
berkurangnya luas daratan mungkin dapat dipandang sebagai hal yang positif bagi
sebuah negara kepulauan seperti Indonesia. Karena luas potensi kelautan yang
dimilikinya menjadi begitu besar. Masalah adalah, kajian terbaru menunjukkan
perubahan suhu bumi dan pencairan es di kutub juga mempengaruhi aliran panas
air laut yang mengakibatkan perubahan arus air laut. Perubahan ini ternyata
berdampak buruk bagi kelestarian biota laut dan ketersediaan ikan di dalamnya.
Dengan demikian pemanasan global memang menjadi momok bagi kita semua.

Peningkatan suhu, perubahan pola angin, perubahan arus laut dan perubahan
pertukaran panas menyebabkan perubahan iklim seperti suhu dan curah hujan,
yang pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan panen dari produk agribisnis
yang dikembangkan.

Pulau Sumatera, misalnya, yang biasanya suhu berkisar pada 33-34 derajat naik
menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik menjadi 36 derajat
Celsius, ujarnya. Untuk seluruh Indonesia, dampak yang dirasakan adalah berupa
pergeseran iklim dari yang seharusnya Juni 2006 sudah musim kemarau, untuk
Kalimantan dan Sumatera masih mengalami banjir besar dan bulan September
yang seharusnya sudah dimulai musim hujan bergeser mulai November.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 150
UKM Berbasis Agribisnis

5 Gambaran Sentra
Agribisnis Fasilitasi
Kementerian Koperasi
dan UKM

5.1. Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Melalui


Pendekatan Klaster
Peningkatan daya saing usaha kecil dan menengah yang berbasiskan agribisnis di
Indonesia dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep klaster, tujuan utama
dari klaster adalah untuk meningkatkan daya saing produk dengan menekankan
nilai efisiensi dalam penggunaan waktu dan jarak dalam menghasilkan suatu
produk. Peningkatan nilai efisiensi ini akan mendorong turunnya biaya produksi
dan biaya pemasaran suatu produk, pada akhirnya produk tersebut lebih kompetitif
dipasaran dan memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk
sejenis yang dihasilkan oleh negara lain.

Berbicara tentang Peningkatan daya saing dengan menerapkan sistem klaster


,maka tidak lepas dari lokasi, penentuan lokasi suatu perusahaan individual
merupakan keputusan yang didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang
mempengaruhi, seperti biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan
produksi dan subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Suatu perusahaan
akan memutuskan apakah menguntungkan untuk berdiri sendiri atau memutuskan
untuk berlokasi dekat dengan perusahaan sejenis. Upaya pengembangan
agribisnis telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala
terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar
internasional serta kontinuitas produk sesuai dengan permintaan pasar maupun
untuk mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian. Hal serupa dialami

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 151
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

sentra perikanan air tawar di Metro-Lampung dimana ada perusahaan yang ingin
bekerjasama melakukan ekspor fillet daging ikan patin ke China namun karena
ketidakmampuan sentra dalam menyediakan suplai secara kontinyu sebesar 6 ton
per hari maka kerjasama ini hingga sekarang belum dapat direalisasikan.

Pengembangan agro-based cluster dapat dilakukan dengan mengembangkan


sentra-sentra yang telah ada di Indonesia. Pengembangan klaster di bidang
agribisnis di Indonesia lebih ditekankan kepada subsistem agribisnis di hulu dan di
hilir serta sektor penunjang. Diharapkan implikasi dari pengembangan ini mampu
mendorong transformasi sistem agribisnis di Indonesia dari agricultural-based
economy menjadi agroindustry-based economy.

Gambar 38. Sumber Daya Saing

Lingkungan Persaingan dan


Strategi perusahaan

• Lingkungan setempat yang


merangsang investasi dan
perbaikan berkelanjutan
• Persaingan ketat di antara
pesaing-pesaing lokal

Kondisi Faktor (Input) Kondisi Permintaan

Kuantitas dan biaya : Pelanggan domestik kritis


Sumber Daya Alam Industri Terkait dan Kebutuhan pelanggan yang
Sumber Daya Manusia Pendukung berkembang
Infrastuktur Fisik Permintaan lokal yang
Infrastruktur Administratif bersifat khusus dan dapat
Adanya pemasok lokal dilayani secara global
Infrastruktur Informasi
yang kapabel
Infrastruktur Iptek
Adanya industri terkait yang
kompetitif
Kualitas Faktor
Spesialisasi Faktor

Sumber Daya Saing Berdasarkan Lokasi (Porter, 1996)

Pengembangan sentra komoditas agribisnis menuju klaster agribisnis harus lebih


menekankan pada pola-pola pengembangan antara lain seperti :

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 152
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

!" Market Driven, selalu berfokus pada upaya mempertemukan sisi


penawaran dan permintaan.

#" Inclusive, mencakup tidak hanya perusahaan berskala keci dan menengah
saja tetapi juga perusahaan besar dan lembaga pendukung.

$" Collaborative, selalu menekankan solusi kolaboratif pada isu-isu daerah


dari seluruh stakeholder.

%" Strategic, membantu stakeholder menciptakan visi strategis daerah yang


menyangkut ekonomi.

&" Value-creating, mengupayakan penciptaan atau peningkatan nilai tambah


daerah.

Setelah tahap pembenihan hingga pengembangan agro-based cluster di Indonesia


dilaksanakan, maka perlu ada pengawasan dan evaluasi terhadap program-
program yang telah dilakukan. Pengukuran tingkat produktifitas UKM di dalam
klaster antara lain adalah dengan melihat laju perubahan nilai tambah. Laju nilai
tambah akan meningkat jika investasi dan nilai produksi ditingkatkan. Indikator
lainnya adalah peningkatan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja atau
peralatan.

Tingkat keberhasilan pengembangan klaster Agribisnis tersebut harus terukur dan


dapat dilihat parameter keberhasilannya. Tujuannya agar mudah dilakukan
evaluasi dan perbaikan di masa datang terhadap program-program yang
dikembangkan untuk membangun suatu klaster agribisnis di Indoensia.

Pengukuran tingkat keberhasilan sistem klaster dapat diukur dengan :

'" Terciptanya kemitraan dan jaringan yang baik, ditandai dengan adanya
kerjasama antar perusahaan, hal ini menjadi sangat penting karena
menyangkut ketersediaan sumberdaya, pembiayaan dan fleksibelitas
serta proses pembelajaran bersama antar perusahaan.

(" Adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum


berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset
dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 153
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

)" Tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang handal. Dengan


SDM yang handal, keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat
dijalankan dengan baik.

!" Terspesialisasinya aktifitas usaha perusahaan di dalam cluster (homogen)


yang saling membantu antar sub sistem namun tidak menimbulkan
ketergantungan antar perusahaan karena terciptanya persaingan yang
sehat antara perusahaan sejenis.

#" Lokasi yang sesuai, Lokasi klaster yang dimaksud adalah memiliki tujuan
untuk mengukur keberlanjutan dari aktivitas industri yang ada di lokasi
tersebut. Faktor yang terkait dengan lokasi klaster ini adalah ketersediaan
sumberdaya (input = bibit, pupuk atau makanan ternak, tenaga kerja) dan
lahan, biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan
subtitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Tujuan akhirnya adalah
tercapainya suatu efisiensi dan efektifitas serta keberlanjutan dalam
pengelolaan untuk menghasilkan komoditi unggulan dari klaster tersebut.

Dukungan lain dalam menentukan berhasil atau tidak nya suatu klaster adalah
pentingnya dukungan pemerintah baik berupa kebijakan (policy) maupun
pembinaan terhadap sistem klaster yang sedang berkembang.

5.2. Gambaran Sentra Agribisnis UKM Fasilitasi


Kementerian Koperasi dan UKM
Program pengembangan sentra UKM telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Pada
saat ini dinyatakan telah difasilitasi sebanyak 1111 buah sentra di seluruh
Indonesia. Jika dihitung dari data yang ada, maka jumlah sentra yang bergerak di
sektor agribisnis (dilihat dari produk sentra yang tergolong sebagai produk sektor
pertanian, peternakan, perkebunan kehutanan dan perikanan) berjumlah sekitar
396 buah sentra. Jumlah ini sekitar 35% dari keseluruhan sentra yang difasilitasi
dari tahun 2001 hingga tahun 2005.

Jika dilihat sebaran dari sentra-sentra agribisnis ini menurut pulau utama, maka
tampak bahwa sentra-sentra agribisnis yang di fasilitasi kebanyakan berada di
pulau Sumatera (124 sentra), Jawa (88 sentra) dan Sulawesi (83 sentra). Ke tiga
pulau ini meliputi sekitar 73% dari jumlah sentra agribisnis yang difasilitasi.
Sedangkan sisanya tersebar di Kalimantan (38 sentra), Nusa Tenggara Barat dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 154
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Timur (32 sentra), Maluku (24 sentra) dan Papua (9 sentra).

Sedangkan jika diperhatikan produk yang dibuatnya, maka akan tampak bahwa
sekitar 40% sentra agribisnis yang di fasilitasi menghasilkan produk-produk di
subsektor perikanan (perikanan laut dan hasil laut lainnya termasuk rumput laut
dan udang, perikanan darat dan hasil perairan darat), kemudian perkebunan
(22%), peternakan (21%), tanaman bahan makanan (10%) dan produk-produk dari
subsektor kehutanan (7%).

Gambar 39. Sebaran Sentra UKM Agribisnis Fasilitasi Kementerian


Koperasi dan UKM TA 2001-2005

24
38

124 81
9

88
32

Sumber: Data SMECDA, diolah

Gambar 40. Sebaran Produk Sentra Agribisnis Menurut Subsektor


Pertanian
Kehutanan
7%

Tanaman bahan
makanan
10%
Perikanan
40%

Peternakan
21%

Perkebunan
22%
Sumber: Data SMECDA, diolah

Produk perkebunan yang banyak dihasilkan berasal dari kelompok tanaman

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 155
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

perkebunan lainnya disamping kopi, sawit, jagung, buah-buahan dan karet.


Produk peternakan yang dihasilkan berasal dari kelompok unggas dan hasil-
hasilnya dan sapi (baik perah maupun pedaging). Produk tanaman bahan
makanan diisi oleh kelompok aneka sayur-sayuran dan padi. Sedangkan produk
kehutanan diantaranya gula aren dan rotan (untuk bahan baku).

Gambar 41. Produk Yang Dihasilkan Sentra Agribisnis Fasilitasi


0 20
Kementerian
40
Koperasi60
TA 2001-2005
80 100 120

Perikanan laut dan hasil laut lainnya 102 25.76%

Tanaman perkebunan dan tanaman lainnya 63 15.91%

Perikanan darat dan hasil perairan darat 47 11.87%

Unggas dan hasil-hasilnya 43 10.86%

Peternakan 39 9.85%

Industri gula (gula aren) 27 6.82%

Kopi 12 3.03%

Sayur-sayuran 10 2.53%

Kelapa sawit 10 2.53%

Udang 8 2.02%

Jagung 7 1.77%

Buah-buahan 5 1.26%

Karet 5 1.26%

Kayu dan hasil hutan lainnya 5 1.26%

Padi 3 0.76%

Tembakau 3 0.76%

Industri minyak dan lemak 3 0.76%

Tanaman kacang-kacangan 2 0.51%

Cengkeh 2 0.51%
Sumber: SMECDA, Diolah

Adalah menarik untuk melihat seperti apa kinerja produk pertanian tersebut dalam
perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu kita dapat menggunakan
matriks nilai tambah terhadap output seperti yang tersaji dalam gambar 42.
Matriks nilai tambah terhadap output memetakan nilai tambah yang diberikan dari
produksi suatu produk dan jumlah output yang dihasilkannya. Sebelum dipetakan,
nilai tambah dan output dari masing-masing produk dibandingkan terlebih dahulu
dengan rata-rata nilai tambah dan output produk yang diamati. Dengan demikian
akan diperoleh informasi mengenai produk yang memberikan nilai tambah diatas
(atau dibawah) nilai rata-rata kelompok dan yang menghasilkan jumlah output
diatas (atau dibawah) rata-rata output kelompok.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 156
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

Misalnya seperti yang tersaji dalam gambar 42. Tampak bahwa bidang matriks
terbagi ke dalam 4 kuadran. Kuadran 1 adalah kuadran produk yang memiliki nilai
tambah diatas rata-rata namun memiliki jumlah output yang lebih rendah dari rata-
rata. Kuadran 2 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dan jumlah
output diatas rata-rata kelompok. Kuadran 3 adalah kuadran produk yang memiliki
nilai tambah dan jumlah output yang lebih kecil dibandingkan rata-rata kelompok.
Dan Kuadran 4 adalah kuadran produk yang memiliki nilai tambah dibawah rata-
rata namun memiliki jumlah output yang lebih tinggi dari rata-rata

Gambar 42. Matriks Nilai Tambah Terhadap Output Dari Produk


Pertanian

4.00
K-1 K-2
3.50
Padi
3.00
Nilai Tambah Bruto

2.50

Buah-buahan 2.00
Perikanan laut 1.50
dan hasil laut Unggas
lain 1.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
0.50
K-3 K-4
0.00
Output
Sumber: BPS, 2004

Posisi terbaik tentu pada kuadran 2, dimana produk yang dihasilkan berada diatas
rata-rata. Jika diperhatikan hasil yang diperoleh, tampak bahwa produk padi dan
unggas adalah produk yang relatif memberikan nilai tambah dan output yang
diatas rata-rata produk agribisnis lainnya. Sedangkan buah-buahan dan perikanan
laut, kendati tidak menghasilkan output diatas rata-rata, namun memberikan nilai
tambah bruto yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata produk agribisnis yang
diamati.

Hasil ini memberikan petunjuk tentang seperti apa arah pengembangan yang
dapat ditetapkan bagi produk-produk sentra. Misalnya sentra yang menghasilkan
produk unggas perlu dijaga agar nilai tambah yang dihasilkannya dapat naik
sehingga ia tidak turun ke kuadran 4 atau 3. Sentra yang menghasilkan buah-
buahan dan yang bergerak dibidang perikanan laut dan hasil laut lainnya, perlu
didorong agar menghasilkan output yang meningkat. Ini akan mendorong kedua

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 157
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

kelompok produk ini untuk berpindah ke kuadran 2. Sedangkan untuk kelompok


produk yang lain, tampak masih berada di dalam kuadran 3. Terhadap produk-
produk ini diperlukan kerja yang lebih keras agar dapat berpindah ke kuadran lain
yang lebih baik.

5.3. Gambaran Sub-Sistem Agribisnis Sentra UKM


Perkembangan pembangunan agribisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan
oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga
kerja tidak terdidik. Pola pertanian dan peternakan serta perikanan sederhana lebih
mengandalkan pengalaman dan ilmu pertanian turun-menurun yang selalu masih
terbentur oleh keterbatasan alam di Indonesia, seperti kendala musim kemarau,
kendala banjir maupun serangan hama-penyakit yang rutin datang tiap tahunnya.
Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat masih bersumber
dari peningkatan jumlah konsumsi sumber daya alam dan tenaga kerja tidak
terdidik. Sedangkan pada sisi struktur produksi akhir, umumnya masih
menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer (agricultural based
economy).

Kondisi nyata terlihat di sentra-sentra wilayah survei di Jawa tengah, Lampung,


Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Kalimantan Selatan dan
Jawa Timur dimana agribisnis yang berkembang masih dipengaruhi oleh
kelimpahan faktor produksi, seperti ketersediaan pakan ternak berupa jerami (sisa
panen padi) atau rumput di ladang, ketersediaan bahan baku ikan terbang, tongkol
dan lemuru yang melimpah dan menjadi bahan baku industri pindang di Juwana,
masih bersihnya lingkungan laut di Sulawesi Selatan, masih tersedianya lahan
serta kelimpahan tenaga kerja tidak terdidik.

Kondisi seperti ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi
kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat
ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat
yang dapat diciptakan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sistem
agribisnis Indonesia diarahkan menuju ke pembangunan sistem agribisnis ditahap
berikutnya.

Pembangunan agribisnis tahap selanjutnya yang seharusnya dicapai adalah suatu


pengelolaan komoditas yang digerakkan oleh kekuatan investasi melalui
percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan (agroindustri)

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 158
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis (agribusiness cluster).


Pembangunan agribisnis pada tahap ini akan menghasilkan produk-produk akhir
yang didominasi oleh produk yang bersifat padat modal dan tenaga terdidik
sehingga selain nilai tambah yang dinikmati bertambah besar juga dapat
memperluas segmen pasar. Jika tahap ini telah dilaksanakan maka pembangunan
agribisnis di Indonesia akan bergeser dari perekonomian berbasis pertanian
kepada perekonomian yang berbasis industri agribisnis (agroindustry based
economy).

Pembangunan tahap ketiga dari pembangunan agribisnis yang seharusnya


dijangkau oleh masyarakat Indonesia adalah tahap pembangunan yang didorong
oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi pada setiap subsistem dalam
kelompok agribisnis yang disertai dengan peningkatan sumberdaya manusia lebih
lanjut sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Ciri
perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah produktivitas yang tinggi dari
lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan pada setiap subsistem agribisnis.
Produk yang dihasilkan akan didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan
pada ilmu pengetahuan dan tenaga kerja terdidik dengan semakin besar nilai
tambah yang dapat ditawarkan ke konsumen. Pada tahap ini perekonomian
Indonesia akan beralih dari perekonomian berbasis modal kepada perekonomian
berbasis teknologi (technology based economy)

Tahap perkembangan agribisnis yang mulai meningkat terlihat di beberapa sentra


di Lampung (sentra ikan lele dan patin di Metro), yaitu dengan mulai menyentuh
sisi hulu dari agribisnisnya berupa penyediaan bibit dan pakan pada usaha
peternakan yang dilakukan oleh sentra tersebut. Penerapan teknologi pembenihan
ikan yang dikembangkan oleh sentra telah mampu membuat sentra ini menjadi
lebih mandiri. Upaya peningkatan aktivitas agribisnis dari yang sekedar melakukan
usaha tani kemudian diperluas dengan upaya menguasai up-stream side (sisi hulu)
dari agribisnis ini. Tujuannya tidak lain agar para petani dan kegiatan usaha
pertanian kecil di Indonesia dapat keluar dari ketergantungan akan ketersediaan
bibit, pupuk ataupun alat-alat produksi lainnya yang disediakan oleh pihak lain.
Paling tidak upaya menyediakan komponen-komponen subsistem up-stream side
(sisi hulu) dapat dilakukan diantara sesama petani sendiri dalam jangkauan
geografis, sehingga dari hal ini, paling tidak nilai daya saing komoditas akan
meningkat dengan menekan biaya transportasi dan efisiensi waktu pengiriman
serta memperkecil resiko rusak atau matinya benih akibat terlalu lama saat
pengiriman.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 159
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

4.2.1. Subsistem hulu


Sub sistem hulu meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan
input-input pertanian dalam arti luas, atau pengadaan sarana produksi, seperti
Pembibitan, Agro Kimia, Agro Otomotif, dll.

Upaya penyediaan bibit unggul dan pakan ternak dilakukan sebagai upaya untuk
menjaga kontinuitas usaha tani yang telah ada, baik untuk bidang pertanian,
peternakan maupun perikanan. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, untuk
sentra sapi kereman di Winong-Pati, penyediaan bibit sapi dapat diperoleh di
kabupaten yang sama untuk bibit lokal (desa Pucakwangi dan desa Jaken) disisi
lain, peternak juga dapat mendatangkan bibit sapi dari daerah lain yang masih
dalam cakupan regional yang sama, yaitu dari Solo, Boyolali, Ambarawa, Pamotan
dan Jatirogo.

Pengembangan subsistem hulu dari sistem agribisnis sentra perikanan darat di


Metro-Lampung dapat menjadi contoh yang baik. Upaya penyediaan bibit dan
pakan ikan sudah mulai dilakukan oleh para petani ikan sendiri. Penyediaan bahan
baku pakan ikan yang diusahakan secara diversifikasi menghasilkan produk pakan
ikan yang tidak tergantung pada satu komoditas saja. Bahan baku tepung ikan
digantikan dengan ikan asin yang telah kadaluwarsa (expired) ataupun roti yang
sudah kadaluwarsa dari perusahaan-perusahaan roti di sekitar kota Metro.
Pemanfaatan produk alternatif tersebut memiliki keuntungan lain selain terdapat
diversifikasi bahan baku juga dari sisi pembayaran dapat dilakukan secara mundur
mengingat produk tersebut bukanlah modal utama usaha perusahaan tersebut.
Sedangkan untuk bibit ikan, saat ini di sentra tersebut telah diusahakan
penyediaan bibit secara mandiri dengan pembibitan, pemijahan dan pendederan
yang dilakukan beberapa anggota sentra. penyediaan bibit tersebut bahkan
mampu memasok kebutuhan bibit ikan dari luar sentra. Berdasarkan hal ini maka
pasokan bibit dan pakan ternak dapat terjaga kesinambungannya.

Masalah pembibitan menjadi hal penting bagi kemampuan bertahan sentra


agribisnis yang diamati. Di sentra apel di Jawa Timur misalnya, proses pembibitan
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing petani. Kebutuhan bibit untuk
menyulam dan memperbaiki pohon diperoleh dari pohon lama yang telah ada di
dalam sentra. Pada saat ini, pohon-pohon induk tersebut telah tidak produktif lagi
dalam menghasilkan bibit/tunas baru sehingga petani mengalami kesulitan untuk
memperbaiki kualitas pohonnya. Dalam rencana pengembangan sentra yang
diaplikasikan, tampak bahwa masalah bibit ini tidak menjadi masalah utama yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 160
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

perlu diselesaikan. Akibatnya saat ini, sentra secara umum memasuki tahapan
evolusi yang menurun.

Masalah bibit yang menarik juga dapat dilihat di sentra kelinci di Jawa Timur.
Produk utama sentra adalah kelinci anakan untuk dijual sebagai kelinci hias. Di
sentra saat ini belum ada upaya pemurnian bibit kelinci sehingga tidak diketahui
lagi galur murni yang terbaik untuk kondisi sentra saat ini. Kondisi bibit tampak
telah mengalami degradasi sehingga mutu warna, corak dan umur kelinci anakan
yang dihasilkan tidak bagus lagi. Pada saat ini sebagian peternak di sentra
sedang dicoba dibujuk agar mau melakukan spesialisasi pada kegiatan pembibitan
ini.

Di sentra rumput laut, Sulawesi Selatan, pengadaan bibit rumput laut tampak tidak
menjadi masalah karena bibit rumput laut dapat di diperoleh dengan menyisihkan
hasil panen sebelumnya. Dan bagi petani yang ingin menambah bentang dapat
membeli bibit rumput laut dari petani lain di daerah tersebut atau dari koperasi Baji
Pamae yang memang menyediakan bibit rumput laut bagi anggotanya. Yang perlu
diperhatikan adalah pengetahuan tentang karakter rumput laut yang diterima oleh
industri-industri dunia saat ini. Produk pengolahan rumput laut, sebelum
memasuki industri, pada umumnya adalah menjadi bentuk bubuk, chip, atau
lembaran. Perlu dicari tahu dan disosialisasikan jenis rumput laut mana yang
cocok untuk menghasilkan masing-masing produk akhir tersebut. Pihak Industri
dalam menerima rumput laut petani, selain menilai kebersihan dan kandungan
airnya, juga memperhatikan kandungan Gelistrine yang dikandung oleh rumput laut
mentah yang dihasilkan. Perlu diteliti jenis rumput laut mana dan lama penanaman
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kandungan gelistrine yang optimal sesuai
dengan iklim dan keadaan arus di sentra. Petani yang belajar secara
otodidak/turun temurun budidaya rumput laut ini jelas tidak memiliki pengetahuan
yang lengkap mengenai hal ini.

Di sentra gula merah di Nusa Tenggara Barat, bibit menjadi masalah utama untuk
keberlangsungan hidup sentra. Saat ini petani memanfaatkan pohon-pohon tua
peninggalan zaman orang tua mereka. Belum tampak upaya penambahan pohon
aren untuk penyadapan nira secara sengaja dan terencana. Alasan petani
memanfaatkan hanya pohon yang sudah ada lebih karena kepercayaan bahwa
pohon aren memiliki ”kemauan” sendiri untuk tumbuh. Upaya penanaman yang
sengaja dipercaya tidak akan menghasilkan pohon yang baik dan banyak
menghasilkan air nira. Petani memang menghormati pohon nira, ini tercermin dari

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 161
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

bagaimana mereka bernyanyi untuk membujuk pohon agar mau memberikan air
niranya, sebelum proses penyadapan dilakukan.

Sentra gula merah di Lampung juga menghadapi hal yang kurang lebih sama,
dimana kelimpahan pohon kelapa belum membuat petani membutuhkan upaya
pembibitan mandiri yang intensif. Namun di masa depan ketika kebutuhan lahan
kemudian berkompetisi dengan kebutuhan yang lain, sumber bahan baku sentra ini
akan menjadi terancam.

Memperhatikan paparan-paparan tersebut diatas, tampak bahwa subsistem


agribisnis hulu untuk pembibitan secara umum belum diperhatikan karena pasokan
sumberdaya alam yang masih berlimpah atau permintaan pasar yang belum
selektif. Namun di masa depan, hal ini tidak dapat dibiarkan. Sejak saat ini sudah
harus dimulai upaya pencarian dan/atau pemurnian bibit yang paling optimal
sesuai kebutuhan pasar yang dibidik oleh produk sentra, dan upaya pengaturan
tata guna lahan yang tetap diperuntukkan bagi kegiatan agribisnis.

4.2.2. Subsistem usaha tani


Subsistem ini meliputi kegiatan mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja,
modal, teknologi dan manajemen untuk menghasilkan produk pertanian, atau
budidaya, antara lain Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura, Tanaman Obat-
obatan, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan.

Pengembangan usaha tani di sentra-sentra yang disurvei dilakukan sebagian


besar baru berdasarkan pengetahuan turun-menurun, seperti di sentra pengolahan
ikan Juwana, sentra penggemukan sapi di Winong Pati, sentra budidaya kelinci di
Jawa Timur, dan sentra rumput laut di Sulawesi Selatan. Upaya perbaikan proses
untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas atau biaya produksi yang lebih
murah dengan penerapan teknologi sejak sentra-sentra tersebut terbentuk hingga
kini belum terlihat atau belum berhasil membantu petani. Hal serupa juga terlihat di
sentra pembibitan sapi dan sentra ikan air tawar di Lampung. Upaya penggunaan
teknologi dalam inseminasi buatan untuk proses pembibitan sapi telah dicoba
dilakukan, namun tingkat keberhasilannya justru lebih rendah dibandingkan proses
perkawinan sapi secara alamiah.

Dalam melakukan usaha tani, tenaga kerja yang digunakan masih terbatas pada
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah (SD hingga SLTA), tingkat
pendidikan yang sudah tinggi terlihat pada sentra perikanan darat, dimana cukup

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 162
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

banyak petani pemilik kolam memiliki latar belakang pendidikan sarjana (S1).
Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan masih merupakan tenaga kerja dari
desa setempat, penggunaan tenaga kerja dari luar desa cukup banyak digunakan
di sentra pengolahan ikan di Juwana. Sebagian besar penggunaan tenaga kerja
masih mengandalkan kepercayaan pemilik kepada tenaga kerjanya, sehingga
sebagian besar tenaga kerja yang digunakan diutamakan dari keluarga terdekat
dahulu sebelum menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.

Daya dukung lingkungan terhadap sentra-sentra yang dievaluasi menunjukkan


sebagian besar sentra masih mengandalkan kemampuan alam dalam mendukung
usaha tani yang dijalankan. Seperti sentra penggemukan sapi winong masih
mengandalkan kelimpahan jerami sisa panen padi dan ketersediaan air untuk
pencampuran pakan sapi, sentra perikanan darat di Metro Lampung juga sebagian
besar mengandalkan ketersediaan air dari saluran irigasi pertanian. Ketersediaan
lahan di sentra-sentra yang dievaluasi terlihat masih mencukupi untuk dilakukan
pengembangan usaha dengan ekstensifikasi pertanian. Ketersediaan lahan untuk
penanaman rumput gajah sebagai pakan utama ternak di sentra pembibitan sapi di
Lampung Utara juga dinilai masih mencukupi. Daya dukung alam yang masih perlu
diantisipasi dengan manajemen pengelolaan atau dengan teknologi baru adalah
masalah musim kemarau untuk sapi dan sentra perikanan darat serta musim
rendahnya tangkapan ikan untuk sentra pengolahan ikan di Juwana-Pati. Pada
musim-musim ini biasanya terjadi peningkatan harga dasar pakan maupun harga
dasar ikan sebagai bahan baku pengolahan ikan pindang atau ikan asin. Upaya
mendatangkan ikan dari pelabuhan ikan lain (Pekalongan dan Tegal) tetap saja
menghasilkan harga beli ikan yang lebih mahal walaupun membantu UKM untuk
tetap berproduksi namun harga jual produk yang dihasilkan otomatis akan naik
juga.

4.2.3. Subsistem Hilir


Penjualan produk-produk yang dilakukan oleh sentra-sentra yang dievaluasi
hingga saat ini masih tetap berjalan lancar, mengingat sentra-sentra ini telah lama
berdiri dan telah dikenal sebagai sentra penghasil produk utama. Perantara atau
penampung atau perkulakan produk yang dihasilkan sentra juga sudah terbentuk
di dalam sentra sendiri, perkulakan sapi telah membentuk mata rantai kegiatan
usaha sendiri di sentra sapi Winong, dimana ada kulakan sapi bermodal kecil dari
dalam sentra sendiri yang membeli sapi secara door to door dari petani di sentra
yang dikenal dengan nama blantik, yang selanjutnya dijual ke penjual antar

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 163
UKM Berbasis Agribisnis
Gambaran Sentra UKM Agribisnis

daerah. Sistem pembayaran yang dilakukan sebagian besar secara tunai, kecuali
untuk di sentra pengolahan ikan Juwana yang banyak UKM menerapkan sistem
penjualan dengan pembayaran tunda, tiga kali pengiriman ikan maka pada kiriman
yang keempat produk yang pertama baru dibayarkan. Konsekuensinya UKM di
sentra ini memerlukan modal yang kuat karena setiap kali pengiriman bisa
mencapai kisaran harga penjualan 15 hingga 24 juta rupiah.

Untuk sentra pembibitan sapi di Lampung Utara, proses down stream sub system
nya belum berjalan karena bantuan baru berjalan sekitar 1,5 tahun dan sapi baru
memulai proses pembibitan satu generasi sebesar 60% dari bantuan yang
diberikan.

4.2.4. Subsistem Penunjang


Sub sistem jasa penunjang di sebagian besar sentra belum sepenuhnya terpenuhi,
karena ada beberapa komponen yang belum tersedia untuk membantu
pengembangan sentra, seperti keberadaan BDS yang tidak aktif membantu
pengembangan usaha produk, keberadaan lembaga penelitian yang belum ada
secara jelas mendukung sentra. Jasa penunjang yang selalu ada dan
mendampingi UKM adalah koperasi, yang biasanya lebih dalam bentuk koperasi
simpan pinjam atau koperasi penyediaan barang atau benih untuk membantu
proses produksi. Di sentra pengolahan ikan, para UKM yang dikenal dengan istilah
kulakan ikan secara sadar membentuk koperasi sendiri untuk membantu
ketersediaan kebutuhan produk mereka. Tujuannya selain untuk memperlancar
proses produksi juga ditujukan untuk menekan harga pembelian barang-barang
yang dibutuhkan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 164
UKM Berbasis Agribisnis

6 Penumbuhan Klaster
Agribisnis Dalam Sentra
UKM

6.1. Pendahuluan
Dalam SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32/Kep/M.KUKM/IV/2002,
tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra
UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu
dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama,
menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk
dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER adalah pusat kegiatan UKM
pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh munculnya pengusaha-
pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses produksi pada masing-
masing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung. Dari
definisi ini, tampak bahwa klaster adalah bentuk lain dari sentra yang telah
berkembang dan maju.

Seperti telah sering sekali disebutkan, penumbuhan klaster dilakukan karena


secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan
penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala
ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses
jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan
yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti
pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat
menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 165
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan.

Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang


belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen
pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan,
penyedia jasa layanan usaha (misal institusi pelatihan, sentra teknologi, dan lain-
lain) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi
pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk
meningkatkan daya saing UKM.

Dengan demikian Klaster bisnis dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi
hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu
lingkungan pasar yang semakin kompetitif.

6.2. Karakteristik Klaster


“Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi
yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,
dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui
sebuah “institusi bentukan” bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama
organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam
perekonomian global”.

