Anda di halaman 1dari 18

BAB XI

ALQUR’AN DAN SAINS MODERN

Berikut adalah ayat-ayat Alqur’an yang mengandung isyarat


sains yang kompatibel dengan sains modern dan penjelasannya
secara ringkas:

A. PENCIPTAAN DAN KONSEPSI TENTANG


ALAM SEMESTA
Dalam hal penciptaan alam semesta dan segala isinya, Allah
SWT mengajak manusia untuk berpikir menggunakan akalnya,
sebagaimana dalam QS. Ath-Thur: 35-36:

‫ نوقلخلٱ مه مأ ءش يغ نم اوقلخ مأ‬٣٥ ‫ض ۡرلٱو تومسلٱ اوقلخ مأ‬ۚ


‫ نونقوي ل لب‬٣٦
(35)"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, yang
menciptakan mereka (terjadi begitu saja)?, ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)? (36) ''Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak
menyakini (apa yang mereka katakan)."
Dua ayat tersebut mengajak manusia untuk menggunakan
nalarnya serta menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam
ini asal keberadaannya ada beberapa kemungkinan:
1. Diciptakan atau tiba-tiba muncul dan ada begitu saja (out of
nothing)
2. Menciptakan diri sendiri (self created)
3. Diciptakan oleh sesuatu yang diciptakan juga
4. Diciptakan oleh Dzat yang tidak dicipta.
Dari keempat macam konsep tersebut, berdasarkan argumen
filosofis dan sains modern maka kemungkinan keempatlah yang
paling rasional (Hamza Tzortzis). Hal ini sejak awal sudah
dinyatakan dalam alqur’an bahwa asal mula alam semesta
digambarkan dalam ayat berikut:

‫ضۡرلٱو تومسٱل عيدب‬


"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6: 101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh
dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang
didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam
semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada
sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap.
Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk
keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu jagat raya
tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik
tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang
merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat
dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam
semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari
kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah
ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah
materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli
fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400
tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang
diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa
radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti
terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah
bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.
Adapun tentang konsepsi alam semesta, Isac Newton seorang
ahli fisika beranggapan bahwa jagad raya ini tidak terbatas dan
besarnya tak terhingga. Sebab kalau ia terbatas, bintang dan
galaksi yang ada di tepi akan merasakan gaya tarik gravitasi dari
satu sisi saja, yaitu kearah pusat alam semesta, sehingga lama
kelamaan benda- benda langit itu akan mengumpul di sekitar pusat
tersebut. Karena kecenderungan semacam itu tidak pernah tampak
pada pengamatan, maka orang berkesimpulan bahwa alam ini tidak
terbatas.
Tidak hanya itu saja konsepsinya; alam menurut para pakar
fisika "tidak hanya tak berhingga besarnya dan tak berbatas", tetapi
juga "tidak berubah keadaannya" sejak waktu tak terhingga
lamanya yang telah lampau sampai waktu tak terhingga lamanya
yang akan datang. Sebab menurut pengalaman para fisikawan di
laboratorium, materi itu kekal adanya. Apapun reaksi yang
dialaminya, kimia atau fisis, massanya tak pernah hilang atau
paling akan berubah menjadi energi yang setara. Dengan konsep
bahwa alam ini kekal, astrofisika tidak mengakui adanya
penciptaan alam. Sudah barang tentu gagasan semacam itu tidak
sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana ia terkandung dalam
alQur'an yang mengatakan bahwa Allahlah Yang' Qadim dan Dia
jualah Yang Baqa'.
Newton melontarkan konsepsi tersebut pada akhir abad ke17,
kemudian Lavoiser sekitar akhir abad ke-18 menegaskan kekekalan
massa, dan diperluas oleh Einstein dalam abad ke- 20 ini menjadi
kekekalan massa dan energi atau secara singkat kekekalan materi.
Dari prinsip-prinsip dasar Einstein membuat suatu perumusan
matematis yang ia harapkan akan dapat melukiskan alam yang
sesuai dengan pengertian para ilmuwan pada waktu itu, namun
Friedman
mengungkapkan bahwa model ini tidak melukiskan alam yang
statis yang menjadi konsensus para astronom-kosmolog pada
waktu itu, melainkan jagad raya yang dinamis. Model ini
kemudian dikenal sebagai model Friedman. Hal ini tidak berkenan
di hati Einstein dan dengan kecewa ia mengadakan perubahan pada
perumusannya dengan menambahkan bilangan konstan padanya,
sehingga hasilnya cocok menurut seleranya, ia ternyata melukiskan
alam yang statis. Padahal alam semesta yang dilukiskannya bukan
alam yang ada menurut ajaran Islam, yakni “yang diciptakan pada
suatu waktu dan akan ditiadakan pada saat yang lain” melainkan
alam semesta yang tidak pernah diciptakan, yang qadim dan kekal,
sesuai dengan konsensus yang didasarkan pada kesimpulan yang
rasional sebagai hasil analisis yang kritis terhadap berbagai data
yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan. Pada tahap itu,
fisika mempunyai konsepsi yang bertentangan dengan agama
Islam.
Meskipun Al-qur ’an diturunkan sekitar 14 abad yang lalu,
yang mengandung uraian garis besar tentang penciptaan alam
semesta, namun umat yang awam tidak mengetahui maknanya
secara jelas, sebab rincian dari skenario kejadian itu terdapat dalam
al-Kaun sebagai ayatullah yang harus dibaca, dan umat Islam tidak
mampu membacanya karena fisika dan sains pada umumnya telah
dilepaskannya enam abad yang lalu. Sehingga kita menjadi bodoh
dalam membaca ayat-ayat kauniyah.
Pada tahun 1929 terjadi peristiwa penting yang menjadi awal
pergeseran pandangan di lingkungan para ahli tentang “pencip-
taan alam”, yang mengubah secara radikal konsepsi para fisikawan
mengenai munculnya jagad raya. Sebab pada tahun itu, Hubble
mempergunakan teropong bintang terbesar di dunia melihat
galaksi- galaksi disekeliling kita, yang menurut analisis spektrum
cahaya yang dipancarkannya menjauhi kita dengan kelajuan yang
sebanding dengan jaraknya dari bumi, yang terjauh bergerak
paling cepat meninggalkan kita. Kejadian ini merupakan
pukulan berat bagi
Einstein, karena observasi Hubble itu menunjukkan bahwa
alam kita ini tidak statis, melainkan merupakan alam yang dinamis
seperti model yang dikemukakan oleh Friedman. Karena observasi
Hubble ini mendorong para ilmuwan untuk berkesimpulan bahwa
alam yang kita huni ini mengembang, volume ruang jagad raya ini
bertambah besar setiap saat. Sehingga timbul teori universum
berekspansi. Dari perhitungan mengenai perbandingan jarak dan
kelajuan gerak masing- masing galaksi yang teramati, para
fisikawan-astronom menarik kesimpulan bahwa semua galaksi di
jagad raya ini semula bersatu padu dengan galaksi kita yaitu
Bimasakti, kira-kira 12 milyar tahun yang lalu. Gamow, Alpher
dan Herman mengatakan bahwa pada saat itu terjadi ledakan yang
maha dahsyat yang melemparkan materi seluruh jagad raya ke
semua arah, yang kemudian membentuk bintang
-bintang dan galaksi. Karena tidak mungkin materi seluruh alam itu
berkumpul disuatu tempat dalam ruang alam tanpa meremas diri
dengan gaya gravitasi yang sangat kuat, hingga volumenya
mengecil menjadi titik, maka disimpulkan kemudian bahwa
“dentuman besar” (big bang) itu terjadi ketika seluruh materi
kosmos keluar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang
sangat tinggi dari volume yang sangat kecil. Alam semesta lahir
dari singularitas fisika dengan keadaan ekstrim. Nyata disini bahwa
akhirnya fisika mengakui bahwa semua alam tiada, tetapi
kemudian sekitar 12 milyar tahun yang lalu tercipta dari ketiadaan,
sebab fakta dari hasil observasi yang menelorkan kesimpulan itu
tidak dapat disangkal.
Kalau kita bandingkan konsep fisika tentang penciptaan alam
semesta itu dengan ajaran Al-qur’an, kita dapatkan dalam surat al-
Anbiya (21) ayat 30:

