Anda di halaman 1dari 3

PENGANTAR SARINAH

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

Pengantar Sarinah merupakan materi awal yang diberikan kepada calon anggota GMNI pada
saat PPAB berlangsung. Materi pengantar Sarinah ini merupakan gambaran awal tentang sejarah
Sarinah didalam kaitannya dengan pergerakan perempuan. Disamping itu materi pengantar
Sarinah dilengkapi dengan pengertian tentang keseimbangan hak serta tanggung jawab laki-laki
dan perempuan dalam menjalankan peran-peran sosial di tengah masyarakat. Dalam materi juga
diuraikan pemikiran Soekarno tentang kodrat perempuan yang menjadi landasan awal
melakukan brain storming terhadap wawasan dan konsep gender.

I. ASAL KATA SARINAH DAN HUBUNGAN DENGAN BUNG KARNO


Sarinah adalah seseorang yang sangat dihormati oleh Bung Karno. Ia merupakan pengasuh
Bung Karno ketika masih anak-anak. Bung Karno menyebutnya dengan sebutan “Mbok”.
Dari Sarinah lah Bung Karno mendapat banyak rasa cinta dan rasa kasih serta dari Sarinahlah
Bung Karno mendapat pelajaran mencintai “orang kecil”. Orang kecil di sini maksudnya
adalah rakyat jelata. Karena rasa hormat yang begitu besar kepada Sarinah, Bung Karno
menamakan sebuah buku dengan nama Sarinah sebagai tanda terima kasihnya. Buku ini
berisi tentang soal wanita. Bung Karno merasa penting bagi kita untuk mempelajari soal
wanita karena kita tidak dapat menyusun negara dan tidak dapat menyusun masyarakat jika
tidak mengerti soal wanita.

“Perempuan itu tiang negeri. Manakala baik perempuan, baiklah negeri. Manakala rusak
perempuan rusaklah negeri.”

Kemudian jika dikaitkan dengan GMNI, tentunya ada suatu keterkaitan antara istilah kata
Sarinah dengan GMNI. Hal ini juga berkaitan dengan Bung Karno, karena sosok yang
diteladani dan menjadi panutan bagi seluruh kader dan anggota GMNI adalah Bung Karno.
Saat ber-GMNI seluruh kader dan anggota GMNI memiliki sebuah panggilan nama yang
khas. Panggilan nama tersebut disematkan di depan nama asli dari anggota serta ada
perbedaan antara panggilan untuk laki-laki dan untuk perempuan. Laki-laki GMNI biasanya
dipanggil dengan istilah “Bung”, sama seperti panggilan Ir. Soekarno yaitu Bung Karno
sedangkan perempuan GMNI biasanya dipanggil “Sarinah”, sama seperti nama pengasuh
Bung Karno, contohnya Sarinah Lita, Sarinah Dina, Sarinah Tata dll.

II. SOAL PEREMPUAN


Bung Karno dalam buku Sarinah menceritakan tentang keadaan perempuan pada jaman dulu
setelah Indonesia baru-baru merdeka. Awal munculnya pemikiran Bung Karno tentang soal
perempuan dikarenakan pada saat Bung Karno berkunjung bersama teman dan istri temannya

Pengantar Sarinah – Novina Chrisdayanti Sn 1


ke rumah seorang kenalan mereka. Kemudian mereka dipersilakan masuk oleh tuan rumah
dan mengobrol dengan santai. Saat itu istri teman Bung Karno bertanya tentang keadaan
nyonya rumah atau istri si tuan rumah, namun ia mengatakan istrinya sedang menegok
bibinya yang sakit. Ia terlihat sukar untuk menjawab pertanyaan tersebut. Istri teman Bung
Karno menyayangkan hal itu karena Ia hendak menyapa dan berkenalan dengan nyonya
rumah pada hari itu. Tetapi kemudian Bung Karno melihat ada sepasang mata yang mengintip
dari balik tirai pintu. Saat itu satu soal yang berputar di kepala Bung Karno, kenapa tuan
rumah berbohong dan malu pada saat ditanyakan tentang istrinya, kenapa Ia tidak
mempersilahkan istrinya untuk bergabung dengan mereka. Ia terlihat sangat malu.

Pikiran Bung Karno terus melayang memikirkan satu soal yaitu soal wanita, soal
kemerdekaan bagi wanita. Namun kemerdekaan seperti apa yang cocok untuk wanita.
kemerdekaan feminisme? Kemerdekan ala Kartini?

