أr ري يٱل لٱل نمۦهب باصrف حيرٱل لسr rبيف اباحس يثتrك ءامسٱل فۥهطسrrي فيrءاش
هللخ نم جري قدولٱ ىتف افسكۥهلعجيوrاذإف ۖۦ
نوشبتسي مه اذإۦهدابع نم ءاشي٤٨
“Allah, Dia-lah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit
menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjauhkannya bergumpal-
gumpal. Lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang
dikehendaki Nya tiba-iba mereka menjadi gembira." (Q.s. ar-
Ruum:48)
Demikian jelaslah bahwa dengan terbawanya awan oleh
pergerakkan angin, maka awan akan terkumpul menjadi banyak
dan bergumpal-gumpal. Akibat berbagai sebab klimatologis seperti
pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang
potensial menimbulkan hujan yang biasanya menurut Sri Harto
(2000) terjadi bila butir-butir berdiameter lebih besar daripada 1
mm. Sehingga pada ayat di atas “hujan keluar dari celah-celahnya”
awan, maksudnya secara ilmiah “hujan” turun tidak seperti
menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir air kecil (lebih
besar dari 1 mm) yang turun dari awan akibat pengaruh berat dan
gravitasi bumi, seperti jatuhnya tetes-tetes air dari celah-celah mata
air. Sedangkan turunnya butiran-butiran es dari langit, itu
disebabkan apabila gumpalan- gumpalan awan pada ketinggian
tertentu dan kondisi atmosfir tertentu mengalami kondensasi sampai
mencapai kondisi titik beku, sehingga terbentuklah gunung-gunung
es. Kemudian karena pengaruh berat dan gravitasi bumi sehingga
jatuh/turun ke permukaan bumi, dan dalam perjalanannya
dipengaruhi oleh temperatur, pergerakan angin dan gesekan dengan
lapisan udara, maka gunung-gunung es itu pecah menjadi butir-
butir es yang jatuh sampai di permukaan bumi.
Bila terjadi `hujan’, masih besar kemungkinan air teruapkan
kembali sebelum sampai dipermukaan bumi, karena keadaan
atmosfir tertentu. `Hujan’ baru disebut sebagai hujan apabila telah
sampai di permukaan bumi dan dapat diukur. Air hujan yang jatuh
dipermukaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai air
limpasan dan sebagai bagian air yang terinflocrsi meresap kedalam
tanah (Sri Harto. 2000). Kaidah-kaidah di atas ditunjukkan pula
pada surat al-Mu’minun (23) ayat 18:
إrأ لٱل نأ رت ملأ ف نr rلٱ نم لزنr ف ءام ءامسr نيۥهكلسr rۡرلٱ ف عيبr جري مث ض
امطح ۥهلعي مث ارفصم هىتف جيهي مثۥهنولأ افلتم عرزۦهبrۚ
ببلٱل لول ىركل كلذ٢١
"Apakah kamu tidak memperhatikanya bahwa sesungguhnnya
Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-
sumber air di bumi, kemudian ditumbuhkannya dengan air itu
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya lalu ia menjadi
kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang
demkian itu benar-benar terdapat pelajarara bagi orang-orang
yang mempunyai akal." (Q.S. az-Zumar: 21)
Sumber-sumber air di bumi bisa berupa air sebagai aliran
limpasan seperti air sungai, danau, dan laut. Juga bisa berupa air
tanah (ground water) sebagai akibat dari infiltrasi seperti air sumur,
air artesis, sungai bawah tanah. “dan sesungguhnya Kami benar-
benar berkuasa menghilangkannya.” Maksudnya Allah berkuasa
untuk menghilangkannya sumber-sumber air tadi, seperti
dengan cara kemarau panjang (akibat siklus musim yang
dipengaruhi oleh pergerakan matahari disekitar equator), sehingga
tidak ada suplai air sebagai pengisian (recharge) ke dalam
permukaan tanah atau bawah permukaan tanah. Sedangkan, proses
penguapan, pergerakan air permukaan dan pergerakkan air tanah
berlangsung terus-menerus, sehingga lapisan muka air tanah (water
table) menjadi turun dan sumber mata air menjadi berkurang,
bahkan lebih drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai
lapisan akifer artesis yang kedap air. Maka pada kondisi seperti
itu seringkali terlihat sungai- sungai kekeringan, sumur-sumur air
dangkal kekeringan, muka air danau susut dan bahkan ada yang
sampai kering, dan pohon-pohon mengalami kerontokkan dan mati
kekeringan. Kaidah-kaidah seperti ini sebagaimana telah
digambarkan pada surat az-Zumar (39) ayat
21 di atas. Dengan demikan bahwa kajian ayat-ayat qauliyah di
atas meliputi adanya empat proses yang saling berhubungan dan
mengikuti suatu sunnatullah “daur” yang terus menerus tidak
terputus, seperti lingkaran setan yang disebut sebagai “siklus
hidrologi”.
