SOEKARNO
Presiden pertama Republik Indonesia ini bernama Soekarno, atau mungkin kita lebih
akrab mendengar panggilan Bung Karno. Soekarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Masa
kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa sekolah
dasar hingga tamat, Soekarno indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS
Tjokroaminoto) yang merupakan politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.
Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hogere Burger School). Saat belajar di HBS
itu, Soekarno telah memupuk rasa nasionalisme dalam sanubarinya. Usai lulus HBS pada
tahun 1920, beliau pindah ke ibukota Jawa Barat dan melanjut ke THS (Technische
Hoogeschool) atau sekolah Teknik Tinggi yang sekarang disebut sebagai Institut Teknologi
Bandung. Beliau pun berhasil meraih gelar insinyur pada 25 Mei 1926.
Pembelaannya itu membuat Belanda semakin marah sehingga pada Juli 1930, PNI
pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, beliau bergabung dengan Partindo dan
sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan diasingkan ke
Ende, Flores, pada tahun 1933. Empat tahun kemudian ia dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah menelan berbagai pil pahit, perjuangannya tidaklah sia-sia. Pada Agustus
1945 ia bersama Moh. Hatta dan tokoh nasional lainnya menyusun naskah proklamasi yang
akhirnya dibacakan pada 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah ini sekaligus mengukuhkan
kedaulatan Republik Indonesia.
25 tahun kejadian itu telah berlalu. Kini beliau sudah pensiun dan mulai sakit-sakitan.
Namun, suatu hari ia kedatangan tamu seorang lelaki tampan dan gagah dan memakai
seragam polisi.
Usut punya usut ternyata lelaki tersebut adalah sang murid yang Bu Aisyah dulu bersihkan
saat BAB di celana. Lelaki tersebut selalu mengenang kejadian itu saat yang lain menjauhiku
hanya Ibu yang dengan tulus membantuku ia mengucapkan banyak terima kasih.
Karya : Givan
Hymne Guru
Cipt, Sartono
“Alan, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW itu kok kayaknya seperti peristiwa bohong, ya?”
“Bohong bagaimana, Dik. Di Al-Qur’an sudah tertuang secara terang lho. Noh, coba baca
kalamullah QS Al-Isra’ ayat 1 atau QS An-Najm ayat 13-18.” Penghujung bulan Rajab telah
tiba, maka tibalah pula rasa penasaran yang berkerumun di pikiran Dika.
Bukan apa-apa. Sebagai seorang remaja dengan pengetahuan agama Islam yang pas-pasan, ia
tak memiliki wawasan mendalam terkait dengan peristiwa Isra’ wal Mi’raj. Belum lagi
temannya ada beberapa dari kalangan non-Islam. Ia hanya bingung, semisal ditanya oleh
mereka tentang bagaimana cara Rasulullah bisa melakukan perjalanan dari Mekkah ke Baitul
Maqdis syahdan melewati 7 lapis langit dalam waktu satu malam.
Dalil memang sudah jelas, tapi kepalanya masih pusing dan bingung jika ditanya “Bagaimana
mungkin!” atau diminta menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj dari kacamata Sains. Makanya
Dika terus bertanya kepada Alan. Setidaknya, Alan memiliki pengetahuan dan pengalaman
lebih tentang Islam. Soalnya ayahnya ustad, dan di rumahnya ada perpustakaan islami mini.
“Iya sih, Lan. Tapi, Nabi Muhammad SAW itu melaksanakan Isra’ Mi’raj pada tahun
kesepuluh kenabian, kan?”
“Betul, Dik. Bisa kita hitung secara manual untuk mengetahui tahunnya.”
Dika pun menyajikan hitung-hitungan tahun peristiwa Isra’ Mi’raj yang terjadi pada 27 Rajab
621 Masehi.Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul pada umur 40 tahun.
Karena beliau lahir pada 12 Rabiul Awwal alias 20 April tahun 571 Masehi, maka 571
ditambah 40 sama dengan 611 Masehi. Jika dijumlahkan kembali dengan 10 tahun kenabian,
maka sempurnalah hasilnya menjadi 621 M. Sekarang adalah tahun 2022, maka bila
dikurangi dengan 621 Masehi, maka hasilnya adalah 1.401. Berarti, peristiwa Isra’ Mi’raj
terjadi pada 1.401 tahun yang lalu.