Kemudian Bung Karno juga menceritakan bahwa ada seorang teman beliau seorang guru di
Bengkulu, mempunyai seorang istri yang sangat dicintai. Ketika Bung Karno menganjurkan
ke temannya untuk memberikan kemerdekaan sedikit kepada istrinya itu, teman Bung Karno
mengatakan bahwa Ia tidak mengijinkan istrinya keluar karena Ia hanya ingin melindungi
istrinya, Ia menganggap istrinya sebagai sebutir mutiara. Mutiara yang selalu disimpan di
dalam kotak dan tidak ingin istrinya tersakiti oleh dunia luar. Namun, dibalik maksud baik itu
Bung Karno beranggapan bahwa justru sebagaimana mereka menyimpan istrinya di dalam
kotak, demikian pulalah mereka menyimpan istrinya itu di dalam kurungan atau pingitan.
Bahkan Bung Karno teringat dengan perkataan Profesor Havelock Ellis yang berkata bahwa
kebanyakan laki-laki memandang perempuan sebagai “suatu blasteran antara Dewi dan
seorang tolol”. Dipuja sebagai seorang Dewi namun dianggap tidak penuh sebagai seorang
tolol.

Pandangan Bung Karno terhadap perempuan diawali dari realitas kehidupan perempuan
Indonesia yang masih banyak mengalami pengekangan, penindasan dan pembodohan.
Bahkan sampai sekarang pun masih banyak perempuan Indonesia yang belum mendapatkan
keadilan ditengah masyarakat kita sendiri. Tidak semua perempuan Indonesia memperoleh
pendidikan, kehidupan yang layak, bahkan masih banyak perempuan yang sering
direndahkan dan dianggap tidak sepintar kaum laki-laki. Padahal jika kita melihat secara
lebih mendalam, kaum perempuan merupakan kaum yang cerdas dan dapat mengimbangi
laki-laki. Namun adat atau kebiasaan setempat sering menganggap bahwa perempuan adalah
makhluk yang harus dilindungi dari dunia luar dan tidak boleh ikut bersama-sama kaum
lelaki dalam membangun suatu peradaban. Pemikiran inilah yang akhirnya bertahun-tahun
lamanya melekat di dalam pikiran kaum laki-laki yang beranggapan perempuan hanya
dilihat dari segi penampilan dan

Pengantar Sarinah – Novina Chrisdayanti Sn 2


potensinya sebagai seorang istri yang baik. Kebanyakan orang tidak mengindahkan
perempuan yang bekerja seperti laki-laki. Lambat laun perempuan pun menganggap dirinya
adalah makhluk lemah dan selalu bergantung dengan laki-laki. Pola pemikiran seperti ini
yang akhirnya menyebabkan perempuan belum bisa terbebas dari kesengsaraan karena Ia
sendiri pun menganggap dirinya tidak sepintar laki-laki. Pikiran-pikiran ini sebenarnya harus
kita luruskan, yang mana kaum laki-laki harus sadar bahwa perempuan bukan hanya
dipandang sebelah mata saja hanya sebagai makhluk lemah tidak berdaya yng kerjanya hanya
di rumah dan mengurus anak saja, justru laki-laki harus menghargai perempuan dan
memberikan kebebasan untuk dapat belajar dari mereka dan ikut dalam perjuangan
pergerakan Indonesia. Kemudian kaum perempuan harus menyadari juga bahwa Ia berperan
sangat penting dalam pembangunan negara sama halnya seperti laki-laki dan ikut serta
bersama laki-laki dalam perjuangan.

Laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang sudah jelas berbeda dari segi fisik dan
kodrat namun perlu diingat bahwa mereka tidak dapat dipisahkan karena keduanya
merupakan dua bagian dari komponen yang ada di dalam masyarakat. Maka dari itu tidak
boleh ada pembedaan maupun pemisahan antara perempuan dan laki-laki dalam pergerakan
perjuangan Indonesia karena seperti pengambaran seekor burung, jika satu sayapnya patah
maka burung itu tidak akan bisa terbang begitu pula dengan perempuan dan laki-laki.

Bagi Bung Karno, nasib perempuan Indonesia tergantung dari tangan mereka sendiri. Kaum
laki-laki harus terus mengingatkan dan memberikan keyakinan kepada kaum perempuan
Indonesia tentang pentingnya mereka ikut dalam gerak perjuangan. Perempuan Indonesia
harus bahu membahu dengan laki-laki mewujudkan cita-cita bangsa yang sejahtera, adil dan
makmur.

“Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutilah serta-mutlak dalam


usaha menyelamatkan Republik, dan nanti jika Republik telah selamat, ikutilah serta-
mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Jangan ketinggalan dalam Revolusi
Nasional ini dari awal sampai akhirnya, dan jangan ketinggalan pula nanti di dalam
usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Di dalam
masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi wanita
yang bahagia, wanita yang Merdeka!”

-Bung Karno, Sarinah (Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia)

Pengantar Sarinah – Novina Chrisdayanti Sn 3

Anda mungkin juga menyukai