Kajian literatur menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada


konsep klaster. Karakteristik klaster dapat dilihat dari sisi proses internal yang
terjadi atau dari sisi eksternal, sebagai hasil proses internal tersebut. Dari sisi
internal, setidaknya ada 4 karakteristik yang dapat diperhatikan yaitu:

!" Adanya konsentrasi perusahaan dalam suatu wilayah/spatial

#" Adanya interaksi antar perusahaan

$" Kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan yang


berinteraksi

%" Pembentukan dan interaksi antar usaha dalam institusi pendukung yang
berfungsi membantu klaster secara keseluruhan

Disisi internal, karakteristik klaster dimulai dengan ciri adanya konsentrasi unit

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 166
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

usaha yang sejenis dan/atau saling mendukung dalam satu wilayah yang relative
berdekatan baik secara geografis maupun secara transportasi ekonomis.
Kedekatan spatial ini kemudian diikuti oleh interaksi antar perusahaan untuk
mendukung produk sentra. Interaksi dan komitmen ini kemudian diikuti dengan
kemauan mengkombinasikan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki. Untuk
itu, kadang pengusaha perlu membentuk satu atau lebih institusi bersama.

Gambar 43. Dimensi Umum Karakteristik Klaster

Speciali- Competitive-
zation ness
Pengelompok Interaksi antar
kan Spatial perusahaan
(network/
supply chain)
KLASTER

Institusi Kombinasi
Bersama sumberdaya/
kompetensi
yang berbeda

Identity Sisi Eksternal

Sisi Internal

Sedangkan dari sisi eksternal, setidaknya ada 3 elemen yang dapat diperhatikan
yaitu:

!" Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas-aktivitas yang


berhubungan.

#" Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks dinamis
dan global, misalnya berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi
praktik terbaik.

$" Identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster
ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang,

Proses internal yang dilakukan biasanya akan membawa pengusaha yang terlibat
untuk melakukan spesialisasi pada mata rantai produksi yang paling dikuasai

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 167
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

kompetensinya. Spesialisasi-spesialisasi dari pengusaha-pengusaha yang


berhubungan ini dapat mengarahkan produk sentra pada peningkatan daya saing,
jika spesialisasi yang dilakukan membuat biaya produksi produk sentra menjadi
lebih rendah atau kualitas produk lebih tinggi dibanding daerah lain. Jika daya
saing dapat dipertahankan maka identitas produk sentra akan muncul. Jika
digambarkan, ke 7 karakteristik ini dapat dilihat dalam gambar 43. Sedangkan
gambar 44 mengilustrasikan proses tersebut.

Gambar 44. Ilustrasi Pembentukan Klaster

Pengelompokkan spatial Interaksi antar Kombinasi sumberdaya/ Institusi bersama


perusahaan kompetensi

F F F Sp
F F
inov F inov F inova inov Daya Identit
Sp Sp Sp Sp saing as
ator ator tor IB ator
F F
F F
F F Sp Sp Sp Sp
IB

Sp Sp

Spesialisasi

Sentra Dalam Karakteristik Klaster

Jika diperhatikan karakteristik internal dari gambar 43 tersebut, maka unsur


pengelompokkan internal dan interaksi antar perusahaan adalah sama dengan apa
yang ingin dicapai oleh program sentra. Dengan demikian, model pengembangan
sentra Kementerian Koperasi dan UKM adalah sama dengan tahap awal model
karakteristik klaster ini.

Perbedaannya adalah, pada sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM


unsur institusi bersama merupakan unsur artifisial yang sengaja
diadakan/diberikan dan bukan muncul karena inisiatif anggota. Institusi bersama
yang dibentuk ini kemudian diharapkan mampu menumbuhkan unsur interaksi
antar perusahaan yang lebih dinamis dan kemauan untuk melakukan kombinasi
sumberdaya/kompetensi dari masing-masing anggota sentra UKM. Ini adalah
upaya percepatan yang diharapkan dapat membuat sentra UKM yang difasilitasi
berkembang ke arah klaster dengan lebih cepat. Proses percepatan ini pada

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 168
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

beberapa sentra dapat berhasil tetapi dapat juga tidak

Klaster Terbuka dan Tertutup

Di Indonesia, terminologi klaster dalam pengembangan ekonomi banyak


digunakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan Departemen Perindustrian.
Secara umum, kedua instansi ini memiliki pengertian yang sama terhadap
pengertian sentra dan karakteristik klaster secara umum. Namun, keduanya
kemudian memiliki perbedaan pengertian yang cukup mendasar ketika
menyangkut pihak mana yang boleh diajak untuk bertransaksi. Perbedaan ini
perlu dituliskan dalam laporan ini karena dalam pelaksanaan survey di lapangan
kerap bertemu dengan dua instansi ini yang menyodorkan dua perbedaan ini.

Departemen perindustrian, memandang klaster sebagai sistem yang tertutup


dimana klaster dibentuk oleh perusahaan-perusahaan yang setuju untuk
mengikatkan diri, berintegrasi, untuk menghasilkan sebuah produk. Dalam
hubungan ini, seorang anggota pengolah hanya boleh mengambil bahan baku dari
anggota pemasok bahan baku yang memiliki perjanjian dengan dirinya. Demikian
pula seorang anggota pemasok bahan baku tidak boleh menjual produknya ke luar
anggota klaster, dia hanya boleh menjual produknya ke anggota pengolah dari
klaster tempatnya bergabung. Hubungan yang tertutup ini dipercayai akan
menjamin tercapainya tujuan spesialisasi, efisiensi dan peningkatan daya saing
produk klaster secara bersama-sama.

Sedangkan pengertian klaster bagi Kementerian Koperasi dan UKM lebih bersifat
terbuka, dimana disamping melayani anggota klaster tempat geografisnya
bergabung, seorang anggota klaster tidak dilarang untuk juga melayani permintaan
atau penawaran dari luar klaster. Hubungan yang terbuka ini dinilai lebih
sederhana dan memberi kesempatan kepada anggota mengeksplorasi potensi
pasar lain dan tetap diyakini dapat mencapai tujuan spesialisasi, efisiensi dan
peningkatan daya saing.

Sebuah sistem yang tertutup meminta pihak-pihak yang terlibat membuat kontrak
kerjasama diantara mereka. Hal ini sebenarnya positif karena para anggota
menjadi lebih disiplin dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Sebuah sistem
yang tertutup juga memberi ruang belajar yang lebih besar kepada UKM.

Jika diperhatikan sistem tertutup yang diajukan oleh Departemen Perindustrian


mengarahkan klaster kepada model pembentukan klaster yang disebabkan oleh

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 169
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

integrasi horizontal. Sedangkan sistem terbuka yang digunakan oleh Kementerian


Koperasi dan UKM mengarahkan pembentukan klaster karena beberapa hal
seperti joint production, sub-kontrak, integrasi vertikal, maupun integrasi horizontal.

6.3. Efektifitas Program Sentra UKM

5.3.1. Keberadaan Ciri Klaster Dalam Sentra Pengamatan


Keberadaan ciri klaster dalam sentra kemudian dapat digambarkan dalam sebuah
diagram untuk memudahkan pengamatan. Gambar menunjukkan diagram laba-
laba dari kinerja sentra dalam menumbuhkan karakteristik klaster di sentranya
selama dalam proses perkuatan. Sebuah Diagram mencerminkan 2 situasi, (1)
kinerja sentra yang digambarkan oleh area berwarna hijau muda dan (2) posisi
tengah dari kinerja, yang digambarkan oleh garis tebal berwarna hijau tua.

Semakin banyak area dari posisi tengah yang dapat diisi oleh sentra, maka
diasumsikan semakin berhasil sentra tersebut memiliki ciri klaster dalam
sentranya. Jika diperhatikan, hanya ada sekitar 2 sentra dari 22 sentra yang
diamati, (sekitar 9.1%) yang mampu secara penuh memiliki ciri klaster setelah
mendapat perkuatan lebih dari 2 tahun. Mereka adalah sentra rumput laut di
Janeponto dan sentra ikan air tawar di Metro Lampung.

Diluar ke dua sentra ini, ada 5 sentra lain yang hampir memenuhi karakteristik
medium klaster, mereka adalah sentra kelinci di Jawa Timur, sentra itik di Jawa
Barat, sentra penggemukan sapi di Lampung Utara, sentra budidaya ikan hias di
Tulungagung Jawa Timur, dan sentra sayuran di Pasuruan Jawa Timur. Masing-
masing sentra ini hanya kekurangan 1 karakteristik untuk berhasil secara utuh
memunculkan ciri klaster. Jika jumlah sentra yang berhasil penuh dan hampir ini
digabungkan, maka dari 22 sentra yang diamati ada sekitar 31% sentra yang
berhasil memiliki ciri klaster di dalamnya.

Berdasarkan hasil ini, kajian ingin melihat kinerja program sentra UKM untuk
menumbuhkan klaster agribisnis. Kegiatan penumbuhan dinilai berhasil jika
karakteristik klaster yang dimiliki sentra berasosiasi dengan keberadaan dukungan
yang diberikan. Jika asosiasi ini signifikan, berarti dukungan yang diberikan oleh
program sentra benar-benar berhasil menumbuhkan karakteristik klaster di sentra
yang diamati. Jika asosiasi ini tidak signifikan maka karakteristik klaster yang
dimiliki oleh sentra tumbuh bukan karena keberadaan dukungan dari program

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 170
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

sentra UKM.

Gambar 45. Diagram Laba-Laba Karakteristik Klaster Pada Sentra UKM


konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah
5 5 5 5

4 4 4 4
identitas Interaksi identitas Interaksi
identitas
3
Interaksi identitas 3 Interaksi 3 3

2 2 2 2

1 1 1 1
Ikan Gula merah Sayur Kelinci
0 0 0 0
mid mid mid mid
dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi

spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama

konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah


5 5 5 5
4 4 4 4
identitas Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi
3 3 3 3
2 2 2 2
1 1 1 1
Apel Rumput laut J Rumput laut B Jagung kuning
0 0 0 0
mid mid mid mid
dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi

spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama

konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah


5 5 5 5

4 4 4 4
identitas Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi
3 3 3 3

2 2 2 2

1 1 1 1
Padi Itik Ikan Sapi
0 0 0 0
mid mid mid mid
dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi

spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama

konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah


5 5 5 5
4 4 4 4
identitas Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi
3 3 3 3
2 2 2 2
1 1 1 1
Padi Ikan Sapi Itik
0 0 0 0
mid mid mid mid
dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi

spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama

konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah konsentrasi w ilayah


konsentrasi w ilayah
5 5 5
5
4 4 4 4
identitas Interaksi identitas 3 Interaksi identitas Interaksi identitas Interaksi
3 3 3

2 2 2 2
1 1 1 1
Tembakau Gula merah Ikan Laut Paprika
0 0 0 0
mid mid mid mid
dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi

spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama

konsentrasi w ilayah
konsentrasi w ilayah
5
5
4
4
identitas 3 Interaksi
identitas 3 Interaksi
2 2
1 1
Paprika Ikan Hias
0 0
mid mid
dayasaing kombinasi kompetensi dayasaing kombinasi kompetensi

spesialisasi institusi bersama spesialisasi institusi bersama

Sumber: Data, diolah.

Variabel Keberadaan MAP dan BDS diukur dalam skala 1 hingga 5, dimana
semakin besar nilainya berarti semakin tinggi dan nyata dukungan yang diberikan.
Hasil perhitungan yang ditampilkan dalam tabel 41 dan 42 menunjukkan bahwa
antara dukungan yang diberikan dengan kelengkapan pemilikan karakteristik
klaster ternyata tidak berasosiasi secara signifikan. Pandangan terhadap hasil
pengamatan menunjukkan bahwa sentra yang memiliki ciri klaster yang lengkap
tidak pernah mendapatkan dukungan BDS dan hanya sebagian yang memperoleh
dukungan MAP dengan baik. Hal ini berarti pemilikan karakteristik klaster tidak

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 171
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

disebabkan oleh dukungan yang diberikan oleh program sentra UKM.

Tabel 41. Asosiasi Kategori Karakteristik Klaster Sentra terhadap


Dukungan MAP
Count
Keberadaan MAP
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 Total
Kategori Tidak lengkap 2 2 10 1 5 20
Lengkap 1 1 2
Total 2 3 10 1 6 22

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 3.850a 4 .427
Likelihood Ratio 4.178 4 .382
Linear-by-Linear
.069 1 .792
Association
N of Valid Cases 22
a. 8 cells (80.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .09.

Sumber: Data, diolah

Count
Tabel 42. Asosiasi Kategori Karakteristik Klaster Sentra terhadap
Dukungan BDS
Keberadaan layanan BDS
1.00 2.00 3.00 5.00 Total
Kategori Tidak lengkap 10 2 6 2 20
Lengkap 2 2
Total 12 2 6 2 22

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.833a 3 .608
Likelihood Ratio 2.591 3 .459
Linear-by-Linear
1.283 1 .257
Association
N of Valid Cases 22
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .18.

Sumber: Data, diolah

Berdasarkan hasil tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa program sentra UKM
belum efektif dalam memicu penumbuhan klaster di sentra agribisnis.

Efektifitas pelaksanaan program Pemerintah juga dapat diukur dari nilai


additionalitas dan deadweight yang terjadi di sentra yang mendapat perkuatan.
Additionalitas muncul jika pihak yang menjadi obyek program mau menambah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 172
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

investasinya untuk melengkapi tambahan perkuatan yang diberikan oleh program.


Sedangkan deadweight melihat apakah tanpa pelaksanaan program sentra akan
mencapai kondisi seperti yang dicapainya sekarang atau tidak. Deadweight dibagi
tiga, (1) Absolut, yang artinya tanpa program pun obyek akan mencapai kondisi
sekarang, (2) partial, program dibutuhkan untuk mencapai kondisi sekarang, dan
(3) zero, jika karena pelaksanaan programlah yang membuat obyek mencapai
kondisi sekarang.

Hasil pengamatan menunjukkan pada 41% sentra, pelaksanaan program sentra


UKM tergolong Absolut Deadweight. Artinya, pelaksanaan program hanya
terbuang begitu saja dan tenggelam (deadweight), di 27% sentra tergolong partial,
sedangkan pada 32% tergolong zero deadweight.

Gambar 46. Hasil Addition dan Deadweight

Deadweight Additionalitas
50 60

55
50
40 41
45
40
30 32

27 30

20
20

10
10
Percent
Percent

0 0
1.00 3.00 5.00 1.00 5.00

Deadweight Additionalitas

Sumber: Data, diolah

Dari ukuran additionalitas tampak cukup berimbang.dan sejalan dengan hasil


deadweight. Tampak sekitar 55% sentra tidak menunjukkan kegiatan
penambahan investasi akibat pelaksanaan program, sedangkan pada 45% lainnya
menunjukkan adanya tanda-tanda penambahan investasi akibat pelaksanaan
program. Nilai tersebut diatas dapat juga dipandang bahwa 55% peserta program
sentra menjadi tergantung pada bantuan yang diberikan dan tidak mendorong
keinginan berinvestasi.

Hasil score deadweight dan additionalitas ini cukup baik karena pelaksanaan
program sentra tetap terbukti meningkatkan kondisi masyarakat dan UKM
sehingga berkembang dan dinamis.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 173
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Masalah yang dihadapi dalam perhitungan additionalitas dan deadweight ini


adalah, kadang ada investasi yang dilakukan anggota, yang berhubungan dengan
program sentra, ternyata berasal dari program perkuatan pemerintah yang lain.
Program lain ini baik yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM
sendiri (program deputi yang lain) atau Departemen Pemerintahan yang lain. Hasil
ini membuat dugaan angka additionalitas dan deadweight dapat berubah. Hal ini
menunjukkan perlunya koordinasi pelaksanaan program dan pembatasan jumlah
program agar tidak membingungkan UKM penerima program.

Pengamatan di daerah kajian menunjukkan sebuah koperasi dapat menerima 2


program sejenis dalam waktu yang berdekatan.

6.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penumbuhan


Klaster
Bahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan klaster di
sentra agribisnis akan dimulai dengan memaparkan variabel-variabel yang ada di
seputar karakteristik klaster dan indikator umum sentra.

Pandangan terhadap variabel-variabel ini kemudian akan dilanjutkan dengan


beberapa analisis kuantitatif untuk mencari faktor dominan yang mempengaruhi
penumbuhan karakteristik klaster di dalam sentra.

6.4.1. Gambaran Variabel

Profil Karakteristik Klaster dan Indikator Umum Sentra

Untuk memudahkan pembahasan, nilai tengah dari masing-masing dimensi


karakteristik klaster kemudian dihitung dan ditampilkan dalam sebuah tabel
sehingga menggambarkan profil nilai tengah dari karakteristik klaster. Profil dapat
dilihat dalam tabel 43. Daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap
menunjukkan respon utama yang dipilih oleh responden.

Tampak bahwa sebagian besar karakteristik memiliki nilai “tidak ada” atau
“sederhana”. Hal ini menunjukkan karakteristik klaster belum banyak muncul di
sentra-sentra yang diamati. Pada beberapa bagian, profil karakteristik klaster
kemudian akan dihubungkan dengan profil indikator umum sentra untuk
memperoleh gambaran yang saling melengkapi.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 174
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Tabel 43. Profil Nilai Karakteristik Klaster Dalam Sentra Agribisnis


Dimensi Karakteristik Respon/Median
1 2 3 4 5
konsentrasi wilayah tidak ada Ada; Ada; berdekatan
renggang
interaksi tidak ada ada; ada; komitmen
sederhana; produk sentra
INTERNAL
umum;
sejak dulu
kombinasi tidak ada ada; alami; ada; komitmen
kompetensi tidak jelas; produk sentra
sejak dulu
pembentukan tidak ada ada; Ada; mendukung
institusi bersama produk sentra
spesialisasi tidak ada ada; tahap ada; mendukung
awal produk sentra
EKSTERNAL

daya saing tidak ada Rata-rata diatas rata-rata


produk produk sejenis
sejenis
identitas produk tidak ada ada; lemah ada; kuat
sentra
Sumber: Data, Diolah.

Tabel 44. Profil Indikator Umum Sentra


Indikator Respon/Median
1 2 3 4 5
kelompok tidak ada ada; untuk ada; untuk ada;
urusan keperluan keperluan
kemasyarakatan usaha usaha;
komitmen
produk sentra
kerjasama tidak ada ada; ada; komitmen
produksi sederhana produk sentra
Kerjasama tidak ada ada; ada; komitmen
pemasaran sederhana produk sentra
tahap produk decline Awal berkembang Dewasa
tahap sentra evolusi turun Pembentukan perkembangan dewasa evolusi naik
keberadaan BDS tidak ada ada; tidak aktif ada; aktif
keberadaan MAP tidak ada; ada; ada; berjalan
bermasalah bermasalah baik
diatas 60% antara 30-60%
lahan tidak mencukupi sangat
mencukupi mencukupi
teknologi sederhana tepat guna tinggi
keahlian turun pelatihan pelatihan
temurun sederhana formal/sertifikasi
pasar menurun tetap terbuka
Sumber: Data. Diolah.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 175
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Indikator umum sentra yang ditampilkan adalah (1) keberadaan kelompok, (2)
keberadaan kerjasama di bidang produksi, (3) keberadaan kerjasama di bidang
pemasaran, (4) Tahap produk sentra, (5) Tahap perkembangan sentra, (6)
keberadaan dukungan non keuangan dari BDS, (7) keberadaan dukungan
keuangan dari Koperasi (Dana MAP), (8) kecukupan lahan bagi pengembangan
sentra, (9) tingkat penggunaan teknologi, (10) sumber keahlian pekerja, dan (11)
potensi pasar di masa depan. Profil yang dibuat dapat diikuti dalam tabel 44.
Disini daerah yang di beri batas tebal dan diarsir gelap menunjukkan respon utama
yang dipilih oleh responden.

Gambaran Karakteristik Klaster

Profil karakteristik, secara umum menunjukkan kelemahan sisi internal sentra yang
diamati. Sedangkan dari sisi eksternal, kendatipun nilai spesialisasi masih
dianggap rendah, namun daya saing produk sentra dan identitas produk dinilai
telah mencapai nilai cukup.

Mengingat sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM kebanyakan adalah


sentra historikal ( telah ada sejak dahulu kala), maka dapat difahami mengapa dari
sisi identitas produk sentra memperoleh nilai yang cukup. Dimensi daya saing
seharusnya merupakan fungsi dari ada nya spesialisasi dalam sentra, namun
responden menilai tidak ada spesialisasi dalam sentra. Hal yang mungkin terjadi
adalah: (1) spesialisasi sebenarnya telah sejak lama dijalankan sehingga
pengusaha tidak sadar telah melakukannya atau (2) spesialisasi memang tidak
terjadi, tetapi sentra memperoleh daya saing dari sumber yang lain seperti
misalnya kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja yang murah.

Untuk itu kajian lebih ingin mengukur spesialisasi yang muncul dalam kurun
periode perkuatan. Jika ini yang diukur, maka hasil tersebut menjadi masuk akal
karena tidak ada perkuatan non-keuangan (lihat tabel 43) yang menggerakkan
perubahan struktur dan perilaku di sentra. Akibatnya nilai spesialisasi menjadi
rendah (rata-rata dinilai tidak ada).

Jika diperhatikan tabel 43 dari sisi Internal, tampak bahwa karakteristik


“konsentrasi unit usaha” adalah ciri klaster yang paling mampu dipenuhi oleh
sentra-sentra yang diamati. Sedangkan karakteristik “kombinasi kompetensi” dan
“interaksi dalam institusi bersama” adalah karakteristik yang tidak dapat dipenuhi
oleh kebanyakan anggota sentra. Hasil ini menunjukkan program sentra baru
berhasil mengelompokkan unit usaha, tetapi belum berhasil menumbuhkan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 176
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

interaksi dan kerjasama diantara anggota-anggota nya.

Hasil ini didukung oleh hasil pengamatan terhadap kerjasama yang dilakukan
dalam sentra. Perhitungan median terhadap respons anggota sentra terhadap
kerjasama yang dilakukan menunjukkan kerjasama produksi berada dalam kisaran
nilai “ada namun sederhana” sedangkan kerjasama pemasaran berada dalam
kisaran nilai “tidak ada” (lihat tabel 44). Secara umum, tampak bahwa pengusaha
anggota sentra tidak mendorong interaksi yang terjadi ke dalam bentuk kerjasama
formal yang lebih maju.

Peluang timbulnya kerjasama sesungguhnya didukung oleh keberadaan kelompok


dalam sentra. Jika diperhatikan nilai median nya di tabel 44, maka akan tampak
bahwa kelompok yang terbentuk sebagian besar untuk tujuan sosial
kemasyarakatan. Di masa depan, kebiasaan kelompok ini perlu didorong untuk
mengakomodasi kebutuhan usaha. Keberadaan kelompok dapat menjadi modal
sosial yang besar untuk mendukung interaksi usaha, pembentukan institusi
bersama dan kombinasi kompetensi antar unit usaha. Untuk itu, pendamping
sentra untuk masalah-masalah non keuangan sebetulnya dapat dengan mudah
menggunakan modal sosial ini untuk menumbuhkan karakteristik internal klaster
yang lebih baik dan maju.

Gambar 47. Kerjasama Dalam Sentra


kerjasama
kerjasama 19%
24%

tidak
76% tidak
81%

Kerjasama Pemasaran Kerjasama Bahan Baku

Sumber: Data. Diolah

Kelengkapan Dukungan

Salah satu pokok masalah yang dihadapi untuk mencapai hal ini adalah, hampir
seluruh sentra tidak memperoleh dukungan yang lengkap. Jika diperhatikan
rancangan awalnya, sebuah sentra seharusnya menerima 2 jenis dukungan, (1)

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 177
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

dukungan keuangan dan (2) dukungan non keuangan. Pengamatan menunjukkan


tidak selamanya dukungan ini dapat dinikmati oleh sentra yang difasilitasi. Jika
diperhatikan median-nya, tampak bahwa responden memberi nilai 1 bagi
dukungan BDS terhadap sentra yang berarti “tidak ada”, sedangkan dukungan
koperasi dalam menyalurkan dukungan keuangan ada pada nilai 3, yaitu “ada,
namun bermasalah antara 30-60% atau tidak optimal”. Hal ini menunjukkan
bahwa sentra berjalan dengan dukungan yang pincang dan bahwa secara rata-
rata kinerja BDS dalam membina sentra relatif lebih rendah dibanding kinerja
KSP/USP koperasi.

Pengamatan menunjukkan bahwa pada akhir tahun ke 3 periode perkuatan, hanya


sekitar 11 – 12% sentra agribisnis yang masih memiliki dukungan yang lengkap.
Rata-rata selepas tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis
yang kehilangan salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya
menjadi tidak aktif), dan nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 87.5%
selepas tahun ke tiga periode perkuatan. Kehilangan dukungan perkuatan jelas
akan mempengaruhi efektifitas program sentra ber transformasi menjadi klaster
agribisnis seperti yang diharapkan.

Gambar 48. Jumlah Perkuatan Yang Hilang Selepas Tahun pertama,


Tahun Kedua, dan Tahun Ketiga
1
0.9
0.8
% tidak lengkap

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3

Sumber: Data. Diolah


tahun

Kelengkapan komponen perkuatan tampaknya juga berhubungan dengan


kemampuan sentra melengkapi karakteristik internal klaster lainnya.

Tahap Produk

Teori daur siklus produk menyatakan bahwa pertumbuhan sebuah produk akan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 178
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

mengikuti sebuah daur yang tetap yaitu Perkenalan, Tumbuh, Dewasa, dan
Menurun. Perpindahan antar tahapan ini, salah satunya, dicirikan oleh perubahan
arah pertambahan penjualan. Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya,
penjualan biasanya memiliki pertambahan yang positif-meningkat, sedangkan
pada tahap dewasa dan menurun, biasanya memiliki pertambahan penjualan yang
semakin menurun bahkan negatif. Jika secara rata-rata produktivitas sentra
menurun setelah mendapat perkuatan, maka salah satu kemungkinannya adalah
karena sentra yang diperkuat sebenarnya telah berada dalam tahap siklus yang
dewasa atau menurun.

Dalam kajian, ukuran pentahapan adalah pendapat pengusaha tentang volume


penjualan produk dan sejarah pertumbuhan produk. Pandangan terhadap tahap
produk diharapkan dapat memberi pengayaan penjelasan mengenai efektifitas
perkuatan yang diberikan.

Pandangan terhadap tahap produk menunjukkan rata-rata klaster yang diamati


menghasilkan produk yang ada dalam tahapan dewasa. Karakteristik produk
dalam tahapan dewasa adalah pasar relatif telah terbentuk, pengusaha menikmati
volume pemasaran yang besar namun dalam margin yang rendah. Produk dalam
tahapan dewasa sesungguhnya juga memerlukan inovasi dan perbaikan yang
terus menerus agar pengusaha dapat menjaga pangsa pasarnya.

Gambar 49. Kurva Daur Hidup Produk

Output

Siklus
Hidup

Waktu
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4
Perkenalan Pertumbuhan Dewasa Penurunan

Salah satu contoh bagaimana perkuatan mendorong upaya “evolusi” produk yang
sudah ada dalam tahapan dewasa dapat dilihat di sentra kelinci di Batu Jawa
Timur. Setelah bertahun-tahun melakukan budidaya kelinci anakan (untuk dijual

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 179
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

sebagai kelinci hias/peliharaan) sentra mulai memasuki tahapan dewasa.

Gambar 50. Perkembangan Rantai Produk Sentra Kelinci

Pabrik
konsentrat

Petani Pasar
Budidaya
Anakan Koperasi

Pencari kelinci
rumput/
sayuran
bekas

Pedagang
pengumpul

Petani
penghasil
pakan kelinci
siap pakai
Petani
Anakan
kelinci Daerah
Petani Lain
penyedia
indukan

Pabrik Petani Pasar


konsentrat Anakan
kelinci Batu Koperasi
dan pakan

Pencari
rumput/
sayuran
bekas
Pedagang
pengumpul

Petani Petani
pengolah pengolah kulit
daging

Ini tercermin dari pangsa pasar yang dibentuknya dan margin keuntungan yang
diperoleh. Pada saat ini, beberapa daerah di sekitar Batu, seperti Lumajang, mulai

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 180
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

melirik untuk ikut berternak kelinci anakan. Ketika itu terjadi, sentra kelinci Batu
tidak masuk ke tahapan decline karena persaingan, sentra malah berevolusi untuk
menjajagi menjadi penyedia indukan, pakan, pasar, informasi bagi daerah lain
yang tertarik menjadi peternak kelinci anakan, pengolahan kerajinan kulit kelinci
dan industri pengolahan daging kelinci. Saat ini di sentra telah mulai muncul unit-
unit usaha yang mengolah daging kelinci apkir menjadi abon atau unit usaha yang
mengolah kulit kelinci apkir untuk menjadi kerajinan tangan. Hasil ini
sesungguhnya menjadi cikal klaster budidaya kelinci di masa depan, dengan Batu
sebagai salah satu simpul utamanya diluar Lembang Jawa Barat.

Di masa depan, jika upaya pemurnian dan penjagaan mutu bibit dapat dilakukan
dan diterima dengan baik, maka pasokan kelinci afkiran akan semakin banyak.
Hal ini akan menjadi sumber pertumbuhan industri pengolahan daging dan kulit
kelinci.

Contoh lain mengenai perkuatan mendorong upaya evolusi dapat di lihat di sentra
rumput laut di Jeneponto Sulawesi Selatan. Kondisi pantai Jeneponto
memungkinkan penanaman rumput laut dengan metode yang sederhana dan
murah akibatnya saat ini hampir seluruh garis pantai Jeneponto telah digunakan
untuk budidaya rumput laut.. Hal ini telah berjalan sekitar 15 tahun. Saat ini pasar
telah terbentuk dengan pangsa pasar yang baik dan terus meningkat.

Untuk menangani penjualan, petani rumput laut kemudian membentuk kelompok


dan kelompok membentuk koperasi. Menurut komitmennya, penjualan hanya
dilakukan hanya melalui kelompok, dan kelompok yang menjadi anggota koperasi
akan menjual melalui koperasi. Untuk menangani pembelian dan penjualan
rumput laut anggota ini, koperasi kemudian membuat gudang dan unit sortir di
dalamnya. Unit sortir adalah penduduk sentra, biasanya ibu-ibu, yang diminta
menyortir rumput laut kering yang diperoleh dari kelompok petani. Rendemen
rumput laut kering mentah yang sudah bersih ini biasanya adalah 70% dari rumput
laut kering mentah yang masih “kotor” dari petani.

Pasar kemudian meminta pengumpul besar rumput laut di daerah Jeneponto untuk
mengirim rumput laut dalam bentuk yang sudah matang, namun tetap masih
setengah jadi. Untuk itu, dengan bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM
dan Pemerintah Kabupaten Jeneponto, dibangun sebuah pabrik pemasakan dan
pembersihan rumput laut. Bersama pabrik senilai Rp 2 milyar ini, sentra rumput
laut Jeneponto sempat mengekspor rumput laut matang setengah jadi olahannya
ke China. Amat disayangkan pada saat ini pabrik sudah tidak berfungsi selama

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 181
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

kurang lebih 1 tahun. Alasan yang dikemukakan adalah tidak adanya modal kerja.
Pengamatan menduga ketidakmampuan SDM untuk mengelola keuangan pabrik
sebagai pangkal ketidakmampuan sentra menjaga pabrik yang disalurkan
kepadanya.

Gambar 51. Perkembangan Rantai Produk Sentra Rumput Laut

Petani Kelompok Pasar


Rumput Laut petani
Koperasi Pedagang
pengumpul
lokal

Petani Kelompok Pasar


Rumput Laut petani nasional
Koperasi Pengumpul
regional/
nasioanal

Unit gudang,
sortir, dan
pembersihan

Petani Kelompok Pasar


Rumput Laut petani nasional dan
Koperasi Pengumpul ekspor
regional/
nasional

Unit gudang,
sortir, dan
pembersihan

Pabrik masak
rumput laut
Eksportir

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 182
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Kegiatan monitoring dan evaluasi dan pembinaan yang berkelanjutan akan


membawa sentra ini ke klaster agribisnis rumput laut yang besar di Indonesia.

Tahap Sentra

Tahap Perkembangan Sentra, menunjukkan tahapan perkembangan sebuah


sentra, mulai dari terbentuk, tumbuh, berkembang, dan Evolusi. Daur ini diadopsi
dari perkembangan sentra menurut Marshall. Jika tambahan perkuatan
menghasilkan penurunan produktivitas, maka diduga bahwa rata-rata sentra yang
difasilitasi berada dalam tahapan yang sedang berevolusi.

Ciri-ciri masing-masing tahap perkembangan adalah:

! Sentra dalam tahap baru TERBENTUK baru memiliki 1 atau 2 unit usaha
innovator/pioneer yang memulai usahanya, dan Tenaga kerja didatangkan
dari daerah lain

! Sentra TUMBUH memiliki unit usaha baru yang bermunculan meniru


produk innovator, tenaga kerja berdatangan dari daerah lain, dan tenaga
kerja lokal mulai terlibat

! Sentra BERKEMBANG dicirikan dengan termasuk ke dalam kategori unit


usaha baru bermunculan meniru produk innovator atau menciptakan
produk modifikasi, tenaga kerja menetap, banyak tenaga kerja lokal terlibat
penuh, munculnya unit usaha pemasok bahan baku pembuatan produk
sentra, munculnya pedagang pengumpul/individu yang bertindak sebagai
agen penjualan, dan Pemerintah Daerah membentuk institusi pendukung.