ۖ‫أ‬r‫رفك نيلٱ ري مل و‬r‫ومسلٱ نأ او‬r‫ر اتنك ضۡرلٱو ت‬r‫امهنقتفف اقت‬


‫ح ءش ك ءامٱل نم انلعجو‬rۚ‫ نونمؤي لفأ‬٣٠
"Dan tidaklah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit
(ruang alam) dari bumi (materi alam) itu dahulu sesuatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan keduanya itu". (Q.S. al-Anbiya':
30)
Keterpaduan ruang dan materi yang dinyatakan pada ayat di
atas, hanya dapat kita fahami jika keduanya berada disuatu titik,
titik singularitas yang merupakan volume yang berisi seluruh
materi. Sedangkan pemisahan mereka terjadi dalam suatu ledakan
dahsyat atau "dentuman besar" yang melontarkan materi keseluruh
penjuru ruang alam yang berkembang dengan sangat cepat
sehingga tercipta "universum yang berekspans". Selanjutnya,
mengenai ekspansi alam semesta ini yang menaburkan materi
paling tidak sebanyak
100 milyar galaksi yang masing-masing berisi rata-rata 100 milyar
bintang, kitab suci al-Qur'an mengatakan dalam surat adz-Dzariyat
(51) ayat 47 yaitu:

‫ نوعسومل ان َوِإ دييأب اهنينب ءامسلٱو‬٤٧


"Dan langit (ruang alam) itu Kami bangun dengan kekuatan dan
Kamilah sesungguhnya yang melakukannya." (Q.S. adz- Dzariyat:
47)
Kekuatan yang terlibat dalam pembangunan alam ini, dan yang
mampu melemparkan kira-kira 10.000 milyar-milyar bintang yang
masing-masing masanya sekitar massa matahari keseluruh pelosok
alam itu, tentu saja tidak dapat kita bayangkan; yang timbul dari
ucapan dan fikiran seorang mukmin hanyalah "ucapan
pengagungan" kepada Allah SWT. Dari perbandingan semacam ini
dapat kita ketahui bahwa pada akhirnya, fisika, yang
dikembangkan untuk mencari kebenaran, sampai juga pada fakta
yang ditunjukkan oleh al-Qur'an.

K. HIDROLOGI: SIKLUS AIR


Dari hasil observasi dan penelitian yang berulang-ulang bahwa
“siklus hidrologi” atau sirkulasi air (hydrologic Cycle) dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Gambar Siklus Hidrologi (Sumber: id.wikipedia.org)

