Anda di halaman 1dari 14

KASUS KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3)

DI INDONESIA

Dosen pengampu:
Atyanti Dyah Prabaswari ST.M.Sc

Nama Anggota:
1. Rizky Yudha Pratama (21522133)_ketua
2. Yona Nurhaliza (21522298)
3. Melly Ariani Putri (22522214)
4. Nabila Nugraheni (22522221)
5. M. Raditya Duta U (22522249)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2023/2024
A. BERITA
Kecelakaan Kerja di Pabrik Kertas Mojokerto 1 Pekerja Tewas, 2 Kritis

DESKRIPSI 1. Pendahuluan
Kecelakaan kerja terjadi di pabrik kertas PT Pakerin, Desa
Bangun, Kecamatan Pungging, Mojokerto. Akibatnya, 1 pekerja
tewas, sedangkan 2 lainnya dalam kondisi kritis.

2. Penyebab Kecelakaan industri


Dugaan awal penyebab kecelakaan industri ini adalah para
korban menghirup gas beracun di dalam tandon. Korban Agus
terjatuh di dalam tandon saat melakukan pengecekan. Korban
Sujiono dan Suriyono bermaksud membantu namun akhirnya
terjatuh juga ke dalam tandon.

3. Akibat Kecelakaan Industri


Akibat dari kecelakaan kerja ini adalah 1 pekerja tewas,
sedangkan 2 lainnya dalam kondisi kritis.

4. Klasifikasi kecelakaan industri


- Menurut jenis kecelakaan adalah pengaruh menghirup gas
beracun dan terjatuh
- Menurut penyebabnya adalah karena gas beracun di dalam
tandon bubur kertas
- Menurut sifat, luka dan kelainan adalah tewas, luka-luka dan
kritis
- Menurut letak kelainan tubuh adalah terdapat luka-luka pada
tubuh korban

5. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :


Pengaruh menghirup gas beracun dan terjatuh

6. Klasifikasi menurut penyebabnya :


Gas beracun di dalam tandon bubur kertas

7. Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan :


Tewas, luka-luka dan kritis

8. Klasifikasi menurut letak kelainan di tubuh :


Luka-luka pada tubuh korban

9. Penanganan kecelakaan
- Kegiatan sebelum kecelakaan industri :
Menggunakan APD yang tepat dan memadai khususnya
masker untuk melindungi dari gas beracun.
- Kegiatan sewaktu terjadi kecelakaan :
Menggunakan APD dan meminta pertolongan kepada yang
lebih ahli untuk membantu korban yang terjatuh ke dalam
tandon.
- Kegiatan setelah kecelakaan :
Mengevakuasi korban dan membawa korban ke rumah sakit

ANALISIS Menurut kami, kecelakaan terjadi karena korban tidak memakai


PRIBADI/DISKUSI APD yang tepat sehingga gas beracun masih bisa terhirup. Lalu,
DAN pekerja lain yang mencoba menolong juga kurang ahli dan tidak
PEMBAHASAN memakai APD yang tepat sehingga ikut terjatuh.

KESIMPULAN Pekerja di pabrik kertas PT. Pakerin 1 tewas dan 2 lainnya kritis
DAN SARAN karena terjatuh ke dalam tandon bubur kertas setelah menghirup gas
beracun dari dalam tandon. Berdasarkan kecelakaan tersebut
sebaiknya para pekerja lebih memerhatikan APD yang digunakan
khususnya masker.

DAFTAR https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5583517/kecelakaan-
PUSTAKA kerja-di-pabrik-kertas-mojokerto-1-pekerja-tewas-2-kritis

Ledakan Tambang Batubara Sawahlunto Tewaskan 10 Pekerja, Kasus Berulang,


Bagaimana Proses Penyidikan?