! Sentra BEREVOLUSI tampak dari pengusaha “besar” dalam sentra mulai


mencari produk baru yang lebih baik di luar produk saat ini, Perusahaan
pemasok bahan baku termasuk ke dalam kategori berkembang, institusi
bentukan pemerintah daerah berfungsi dengan efektif, dan daya saing
produk sentra kuat dan berkelanjutan

! Sentra ini sedang BEREVOLUSI (TURUN) jika jumlah unit usaha dalam
sentra menurun, pengusaha memilih berusaha di bidang lain, pasokan
bahan baku berkurang, pemerintah daerah tidak menganggap sentra
strategis, dan daya saing produk sentra berkurang.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 183
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Gambar 52. Tahap Perkembangan Sentra - Marshall

Evolusi

Berkembang

Pertumbuhan

Pembentukan

Pandangan terhadap tahap sentra menunjukkan bahwa kebanyakan sentra


agribisnis yang diamati berada dalam tahapan dewasa. Sentra dalam tahapan
dewasa biasanya sudah terbentuk lama, mulai kehilangan batas-batasnya dan
menggunakan peralatan yang cenderung usang. Dalam kasus sentra agribisnis,
maka sentra cenderung telah berusia lebih dari 15 tahun, menggunakan daya
dukung lahan yang semakin menyempit dan bibit yang semakin terdegradasi.
Sentra agribisnis yang ada dalam tahap dewasa sesungguhnya menyimpan
potensi masalah sebesar peluang evolusi naik yang mungkin dilakukan.

Contoh masalah dan peluang terjadi di sentra rumput laut Jeneponto, misalnya.
Selama ini, penanaman rumput laut biasanya dilakukan di pantai dengan
kedalaman antara 1 hingga 4 meter, di sepanjang pesisir kabupaten Jeneponto.
Pada area kedalaman ini, teknologi budidaya yang digunakan cenderung
sederhana dan tidak memerlukan investasi yang besar.

Saat ini, area pantai dengan kedalaman 1 hingga 4 meter ini telah habis digunakan
sehingga saat ini, jika petani ingin menambah bentang penanaman rumput nya, ia
harus masuk ke daerah pantai dengan kedalaman antara 4 hingga 20 meter.
Untuk daerah dalam seperti ini, kebutuhan investasi dan peralatan jelas menjadi
berbeda dan lebih mahal seperti jumlah tali penambat yang lebih panjang,
kebutuhan kapal, kebutuhan pematang yang berbeda dan lain-lain. Jika
kebutuhan peluang ini dapat dijawab oleh sentra maka sentra rumput laut
Jeneponto berpeluang berevolusi menjadi salah satu klaster agribisnis rumput laut
yang Indonesia.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 184
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Contoh masalah sentra dewasa yang lain dapat dilihat dalam sentra agribisnis apel
di Malang, Jawa Timur. Sentra apel di Malang telah ada sejak lebih dari 15 tahun
yang lalu. Pada saat ini kondisi kesuburan tanah dan umur pohon telah berada
dalam kondisi yang menurun akibatnya jumlah produksi apel per pohon dan per
hectare nya menjadi menurun. Sentra ini sebenarnya berpeluang untuk tetap
tumbuh dan ikut serta membentuk klaster agribisnis apel bersama komponen
pengusaha yang lainnya.

Kecukupan Lahan

Komoditas agribisnis tentu amat sensitif terhadap kecukupan lahan. Dari sisi
lahan, secara umum sentra agribisnis yang diamati masih memiliki sisa lahan yang
cukup untuk pengembangan kapasitas produk sentra jika memperoleh dukungan
yang cukup untuk masalah tata gunanya. Lahan mungkin masih mencukupi bagi
upaya pengembangan sentra dalam jangka pendek. Namun dalam kerangka
jangka panjang pemerintah daerah harus mulai memetakan kawasan dan tata
guna lahannya agar kelangsungan hidup sentra dapat dipertahankan di masa
depan. Tanpa pengaturan tata guna dan peruntukan lahan yang baik,
pengembangan komoditas agribisnis oleh UKM akan terhambat dan berubah
merusak kelestarian alam.

Disamping pengaturan tata guna, kendala lahan dapat diatasi dengan penggunaan
metode tanam dan/atau bibit yang berbeda. Ke dua hal ini membutuhkan
perubahan perilaku petani dan kebutuhan investasi. Dalam pengamatan, perilaku
ini dan kemauan investasi ini tidak mudah untuk dirubah/dimunculkan tanpa
pemahaman dan komitmen yang sungguh-sungguh serta jelas dari semua pihak
yang terlibat.

Pasar Produk

Responden menganggap pasar bagi produk yang dihasilkan sentranya masih tetap
ada dan berkembang di masa mendatang, meskipun jika dilihat pendapat
responden mengenai pertumbuhan pasar, maka sebagian besar responden
menduga bahwa ukuran pasar 2 hingga 3 tahun ke depan akan sama saja dengan
ukuran pasar tahun ini.

Ada satu sentra yang responnya terhadap pertumbuhan pasar relatif lebih optimis
dibandingkan sentra yang lain, dia adalah sentra rumput laut di kabupaten

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 185
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Bulukumba Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dimengerti karena sentra ini masih
berada dalam tahap perkembangan. Usaha budidaya rumput laut belum terlalu
lama dijalankan di daerah ini. Rantai pasok produk masih sama dengan rantai
pasok produk sentra rumput laut Jeneponto pada tahap awalnya. Pada saat ini,
hasil budidaya dinilai sangat baik dan petani percaya bahwa di masa depan,
ukuran pasar produk rumput laut dari Bulukumba akan terus meningkat.

Kajian memang menunjukkan bahwa sebagian besar komoditas agribisnis memiliki


potensi pasar yang besar. Baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.
Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar pasar domestik
produk pertanian amatlah besar dengan pertumbuhan yang cukup signifikan dari
tahun ke tahun. Jika diperhatikan nilai impor di produk pertanian oleh negara-
negara ASEAN dan Asia Selatan saja menunjukkan potensi komoditas agribisnis
yang besar.

6.4.2. Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan


Untuk mendapatkan variabel yang menjadi faktor dominan dalam kinerja
penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati, kajian kemudian
menggunakan analisis faktor dan diskriminan untuk menentukan faktor yang
menjadi pembeda antara sentra yang dinilai berhasil memunculkan ciri klaster dan
sentra yang tidak berhasil (gagal) dalam memunculkan ciri klasternya.

Analisis Diskriminan

Secara umum, pengelompokkan sentra pengamatan dilakukan dengan


memperhatikan nilai sentra dalam memenuhi karakteristik klasternya. Sentra-
sentra yang berhasil menyamai atau melampaui batas nilai tengah sama dengan 3
untuk semua ciri klaster yang diukur, dianggap sebagai sentra yang berhasil.
Sentra berhasil ini kemudian diberi score 2 sedangkan sentra yang tidak berhasil
(score karakteristik klasternya lebih kecil dari 3, diberi nilai 1.

Berbekal variabel pengelompokkan ini, nilai ciri sentra kemudian dimasukkan ke


dalam analisis diskriminan. Analisis menggunakan dua metode, metode pertama
adalah metode enter together, dimana seluruh variabel identitas sentra
dimasukkan bersama-sama, sedangkan metode ke dua adalah metode stepwise,
dimana penentuan variabel identitas sentra yang dimasukkan ke dalam analisis
dihitung berdasarkan sumbangannya yang paling signifikan dalam penyusunan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 186
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

persamaan diskriminan.

Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut ini.

Tabel 45. Kinerja Pengelompokkan Metode Enter Together

Classification Resultsb,c

Predicted Group
Membership
Tidak
Kategori Lengkap Lengkap Total
Original Count Tidak Lengkap 15 0 15
Lengkap 0 7 7
% Tidak Lengkap 100.0 .0 100.0
Lengkap .0 100.0 100.0
Cross-validateda Count Tidak Lengkap 13 2 15
Lengkap 2 5 7
% Tidak Lengkap 86.7 13.3 100.0
Lengkap 28.6 71.4 100.0
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross
validation, each case is classified by the functions derived from all cases
other than that case.
b. 100.0% of original grouped cases correctly classified.
c. 81.8% of cross-validated grouped cases correctly classified.

Sumber: Data, diolah

Analisis dimulai dengan menggunakan metode enter together. Metode ini dipilih
untuk melihat perilaku diskriminan ketika semua variabel pengamatan dimasukkan.
Hasilnya meskipun belum 100% tetapi cukup memuaskan dimana fungsi
diskriminan yang dihasilkan mampu memetakan ulang hingga 80% dari kelompok
yang divalidasi.

Hasil ini menunjukkan bahwa sesungguhnya variabel-variabel yang diamati dapat


seluruhnya digunakan untuk melihat perbedaan antara sentra yang berhasil dan
yang tidak.

Langkah selanjutnya kajian menggunakan metode stepwise untuk memilih variabel


wakil yang mampu memisahkan antara sentra berhasil dan yang gagal. Dalam
pelaksanaan stepwise dibuat beberapa variasi pengelompokkan sentra untuk
melihat perilaku fungsi diskriminan yang muncul. Variasi pertama adalah variasi
langsung, dimana pengelompokkan sentra sama dengan ketentuan awalnya
(score karakteristik sama dengan atau lebih besar dari 3). Variasi kedua adalah
toleransi, dimana sentra-sentra yang hanya kekurangan 1 karakteristik sentra
dianggap memenuhi kriteria. Hasil variasi ini memberikan informasi yang berarti
terhadap variabel pembeda yang perlu diperhatikan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 187
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Secara umum metode stepwise memiliki kinerja pembedaan yang cukup baik
dimana fungsi yang diperoleh berhasil membagi sampel secara benar hingga 90%.
Sedangkan variabel yang masuk ke dalam fungsi diskriminan, jika dilihat dari
beberapa variasi pengelompokkan yang digunakan adalah (1) KEBERADAAN
KELOMPOK, (2) KOMBINASI SUMBERDAYA, (3) INTERAKSI DALAM INSTITUSI
BERSAMA, (4) TAHAP SENTRA dan (5) SPESIALISASI.

Tabel 46. Kinerja pengelompokkan


Classification Results Metode Stepwise
Predicted Group
Membership
Tidak
Kategori Lengkap Lengkap Total
Original Count Tidak Lengkap 13 2 15
Lengkap 0 7 7
% Tidak Lengkap 86.7 13.3 100.0
Lengkap .0 100.0 100.0
Cross-validateda Count Tidak Lengkap 12 3 15
Lengkap 0 7 7
% Tidak Lengkap 80.0 20.0 100.0
Lengkap .0 100.0 100.0
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross
validation, each case is classified by the functions derived from all cases
other than that case.
b. 90.9% of original grouped cases correctly classified.
c. 86.4% of cross-validated grouped cases correctly classified.

Sumber: Data, diolah

Variabel KEBERADAAN KELOMPOK dan KOMBINASI SUMBERDAYA tampak menjadi


variabel pembeda utama antara sentra yang berhasil dan sentra yang tidak. Ini
tampak dari munculnya dua variabel ini dari setiap variasi yang dilakukan.
Pengamatan di lapangan juga membenarkan hal ini. Sentra yang mampu
menumbuhkan ciri klaster memang tampak memiliki anggota yang bersedia terlibat
dalam komitmen kelompok dan melakukan interaksi secara baik/bekerjasama.
Sentra dengan nuansa kebiasaan berkelompok/bekerja sama yang kental tampak
lebih mudah dalam berkomunikasi dan menyusun kegiatan bersama dan lebih
“santai” dalam menyikapi masalah.

Variabel pembeda lain yang menarik adalah INTERAKSI DALAM INSTITUSI


BERSAMA. Institusi bersama yang dimaksud di sini dapat institusi keuangan atau
institusi pendukung produksi dan pemasaran produk sentra yang muncul atas
inisitatif anggota. Institusi bersama akan muncul jika anggota sentra memiliki
komunikasi yang sehat, komitmen yang kuat dan mau berbagi sumberdaya yang
dimilikinya. Di sentra rumput laut Sulawesi Selatan, koperasi dan anggota dengan
bantuan Kementerian Koperasi dan UKM, membuat pabrik pemasakan rumput laut

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 188
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

untuk meningkatkan nilai tambah produk sentra. Keputusan ini berarti kerja keras
bagi seluruh anggota sentra karena jika pabrik tidak berjalan dengan baik, maka
koperasi (anggota) akan menanggung akibatnya bersama-sama. Contoh lain
adalah sentra susu sapi di Lembang yang mendirikan pabrik pengolahan susu
kemasan dan yogurt berdasarkan keputusan bersama untuk meningkatkan nilai
tambah produknya.

Tabel 47. Variabel Diskriminan

Classification Function Coefficients

Kategori
Tidak
Lengkap Lengkap
Keberadaan kelompok 2.770 4.822
Kombinasi sumberdaya .841 2.150
(Constant) -3.979 -13.068
Fisher's linear discriminant functions
Classification Function Coefficients

Kategori
Tidak lengkap Lengkap
Tahap sentra 3.639 5.946
Spesialisasi 4.336 9.868
(Constant) -9.820 -35.769
Fisher's linear discriminant functions

Classification Function Coefficients

Kategori
Hampir
Tidak lengkap lengkap Lengkap
Keberadaan kelompok 4.060 6.292 10.505
Kombinasi sumberdaya -.984 -.557 -4.735
Interaksi dalam Institusi
2.088 3.093 7.875
bersama
(Constant) -5.529 -14.624 -32.326
Fisher's linear discriminant functions

Sumber: Data, diolah

Variabel lain adalah TAHAPAN SENTRA dan SPESIALISASI. Kajian literatur


memang menunjukkan bahwa spesialisasi merupakan salah satu tonggak dalam
pembangunan klaster. Spesialisasi memunculkan efisiensi, namun membutuhkan
kondisi kerjasama yang baik antar anggota sentra/klaster. Pengamatan
menunjukkan sentra yang maju dan dinamis akan membuka kesempatan bagi
anggotanya untuk melakukan spesialisasi pada satu atau lebih bidang usaha
pembentuk rantai nilai untuk mendukung produk sentra. Sentra rumput laut di
Sulawesi Selatan misalnya menumbuhkan anggota-anggota yang spesialisasi
pada masalah pembersihan dan pengepakan rumput laut kering. Sentra kelinci di
Jawa Timur misalnya, menumbuhkan unit usaha penyedia pakan untuk

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 189
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

mendukung anggota dan unit usaha pengolah daging kelinci afkir (sudah tua)
untuk membantu anggota merotasi indukannya. Anggota masyarakat di sentra
perikanan di Nusa Tenggara Barat mencoba memformalkan usaha pembuatan
ikan kering yang tadinya hanya upaya untuk memanfaatkan hasil tangkap jika
sedang berlebihan. Upaya-upaya spesialisasi, baik ke hulu maupun ke hilir, sama-
sama membutuhkan proses yang tidak sebentar, untuk itu kesamaan cara
pandang dari anggota sentra amat penting, disinilah mungkin peran variabel
kelompok dan kombinasi sumberdaya memainkan peranannya.

Hasil perhitungan menunjukkan nilai koefisien TAHAPAN SENTRA dari sentra yang
memiliki ciri klaster yang lengkap adalah lebih tinggi dibanding sentra yang tidak
lengkap. Artinya sentra yang ada dalam tahapan berkembang dan dewasa
memiliki peluang yang lebih besar untuk menumbuhkan ciri klaster. Hal ini dapat
dimengerti karena sentra-sentra tersebut telah teruji oleh waktu dan pasar mampu
menghasilkan produk yang dibutuhkan. Hasil ini menunjukkan kemungkinan
variabel ketersediaan pasar sebagai salah satu variabel pendukung utama juga.
Untuk sementara variabel pasar tidak muncul karena sentra yang diamati termasuk
sentra-sentra historikal, yaitu sentra yang telah berdiri cukup lama (lebih dari 15
tahun).

Masuknya variabel tahapan sentra sebagai pembeda juga menunjukkan bahwa


kegiatan pengembangan sentra dan penumbuhan klaster tidak dapat dilakukan
dalam jangka pendek. Instansi pengembang (Kementerian Koperasi dan UKM,
Dinas yang menangani pembangunan UKM di daerah, dan BDS) perlu memiliki
napas panjang dan tidak melakukan proyek pengembangan yang sifatnya “hit and
run” atau setengah-setengah dalam pengembangan sentra ke klaster karena tidak
semua sentra berada dalam tahapan pertumbuhan atau kecepatan perkembangan
yang sama.

Analisis Faktor

Analisis faktor berupaya meringkaskan jumlah variabel indikator umum sentra ke


dalam kelompok-kelompok faktor yang mempengaruhi penumbuhan ciri klaster di
sentra-sentra yang diamati.

Hasil pengelompokkan variabel yang dihasilkan oleh analisis faktor tidak selalu
logis untuk digunakan, tetapi ia dapat digunakan untuk alat untuk mempelajari
kemungkinan pengelompokkan masalah dan perilaku variabel pengamatan.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 190
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Hasil analisis faktor awal menunjukkan hanya 13 variabel yang dapat digunakan
untuk analisis lebih lanjut. Mereka adalah (1) keberadaan kelompok, (2)
kerjasama produksi, (3) kerjasama pemasaran, (4) tingkat penggunaan teknologi,
(5) keahlian tenaga kerja, (6) ekspektasi pasar, (7) konsentrasi spatial, (8) interaksi
antar perusahaan, (9) kombinasi sumberdaya dan kompetensi, (10) interaksi
dalam institusi bersama, (11) spesialisasi (12) daya saing dan (13) Additionalitas.

Tabel 48. Hasil Analisis Faktor


Rotated Component Matrixa

Component
1 2 3 4
Keberadaan kelompok .229 .817 .221 .206
Kerjasama produksi 9.923E-02 .763 8.971E-03 .458
Kerjasama pemasaran .861 .160 .107 -4.00E-02
Tingkat penggunaan teknologi .720 .164 4.292E-02 .238
Keahlian tenaga kerja .757 -.209 .466 6.938E-02
Ekspektasi pasar .620 .291 -.104 .248
Konsentrasi spatian .336 .215 7.516E-02 .697
Interaksi antar perusahaan .154 .669 .238 .508
Kombinasi sumberdaya 1.564E-02 .231 .884 .340
Interaksi dalam Institusi bersama 8.719E-02 .238 .902 8.927E-02
Spesialisasi .271 .812 .357 -.239
Daya saing .689 .420 -5.57E-02 .280
Additionalitas .127 .100 .371 .754
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 6 iterations.

Sumber: Data, diolah

Tampak bahwa variabel KEBERADAAN KELOMPOK dan KOMBINASI SUMBERDAYA


lolos untuk maju ke tahap analisis berikutnya. Ke dua variabel ini adalah variabel
pembeda utama dalam analisis diskriminan yang dilakukan. Yang menarik adalah,
hasil analisis faktor memunculkan variabel ADDITIONALITAS sebagai salah satu
variabel yang lulus ke tahap pembentukan faktor. Variabel ADDTIONALITAS
mencerminkan kemauan anggota untuk menambah (addition) investasi akibat
adanya program sentra.

Tabel 49 menunjukkan variabel yang dimasukkan dalam analisis dapat


dikelompokkan menjadi 4 faktor. Tabel; 42 meringkaskan variabel pembentuk
faktor tersebut dan usulan namanya.

Agak sulit untuk memberikan nama kepada masing-masing faktor yang diusulkan
oleh analisis. Setidaknya usulan pengelompokkan ini memberikan pandangan
tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menumbuhkan klaster.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 191
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Tabel 49. Variabel Pembentuk Faktor


Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
Variabel ! Kerjasama ! Keberadaan ! Kombinasi ! Konsentrasi spatial
pemasaran kelompok sumberdaya ! Additionalitas
! Tingkat ! Kerjasama produksi ! Interaksi dalam
penggunaan ! Interaksi antar Institusi bersama
teknologi perusahaan
! Keahlian tenaga ! Spesialisasi
kerja
! Ekspektasi pasar
! Daya saing
Usulan Kemampuan Interaksi kelompok Institusi bersama Kemauan investasi
Nama memenuhi kebutuhan untuk kerjasama
Faktor pasar produksi
Sumber: Tabel 41

Misalnya faktor 1, jika dilihat variabel pembentuknya maka, mungkin, nama faktor
yang tepat adalah “KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN PASAR”. Untuk faktor 2,
namanya adalah “INTERKASI KELOMPOK UNTUK KERJASAMA PRODUKSI”, untuk
faktor 3, mungkin cocok dengan ”INSTITUSI BERSAMA” dan faktor 4 adalah
“KEMAUAN INVESTASI”.

Meskipun kadang pengelompokkan yang dilakukan tidak terlalu logis untuk


diberikan nama secara langsung, tetapi hasil pengelompokkan ini memberikan
pandangan yang menarik tentang faktor yang mungkin berpengaruh terhadap
penumbuhan klaster dalam sentra agribisnis yang diamati.

Pandangan Terhadap Hasil Analisis

Hasil analisis diskriminan dan analisis faktor yang dilakukan secara umum
menunjukkan tidak adanya variabel tunggal yang dominan menjelaskan perbedaan
antara sentra yang berhasil memunculkan karakteristik klaster dengan sentra yang
tidak berhasil.

Analisis diskriminan misalnya menunjukkan seluruh variabel (jika digunakan


bersama) mampu membentuk fungsi pembeda yang cukup baik, sedangkan
analisis faktor menunjukkan jumlah faktor bentukan yang cukup banyak (ada 4
faktor) dengan kesulitan di penamaannya. Hasil ini memberikan pandangan
bahwa variabel-variabel dan faktor-faktor yang ada dapat digunakan sebanyak
mungkin asalkan disusun dalam sebuah hubungan yang mudah dipahami.

Jika diperhatikan hasil analisis faktor dan diskriminan yang dilakukan, tampak
bahwa variabel terikat yang dipengaruhi (dependent variabel) yang digunakan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 192
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

adalah PERUBAHAN SENTRA KE KLASTER. Sedangkan variabel bebasnya yang


mempengaruhi adalah PEMBERIAN DUKUNGAN MELALUI PROGRAM SENTRA oleh
Pemerintah kepada sentra agribisnis UKM. Hubungan antara variabel terikat
(sentra ke klaster) dan variabel bebas (perkuatan program sentra UKM) ini
dijembatani oleh serangkaian proses. Mungkin rangkaian proses inilah yang
dibentuk oleh variabel-variabel dan faktor-faktor yang diperoleh dari pengamatan
dan analisis yang dilakukan.

Disini kemudian diputuskan untuk menggunakan model pengungkit untuk


menjelaskan hubungan antar variabel terikat dan variabel bebas tersebut.
Penggunaan model pengungkit diharapkan dapat (1) mempermudah proses
visualisasi hubungan antara variabel dan permasalahan yang ditemui dalam
kegiatan pengamatan dan (2) memungkinkan mengakomodasi variabel atau faktor
lain yang muncul dari pengamatan tetapi belum masuk ke dalam sistem.

6.4.3. Prinsip Pengungkit Dalam Penumbuhan Klaster UKM


Agribisnis
Untuk mempermudah upaya pemaparan akan lebih mudah jika upaya
pengembangan sentra UKM dipandang seperti upaya untuk mengungkit sebuah
beban atau massa. Tujuan utama dari pengungkit adalah menciptakan sebuah
mekanisme transmisi yang efektif, sehingga daya dorong yang terbatas dapat
diubah menjadi daya gerak pada massa yang lebih besar bobotnya. Sistem ini jika
digambarkan mungkin akan tampak seperti dalam gambar 53 panel A.
Pendekatan leverage ini juga dilakukan dalam manajemen keuangan seperti
dalam konsep financial leverage dan operational leverage.

Dalam kasus pengembangan sentra UKM, massa (M) adalah sentra UKM yang
akan ”dipindahkan” dari tataran lama (B1 – sentra sederhana) ke tataran baru (B2
– sentra dinamis dan klaster). Untuk mengangkat massa ini Pemerintah melalui
Kementerian Koperasi dan UKM memberikan daya penggerak (D) berbentuk
fasilitasi dan dukungan perkuatan kepada sentra. Daya penggerak ini
ditransmisikan oleh tuas pengungkit (P) ke massa UKM di sentra dengan bertumpu
pada titik tumpu (T). Yang diharapkan terjadi adalah Pemerintah dapat
menyalurkan Daya yang cukup dan disalurkan secara efektif melalui tuas
pengungkit sehingga mengangkat Massa UKM dari tataran B1 ke B2.

Berdasarkan prinsip pengungkit tersebut diatas, maka analogi masalah-masalah


yang dihadapi program sentra UKM dalam tumbuh dan berkembang menjadi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 193
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

klaster agribisnis, dapat digolongkan ke dalam 5 kelompok masalah berikut ini:

!" Daya Penggerak terlalu kecil

#" Massa terlalu rapuh

$" Pengungkit terlalu lemah/lentur

%" Titik tumpu terlalu rendah

&" Pengungkit tidak diletakkan pada titik yang benar

Gambar 53. Analogi Pengembangan UKM Melalui Sentra UKM. Daya


Penggerak/Perkuatan Yang Diberikan Diharapkan Mampu Mengangkat
Sentra UKM ke Tataran Yang Lebih Tinggi.

D
(Daya Penggerak) (A)

M
(Massa UMKM)

P
(Tuas Pengungkit)

T B2 (Tataran klaster)
(Tumpuan)
B1 (Tataran sentra)

(B)

D
M

B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)

Berikut ini penjelasannya.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 194
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Daya Penggerak Kurang atau Melemah

Daya pengerak terlalu kecil dapat dipandang sebagai (1) Sejak awal memang daya
perkuatan yang disediakan terlalu kecil dibandingkan dengan massa UKM yang
harus diangkatnya, atau (2) pada awalnya daya perkuatan yang disediakan cukup,
namun karena suatu keadaan daya tekan ini menjadi melemah sehingga menjadi
terlalu kecil untuk mampu mengangkat sentra ke tataran baru nya.

Kondisi pertama biasanya terjadi pada sentra yang rata-rata omzet per anggota
per bulan nya, jauh lebih besar dari total jumlah dana MAP yang dialokasikan pada
sentra tersebut. Sedangkan kondisi kedua terjadi jika salah satu komponen daya
pengerak menghilang atau melemah. Dari dua keadaan ini, kondisi kedua adalah
hal yang lebih banyak terjadi.

Gambar 54. Kondisi Daya Penggerak Terlalu Kecil atau Hilang Tidak
Mampu Mengangkat Massa UKM/Sentra

D
(Daya Penggerak M
mengecil) Massa tidak terangkat

T B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)

Kondisi kedua ini (daya perkuatan mengecil/melemah) tercermin pada kenyataan


bahwa sebagian besar sentra yang diamati, saat ini telah berjalan tanpa komponen
perkuatan yang lengkap. Seperti diketahui, model perkuatan program sentra UKM
mensyaratkan keberadaan (1) dukungan keuangan melalui MAP dan (2) dukungan
non-keuangan melalui BDS. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selepas
tahun pertama periode perkuatan, ada 33% sentra agribisnis yang kehilangan
salah satu komponen pendukungnya (dapat BDS atau KSP-nya menjadi tidak
aktif), nilai ini kemudian meningkat menjadi sekitar 78% selepas tahun ke dua
periode perkuatan, dan pada tahun ke tiga nilai ini meningkat menjadi 87.5%.
Artinya kebanyakan sentra kehilangan/kehabisan daya penggerak terlalu cepat
sebelum mampu menggerakkan massa UKM ke tataran yang lebih tinggi.
Akibatnya, daya dorong program sentra UKM yang disediakan tidak mampu

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 195
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

mengangkat sentra UKM ke tingkat kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi,
apalagi menumbuhkannya ke tahapan klaster..

Fenomena hilangnya daya penggerak mungkin tidak lepas dari sifat program
sentra yang cenderung dipandang oleh pihak Kementerian, Dinas bersangkutan di
daerah, dan lembaga pengembang usaha sebagai program jangka pendek dan
“tabrak-lari” (hit and run). Padahal ide program ini amatlah baik jika dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan.

Kebutuhan untuk mau bermain jangka panjang juga muncul dalam hasil analisis
diskriminan yang memunculkan variabel Tahap Sentra sebagai salah satu
pembeda. Kajian menunjukkan sentra dengan score tahap sentra yang lebih tinggi
cenderung mampu menumbuhkan ciri klaster. Hal yang dapat ditarik dari hal ini
adalah, sentra butuh waktu untuk mencapai tahapan tertentu sebelum akhirnya
mampu melewati ambang batas kemampuan ekonomisnya dan bertransformasi
menumbuhkan ciri-ciri klaster dengan lebih mudah.

Massa UKM Terlalu Rapuh

Per definisi, sentra adalah pengelompokkan UKM yang menghasilkan produk


sejenis dalam satu wilayah yang berdekatan. Sedangkan klaster, secara bebas,
dapat diartikan sebagai sentra yang didalamnya terjadi komitmen antar anggota
untuk bekerja sama dan bertindak bersama (ber ko-operasi) untuk memajukan
daya saing produk sentra. Dengan demikian unsur utama ke klaster adalah
adanya “daya perekat” atau “modal sosial (menurut JICA)” di antara anggota
sentra.

Modal sosial ini kebanyakan dibentuk oleh faktor perilaku seperti: kemauan dan
kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada
tujuan bersama jangka panjang (unsur kelompok dan interaksi ini muncul baik
dalam analisis diskriminan dan faktor yang dilakukan). Ketika unsur perekat ini
hilang, upaya yang dilakukan (daya penggerak/perkuatan yang diberikan)
kendatipun menghasilkan pergerakan, tetapi tidak menyebabkan massa UKM
terangkat ke tataran yang lebih tinggi. Massa cenderung pecah dalam
pergerakan/perkuatan.

Hasil ini tercermin dari hasil pengamatan kepada sentra yang menunjukkan bahwa
pembentukan kelompok atau kebiasaan berkelompok hanya ada di 39% dari
sentra yang diamati. Sedangkan 61% sisanya tidak menunjukkan tanda-tanda

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 196
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

adanya pembentukan kelompok di dalam sentra. Demikian pula untuk kerjasama,


kajian belum banyak menemukan kerjasama antar pengusaha di dalam sentra
agribisnis yang diamati. Tampak baru sekitar 24% sentra yang memiliki bentuk
kerjasama pemasaran dan 19% sentra yang memiliki bentuk kerjasama yang
berhubungan dengan bahan baku di sentra nya.

Gambar 55. Massa UKM Tidak Solid Dalam Proses Perkuatan Membuat
Sentra Tidak Terangkat Dalam Proses Perkuatan

D
P

B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)

Hal lain yang meningkatkan kerapuhan sentra adalah persaingan yang tidak sehat.
Persaingan sesungguhnya merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan
untuk menumbuhkan klaster yang sehat (Porter), tetapi hal ini akan berbalik
merugikan jika pertumbuhan kapasitas akibat perkuatan diarahkan untuk
melakukan persaingan antar anggota yang saling mematikan, bukan pada
dorongan untuk melakukan inovasi berkelanjutan, meningkatkan daya saing dan
menjaga kepentingan bersama yang lebih jauh.

Gambar 56. Keberadaan Kelompok dan Kerjasama Dalam Sentra


kerjasama
kerjasama 19%
24%

ada
39%

tidak
61%

tidak
76% tidak
81%
Keberadaan Kelompok Kerjasama Pemasaran Kerjasama Bahan Baku

Sumber: Data. Diolah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 197
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Tuas Pengungkit (Mekanisme Transmisi) yang Terlalu Lemah

Upaya pengungkit juga memerlukan sebuah mekanisme transmisi (batang


pengungkit) yang menghantarkan daya penggerak ke beban secara tepat, kuat
dan efektif. Dalam kasus pengembangan UKM melalui sentra agribisnis dan
penumbuhan sentra ke klaster agribisnis, mekanisme transmisi ini
menghubungkan antara Perkuatan dan Rangsangan lain yang diberikan kepada
Sentra UKM sehingga menggerakkan sentra ke tataran yang lebih tinggi.
Pengamatan kepada sentra menunjukkan bahwa kompetensi daerah dan
masyarakat, kualitas SDM pelaksana dukungan, kejelasan dan kelengkapan
peraturan pelaksanaan, kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah,
serta koordinasi dan komunikasi yang efektif antar pelaku adalah faktor-faktor yang
mendekati peran tuas pengungkit ini.

Gambar 57. Kondisi Tuas Pengungkit Terlalu Lemah Membuat Daya


Tidak Ditransmisikan Secara Efektif Kepada Sentra

P
Pengungkit
D terlalu M
lentur/rapuh

B2 (Tataran klaster)
T B1 (Tataran sentra)

Hampir seluruh sentra yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM
adalah sentra historikal, artinya kegiatan di sentra telah berlangsung secara terus
menerus selama lebih dari satu generasi, sehingga penduduk generasi ke dua
(anak) dan ke tiga (cucu) yang tinggal di sentra biasanya telah “mewarisi”
kompetensi untuk memproduksi produk sentra dari pengalaman kerja dan
pengetahuan umum di dalam sentra. Dengan demikian, kompetensi masyarakat
untuk melakukan produksi dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi
adalah transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun
kompetensi masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus
didukung oleh faktor-faktor lain seperti tersebut diatas.

