Anda di halaman 1dari 2

Pembentukan Alam Semesta

Pernahkah kalian berfikir, gimana sih alam semesta ini terbentuk? Atau seberapa luas
alam semesta yang kita tempati ini dan bagaimana bentuknya? Nah, disini akan dijelaskan
terkait beberapa pertanyaan diatas.
Alam semesta adalah seluruh ruang waktu kontinu tempat kita berada, bersama
dengan materi dan energinya. Kosmologi, ilmu pengetahuan yang berkembang dari fisika dan
astronomi, adalah bagian dari upaya untuk memahami alam semesta dalam lingkup terbesar
yang memungkinkan. Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana terbentuknya alam
semesta dan seisinya. Berikut beberapa teori pembentukan alam semesta yang paling dikenal
antara lain:
1. Teori Steady State
Teori ini berpendapat bahwa materi hilang selama resesi galaksi karena materi baru
tercipta menggantikan pengembungan alam yang terus menerus. Akibatnya, alam semesta
yang terlihat tetap berada dalam keadaan tidak berubah (stady state), yang berarti bahwa
materi secara konsisten tercipta di seluruh alam semesta. Dalam teori ini, tidak ada peristiwa
awal yang khusus pada waktu atau ruang. Karena materi diperbarui di satu tempat sementara
dihancurkan di tempat lain, tidak ada akhir.
2. Teori Big – Bang
Teori ini mengatakan pengambangan alam semesta terjadi sekitar lima belas milyar
tahun lalu, dan keberadaan awal peristiwa besar ini melengkapi ketidaktahuan manusia
tentang awal mula alam semesta. Teori yang dikenal sebagai "Big Bang" menjelaskan bentuk
awal dan perkembangan alam semesta. Salah satu ide utama di balik teori ini adalah bahwa
teori relativitas umum dapat digabungkan dengan temuan pemantauan besar-besaran tentang
pergerakan galaksi terhadap satu sama lain untuk memprediksi kembalinya atau pergeseran
alam semesta di masa depan.
Teori Big Bang mengatakan bahwa alam semesta memiliki suhu dan kerapatan yang
jauh lebih tinggi pada masa lalu. Teori Big-Bang, juga dikenal sebagai teori Super Dense,
menyatakan bahwa jika alam semesta mengembang pada skala tertentu, kumpulan galaksi
akan semakin mendekat ketika kita pergi kembali ke dalam waktu. Pada titik tertentu, semua
materi, energi, dan waktu yang membentuk alam semeseta akan terkonsentrasi di satu tempat
dalam bentuk gumpalan yang sangat padat. Dengan melihat kembali ke belakang, peringkat
resesi galaksi-galaksi yang teramati menunjukkan bahwa galaksi-galaksi itu diduga
berdekatan satu sama lain sekitar dua belas milyar tahun yang lalu. Sebuah hipotesis
mengatakan bahwa gumpalan yang sangat padat dari materi dan energi telah meledak saat ini,
menyebabkan alam semesta mengembang 1030 kali lebih besar dari ukuran awalnya.
Akibatnya, gumpalan ini terbagi menjadi banyak bagian yang bergerak ke arah yang berbeda
dengan kecepatan yang berbeda. Bentuk langit saat ini berasal dari kondensasi yang terjadi
sebagai hasil dari ledakan ini.
Pengembangan yang diamati di alam ini merupakan bagian dari proses yang lebih
besar. Serangkaian pengamatan, percobaan, dan perhitungan yang dilakukan selama satu
abad terakhir dengan menggunakan teknologi modern telah membuktikan dengan jelas bahwa
alam semesta memiliki permulaan. Para ilmuwan telah memastikan bahwa alam semesta
terus mengembang dan telah menyimpulkan bahwa, jika alam semesta dapat bergerak
mundur dalam waktu, alam semesta harus memulai pengembangannya dari titik tunggal,
karena alam semesta mengembang. Saat ini, ilmu pengetahuan telah mencapai kesimpulan
bahwa alam semesta bermula dari ledakan titik tunggal. Ledakan ini dikenal sebagai "Big
Bang" atau "Dentuman Besar". Teori berfokus pada peristiwa tertentu, yang disebut sebagai
"awal" alam semesta, dan angka sepuluh menunjukkan evolusi yang berlangsung dari saat itu
hingga saat ini.
3. Teori Heliosentris
Setelah bertahan selama lebih dari 1500 tahun, teori Big-Bang ternyata keliru. Pada
tahun 1543, seorang astronom Polandia bernama Nicolaus Copernicus, lewat bukunya
berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium, berpendapat bahwa semua planet termasuk
bumi bergerak mengitari matahari. Teori ini dikenal teori Heliosentris.
Salah satu teori astronomi yang dikenal sebagai heliosentrisme menetapkan Matahari
sebagai pusat Tata Surya. Pada zaman Yunani Kuno, Aristarkhos dari Samos (310-230 SM)
pertama kali mengemukakan gagasan ini, tetapi tidak berkembang karena masyarakat pada
masa itu meyakini geosentrisme yang dikemukakan oleh Hipparkhos (161-126 SM) dan
dibenarkan oleh Klaudius Ptolemaeus. Sampai abad ke-15 Masehi, pemahaman tentang
heliosentrisme belum berkembang.
George Joachim mengulangi konsep heliosentrisme dalam bukunya De
Revolutionibus Orbium Coelestium (1543) pada abad ke-16. Nicolaus Copernicus (1473–
1543 M) kemudian mengembangkan teori heliosentrisme dengan menggunakan istilah "Tata
Surya", tetapi gagaasannya bertentangan dengan pendapat umum yang masih menganut
geosentrisme. Kemudian, Giordano Bruno mengajarkan model heliosentrisme Kopernikus.
Namun, Gereja Katolik Roma kemudian menghukumnya dengan hukuman mati atas
ajarannya tersebut. Sebaliknya, Johannes Kepler memperbaiki kelemahan heliosentrisme
Nicolaus Copernicus dan mengembangkannya. Hukum Gerakan Planet Kepler kemudian
dibuat olehnya.
Pada Abad Pencerahan, positivisme pengetahuan mendorong heliosentrisme untuk
mendapatkan dukungan yang lebih besar. Akhirnya, Galileo Galilei menggunakan teleskop
untuk memperkuat teori heliosentrisme Copernicus dan menentang teori geosentrisme
Ptolomeus. Akibatnya, para tokoh agama Kristen mengubah penafsiran kitab suci mengenai
pusat Tata Surya. Akibatnya, heliosentrisme menjadi kebenaran ilmiah yang mengganti
geosentrisme.

https://id.wikipedia.org/wiki/Heliosentrisme
https://statik.unesa.ac.id/profileunesa_konten_statik/uploads/geofish/file/fec984cf-
ff1a-4ff8-aa5e-f77c48c1fbf2.pdf

Anda mungkin juga menyukai