DESKRIPSI 1. Pendahuluan
Tragedi ledakan di lubang tambang batubara, ledakan terjadi di
lubang tambang batubara PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa
Salak, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat.
Sebanyak 14 pekerja dilaporkan tertimbun, 10 ditemukan tewas,
tiga luka-luka dan satu orang kritis. Ledakan tambang ini diduga
karena kandungan gas metana tinggi. Octavianto, Kepala Seksi
Operasional Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kelas A
Padang, mengatakan,  ledakan terjadi pukul 08.30 berlokasi di
persimpangan lubang tambang di kedalaman sekitar 280 meter
dari permukaan. Petaka terjadi sekitar 10-15 menit setelah 14
petambang mulai bekerja. “Seluruh korban, 14 orang berhasil
dievakuasi. Sepuluh orang meninggal dan empat selamat,”
katanya.

2. Penyebab Kecelakaan industri


Penyebab dari kecelakaan industri tersebut diduga karena
ledakan di dalam lubang kemungkinan terjadi karena ada
pertemuan percikan api dan gas metana. Di lokasi tambang itu,
memang banyak gas metana. Perkiraan sementara, kata Dwi,
percikan api berasal dari alat tambang. Adapun gas metana
muncul belakangan, diperkirakan terjadi saat aktivitas
pengambilan batubara sedang berlangsung. “Kami akan jerat
dengan sanksi pidana jika ditemukan unsur kelalaian.

3. Akibat Kecelakaan Industri


Akibat yang terjadi akibat ledakan adalah 10 orang ditemukan
tewas tertimbun, 3 orang mengalami luka-luka dan 1 orang
kritis.

4. Klasifikasi kecelakaan industri


- Menurut jenis kecelakaan adalah terjadi karena terkena
ledakan dan tertimbun.
- Menurut penyebabnya adalah karena percikan api dan gas
metana yang mengakibatkan terjadinya ledakan.
- Menurut sifat, luka dan kelainan adalah tewas, luka-luka, dan
kritis.
- Menurut letak kelainan di tubuh adalah terdapat luka-luka
pada tubuh korban ledakan.

5. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan:


Terjadi karena terkena ledakan dan tertimbun.

6. Klasifikasi menurut penyebabnya :


Percikan api dan gas metana yang mengakibatkan terjadinya
ledakan.
7. Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan:
Tewas, luka-luka, dan kritis.
8. Klasifikasi menurut letak kelainan di tubuh:
Terdapat luka-luka pada tubuh korban ledakan.
9. Penanganan kecelakaan
- Kegiatan sebelum kecelakaan industri
Lebih meningkatkan pemeriksaan awal sebelum melakukan
pekerjaan seperti mengecek keamanan yang ada pada lokasi
kerja dan meningkatkan standar prosedur operasi.
- Kegiatan sewaktu terjadi kecelakaan
Menggunakan APD dan memperhatikan alat-alat kerja pada
saat bekerja serta melakukan pengawasan saat bekerja.
- Kegiatan setelah kecelakaan
Melakukan evakuasi secepatnya agar pekerja tidak terkena
gas berbahaya seperti hydrogen sulfida. 

ANALISIS Menurut kami, insiden kecelakaan tersbut bisa terjadi karena


PRIBADI/DISKUSI kelalaian dari pekerja atau pengawas yang memberikan izin
DAN terhadap pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Dan juga
PEMBAHASAN seharusnya pekerja dan pengawas lebih waspada terhadap
kebocoran gas metana yang ada pada lokasi bekerja.

KESIMPULAN Menurut kami, kecelakaan seharusnya bisa diminimalisir dengan


DAN SARAN cara lebih waspada terhadap lingkungan kerja yang sangat beresiko,
lebih tepatnya terhadap gas metana dan percikan api yang bisa
mengakibatkan ledakan serta kebakaran yang begitu besar. Juga
menggunakan APD yang memadai untuk meningkatkan
pengamanan untuk semua pekerja.

DAFTAR https://www.mongabay.co.id/2022/12/20/ledakan-tambang-
PUSTAKA batubara-sawahlunto-tewaskan-10-pekerja-kasus-berulang-
bagaimana-proses-penyelidikan/

Kecelakaan Kerja, Karyawan Provider Internet Tewas Tersetrum Ketika Perbaikan


Jaringan

DESKRIPSI 1. Pendahuluan
Kecelakaan kerja dialami oleh salah satu pegawai provider
internet. Korban bernama Rudik Hadi Kurniawan Berusia 28
tahun, ia tewas tersengat listrik saat membebani kabel
internet yang menjuntai di desa Ngindeng, Jawa Timur.