Disamping kompetensi penduduknya, Kompetensi daerah yang lain adalah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 198
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

kecukupan lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan produk sentra. Masalah


kebutuhan lahan ini menjadi penting bagi sentra agribisnis karena bagaimanapun
peningkatan kapasitas produk agribisnis membutuhkan daya dukung lahan yang
mencukupi. Baik mencukupi luas totalnya maupun luas per satuan lahannya.
Pengamatan menunjukkan beberapa sentra tidak mungkin lagi menambah lahan
produksinya kecuali dengan berkompetisi melawan kebutuhan lain seperti
kebutuhan hunian, infrastruktur, industrialisasi dan pelestarian alam. Akan amat
sulit mengembangkan sebuah sentra agribisnis yang terpadu jika lahan terpisah-
pisah oleh infrastruktur dan kepentingan yang tidak sejalan dengan rantai nilai
produksi produk agribisnis yang dijalankan.

Kejelasan visi, kejelasan dan kelengkapan peraturan, kesiapan aparat, kualitas


SDM pendukung perkuatan, komunikasi, dan koordinasi jelas merupakan unsur
yang membantu mentransmisikan program sentra dan perkuatan yang
direncanakan kepada sentra yang diharapkan mampu menumbuhkan klaster
agribisnis.

Beberapa contoh hambatan yang teridentifikasi misalnya:

! KETIDAKBERHASILAN PROGRAM SOSIALISASI. Pemahaman yang buruk


dan tidak benar mengenai pendekatan pengembangan UKM melalui
sentra dan dana MAP, baik pada pengusaha, pengelola BDS-P, pengurus
KSP/USP maupun aparat instansi yang membidangi koperasi dan UKM
membuat proses penyaluran, pengelolaan dan penggunaan dana MAP
menjadi tidak seperti yang diharapkan. Ketidakberhasilan sosialisasi
tercermin dari kesalahan persepsi dan ketidakpahaman pihak yang terkait
akan TUPOKSI dari masing-masing pihak secara baik.

! TIDAK DIJALANKANNYA PROSES PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN OLEH


ORGANISASI DAN INSTANSI YANG SEHARUSNYA MELAKSANAKAN HAL
TERSEBUT. ada tiap tingkatan daerah seharusnya terdapat Instansi yang
membidangi koperasi dan UKM dan Pokja Keuangan yang tugasnya
memberikan masukan, informasi dan koordinasi program pengembangan.
BDS-P pun seharusnya berperan dalam mendampingi pengusaha dan
koperasi dalam menjalankan program ini. Kekisruhan pelaksanaan
penyaluran dan pengelolaan dana MAP menunjukkan instansi dan
organisasi yang dibentuk tidak menjalankan tugas dengan semestinya.

! LEMAHNYA KOORDINASI. Lemahnya koordinasi antara Kementerian

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 199
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi Propinsi/Kabupaten/Kota, Pokja


Kabupaten/Kota, BDS-P, koperasi penyalur MAP, pengurus sentra, UKM,
dan instansi terkait lainnya.

! PENDEKATAN YANG SERAGAM MEMBUAT BEBERAPA SENTRA TIDAK


DAPAT SECARA OPTIMAL MENGGUNAKAN DANA MAP YANG DIBERIKAN.
Pada sentra beras dan kerajinan emas, misalnya, jumlah dana dinilai
terlalu kecil, sedangkan pada sentra tenun, jumlah dana yang terlalu besar
yang dipaksakan untuk dibagi habis, malah membuat financial leverage
pengusaha melonjak ke tingkat yang mengkhawatirkan.

! MORAL HAZARD. Konflik kepentingan yang diakibatkan oleh moral hazard


kerap menjadi pencetus penyimpangan penggunaan dana MAP.

! KONVERSI LAHAN PRODUKTIF. Ketidakjelasan strategi pembangunan


pertanian membuat harga dan tingkat pengembalian (return) lahan untuk
kepentingan komersial dan hunian lebih tinggi dibandingkan untuk
kepentingan pertanian. Akibatnya petani kadang memilih untuk mengubah
lahan produktif yang dimilikinya untuk membangun bangunan komersial
dan hunian.

Titik Tumpu Yang Terlalu Rendah

Sub-bab diatas menunjukkan kompetensi masyarakat untuk melakukan produksi


dalam kapasitas dan produktivitas yang lebih tinggi atau lebih baik adalah
transmisi dari upaya perkuatan kepada pertumbuhan sentra. Namun kompetensi
daerah dan masyarakat semata ternyata tidak mencukupi, hal ini masih harus
didukung oleh faktor-faktor lain. Faktor lain yang akan dibahas dalam sub-bab ini
adalah faktor-faktor yang bertindak sebagai titik tumpu batang pengungkit dalam
menyalurkan Daya Perkuatan yang diberikan.

Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,
kemampuan berinovasi, keunikan produk, ketersediaan pasar, dukungan
keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di daerah, konsistensi
dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.

Contoh paling sering ditemui dari kondisi ini adalah lemahnya penegakan
peraturan (yang dapat terjadi karena ketidakmampuan SDM atau ketidakjelasan /
ketidaklengkapan peraturan) yang menyebabkan usaha mengembangkan dan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 200
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

menumbuhkan sentra, kendatipun berlangsung tetapi, tidak mampu mengangkat


sentra sehingga mencapai tujuan awalnya.

Gambar 58. Kondisi Titik Tumpu Yang Terlalu Rendah

P B2 (Tataran klaster)

B1 (Tataran sentra)
T

Dalam kajian ini, faktor perilaku seperti kemauan, etos kerja, serta karakter dari
pengusaha dan aparat di Pusat dan daerah menjadi menonjol karena kadang
menjadi salah satu akar masalah kebuntuan pengembangan sentra. Pengamatan
kepada dinamika sentra menunjukkan beberapa masalah muncul karena faktor
perilaku ini. Macetnya dana MAP akibat keengganan pengusaha, gagalnya
penerapan teknologi, menghilangnya BDS, tidak terkoordinasinya pelaksanaan
dan perawatan sentra adalah beberapa contoh masalah yang diakibatkan oleh
faktor perilaku ini.

Pengamatan menemukan bahwa upaya perkuatan yang memerlukan perubahan


perilaku atau budaya dari pengusaha, tidak berjalan dengan baik. Pengusaha
kecil cenderung enggan menanggung resiko akibat perubahan. Disini peran BDS
menjadi penting untuk menjaga pengusaha yang bersedia bekerja sama
mengadopsi perubahan untuk menjadi contoh berhasil (show case) bagi
pengusaha lain di dalam sentra.

Hingga saat ini faktor ketersediaan pasar tetap menjadi titik tumpu utama dalam
kemampuan menggerakkan sentra. Pengamatan menunjukkan sentra agribisnis
dengan pasar yang mampu menyerap produk dengan baik akan menghasilkan
pertumbuhan pemupukan MAP dan kemampuan koperasi membayar angsuran
dana MAP melalui bank perantara.

Mengenai teknologi, pengamatan menunjukkan penerapan teknologi di sentra


perlu mempertimbangkan daya serap anggota terhadap konsep pengetahuan yang

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 201
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

melatari teknologi tersebut. Penggunaan mesin traktor tanah di sentra beras


Sulawesi Selatan misalnya, dilakukan dengan cara yang sesuai petunjuk tetapi
dengan spesifikasi yang salah (tanah benar teraduk, tetapi dalamnya adukan
terlalu tipis, hanya 10 cm, tidak sesuai ketentuan, seharusnya sekitar 30 cm). Hal
ini menunjukkan penerapan teknologi tidak dapat sekedar alokasi tetapi juga
membutuhkan upaya pendampingan dan pendidikan yang berkelanjutan.

Pengungkit Tidak Diletakkan Pada Titik Yang Benar

Masalah lain dari kemampuan program sentra UKM menumbuhkan klaster UKM
berbasis agribisnis adalah upaya perkuatan yang diberikan tidak
disalurkan/ditransmisikan pada tempat yang tepat sehingga kehilangan efektifitas
daya perkuatannya.

Gambar 59. Upaya Perkuatan Tidak Ditempatkan Di Titik Yang Benar


Sehingga Upaya Perkuatan Meleset

D
P

B2 (Tataran klaster)
T
B1 (Tataran sentra)

Masalah ini umumnya muncul ketika upaya perkuatan yang diberikan tidak sesuai
dengan kebutuhan sesungguhnya dari sentra UKM/pengusaha tersebut. Salah
satu sentra agribisnis apel di Jawa Timur misalnya, sentra ini jika dilihat dari
tahapan daur produknya, sesungguhnya telah mencapai tahapan dewasa (mature)
bahkan menurun (decline). Hal ini tercermin dari menurunnya kapasitas pohon
secara terus menerus dan tidak adanya bibit baru yang dapat diambil untuk
melakukan penyulaman. Kebutuhan sentra yang sesungguhnya adalah
peremajaan pohon secara terencana sehingga kapasitas sentra dapat kembali
seperti semula. Kebutuhannya adalah investasi. Masalahnya adalah pada sentra
yang menuju decline ini diberikan perkuatan keuangan yang kemudian digunakan
untuk modal kerja, membeli pupuk dan obat-obatan, tanpa memperbaiki kualitas

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 202
UKM Berbasis Agribisnis
Penumbuhan Klaster Agribisnis

pohonnya. Akibatnya, kendatipun telah dipupuk dan diobati dengan baik, panen
petani tetap menurun yang menyebabkan petani terlilit hutang dan tidak mampu
membayarnya. Ini adalah salah satu contoh bagaimana upaya perkuatan tidak
diletakkan di titik yang benar.

Kemampuan menemukan akar permasalahan memang berhubungan dengan


kompetensi Lembaga Pengembang Bisnis (LPB) yang ditugaskan untuk
mendampingi sentra untuk memberikan pengertian dan pendidikan mengenai
masalah yang sesungguhnya dihadapi sentra. Masalahnya adalah LPB kadang
tidak memiliki kompetensi berkenaan dengan produk yang dihasilkan sehingga
perannya lebih banyak sebagai agen pencarian dana MAP bagi anggota sentra.

Gambaran permasalahan menggunakan model pengungkit ini, yang digabungkan


dengan hasil analisis diskriminan dan faktor, diharapkan memberikan pandangan
mengenai hubungan antar faktor yang dihasilkan dari analisis diskriminan dan
faktor yang dilakukan dan faktor-faktor lain yang ditemui dari hasil pengamatan ke
daerah kajian.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 203
UKM Berbasis Agribisnis

7 Simpulan Dan
Saran

7.1. Efektifitas Program Sentra Dalam


Menumbuhkan Klaster Agribisnis
Hasil pengamatan menunjukkan program sentra UKM yang dilaksanakan sejak
tahun 2001 tidak efektif dalam menumbuhkan klaster bisnis UKM di bidang
agribisnis. Hasil ini diperoleh setelah memperhatikan hanya 9% sentra yang
berhasil memiliki ciri klaster secara lengkap, sekitar 41% perkuatan yang diberikan
(baik keuangan maupun non-keuangan) ternyata bersifat absolute deadweight
(tidak memunculkan dinamika/perubahan pada sentra, “seperti menggarami laut”),
dan baru 45% mampu mendorong anggota sentra untuk turut berpartisipasi dalam
kegiatan investasi (55% nya menciptakan ketergantungan).

Analisis diskriminan yang dilakukan menunjukkan sentra-sentra yang berhasil


menumbuhkan ciri-ciri klaster, menonjol dalam KEBERADAAN KELOMPOK yang
digunakan untuk keperluan usaha, antar anggotanya melakukan KOMBINASI
SUMBERDAYA DAN KOMPETENSI untuk kepentingan produk sentra, membuat dan
berinteraksi dalam INSTITUSI BERSAMA yang dibuat untuk menunjang produksi
atau pemasaran produk sentra, biasanya mencapai TAHAPAN PERKEMBANGAN
SENTRA yang berkembang dan dewasa, serta mulai melakukan SPESIALISASI
dalam menghasilkan produk sentra.

Analisis faktor yang dilakukan menunjukkan 12 variabel yang dapat dikelompokkan


ke dalam 4 faktor yang dapat digunakan untuk mencoba menjelaskan situasi
pengembangan klaster. Faktor 1 adalah KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN
PASAR, Faktor 2 adalah INTERAKSI DALAM KELOMPOK UNTUK KERJASAMA
PRODUKSI, Faktor 3 adalah INSTITUSI BERSAMA dan Faktor 4 adalah KEMAUAN

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 204
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

INVESTASI.

Pandangan terhadap variabel-variabel dan faktor-faktor ini serta masukan dari


variabel lain yang ditemui saat pengamatan sentra kajian kemudian disusun
mengikuti prinsip pengungkit, yaitu adanya faktor PENGGERAK, faktor TRANSMISI,
titik TUMPU, dan KERAPATAN masa. Dengan meminjam istilah dalam prinsip
pengungkit, maka penyebab ketidak efektifan penumbuhan klaster disebabkan
oleh (1) Daya Penggerak terlalu kecil, (2) Massa UKM terlalu rapuh, (3)
Pengungkit/pentransmisi terlalu lemah/lentur, (4) Titik tumpu terlalu rendah
dan/atau (5) Pengungkit tidak diletakkan pada titik yang benar.

7.2. Faktor Penumbuhan Sentra ke Klaster Agribisnis


Secara sederhana, faktor penumbuh sentra ke klaster agribisnis dapat
dikelompokkan menjadi 4 yaitu (1) faktor penyedia daya penggerak, (2) faktor
transmisi, (3) faktor pendukung/penumpu, dan (4) faktor perekat antar anggota
klaster.

Daya penggerak adalah kecukupan jumlah, waktu dan durasi dukungan keuangan
dan non keuangan yang diberikan kepada sentra.

Faktor transmisi dibentuk oleh kompetensi daerah dan masyarakat, kualitas SDM
pelaksana dukungan, kejelasan dan kelengkapan peraturan pelaksanaan,
kejelasan visi dan kesiapan aparat pemerintah daerah, serta koordinasi dan
komunikasi yang efektif antar pelaku.

Faktor titik tumpu ini adalah kemauan/etos kerja yang kuat, pola pikir wirausaha,
kemauan berinvestasi, kemampuan berinovasi, keunikan produk, ketersediaan
pasar, dukungan keberadaan sarana dan prasarana industri dan keuangan di
daerah, konsistensi dan keberlanjutan kebijakan, serta penegakan aturan.

Sedangkan faktor perekat/Modal sosial dibentuk oleh faktor perilaku: kemauan dan
kebiasaan untuk bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada
tujuan bersama jangka panjang.

7.3. Membangun Klaster Agribisnis


Menilik masalah-masalah yang dihadapi sentra agribisnis dalam menumbuhkan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 205
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

klaster bisnis UKM berbasis agribisnis diatas, maka beberapa hal ini perlu
dilakukan:

!" Memperbaiki komitmen terhadap visi pengembangan ekonomi nasional


jangka panjang melalui pendekatan sentra/klaster dan meletakkan
Koperasi dalam posisi yang jelas.

#" Menyusun road map pengembangan usaha nasional yang jelas dan
terukur, dengan tetap memperhatikan prinsip pasar dan keadilan sosial.

$" Menyelesaikan masalah-masalah seputar otonomi daerah khususnya


yang berkaitan dengan bidang KUKM dan melakukan pembagian tugas
yang jelas antar berbagai lapisan berbeda dalam pemerintahan untuk
menjalankan road map pengembangan usaha nasional yang dibuat.

%" Mengintegrasikan program-program perkuatan usaha, yang tersebar di


berbagai Departemen dan di berbagai Deputi dalam Kementerian
Koperasi dan UKM, menjadi program perkuatan nasional dengan struktur
yang sederhana, sesuai dengan skala dan jenis usaha, serta mendukung
road map pengembangan usaha nasional yang dibuat.

&" Menyusun kembali/Memperbaiki petunjuk teknis pelaksanaan masing-


masing program perkuatan usaha agar lengkap, memasukkan unsur
pendidikan karakter pengusaha, memperhatikan reward pada perilaku
terpuji dan punishment pada perilaku tercela, adil, dan memiliki
keterkaitan/konsistensi yang jelas dengan road map pengembangan
usaha nasional dan pembagian tugas dalam otonomi daerah.

'" Menciptakan basis data unit usaha yang valid dan mutakhir secara
nasional untuk mempermudah proses monitoring, evaluasi, dan
perencanaan.

(" Menciptakan basis data sentra/klaster, baik yang telah difasilitasi maupun
yang tidak difasilitasi, yang valid dan mutakhir secara nasional dan
terjamin ketertelusuran terhadap basis data unit usaha nasional, untuk
mempermudah proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan.

)" Melakukan proses monitoring dan evaluasi dengan benar dan


berkesinambungan, serta memanfaatkan informasi/lesson learn yang
dihasilkan untuk membuat keputusan yang tepat waktu dan untuk

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 206
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

perbaikan program yang terus menerus.

*" Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait


untuk menciptakan basis data lahan nasional, menyusun tata guna lahan
yang berimbang untuk kepentingan agribisnis, hunian, infrastruktur,
industri dan pelestarian alam, serta menyusun peraturan-peraturan
pendukungnya

!+" Menciptakan skema kerjasama penggunaan lahan milik Departemen lain


untuk kepentingan pengembangan produk agribisnis daerah.

!!" Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait


untuk menyusun road map nasional pengembangan pendidikan dan
karakter kewirausahaan yang baik secara jelas dan terukur.

!#" Mendorong dan bekerjasama dengan Departemen dan Instansi terkait


melakukan pendidikan dan perubahan karakter masyarakat agar
berpindah dari karakter “pemulung” menjadi “pencipta”.

!$" Mendorong masyarakat pada tingkat desa, khususnya yang berada di


wilayah tata guna lahan agribisnis, untuk memiliki produk bersama
sehingga kepedulian dan komitmen terhadap perawatan infrastruktur
daerah dan penjagaan lahan dapat tercapai.

!%" Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi untuk mensertifikasi konsultan


usaha sebagai langkah awal pembentukan fasilitator sentra/klaster yang
professional.

!&" Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan pendampingan


KUKM bagi aparatur Pemerintah Daerah dan perguruan tinggi di seluruh
Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan terhadap roadmap dan
skema program pengembangan usaha nasional, serta peningkatan
kompetensi aparatur dan masyarakat akademis di daerah.

!'" Melakukan promosi nasional penggunaan produk dalam negeri dan


bekerjasama dengan Departemen terkait melakukan pendaftaran dan
promosi merek-merek nasional yang dihasilkan oleh sentra/klaster terbaik
di dalam dan di luar negeri.

!(" Menegakkan peraturan yang telah dibuat.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 207
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

!)" Melakukan koordinasi yang kerap dan efektif

Khusus yang berkenaan dengan uoaya membangun klaster bisnis, maka beberapa
catatan berikut ini diharapkan dapat digunakan sebagai patokan.

Perhatian dunia terhadap pengembangan klaster didorong oleh dua dasar


wawasan (Enright/Ffowcs-Williams 2000):

! Globalisasi dan Lokalisasi: Globalisasi akan menghapus hambatan arus


barang dan jasa dan meningkatkan konsentrasi, yaitu pembentukan
klaster kegiatan ekonomi di daerah yang memberikan keunggulan
kompetitif untuk suatu sektor ekonomi. Dengan demikian suatu fokus
terhadap klaster memerlukan pengertian dan pengembangan dari suatu
landasan ekonomi yang sudah ada. Hal ini berarti bahwa daerah harus
membangun dengan memanfaatkan atribut unik masing-masing untuk
mengembangkan ekonomi khusus ketimbang mencoba mentrapkan
kebijakan yang sama terhadap industri-industri seperti pemerintah dan
daerah lainnya.

! Kembali ke prinsip dasar: Suatu fokus ke pembentukan klaster berarti


menekankan manfaat keterkaitan antara perusahaan, antara industri, dan
antara perusahaan dan lembaga-lembaga pendukung. Karena sulit bagi
pemerintah untuk membangun sistem yang sedemikian kompleks lewat
kebijakan, seyogianya mengambil peran tidak langsung, konsentrasi pada
upaya mengatasi kendala-kendala khusus yang mencegah eksploitasi
keterkaitan antar-perusahaan dan perusahaan-lembaga.

Implikasi kebijakan wawasan tersebut diatas adalah penting. Langkah menuju


strategi persaingan berdasarkan klaster memerlukan pengkajian ulang
pendekatan, instrumen, dan peran berbagai pelaku yang terlibat. Tanpa
melakukan pengkajian-ulang ini dan belajar dari kegagalan lampau, Indonesia
mempertaruhkan daya-saing internasional.

Merubah perspektif terhadap kebijakan ekonomi

Suatu strategi persaingan berdasarkan klaster mengandung implikasi suatu


perspektif baru terhadap perumusan kebijakan:

! Berpikir dalam sistem terbuka daripada sistem tertutup;

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 208
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

! Fokus pada keterkaitan dan rantai supply daripada komoditi atau sektor;

! Menentukan prioritas bawah-keatas daripada atas-kebawah;

! Penjabaran kebijakan pada tingkat lokal daripada kebijakan standard;

! Memulai proses daripada mengarahkan dan menyerahkan barang dan


jasa-jasa.

Perspektif baru ini akan menantang banyak stakeholders dan pemerintah


seyogianya mengambil cukup waktu untuk mempelajari secara mendalam,
memahami dan menjelaskan akibatnya.

Analisa orientasi klaster secara khusus mengarah ke pengkajian-ulang


kebijakan-kebijakan perdagangan luar negeri. Pembatasan import dapat
menghentikan klaster menerima input yang diperlukan agar dapat tetap bersaing di
pasar internasional dan akan mengurangi tekanan pada produsen domestik agar
melakukan inovasi. UKM tidak punya alasan untuk takut terhadap persaingan
internasional. Lokasi klaster ditengah pasar domestik yang besar dan terus
tumbuh memberikan keunggulan kompetitif alamiah terhadap dampak import
sedangkan persaingan internasional hanya dapat memperoleh manfaat dari import
untuk peningkatan supply input yang penting. Jumlah besar tenaga kerja yang
trampil membuat Indonesia tempat alamiah untuk memberikan nilai tambah pada
komoditi import. Contoh hal ini ialah eksploitasi berlebihan sumber daya domestik
kayu jati sehingga pengembangan sumberdaya alternatif seperti kayu jati Birma
merupakan masalah hidup atau mati bagi klaster mebel Indonesia.

Memisahkan peran koordinasi dan peran implementasi

Sektor swasta mempunyai peran utama untuk mengembangkan klaster. Namun


demikian pemerintah mempunyai dua peran penting, sebagai berikut:

! Pemerintah adalah anggota klaster sebagai penyedia barang publik dan


memperoleh manfaat dari pengembangan klaster dengan peningkatan
penerimaan pajak. Seperti juga anggota klaster lainnya, pemerintah harus
berusaha untuk memaksimalkan manfaat kerja-sama dengan
menyediakan infrastruktur yang bermutu tinggi, pendidikan, riset dan
barang publik lainnya, sejauh hal tersebut layak dan dapat dibiayai dari

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 209
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

penerimaan pajak yang diperoleh dari pengembangan klaster.

! Pemerintah dapat membantu mengatasi kegagalan koordinasi antara para


peserta klaster. Kegagalan koordinasi terjadi apabila informasi tersedia
dan difahami tetapi tidak dipergunakan semestinya karena para pelaku
yang berbeda, yaitu para UKM, tidak dapat mengorganisir tindakan-
bersama (joint action) karena tidak ada kepercayaan atau tidak ada
kapasitas untuk koordinasi. Instrumen klasik yang dipakai pemerintah
untuk melakukan koordinasi ialah dengan menentukan standar publik
(legal) dan memaksakannya dengan otoritas kepolisian dan otoritas
lainnya serta sistem peradilan.

Praktis tidak mungkin untuk sekaligus berperan sebagai anggota dan sebagai
koordinator suatu proses. Implikasi bagi pemerintah ialah:

! Untuk mengatasi kegagalan koordinasi dalam proses pembentukan


klaster, sangat diperlukan fasilitator klaster, yaitu professional
independen yang terlatih khusus untuk fasilitasi proses pembentukan
klaster dan penguatan perilaku kerja-sama dan ber-orientasi-hasil nyata.
Peran ini tidak dapat diambil alih oleh pemerintah. Secara tradisional,
Indonesia selalu merujuk ke konsultan asing untuk fasilitasi, sudah
saatnya sekarang mengembangkan dan memakai konsultan pribumi.
Investasi publik baik dalam training maupun menggunakan fasilitator
cukup beralasan.

! Pembagian tugas antara berbagai lapisan berbeda dalam


pemerintahan perlu dipertajam. Sudah tentu, peran koordinasi ialah pada
Pemerintah Pusat dengan menyusun kerangka proses pengembangan
klaster dan peran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Selanjutnya
hal ini akan memberikan kesempatan bertindak bagi pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota sebagai anggota klaster dalam proses
pengembangan klaster.

Mempertajam pembagian tugas antara berbagai lapisan Pemerintah

Suatu pedoman ‘emas’ untuk pengembangan klaster ialah: Sejauh mungkin,


disesuaikan inisiatif kepada tingkat lapisan birokrasi pemerintah yang paling cocok.

Lingkup daerah geografis klaster sangat berbeda, tidak selalu sesuai dalam

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 210
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

batasan politik. Tingkat pemerintah untuk dilibatkan dengan inisiatif klaster


sebaiknya tingkat yang memang sesuai dengan lingkup geografis klaster yang
bersangkutan. Pemerintahan dengan wilayah geografis yang lebih besar seringkali
tidak sanggup memberikan focus secukupnya kepada kebutuhan klaster lokal.
Sebaliknya, pemerintahan dengan wilayah yang lebih kecil daripada lingkup
geografis klaster praktis tidak mempunyai pandangan yang terpadu (integrated
view) yang diperlukan oleh pengembangan klaster. Tingkat pemerintahan yang
wajar harus mempunyai pengaruh cukup besar terhadap program-program
pengembangan klaster yang relevan berikut pembiayaannya (Enright and Ffowcs-
Williams 2000). Implikasi untuk Indonesia:

! Menarik ukuran kecil geografis kebanyakan klaster Indonesia, khususnya


di daerah pedesaan (rural areas) inisiatif pengembangan klaster
seyogianya dimulai pada tingkat Kecamatan ataupun ditingkat Desa. Para
perumus kebijakan sebaiknya memeriksa dahulu apakah lapisan ini
mempunyai cukup otonomi administrative dan anggaran agar dapat ikut-
serta dalam proses pengembangan klaster. Kabupaten harus didorong –
dalam batasan kekuasaan otonominya - untuk mengatasi hambatan yang
ditemukan, dan mempertimbangkan menyediakan anggaran
pembangunan bagi Kecamatan untuk pengembangan klaster.

! Terdapat sejumlah klaster besar dan kelompok klaster yang menjangkau


beberapa kabupaten ataupun provinsi, misalnya kelompok sentra rumput
laut dan padi di Sulawesi Selatan atau karet di Kalimantan Selatan.
Pengembangan berkesinambungan klaster-klaster yang luas tersebut
memerlukan kerja-sama intensif kabupaten-kabupaten yang
bersangkutan. Kerja-sama demikian juga dapat membantu membagi
beban pembiayaan kegiatan klaster besar dan mendukung infrastruktur
diantara beberapa kabupaten. Alternatif lain ialah pemerintah pusat
memutuskan bahwa klaster demikian sebagai ‘klaster nasional’ dan
langsung terlibat dalam pengembangannya. Namun demikian, mengingat
peran pemerintah pusat sebagai koordinator dan hingga saat ini belum
ada klaster Indonesia yang menjangkau bagian terbesar dari negara,
maka alternatif ini hanya menjadi urutan kedua saja.

! Potensi pengembangan klaster sangat tergantung pada ketersediaan


infrastruktur yang memadai. Namun demikian, manfaat pengembangan
tulang punggung jaringan jalan dan kereta api serta pusat-pusat logistik

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 211
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

seperti pelabuhan laut dan bandar udara bukan hanya untuk satu klaster
saja tetapi juga untuk banyak klaster di daerah. Oleh karena itu perlu
dikaji-ulang apakah pembagian tugas saat ini memang cukup memadai
dengan pelimpahan fungsi pengembangan ke kabupaten-kabupaten.
Mungkin lebih bijak memberikan peran pengembangan infrastruktur yang
lebih besar ke pemerintah pusat dan secara khusus pemerintahan
Provinsi. Mengembangkan infrastruktur sangat mahal, re-alokasi
tanggung-jawab seyogianya disertai re-distribusi yang memadai untuk
anggaran dan wewenang perpajakan di daerah masing-masing.

Dengan pertimbangan bahwasanya proses mengkaji-ulang diatas memerlukan


waktu dan belum ada solusi yang pasti, butir-butir spesifik dibawah ini
menggambarkan pembagian tugas birokrasi saat ini.

Melangkah ke Strategi Pengembangan Nasional berdasarkan konsep


Klaster

Fokus diskusi saat ini di Indonesia ialah sekitar penyusunan suatu strategi
pengembangan nasional berdasarkan konsep klaster sebagai tiang penyangga
perumusan kebijakan berikut implementasi pengembangan industri dan teknologi
nasional dan regional. Pekerjaan yang sedang berjalan ialah, antara lain di
Bappenas (dengan bantuan World Bank), Depperindag (dengan bantuan Jepang)
dan, dengan fokus pada sistem inovasi nasional, di Menneg Ristek (dengan
bantuan Jerman). Sementara itu tampaknya masih terdapat kebingungan tentang
apa dan bagaimana bentuk suatu ‘strategi persaingan nasional berdasarkan
klaster’.

Saat ini strategi pengembangan nasional berdasarkan konsep klaster secara


khusus baru dimulai di sejumlah negara-negara maju kecil seperti Denmark,
dimana sulit membedakan antara klaster regional dan nasional. Negara-negara
besar seperti USA, Jerman atau Spanyol melimpahkan pengembangan klaster
individual ke negarabagian/provinsi yang bersangkutan ataupun ke kecamatan.
Program pengembangan klaster industri nasional di India terbatas ke penyediaan
sumberdaya ke pemerintahan regional sebagai dukungan mengembangkan klaster
individual. Satu-satunya negara berkembang yang secara explicit menerapkan
strategi industri nasional berdasarkan konsep klaster adalah Malaysia.

Untuk Indonesia, sebagai negara besar dengan diversifikasi luas,


mengembangkan suatu ‘konsep pengembangan klaster nasional’ akan merupakan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 212
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

suatu proses belajar panjang. Sementara waktu tampaknya lebih baik mengikuti
contoh pendekatan strategi yang telah dilakukan di sejumlah negara dan disajikan
disini dengan versi Afrika Selatan. Di Afrika Selatan dengan strategi
pengembangan klaster tourism, terdapat tiga elemen penting:

! Proses klaster nasional dengan fokus penciptaan suatu forum dengan


para pelaku dari pemerintah, tenaga kerja dan dunia bisnis, yang
mengidentifikasi hambatan-hambatan lingkungan yang kondusif untuk
pengembangan bisnis serta memberi saran bagaimana mengatasinya;

! Proses klaster judul dengan fokus pada ‘pilot project’ untuk penjabaran
hal-hal (issues) yang harus dikerjakan dalam rangka pengembangan
strategi dan pasar bagi segmen pasar khusus;

! Proses klaster lokal, yaitu pengembangan klaster lokal yang memadai


(tailor-made).

Pemerintah pusat sebagai koordinator: Proses klaster nasional

Pengembangan klaster ialah kegiatan meningkatkan, mendorong dan eksploitasi


interaksi social serta keterkaitan pasar. Oleh karena itu tugas utama pemerintah
pusat ialah memberi pengarahan dan mengatur koordinasi para pelaku sehingga
jaringan bisnis berjalan secara efektif. Implikasi hal ini ialah menerapkan terutama
kebijakan ekonomi umum yang sehat, kondusif bagi bisnis dan perdagangan
(Porter 2000). Pemerintah pusat harus melindungi dan mempertahankan
kesatuan pasar domestik untuk menjamin bahwasanya pembentukan klaster dan
proses keterkaitannya tidak dihambat oleh para pemburu profit yang menghalalkan
segala cara (rent-seekers). Dengan demikian fungsi-fungsi koordinasi proses
pengembangan klaster dibawah ini merupakan tanggung-jawab pemerintah pusat:

! ‘Tentukan aturan main’: Tentukan dan kontrol standard minimum


nasional untuk produk dan prosedur, memberi jaminan ke para mitra bisnis
bahwa kewajiban kontrak dapat dipaksakan;

! Jamin perlakuan yang adil dan merata bagi semua pelaku bisnis:
Menjamin persaingan sehat, monitor dan batasi akumulasi kekuatan
pasar, dan menjamin bahwa persaingan antara klaster yang berbeda di
Indonesia tidak terganggu. Implikasi hal ini secara khusus ialah penentuan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 213
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

definisi tingkat maximum subsidi yang dapat diberikan oleh pembuat


kebijakan lokal kepada ‘klaster mereka’ atau ‘perusahaan didalamnya’,
maupun menghalangi setiap upaya pemerintah lokal untuk membatasi
perdagangan antar-kabupaten.