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi akibat radiasi/


panas matahari, sehingga air yang berada di laut, sungai, danau dan
tanah mengalami penguapan ke udara (evaporation), dan juga air
pada tumbuh-tumbuhan mengalami penguapan ke udara
(transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotrans-piration, lalu
uap air tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dingin dan
terkondensasi menjadi awan. Akibat angin, berkumpulah awan
dengan ukuran tertentu dan terbentuk awan hujan, karena pengaruh
berat dan gravitasi kemudian terjadilah hujan (presipitation).
Beberapa air hujan ada yang mengalir di atas permukaan, tanah
sebagai aliran limpasan (overland flow) dan ada yang terserap ke
dalam tanah (infiltration). Aliran limpasan selanjutnya dapat
mengisi tampungan-cekungan (depression storage). Apabila
tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi
limpasan permukaan (surface runoff) yang selanjutnya
mengalir ke laut. Sedangkan air yang terinfiltrasi, bila keadaan
formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir lateral
dilapisan tidak kenyang air (unsaturated Zone) sebagai aliran
antara (subsurface flow/ inter flow). Sebagian yang lain mengalir
vertikal yang disebut dengan “perkolasi” (percolation) yang akan
mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air dalam
akifer ini akan mengalir sebagai air tanah (ground water flow/ base
flow) ke sungai atau ketampungan dalam (deep storage). Siklus
hidrologi ini terjadi terus menerus atau berulang-ulang dan tidak
terputus.
Pada penjelasan fenomena kauniyah, dapat kita tarik
kesimpulan bahwa “siklus hidrologi” memiliki 4 (empat) macam
proses yang saling berkaitan, yaitu:
1. Hujan/presipitasi
2. Penguapan/emporasi
3. Infiltrasi dan perkolasi (peresapan)
4. Limpasan permukaan (surface runoff) dan limpasan air tanah
(subsurfacerzrnof).
Isyarat adanya fenomena “siklus hidrologi” terdapat di QS An-
Nur (24):43, yakni:

‫قدولٱ ىتف امكرۥهلعي مثۥهنيب فلؤي مث اباحس جزي للٱ نأ رت ملأ‬


ۢ‫م اهيف لابج نم ءامسلٱ نم لنيوۦهللخ نم جري ۦهب بيصيف درب ن‬
‫ءاشي نم نعۥهفصيو ءاشي نم‬rۖ ‫ رصبلٱب بهذيۦهقرب انس داكي‬٤٣
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemu-
dian mengumpulkannya antara (bagian-bagian)nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan
keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-
butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan seperti)
gunung-gunung, maka ditimpakannya (butiranbutiran) es itu
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkanNya dari
siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-
hampir menghilangkan penglihatannya." (Q.S. an-Nuur: 43)
Pada ayat di atas, menunjukkan adanya dua proses inti yang
sedang berlangsung dan merupakan bagian dari proses "siklus
hidrologi.” Kedua proses itu, yaitu proses penguapan (evaparasi)
yang ditunjukkan dengan kata “awan” dan proses hujan
(presipitasi) yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.
Dimana awan adalah massa uap air yang terkumpul akibat
penguapan dan kondisi atmosfir tertentu. Menurut Prof. Sri Harto
(2000) seorang pakar hidrologi, awan dalam keadaan ini yang
kalau masih mempunyai butir-butir air berdiameter lebih kecil
dari 1 mm masih akan melayang-layang di udara karena berat
butir-butir tersebut masih lebih kecil daripada gaya tekan ke atas
udara. Sehingga pada kondisi ini awan masih bisa bergerak terbawa
angin, kemudian berkumpul menjadi banyak dan bertindih-tindih
(bercampur), dalam ayat lain awan menjadi bergumpal-gumpal
seperti pada surat ar Rum (30) ayat 48:

‫أ‬r ‫ ري يٱل لٱل نمۦهب باص‬r‫ف حيرٱل لس‬r r‫بيف اباحس يثت‬r‫ك ءامسٱل فۥهطس‬rr‫ي في‬r‫ءاش‬
‫هللخ نم جري قدولٱ ىتف افسكۥهلعجيو‬r‫اذإف ۖۦ‬
‫ نوشبتسي مه اذإۦهدابع نم ءاشي‬٤٨
“Allah, Dia-lah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit
menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjauhkannya bergumpal-
gumpal. Lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang
dikehendaki Nya tiba-iba mereka menjadi gembira." (Q.s. ar-
Ruum:48)
Demikian jelaslah bahwa dengan terbawanya awan oleh
pergerakkan angin, maka awan akan terkumpul menjadi banyak
dan bergumpal-gumpal. Akibat berbagai sebab klimatologis seperti
pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang
potensial menimbulkan hujan yang biasanya menurut Sri Harto
(2000) terjadi bila butir-butir berdiameter lebih besar daripada 1
mm. Sehingga pada ayat di atas “hujan keluar dari celah-celahnya”
awan, maksudnya secara ilmiah “hujan” turun tidak seperti
menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir air kecil (lebih
besar dari 1 mm) yang turun dari awan akibat pengaruh berat dan
gravitasi bumi, seperti jatuhnya tetes-tetes air dari celah-celah mata
air. Sedangkan turunnya butiran-butiran es dari langit, itu
disebabkan apabila gumpalan- gumpalan awan pada ketinggian
tertentu dan kondisi atmosfir tertentu mengalami kondensasi sampai
mencapai kondisi titik beku, sehingga terbentuklah gunung-gunung
es. Kemudian karena pengaruh berat dan gravitasi bumi sehingga
jatuh/turun ke permukaan bumi, dan dalam perjalanannya
dipengaruhi oleh temperatur, pergerakan angin dan gesekan dengan
lapisan udara, maka gunung-gunung es itu pecah menjadi butir-
butir es yang jatuh sampai di permukaan bumi.
Bila terjadi `hujan’, masih besar kemungkinan air teruapkan
kembali sebelum sampai dipermukaan bumi, karena keadaan
atmosfir tertentu. `Hujan’ baru disebut sebagai hujan apabila telah
sampai di permukaan bumi dan dapat diukur. Air hujan yang jatuh
dipermukaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai air
limpasan dan sebagai bagian air yang terinflocrsi meresap kedalam
tanah (Sri Harto. 2000). Kaidah-kaidah di atas ditunjukkan pula
pada surat al-Mu’minun (23) ayat 18:

‫ۦهب باهذ ع ان َوِإ ۖضۡرلٱ ف هنكس أف ردقب ۢ ءام ءامسلٱ نم النزنأو‬


‫ نوردقل‬١٨
"Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu
Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya kami
benar-benar berkuasa menghilangkannya." (Q.S. al-Mu’minun:
18)
Pada ayat di atas, Allah menurunkan hujan menurut suatu
ukuran, sehingga hujan yang sampai dipermukaan bumi dapat
diukur. Hanya tinggal kemampuan manusia sampai dimana tingkat
validitasnya dalam mengukur dan memperkirakan jumlah
kuantitas hujan. Sehingga timbul beberapa teori pendekatan dalam
analisis kuantitas hujan yang menjadikan berkembangnya ilmu
hidrologi. “Lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi,”
maksudnya adalah air yang jatuh dari langit itu tinggal di bumi
menjadi sumber air, sebagaimana tercantum pada surat az-Zumar
(39) ayat 21:

‫إ‬r‫أ لٱل نأ رت ملأ ف ن‬r r‫لٱ نم لزن‬r ‫ف ءام ءامس‬r ‫نيۥهكلس‬r r‫ۡرلٱ ف عيب‬r ‫جري مث ض‬
‫امطح ۥهلعي مث ارفصم هىتف جيهي مثۥهنولأ افلتم عرزۦهب‬rۚ
‫ ببلٱل لول ىركل كلذ‬٢١
"Apakah kamu tidak memperhatikanya bahwa sesungguhnnya
Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-
sumber air di bumi, kemudian ditumbuhkannya dengan air itu
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya lalu ia menjadi
kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang
demkian itu benar-benar terdapat pelajarara bagi orang-orang
yang mempunyai akal." (Q.S. az-Zumar: 21)
Sumber-sumber air di bumi bisa berupa air sebagai aliran
limpasan seperti air sungai, danau, dan laut. Juga bisa berupa air
tanah (ground water) sebagai akibat dari infiltrasi seperti air sumur,
air artesis, sungai bawah tanah. “dan sesungguhnya Kami benar-
benar berkuasa menghilangkannya.” Maksudnya Allah berkuasa
untuk menghilangkannya sumber-sumber air tadi, seperti
dengan cara kemarau panjang (akibat siklus musim yang
dipengaruhi oleh pergerakan matahari disekitar equator), sehingga
tidak ada suplai air sebagai pengisian (recharge) ke dalam
permukaan tanah atau bawah permukaan tanah. Sedangkan, proses
penguapan, pergerakan air permukaan dan pergerakkan air tanah
berlangsung terus-menerus, sehingga lapisan muka air tanah (water
table) menjadi turun dan sumber mata air menjadi berkurang,
bahkan lebih drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai
lapisan akifer artesis yang kedap air. Maka pada kondisi seperti
itu seringkali terlihat sungai- sungai kekeringan, sumur-sumur air
dangkal kekeringan, muka air danau susut dan bahkan ada yang
sampai kering, dan pohon-pohon mengalami kerontokkan dan mati
kekeringan. Kaidah-kaidah seperti ini sebagaimana telah
digambarkan pada surat az-Zumar (39) ayat
21 di atas. Dengan demikan bahwa kajian ayat-ayat qauliyah di
atas meliputi adanya empat proses yang saling berhubungan dan
mengikuti suatu sunnatullah “daur” yang terus menerus tidak
terputus, seperti lingkaran setan yang disebut sebagai “siklus
hidrologi”.

C. FISIKA DAN KIMIA: MATERI, BAGIAN LEBIH KECIL


DARI ATOM

‫أ لو‬rr‫ و رغص‬rr‫اق‬r‫ك نيلٱ ل‬r r‫رف‬r‫أت ل او‬r r ‫لٱ انيت‬r ‫اس‬r‫و لب لق ۖ ةع‬r‫أل بر‬r r ‫ع مكنيت‬rr‫مل‬
‫ضۡرلٱ ف لو تومسلٱ ف ةرذ لاقثم هنع بزعي ل ۖبيغلٱ‬
‫ يبم بتك ف إل بكأ لو كلذ نم‬٣
"Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak
akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi
Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu
pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripadaNya
sebesar zarrahpun
yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang
lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam
Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)". (QS 34:3)
Ayat ini menunjukkan Allah SWT mahatahu, Dia mengetahui
segala sesuatu baik yang tersembunyi maupun yang nampak
termasuk segala sesuatu yang berukuran kecil, lebih kecil atau
lebih besar dari atom. Sehingga Ayat ini menunjukkan bahwa ada
sesuatu yang lebih kecil dari atom, pengetahuan yang hanya bisa
diungkap oleh penemuan sains modern.
Pandangan awal atom sebagai bola pejal super kecil dan bagian
terkecil suatu benda yang tidak dapat dibelah diyakini para
ilmuwan sampai akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada
akhirnya para ilmuwan mengungkapkan bahwa atom sebagai
butiran terkecil dapat dibelah menjadi inti, dan beberapa butiran
kecil disebut elektron yang bergerak mengitari inti. Adapun inti
sendiri masih tersusun dari butiran-butiran kecil berupa proton dan
netron.