2. Penyebab Kecelakaan industri


Penyebab awalnya dikarenakan adanya laporan dari warga
bahwa adanya kabel yang menjuntai, namun korban
membenahi kabel internet dengan tangan kosong tanpa APD.
Diduga ada kabel listrik yang tertarik menyentuh tubuh
korban.

3. Akibat Kecelakaan Industri


Akibat dari kecelakaan tersebut menyebabkan 1 orang tewas
tersengat listrik dan terjatuh.

4. Klasifikasi kecelakaan industri


- Menurut jenis kecelakaan karena terkena arus listrik dan
terjatuh.
- Menurut penyebabnya adalah bekerja pada tegangan arus
listrik tinggi tanpa menggunakan APD sehingga terkena
arus listrik.
- Menurut sifat, luka dan kelainan adalah tewas.
- Menurut letak kelainan pada tubuh terdapat luka bakar
pada tubuh korban.

5. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan:


Terjadi karena terkena arus listrik dan terjatuh.

6. Klasifikasi menurut penyebabnya :


Tersetrum arus listrik karena tidak menggunakan APD.

7. Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan:


Tewas
8. Klasifikasi menurut letak kelainan di tubuh:
Terdapat luka bakar pada tubuh korban.
9. Penanganan kecelakaan
- Kegiatan sebelum kecelakaan industri
Lebih meningkatkan pemeriksaan awal sebelum
melakukan pekerjaan seperti mengecek keamanan yang
ada seperti resiko apa yang mungkin terjadi dan
mengecek perlengkapan atau APD yang akan digunakan.
- Kegiatan sewaktu terjadi kecelakaan
Menggunakan APD dan membantu korban pada saat
kecelakaan terjadi dan waspada terhadap resiko yang
mungkin terjadi.
- Kegiatan setelah kecelakaan
Melakukan evakuasi korban dan melakukan pertolongan
pertama dan juga menghubungi pihak medis untuk
melakukan pertolongan terhadap korban.

ANALISIS Setelah diteliti kecelakaan terjadi dikarenakan korban tidak


PRIBADI/DISKUSI memakai APD sehingga terkena arus listrik dan tidak adanya tali
DAN pengaman sehingga korban terjatuh dari ketinggian 4 meter.
PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN Pegawai provider internet tewas akibat terkena arus listrik
SARAN dan terjatuh dari tiang listrik dikarenakan pegawai tersebut tidak
menggunakan APD.
Berdasarkan kecelakaan tersebut sebaiknya para pekerja
ditingkatkan kesadarannya terhadap pentingnya APD saat
melakukan pekerjaan yang memiliki resiko tinggi.

DAFTAR PUSTAKA https://batam.tribunnews.com/2023/02/07/kecelakaan-kerja-


karyawan-provider-internet-tewas-tersentrum-ketika-perbaiki-
jaringan

B. JURNAL
Studi Kasus Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Pengeboran Migas Seismic Survey PT. X Di
Papua Barat