! Sediakan dan sebar-luaskan informasi untuk orientasi: Walaupun hal


ini bukan merupakan tugas khusus pemerintah pusat, penyediaan
informasi terpusat dapat memberikan skala ekonomis. Dalam bentuk
paling sederhana, pedoman proses pengembangan klaster berkaitan
dengan penjabaran dan penyebarluasan dokumen yang berkaitan dengan
proses pengembangan klaster juga, seperti manual, tool-box, dokumentasi
praktek terbaik, dan sebagai nya. Pedoman informasi secara makro
termasuk analyses kecenderungan pasar dan teknologi domestik dan
internasional, maupun penjabaran dan diseminasi standard produk.

Agar mampu bertahan sebagai koordinator yang terpercaya, aturan utama (the
golden rule) bagi pemerintah pusat ialah jangan memilih diantara klaster
individual, tetapi fokus pada kegiatan yang akan memberi manfaat bagi semua
klaster (yang serupa). Namun demikian, perlu dipertimbangkan pengecualian bagi
klaster di daerah terpencil yang kurang menguntungkan dan tidak memiliki dana
cukup untuk pengembangan mandiri berupa bantuan khusus dan pembiayaan-
bersama (co-financing). Dalam hal ini seyogianya ditempuh suatu pendekatan
non-diskriminatif, yaitu seleksi-diri.

Proses klaster thematik

Untuk frekwensi dan bobot agregat ekonomi, beberapa jenis klaster perlu
mendapat perhatian nasional secara khusus. Untuk jenis-jenis tersebut,
pemerintah pusat seyogyanya memulai proses thematik yang mencakup:

! Identifikasi kekuatan spesifik, kelemahan umum, hambatan


pengembangan dan potensi klaster; dan

! Perumusan dan implementasi strategi peningkatan dan penyesuaian


dengan suatu fokus yang melampaui kemampuan klaster individual. Hal ini
dapat mencakup penghapusan ‘peraturan yang buruk’, peningkatan
standard produk umum, peningkatan transportasi, informasi dan
infrastruktur komunikasi, penguatan pengembangan sumberdaya manusia,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 214
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

maupun kapasitas LitBang dan desain. Elemen-elemen lain dari proses


thematik ialah, antara lain: riset pasar dengan prospek, dan inisiasi
promosi perdagangan-bersama dan periklanan.

Untuk mendorong proses thematik dengan karakter umum dan non-spesifik


klaster, disarankan untuk menghindari membuat pembatasan sempit tentang
jenis klaster. Sejalan dengan persepsi target pasar dan pembeli, misalnya
sebuah klaster seyogianya difahami sebagai produsen mebel dan barang
dekorasi interior, ketimbang memilah menjadi klaster-klaster untuk mebel kayu,
mebel rotan, mebel logam, kerajinan, dsbnya. Suatu fokus umum proses klaster
thematik di negara-negara berkembang, misalnya, adalah klaster konstruksi, yang
difahami termasuk sektor konstruksi maupun produk input seperti pasir, semen,
jendela & pintu, lampu, peralatan rumah-tangga listrik, peralatan konstruksi dan
tools.

Untuk membimbing dan koordinasi inisiatif pengembangan klaster, sebaiknya


didirikan suatu national focal point, dengan kemungkinan dukungan dari
kelompok aksi spesifik thema. Focal point seyogianya terdiri dari stakeholders
kunci baik dari publik maupun sektor swasta dan akademika. Sektor publik
seyogianya termasuk Menko Bidang Perekonomian, Bappenas, Depperindag,
MennegRistek dan MennegKop-UKM. Sejalan dengan karakter umum proses
thematik, pada waktu memilih peserta sektor swasta maka perlu perhatian lebih
besar pada lingkup yang wajar dari mata-rantai nilai tambah – input dan pemasok
komponen, berbagai jenis prosesor, perdagangan dan jasa terkait seperti transport
– ketimbang perwakilan penuh dari semua klaster secara nasional.

National focal point seyogianya tidak terlibat dengan implementasi. Pelaksanaan


kegiatan harus dilakukan oleh para stakeholders, sesuai dengan mandat spesifik
dan kompetensi masing-masing.

Dukungan proses klaster lokal

Banyak negara berkembang memakai skim co-financing sebagai instrumen


utama untuk dukungan pemerintah pusat untuk proses pengembangan klaster
lokal. Skim co financing mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

! Menggiatkan mekanisme identifikasi-diri dan seleksi-diri sehingga


membebaskan pemerintah pusat dari tugas yang mahal untuk identifikasi
klaster secara atas-kebawah (top-down) dengan waktu yang lama.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 215
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

! Mengkaitkan pendanaan pemerintah pusat dengan pengeluaran anggaran


belanja para stakeholders lokal sehingga kepemilikan lokal terhadap
strategi pengembangan dan proses pengambilan keputusan dapat
dipertahankan. Efek sampingan yang baik ialah efisiensi-biaya skim
tersebut karena stakeholders lokal cenderung lebih berhati-hati sewaktu
mengambil keputusan investasi karena ikut memberikan kontribusi dari
dana sendiri.

! Dengan memecah skim dalam beberapa fasilitas dimana setiap bagian


harus diselesaikan terlebih dahulu dengan sukses sebelum fasilitas
berikutnya dapat dimulai, kelompok pemimpin local dapat dibimbing untuk
peningkatan kapasitas, pengembangan strategi dan proses implementasi,
dengan kata lain, skim memiliki mekanisme peningkatan kapasitas yang
‘built-in’ dalam skim tersebut.

! Struktur urutan dari skim dengan kombinasi pelaporan informasi reguler


tentang pengeluaran uang sebelum persetujuan pencairan dana co-
financing berikutnya merupakan alat monitoring yang efektif bagi
pemerintah pusat. Proses penggunaan satu fasilitas ke fasilitas berikutnya
memberikan peluang pemerintah pusat untuk menarik dukungan apabila
meragukan kelayakan proses kegiatan lokal dan strategi yang
dikembangkan.

! Tingkat co-financing dapat bervariasi dengan jenis kegiatan dan klaster.


Dengan demikian skim co-financing memberi peluang untuk dukungan
khusus bagi daerah yang tidak menguntungkan atau daerah terpencil.

Dengan pertimbangan keuntungan skim diatas, disarankan untuk mendirikan suatu


dana nasional untuk co-financing klaster tunggal atau kelompok kecil klaster lokal
dalam kegiatan sebagai berikut:

! Penciptaan kelompok pemimpin klaster lokal, peningkatan kapasitas


melalui fasilitator klaster dan konsultan lainnya (mis., untuk
mengembangkan dana pembangunan dan kapasitas akunting), dan riset
awal / test potensi pasar (Fasilitas-1);

! Persiapan studi diagnosis klaster dan pengembangan rencana kerja


termasuk studi kelayakan teknis dan finansial serta riset pasar yang lebih

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 216
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

luas (Fasilitas-2); dan Implementasi elemen spesifik dari rencana kerja


(Fasilitas-3).

Sementara, pada tahap awal, fasilitas-1 dan fasilitas-2 seyogianya terbuka bagi
semua klaster untuk meningkatkan kapasitas lokal, maka fasilitas-3 dapat dibatasi
untuk mendukung daerah yang kurang menguntungkan serta klaster yang
memerlukan investasi infrastruktur yang signifikan untuk menjangkau pasar yang
dinamis. Sumber dana kontribusi kelompok pemimpin lokal bagi kegiatan dapat
bervariasi – sementara investasi infrastruktur didukung oleh anggota sektor publik
(birokrasi lokal), maka kegiatan pasar dapat di biayai oleh anggota sektor swasta.

Disamping skim co-financing tersebut, pemerintah pusat seyogianya


mempertimbangkan peningkatan fungsi jasa lembaga-lembaga yang relevan
seperti BPEN / Badan Pengembangan Ekspor Nasional dari Depperindag,
berbagai Balai Industri LitBang dan universitas negeri. Karena tidak ada ‘market
intelligence’ domestik, pemerintah pusat seyogianya mempertimbangkan suatu
fasilitas tersendiri untuk co-financing survey pasar asosiasi-asosiasi sektor
domestik.

Rekomendasi untuk prioritas tindakan pada tingkat Kabupaten/Kota (dan


Provinsi)

Pengembangan klaster lokal atau regional perlu melibatkan banyak pelaku:


perusahaan, asosiasi bisnis, lembaga pendukung, dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah mempunyai peran yang penting:

! Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif: Suatu lingkungan yang


kondusif juga tergantung dari apakah pemerintah daerah mengambil atau
tidak mengambil tindakan. Penyederhanaan peraturan dan prosedur
administrative di tingkat Kabupaten/Kota (dan Provinsi), peningkatan
infrastruktur fisik, pengembangan sumberdaya manusia, dan suatu
kebijakan yang aktif untuk menarik investor baru dapat mendorong
prospek pengembangan klaster dan sector swasta. Meningkatkan beban
pajak lokal dan/atau menciptakan pungutan baru terhadap perdagangan
antar-kabupaten justru menjadi counter-productive bagi pengembangan
klaster lokal.

! Membuat prioritas pengembangan klaster dalam perencanaan daerah:


Daripada membuat target UKM individual atau promosi komoditi terpilih /

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 217
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

unggulan, pemerintahan lokal akan lebih efisien dengan pendekatan


pengembangan klaster terpadu. Namun demikian, suatu ‘focus eksklusif’
pada klaster harus dihindari karena hal ini dapat menciptakan konflik dan
persaingan dengan dan antara perusahaan yang ‘termasuk kelompok
klaster’ dan ‘non-klaster’. Oleh karena itu pengembangan klaster
seyogianya dikaitkan dengan konsep pengembangan yang lebih luas
untuk pengembangan daerah lokal maupun regional.

! Berpikir melampaui batasan administrative: Klaster tidak dapat


dirumuskan dalam batasan administrative birokrasi tetapi ditentukan oleh
kepentingan ekonomis para peserta klaster. Tidak perlu semua
infrastruktur yang dikehendaki untuk klaster lokal harus dibangun
setempat. Pengembangan struktur dukungan lokal seyogianya fokus pada
kekuatan spesifik daerah lokal sambil membagi pembiayaan struktur
lainnya dengan distrik tetangga. Dengan pertimbangan peningkatan
jaringan hubungan regional, distrik / kabupaten seyogianya mendukung
upaya pengembangan klaster dan keterkaitannya menjadi suatu issue di
perencanaan tingkat provinsi.

Peran spesifik pemerintah lokal dalam pengembangan klaster: Anggaran lokal


yang terbatas, dan kelangkaan sumberdaya alam dalam banyak hal tidak akan
memberikan alokasi yang lebih besar dari anggaran daerah. Namun demikian,
dukungan untuk proses pembentukan klaster tidak perlu mahal apabila potensi
yang ada dapat ditingkatkan:

! Buat suatu rencana kecil untuk mendukung penciptaan dan pekerjaan


kelompok pemimpin klaster lokal selama suatu periode tertentu.
Rencana / skema semacam itu jauh lebih efektif daripada dan juga lebih
non-diskriminatif ketimbang skema dukungan tradisional dengan target
UKM individual atau kelompok kecil UKM.

! Berperan aktif di kelompok pemimpin klaster lokal. Sebaiknya sector


swasta menjadi pemimpin. Namun demikian, dalam banyak hal,
pemerintah local perlu mengambil peran sebagai inisiator dan bukan saja
sebagai katalist karena kelemahan UKM untuk mengorganisir aksi-
bersama.

! Ciptakan motivasi dan giatkan pusat Litbang setempat, universitas

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 218
UKM Berbasis Agribisnis
Simpulan dan Saran

negeri dan swasta, serta pusat pelatihan kejuruan untuk mengembangkan


jasa-jasa khusus yang relevan dengan kegiatan klaster dan peningkatan
kemampuan.

! Dirikan suatu focal point di satu universitas atau pusat Litbang yang aktif
dalam riset klaster, pengembangan metodologi yang disesuaikan dengan
kebutuhan lokal dan (bahasa local), tool-boxes untuk pengembangan
klaster maupun dalam proyek bersama (joint projects) dengan pusat riset
asing. Hal ini tidak berarti harus menambah sumberdaya tetapi reorientasi
penggunaan yang sudah ada secara lebih efektif.

Memulai pertukaran pengalaman dengan klaster di daerah lain dan selalu berada
mengikuti inisiatif pengembangan klaster pada tingkat nasional.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 219
UKM Berbasis Agribisnis

Daftar Pustaka

Abdullah, Piter, dkk. 2002. Daya Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di
Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia. BPFE. Yogyakarta.

Aiginger, Carl. 2003. Specialization and Concentration: A Note On Theory and


Evidence. Austrian Institute of Economic Research. University of Linz.

BAPPENAS. 2002. 13 Langkah KPEL Untuk Pengembangan Ekonomi Lokal.

Canela, Eduardo. 2001. Business Development Services for Small and Medium
Enterprises and Cooperatives in Indonesia: Some Key Guidelines and
Needs. Laporan Kajian. USAID dan BPSKPKM.

Cockburn, John et.all. 1998. Measuring Competitiveness and Its Source: The
Case of Mali’s Manufacturing Sectors. CREFA. Universite Laval.

Daryanto, Arief. 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Permata


Wacana Lestari. Jakarta. Indonesia

Humprey, John and Schmitz, Robert. 1995. Principles for Promoting Clusters
and Networks of SMEs. UNIDO. Austria.

Japan International Cooperation Agency. 2003. Studi Mengenai Peningkatan


Kapasitas Kluster Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia.
Laporan Perkembangan. KRI International Corp. Tokyo.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI. 2001. Petunjuk Teknis
Perkuatan Permodalan UKMK dan Lembaga Keuangannya dengan
Penyediaan Modal Awal dan Padanan (MAP) Melalui Koperasi Simpan
Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 220
UKM Berbasis Agribisnis
Daftar Pustaka

_______________. 2003. Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra


Usaha Kecil dan Menengah.

_______________. 2003. Petunjuk Teknis Business Development Services


(BDS).

_______________ dan Badan Pusat Statistik. 2003. Pengukuran dan Analisis


Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor
Usaha Kecil dan Menengah Serta Peranannya Terhadap Tenaga Kerja
Nasional dan Produk Domestik Bruto Menurut Harga Konstan dan
Harga Berlaku. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

_______________. 2003. Pengkajian Grand Strategy Pengembangan Sentra


UKM dalam Rangka Perkuatan BDS, KSP/USP dan Asosiasi UKM.

_______________. 2003. Evaluasi Perkuatan dan Pengembangan Sentra Bisnis


dalam Meningkatkan Daya Saing Produk Unggulan.

_______________. 2005. Direktori Sentra UKM Bidang Usaha Pertanian dan


Perkebunan. Jakarta

_______________. 2005. Direktori Sentra UKM Bidang Usaha Perikanan.


Jakarta

_______________. 2005. Pengkajian Strategis Pengembangan Tahap Lanjut


Sentra Bisnis UKM Pasca Dukungan Program Perkuatan.

Koizumi, Hajime, 2003. Strengthening Capacity of SME Clusters : Master


Concept and Strategy for SME Cluster Development from Lessons
Learnt. JICA Study Team.

Mosselman, Marco dan Prince, Yvonne. 2004. Review of Methods to Measure


The Effectiveness of State Aid to SME. EIM. European Community.

Nadvi, Khalid. 1995. Industrial Clusters and Networks: Case Studies of SME
Growth and Innovation. UNIDO. Austria

Porter, Michael E. 1998. Clusters and New Economics of Competition. Harvard


Business Review. Boston

Republik Indonesia. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 221
UKM Berbasis Agribisnis
Daftar Pustaka

2004-2009 Tentang Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil


dan Menengah.

_______________. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


2004-2009 Tentang Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur.

Shaw, Alastair. 2005. A Guide to Performance Measurement and Non-Financial


Indicators. The Foundation for Performance Management.

Soetrisno, Noer. 2003. Providing Financial Support for Micro Enterprise


Development in Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia

Soetrisno, Noer. 2002. Strategi Penguatan UKM. Melalui Pendekatan Klaster


Bisnis; Konsep, Pengalaman Empiris, dan Harapan Kerjasama. Bina
Masyarakat Madani dengan Asosiasi BDS Indonesia

TA ADB. 2001. Praktek Terbaik Dalam Menciptakan Suatu Lingkungan Yang


Kondusif Bagi UKM. Policy Paper No. 1.

TA ADB. 2001. Praktek Terbaik Mengembangkan Klaster Industri dan Jaringan


Bisnis. Policy Paper No. 8.

Urata, Shujiro. 2000. Policy Recommendations for SME Promotion in The


Republic of Indonesia.

LAPORAN AKHIR
Nomor Formulir : ______________________

Tanggal Pengumpulan : ______________________

Petugas Pengumpul : ______________________

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM


Berbasis Agribisnis

F ORM UL IR P E N G U MP UL A N
D ATA
KOPERASI PENYALUR DANA MAP

2007
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 1
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
A. Identitas Koperasi
1 Nama koperasi Alamat Koperasi Berdiri sejak

Telpon
2 Nama Pengurus Alamat Pengurus Bentuk koperasi

Telpon
3 Terlibat dalam lingkungan Klasifikasi/peringkat koperasi Tahun klasifikasi/pemeringkatan
sentra sejak

B. Keuangan Koperasi
Saat Ini Sebelum Perkuatan
Jumlah anggota Orang Orang
Simpanan pokok Rp Rp
Simpanan wajib Rp Rp
Simpanan Anggota Rp Rp
sukarela Bukan anggota Rp Rp
Sisa Hasil Usaha Rp Rp
Cadangan Rp Rp
Modal pinjaman Rp Rp
Pemberian pinjaman Rp Rp
Total asset Rp Rp
KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi laporan tahunan koperasi

C. Dana MAP
1 Menyalurkan dana MAP sejak: Jumlah MAP yang diterima: Bank perantara penyaluran
Rp
2 Alokasi dana MAP oleh koperasi Kesulitan yang dihadapi saat pencairan MAP
! pengembangan koperasi : ____%
! disalurkan ke pengusaha : ____%
! disalurkan ke pihak lain: : ____%
! lainnya: : ____%
Saat Ini Awal Perkuatan
3 Jumlah pengguna dana MAP orang orang
4 Pemupukan dana MAP Rp Rp
5 MAP Bermasalah % %
6 MAP Macet % %
7 Apakah KSP sudah mengembalikan Seluruh dana MAP yang ditempatkan di KSP ke rekening operasi (di bank daerah)
! Sudah, sejak
! Belum, karena

KSP disarankan melampirkan: (1) Fotokopi daftar anggota yang menerima dana MAP, (2) Fotokopi laporan MAP

D. Hambatan dan Masalah


1 Menurut anda apakah program sentra berhasil? Menurut anda apakah program sentra bermanfaat?
! Berhasil, karena ! Bermanfaat, karena
! Tidak, karena ! Tidak, karena

2 Apakah pengurus KSP ikut membantu pengelolaan sentra


! Ya, karena
! Tidak, karena
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 2
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
3 Faktor Kunci keberhasilan penyaluran MAP

4 Masalah yang dihadapi dalam mengelola dana MAP

5 Manfaat MAP dalam usaha simpan pinjam KSP

6 Saran dalam rangka pengembangan MAP

7 Faktor kunci keberhasilan sentra


Nomor Formulir : ______________________

Tanggal Pengumpulan : ______________________

Petugas Pengumpul : ______________________

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM


Berbasis Agribisnis

F ORM UL IR P E N G U MP UL A N
D ATA
PENGUSAHA ANGGOTA SENTRA

2007
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 1
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-1: Pengusaha
A. Identitas Responden
1 Nama Jenis Kelamin Usia
!L !K tahun
2 Alamat: Jalan Kelurahan/Desa Kecamatan Kabupaten/Kota

3 Pendidikan Terakhir
! Tidak Sekolah, ! SD, ! SMP, !SMA, ! D3, ! S1, ! S2/S3, ! Pelatihan bersertifikasi
4 Keluarga Jumlah Anak Jumlah Tanggungan
! Belum Menikah, ! Sudah Menikah, ! Janda orang orang
5 Nama koperasi yang diikuti Alamat Koperasi Anggota sejak

6 Terjun ke dunia usaha sejak Terlibat dalam sentra sejak Kedudukan usaha dalam keuangan keluarga
! Sumber nafkah utama
! Usaha sampingan (dari usaha utama: )

B. Gambaran Usaha Yang Dilakukan Responden


Saat Ini Sebelum Perkuatan
1 Jumlah lini produk yang dihasilkan ________ macam produk ________ macam produk
responden
2 Produk utama yang dihasilkan responden

3 Tahap perkembangan produk ! start, !grow, ! mature, ! decline ! start, !grow, ! mature, ! decline
4 Posisi produk dalam rangkaian rantai ! Sama dengan produk utama sentra ! Sama dengan produk utama
pasok ! Bahan baku produk utama ! Bahan baku produk utama
! Produk berbahan baku produk utama ! Produk berbahan baku produk utama
! Layanan penjualan produk utama ! Layanan penjualan produk utama
! Layanan membantu produksi produk ! Layanan membantu produksi produk
utama utama
5 Alasan tidak memproduksi produk utama sentra
! Menghasilkan produk utama tidak menguntungkan, ! Saya ingin fokus pada kegiatan ini karena lebih sesuai keahlian saya
! Saya melihat teman-teman lain membutuhkan produk/layanan ini, ! Saya melihat konsumen membutuhkan produk/layanan ini
! Lainnya:
Saat Ini Sebelum Perkuatan
6 Proses Produksi ! Sederhana, ! Kompleks ! Sederhana, ! Kompleks
! Lini, ! Majemuk ! Lini, ! Majemuk
! Pesanan, ! Mass ! Pesanan, ! Mass
7 Teknologi produksi ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya
8 Gambaran proses produksi
(gunakan kertas lain jika perlu)
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 2
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-1: Pengusaha
8 Adakah perubahan dalam proses produksi Pihak yang mengusulkan perubahan Apakah proses produksi saat ini menjadi
lebih efisien?
! Tidak ada, karena: ! Sendiri ! Tidak, karena:
! BDS
! Ada, yaitu: ! Koperasi ! Ya, karena::
! Dinas: _____________
! Lainnya: _______________
Saat Ini Sebelum Perkuatan
9 Volume produksi per 1 siklus produksi Unit Unit
Lama 1 siklus produksi= _________
10 Kebutuhan bahan baku per siklus
produksi

11 Sumber bahan baku ! Lokal: ____________ ! Lokal: ____________


! regional: ____________ ! regional: ____________
! Impor : ______________ ! Impor : ______________
12 Kerjasama dalam perolehan bahan baku ! Tidak ada, karena: ____________ ! Tidak ada, karena: ____________
! Ada, yaitu: ____________ ! Ada, yaitu: ____________
13 Biaya bahan baku per siklus produksi Rp Rp
14 Total Biaya produksi per siklus produksi Rp Rp
15 Volume penjualan per 1 siklus produksi Unit Unit
16 Tujuan ! Lokal ___ %, yaitu ke ___ %, yaitu ke
penjualan
! Antar daerah ___ %, yaitu ke ___ %, yaitu ke

! Nasional ___ %, yaitu ke ___ %, yaitu ke

17 Harga ! Lokal Rp Rp
penjualan ! Antar daerah Rp Rp
! Nasional Rp Rp
18 Potensi pasar ! Lokal ! Terbuka lebar, ! Menurun ! Terbuka lebar, ! Menurun
di masa ! Antar daerah ! Terbuka lebar, ! Menurun ! Terbuka lebar, ! Menurun
depan
! Nasional ! Terbuka lebar, ! Menurun ! Terbuka lebar, ! Menurun
19 Daya saing produk ! Tinggi, karena ! Tinggi, karena
! Rendah, karena ! Rendah, karena
20 Biaya pemasaaran per siklus produksi Rp Rp
21 Telusuri peran program (pengaruh BDS,
KSP, Dinas) Jika ada perubahan dalam
tujuan penjualan, harga, potensi pasar,
dan daya saing
Saat Ini Sebelum Perkuatan
22 Jumlah tenaga kerja digunakan Orang Orang
23 Jumlah tenaga kerja ahli digunakan Orang Orang
Upah tenaga kerja Rp Rp
Biaya tenaga kerja per siklus produksi Rp Rp
22 Keahlian tenaga kerja ! Pengalaman turun temurun ! Pengalaman turun temurun
! Perlu pendidikan khusus/magang ! Perlu pendidikan khusus/magang
! Perlu pendidikan formal ! Perlu pendidikan formal
! Perlu sertifikasi ketrampilan ! Perlu sertifikasi ketrampilan
! Lainnya _ ! Lainnya _
23 Asset Usaha Nilai total asset usaha Rp Rp
! Tanah Rp Rp
! Bangunan Rp Rp
! Mesin Rp Rp
! Peralatan Rp Rp
24 Struktur Modal ! Uang sendiri Rp Rp
! Pinjaman Rp Rp
! Lainnya __________ Rp Rp
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 3
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-1: Pengusaha
25 Biaya ! Bahan baku Rp Rp
produksi/ ! Tenaga kerja Rp Rp
pengadaan
per siklus ! Pemasaran Rp Rp
produksi ! Lainnya __________ Rp Rp
19 Penerimaan per siklus produksi Rp Rp
20 Total biaya per siklus produksi Rp Rp
21 Keuntungan per siklus produksi Rp Rp
22 Volume produksi per Tenaga Kerja
23 Omzet per Tenaga Kerja
24 Apakah produktifitas meningkat? Apakah kapasitas usaha meningkat Apakah daya saing produk meningkat
! Ya ! Ya ! Ya
! Tidak ! Tidak ! Tidak
Apa faktor kunci produktifitas Apa faktor kunci kapasitas Apa faktor kunci daya saing

25 Apakah keterlibatan dalam program sentra (memperoleh MAP dan memperoleh bantuan non keuangan dari BDS) membuat pengusaha
melakukan investasi tambahan?
! Tidak, karena
! Ya, karena
Saat Ini Sebelum Perkuatan
26 Kerjasama produksi yang dilakukan ! Tidak ada ! Tidak ada
! Ada, yaitu ! Ada, yaitu

27 Kerjasama pemasaran yang dilakukan ! Tidak ada ! Tidak ada


! Ada, yaitu ! Ada, yaitu

27 Spesialisasi yang dilakukan ! Tidak ada ! Tidak ada


! Ada, yaitu ! Ada, yaitu

28 Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra
" Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.
" Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku
" Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan
(5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.

1.

! aktor = ______
! buy = ______
P buy =rp_____
HPP = ______
! sell = ______
P sell =rp_____
∏ = ______

Apakah responden tampak melakukan spesialisasi: ! Tidak, ! Ya


Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 4
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-1: Pengusaha
C. Mengenai BDS
1 Nama BDS yang melayani Kenal dengan pengelola BDS Frekwensi pertemuan dengan BDS
! Kenal, yaitu: ! Tidak pernah
! Tidak, karena: ! Jarang: _____ kali per ________
! Sering: _____ kali per ________
2 Layanan/Hal yang pernah diperoleh dari BDS
No Bentuk Layanan/Hal-hal yang Diterima Kapan? Bermanfaat? Dibutuhkan? Berbayar?
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
3 Apakah peran BDS dinilai bermanfaat Apakah anda mempercayai BDS Kapan kunjungan terakhir BDS
! Tidak, ! Ya, misalnya: ! Ya, ! Tidak Tgl bln thn

4 Apakah peran BDS meningkatkan efisiensi Layanan apakah yang sesungguhnya anda Hal yang perlu diperhatikan untuk
produksi, daya saing, atau produktifitas harapkan dapat diperoleh/disediakan oleh meningkatkan peran BDS
BDS?
! Tidak, ! Ya, misalnya:

D. Mengenai KSP dan MAP


1 Nama KSP yang melayani Kenal dengan pengelola KSP Frekwensi pertemuan dengan KSP
! Kenal, yaitu: ! Tidak pernah
! Tidak, karena: ! Jarang: _____ kali per ________
! Sering: _____ kali per ________
2 Sudah berapa kali meminjam dana MAP Bersanya dana MAP yang dipinjam? Suku bunga, waktu, dan agunan
! Belum pernah, karena: Rp Suku bunga: % per tahun
! ___kali, yang pertama tahun _______ Waktu: bulan
Agunan:
3 Apakah jumlah ini mencukupi kebutuhan Jika tidak, berapa kebutuhan anda
! Ya, karena
! Tidak, karena
4 Penggunaan MAP Jika untuk usaha, penggunaannya Apakah KSP masih ada ?
! Memulai usaha baru ! Investasi dan membeli peralatan ! Ya,
! Mengembangkan usaha yang telah ada ! Modal kerja ! Tidak, sejak
! Membeli barang konsumsi (motor, TV, rumah, dll) ! Lainnya:
Apakah KSP masih aktif
! Menutup hutang ke orang lain
! Ya,
! Konsumsi (makan dan kebutuhan pokok)
! Tidak, sejak:
! Lainnya:
5 Pengembalian MAP Apakah MAP bermanfaat bagi perkembangan usaha anda?
! Lancar ! Ya, karena
! Tersendat, karena: ! Tidak, karena
! Macet, karena:
6 Jika pengembalian bermasalah Apakah mempercayai KSP Saran agar KSP lebih efektif
! Yang KSP lakukan: ! Ya, ! Tidak
! Yang BDS lakukan:
! Yang Dinas lakukan:

E. Perkuatan Lain
1 Bentuk perkuatan lain yang diterima Keterangan (darimana, bentuknya, nilainya, lamanya)
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 5
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-1: Pengusaha
F. Hambatan dan Masalah
1 Menurut anda apakah program sentra berhasil? Menurut anda apakah program sentra bermanfaat?
! Berhasil, karena ! Bermanfaat, karena
! Tidak, karena ! Tidak, karena
2 Kekuatan usaha Kekurangan usaha Hambatan usaha Peluang usaha

3 Faktor Kunci keberhasilan usaha anda Faktor kunci keberhasilan sentra

G. Perilaku
1 Adakah kebiasaan Apakah anda menjadi anggota Apakah anda bekerja sama dalam melakukan usaha
berkelompok kelompok
! Ada, ! Tidak ! Ya, ! Tidak ! Ya, dalam bidang: ___________________
! Tidak, karena: ____________________
2 Apakah responden Ya/tidak Keterangan
Memperhatikan pasar ! Ya, ! Tidak
Merubah produk sesuai keinginan pasar ! Ya, ! Tidak
Suka bereksperimen/melakukan inovasi produk ! Ya, ! Tidak
Gemar membuka relasi baru ! Ya, ! Tidak
Mampu memperhitungkan kelayakan/resiko usaha ! Ya, ! Tidak
Memiliki rencana usaha ! Ya, ! Tidak
Melakukan pembukuan usaha ! Ya, ! Tidak
Memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha ! Ya, ! Tidak
Kemauan bekerjasama dengan pihak lain ! Ya, ! Tidak
Kemauan mengembangkan usaha ! Ya, ! Tidak
Kemauan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan ! Ya, ! Tidak
Kemauan bekerjakeras ! Ya, ! Tidak

H. Catatan Klaster
Dalam kerangka program sentra, apakah Keterangan
1 Apakah resp. mengenali setiap anggota sentra dan peran ! Ya, ! Tdk
produknya
2 Apakah resp. bersepakat dengan anggota yang lain untuk ! Ya, ! Tdk
menghasilkan/mendukung suatu produk utama sentra
3 Apakah kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kontrak ! Ya, ! Tdk
tertulis
4 Apakah produk/kegiatan yang resp. lakukan berhubungan dengan ! Ya, ! Tdk
kesepakatan tersebut
5 Apakah resp. dan anggota sentra yang lain membentuk sebuah ! Ya, ! Tdk
institusi bersama untuk membantu proses produksi/pemasaran
produk sentra
6 Apakah resp. peduli terhadap usaha anggota lain ! Ya, ! Tdk
7 Apakah pemerintah anda nilai memiliki arah dukungan ! Ya, ! Tdk
pengembangan usaha sentra yang jelas
8 Apakah anda memahami aturan pelaksanaan program sentra ! Ya, ! Tdk
UKM?
9 Apakah hukum dan peraturan ditegakkan secara jelas ! Ya, ! Tdk
10 Apakah sarana infrastruktur di daerah anda mendukung usaha ! Ya, ! Tdk
Nomor Formulir : ______________________

Tanggal Pengumpulan : ______________________

Petugas Pengumpul : ______________________

Kajian Efektifitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM


Berbasis Agribisnis

F ORM UL IR P E N G U MP UL A N
D ATA
GAMBARAN SENTRA

2007
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 1
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
A. Identitas Sentra
1 Nama Sentra (jika ada) Produk utama sentra Klasifikasi sentra
! A, ! B, ! C

2 Lokasi sentra Tahun terbentuknya (perkiraan) Tahun fasilitasi

3 Nama paguyuban/kelompok (jika ada) Nama pengurus (jika ada) Alamat pengurus (jika ada)

4 Infrastruktur yang ada sentra


! Jalan, ! Listrik, ! Instalasi air bersih, ! Telepon, ! Bank, ! Koperasi, ! Lembaga keuangan lain: , ! Pasar,
! Showroom produk, ! Jaringan transportasi, ! Lainnya:

B. Gambaran Produk Utama dan Lingkungan Sentra


Saat Ini Sebelum Perkuatan
1 Tahap perkembangan sentra ! Pembentukan, ! Tumbuh ! Pembentukan, ! Tumbuh
! Berkembang, ! Evolusi Naik/Turun ! Berkembang, ! Evolusi Naik/Turun
2 Tahap produk sentra ! Awal, ! Tumbuh ! Awal, ! Tumbuh
! Berkembang, ! Menurun ! Berkembang, ! Menurun
Saat Ini Sebelum Perkuatan
5 Proses Produksi ! Sederhana, ! Kompleks ! Sederhana, ! Kompleks
! Lini, ! Majemuk ! Lini, ! Majemuk
! Pesanan, ! Mass ! Pesanan, ! Mass
6 Teknologi produksi ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya ! Sederhana, ! Tepat guna, ! Madya
7 Gambaran Rantai Pasok produk yang dihasilkan responden dalam kerangka sentra
" Rantai pasok adalah gambarkan/paparan tahapan perubahan fase produk dan pihak/aktor/pelaku yang terlibat, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen akhir.
" Identifikasikan (1) Nama/jenis aktor (nama umum dari tugas/peran yang dilakukannya, misalnya petani, pengumpul, dll), (2) jumlah dari masing-masing aktor/pelaku
" Identifikasikan juga (3) harga beli barang dari pelaku sebelumnya dan/atau ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pengolahan, (4) harga jual barang ke pelaku sesudahnya, dan
(5) tingkat keuntungan (dalam %) yang dinikmatinya.

