Bahan Galian
Istilah bahan galian berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu Mineral. Dalam
Artikel 3 angka 1 Japanese Mining Law No.289, 20 December 1950 Lastest
Amandement In 1962 telah ditemukan pengertian Mineral.
Dalam Pengertian ini, bahan galian diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :
Yang termasuk bahan galian berbentuk padat adalah emas, perak, batugamping,
lempung, dan lain-lain. Bahan galian yang berbentuk cair adalah minyak bumi dan
yodium, dan lain-lain. Sementara itu bahan galian berbentuk gas adalah gas alam.
1.2. Jenis Bahan Galian
Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang dapat ditambang
untuk keperluan manusia. Mineral menurut Katili adalah bahan pembentuk batuan,
yang merupakan persenyawaan organik asli dan mempunyai susunan kimia yang
tetap, bersifat homogen baik secara kimia maupun secara fisika. Mineral - mineral
dapat terbentuk menurut berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma,
pengendapan dari gas dan uap, pengendapan kimiawi dan organik dari larutan
pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan evaporasi, dan sebagainya. (Katili, R.J
dalam Pertiwi, Naurita: 2009).
Bahan galian industri sebagian besar termasuk dalam bahan galian golongan C.
Karena sebagian besar bahan galian golongan C lebih banyak dimanfaatkan dan
diambil oleh masyarakat karena hasil pengolahannya hampir semua berkaitan dengan
kehidupan sehari – hari. Menurut peraturan pemerintah No. 27 tahun 1980 pasal 3
tentang penggolongan bahan galian menyatakan bahwa pada pasal 1 bahan – bahan
galian terbagi atas tiga golongan yaitu sebagai berikut :
Golongan A adalah bahan tambang yang digunakan bagi pertahanan dan keamanan
didalam perekonomian Negara. Misalnya minyak bumi, gas alam, aspal, timah dan
lain - lain.
Golongan B adalah bahan tambang yang menjamin hajat hidup orang banyak.
Misalnya besi, mangan, seng, emas, perak, air raksa, intan, belerang dan lain – lain.
3. Golongan C (Golongan yang tidak termasuk golongan A dan B).
Golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk keduanya, karena golongan
C adalah bahan tambang yang tidak memerlukan pemasaran internasional,
penambangannya mudah dan tidak memerlukan teknologi tinggi karena terdapat
dipermukaan bumi. Misalnya nitrat, phospat, tawas, batu apung, pasir kwarsa,
marmer, batu kapur, tanah liat, pasir dan sebagainya.
Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, tanah pasir, sepanjang tidak mengandung
unsur mineral golongan A maupun B dalam Pasal 1 huruf c peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1980 tentang penggolongan Bahan-bahan galian. Penggolongan
bahan galian ini adalah didasarkan kepada :
a. Usaha pertambangan.
b. Bahan galian meliputi bahan galian strategi, vital dan galian C.
c. Dilakukan oleh Rakyat.
d. Domisili di area tambang rakyat.
e. Untuk penghidupan sehari-hari.
f. Diusahakan dengan cara sederhana.
Tekstur, atau ukuran butir, seringkali mempunyai peranan yang penting dalam
pengklasifikasian tanah serta mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Secara umum,
tekstur telah digunakan untuk membagi tanah menjadi dua kelompok besar, yaitu tanah
berbutir kasar dan tanah berbutir halus. Ukuran dan distribusi butir-butir mineral yang
terdapat pada suatu tanah tergantung pada banyak faktor, termasuk komposisi mineral,
cuaca, lamanya pelapukan dan cara pemindahan.
Sesuai dengan ukuran butirnya, tanah berbutir kasar dibagi menjadi bongkah
(boulder), kerikil (gravel) dan pasir. Sifat-sifat teknis tanah berbutir kasar seringkali
sangat dipengaruhi oleh tekstur dan gradasinya.
Tanah berbutir halus dibagi menjadi lanau dan lempung. Butir-butir yang
membentuk lanau dan lempung mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga tidak
bisa dibedakan dengan mata telanjang. Sifat-sifat teknis lanau dan lempung lebih
dipengaruhi oleh kekuatan permukaan dan kekuatan listrik butiran daripada oleh
kekuatan gravitasi sebagaimana yang berlaku pada tanah berbutir kasar. Oleh karena
itu, tekstur tanah berbutir halus mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap sifat-
sifat teknis daripada tekstur tanah berbutir kasar. Lanau biasanya mempunyai
plastisitas yang lebih rendah daripada lempung dan dalam keadaan kering mempunyai
kekuatan yang rendah atau sama sekali tidak mempunyai kekuatan.
Sesuai dengan Klasifikasi Unified, ukuran tekstur tanah ditunjukkan pada Tabel 1.
