Anda di halaman 1dari 3

Ir.

SOEKARNO

 Namaku "Sukarno" bukan "Soekarno"

Pada halaman 23, Presiden Sukarno berkata bahwa nama aslinya adalah Soekarna, namun dalam
ejaan Jawa "a" menjadi "o" maka namanya menjadi "Soekarno". Tapi kemudian dia ingin orang
menuliskan namanya dengan huruf "U", bukan "OE". Dan dia tidak punya nama depan atau nama
belakang, namanya hanya "Sukarno". Berikut kutipan bukunya:

"Sekali waktu ada seorang wartawan goblok yang menulis bahwa nama awalku adalah Ahmad
(Ahmad Soekarno). Sungguh menggelikan. Namaku hanya "Sukarno" saja. Memang dalam
masyarakat kami tidak luar biasa untuk memakai satu nama saja. Waktu di sekolah namaku dieja
"Soekarno" menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku memerintahkan supaya segala
ejaan "OE" kembali ke "U". Juga ejaan dari perkataan "Soekarno" sekarang menjadi "Sukarno".

 Memakai Kopiah Karena Botak

Menurut pengakuannya, dia adalah orang yang pertama kali memperkenalkan kombinasi antara jas
modern dengan peci/kopiah hitam kala acara-acara Jong Java. Dari sanalah banyak yang meniru gaya
berpakaian seperti itu dan jadi ciri dari kaum intelektual Indonesia. Namun pada halaman 42, Presiden
Soekarno memberitahukan alasan lain kenapa dia memakai kopiah. Berikut kutipan bukunya :

"Pada waktu aku melangkah gagah keluar dari kereta api di stasiun Bandung dengan peciku yang
memberikan pemandangan yang cantik, maka peci itu sudah menjadi lambang kebangsaan bagi para
pejuang kemerdekaan. Tapi kalau sekarang, peci itu bagiku lebih merupakan sebagai lambang untuk
pertahanan diri. Sesungguhnya, kepalaku kian hari semakin botak. Karena orang Islam diharuskan
mencuci rambutnya setelah dia berhubungan dengan seorang perempuan, maka kawan-kawan
menggangguku, "Hei Soekarno, itu barangkali yang membikin Bung botak." Apapun alasannya, aku
gembira karena telah mempunyai pandangan ke depan 44 tahun yang lalu untuk membikin peci ini
begitu hebat."
 Insinyur yang tak pandai Matematika

Walaupun Presiden Soekarno merupakan Insinyur lulusan ITB, justru sebenarnya dia sangat tidak
suka dan tidak menguasai Matematika. Yang dia suka hanya menggambar. Pada halaman 54, dia
berkata:

"Aku mempunyai ingatan seperti bayangan gambar (visual) dan dalam pada itu aku terlalu sibuk
memompakan soal-soal politik ke kepalaku, sehingga tidak tersisa waktuku untuk membuka buku
sekolah. Dewi dendamku adalah ilmu pasti (IPA dan matematika). Aku tidak begitu kuat dalam ilmu
pasti. Menggambar arsitektur bagiku sangat menarik, akan tetapi kalkulasi bangunan dan komputasi
jangan tanya. Kleinste Vierkanten atau yang dinamakan Geodesi, semacam penyelidikan tanah secara
ilmu pasti di mana orang mengukur tanah dan belajar membaginya dalam kaki persegi, dalam semua
ini aku gagal."

 Pruralis Sejati

Presiden Soekarno menganggap bahwa Tuhan bukan milik perseorangan atau sekelompok orang. Ini
juga menarik buat saya karena pandangan Presiden Soekarno ini sangat mengena buat kita sebagai
Rakyat Indonesia yang berbeda-beda suku dan agama. Pada halaman 59, beliau berkata:

"Tahun 1926 (ketika berusia 25 tahun) adalah tahun dimana aku memperoleh kematangan dalam tiga
segi. Segi yang kedua adalah dalam kepercayaan. Aku banyak berpikir dan berbicara tentang Tuhan.
Sekalipun di negeri kami sebagian terbesar rakyatnya beragama Islam, namun konsepku tidak
disandarkan semata-mata kepada Tuhannya orang Islam. Pada waktu aku melangkah ragu melalui
permulaan jalan yang menuju kepada kepercayaan, aku tidak melihat Yang Maha Kuasa sebagai
Tuhan kepunyaan perseorangan. Menurut jalan pikiranku maka kemerdekaan bagi seseorang meliputi
juga kemerdekaan beragama. Ketika konsep keagamaanku meluas, ideologi dari Pak Cokro (gurunya
di Jogja) dalam pandanganku semakin sempit dan semakin sempit juga. Pandangannya tentang
kemerdekaan untuk tanah air kami semata-mata ditinjau melalui lensa mikroskop dari agama Islam.
Aku tidak lagi menoleh kepadanya untuk belajar."

 Bung Karno Kesengsem dengan Cindy Adams

Selama hidupnya, berulang kali Bung Karno didesak untuk menuliskan sebuah biografi. Namun,
beliau selalu kekeh berkata tidak. Hingga akhirnya suatu ketika datang seorang wartawati cantik asal
AS bernama Cindy Adams menawarkan Soekarno hal yang sama. Ajaibnya, Bung Karno langsung
menerimanya.

Menurut Bung Karno, Cindy Adams adalah sosok wanita cantik yang sangat jujur. Baik perangai atau
pun tulisannya. Bung Karno secara tersirat mengatakan kagum akan sosok wanita satu ini dan bahkan
mengatakan secara gamblang jika beliau sangat mempercayai Adams. Keduanya pun kemudian
menghabiskan banyak waktu berdua dan akhirnya terbitlah buku penting berjudul Bung Karno
Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Lewat buku ini semua rahasia-rahasia Bung Karno dan
Indonesia terungkap.
 Bung Karno: “Kalau Mau Jadi Raja Besar, Kawini Nyai Roro Kidul”

Nyai Roro Kidul dan Bung Karno kerap dikaitkan satu sama lain. Ada yang mengatakan jika kedua
sosok beda alam ini sangat dekat satu sama lain. Bung Karno tidak menolak atau pun mengiyakannya.
Hanya saja, beliau memang pernah berkata sesuatu hal yang berhubungan dengan si Ratu Pantai
Selatan ini.

Pada suatu ketika, Bung Karno pernah berkata, “Mythos jang belakangan terdjadi sedjak Keradjaan
Mataram jang kedua, tradisi jang mengatakan bahwa radja hanjalah bisa mendjadi radja jang besar
dan kuat, negara bisa mendjadi besar dan kuat, ratu hanjalah bisa mendjadi ratu jang hanjakrawati
hambahudenda, djikalau sang ratu itu beristerikan pula Ratu Loro Kidul.” Kita jangan pernah
mengartikan ini secara harfiah. Bung Karno itu kadang suka mengucapkan kata-kata kiasan penuh
makna.

 Bung Karno Pernah Doyan Dugem

Ada suatu masa di mana hidup seorang Soekarno benar-benar menggalaukan dirinya. Saat itu terjadi
ketika Bung Karno tengah mengalami banyak problematika hidup. Mulai dari rumah tangganya yang
memanas, baru sembuh dari malaria, serta harus memikirkan bangsa. Semua masalah ini bertumpuk
menjadi satu dan membuat Bung Karno kelimpungan. Untuk menyeimbangkan hidup, kemudian
beliau memilih dugem.

Soekarno pernah sangat rutin menyambangi Lokasari, daerah penuh diskotik hari ini, tapi sebuah
taman bersantai di masa lalu. Bersama rekannya yang bernama Motik, Bung Karno menikmati
malam-malam panjang untuk sekedar melepas stres. Menonton layar tancap, mendengarkan musisi
bermain dan sebagainya di Lokasari. Ya, seperti inilah dugem di tempo doeloe. Sebagai orang besar
mungkin agak tidak pantas Bung Karno melakukan ini. Meskipun begitu, biarkan saja hal ini terjadi,
sebagai bukti kalau beliau benar-benar manusia biasa.

Anda mungkin juga menyukai