1.

! aktor = ______
! buy = ______
P buy =rp_____
HPP = ______
! sell = ______
P sell =rp_____
∏ = ______
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 2
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini memiliki model
! Joint production, ! Sub-kontrak, ! Integrasi vertikal
! Integrasi horizontal
Memperhatikan pola rantai pasok sentra, maka sentra ini berada Dimana produk startegis utama yang didukung oleh subsistem
dalam subsistem: sentra adalah
! Subsistem Hulu, ! Subsistem Produksi, ! Subsistem Hilir
! Subsistem Penunjang
3 Infrastruktur Klaster (gunakan kertas lain jika diperlukan)
! Sentra memiliki produk utama/produk bersama

! Ada anggota sentra yang secara sadar membentuk rantai pasok untuk mendukung produksi produk utama sentra

! Anggota sentra memiliki komitmen untuk mendukung/memproduksi produk utama sentra

! Anggota sentra memiliki kepedulian atas keberhasilan/kegagalan usaha anggota yang lain

! Anggota sentra saling bekerjasama dan membagi tugas dalam kerangka rantai pasok untuk menghasilkan produk bersama

! Ada institusi bersama yang dibentuk oleh anggota sentra untuk mendukung proses penelitian, produksi dan pemasaran

! Ada tanda-tanda peningkatan daya saing produk sentra

! Identitas sentra/produk sentra dikenal masyarakat

4 Kekuatan sentra Kekurangan sentra Hambatan sentra Peluang sentra


gunakan kertas lain jika diperlukan

Faktor utama yang membuat sentra tetap ada/exist

Faktor utama yang perlu ada agar sentra dapat berkembang baik.
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 3
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
C. Gambaran Perkembangan Sentra
Saat Ini Sebelum Perkuatan
1 Jumlah unit usaha Unit usaha Unit usaha
2 Karakteristik/ ! Kel. Besar
ciri unit usaha ! Kel. Menengah
! Kel. Kecil
3 Proporsi unit ! Kel. Besar % %
usaha ! Kel. Menengah % %
! Kel. Kecil % %
4 Rerata volume ! Kel. Besar Unit Unit
produksi per ! Kel. Menengah Unit Unit
siklus
! Kel. Kecil Unit Unit
5 Rerata volume ! Kel. Besar Unit Unit
penjualan per ! Kel. Menengah Unit Unit
siklus
! Kel. Kecil Unit Unit
6 Rerata harga ! Kel. Besar Rp Rp
penjualan ! Kel. Menengah Rp Rp
yang dinikmati
! Kel. Kecil Rp Rp
7 Pasar tujuan ! Kel. Besar ! Lokal, ___%, ke: ! Lokal, ___%, ke:
! Regional, ___%, ke: ! Regional, ___%, ke:
! Ekspor, ___%, ke: ! Ekspor, ___%, ke:
! Kel. Menengah ! Lokal, ___%, ke: ! Lokal, ___%, ke:
! Regional, ___%, ke: ! Regional, ___%, ke:
! Ekspor, ___%, ke: ! Ekspor, ___%, ke:
! Kel. Kecil ! Lokal, ___%, ke: ! Lokal, ___%, ke:
! Regional, ___%, ke: ! Regional, ___%, ke:
! Ekspor, ___%, ke: ! Ekspor, ___%, ke:
8 Rerata jumlah ! Kel. Besar Orang Orang
tenaga kerja ! Kel. Menengah Orang Orang
! Kel. Kecil Orang Orang
9 Rerata jumlah ! Kel. Besar Orang Orang
tenaga kerja ! Kel. Menengah Orang Orang
non keluarga
! Kel. Kecil Orang Orang
10 Rerata omzet ! Kel. Besar Rp Rp
per siklus ! Kel. Menengah Rp Rp
! Kel. Kecil Rp Rp
11 Rerata asset ! Kel. Besar Rp Rp
! Kel. Menengah Rp Rp
! Kel. Kecil Rp Rp
12 Rerata ! Kel. Besar Rp Rp
Keuntungan ! Kel. Menengah Rp Rp
! Kel. Kecil Rp Rp

D. Gambaran Perkuatan Kepada Sentra

a. KSP dan MAP


1 Nama koperasi yang melayani Alamat Koperasi Berdiri sejak

2 Bentuk koperasi Terlibat dalam lingkungan Klasifikasi/peringkat koperasi Menyalurkan dana MAP sejak:
sentra sejak

3 Jumlah MAP yang diterima: Jumlah dana MAP yang dapat Apakah penyaluran MAP sesuai Apakah KSP masih ada dan
disalurkan kepada pengusaha petunjuk pelaksanaan aktif?
Rp Rp ! Ya, ! Tidak, karena ! Ya, ! Tidak, karena
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 4
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
Saat Ini Awal Penyaluran
4 Jumlah pengusaha yang sudah menerima Unit Unit
dana MAP
5 Jumlah dana MAP Rp Rp
6 Total Asset Koperasi Rp Rp

b. BDSP
1 Nama BDS yang melayani Alamat BDS Nama Ketua

2 Layanan/Hal yang pernah diperoleh dari BDS kepada sentra


No Bentuk Layanan/Hal-hal yang Diterima Diberikan Kapan Frek. Dibutuhkan? Berbayar?
1 Layanan Informasi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
2 Layanan Konsultasi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
3 Layanan pelatihan ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
4 Bimbingan/konsultasi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
5 penyelenggaraan kontak bisnis ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
6 fasilitasi akses/perluasan pasar ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
7 fasilitasi pengembangan organisasi dan manajemen ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
8 fasilitasi dalam memperoleh akses program ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
pemerintah
9 Fasilitasi dalam pengembangan teknologi ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
10 Penyusunan proposal pengembangan usaha ! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
! Ya, ! Tdk Kali ! Ya, ! Tdk ! Ya, ! Tdk
3 Apakah BDS memiliki kantor di sentra Apakah BDS masih aktif Kapan kunjungan terakhir BDS ke sentra
! Ya, ! Tidak ! Ya, ! Tidak, sejak Tgl bln thn
4 Jumlah tenaga BDS Komposisi tenaga BDS Sumber pendapatan bagi BDS
orang ! Dari luar sentra

! Dari dalam sentra

Apakah BDS sudah mengembalikan dana


pendampingan
! Sudah,
! Belum

E. Sistem Agribisnis
Catatan keadaan subsistem HULU

Catatan keadaan subsistem USAHA TANI

Catatan keadaan subsistem HILIR

Catatan keadaan subsistem PENUNJANG


Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 5
UKM Berbasis Agribisnis
FORM-2: Sentra
F. Karakteristik Klaster
Catatan karakteristik Internal: KONSENTRASI SPATIAL

Catatan karakteristik Internal: INTERAKSI

Catatan karakteristik Internal: KOMBINASI KOMPETENSI

Catatan karakteristik Internal: INSTITUSI BERSAMA

Catatan karakteristik eksternal: DEADWEIGHT

Catatan karakteristik Eksternal: ADDITIONALITY

G. Catatan Lain
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 239
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

LAMPIRAN 2
GAMBARAN BEBERAPA SENTRA AGRIBISNIS
FASILITASI KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
(DRAF)

A. Gambaran Umum Sentra UKM Agribisnis Sulawesi


Selatan
Secara keseluruhan, Sulawesi
Selatan memiliki 64 sentra UKM
yang difasilitasi antara tahun 2001
sampai 2004. Dari 64 sentra ini,
menurut pertimbangan subyektif
dari kasie PKM, diperkirakan
hanya sekitar 20 sentra yang
masih memiliki komponen
perkuatan yang relatif lengkap.
Dari 20 sentra ini, yang diduga
masih berjalan secara sehat
(koperasinya mampu mencicil
MAP ke bank penyalur) hanya
berjumlah sekitar 10 sentra saja.
Ke 20 sentra tersebut dapat dilihat
dalam tabel 1.

Namun jika diamati lebih jauh, maka tampaknya tidak ada satu sentra pun yang
berjalan sesuai dengan harapan awal program sentra. Ketidak lengkapan dapat
terjadi pada struktur atau pada prosesnya. Dari sisi struktur, biasanya salah satu
komponen sudah tidak ada. Sedangkan dari sisi proses, yang terjadi adalah
proses pembagian MAP tidak sesuai target pengusaha dan peruntukan, proses
pembayaran cicilan MAP, proses pembinaan, proses pengawasan dan proses
penegakan hukum tidak dilaksanakan.

Dari 20 sentra tersebut, akhirnya dipilih 2 sentra yang akan dikunjungi lebih
lanjut, yaitu (1) sentra rumput laut di Jeneponto dan (2) sentra rumput laut di
Bulukumba. Sentra rumput laut Jeneponto dipilih karena di tahun 2004 lalu,

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 240
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

sentra ini menunjukkan ciri-ciri akan berkembang ke arah klaster, meskipun


menurut berita terakhir, yang belum dikonfonfirmasi, mengatakan bahwa sentra
ini pada akhirnya terhenti. Berita dan kenyataan inilah yang akan dikonfirmasi.
Jika benar, maka akan ditelusuri, dimana letak kesalahannya. Namun jika salah,
diharapkan dapat ditemui contoh sentra yang mampu menumbuhkan ciri klaster
dalam periode perkuatan. Sentra rumput laut Bulukumba dipilih karena
kabarnya masih memiliki komponen perkuatan yang lengkap dan koperasi
penyalur MAP masih membayar cicilan MAP ke bank penyalur.

Tabel L- 1. Daftar Sentra Yang Diduga Masih Berjalan di Sulawesi


Selatan Tahun 2007
No Sentra Kabupaten Keterangan
1 Rumput laut Bulukumba
2 Batu bata Bulukumba
3 Jagung marning Bulukumba
4 Jagung kuning Jeneponto
5 Rumput laut Jeneponto Diduga masih berjalan karena
ada dana agrobisnis 1M
6 Kasur Bantaeng
7 Kopi/cengkih Sinjai
8 Roti/Kue Maros
9 Meubel Makassar
10 Kepiting Pangkep
11 Emas Pangkep
12 Bandeng Pangkep
13 Rumput laut Bone
14 Gula merah Bone
15 Konveksi Wajo
16 Ikan air tawar Wajo
17 Ikan air tawar Soppeng
18 Tenun Toraja
19 Anyaman Toraja
20 Coklat Luwu
Sumber: Mantan Kasie PKM Dinas Koperasi dan UKM Sulsel

Jeneponto terletak sekitar 60 km di sebelah Tenggara kota Makassar. Kota


dapat dicapai melalui perjalanan darat menggunakan mobil angkutan dari
terminal Sungguminasa yang ada di perbatasan antara Kota Makassar dengan
kabupaten Gowa. Jarak ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam. Ongkos angkutan
sebesar Rp 15000,-. Sampai di lampu merah Jeneponto (satu-satunya lampu
merah di kota tersebut) perjalanan harus dilanjutkan dengan ojek untuk
mencapai koperasi Julu Atia, koperasi penyalur MAP ke sentra.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 241
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

A.1. Sentra Rumput Laut - Jeneponto


Sekedar mengingat-ingat, sentra berada di kelurahan Biringkassi, kecamatan
Binamu, kabupaten Jeneponto. Kegiatan penanaman rumput laut dimulai
diwilayah ini pada tahun 1995, dimulai oleh pak Mali yang pada saat itu menjadi
pak Lurah Biringkassi. Sejak saat itu, penduduk mulai mengikuti budidaya
rumput laut hingga saat ini.

Wilayah yang digunakan untuk penanaman rumput laut berada di sepanjang


pesisir Jeneponto yang membentang sepanjang kurang lebih 119 km. Rata-rata
rumput laut ditanam mulai dari batas 100 m dari pantai hingga sekitar 1 – 2 km
ke lepas pantai, tergantung kontur lokasi pantai. Kelurahan yang banyak
memiliki bentang rumput laut adalah (1) kelurahan Biringkassi, Binamu, (2)
kelurahan Borontala, Tamalatea, dan (3) kelurahan Bontusinggu, Tamalatea.
Jumlah produksi total ke 3 Kelurahan ini diperkirakan tidak kurang dari 80.000
ton rumput laut kering di tahun 2006.

Gambar L- 1. Lokasi Sentra Rumput Laut Jeneponto

Pada kunjungan terakhir tahun 2004, sentra ini didampingi oleh primkopin Julu
Atia yang memiliki 2 unit, yaitu produksi (menampung rumput laut dari anggota)
dan simpan pinjam. Pada saat ini, Koperasi Julu Atia telah “dibagi” dua, agar
unit-unitnya menjadi koperasi yang berdiri sendiri. Dengan demikian, saat ini, di
sentra ada KSP Julu Atia, yang khusus menangani permodalan anggota, dan
Primkopin Baji Pamae, yang khusus menangani produksi (penjualan bibit,
pembalian hasil panen, pengolahan dan penjualan). Spin-off ini tidak murni
karena kebutuhan anggota yang semakin spesifik dan besar, tetapi lebih untuk

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 242
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

mencapai kecukupan syarat untuk kegiatan penyaluran dana koperasi


Agrobisnis. Jadi, menurut peraturan, koperasi yang boleh menerima dana
agrobisnis 1 milyar tidak boleh dalam bentuk USP, harus KSP. Untuk itu, pada
tahun 2005, Primkopin Julu Atia melakukam spin off tersebut.

Dalam pertemuan hari hari ini, kami tidak memiliki kesempatan menemui
pengurus KSP Julu Atia karena pengurus KSP (ketua) juga bertugas sebagai
anggota KPU yang sedang sibuk membantu pelaksanaan pilkada Sulsel.
Sedangkan pengurus lainnya (sekertaris dan Bendahara) sedang ke Makassar
untuk urusan lain. Pertemuan sepakat dilakukan pada hari Senin saja ketika
kunjungan ke dua dilakukan.

Produk utama sentra adalah rumput laut kering untuk bahan baku industri.
Infrastruktur sentra lengkap dari jalan yang baik dan jaringan transportasi publik
yang cukup, listrik, air bersih pompa, telepon kabel, bank dan lembaga keuangan
lainnya, pasar rumput laut, areal produksi, dan areal pemukiman.

Gambaran Produk Utama dan Lingkungan Sentra

Produk dan Tahap Produk

Produk utama sentra saat ini berkembang menjadi 2, yaitu (1) rumput laut kering
(telah berjalan baik) dan (2) rumput laut hasil olah setengan jadi (baru dimulai
tahun 2006).

Jika dilihat dari sisi tahap produk, maka produk rumput laut kering tampak sudah
memasuki tahap dewasa sedangkan rumput laut olahan setengah jadi berada
dalam tahapan pembentukan. Sedangkan jka diperhatikan, dan dibandingkan
dengan keadaan tahun 2004, dapat dikatakan bahwa sentra sekarang sedang
ada dalam tahapan evolusi (yang belum jelas antara evolusi naik atau evolusi
turun). Di tahun 2004, sentra sedang dalam tahap berkembang.

Proses Produksi

Rumput Laut Kering Mentah


Proses budidaya rumput laut dilakukan dalam 3 tahap, (1) persiapan, (2)
pembentangan di laut, (3) perawatan, (4) panen, (5) penjemuran, dan (6)
pengepakan. Proses persiapan meliputi kegiatan pembersihan lokasi,
pembuatan pematang dan bentangan, persiapan jangkar, dan pemasangan bibit

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 243
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

pada bentangan. Proses pembentangan adalah kegiatan meletakkan tali


bentangan yang telah dipasangi bibit, ke lokasi laut yang dipilih. Pembentangan
dilakukan dengan memasang tali bentangan ke tali pematang yang kemudian
dibenamkan ke laut menggunakan jangkar yang dibuat dari karung. Proses
perawatan adalah proses pemeriksaan rutin apakah ada tali yang kendor, bibit
yang terlepas/rusak dan lain-lain. Panen adalah proses pengangkatan
bentangan rumput laut yang telah memasuki masa panen dan melepaskannya
dari tali bentangan. Penjemuran adalah kegiatan mengeringkan rumput laut
basah. Penjemuran dilakukan di pantai dengan bantuan sinar matahari hingga
mencapai kadar air 20-30%. Pengepakan adalah kegiatan memasukkan rumput
laut yang telah kering ke dalam karung ukuran 50 kg.

Satu siklus produksi rumput laut kering mentah berlangsung selama kurang lebih
60 hari: 3 hari untuk persiapan, 50 hari untuk pemasangan, pembesaran, dan
perawatan, dan sekitar 3 hari untuk penjemuran/pengeringan.

Rumput Laut Matang Setengah Jadi


Disebut rumput laut matang karena rumput laut telah mengalami proses
pemasakan. Disebut setengah jadi karena proses pengolahan yang dilakukan di
sentra hanyalah proses tahap 1 dari 3 proses pengolahan rumput laut dalam
daur pengolahan rumput laut sebelum dapat jadi pasokan industri.

Proses pengolahan rumput laut mentah (RLM) menjadi rumput laut matang
setengah jadi (RLMSJ) membutuhkan waktu kurang lebih 10 hari untuk
memenuhi kapasitas 20 ton (1 kontainer). Proses yangdilakukan adalah

Biaya bahan bakar untuk produksi 20 ton tersebut adalah Rp 12,000,000, Biaya
pembelian bahan baku adalah Rp 165,000,000 (30 ton x Rp 5.500) – (rendemen
sekitar 65-70%). Harga KOH adalah Rp 11,000 per liter. Secara total,
diperkirakan biaya produksi untuk menghasilkan 1 kg RLSJ adalah rp 15,000.

Harga jual RLSJ adalah antara USD 2.5 hingga USD 2.7 per kilogram atau dari
pengalaman ekspor yang telah dilakukan harga adalah Rp 20,250 per kg.

Ide pembuatan pabrik berasal dari buyer di China. Dana investasi mesin dan
gedung yang dialokasikan adalah Rp 2 M dari kementerian koperasi, tanah dan
pagar dari kabupaten, biaya transport mesin, pembuatan rumah genset dan
boiler, dan penambahan pagar sebesar Rp 300 juta dari koperasi. Bersama
mesin pengolahan ini Koperasi telah sempat melakukan 2 kali pengiriman ke
China tetapi sekarang terhenti karena embargo produk perikanan Indonesia oleh

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 244
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

China. Saat ini sedang dilakukan pembicaraan untuk melakukan penjualan ke


PT Gumindo di Jakarta yang bersedia menampung hasil produksi RLSJ koperasi.

Tabel L- 2. Proses Pembuatan Rumput Laut Matang Setengah Jadi


No Kegiatan Keterangan Proses jarak jumlah waktu
Sortir dan pembersihan dari pasir dan !" ! D ∇ 1 km 20 ton 1 minggu
lumut
Proses pematangan !" ! D ∇
Pencampuran air dengan KOH !" ! D ∇ Dalam
ketel
Pemanasan air dengan boiler !" ! D ∇ 9000 ltr 3 jam 80 C
Pemasukan RL ke bak rendam !" ! D ∇ 1,8 ton 3 jam
Penuangan air panas ke bak rendam
Perendaman RL dengan air panas !" ! D ∇ 1,8 ton
Pemindahan RL dari bak rendam ke bak
bilas 1
Pembilasan 1 !" ! D ∇ 3 jam Air tawar
Pemindahan RL dari bak bilas 1 ke bak
bilas 2
Pembilasan 2
Peluruhan kotoran !" ! D ∇ 1 jam Diputar
horisontal
dalam
tabung
Penirisan !" ! D ∇ 0,5 jam spinner
Pengeringan/penjemuran !" ! D ∇ 3 hari jemur
Keterangan: O = operasi, ! = transport, = inspeksi, D = delay, ∇ = storage

Masalah yang dihadapi saat ini adalah modal kerja. Koperasi tidak memiliki
kecukupan modal untuk melakukan operasi pengolahan secara kontinu (membeli
bahan baku). Jika diperhatikan di atas, kebutuhan modal kerja untuk 1 siklus
produksi (mengisi 1 kontainer) adalah sebesar kuarng lebih 200 juta. Jika proses
pengisian dapat dilakukan dalam waktu 10 hari, maka dalam 1 bulan dapat
dilakukan pengiriman sebagnyak 3 kontainer. Jika tempo pembayaran adalah
setelah barang dikirimkan/diterima di tujuan maka kebutuhan modal kerja
minimal adalah untuk 2 kali siklus produksi atau sekitar Rp 400 juta.

Pengiriman ke China menjadi terhenti karena baik koperasi maupun buyer


langganan di Cina tidak memiliki perusahaan rekanan di negara ke 3 sebagai
jembatan penjualan seperti di Malaysia, Philipine atau Singapore. Ekspor
sesungguhnya masih dapat dilakukan seandainya ada rekanan yang dapat
menjadi pihak ke 3 dalam transaksi ini. Disini mungkin dibutuhkan peran atase
perdagangan di negara-negara tersebut.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 245
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Gambaran Anggota

Secara umum ada 3 jenis anggota: (1) biasa, (2) besar, dan (3) kecil. Perbedaan
anggota ini dilihat dari jumlah bentang yang dimilikinya. Angota biasa, biasanya
memiliki antara 300 hingga 700 bentang penanaman rumput laut. Anggota besar
memiliki lebih dari 1000 hingga 3000 bentang. Sedangkan anggota kecil
biasanya hanya memiliki sekitar 100 bentang.

Satu bentang tali penanaman rumput laut memiliki panjang 30 m. Satu bentang
menghasilkan 15 kg rumput laut kering.

Dari jumlah anggota saat ini yang 250 orang. Sekitar 100 (40%) diantaranya
tergolong besar, 50% biasa, dan 10% kecil.

Biaya pembuatan per 100 bentangan adalah sebesar Rp 1.5 juta.

A.2. Catatan Sentra Jagung Kuning: Kecamatan Kelara,


Kabupaten Jeneponto, Sulsel
Sentra jagung kuning
yang dikunjungi berada
di desa Tolo Selatan,
kecamatan Kelara,
kabupaten Jeneponto.
Penanaman jagung di
desa ini sudah
berlangsung turun-
temurun. Kontur yang
relatif datar, iklim yang kering, dan jenis tanah yang ada di daerah ini membuat
tanaman jagung, padi tadah hujan dan bawang merupakan pilihan komoditi
pertanian yang dapat ditanam atau banyak dipilih petani untuk ditanam di daerah
ini. Kecamatan Kelara ini ditetapkan sebagai sentra jagung tahun 2003.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, upaya
peningkatan produksi jagung nasional juga sangat berpeluang untuk mengisi
pasaran dunia (Pingali 2001 dan Kasryno 2002). Peluang peningkatan produksi
jagung dalam negeri masih terbuka lebar baik melalui peningkatan produktivitas
maupun perluasan areal tanam utamanya pada lahan kering di luar Jawa. Secara
umum, produktivitas jagung nasional baru 3,2 t/ha. Kegiatan penelitian telah

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 246
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

menyediakan teknologi produksi jagung dengan produktivitas 4,5–10,0 t/ha,


tergantung pada potensi lahannya. Potensi lahan untuk pengembangan jagung
cukup luas, terutama lahan kering di luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan,
Irian, dan Sulawesi. Sekitar 6,96 juta hektar lahan yang terdapat di 14 propinsi
berpotensi untuk pengembangan jagung (Puslitbangtanak 2002). Lahan kering di
empat pulau besar tersebut didominasi oleh tanah tua yakni Podsolik dan Latosol
(Muljadi 1977), yang umumnya bereaksi masam dan kurang subur. Keberhasilan
pengembangan jagung untuk pemanfaatan potensi lahan yang tersedia, sangat
dipengaruhi oleh antara lain tingkat keuntungan yang dapat diperoleh petani.
Untuk itu perlu ada teknologi budidaya dengan: (a) produktivitas tinggi, (b) biaya
produksi efisien, dan (c) kualitas produk tinggi.

Pengelolaan pertanaman jagung secara terpadu (PTT jagung) melalui penerapan


berbagai komponen teknologi yang sinergistik diharapkan merupakan
pendekatan yang sesuai. PTT jagung meliputi varietas unggul, benih bermutu,
penyiapan lahan yang hemat tenaga, populasi tanaman yang optimal,
pemupukan yang efisien, pengendalian jasad pengganggu yang murah, dan
teknologi pasca panen yang sesuai dengan kondisi lahan dan sosial ekonomi
masyarakat.

Jika produksi jagung dalam negeri berhasil ditingkatkan, maka import jagung
dapat di kurangi atau ditiadakan. Bahkan lebih jauh dari itu, pasar jagung
regional dan global yang terbuka dapat dimanfaatkan Indonesia. Hal tersebut
pada gilirannya tidak hanya menghemat devisa melainkan juga meningkatkan
cadangan devisa yang sangat diperlukan untuk memulihkan perekonomian
negara.

Petani anggota koperasi yang ditemui adalah petani pemilik tanah. Rata-rata
luas tanah yang mereka garap adalah antara 1 Ha hingga 1.5 Ha. Berikut
penuturan mereka.

Satu siklus produksi penanaman jagung berlangsung selama sekitar 100 hari.
Diluar waktu tersebut diperlukan tamgahan waktu untuk persiapan lahan dan
penanaman (3 hari), pemanenan (sekitar 3 hari) dan penjemuran (2-3 hari). Jika
musim sedang baik, dalam 1 tahun petani dapat melakukan 2 kali penanaman.

Bibit yang digunakan adalah bibit BISI-2. Bibit ini banyak disediakan di toko-toko
pertanian di jeneponto. Ketika ditanya apakah ini bibit yang terbaik, meskipun
tidak secara pasti, tetapi mereka berpendapat biit ini terbukti memerlukan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 247
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

perawatan yang tidak terlalu banyak dan cukup tahan terhadap hama. Harga
bibit di toko pertanian adalah sebesar Rp 30.000/kg. 1 hektare tanah
membutuhkan bibit sebanyak 20 kg.

Kebutuhan budidaya jagung lainnya adalah pupuk. Pupuk yang digunakan


adalah campuran antara pupuk ZA dan UREA. Pemupukan dilakukan sebanyak
2 kali dalam 1 siklus tanam. Kebutuhan pupuk untuk 2 kali pemupukan ini adalah
sebanyak 8 karung pupuk, masing-masing seberat 100 kg, dengan harga Rp
60.000 per karung.

Disamping biaya bibit dan biaya pupuk, petani juga perlu mengeluarkan biaya
tenaga kerja. Dalam proses persiapan lahan, penanaman bibit dan perawatan,
petani biasanya dibantu dengan 2 orang tenaga harian. Mereka diupah Rp
25.000 per hari (termasuk makan, kopi dan rokok). Diperkirakan waktu kerja
mereka adalah selama 25 hari.

Melihat penuturan tersebut, maka biaya produksi penanaman jagung kuning per
hektarenya diperkirakan sebesar Rp 1.705.000 per satu siklus tanam [Rp
600.000 (bibit), Rp 480.000 (pupuk), dan Rp 625.000 (tenaga kerja)].

Satu hektare lahan diperkirakan menghasilkan antara 3 hingga 6 ton jagung yang
dapat dijual dengan harga antara Rp 1.000 hingga Rp 1.300 per kilogram, harga
tahun 2007. Hasil ini membuat dugaan pendapatan petani per siklus tanam per
hektare adalah sebesar rp5.175.000 (4.500 kg x Rp 1.150/kg). Dengan
demikian, rerata keuntungan usaha per siklus tanam adalah Rp 3.470.000 per
siklus tanam (100 hari).

Pada saat-saat tertentu ketika harga jatuh, harga jual per kg adalah sebesar Rp
600. pada saat itu rerata keuntungan usaha petani adalah sebesar Rp 995.000
(Rp 2.700.000 – Rp 1.705.000). Dengan demikian variansi penerimaan
keuntungan petani jagung kuning di Kelara adalah sebesar Rp 2.475.000/rp
2.232.500 = 1.108.

Hasil panen jagung dijual kepada pembeli pengumpul yang tetap. Disebut
pedagang. Jumlahnya di sentra Kelara ada 5 orang. Hubungan dengan
pengumpul ini sudah berlangsung lama. Meskipun tidak diakui, tetapi pengurus
koperasi menyatakan tidak tertutup kemungkinan petani juga meminjam uang
kepada pedagang pengumpul jika tidak dapat meminjam kepada koperasi
(karena plafon atau hal lainnya).

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 248
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Daerah pemasaran tidak diketahui, petani dan pengurus koperasi mengaku


hanya mementingkan pengambilan jagung di lokasi sentra dan tidak
mempedulikan kemana jagung dibawa. Urusan ke luar dari kecamatan Kelara
merupakan urusan pedagang pengumpul. Menurut keterangan, jagung dibawa
ke kawasan industri (KIMA) di Makassar

Jumlah anggota sentra kemungkinan besar secara relatif tidak bertambah terlalu
besar dalam 3 tahun terakhir ini. Perubahan angota sentra lebih disebabkan oleh
penerusan pengolahan tanah dari orang tua kepada anak, pembagian tanah
kepada anak, atau karena migrasi dan kematian. Penambahan anggota yang
signifikan diragukan karena jumlah tanah dikatakan tidak berubah (tidak ada
pembukaan lahan baru). Catatan koperasi menunjukkan anggota koperasi
meningkat dari 50 anggota pada awal tahun fasilitasi dan berkembang menjadi
243 saat ini. Hal ini menunjukkan yang bertambah adalah minat masyarakat
untuk menjadi anggota koperasi atau perluasan layanan koperasi menjangkau
desa lain di sekitar desa Tolo Selatan.

Keahlian bertanam diperoleh dari pengalaman turun-temurun, Tidak ada


pengolahan lanjutan yang dilakukan anggota sentra terhadap jagung yang telah
dikeringkan bersama bonggolnya ini. Pengolahan paling jauh adalah memipil
jagung dan mengarungkannya. Proses pemipilan dilakukan dengan tangan atau
dengan mesin sederhana.

Tidak ada kerjasama pemasaran dan produksi yang dilakukan antar anggota
sentra. Kerjasama produksi yang dilakukan adalah pembuatan kesepakatan
waktu tanam dan jenis komoditas yang ditanam. Kesepakatan waktu tanam dan
jenis komoditas yang ditanam dilakuikan untuk meminimalkan gangguan hama.

B. Sentra UKM Agribisnis di Lampung

B.1. Sentra Ikan Air Tawar; Kec. Metro Barat, Kota Metro -
Lampung
Potensi pengembangan budidaya ikan air tawar di Kota Metro masih sangat
menarik, mengingat dengan budidaya ikan seperti lele dan patin, masa panen
produk yang lebih singkat dibandingkan menanam padi, disisi lain banyak petani
ikan yang sudah mampu membuat pakan ikan dan melakukan pembibitan sendiri
dari limbah industri hasil pertanian lainnya, sehingga biaya produksi menjadi

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 249
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

lebih murah dan nilai jual produk menjadi lebih kompetitif. Hal ini yang
menyebabkan semakin banyak petani padi di Kota Metro mulai beralih ke usaha
budidaya ikan air tawar.

Gambar L- 2. Letak Sentra di Pohon Industri Perikanan

Ikan Hidup

Ikan Segar
Ikan Hidup Ikan Utuh

Ikan Beku

Belahan Ikan Segar dingin

Pengalengan Beku

Pengasapan Kering/Asin

Ikan Olahan Pemindangan

Penggaraman
Ekstrak Ikan

Pengeriangan
Kecap Ikan

Lainnya
Tepung Ikan

Minyak Ikan

Gambar L- 3. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Ikan Air Tawar

Konsumen
akhir
(Masyarakat)
Indukan Ikan Pembenihan Pembesaran
Ikan Ikan Pedagang
lokal/ antar
daerah Restoran &
rumah makan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 250
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Identifikasi komponen leverage

!" Daya penggerak

! Dukungan finansial. Selain modal pribadi dari masing-masing


pemilik UKM pengolahan ikan, dukungan finansial yang diterima
sentra ini berupa dana modal awal dan padanan (MAP), yang
disalurkan melalui KUD ”Sejahtera Mandiri” ke 54 anggota
koperasinya yang bergerak dibidang pembibitan dan pembesaran
ikan lele dan ikan patin.