أ لوrr و رغصrrاقrك نيلٱ لr rرفrأت ل اوr r لٱ انيتr اسrو لب لق ۖ ةعrأل برr r ع مكنيتrrمل
ضۡرلٱ ف لو تومسلٱ ف ةرذ لاقثم هنع بزعي ل ۖبيغلٱ
يبم بتك ف إل بكأ لو كلذ نم٣
"Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak
akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi
Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu
pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripadaNya
sebesar zarrahpun
yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang
lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam
Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)". (QS 34:3)
Ayat ini menunjukkan Allah SWT mahatahu, Dia mengetahui
segala sesuatu baik yang tersembunyi maupun yang nampak
termasuk segala sesuatu yang berukuran kecil, lebih kecil atau
lebih besar dari atom. Sehingga Ayat ini menunjukkan bahwa ada
sesuatu yang lebih kecil dari atom, pengetahuan yang hanya bisa
diungkap oleh penemuan sains modern.
Pandangan awal atom sebagai bola pejal super kecil dan bagian
terkecil suatu benda yang tidak dapat dibelah diyakini para
ilmuwan sampai akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada
akhirnya para ilmuwan mengungkapkan bahwa atom sebagai
butiran terkecil dapat dibelah menjadi inti, dan beberapa butiran
kecil disebut elektron yang bergerak mengitari inti. Adapun inti
sendiri masih tersusun dari butiran-butiran kecil berupa proton dan
netron.
اذإ تح اۖو خفنٱ الق يفدصٱل يب ىواس اذإ تح ۖديدٱل ربز نوتاء
ارطق هيلع غرفأ نوتاء الق ارانۥهلعج٩٦
"Berilah aku potongan-potongan besi". Hingga apabila besi itu
telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah
Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah
menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku
tembaga (yang mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas
itu" (Qs. Al- Kahfi: 96).
Agus Purwanto (2015) dalam bukunya Nalar Ayat-ayat
Semesta memaparkan bahwa Ayat tersebut di atas, menjelaskan
secara garis
besar suatu teknologi perpaduan logam besi dan tembaga.
Ayat 96 dari Surat Al-Kahfi tersebut menceritakan tentang
Zulkarnain yang diminta penduduk untuk menyelamatkan mereka
dari gangguan Ya’juj wa Ma’juj. Usaha penyelamatan dilakukan
dengan membangun dinding kokoh dari perpaduan besi dan
tembaga di celah dua gunung yang tinggi. Ayat ini juga
menjelaskan teknik pembuatannya yakni teknik pengecoran logam
dan bahan dasarnya.
Teknik pengecoran logam yang dijelaskan meliputi dua unsur
bahan: besi (al-hadid) dan tembaga (qithrun), dua keadaan yakni:
sama rata dengan dua tempat yang kokoh ( sawa baina al shdafaini)
dan api (narun), serta dua proses: meniup (anfakhu) dan
mencurahkan, menuangkan (ufrigh). Tujuan pengecoran perpaduan
besi-tembaga untuk menghasilkan logam paduan (alloy) yang lebih
kuat daripada logam besi murni sehingga lebih kokoh sebagai
benteng pembatas.
Proses yang dilakukan oleh Zulkarnain adalah proses
pengecoran (casting). Proses ini merupakan teknologi pembuatan
produk dengan jalan pencairan atau peleburan logam dalam
tungku, kemudian dituangkan dalam cetakan. Setelah itu logam
cair dikembalikan menjadi bentuk padat, dan cetakan di singkirkan
untuk mendapatkan produk yang diinginkan.