BAB I. Industri pertambangan memiliki risiko tinggi terjadinya kecelakaan


PENDAHULUA kerja, seperti pada pertambangan migas kebanyakan kecelakaan seperti
N kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan, dan lainnya
menyebabkan industri migas memiliki potensi bahaya yang tinggi
terhadap kejadian kecelakaan kerja (Ramli, 2010). Kecelakaan kerja
umumnya disebabkan oleh 2 hal pokok, yaitu perilaku kerja yang tidak
aman dan kondisi kerja yang tidak aman. PT. X adalah perusahaan jasa
energi, jasa seismik, jasa pemboran, dan jasa pemeliharaan lapangan
migas. Hal ini memungkinkan PT. X memiliki riwayat kecelakaan
kerja yang banyak, seperti pada periode 2012-2015 terdapat 5 kasus
kecelakaan kerja akibat para pekerja yang tidak memakai APD
sewaktu bekerja serta kondisi lingkungan yang tidak mendukung para
pekerja secara maksimal dan aman. Tercatat total data pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja sebanyak 33 kasus.
Dilihat dari banyaknya kasus yang terjadi sudah seharusnya
dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor tindakan dan
lingkungan yang tidak aman pada kecelakaan kerja PT. X di Papua
Barat. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kecelakaan kerja dapat
berupa tindakan pekerja itu sendiri, bagaimana para pekerja
menanggapi pentingnya bekerja dengan hati-hati dan aman. Kasus ini
dapat dilakukan penelitian epidemiologi analitik dengan rancangan
observasional menggunakan pendekatan studi kasus kontrol, dengan
sampel kelompok kasus yang pernah mangalami kecelakaan sebanyak
30 orang dan kelompok kontrol yang tidak pernah mengalami
kecelakaan sebanyak 30 orang.

BAB II. Kecelakaan kerja ialah insiden yang menimbulkan cedera, penyakit
LANDASAN akibat kerja ataupun kematian. Adapun pengeboran migas dilakukan
TEORI untuk mendapatkan sumber minyak dan gas, di Indonesia sendiri
pengeboran mingas sudah biasa dilakukan karena cadangan minyak
dan gas yang melimpah. Hal ini membuat industri migas memiliki
risiko kecelakaan yang sangat tinggi. Umumnya kecelakaan kerja
disebabkan oleh 2 hal pokok, yaitu perilaku kerja yang tidak aman
(unsafe act) dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe conditions).
Tercatat pada PT. X data kecelakaan kerja sebanyak 33 kasus,
sebagian besar kecelakaan kerja selama tahun 2012-2015 terjadi di
departemen pengeboran yang melakukan pengeboran dangkal pada
seismic survey sebanyak 30 kasus. Karenanya dilakukan analisis
statistik yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat
menggunakan uji chi square, dan analisis multivariat menggunakan uji
regresi logistik berganda dengan sampel dari 2 kelompok yang pernah
mengalami dan belum pernah mengalami kecelakaan kerja.

BAB III. Pada jurnal ini menggunakan penelitian rancangan observasional


METODOLOGI dengan pendekatan studi kasus kontrol (case control study). Yang
PENELITIAN dimana case control study sendiri adalah studi yang mempelajari
hubungan antara faktor penelitian dan penyakit dengan cara
membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan
status paparannya (Buchari, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah
seluruh pekerja di PT.X di unit pengeboran yang berjumlah 135 orang.
Sampel yang dijadikan responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok kasus pekerja yang tercatat pernah mengalami kecelakaan di
unit pengeboran dan pekerja yang tidak pernah mengalami kecelakaan
di unit pengeboran selama tahun 2012-2015. Sampel yang digunakan
di PT.X yaitu 1:1 yaitu sebanyak 30 orang dan total sampel yaitu 60
orang.