! Dukungan non finansial. Dukungan non finansial hingga saat ini


masih lemah, baik oleh koperasi, sentra maupun langsung ke petani.
Dukungan yang selama ini diterima baru dalam bentuk bimbingan
dan pengawasan oleh instansi terkait, baik dari kantor dinas
perikanan maupun oleh kantor dinas koperasi.

! Kebijakan. Belum ada kebijakan baik dari daerah


(kabupaten/propinsi) maupun dari pusat yang terasa langsung
berpihak dalam membantu perkembangan usaha pengolahan ikan
ini.

! Perubahan tak terduga. Kondisi tak terduga yang pernah dialami


petani ikan adalah lonjakan harga pakan ikan dan harga jual yang
tidak stabil. Namun lonjakan harga pakan ikan ini menciptakan
inovasi dari petani ikan untuk membuat pakan ikan sendiri dengan
bahan-bahan yang tersedia di lokasi tersebut. Kondisi ini membantu
pengembangan inovasi petani yang pada akhirnya meningkatkan
daya saing produk.

#" Mekanisme transmisi

! Visi sentra dalam pengembangan produk ikan air tawar serta fokus
utama pengembangan ikan lele dan patin membantu sentra dalam
mengembangkan sektor hulu dan hilir komoditas ini secara
konsisten. Pemahaman yang baik akan visi dari pengembangan
sentra terlihat dengan mulai diperkuatnya sektor-sektor di hulu dari
pengembangan agribisnis ikan air tawar. Perkuatan di sektor hulu
terbukti mampu menekan biaya produksi, hal ini menyebabkan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 251
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

semakin kompetitifnya produk yang dihasilkan, pada akhirnya bila


produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasar maka secara alami
pemasaran produk menjadi lebih mudah.

! Komunikasi antar petani agribisnis ini telah berjalan dengan baik,


komunikasi yang secara teratur dilaksanakan dalam format
pertemuan sosial kemasyarakatan dan keagamaan rutin tiap
bulannya, hal ini menciptakan penyebaran informasi dapat lebih
cepat bergulir diantara sesama anggota sentra.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam


membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan teknologi
pembibitan maupun pemeliharaan ikan maupun serta dalam sistem
manajemen pengelolaan hasil produksi hingga kini belum dirasakan
oleh ukm di sentra ini. Saat ini riset dan pengembangan atau inovasi
produk lebih banyak dilakukan oleh ketua sentra yang juga pegawai
kantor dinas perikanan Kota Metro.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau


jiwa kewirausahaan masyarakat di kecamatan Metro Barat cukup
tinggi. Besarnya pendapatan para petani dari produk ikan air tawar
ini juga memberi semangat berwirausaha. Pertemuan yang rutin
diikuti oleh petani ikan di sentra dengan bimbingan ketua sentra
menunjukkan etos kerja yang baik

! Manfaat yang diperoleh lebih besar dari rintangan, serta hambatan


yang selama ini telah berhasil diatasi oleh petani di sentra ini
membantu pembentukan semangat dan etos kerja yang lebih baik.
Latar belakang serta sejarah keberadaan petani ikan ini (keluarga
transmigran dari P. Jawa) juga berpengaruh besar terhadap mental
untuk bekerja atau berwirausaha.

! Keunikan/daya saing produk. Kekuatan pasar, merupakan keunikan


dari produk yang dihasilkan sentra ini. Kebutuhan produk yang besar
dan konsisten untuk pasokan restoran, warung tenda dan rumah
makan serta untuk konsumsi langsung dimasyarakat menghasilkan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 252
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

daya tarik yang kuat terhadap pengembangan usaha ini dimasa yang
akan datang.

Daya saing produk sentra ini terletak pada low cost production
dibandingkan sentra ikan air tawar lainnya (terutama untuk ikan patin
yang 98% pasokan pakannya telah berhasil diproduksi sendiri oleh
petani di sentra tersebut). Hal ini berdampak pada tingginya nilai
kompetitif produk baik dari sisi persaingan harga jual maupun interest
yang dihasilkan.

! ketersediaan pasar. Jangkauan yang luas menjangkau Metro,


Bandar Lampung, Bandar Jaya hingga Kotabumi menunjukkan
awereness masyarakat terhadap keberadaan sentra ini sudah cukup
tinggi.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Sarana dan


prasarana produksi aksesibilitas yang baik serta kemampuan petani
menyediakan sebagian kebutuhannya sendiri mendorong lancarnya
proses produksi di sentra ini. Dukungan ketersediaan saluran irigasi
membantu lancarnya pasokan air di kolam-kolam petani ikan.

! Konsistensi kebijakan. Bantuan yang diberikan belum bersifat


berkelanjutan lebih kearah mensukseskan program, perlu adanya
pendekatan komprehensif dalam memberikan bantuan seperti
tujuan, tahapan dan pengawasan serta evaluasi terhadap tingkat
keberhasilan dari sentra tersebut.

! Penegakan aturan. Aturan yang dibangun dalam sistem


pengembalian MAP yang menyamakan antar produk agribisnis
dengan produk non agribisnis perlu dikaji lebih lanjut, hal ini
menyangkut masa produksi produk-produk agribisnis yang spesifik,
kemudian masih dibatasi juga oleh kondisi alam, sehingga masa
paceklik, musim kering serta kegagalan panen harus dimasukkan
kedalam toleransi atau fleksibelitas penegakan aturan.

Keinginan petani untuk melakukan pengembalian modal bergulir


yang disesuaikan dengan masa produksi harus diakomodasi dengan
baik, agar resiko tersendat atau kegagalan pengembalian modal

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 253
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

bergulir dapat diminimalisir. Pada intinya aturan seharusnya


dirancang agar flesibel mengikuti kondisi iklim usaha dari sentra yang
dibantu.

%" Massa UKM

! Jumlah pengusaha dalam sentra. 83 ukm, yang terdiri dari ukm


pembibitan ikan dan ukm pembesaran ikan.

! Omset sentra. Rp. 575.833.000,-

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain
terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga, aktivitas
keagamaan maupun pertemuan antar sesama peternak ikan
dijadikan ajang tukar-menukar informasi dan kerjasama sesama
petani.

! Kelembaman anggota sentra. Kelembaman petani ikan cukup baik,


dimana petani mampu mencari jalan keluar dari masalah yang
dihadapi dengan melakukan inovasi-inovasi yang dampaknya secara
keseluruhan sentra ini memiliki nilai kompetitif yang lebih tinggi
dibandingkan sentra-sentra yang sama lainnya. Kesulitan pakan dan
bibit sebagai salah satu contoh yang bisa diatasi dengan
memproduksi sendiri di dalam sentra.

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Sentra ini sebagian besar memproduksi ikan lele dan ikan patin, bentuknya baik
dalam bentuk benih maupun dalam bentuk siap konsumsi. Benih ikan lele
maupun ikan patin saat ini sudah berhasil diproduksi sendiri di dalam sentra.
Benih yang diproduksi di sentra inovasi penggunaan bahan-bahan alternatif (roti
expired, ikan asin expired, biskuit, bungkil kelapa, dll) dalam pembuatan pakan
ikan membantu petani untuk menekan harga pakan ikan sehingga memiliki daya
saing yang baik di pasaran.

Benih ikan lele atau patin yang dapat dibeli sesama anggota sentra atau di
biakkan sendiri ini, waktu pembenihan untuk patin atau lele memakan waktu 2
bulan. Untuk tahap pembesaran harus dipindah ke kolam yang memadai.
Pembesaran ikan lele 2 hingga 3 bulan atau dengan perhitungan telah mencapai

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 254
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

8 hingga 12 ekor untuk satu kilogramnya, sedangkan untuk patin bila ingin dijual
di pasaran memerlukan waktu 5 hingga 6 bulan atau 2 hingga 3 ekor untuk satu
kilogramnya.

Perawatan yang mudah dan daya tahan terhadap penyakit yang cukup tinggi
untuk kedua ikan ini menjadi salah satu daya tarik semakin banyak petani yang
bergerak untuk memeliharanya. Dalam kurun waktu antara 2 sampai 3 bulan
untuk lele dan 5 hingga 6 bulan untuk patin ini hanya perlu diperhatikan masalah
kualitas air dan ketersediaan pakan. Pekerja yang terlibat berkisar 2 hingga 3
orang ditambah pemiliknya sendiri.

Ikan-ikan yang siap panen biasanya sudah ada yang menampung, baik pembeli
datang sendiri ke kolam ikannya atau petani yang mengantarkan ikan hasil
panennya. Pemasaran ikan di lampung cukup baik karena sentra ini sudah
dikenal sehingga sirkulasi penjualan lancar

Identifikasi karakteristik klaster

Karakteristik klaster yang terlihat adalah berdasarkan dasar aktivitas di wilayah


ini yaitu sebagai komunitas nelayan dan adanya pelabuhan kapal besar di muara
sungai Juwana dan adanya tempat pelelangan ikan. Aktivitas turunan yang
berkembang di kawasan ini berupa aktivitas jual beli ikan hasil tangkapan,
aktivitas perawatan dan perbaikan kapal, aktivitas penyediaan peralatan melaut

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 255
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

dan aktivitas jasa penunjang (koperasi dan bank). Kegiatan lain yang
berkembang dengan dasar ketersediaan sumber daya alam serta kebutuhan
untuk pengolahan ikan adalah tambak garam dan tambak ikan bandeng serta
industri pengolahan ikan (industri pengolahan ikan bandeng, ikan asin dan
bandeng presto duri lunak). Konsep hulu-hilir (off farm) serta on farm yang mulai
terbentuk di wilayah ini harus diperkuat dengan intervensi teknologi serta
peningkatan sumber daya manusia, penggunaan presto sebagai salah satu cikal
bakal pengembangan teknologi pengolahan ikan sudah mulai diterapkan walau
masih sebatas ikan bandeng, penggunaan alat seperti presto ini juga sebagai
upaya meningkatkan kualitas produk berupa meningkatkan taste (rasa) produk
dan menambah daya tahan produk dari kerusakan. Kerjasama dan komunikasi
sudah terjalin diantara sesama pengusaha pengolahan ikan maupun dengan
pengusaha pendukung (pemilik kapal, nelayan, koperasi, dsb), namun yang
masih menjadi kendala adalah kurangnya bimbingan dari pihak pemerintah
maupun perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya dalam upaya membantu
pengembangan sektor-sektor off farm dan on farm di kluster pengolahan ikan ini.

Identifikasi permasalahan klaster

Sentra pengolahan ikan yang merupakan salah satu industri yang berkembang di
kawasan Juwana – Pati ini. Selain industri pengolahan ikan, banyak industri lain
yang berkaitan dengan daya dukung alam dan segala aktivitas yang berkembang
di kawasan pantai Juwana. Kebutuhan modal yang besar menjadi kendala bagi
nelayan dan industri ikan yang ada di sana, terlebih dengan meningkatnya harga
BBM yang membuat nelayan semakin sulit untuk melaut karena membutuhkan
biaya yang sangat besar untuk setiap kali berangkat melaut. Sehingga saat ini
nelayan banyak yang tidak melaut karena kesulitan modal. Hal ini berdampak
pada industri di sentra pengolahan ikan, para bakulan mengalami kesulitan
berproduksi karena bahan bakunya yang berupa ikan-ikan layang, tongkol dan
ikan-ikan kecil lainnya sulit diperoleh. Kesulitan ini memicu peningkatan harga
ikan dan ketidakstabilan pasokan, sehingga tidak jarang pasokan ikan
didatangkan dari Pekalongan atau Tegal.

Kesulitan modal juga dialami oleh pengusaha pengolahan ikan di sentra ini,
dimana untuk menjalankan proses produksi yang berlangsung dalam satu hari
membutuhkan modal antara 15 hingga 25 juta, sedangkan penjualan ikan olahan
dibayarkan dengan sistem tunda untuk 3 hingga 4 kali pengiriman untuk tiap satu
kali pembayaran.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 256
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Aplikasi teknologi dalam pengolahan ikan yang perlu bimbingan lebih lanjut agar
para pengusaha dapat meningkatkan kualitas produk baik dari sisi rasa (taste),
daya tahan dan hygienitas (kebersihan produk). Perlunya intervensi pemerintah
maupun lembaga riset (perguruan tinggi) dalam membantu masyarakat
mengembangkan dan menerapkan teknologi baru di pengolahan ikan agar daya
saing produk klaster di pasaran tetap tinggi serta membangun inovasi produk
baru agar pasar tidak jenuh dengan produk yang sudah ada, disisi lain klaster
yang terbentuk dapat menjadi leader dalam pengolahan ikan sehingga tercipta
persaingan yang sehat diantara klaster pengolahan ikan lain.

B.2. Pembibitan Sapi di Kec. Kotabumi, Lampung Utara -


Lampung
Pembangunan sub sektor Peternakan di Lampung cukup potensial, karena setiap
tahun Lampung mengirim sapi potong ke Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa
Barat tidak kurang dari 140.000 ekor, serta sapi bibit ke beberapa Provinsi di
Sumatera mencapai 15.000 – 20.000 per tahun. Walaupun produksi daging sapi
di Lampung sudah mampu mensuplai kebutuhan Provinsi lain, akan tetapi
Lampung saat ini masih mengimpor sapi bakalan dari Australia 120.000-140.000
ekor per tahun.

Pada komoditi sapi potong di Lampung peranan usaha kecil dan menengah
sangat penting, terutama dalam usaha pembibitan dan penggemukan. Yang
perlu didorong terus adalah meningkatkan kemitraan dengan para peternak serta
perannya dalam membangun sistem perbibitan sapi, sehingga ketergantungan
terhadap sapi bakalan impor, secara bertahap dapat dikurangi. .

Identifikasi komponen leverage

!" Daya penggerak

! Dukungan finansial. Belum ada bantuan finansial yang diberikan


pemerintah maupun baik pusat maupun daerah ataupun lembaga-
lembaga lain.

! Dukungan non finansial. Selain bantuan bergulir berupa calon


indukan sapi, sentra ini juga mendapat bantuan berupa kandang
ternak sapi dari kantor dinas koperasi setempat. Masing-masing

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 257
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

kelompok mendapat bantuan kandang sapi senilai 10 juta


rupiah/kelompok. Untuk pakan dan kebutuhan lainya diusahakan
sendiri oleh peternak dengan memanfaatkan limbah industri tapioka
sebagai campurannya.

Gambar L- 4. Letak Sentra di Pohon Industri Komoditas Sapi Potong

Sapi Hidup
(live cow)

Daging Segar
(fresh meat)
Sapi Utuh
Sapi (whole)
Daging beku
(frozen meat)
Daging Segar
(fresh meat)

Daging irisan Daging beku


(fillets meat) (frozen meat)

Daging Dendeng
Kalengan (Dried meat)
(in container)
Sapi Olahan
(prepared)
Daging Asap
(Smoked)

Abon

Keterangan : Komoditas
Sentra

Bagan 1. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Pembibitan Sapi

Konsumen Akhir
(Masyarakat)

Indukan Pembenihan Pembesaran Pedagang Rumah


Sapi Sapi Sapi Lokal/Antar Pemotongan
Daerah Hewan (RPH)
Restoran &
Rumah
Makan
(Masyaraka

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 258
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Statistik Umum Sentra


Kabupaten/Kota : Lampung Utara
Kecamatan : Metro Barat
Desa : Pungguk Lama
Data Teknis
Jumlah UKM : 50 UKM
Jumlah Tenaga Kerja : 100 orang
Omzet/bulan : -
Teknologi : Sederhana
Bahan Baku : Lokal
Pemasaran : -
Sarana/prasarana : Listrik, Telepon, Jalan, Pasar
Kemitraan : -
BDS-P/LPB : -
Kelembagaan BDS-P/LPB : -
Alamat BDS-P/LPB : -
KSP/USP KOP. Pengelola MAP : Koperasi Pertanian Sidomakmur
Alamat KSP/USP Koperasi : Desa Pungguk Lama, Lampung Utara,
Lampung
Tahun Penetapan : 2005

! Kebijakan. Belum ada kebijakan baik dari daerah (kabupaten/


propinsi) maupun dari pusat yang terasa langsung berpihak dalam
membantu perkembangan usaha pembibitan ikan.

! Perubahan tak terduga.

#" Mekanisme transmisi

! Bantuan berupa bibit sapi yang diberikan kepada 5 kelompok tani


melalui koperasi Sidomakmur ini baru mulai menampakkan
prosesnya. Bantuan yang diberikan tahun 2005, hingga saat ini baru
berjalan 1,5 tahun, bantuan bibit sapi baru mulai melakukan
pembiakan kurang lebih 60% dari total 100 sapi yang diberikan
dalam bentuk bantuan bergulir. Mekanisme perguliran bantuan
berupa anak sapi pertama dikembalikan petani ke pemerintah
tujuannya agar anakan sapi ini dapat digulirkan kepada petani lain,
bila sapinya pejantan maka sapi tersebut di besarkan dahulu lalu
dijual untuk digantikan dengan sapi betina, selanjutnya baru
diserahkan kepada pemerintah untuk digulirkan ke petani lainnya.
Mekanisme ini juga diterapkan koperasi yang mewajibkan petani
menyerahkan turunan kedua dari sapi bantuan tersebut ke koperasi.
Tujuannya agar koperasi memiliki kekuatan juga untuk menerapkan
bantuan bibit sapi bergulir sebagai bagian dari mekanisme modal

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 259
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

koperasi.

! Komunikasi yang terjalin diantara petani petani penerima bantuan


terlihat dengan dijalankan pertemuan yang teratur 2 kali sebulan
diantara sesama kelompok tani penerima bantuan sapi. Pertemuan
ini biasa dilaksanakan malam hari setelah bekerja di ladang dan
setelah merawat sapi-sapi bantuan tersebut.

! kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan

! Penjelasan serta mekanisme perguliran bantuan untuk bibit sapi ini


cukup jelas dipahami petani, mereka tahu batasan-batasan hak dan
kewajiban saat diminta untuk mereview kembali aturan dan
pelaksanaan pengembalian bantuan.

! kejelasan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM.


Selama ini sentra pembibitan sapi ini dibina langsung oleh kantor
dinas koperasi setempat, pembinaan yang dilakukan dengan
melakukan pendampingan serta pengontrolan terhadap
perkembangan proses mekanisme bantuan. Untuk dukungan dalam
proses pembiakan sapi, petani mendapat dukungan dari dinas
peternakan setempat dalam bentuk fasilitas inseminasi buatan dan
penyuluhan pemeliharaan ternak sapi.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam


membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan teknologi
pembibitan maupun pemeliharaan sapi serta dalam sistem
manajemen pengelolaan hasil produksi hingga kini belum dirasakan
oleh ukm di sentra ini.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau


jiwa kewirausahaan masyarakat di desa Pungguk Lama ini cukup
tinggi. Indikatornya berupa upaya petani yang mulai membangun
kandang-kandang ternak sendiri dan sudah mulai ada yang membeli
sendiri bibit sapi.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 260
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

! Keunikan/daya saing produk.

! ketersediaan pasar.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Keberadaan pabrik


tapioka membantu petani dalam penyediaan suplemen pakan
ternaknya, aksesibilitas dan fasilitas bantuan pembangunan kandang
ternak oleh pemerintah daerah cukup membantu petani untuk
menekan biaya produksi.

! Konsistensi kebijakan

! Penegakan aturan. Penegakan aturan dalam mekanisme perguliran


bantuan hingga saat ini belum dapat dinilai karena proses
pengembangbiakan masih sedang berjalan satu setengah tahun
belakangan ini, baru 60% bantuan yang berhasil dikembangbiakkan.

%" Massa UKM

! Jumlah pengusaha dalam sentra. 50 UKM, yang tergabung dalam 5


kelompok tani.

! Omset sentra

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain
terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga, aktivitas
keagamaan maupun pertemuan antar sesama peternak sapi
dijadikan ajang tukar-menukar informasi dan kerjasama sesama
petani. .

! Kelembaman anggota sentra

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Kelengkapan sub-sistem agribisnis di sentra ini belum dapat terlihat, secara


sempurna karena belum ada proses pemasaran hasil produksi. Sub sistem yang
terlihat baru pada sub sistem hulu (up stream) dan sub sistem usaha taninya (on
farm) dimana kegiatan yang dilakukan berupa penyediaan bibit sapi sebagai
usaha taninya dan penyediaan pakan ternak secara mandiri oleh petani (off

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 261
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

farm).

Penyediaan pakan ternak dilakukan petani dengan menanam rumput gajah


sebagai pakan utama sapi disamping menambah bekatul dan ampas tapioka
sebagai pakan suplemen. Proses pengembang biakan dilakukan secara mandiri
dengan bantuan mantri ternak setempat, sperma sapi yang digunakan untuk
inseminasi buatan masih didatangkan dari Bandung - Jawa Barat. Sedangkan
untuk pembuahan alami dilakukan dengan menyewa sapi pejantan lokal. Hingga
kini tingkat keberhasilan pembuahan alami justru lebih tinggi dibanding
pembuahan secara buatan.

Identifikasi karakteristik klaster

Karakteristik klaster untuk sentra ini belum dapat terlihat karena sentra ini baru
berdiri dan belum menunjukkan perkembangan atau proses produksi. Sistem
pemeliharaan sapi diserahkan koperasi kepada peternak masing-masing 2 ekor.
Kemudian para petani membentuk kelompok tani yang masing-masing terdiri dari
5 orang petani. Pengembangan komponen agribisnis yang dapat diusahakan
dengan model klaster hingga masih perlu diamati perkembangannya dalam
beberapa tahun mendatang.

C. Sentra Agribisnis UKM di Jawa Tengah

C.1. Sentra Padi Organik. Kec. Klambu, Grobogan – Jawa


Tengah
Sentra ini merupakan sentra yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan
mekanisme bantuan, komponen BDS sebagai ujung tombak pemasaran produk
yang dihasilkan sentra ini tidak mampu menjalankan kewajiban yang diberikan.
Kondisi ini mengakibatkan petani didalam sentra kehilangan semangat untuk
terus mengembangkan produk padi organik. Padi organik yang merupakan
produk yang khusus dan masih berada pada pasar yang spesifik (niche market).
Harga yang jauh lebih mahal dari beras yang dihasilkan secara konvensional
juga produksi yang dihasilkan tiap hektarnya hanya 70% dari padi biasa.

Hali inilah yang menyebabkan sulitnya pengembangan sentra padi organik,


kekuatan yang dimiliki sentra adalah pemasaran produk kepada pasar yang
tepat. BDS yang ditunjuk merangkap juga fungsinya sebagai pencari relung

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 262
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

pasar ini, karena ketidakberhasilan BDS menjalankan fungsinya maka akhirnya


petani di sentra tersebut kembali menanam padi secara konvensional (non
organik).

C.2. Sentra Pengolahan Ikan di Kecamatan Juwana Kab.


Pati – Jawa Tengah
2
Luas wilayah perairan Indonesia yang luasnya mencapai 5,8 juta km dan
didalamnya menjajikan potensi ekonomi terutama dari ikan sebagai sumber gizi
tinggi. Namun saat ini, baru sekitar 58,5 persen dari potensi lestari ikan laut yang
mencapai 6,18 ton juta ton per tahun yang dimanfaatkan. Ini artinya optimalisasi
pemanfaatan sumber daya kelautan masih jauh dari harapan. Tingkat konsumsi
ikan yang baru mencapai 26 kg/kapita/tahun menjadi tolak ukur masih perlunya
pengembangan industri perikanan nasional!

Gambar L- 5. Letak Sentra di Pohon Industri Perikanan

Ikan Hidup

Ikan Segar
Ikan Hidup Ikan Utuh
Ikan Beku

Belahan Ikan Segar dingin

Pengalengan Beku

Pengasapan Kering/Asin

Ikan Olahan Pemindangan

Penggaraman
Ekstrak Ikan
Pengeriangan
Kecap Ikan

Lainnya
Tepung Ikan

Minyak Ikan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 263
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Gambar L- 6. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Pengolahan Ikan

Pengolahan Konsumen
Ikan Pindang Akhir
(Masyarakat)
Ikan Laut
Hasil Pedagang
Tangkapan Tempat Antar Daerah
Pelelangan
Ikan Restoran &
Rumah
Pengolahan Makan
Ikan Asin

Statistik Umum Sentra


Kabupaten/Kota : Pati
Kecamatan : Juwana
Desa : Bajomulyo
Jumlah UKM : 72 UKM
Jumlah Tenaga Kerja : 365 orang
Omzet/bulan : Rp. 4.431.000.000,-
Teknologi : Sederhana
Bahan Baku : Lokal (kontinuitas cukup lancar)
Pemasaran : Lokal (sangat luas)
Sarana/prasarana : Listrik, Telepon, Jalan, Pasar
Kemitraan : Kerjasama pasar (Cukup bermitra)
Kerjasama bahan baku (Sangat
bermitra)
Pendampingan
BDS-P/LPB : Mina Bhakti
Kelembagaan BDS-P/LPB : Lembaga Swadaya Masyarakat
Alamat BDS-P/LPB : Jl. Kemasana No. 47 Kec. Juwana, Kab.
Pati
KSP/USP KOP. Pengelola MAP : KUD Sarono Mino
Alamat KSP/USP Koperasi : Jl. Hang Tuah 79, Bajomulyo Kec.
Juwana, Kab. Pati.
Tahun Penetapan : 2003

Identifikasi komponen leverage

!" Daya penggerak

! Dukungan finansial. Selain modal pribadi dari masing-masing


pemilik UKM pengolahan ikan, dukungan finansial yang diterima
sentra ini berupa dana modal awal dan padanan (MAP), yang
disalurkan melalui KUD ”Sarono Mino” ke 24 anggota koperasinya
yang bergerak dibidang pengolahan ikan pindang dan ikan asin. Saat

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 264
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

ini para pemilik UKM pengolahan ikan atau yang lebih dikenal
dengan istilah ”bakulan” telah membangun KUD atas inisiatif sesama
pengusaha ikan tersebut, modal awal Koperasi dikumpulkan dari
masing-masing anggota.

! Dukungan non finansial. Sedangkan dukungan non finansial


diberikan sesama bakulan berupa pendirian koperasi ”Rukun Mina
Barokah” sebagai koperasi pemasok kebutuhan produksi
pengolahan ikan. Dengan adanya koperasi pemasok kebutuhan
produksi ini maka rantai pasokan bahan-bahan pendukung produksi
dapat berjalan lebih lancar dan harga beli yang lebih stabil serta
waktu bayar pembelian produk dapat lebih longgar.

! Kebijakan. Belum ada kebijakan baik dari daerah


(kabupaten/propinsi) maupun dari pusat yang terasa langsung
berpihak dalam membantu perkembangan usaha pengolahan ikan
ini.

! Perubahan tak terduga. Kondisi tak terduga pernah dialami


pengusaha kecil dan menengah dalam industri pengolahan ikan ini
adalah saat terjadinya kelangkaan pasokan bahan baku ikan pada
tahun 2004 - 2005, upaya yang dilakukan agar menjaga kontinuitas
usaha adalah dengan mendatangkan ikan dari daerah lain (TPI
pekalongan dan TPI Tegal) namun upaya ini menyebabkan high cost
production karena harga bahan baku ikan yang dibeli jauh lebih
tinggi dari pada yang bersumber dari TPI lokal.

#" Mekanisme transmisi

! Peningkatan kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan dan


non keuangan di Sentra ini masih belum terlihat, karena UKM di
sentra ini masih menggunakan cara-cara tradisional dan turun-
menurun dalam melakukan pengolahan ikan, komunikasi antar
peternak cukup baik karena sumber bahan baku saat ini masih
bersumber pada satu tempat pelelangan ikan (TPI Bajomulyo-
Juwana), sehingga frekuensi pertemuan antar bakulan ini sangat
tinggi, disamping itu diantara sesama bakulan rutin dilakukan
pertemuan keagamaan maupun aktivitas sosial lainnya (pengajian

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 265
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

dan arisan) dari pertemuan ini yang kemudian berkembang menjadi


ide pembentukan pemasok bahan produksi pendukung berupa
koperasi rukun mina barokah pada tahun 2004. Penggunaan
teknologi untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi di
sentra ini belum berjalan, pengusaha masih menggunakan sistem
padat karya dan tenaga kerja berpendidikan rendah dalam
memproduksi produk yang dihasilkannya.

! kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan.


Perlunya pendampingan dari aparat terkait untuk melakukan
sosialisasi visi, misi dan tujuan program serta aturan pelaksanaan
dilapangan. Bias informasi yang terjadi dilapangan merupakan salah
satu hal yang mempengaruhi terhambatnya pengembalian dana
bantuan.

! kejelasan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM. Perlu


adanya kerjasama antar instansi terkait dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat pedesaan yang berbasiskan agribisnis.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam


membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan teknologi
pengolahan ikan maupun dalam sistem manajemen pengolahan ikan
hingga ini belum dirasakan oleh ukm di sentra ini. Saat ini
pengolahan ikan baik ikan asin maupun ikan pindang masih
dijalankan dengan cara-cara tradisional dan turun menurun. Adanya
upaya pengembangan pengolahan ikan tambakan berupa bandeng
presto di wilayah ini menunjukkan adanya indikasi peningkatan
penggunaan teknologi maupun upaya meningkatkan nilai tambah
produk dari menjual langsung bandeng mentah hasil tambakan
menjadi produk olahan jadi siap saji berupa bandeng presto duri
lunak. Namun upaya ini belum menyentuh industri pengolahan ikan
pindang maupun ikan asin perlunya dukungan dari pihak perguruan
tinggi agar ukm di sentra ini dapat meningkatkan nilai tambah
produk.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 266
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

jiwa kewirausahaan masyarakat di kecamatan Juwana cukup tinggi,


berbagai aktivitas usaha kelautan yang berlangsung di kecamatan ini
sehingga kecamatan ini secara nasional telah dikenal sebagai salah
satu kecamatan yang berhasil membina masyarakat nelayannya.
Akktivitas yang bersifat kelautan dan pendukungnya ini terbentuk
secara alamiah dan melalui proses waktu yang panjang, karena
sudah sejak lama kawasan ini telah menjadi kawasan pelabuhan
kapal-kapal penangkap ikan. Aktivitas tersebut mulai dari penyediaan
kebutuhan kapal nelayan (jaring, solar, perbaikan kapal, ekspedisi,
perbekalan, dsb) hingga aktivitas pengolahan hasil tangkapan dan
produk pendukungnya (petani garam, pengusaha pabrik es, supplier
besek ikan, dsb). Penggunaan kapal-kapal besar oleh nelayan di
kecamatan ini mendukung kontinuitas ketersediaan baku ikan di
sentra ini, karena dengan kapal besar tersebut, jangkauan jelajah
tangkapan ikan hingga ke laut Cina Selatan dan Laut di Papua.

! Keunikan/daya saing produk. Keunikan dari sentra ini adalah produk


dari sentra ini merupakan suatu upaya meningkatkan kualitas suatu
komoditas dari suatu produk yang hanya mampu bertahan dalam
beberapa jam (tanpa perlakuan khusus) menjadi produk yang
mampu bertahan beberapa hari. Upaya ini menghasilkan nilai
tambah produk menjadi meningkat.

Nilai kompetitif lain dari sentra ini dalam mengembangkan


pengusaha ikan olahan ini adalah terletak pada luasnya jaringan
pasar produk ini di berbagai daerah di Pulau Jawa, kekuatan pasar
yang sudah terbentuk dan kemitraan yang sudah terjalin dengan baik
antara pengusaha pengolahan ikan dengan pedagang-pedagang
antar daerah ini menciptakan sistem penjualan produk yang unik.
Sistem ini berupa pembayaran produk yang dibeli dapat ditunda
hingga kiriman produk yang ke 4 dari bakulan ke pedagang tersebut.
Sistem yang berlandaskan pada nilai-nilai kejujuran dan saling
percaya ini menjadi dasar keunggulan daya saing pengusaha
disentra ini untuk bersaing dengan pengusaha maupun sentra-sentra
di wilayah lain. Namun keunikan ini juga mempunyai konsekuensi
berupa perlunya dukungan modal yang kuat mengingat biaya
masing-masing pengusaha untuk satu kali produksi atau satu hari
relatif besar.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 267
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

! ketersediaan pasar. Pasar yang tersedia untuk produk yang


dihasilkan sentral sudah terbentuk dan sudah cukup luas di berbagai
kota di Pulau Jawa. Masing-masing pengusaha sudah memiliki
pelanggan yang loyal, Produk yang dihasilkan merupakan produk
yang murah yang oleh konsumen tingkat akhir dapat diolah kembali
menjadi berbagai makanan. Lokasi Juwana yang berada di Jalur
jalan utama pulau Jawa membantu memudahkan sentra dalam
menjangkau pasar, keberadaannya yang berada diantara dua
ibukota provinsi (Semarang dan Surabaya) sedikit banyak turut
mendukung akses pasar terhadap produk yang dihasilkan sentra.

