Uji kulit tuberkulin (Mantoux) merupakan salah satu jenis uji yang digunakan
untuk mendiagnosa TB laten dan untuk mengetahui orang yang terinfeksi dengan
kuman TB tetapi belum mengidap penyakit yang aktif. Uji ini merupakan metode
standar untuk mendeteksi TB laten, hasil uji tuberkulin dikatakan positif apabila
indurasi yang terbentuk >10 mm
Sumber : Kambuno NT, Senge YH, Djuma AW, Barung EN. Uji Tuberkulosis
Laten Pada Kontak Serumah Pasien BTA Positif Dengan Metode Mantoux Test.
Jurnal Info Kesehatan. 2019 Jun 24;17(1):50-63.
Tes tuberculin (Mantoux Test) merupakan salah satu Tes diagnostic TB untuk
mendeteksi adanya infeksi M. tuberculosis, TST hingga saat ini masih memiliki
nilai tes diagnostik yang sangat tinggi. Tes ini dilakukan berdasarkan adanya
hipersensitivitas tubuh akibat adanya infeksi oleh M.Tuberkulosis sebelumnya. Hal
ini yang dimediasi oleh sel2 limfosit T (CMI) yang telah tersensitisasi akibat
terinfekasi oleh M.Tuberkulosis secara alamiah. Tes ini dilakukan dengan
menginjeksikan tuberculin tes (PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU), dosis 0,1 cc,
secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Reaksi tuberculin mulai 5-6 jam
setelah penyuntikan dan indurasi maksimal terjadi setelah 48 – 72 jam dan
selanjutnya berkurang selama beberapa hari. Pembacaan dilakukan 48-72 jam
setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan
pada bagian yang hiperemis atau eritemanya. dilakukan pada ruangan dengan
pencahayaan yang baik dan lengan bawah sedikit difleksikan pada siku. Hasil
pembacaan diukur dan ditulis dalam ukuran millimeter.
Bagaimana caranya?
Dibutuhkan tiga spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis TB secara
mikroskopis. Spesimen sputum paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari
berturut-turut (pagi-pagipagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan
sputum dilakukan : Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari.
Sewaktu hari -1 (sputum sewaktu pertama = A)
Kumpulkan sputum spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK
(Unit Pelayanan Kesehatan)
Beri pot sputum pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan sputum
pada hari berikutnya. Pagi hari -2 (sputum pagi = B)
Pasien mengeluarkan sputum spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah
bangun tidur dan membawa spesimen ke laboratorium. Sewaktu hari -2 (sputum
sewaktu kedua = C)
Kumpulkan sputum spesimen ketiga di laboratorium pada saat pasien kembali ke
laboratorium pada hari kedua saat membawa sputum pagi (B).
Sumber : Mikrobiologi B. Buku Panduan Pemeriksaan Sputum BTA. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. 2017.
2. Penjelasan bagan
Pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan rontgen ( foto toraks ), biakan dan uji
kepekaaan yang digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis dengan pemeriksaan foto toraks saja
karena foto toraks tidak selalu menggambarkan khas pada paru TB. Gambaran
kelainan foto toraks tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit
http://repository.unimus.ac.id/1129/3/BAB%202.pdf
3. Dosis profilaksi
Dosis rekomendasi pengobatan tuberkulosis pada anak adalah isoniazid (H) 10
mg/kgBB (7-15 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 300 mg/hari, rifampisin (R) 15
mg/kgBB (10-20 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 600 mg/hari, pirazinamid (Z)
35 mg/kgBB (30-40 mg/kgBB), dan etambutol (E) 20 mg/kgBB (15-25 mg/kgBB).
Regimen Obat Anti Tuberkuloasis (OAT) untuk pasien anak prevalensi HIV
rendah (dan anak negatif HIV) dan resisten rendah isoniazid adalah 2HRZ/4HR
atau 2HRZE/4HR. Pasien dengan prevalensi HIV tinggi dan/atau resisten
isoniazid, regimen yang digunakan adalah 2HRZE/4HR. Regimen meningitis
tuberkulosis adalah 2HRZE/10HR
Obat Pasien anak dengan resisten obat TB dikelompokkan menjadi lima.
Kelompok pertama (lini pertama obat oral) yaitu etambutol dan pirazinamid.
Kelompok kedua yaitu agen injeksi terdiri dari antibiotic golongan aminoglikosida
(amikasin dan kanamisin) dan antibiotic golongan cyclic polypeptide
(capreomycin). Kelompok ketiga adalah golongan fluoroquinolone yaitu
ofloksasin, levofloksasin, dan moxifloksasin. Kelompok keempat adalah lini kedua
obat oral, terdiri dari ethionamide (atau prothionamide), cycloserine (atau
terizidone), dan p-aminosaliculis acid. Kelompok lima adalah lini ketiga, obat pada
kelompok ini belum jelas efikasinya sehingga tidak direkomendasikan oleh WHO
yaitu terdiri dari isoniazid dosis tinggi, linezolid, amoxixilin/clavulanate,
klaritomisin, tioasetazon, imipenem/cilastatin, dan clofazimine
Sumber : Sari M. Terapi Tuberkulosis. Jurnal Medika Hutama. 2021 Oct 3;3(01
Oktober):1571-5.