BAB IV. 1. Umur


HASIL DAN Umur pekerja pada PT X yang ≤ 30 tahun pada kelompok kasus
PEMBAHASAN sebanyak 53,3%, dan umur pekerja yang≤ 30 tahun pada kelompok
kontrol sebanyak 30%. Sedangkan, Umur pekerja yang ≥ 30 tahun
pada kelompok kontrol sebanyak 70% dan umur pekerja yang ≥ 30
tahun pada kelompok kasus sebanyak 46,7%. Pekerja dengan umur
yang kurang dari 30 tahun lebih sering mengalami kecelakaan kerja
yaitu sebanyak 16 orang yang mengalami kecelakaan dan 9 orang
tidak mengalami kecelakaan sedangkan pekerja umur yang lebih
dari 30 tahun lebih sedikit mengalami kecelakaan kerja yaitu 14
orang dan 21 orang tidak mengalami kecelakaan. Hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan
kejadian kecelakaan kerja di unit pengeboran PT. X sehingga
kecelakaan kerja terjadi pada golongan umur berapa saja. Alasan
mengapa pada umur yang kurang dari 30 tahun lebih sering
mengalami kecelakaan yaitu kurangnya perhatian, kurangnya
disiplin, lebih cenderung untuk mengikuti kata hati, ceroboh, dan
selalu tergesa-gesa
2. Masa Kerja
Masa kerja pada pekerja yang kurang dari 4 tahun pada
kelompok kasus sebanyak 93,3% lebih besar apabila dibandingkan
dengan masa kerja pada pekerja yang kurang dari 4 tahun pada
kelompok kontrol. Sedangkan masa kerja pekerja yang lebih dari 4
tahun pada kelompok kasus 6,7% lebih kecil apabila dibandingkan
dengan lama kerja responden yang lebih dari 4 tahun pada
kelompok kontrol. Pekerja yang masa kerjanya kurang dari 4 tahun
yang mengalami kecelakaan kerja lebih banyak dibandingkan yang
tidak mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan pada pekerja yang
masa kerjanya lebih dari 4 tahun, lebih banyak yang tidak
mengalami pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja
yang bersangkutan. Karena pekerja baru belum mengetahui
mendalam tentang seluk beluk pekerjaannya. Maka cenderung
pekerja baru mengalami kecelakaan kerja dibanding yang tidak
pernah mengalami.
3. Pendidikan Responden
Pekerja yang hanya lulus SD pada kelompok kasus sebanyak
40% lebih besar dibandingkan pekerja yang hanya lulus SD pada
kelompok kontrol 36,7%. Sedangkan pekerja yang lulus SMP pada
kelompok kontrol sebesar 63,3% lebih besar dibandingkan pekerja
yang lulus SMP pada kelompok kasus sebesar 60%. Pekerja yang
hanya lulus SD lebih sering mengalami kecelakaan kerja sedangkan
pekerja yang lulus hanya lulus SMP lebih sedikit mengalami
kecelakaan kerja. Dari beberapa penelitian yang dilakukan
mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan
dengan kejadian kecelakaan kerja di unit pengeboran PT. X karena
sebuah kecelakaan kerja pasti ada sebuah faktor penyebabnya salah
satu penyebabnya adalah perbuatan yang tidak aman.
4. Pelatihan
Sebanyak 36,7% pekerja pada kelompok kasus tidak pernah
mendapatkan pelatihan, lebih besar dari kelompok kontrol yang
tidak pernah mendapat pelatihan, yaitu sebesar 20%. Sedangkan
pekerja yang pernah mendapat pelatihan, pada kelompok kontrol
sebesar 80% lebih besar dibandingkan pekerja yang pernah
mendapat pelatihan pada kelompok kasus sebesar 63,3%. Hal ini
berarti tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kejadian
kecelakaan kerja di unit pengeboran PT X. Hal ini terjadi karena
pekerja yang belum pernah atau tidak pernah mengikuti pelatihan
memiliki beragam alasan untuk tidak mengikuti pelatihan yaitu ada
beberapa orang yang menganggap bahwa untuk mengikuti pelatihan
dibutuhkan biaya yang mahal, ada pula yang menganggap bahwa
pelatihan tidak penting dan terdapat juga yang mengatakan bahwa
tidak mendapat informasi tentang pelatihan yang dilaksanakan.
5. Informasi
Pekerja yang tidak pernah mendapatkan informasi pada
kelompok kasus sebanyak 23,3% lebih besar dibandingkan pada
kelompok kontrol 20%. Sedangkan pekerja yang pernah mendapat
informasi pada kelompok kontrol sebesar 80% lebih besar
dibandingkan pekerja yang mendapat informasi pada kelompok
kasus sebanyak 76,7%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
informasi ini tidak berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian menurut Siti Halimah
yang menunjukkan tidak ada hubungan antara informasi yang
didapat pekerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Hal ini berarti
tidak ada hubungan antara informasi dengan kejadian kecelakaan
kerja di unit pengeboran PT X. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
alat visual dapat lebih mempermudah cara penyampaian dan
penerimaan informasi (Notoadmojo, 2003).
6. Tindakan
Pada kelompok kasus yang melakukan tidak aman adalah
sebanyak 76,7% hal ini lebih besar dibandingkan kelompok kontrol
yang melakukan tindakan tidak aman yaitu sebesar 20%.
Sedangkan pekerja yang melakukan tindakan secara aman pada
kelompok kontrol sebesar 80% lebih besar dibandingkan pekerja
yang melakukan tindakan secara aman pada kelompok kasus
sebanyak 23,3%. Hal ini berarti ada hubungan antara tindakan
pekerja dengan kejadian kecelakaan kerja di unit pengeboran PT X.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kecelakaan kerja yang
terjadi dikarenakan sikap pekerja saat bekerja yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja, dari sikap responden saat
kecelakaan di tempat kerja terjadi sebagian besar responden
termasuk kurang konsentrasi dengan apa yang sedang mereka
kerjakan.
7. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang tidak aman pada kelompok kasus sebesar
63,3% lebih besar dibandingkan lingkungan kerja pada kelompok
kontrol yaitu sebesar 16,7%. Sedangkan lingkungan kerja yang
aman pada kelompok kontrol sebesar 83,3% lebih besar
dibandingkan lingkungan kerja yang aman pada kelompok kasus
yaitu sebesar 36,7%. Hal ini berarti ada hubungan antara
lingkungan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di unit
pengeboran PT X. Lingkungan kerja yang tidak aman merupakan
salah satu faktor penting untuk ikut berperan dalam kejadian
kecelakaan kerja. Lingkungan kerja di bidang industri migas seperti
PT.X, memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Salah
satunya adalah adanya bahan kimia material yang berbahaya dan
mudah terbakar serta lokasi kerja yang sangat beresiko terjadinya
kecelakaan

BAB V. Indistri migas memang merupakan salah satu industri dengan


KESIMPULAN tingkat risiko kecelakaan yang besar dan setelah dilakukannya
penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan jumlah
sampel 60 orang, meliputi 30 kasus (Pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja) dan 30 kontrol (Pekerja yang tidak mengalami
kecelakaan kerja). Dapat disimpulkan faktor yang paling berpengaruh
terhadap kecelakaan kerja di PT. X adalah tindakan tidak aman pekerja
itu sendiri. Adapun beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian
kecelakaan kerja di PT. X adalah faktor masa kerja, tindakan pekerja,
dan lingkungan kerja. Kemudian faktor yang tidak berhubungan
dengan kecelakaan kerja adalah faktor umur, pendidikan, pelatihan,
dan informasi.

DAFTAR Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT


PUSTAKA RajaGrafindo Persada.
Ramli, S., 2010. Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk
Management, Jakarta: Dian Rakyat.
Riyadina W. Kecelakaan kerja dan cedera yang dialami oleh pekerja
industri di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta. Jurnal
Makara Kesehatan 2008; 11(1): 25-31.
Laksono D. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kampanye
keselamatan cidera tangan akibat kerja di Total E&P
Indonesia periode tahun 2008. Jakarta: Universitas
Indonesia, 2009.
Yulianti U. Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
pada proyek infrastruktur gedung. Universitas
Gunadharma, 2012.
Lestari F. Strategi peningkatan keselamatan kerja dan keselamatan
publik di Indonesia melalui pendekatan sistemik
pencegahan kecelakaan. Pidato pada pengukuhan guru
besar FKM UI. 2014
Ratnasari ST. Analisis risiko keselamatan kerja pada proses
pengeboran panas bumi rig darat #4. Jakarta: Universitas
Indonesia, 2009.
Suryani AI, Isranuri I, Mahyuni EL. Pengaruh potensi bahaya
terhadap risiko kecelakaan kerja di unit produksi migas
PT. X Aceh. Jurnal procure, 2013; 1(1).
Buchari L. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Balai penerbit –
yayasan pustaka obor indonesia, 2012.

LAMPIRAN https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jpki/article/download/
18985/13242

Usulan Perbaikan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


(SMK3) Pada Perusahaan Kontruksi Jalan

BAB I. Perkembangan perusahaan konstruksi saat ini mengalami


PENDAHULUAN peningkatan yang cukup pesat dalam dunia perindustrian. Kegiatan
konstruksi jalan ini sangat memerlukan aspek keamanan, dan
kesehatan lingkungan kerja yang baik dan efisien bagi karyawan
pada saat melakukan pekerjaan, agar perusahaan terus bergerak dan
berkembang dalam memajukan maupun bersaing dengan
perusahaan lain. Tetapi pada kenyataannya saat ini masih terjadi
kecelakaan kerja. Karyawan PT Karya Shakila Group dalam 1 tahun
terdapat kecelakaan kerja sekitar 20 karyawan mengalami
kecelakaan kerja menurut data hasil wawancara yang sudah
dilakukan

BAB II. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai


LANDASAN suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
TEORI kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera.Menurut Andriani, dkk
(2017) Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya
mencegah atau menghindari atau mengurangi kecelakaan kerja
dengan cara menghentikan atau meniadakan atau menghilangkan
resiko (unsur bahaya) guna mencapai target atau produktivitas.
Menurut Nur, dkk (2018) Kecelakaan adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan.

BAB III. Metodologi penelitian ini menggunakan dua data yaitu data
METODOLOGI primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan
PENELITIAN dan pengukuran secara langsung di lapangan dan di bagian
produksi perusahaan. Data sekunder sendiri diperoleh dari
pengamatan dan pengukuran secara tidak langsung tetapi hanya
berada ada di berita internet perusahaan. Pengambilan data Hazard
Identification And Risk Assessment (HIRA) dan pengolahan data:
1. Jenis kegiatan dan kondisi lapangan
Data yang didapatkan berasal dari mewawancarai manajer
perusahaan, operator/penanggung jawab Stone Crusher, Aspal
Mixing Plant dan Tenaga Penggerak (Genset) di perusahaan dan
karyawan terkait. Di dalam wawancara menganalisis kegiatan
yang berpotensi bahaya dan mengamati serta mendokumentasi
lapangan pekerjaan
2. Potensi bahaya dan risiko
Dari hasil analisis sebelumnya kemudian dianalisis secara
lebih detail mengenai bahaya yang berada di dalam lapangan
pekerjaan
3. Tingkat keparahan
Setelah menganalisis secara detail kemudian memberi nilai
dari 1 - 5 sesuai dengan tingkat keparahan cedera dan kecelakaan
yang terjadi di lapangan pekerjaan
4. Tingkat frekuensi
Pada tingkat frekuensi ini dapat dilakukan secara bersamaan
dengan tingkat keparahan, pada tingkat frekuensi ini memberi
nilai dari 1 -5 sesuai dengan seberapa sering terjadinya
kecelakaan yang terjadi di lapangan pekerjaan
5. Nilai risiko dan level risiko
Nilai risiko dan level risiko didapatkan dari hasil perkalian
antara tingkat keparahan dan tingkat frekuensi yang terjadi di
lapangan pekerjaan dan kemudian dimasukkan kedalam risk
mapping level resiko yang didapat.

BAB IV. Temuan yang paling banyak ada 3 yaitu:


HASIL DAN 1. Stone Crusher, berikut penilaian risikonya;
PEMBAHASAN a. Kegiatan pada tangga stone crusher sudah lapuk, pekerja
dapat terjatuh menimbulkan cidera ringan.
b. Tidak menggunakan APD saat melakukan pekerjaan di stone
crushe, pekerja dapat terkena hal-hal yang tidak diinginkan
menimbulkan cidera berat.
c. Tidak ada Alat Pemadam Api Ringan (APAR), terhambat
pertolongan pertama dalam memadamkan api jika mengalami
kebakaran, menimbulkan dampak yang semakin parah dan
kerugian.
d. Kabel dan stop kontak yang masih belum tertata rapi, dapat
terinjak dan tersangkut saat berjalan hingga kabel putus, jika
putus menimbulkan cidera ringan dan kerugian kecil.
2. Aspal Mixing Plant (AMP)
a. Tidak menggunkaan APD saat melakukan pekerjaan, dapat
terkena hal-hal yang tidak diinginkan, menimbulkan cidera
berat.
b. Kegiatan saat tangga licin, pekerja dapat terjatuh,
menimbulkan cidera berat.
c. Pekerja menghirup debu-debu bertebaran pada AMP, dapat
menimbulkan iritasi mata dan peradangan pada saluran
pernapasan pada pekerja, menimbulkan cidera yang dapat
menjadi parah jika keadaan semakin memburuk.
d. Panel listrik yang tidak ada tanda peringatan, setiap orang
bebas membuka dan mamagang panel tersebut orang dapat
tersetrum, menimbulkan cidera berat.
3. Tenaga Penggerak (Genset)
a. Mesin tenaga penggerak terlalu dekat dengan
tembok/dinding, membuat ruang kerja menjadi sempit dan
gerak terbatas, tidak ada kecelakaan kerja pada pekerja.
b. Tidak ada P3K, membuat tidak dapat dilakukannya
pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan dan cidera
semakin parah, menimbulkan cidera parah dan juga kerugian.
c. Kotak listrik yang tidak ada tanda peringatan, setiap orang
dapat membuka dan memegang kotak secara sembarangan,
menimbulkan cidera parah.
d. Terdapat lantai yang sangat licin, pekerja dapat tergelincir
hingga mengakibatkan cidera berat dan kerugian.

BAB V. Temuan risiko kecelakaan kerja pada proses produksi PT Karya


KESIMPULAN Shakila Group dengan level risiko yang tinggi dan Ekstrim. Potensi
bahaya terdapat pada Stone Crusher tidak adanya Alat Pemadam
Api Ringan (APAR). Potensi selanjutnya tidak adanya Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) pada Aspal Mixing Plant (AMP).
Potensi bahaya terdapat pada Tenaga Penggerak (Genset) tidak
adanya Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Potensi selanjutnya
kotak listrik yang tidak ada tanda peringatan di Tenaga Penggerak
(Genset). Potensi terakhir tidak adanya Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K) pada Tenaga Penggerak (Genset).
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
1. Melakukan pelatihan terhadap pekerja tentang pentingnya
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3)
dan pengarahan apa yang dilakukan jika terjadi bencana seperti
kecelakaan pada saat bekerja.
2. Melengkapi semua keperluan di ruang proses produksi terutama
perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) seperti
Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K), Alat Pelindung Diri (APD) dan rambu-rambu
yang diperlukan.
3. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) dan tata tertib
tegas untuk pekerja, kemudian dicetak dan ditempel ditempat
yang mudah dilihat di setiap dinding proses produksi agar setiap
memasuki ruangan proses produksi pekerja dan pengunjung
dapat mengetahui batasan-batasan.

DAFTAR Andriani. M, dkk (2017) Perbaikan Produktivitas Usaha Bengkel


PUSTAKA Las Di Kecamatan Langsa Baro Melalui Aplikasi
Ergonomi Dan Keselamatan Kesehatan Kerja, Seminar
Nasional Teknik Industri, Lhokseumawe-Aceh, 13-14
Agustus 2017
Ciptaningsih. F, dkk (2014) Evaluasi Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Di Perusahaan
Industri Baja, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal),
Volume 2, Nomor 4, April 2014
Darmawan. R, dkk (2017) Identifikasi Risiko Kecelakaan Kerja
Dengan Metode Hazard Identification And Risk
Assessment ( HIRA ) Di Area Batching Plant PT XYZ,
Jurnal Teknik Industri, Vol. 5 No. 3 November 2017
Nur. M, dkk (2018) Analisis Kecelakaan Kerja dengan
Menggunakan Metode FTA Dan 5s di PT. Jingga Perkasa
Printing, Jurnal Teknik Industri, Vol. 4, No. 1, 2018

LAMPIRAN https://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi/article/download/7471/4542

Anda mungkin juga menyukai