Produk yang hanya mengalami proses pengolahan sederhana ini dan


margin keuntungan yang tipis untuk tiap produknya juga menutup
peluang ancaman dari produk yang sama dari produk sejenis dari negeri
maupun dari produk sejenis dari pulau lain.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Sarana dan


prasarana produksi/industri daerah hingga saat ini merupakan hasil
kerjasama antar pihak pemerintah daerah dengan pengusaha,
Tempat pelelangan ikan merupakan sarana memperoleh bahan baku
yang disediakan pemerintah sedangkan untuk tempat penjemuran
ikan (produk ikan asin) disediakan dan dikelola oleh koperasi. Untuk
sarana produksi lainnya disediakan oleh pengusaha itu sendiri baik
secara langsung maupun melalui perantara koperasi. Tempat
pengisian bahan bakar dan docking kapal dan dana awal untuk
modal melaut (dalam bentuk simpan pinjam) juga telah melengkapi
pelabuhan ini, kedua sarana ini disediakan oleh koperasi.

Sedangkan prasarana pendukung produksi berupa jalan telah


disediakan dengan baik oleh pemerintah, untuk sarana angkutan
hasil produksi dipenuhi oleh para pengusaha sendiri dengan cara
membeli secara kredit truk-truk pengangkut hasil produksi atau
dengan menyewa diantara sesama pengusaha ikan olahan.

! Konsistensi kebijakan. Kebijakan memberdayakan ekonomi


masyarakat harus didukung oleh konsistensi dalam mencapai tujuan.
Program hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Perlunya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai program sebagai kontrol dalam proses

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 268
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

mencapai tujuan tersebut. Disentra ini konsistensi kebijakan sebagai


panduan mencapai tujuan belum sepenuhnya dijalankan. Program
dinilai baru sebatas melaksanakan kebijakan pemerintah yang
berkuasa, belum dianggap sebagai tahapan proses untuk
mengangkat ekonomi rakyat.

! Penegakan aturan. Penegakan aturan yang lemah dijumpai dalam


pengelolan dana bergulir MAP, dimana proses pengembalian dalam
bentuk cicilan oleh para peternak hingga saat ini mengalami
kemacetan, dari 200 juta dana MAP yang digulirkan di sentra ini,
baru 7.5% yang telah dikembalikan, itupun dalam bentuk bunga
pinjaman bukan pengembalian pokok pinjaman. Alasan macetnya
pengembalian dana MAP karena sebagian besar peternak mengaku
mengalami kerugian akibat gagal panen dan musim kemarau yang
panjang serta kerugian saat terjadinya serbuan sapi pedaging import
dari Australia. Penegakan aturan dalam pengembalian dana bergulir
ini perlu dipertegas dengan menerapkan konsep-konsep
akuntabilitas dan transparansi yang lebih sistematis dan harus
dijalankan oleh koperasi penanggungjawab dana MAP ini. Antisipasi
terhadap faktor-faktor yang menyebabkan dana tidak bergulir juga
harus sudah dipersiapkan sebelum dana tersebut diberikan ke
masyarakat.

%" Massa UKM

! Jumlah pengusaha dalam sentra. 72 ukm terdiri atas 11 ukm industri


pengolahan ikan pindang dan 29 ukm industri pengolahan ikan asin.

! Omset sentra. Rp. 4.431.000.000,-

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain
terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga di
kecamatan Juwana, kondisi sosial pedesaan yang masih baik
didukung oleh ikatan keagamaan yang kuat membantu dan
menunjang kelancaran komunikasi antar peternak. Adanya kegiatan
arisan dan pengajian rutin yang menjadikan cikal bakal para
pengusaha membentuk koperasi baru (koperasi serba usaha rukun
mina barokah) yang tujuan utamanya untuk mensuplai kebutuhan

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 269
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

produksi para anggotanya sehingga tingkat efisiensi produksi dapat


ditingkatkan.

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Bahan baku ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang masuk di Tempat
Pelelangan Ikan Bojomulyo-Juwana-Pati. Ikan yang digunakan untuk industri
pengolahan ikan ini adalah ikan-ikan kecil, yaitu jenis ikan Banyan, tongkol kecil,
sero/layang, sistem pembelian yang dilakukan dengan cara lelang. Pelelangan
terjadi dari subuh hingga menjelang siang hari.

Proses pengolahan ikan untuk pindang adalah sebagai berikut, Dari bakulan
yang mampunyai anak buah utk melakukan pembelian secara lelang, dibawa ke
gudang, lalu dicuci setelah dicuci disusun didalam besek bambu dengan jumlah 4
hingga 6 ekor ikan satu besek, selanjutnya besek disusun 9-12 besek per ikatan,
lalu ikatan tersebut digabungkan dengan ikatan-ikatan lain, digabung diatas
lempengan bambu, selanjutnya ikan-ikan tersebut dimasak di atas bak berisi
larutan garam jenuh dengan tungku api berbahan bakar kayu selama 15-20
menit, setelah dimasak lalu diangkat dengan dipikul menuju tempat selesai
produksi untuk ditiriskan lalu di angin-anginkan. Hingga tahap ini proses produksi
sudah selesai selanjutnya produk siap masukkan ke truk untuk dipasarkan.

Tenaga kerja yang terlibat dalam pengolahan produk ikan pindang bisa mencapai
20 hingga 35 orang, sedangkan untuk ikan asin sekitar 3 sampai 8 orang.
Biasanya terdiri dari tenaga kerja wanita untuk bagian membersihkan ikan dan
menyusun ikan di dalam besek sedangkan untuk bagian merebus dan
mengangkut ikan dari satu tahapan pekerjaan ke tahapan pekerjaan lainnya
dilakukan oleh tenaga kerja pria. Tingkat pendidikan pekerja sebagian besar
masih rendah dengan tingkat keahlian yang sederhana untuk menangani
pembuatan ikan pindang atau ikan asin.

Pemasaran dilakukan berdasarkan pesanan atau dibawa ke pasar langsung


selanjutnya dari truk dibeli oleh pedagang-pedagang pengecer, bila berdasarkan
pesanan, biasanya sudah ada pedagang penampung besar di pasar-pasar di
pulau Jawa ini sebelum diedarkan di kepada pedagang pengecer. Jalinan
kerjasama pemasaran produk ikan pindang ataupun ikan asin sudah terjalin dan
asas kepercayaan menjadi dasar sistem jual beli yang dilakukan.
Pembayarannya dengan sistem indent dimana setelah pesanan produk yang ke

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 270
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

tiga atau ke empat diterima oleh pedagang maka pembayaran untuk pembelian
produk yang pertama baru dilakukan. Lamanya waktu pembayaran ini
menyebabkan tingkat kebutuhan modal yang cukup besar agar proses produksi
dapat terus berjalan tanpa terganggu oleh pengendapan modal produksi di
pedagang.

Untuk memenuhi kebutuhan modal, banyak cara yang dilakukan oleh para
bakulan ikan ini, yaitu dapat melalui pinjaman koperasi, pinjaman dari bank atau
pinjaman antar pribadi di dalam keluarga atau tetangga. Telah banyak bank yang
berada di kota Juwana, seperti BRI dan LIPPO. Pinjaman dari bank juga banyak
yang digunakan untuk membeli sarana transportasi produk ke pedagang, yaitu
berupa truk dengan sistem pembayaran cicilan perbulan.

Identifikasi karakteristik klaster

Karakteristik klaster yang terlihat adalah berdasarkan dasar aktivitas di wilayah


ini yaitu sebagai komunitas nelayan dan adanya pelabuhan kapal besar di muara
sungai Juwana dan adanya tempat pelelangan ikan. Aktivitas turunan yang
berkembang di kawasan ini berupa aktivitas jual beli ikan hasil tangkapan,
aktivitas perawatan dan perbaikan kapal, aktivitas penyediaan peralatan melaut
dan aktivitas jasa penunjang (koperasi dan bank). Kegiatan lain yang
berkembang dengan dasar ketersediaan sumber daya alam serta kebutuhan
untuk pengolahan ikan adalah tambak garam dan tambak ikan bandeng serta

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 271
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

industri pengolahan ikan (industri pengolahan ikan bandeng, ikan asin dan
bandeng presto duri lunak). Konsep hulu-hilir (off farm) serta on farm yang mulai
terbentuk di wilayah ini harus diperkuat dengan intervensi teknologi serta
peningkatan sumber daya manusia, penggunaan presto sebagai salah satu cikal
bakal pengembangan teknologi pengolahan ikan sudah mulai diterapkan walau
masih sebatas ikan bandeng, penggunaan alat seperti presto ini juga sebagai
upaya meningkatkan kualitas produk berupa meningkatkan taste (rasa) produk
dan menambah daya tahan produk dari kerusakan. Kerjasama dan komunikasi
sudah terjalin diantara sesama pengusaha pengolahan ikan maupun dengan
pengusaha pendukung (pemilik kapal, nelayan, koperasi, dsb), namun yang
masih menjadi kendala adalah kurangnya bimbingan dari pihak pemerintah
maupun perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya dalam upaya membantu
pengembangan sektor-sektor off farm dan on farm di kluster pengolahan ikan ini.

Identifikasi permasalahan klaster

Sentra pengolahan ikan yang merupakan salah satu industri yang berkembang di
kawasan Juwana – Pati ini. Selain industri pengolahan ikan, banyak industri lain
yang berkaitan dengan daya dukung alam dan segala aktivitas yang berkembang
di kawasan pantai Juwana. Kebutuhan modal yang besar menjadi kendala bagi
nelayan dan industri ikan yang ada di sana, terlebih dengan meningkatnya harga
BBM yang membuat nelayan semakin sulit untuk melaut karena membutuhkan
biaya yang sangat besar untuk setiap kali berangkat melaut. Sehingga saat ini
nelayan banyak yang tidak melaut karena kesulitan modal. Hal ini berdampak
pada industri di sentra pengolahan ikan, para bakulan mengalami kesulitan
berproduksi karena bahan bakunya yang berupa ikan-ikan layang, tongkol dan
ikan-ikan kecil lainnya sulit diperoleh. Kesulitan ini memicu peningkatan harga
ikan dan ketidakstabilan pasokan, sehingga tidak jarang pasokan ikan
didatangkan dari Pekalongan atau Tegal.

Kesulitan modal juga dialami oleh pengusaha pengolahan ikan di sentra ini,
dimana untuk menjalankan proses produksi yang berlangsung dalam satu hari
membutuhkan modal antara 15 hingga 25 juta, sedangkan penjualan ikan olahan
dibayarkan dengan sistem tunda untuk 3 hingga 4 kali pengiriman untuk tiap satu
kali pembayaran.

Aplikasi teknologi dalam pengolahan ikan yang perlu bimbingan lebih lanjut agar
para pengusaha dapat meningkatkan kualitas produk baik dari sisi rasa (taste),

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 272
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

daya tahan dan hygienitas (kebersihan produk). Perlunya intervensi pemerintah


maupun lembaga riset (perguruan tinggi) dalam membantu masyarakat
mengembangkan dan menerapkan teknologi baru di pengolahan ikan agar daya
saing produk klaster di pasaran tetap tinggi serta membangun inovasi produk
baru agar pasar tidak jenuh dengan produk yang sudah ada, disisi lain klaster
yang terbentuk dapat menjadi leader dalam pengolahan ikan sehingga tercipta
persaingan yang sehat diantara klaster pengolahan ikan lain.

C.3. Sentra Sapi Kereman. Desa Winong Kabupaten Pati


Pertumbuhan sektor peternakan 2007 secara umum menempati posisi kedua
setelah perkebunan. Pertumbuhan itu ditopang komoditas daging dan telur yang
mencapai lebih dari 5% dibanding 2006. Pertumbuhan produksi daging tahun
2007 mencapai 5,18% dibandingkan tahun 2006. Peningkatan produksi daging
ditopang ternak domba (12,77%), ayam ras pedaging (6,64%) dan sapi (5,66%).
Ternak babi hanya menyumbang pertumbuhan sebesar 1,48%.

Gambar L- 7. Letak Sentra di Pohon Industri Daging

Sapi Hidup
(live cow)

Daging Segar
(fresh meat)
Sapi Utuh
Sapi (whole)
Daging beku
(frozen meat)
Daging Segar
(fresh meat)

Daging irisan Daging beku


(fillets meat) (frozen meat)

Daging Dendeng
Kalengan (Dried meat)
(in container)
Sapi Olahan
(prepared)
Daging Asap
(Smoked)

Abon

Keterangan : Komoditas
Sentra

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 273
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Gambar L- 8. Alur Rantai Pasok Komoditas Sentra Sapi Kereman

Statistik Umum Sentra


Nama Sentra : Sentra Peternakan Sapi Kereman
Kabupaten/Kota : Pati
Kecamatan : Winong
Desa : Bumiharjo
Data Teknis
Jumlah UKM : 53 UKM
Jumlah Tenaga Kerja : 106 orang
Omzet/bulan : Rp. 349.000.000,-
Teknologi : Sederhana
Bahan Baku : Lokal (kontinuitas cukup lancar)
Pemasaran : Lokal/Dalam Negeri (cukup luas)
Sarana/prasarana : Listrik, Telepon, Jalan, Pasar
Kemitraan : Kerjasama pasar (Cukup bermitra)
Kerjasama bahan baku (Cukup bermitra)
Pendampingan
BDS-P/LPB : Sempati
Kelembagaan BDS-P/LPB : Yayasan
Alamat BDS-P/LPB : Jl. Ki Ageng Selo 105 Pati
KSP/USP KOP.
Pengelola MAP : KUD Winong
Alamat KSP/USP Koperasi : Desa/kel. Winong kec. Winong
Tahun Penetapan : 2002

Identifikasi komponen leverage

!" 1. Daya penggerak

! Dukungan finansial. Selain modal pribadi dari masing-masing petani,


dukungan finansial yang diterima sentra ini berupa dana modal awal
dan padanan (MAP), yang disalurkan melalui KUD ”Winong” ke 20
anggota koperasinya yang bergerak dibidang peternakan sapi
kereman.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 274
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

! Dukungan non finansial. Sedangkan dukungan non finansial


diberikan dalam bentuk penyuluhan dari kantor dinas peternakan
kecamatan Winong dan kab. Pati. Penyuluhan yang diberikan berupa
teknik penggemukan sapi dan pencegahan penyakit menular pada
ternak sapi. Dukungan non finansial juga pernak diberikan dari
pengusaha suplemen pakan ternak berupa pemberian suplemen
fermentasi pakan ternak dan insetif pembelian pakan ternak dari
perusahaan pembuat suplemen makananan ternak sapi pedaging
”Pusdek” dari Malang Jawa Timur.

! Perubahan tak terduga. Kondisi tak terduga pernah dialami peternak


disaat membanjirnya sapi potong yang didatangkan pemerintah
tahun 2003 hingga tahun 2005, kondisi ini mengakibatkan jatuhnya
harga daging sapi dipasaran dan para peternak tidak mampu
bersaing dalam kondisi ini, karena harga bibit sapi yang diperoleh
saat sebelumnya sudah cukup tinggi namun harga jualnya rendah
dan peternak tidak mampu menekan ongkos produksi.

Isu serangan sapi gila (mad cow) yang melanda peternakan-


peternakan sapi di Inggris juga menyebabkan penurunan secara
drastis tingkat konsumsi daging ditahun 2004-2005.

#" Mekanisme transmisi

! Kualitas SDM dari pelaksana dukungan keuangan dan non keuangan


peningkatan SDM di Sentra ini belum terlihat, karena para peternak
ini masih menggunakan cara-cara tradisional dan turun-menurun
dalam melakukan kereman sapinya, komunikasi antar peternak
cukup baik karena lingkup geografis yang masih sempit dan masih
seringnya pertemuan-pertemuan antar warga di sentra ini didukung
sarana jalan yang sangat baik hingga menjangkau pelosok-pelosok
pedesaan di kecamatan Winong.

! kejelasan dan kelengkapan peraturan dan petunjuk pelaksanaan.


Peraturan yang dibuat sebagai pedoman pelaksanaan perguliran
modal saat ini dirasa belum mampu menegakkan proses yang
seharusnya dilakukan oleh petani, koperasi maupun instansi terkait
lainnya. Pengembalian pinjaman yang tersendat menjadi indikator

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 275
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

masih lemahnya peraturan yang ada, ditunjang pula lemahnya fungsi


pengawasan dalam mendampingi penggunaan dana MAP oleh
petani.

! kejelasan aparat pemerintah daerah yang menangani UMKM.


Keberadaan aparat dinas peternakan kabupaten dan kecamatan
dirasakan cukup membantu para peternak dalam menangani
masalah-masalah dalam penggemukan sapi terutama masalah
informasi penyakit pada sapi dan penanganan sapi yang sakit.
Sering diadakan pertemuan antar peternak dengan pihak dinas
peternakan di tingkat kecamatan untuk menyebarkan informasi dan
melakukan penyuluhan tentang peternakan sapi pedaging.

Wewenang aparat pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan


program pemberdayaan UMKM perlu lebih di pertegas dan
dijabarkan dalam petunjuk pengawasan dan pembimbingan
masyarakat. Tujuannya agar tidak terjadi tumpang tindih
pelaksanaan tugas atau diabaikannya suatu tahapan proses
pengawasan karena saling lepas tanggungjawab.

! Keberadaan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam


membantu masyarakat peternak untuk mengembangkan peternakan
sapi kereman ini belum dirasakan oleh masyarakat. Walaupun disisi
masyarakat terungkap akan kebutuhan untuk meningkatkan usaha
peternakan sapi kereman mereka, baik kebutuhan secara teknis
peternakan maupun kebutuhan akan manajemen pengelolaan ternak
mereka agar dapat lebih berkembang dan berkualitas.

$" Titik tumpu

! Kemauan/jiwa kewirausahaan/etos kerja masyarakat. kemauan atau


jiwa kewirausahaan masyarakat di kecamatan Winong cukup tinggi,
namun kemauan ini masih berlandaskan pada cara-cara tradisional
dalam mengembangkan usaha dan masih bertumpu pada
ketersediaan sumberdaya alam yang tersedia di kecamatan tersebut.

! Kompetensi masyarakat/daerah/sejarah. Pengembangan sapi


kereman telah ada sejak tahun 1970-an dan telah menjadi suatu

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 276
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

kegiatan usaha turun-menurun, pemahaman teknis peternakan sapi


pedaging lebih didasarkan pada konsep know-how dan belum
dikembangkan secara serius kearah bisnis yang lebih kompetitif.
Peningkatan teknis pemeliharaan diperoleh melalui penyuluhan dari
dinas peternakan di kabupaten maupun di kecamatan setempat tapi
frekuensi pertemuannya masih rendah. Keberadaan Kab. Pati yang
berada di jalur utama pantai utara Jawa sangat strategis ditinjau dari
aksesibilitas menuju dan keluar lokasi sentra, hal ini juga berkaitan
dengan aspek pemasaran produk

! Keunikan/daya saing produk. Keunikan sentra ini dalam


mengembangkan produk sapi kereman dapat terlihat dari sisi
sejarahnya, kecamatan ini sudah dikenal sebagai sentra sapi
kereman sejak tahun 1970-an dan ilmu memelihara ternak ini telah
diwariskan secara turun-menurun sehingga basic knowledge untuk
usaha ini dirasa cukup memadai, walaupun bila usaha ini ingin
dikembangkan menjadi usaha yang lebih besar maka masyarakat
disana perlu pelatihan dan pengembangan teknologi yang memadai
agar komoditas yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif.

Daya saing lain yang menunjukkan peternakan di kecamatan ini


cukup potensial adalah para peternak mampu mengadaptasikan bibit
ternak mereka dengan daya dukung alam sekitarnya, yaitu ternak
yang dibesarkan memiliki pakan utama jerami yang persediaannya
melimpah dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperolehnya
karena jerami dan dedak ini merupakan limbah panen padi.

Nilai kompetitif lain dari sentra ini adalah kemudahan menyimpan


pakan ternak ini baik ditinjau dari sisi tempat penyimpanan maupun
dari masa penyimpanan yang tidak memerlukan biaya yang besar,
hal yang berbeda dengan penggemukan sapi dengan pakan ternak
rumput segar, selain perlu biaya dan tenaga untuk memperolehnya,
usia kesegaran pakan ternak yang terbatas juga ketersediaannya
dibatasi musim. Sistem penggemukan sapi yang tidak dilepas dialam
bebas juga menjadi salah satu keunggulan sentra ini, dengan cara ini
tingkat efisiensi ruang menjadi lebih tinggi dibandingkan sistem
peternakan sapi pedaging yang dilepas.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 277
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

! ketersediaan pasar. Pasar yang tersedia untuk produk yang


dihasilkan sentra ini masih cukup luas mengingat tingkat konsumsi
protein hewani di masyarakat Indonesia masih rendah. Komponen-
komponen pendukung pemasaran produk yang dihasilkan sentra ini
telah terbentuk dan melibatkan komponen masyarakat lokal maupun
dari luar daerah, tersedianya blantik (kulakan sapi) mulai dari
penyediaan bibit hingga pembelian produk siap jual yang juga
menyediakan transportasi tanpa biaya kepada peternak dirasa
menguntungkan karena mampu menekan production cost dari
peternak tersebut. Keberadaan sentra yang sudah dikenal di tingkat
regional Jawa memudahkan pemasaran produk sapi kereman ini,
dimana pembeli dari luar daerah yang mencari sapi hasil
penggemukan petani baik melalui pasar sapi di tingkat kecamatan
Winong maupun di tingkat kabupaten Pati juga bisa langsung melalui
para blantik lokal.

Namun potensi pasar yang masih prospektif ini juga harus mendapat
proteksi dari pemerintah, baik dari tindakan maupun dalam membuat
kebijakan yang berpihak dan melindungi para peternak lokal, karena
ditinjau dari tingkat kompetitifnya sentra ini masih jauh bila harus
bersaing dengan produk sapi pedaging dari luar negeri (Australia
atau New Zealand). Kondisi yang buruk pernah terjadi di tahun 2003
hingga 2005 dimana pasar dibanjiri oleh produk sapi pedaging dari
Australia sedangkan peternak lokal tidak mampu menekan biaya
produksi, sehingga kerugian besar pernah dialami para peternak sapi
kereman di masa itu.

! Sarana dan prasarana produksi/industri daerah. Keberadaan sentra


ini telah mendapat perhatian yang cukup oleh pemerintah daerah
dengan disediakannya Pasar sapi baik yang baru maupun yang lama
di tingkat kecamatan. Pasar sapi ini juga disediakan di tingkat
kabupaten. Aksesibilitas menuju sentra ini yang sudah sangat baik
dengan perbaikan dan pemeliharaan jalan yang rutin dan kondisinya
baik serta kemudahan menuju sentra ini dari jalan utama propinsi
turut membantu kemudahan memasarkan produk yang dihasilkan.
Retribusi penjualan sapi hanya dilakukan pada sapi yang dijual
didalam pasar ternak, sedangkan penjualan melalui blantik sapi
dengan sistem Door to door tidak dikenakan retribusi.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 278
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Kelemahan masih ditemui di tempat pemeliharaan ternak yang


sebagian besar masih satu atap dengan rumah peternak, sanitasi
serta sirkulasi udara yang kurang diperhatikan, sedikit banyaknya
turut mempengaruhi kondisi kesehatan ternak maupun pemilik
ternak.

! Konsistensi kebijakan. Masyarakat penerima bantuan MAP


mengeluhkan adanya inskonsistensi pelaksanaan kebijakan.
kebijakan yang dijalankan hanya sebatas adanya program.
Masyarakat merasa bahwa pemberdayaan masyarakat hanya
sebatas mensukseskan program yang dibuat saja, sedangkan
masyarakat sebagai subjek dari program disisihkan bila masa
progam telah selesai, tidak peduli program tersebut berhasil
membantu mereka atau tidak. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
disimpulkan perlu adanya pengawasan terhadap kebijakan yang
dikeluarkan, dan dalam proses pelaksanaannya perlu dilakukan
evaluasi serta perbaikan agar tujuan dari kebijakan tersebut dapat
dicapai.

! Penegakan aturan. Penegakan aturan yang lemah dijumpai dalam


pengelolan dana bergulir MAP, dimana proses pengembalian dalam
bentuk cicilan oleh para peternak hingga saat ini mengalami
kemacetan, dari 200 juta dana MAP yang digulirkan di sentra ini,
baru 7.5% yang telah dikembalikan, itupun dalam bentuk bunga
pinjaman bukan pengembalian pokok pinjaman. Alasan macetnya
pengembalian dana MAP karena sebagian besar peternak mengaku
mengalami kerugian akibat gagal panen dan musim kemarau yang
panjang serta kerugian saat terjadinya serbuan sapi pedaging import
dari Australia. Penegakan aturan dalam pengembalian dana bergulir
ini perlu dipertegas dengan menerapkan konsep-konsep
akuntabilitas dan transparansi yang lebih sistematis dan harus
dijalankan oleh koperasi penanggungjawab dana MAP ini. Antisipasi
terhadap faktor-faktor yang menyebabkan dana tidak bergulir juga
harus sudah dipersiapkan sebelum dana tersebut diberikan ke
masyarakat.

%" Massa UKM

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 279
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

! Jumlah pengusaha dalam sentra. Jumlah pengusaha dalam sentra


sebanyak 53 ukm

! Omset sentra. Omset sentra saat ini sebesar Rp. 349.000.000,-

! Modal sosial dalam sentra. Modal sosial dalam sentra antara lain
terlihat dengan eratnya hubungan sosial diantara warga di
kecamatan Winong, kondisi sosial pedesaan yang masih baik
didukung oleh ikatan keagamaan yang kuat membantu dan
menunjang kelancaran komunikasi antar peternak

! Kelembaman anggota sentra. Kelembaman petani di sentra ini


kurang kuat, karena bila terjadi tekanan pada aktivitas usaha yang
dilakukan maka petani cepat menyerah dan lebih memilih
menghentikan usahanya dibandingkan mencari jalan keluar. Hal ini
dirasakan saat terjadinya booming ketersediaan sapi di Indonesia
sehingga harga daging menjadi rendah dan tidak kompetitif, petani di
sentra ini sebagian besar memilih mengurangi aktivitas atau berhenti
sejenak memelihara sapi tanpa berusaha mencari jalan keluar yang
menjaga agar aktivitas sentra tetap berjalan normal.

Identifikasi kelengkapan sub-sistem agribisnis dalam sentra

Bibit sapi yang dibeli di lokasi pembibitan atau didatangkan ke Desa Winong
sebelum di kirim ke pasar hewan di kab Pati. Biaya kirim sapi setelah transaksi
pembelian ditanggung oleh penjual. Sapi biasanya dikandangkan di tempat yang
tertutup beratap dan menyatu dengan bangunan rumah. Sapi sering dimandikan,
kebersihan kandang kurang terjaga walaupun ada usaha membersihakan
kandang setiap hari. Tenaga kerja yang digunakan untuk merawat sapi-sapi ini
yang utama hanyalah pemiliknya, kadang dibantu oleh anggota keluarganya.

Bibit sapi yang dibeli dalam bentuk bibit sapi muda yang memiliki kriteria tertentu
agar bisa digemukkan dengan cepat. Bibit sapi kereman berasal dari lokal
kabupaten maupun dari provinsi lain, lokal kabupaten yaitu dari Desa
Pucakwangi dan dari provinsi lain yaitu dari Mojokerto, Pamotan, Tuban, Jawa
Timur. Sapi yang digemukkan ada dua jenis yaitu sapi Jawa lokal dan sapi
Brahma (blasteran lokal dengan sapi Australia) Masa penggemukkan rata-rata
berkisar 5-7 bulan. Pakan utamanya adalah jerami dicampur dengan dedak.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 280
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Untuk tambahan pakan, ditambahkan ampas tapioka yang diperoleh dari pabrik
tapioka di lokal kabupaten dan konsentrat pakan sapi untuk penggemukkan yaitu
berupa campuran daun-daunan dan biji-bijian yang diproduksi oleh pembuatan
pakan ternak di Klaten-Jawa Tengah.

Sub Sistem Agribisnis sebagai Ciri Klaster di Sentra Sapi Kereman Winong
1. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness ) Wilayah jangkauan
lokal regional nasional ekspor impor
- pasokan bibit :
Lokal : Pucakwangi dan Jaken
Regional : Solo, Boyolali, Ambarawa, Pamotan, Jatirogo
- pasokan pakan :
Jerami : Winong (lokal desa)
Dedak : Winong (lokal desa)
Air : Winong (lokal desa)
Konsentrat : Klaten (regional propinsi)
Ampas Tapioka : Pati Utara (lokal kabupaten)

2. Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness )


- Tenaga kerja : Lokal (pemilik & keluarga sendiri)
- Lahan : Milik Pemilik sendiri
- Modal : Pribadi (lancar) dan Pinjaman (tersendat)
- Teknologi : Sederhana (turun menurun)
- Manajemen : Sederhana

3. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness )


- Intermediate Product
: Industri pengolahan daging sapi (Wonosobo, Solo)
: Industri pengolahan kulit sapi (Surabaya)

- Finished Product Wholesaler


- Kulakan sapi : Blantik (pedagang lokal)
: Pasar Sapi Winong
: Pedagang antar daerah
- RPH : Rumah pemotongan hewan (RPH)

- Retailer Consumer : Pasar tradisional


: Pasar modern
: Pengusaha rumah makan & restoran
: Pedagang bakso

4. Subsistem jasa penunjang (supporting institution )


- BDS : BSD Simpati (pasif)
- Bank : Bank Rakyat Indonesia (BRI)
: Bank Pembangunan Daerah (BPD)
- Lembaga Riset : Tidak ada

Kesulitan bahan pakan ternak saat kemarau biasanya memicu kenaikan harga
pakan, yang besar pengaruhnya yaitu harga dedak yang bisa mencapai 800/kg
dari harga normalnya 400 s.d. 500/kg. Masa pemeliharaan biasanya 5 hingga 7
bulan. Sistem penjualannya yaitu para kulakan sapi yang sebagian besar
merupakan penduduk lokal juga berkeliling desa untuk mencari sapi yang sudah
siap dijual, bila telah ditemukan yang sesuai, maka transaksi dilakukan, harga
sapi berkisar 9 hingga 16 juta rupiah per ekor tergantung besar dan berat
sapinya. Berat sapi dilakukan berdasarkan perkiraan saja. Bila harga telah
disepakati maka sapi dibeli dengan pembayaran tunai atau tempo. Ada juga
penjualan sapi melalui pasar sapi di Winong, Sapi dibawa ke pasar sapi dan
didaftarkan selanjutnya penjualan dapat dilakukan oleh pemilik maupun dapat
diserahkan kepada broker atau yang lebih dikenal dengan blantik sapi.

LAPORAN AKHIR
Kajian Efektifitas Model
Penumbuhan Klaster Bisnis 281
UKM Berbasis Agribisnis
Lampiran

Selanjutnya sapi yang telah berpindah ke tangan para kulakan sapi antar daerah
dibawa ke berbagai daerah di pulau Jawa dengan truk ke rumah pemotongan
hewan (RPH) untuk dipotong dan disebarkan melaui lagi kepasar-pasar modern
maupun tradisional, hasilnya bisa langsung ke konsumen akhir atau diolah
terlebih dahulu menjadi bakso, abon, dendeng ataupun dimanfaatkan kulitnya
untuk industri pengolahan kulit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Identifikasi karakteristik klaster

Ciri klaster yang baru tampak hanyalah ketersediaan pakan ternak yang dapat
dipenuhi oleh dalam lingkup lokal wilayah, hal ini pun masih dibayangi oleh
fluktuasi harga karena masalah musim. Sedangkan identitas klaster lainnya
dinilai masih terlalu lemah tampak dari sentra ini.

Identifikasi permasalahan klaster

Keberadaan sentra sapi kereman di Desa Winong merupakan salah satu mata
pencaharian masyarakatnya, tetapi sebagian besar usaha sapi kereman ini
merupakan usaha yang harus berdampingan dengan usaha utamanya yaitu
menanam padi. Alasannya karena pakan utama sapi yang dibesarkan ini adalah
jerami kering padi sisa hasil panen padi mereka. Selain jerami, campuran pakan
ternak lainnya yaitu dedak, ampas tapioka, konsentrat dan air. Rata-rata
peternak memelihara dua ekor sapi untuk dibesarkan, hal ini terkait dengan
keterbatasan modal dan ketersediaan bahan pakan ternak.

Kondisi sentra sapi kereman di Kecamatan Winong, saat ini tetap ada, BDS-nya
masih ada namun sudah tidak aktif membina sentranya, pendampingan yang
seharusnya dilakukan BDS, saat ditanyakan ke ukm-ukm di sentra ternyata tidak
berjalan sejak diterimanya modal awal dan padanan (MAP). Koperasi, koperasi
unit desa ”Winong” saat ini masih tetap ada, namun pengelolan modal awal dan
padanan saat ini tidak berjalan, pengembalian modal yang dikelolanya
mengalami kemacetan, hanya beberapa ukm yang mencicil bunga dari
pinjamannya sebesar 117ribu rupiah perbulan, sedangkan pokok pinjamannya
belum ada yang dikembalikan. Total pengembalian bunga dan pokok pinjaman
dana bergulir sebesar 15 juta rupiah atau 7.5% dari 200 juta rupiah total dana
MAP yang disalurkan di sentra ini

LAPORAN AKHIR

Anda mungkin juga menyukai