Ayat ini mengindikasikan sains dan Teknologi Bahan yang
meliputi pembagian bahan di alam yang bisa diklasifikasikan
sebagai unsur, senyawa, dan campuran. Menjelaskan tentang
teknologi pengecoran logam dan prosesnya, serta informasi
mengenai perpaduan logam (alloy) yang memiliki sifat lebih baik
dari pada logam murninya.
E. RAHASIA BESI
Al-qur’an menyatakan secara jelas salah satu unsur di alam
ini yaitu besi (Fe), bahkan disebutkan dalam 7 ayat yang berbeda.
Salah satu ayat yang menyatakan tentang besi ada di surat Al
Hadiid, sebagai berikut:
سالنٱ موقلنايزملٱو بتكلٱ مهعم النزنأو تنيلٱب انلسر انلسرأ دقل
ۖ نم لٱل ملعل و سانلل عفنمو ديدش سأب هيف ديدلٱ النزنأو
ط سقلٱب
زيزع يوق لٱل نإ بيغٱلبۥهلسروۥهصني٢٥
"Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-
bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan
neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami
menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak
manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa" (Al
Qur’an, 57:25).
Penerjemahan kata “anzalnaa” pada awalnya sering dirubah
ke “kami menciptakan”, padahal secara harfiah yang berarti “kami
turunkan”. Jika diterjemahkan dengan kiasan “kami menciptakan”
sebenarnya agak ganjil, karena dalam satu ayat ini saja kata
“anzalnaa” dipakai dua kali, yang pertama “wa anzalnaa ma’ahum
al-kitab” yang diterjemahkan secara harfiah, seharusnya supaya
konsisten Kata “anzalnaa” digunakan untuk besi dalam ayat ini
juga diterjemahkan secara harfiah “kami telah menurunkan”.
Sesungguhnya jika diterjemahkan secara harfiah kata ini, yakni :
“Dia (Allah SWT) telah menurunkan dari langit”, akan
mengindikasikan keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Hal ini dapat dijelaskan dengan penemuan sains modern
bidang astronomi yang mengungkap bahwa logam besi diciptakan
di pusat bintang melalui proses termonuklir yang melepaskan
energi. Pada saat jumlah besi telah mencapai batas tertentu dalam
sebuah bintang, terjadilah reaksi lain yang melibatkan besi yaitu
penggabungan inti besi menjadi unsur-unsur lain yang lebih berat.
Reaksi ini menyerap
energi dari lingkungannya yang menyebabkan inti bintang
menjadi dingin. Akibat pendinginan ini adalah tidak adanya
radiasi yang menahan gravitasi dari lapisan sekitar yang
menyelubungi inti bintang tersebut tidak mampu lagi
menanggungnya, dan akhirnya bintang tersebut meledak dan
runtuh melalui peristiwa yang disebut “nova” atau “supernova”.
Akibat dari ledakan ini, sebagian besar massanya termasuk yang
mengandung besi /meteor-meteor yang mengandung besi terlempar
di seluruh penjuru alam semesta dan ke seluruh ruang.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa logam besi tidak
tercipta langsung di bumi melainkan hasil lemparan/kiriman dari
bintang- bintang yang meledak dalam peristiwa “supernova” di
ruang angkasa melalui massa/meteor-meteor yang “diturunkan ke
bumi”, sebagaimana diindikasikan oleh terjemahan harfiyah ayat
tersebut. Fakta yang diungkap oleh sains modern ini tentunya tidak
mungkin dapat dijangkau secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al
Qur’an diturunkan.
F. OCEANOLOGI:
لعجو جاجأ حلم اذهو تارف بذع اذه نيرحلٱ جرم يٱل وهو
اروجم ارجحو اخزرب امهنيب٥٣
"Dan, Dialah yang menciptakan dua laut mengalir (berdampingan) yang satu
tawar lagi segar dan yang lainnya asin lagi pahit. Dan Dia jadikan antara
kedua-duanya dinding dan batas yang menghalanginya." (QS. Al-Furqan: 53)
Hal yang sangat mengesankan dari penjelasan di atas adalah bahwa pada
zaman abad ke-7 M ketika sains yang dimiliki manusia belum pengetahuan
mengenai, fisika, tegangan permukaan, densitas, ataupun ilmu kelautan, hal yang
menakjubkan ini telah dinyatakan dalam Al Qur’an.