“Alan, tapi aku masih bingung lho. Bagaimana bisa Rasul melakukan Isra’ dari Masjidil
Haram menuju Masjidil Aqsa di Jerusalem dalam waktu satu malam, sedangkan jaraknya saja
mencapai 1.239 KM, kan?”
“Iya, sih. Kamu benar, Alan. Di zaman Nabi, kendaraan tercepat hanyalah unta, dan jarak
segitu bisa ditempuh dengan perjalanan selama 30-40 hari dengan menaiki unta. Tapi…”
“Tapi bagaimana, Dik? Nah, dari sana saja sudah terasa enggak real, kan?”
“Namanya juga peristiwa luar biasa, Lan. Menurutku tetap real kok. Coba kamu pikir, jarak
1.239 KM kalau kita tempuh dengan menaiki pesawat, berapa hari kita bisa sampai ke Baitul
Maqdis?”
“Coba ya, Lan. Aku asumsikan kecepatan pesawat itu 500 KM/jam. Lha, kalau dihitung mah
tidak sampai memakan waktu berhari-hari, Bro. Malah 2,5 saja kita sudah tiba di Palestina.”
“Nah, kan, Dik. Sampai di sini, peristiwa Isra’ Mi’raj menjadi semakin nyata, kan? Coba saja
kamu bayangkan kalau kita hidup di zaman Nabi dan melihat pesawat. Bagaimana kira-kira?”
Kening Dika yang tadinya mengerut, sekarang sudah mulai tampak mulus seperti sedia kala.
Ia membayangkan bahwa bagaimana jika dirinya hidup di zaman Nabi dan melihat pesawat
yang ada pada hari ini. Jangankan hanya dirinya. Semua orang entah itu orang kafir maupun
beriman di masa sekarang jika kembali ke zaman Nabi dan melihat pesawat, sudah pasti
mereka langsung percaya bahwa pesawat itu seperti kendaraan langit. Di dalam Al-Quran
namanya Buraq, namun manifestasi paling di zaman sekarang mirip dengan pesawat. Soalnya
Buraq itu sendiri berasal dari kata Barqun yang artinya kilat.
“Alan, jadi, secepat apakah kira-kira kendaraan langit yang namanya Buraq itu, ya?”
“Dika. Menurut beberapa literatur yang aku baca, ya, malaikat saja butuh waktu 1000 tahun
untuk mencapai pusat dari galaksi bima. Itu dengan asumsi kecepatan malaikat ialah 50 x
kecepatan cahaya. Sedangkan Buraq, mengantarkan Rasul ke Sidratul Muntaha melewati 7
lapis langit, kan?”
“Benar, Alan. Subhanallah. Satu detik cahaya saja nilainya sama dengan 300.000 KM, kan?
Dari data Sains saja untuk keluar dari galaksi memerlukan waktu 30.000 tahun cahaya.
Subhanallah. Alangkah canggihnya Buraq itu.”
“Begitulah, Dika. Itulah salah satu makna dari lafaz Subhanallah yang tercantum pada awal
ayat 1 Surah Al-Isra. Maha suci Allah yang menggerakkan.”
Dika pun semakin takjub dengan kuasa Allah dan peristiwa Isra’ Mi’raj.
Sebagaimana penjelasan Alan, ia pun menyadari bahwa peristiwa luar biasa ini hanya bisa
dipahami dengan iman. Karena sejatinya, ilmu manusia tidak akan mampu untuk
menggapainya.
Pedekik 1949
Pahlawan…
dirimu bagaikan malaikat pelindung
pengorbananmu sungguh berarti bagiku
jasamu kan Negara ini sangatlah besar
kau tak kenal lelah
oh pahlawan…
betapa malangnya nasibmu
kau rela berkorban demi Negara ini
keberanianmu akan para penjajah sungguh luar biasa
kau bahkan berani menghadapi mereka tangpa mengenali rasa takut
pahlawanku…
perjuanganmu akan Negara ini takkan pernah kulupakan
akan kukenang selalu jasamu
Kepada Guruku
Kepada guruku tersayang
Jasa besarmu akan selalu ku kenang
Kau selalu sabar dan tegar
Semangatmu tak pernah padam
Engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa
Membimbing kami dengan ikhlas dan ceria
Menjadi penerang di setiap masa
Yang membuat kami tak pernah lupa
Tak menyurutkanmu untuk tetap berjuang
Demi masa depan anak bangsa yang gemilang
Ruri berjalan gontai menuju rumahnya. Dia baru berpapasan dengan Zahira
yang membawa kue mini untuk Ibunya. Kue itu memang cantik, dengan gambar
Ibu dan anak kartun dari whipping cream merah muda.
Akan tetapi, Ruri sempat menguping saat Zahira berkata harga kue itu lebih
dari uang saku miliknya, bahkan setara saat dia mengumpulkannya selama
sebulan.
Dengan begitu, Ruri mengerti dia tidak bisa memberikan kue cantik untuk
ibunya. Bocah kelas 4 SD itu lalu menimang-nimang untuk memberi hadiah
hari Ibu pada bulan berikutnya.
Namun, Ruri benar-benar tidak tahu apakah bulan depan dia tetap layak
merayakan hari Ibu. Pasalnya menurut paparan gurunya Hari Ibu datang
setahun sekali. Lantas, apakah Ruri pantas untuk menunda-nunda perayaan
hari Istimewa tersebut?
Ayahku yang Terbaik
Oleh : Ghufron Khalifah Aura
Namaku Syafa Dwi Putri. Orang-orang memanggilku Syafa. Aku sekarang duduk di
kelas XI SMA yang cukup terkenal di kotaku. Aku memiliki 2 saudara, 1 kakak perempuan
dan 1 adik perempuan. Aku, kakakku, dan adikku sekarang tinggal bersama Ayah. Ayahku
adalah sosok laki-laki yang memiliki sifat tegas, taat beribadah, penuh kasih sayang, ceria,
dan pekerja keras. Beliau tidak membeda-bedakan kasih sayangnya terhadap anak-anaknya.
Meskipun beliau orang yang tegas, kasih sayang yang beliau tunjukkan kepada kami
sangatlah besar. Karena, sejatinya setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam mendidik
anak-anak mereka, bukan?.
Semenjak Ibuku tiada, Ayah bekerja dengan sangat keras demi memenuhi kebutuhan
hidup kami serta biaya pendidikan aku, kakakku, dan adikku. Sejak Ibu tiada Ayah pun
menjadi semakin tegas dan sikapnya mulai berubah. Beliau yang awalnya ceria berubah
menjadi pendiam. Beliau juga menjadi sangat protektif terhadap anak-anaknya apalagi
ketiga anaknya adalah perempuan. Diamnya Ayah terkadang membuat kami merasa takut
untuk berbicara dengannya. Dia juga sibuk bekerja mencari nafkah untuk melanjutkan
hidup. Selama ini, Ayah banyak berada di rumah karena tidak memiliki pekerjaan tetap,
sedangkan Ibu dulunya berprofesi sebagai guru. Oleh karena itu, sekarang Ayah mati-matian
mencari uang.
Aku yang tidak dekat dengan Ayah menjadi semakin canggung dengan perubahan
sikap Ayah yang menjadi pendiam dari biasanya. Ditambah sikap protektifnya yang
terkadang membuatku merasa tertekan dan terkekang. Pernah suatu hari, aku menelepon
Ayah untuk memberi tahu kalau aku akan pulang telat karena ada tugas kelompok yang
harus dikerjakan bersama. “Assalamu’alaikum Ayah, Syafa nanti izin telat pulang Yah, Syafa
mau ngerjain tugas kelompok di rumah teman. Boleh kan, Yah?”, kata ku ketika menelepon
ayah. Ayah menjawab “Di mana rumah temannya? Jangan lama-lama. Sebelum magrib
udah pulang. Nanti Ayah jemput kesana”.
Mendengar jawaban Ayah yang seperti itu membuat ku merasa kesal karena aku
bukan anak kecil lagi. Namun aku hanya bisa diam dan mengiyakan apa yang dibilang Ayah.
Parahnya lagi, ketika aku ingin pergi hangout dengan teman-teman Ayah akan menanyakan
banyak pertanyaan seperti pergi dengan siapa, perginya kemana, naik kendaraan apa. Ayah
juga akan menekankan untuk tidak berlama-lama dan pulang sebelum hari mulai gelap.
Padahal aku ingin berlama-lama bersama teman-temanku, apalagi dalam perkumpulan
perempuan pasti banyak hal yang ingin diceritakan dan butuh waktu yang cukup lama.
Sehingga akhirnya, kakakku akan mengantar dan menemaniku berkumpul dengan teman-
temanku agar Ayah mengiyakan permintaanku.
Namun, seiring berjalannya waktu aku pun sadar apa yang dilakukan Ayah ada
positifnya. Aku sadar kalau sikap protektif Ayah juga untuk kebaikan ku sendiri. Sesuai
dengan kepercayaan yang aku imani, sebagai seorang perempuan lebih baik untuk banyak
menghabiskan waktu di rumah. Aku juga jadi bisa menggunakan waktu luang untuk
menghabiskan waktu dengan keluarga dan dirku sendiri, serta terhindar dari pergaulan
bebas yang sekarang ini banyak terjadi di kalangan remaja. Itulah kenapa sekarang ini, aku
selalu menuruti kata Ayah. Sosok yang selalu menjaga anak-anaknya namun dengan cara
yang tak biasa. Bagiku Ayahku adalah yang terbaik
Ayah
Ayah…
Ayah adalah pahlawan keluarga
Ayah tak kenal lelah dan tak pernah mengeluh
Demi keluarga Ayah tetap bertahan dan bersabar
Ayah…
Ayah adalah pemimpin keluarga
Di dalam keluarga kecil ini
Ayah memimpin keluarga ini
Untuk menjadi keluarga yang sejahtera
Ayah…
Aku berterima kasih
Atas pengorbananmu Ayah
Hanya doa yang bisa kubalaskan
Atas perjuanganmu Ayah
“Ayah akan menyekolahkan kamu sampai SMA saja ya, Nak. Setelahnya kamu
akan Ayah jodohkan dengan rekan Ayah. Dia orang berada. Ningrat. Jadi kamu
bakal sejahtera.”
Sakitnya sungguh teriris. Padahal sekarang sudah zaman milenial. Masa iya
ayahku masih menganut paham feodal dan menari-nari teguh di atas pendirian
tradisi nenek moyang.
Baru saja beberapa hari duduk di kelas 1 SMA, tapi aku, perempuan yang
masih meraba-raba dunia kedewasaan ini sudah dilontarkan dengan kisah
tentang menikah.
Iya sih. Kalau sudah jodoh, apa mau dikata. Entah itu menikah karena cinta,
atau saling mencintai setelah menikah keduanya tidak ada yang salah.
Yang salah ya Ayah. Siapa lagi.Namaku Dinda. Menurutku, aku adalah tipe
gadis yang pendiam, namun akan mampu berbicara banyak ketika bertemu
dengan orang yang tepat.
Maksudku bukan tentang bicara omong kosong, tapi bicara tentang masa
depan. Sesekali aku memang masih suka bersikap kekanak-kanakan, layaknya
anak SMP yang suka bercanda gurau, mencoret-coret papan tulis dengan kata-
kata cinta di kala jam kosong, dan banyak hal lainnya.
Namun di balik itu semua, aku merasa diri ini adalah pribadi yang cukup
serius. Aku suka bercanda, tapi secukupnya. Kalau berlebihan aku malah kesal,
karena dunia tidaklah sebercanda itu.
Kadangkala kenyataanlah yang membuat sakitku lebih parah dari pada
candaan. Perempuan mana yang tidak sakit bila impian terbesarnya
dikandaskan oleh ayah.
Semua orang juga tahu bahwa ayah adalah cinta pertama dan cinta terbaik
bagi seorang anak perempuan.
Banyak lahir raden ajeng kartini lanjutkan perjuangan hingga jasad menghilang