Meskipun ukuran butir yang ditunjukkan pada Tabel 1 hanyalah pilihan, namun nilai-
nilai tersebut diusulkan dalam rangka menyeragamkan definisi. Perbedaan utama
antara lanau dengan lempung adalah plastisitasnya. Lanau pada dasarnya terbentuk
melalui pelapukan mekanis, sehingga sebagian besar sifat-sifatnya menyerupai sifat-
sifat bahan induknya, sedangkan lempung dihasilkan melalui pelapukan mekanis dan
kimia dan pada dasarnya berukuran koloidal.
Pola dimana individu butir dalam masa tanah tersusun disebut struktur primer
(primary structure). Untuk tanah berbutir kasar, struktur primer sering kali dapat dilihat
dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar (hand lens). Cara untuk
mengamati struktur tanah berbutir halus (lanau dan lempung) sejauh ini berkembang
lambat. Namun demikian, teknologi di bidang mikroskop elektron yang dikembangkan
akhir-akhir ini memberi harapan untuk memudahkan pengamatan struktur tanah
berbutir halus.
Meskipun dalam banyak kasus struktur primer tidak dapat diamati dan mungkin
sangat bervariasi, namun para ahli telah berusaha menetapkan dan mengklasifikasikan
berbagai struktur primer tanah. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.1, beberapa
kelompok struktur primer tersebut adalah:
Sering kali tanah menunjukkan struktur jenis yang lain, yang dikenal dengan
struktur sekunder. Istilah tersebut menggambarkan pola retak, patahan atau bentuk
kerenggangan lain yang terjadi pada formasi tanah. Baik struktur primer maupun
struktur sekunder sering mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat teknis
tanah (permeabilitas, elastisitas, kompresibilitas, kekuatan geser).
2.3. Horizon Tanah
Profil tanah merupakan hasil pelapukan alamiah yang merubah tanah induk.
Profil tipikal tanah, sebagaimana yang berlaku pada bidang teknik sipil, terdiri atas tiga
lapis atau tiga horizon sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Horizon paling bawah, disebut bahan induk (parent material) atau Horizon C,
terdiri atas tanah asli yang belum mengalami pelapukan. Horizon C dapat merupakan
bahan pindahan atau bahan endapan, sedangkan Horizon A dan B merupakan zona-
zona yang telah mengalami pelapukan. Horizon yang ditunjukkan pada Gambar 2
merupakan penyederhanaan daripada horizon menurut pedologi (pedologi membagi
horizon menjadi horizon-horizon yang lebih kecil).
Dalam praktek rekayasa jalan raya dan lapang terbang, kegiatan dalam bidang
geologi dan pedologi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Para ahli geologi dan
pedologi biasanya telah membuat peta daerah-daerah yang dapat memberikan
informasi rinci mengenai jenis-jenis tanah dan konsistensinya. Meskipun informasi
yang diperoleh dari peta tanah menurut geologi dan pertanian sering kali tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang kasus-kasus rekayasa (engineering
problems), namun apabila seseorang telah memiliki latar belakang yang cukup
tentang proses geologi dan mekanika pembentukan tanah, maka dia dapat
memperoleh data dengan cara menafsirkan informasi geologi dan pedologi. Tanah
yang berasal dari bahan induk yang identik serta di bawah pengaruh kondisi cuaca
dan pelapukan yang juga identik, akan terbentuk menjadi tanah yang sama. Namun
demikian, tanah yang terbentuk tersebut jangan diharapkan selalu seragam. Masing-
masing kasus hendaknya diselidiki secara rinci, dimana semua ketidakkonsistenan
mengenai profil tanah, muka air tanah dan jenis bahan induk harus diselidiki. Untuk
keperluan tersebut, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang geologi serta
memahami distribusi tanah dan kelompok tanah.
Berdasarkan proses pembentukannya, bahan atau batuan induk dapat dibagi
menjadi batuan sedimen, batuan beku dan batuan metamorf. Batuan-batuan tersebut
dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan genesa proses pembentukanya.
Disamping itu, batuan sedimen sering disebut juga batuan sedimen bersifat
silika (siliceous)atau gampingan (calcareous), dimana batuan sedimen bersifat silika
adalah batuan yang mengandung banyak silika. Batuan yang mengandung banyak
kalsium karbonat (batu kapur) disebut batuan bersifat gampingan.
Batuan beku terdiri atas bahan cair (magma) yang telah mendingan dan
memadat. Terdapat dua jenis batuan beku, yaitu batuan ekstrusif dan batuan intrusif.
Batuan beku ekstrusif terbentuk dari magma yang tertumpah ke permukaan bumi
pada saat letusan vulkanik atau kegiatan geologi yang sejenis. Karena pada saat
tumpah magma bersentuhan dengan atmosfir yang memungkinkan cepat mendingin,
maka batuan yang terbentuk mempunyai penampilan dan struktur yang menyerupai
kaca. Riolit, andesit dan basal merupakan contoh batuan ekstrusif.
Batuan metamorf umumnya merupakan batuan sedimen atau batuan beku yang
telah mengalami perubahan akibat tekanan dan panas dalam bumi serta reaksi kimia.
Karena proses pembentukan tersebut kompleks, maka batuan metamorf sulit
ditentukan secara pasti asal kejadiannya.
Beberapa jenis batuan metamorf mempunyai ciri yang nyata, yaitu mineralnya
tersusun dalam bidang atau lapisan yang sejajar. Pemisahan batuan pada bidang
tersebut akan lebih mudah daripada pemisahan pada arah lain. Batuan metamorf yang
mempunyai ciri tersebut disebut batuan pipih (foliated); contoh, geneis (gneisses) dan
sekis (schists) (terbentuk dari batuan beku) dan slate (terbentuk dari batuan sedimen,
yaitu batuan serpih). Tidak semua batuan metamorf berbentuk pipih; marmer
(terbentuk dari batu kapur) dan kuarsit (terbentuk dari batu pasir) merupakan batuan
metamorf tanpa proses pemipihan.
Pada sebagian besar kasus, tanah digunakan dalam keadaan aslinya di alam,
tidak sebagaimana halnya dengan bahan bangunan lain. Pada disain bangunan beton
dan baja, seseorang dapat menetapkan jenis bahan yang harus digunakan. Dalam hal
tersebut, pertama-tama dia dapat memilih bahan dan kemudian menetapkan kekuatan
ijin bahan tersebut, atau sebaliknya. Cara tersebut tidak mungkin dilakukan terhadap
tanah, karena seseorang harus mengidentifikasi tanah dan kemudian, jika
memungkinkan, menarik kesimpulan tentang data yang diperlukan untuk disain. Agar
hal tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang, maka tanah harus dideskripsikan
secara rinci sesuai dengan sistem klasifikasi standar.
Berikut ini diberikan tabel yang menunjukkan klasifikasi tanah menurut Sistem
Sistem Klasifikasi Unified (Tabel 2 dan 3).
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Unified Identifikasi dan Deskripsi
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Unified Identifikasi dan Deskripsi (Lanjutan)
3 . Pekerjaan Galian
Bahan galian pada hakekatnya merupakan semua produk dari pertambangan yang
didapatkan dengan cara pelepasan dari batuan induknya di dalam kerak struktur bumi,
yang terdiri atas mineral-mineral. Mineral adalah zat padat yang ada di alam dan dapat
dibuat dari satu elemen atau lebih elemen yang digabungkan bersama (senyawa kimia).
Pengertian bahan galian adalah jenis sumber daya alam yang berasal dari bawah
perut bumi. Oleh karena itulah bahan galian atau hasil tambang merupakan
pengambilan hasil bumi yang berasal dari batuan induk yang berasal dari dalam kerak
bumi. Bahan galian memiliki beberapa kandungan unsur zat mineral didalamnya.
Kandungan unsur zat mineral bahan galian yang paling tinggi adalah kandungan
air. Selain terdapat kandungan mineral berupa air, kandungan unsur zat yang ada pada
bahan galian juga terdapat dalam bentuk gas. Kandungan air dalam bahan galian
memiliki karakteristik homogen atau cenderung sama pada setiap jenisnya. Sedangkan
kandungan gas dalam bahan galian memiliki karakteristik heterogen atau berbeda-beda
pada setiap jenisnya.
Dalam suatu pekerjaan galian harus memperhatikan material yang akan digali,
apakah batuan atau tanah serta memperhatikan sifat fisik dan karakteristik material
yang akan mempengaruhi pemilihan dan pemakaian alat-alat berat. Sifat fisik dan
karakteristik material yang harus diperhatikan seperti:
1. Tanah Lepas : Material yang tidak memiliki daya ikat dan tidak perlu
dihancurkan terlebih dahulu, mudah dicangkul/sekop, misalnya pasir.
2. Tanah Biasa : Material yang masih memiliki daya ikat namun mudah
dilepaskan dari asalnya dengan cangkul maupun sekop, misalnya tanah hasil
pelapukan batuan.
3. Tanah Keras : Material yang sukar dilepaskan dengan cangkul maupun
sekop. Dapat digali dengan power shovel berkekuatan besar.
4. Tanah Cadas : Material yang sulit untuk dicangkul maupun sekop, dapat
dilakukan proses shovel bila dilakukan mekanisme dinamit berkekuatan
rendah.
5. Batuan : Batuan terbagi menjadi tiga yaitu Batuan Beku, Batuan Sedimen
dan Batuan Metamorf. Langkah untuk mengidentifikasi Langkah apa yang
harus digunakan untuk proses penggalian yaitu dengan mengidentifikasi
awal jenis batuan terkait. Penggalian dapat dilakukan setelah proses
peledakan dengan mengikuti jenis batuan yang akan digali. Jenis peledakan
(Blasting) meliputi peledakan rendah, peledakan sedang dan peledakan
tinggi.
Metode Penggalian yang digunakan bergantung pada material apa yang ada
pada area target (cangkul/eksavator), dan akan dilepaskan dari asalnya
menggunakan alat dan metode berdasarkan material yang akan digali. Kemudian,
material yang digali akan diangkut dengan alat/kendaraan apa (missal dumtruck).
3.3. Penggunaan, Pemilihan dan Pemeliharaan Alat Berat