D. ILMU DAN TEKNOLOGI BAHAN: BESI DAN


TEMBAGA COR

‫اذإ تح اۖو خفنٱ الق يفدصٱل يب ىواس اذإ تح ۖديدٱل ربز نوتاء‬
‫ ارطق هيلع غرفأ نوتاء الق ارانۥهلعج‬٩٦
"Berilah aku potongan-potongan besi". Hingga apabila besi itu
telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah
Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah
menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku
tembaga (yang mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas
itu" (Qs. Al- Kahfi: 96).
Agus Purwanto (2015) dalam bukunya Nalar Ayat-ayat
Semesta memaparkan bahwa Ayat tersebut di atas, menjelaskan
secara garis
besar suatu teknologi perpaduan logam besi dan tembaga.
Ayat 96 dari Surat Al-Kahfi tersebut menceritakan tentang
Zulkarnain yang diminta penduduk untuk menyelamatkan mereka
dari gangguan Ya’juj wa Ma’juj. Usaha penyelamatan dilakukan
dengan membangun dinding kokoh dari perpaduan besi dan
tembaga di celah dua gunung yang tinggi. Ayat ini juga
menjelaskan teknik pembuatannya yakni teknik pengecoran logam
dan bahan dasarnya.
Teknik pengecoran logam yang dijelaskan meliputi dua unsur
bahan: besi (al-hadid) dan tembaga (qithrun), dua keadaan yakni:
sama rata dengan dua tempat yang kokoh ( sawa baina al shdafaini)
dan api (narun), serta dua proses: meniup (anfakhu) dan
mencurahkan, menuangkan (ufrigh). Tujuan pengecoran perpaduan
besi-tembaga untuk menghasilkan logam paduan (alloy) yang lebih
kuat daripada logam besi murni sehingga lebih kokoh sebagai
benteng pembatas.
Proses yang dilakukan oleh Zulkarnain adalah proses
pengecoran (casting). Proses ini merupakan teknologi pembuatan
produk dengan jalan pencairan atau peleburan logam dalam
tungku, kemudian dituangkan dalam cetakan. Setelah itu logam
cair dikembalikan menjadi bentuk padat, dan cetakan di singkirkan
untuk mendapatkan produk yang diinginkan.
Ayat ini mengindikasikan sains dan Teknologi Bahan yang
meliputi pembagian bahan di alam yang bisa diklasifikasikan
sebagai unsur, senyawa, dan campuran. Menjelaskan tentang
teknologi pengecoran logam dan prosesnya, serta informasi
mengenai perpaduan logam (alloy) yang memiliki sifat lebih baik
dari pada logam murninya.

E. RAHASIA BESI
Al-qur’an menyatakan secara jelas salah satu unsur di alam
ini yaitu besi (Fe), bahkan disebutkan dalam 7 ayat yang berbeda.
Salah satu ayat yang menyatakan tentang besi ada di surat Al
Hadiid, sebagai berikut:
‫سالنٱ موقلنايزملٱو بتكلٱ مهعم النزنأو تنيلٱب انلسر انلسرأ دقل‬
ۖ ‫نم لٱل ملعل و سانلل عفنمو ديدش سأب هيف ديدلٱ النزنأو‬
‫ط‬ ‫سقلٱب‬
‫ زيزع يوق لٱل نإ بيغٱلبۥهلسروۥهصني‬٢٥
"Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-
bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan
neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami
menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak
manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa" (Al
Qur’an, 57:25).
Penerjemahan kata “anzalnaa” pada awalnya sering dirubah
ke “kami menciptakan”, padahal secara harfiah yang berarti “kami
turunkan”. Jika diterjemahkan dengan kiasan “kami menciptakan”
sebenarnya agak ganjil, karena dalam satu ayat ini saja kata
“anzalnaa” dipakai dua kali, yang pertama “wa anzalnaa ma’ahum
al-kitab” yang diterjemahkan secara harfiah, seharusnya supaya
konsisten Kata “anzalnaa” digunakan untuk besi dalam ayat ini
juga diterjemahkan secara harfiah “kami telah menurunkan”.
Sesungguhnya jika diterjemahkan secara harfiah kata ini, yakni :
“Dia (Allah SWT) telah menurunkan dari langit”, akan
mengindikasikan keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Hal ini dapat dijelaskan dengan penemuan sains modern
bidang astronomi yang mengungkap bahwa logam besi diciptakan
di pusat bintang melalui proses termonuklir yang melepaskan
energi. Pada saat jumlah besi telah mencapai batas tertentu dalam
sebuah bintang, terjadilah reaksi lain yang melibatkan besi yaitu
penggabungan inti besi menjadi unsur-unsur lain yang lebih berat.
Reaksi ini menyerap
energi dari lingkungannya yang menyebabkan inti bintang
menjadi dingin. Akibat pendinginan ini adalah tidak adanya
radiasi yang menahan gravitasi dari lapisan sekitar yang
menyelubungi inti bintang tersebut tidak mampu lagi
menanggungnya, dan akhirnya bintang tersebut meledak dan
runtuh melalui peristiwa yang disebut “nova” atau “supernova”.
Akibat dari ledakan ini, sebagian besar massanya termasuk yang
mengandung besi /meteor-meteor yang mengandung besi terlempar
di seluruh penjuru alam semesta dan ke seluruh ruang.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa logam besi tidak
tercipta langsung di bumi melainkan hasil lemparan/kiriman dari
bintang- bintang yang meledak dalam peristiwa “supernova” di
ruang angkasa melalui massa/meteor-meteor yang “diturunkan ke
bumi”, sebagaimana diindikasikan oleh terjemahan harfiyah ayat
tersebut. Fakta yang diungkap oleh sains modern ini tentunya tidak
mungkin dapat dijangkau secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al
Qur’an diturunkan.

F. OCEANOLOGI:

Sains modern baru-baru ini menemukan bahwa salah satu sifat


lautan yang baru-baru ini yang berkaitan dengan ayat Al Qur’an
sebagai
berikut:

‫ نايقتلي نيرحٱل جرم‬١٩ ‫ نايغبي ل خزرب امهنيب‬٢٠


"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian
bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui
oleh masing-masing." (QS. 55:19-20)
“Maraja” secara harfiah bermakna: keduanya bertemu dan
saling bercampur satu dengan yang lain. Kata “barzakh” berarti
pembatas/ pemisah akan tetapi tidak nampak secara fisik. Keadaan
dua lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu
sama lain ini diungkapkan oleh para ahli kelautan baru-baru ini.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan gaya fisika yang dinamakan
“tegangan permukaan”. Air dari laut-laut yang saling bertemu
tetapi tidak menyatu. Hal ini disebabkan karena perbedaan masa
jenis, tegangan permukaan mencegah dua lautan dari bercampur
satu sama lain, seolah terdapat dinding pembatas tipis yang
memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of
Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s.
92-93.). Hal ini ditemukan di Selat Gibraltar, selat yang
memisahkan benua Afrika dan Eropa, tepatnya antara negera
Maroko dan Spanyol. Disamping itu ada fenomena lain yang
ditemukan para ilmuwan modern bahwa di muara sungai, di mana
air sungai dan air laut bertemu, kondisinya berbeda dengan ketika
dua air laut bertemu. Terungkap juga bahwa jika air tawar bertemu
dengan air asin bergaram akan ada zona pemisah yang disebut
“pycnoclyne zone” yang mempunyai kandungan garam yang
berbeda baik dengan air sungai maupun air laut. Hal in disebutkan
juga di dalam QS.Al-furqan ayat 53.

‫لعجو جاجأ حلم اذهو تارف بذع اذه نيرحلٱ جرم يٱل وهو‬
‫ اروجم ارجحو اخزرب امهنيب‬٥٣
"Dan, Dialah yang menciptakan dua laut mengalir (berdampingan) yang satu
tawar lagi segar dan yang lainnya asin lagi pahit. Dan Dia jadikan antara
kedua-duanya dinding dan batas yang menghalanginya." (QS. Al-Furqan: 53)
Hal yang sangat mengesankan dari penjelasan di atas adalah bahwa pada
zaman abad ke-7 M ketika sains yang dimiliki manusia belum pengetahuan
mengenai, fisika, tegangan permukaan, densitas, ataupun ilmu kelautan, hal yang
menakjubkan ini telah dinyatakan dalam Al Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai