Anda di halaman 1dari 11

Isi Buku Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat Indonesia

Tidak ada kata sambutan. Tidak ada kata pengantar. Buku ini langsung disajikan di sini. Berikut
adalah isi buku Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat Indonesia:

1.Alasan Menulis Bab Ini….

Mungkin Anda pernah mendengar pro dan kontra mengenai Sukarno. Di sebagian akhir
kepemimpinanya, ada yang mengatakan Sukarno dibenci oleh rakyat Indonesia. Sebagian
lainnya mengatakan mencintai Sukarno. Di bab inilah berisi pandangan Sukarno mengenai hal
tersebut.

Ada juga pengakuan dari Sukarno yang menyukai wanita dan mengapa ia seperti itu. Saya yakin
Anda akan terkejut karenanya.

Selain itu, diceritakan mengapa Sukarno menyukai negara-negara blog timur. Kisahnya bersama
John F. Kennedy, dan media-media asing yang menjelek-jelekan namanya.

Dan yang terpenting, meskipun Sukarno selalu menolak jika ada yang mengusulkan biografi
dirinya, pada akhirnya ia bertemu dengan Cindy Adams dan tertarik untuk menulis kisah
hidupnya.

Di bab ini, saya merasa terharu dengan kisah Sukarno.

Bab 2 : Putra Sang Fajar

Sukarno lahir ketika fajar menyingsing dan ditakdirkan menjadi pemimpin. Ada semacam
gurauan di bab ini mengenai kelahiran Sukarno ke dunia ini.

Lalu tentang leluhur Sukarno yang juga pejuang, yang terlibat dengan Belanda sejak penjajah
datang ke Indonesia.

Juga dikisahkan bagaimana orang tua Sukarno bertemu. Bagian ini, saya mulai sedikit mengenal
sejarah keluarga bapak Proklamator Indonesia ini.

Di bab ini, saya mencari kesamaan Sukarno dengan saya ha ha ha…. dan tidak menemukannya.
Juga terkejut dengan fakta-fakta siapa sebenarnya orang tua Sukarno.

Bab 3 : Mojokerto : Kesedihan di Masa Muda

Sukarno hidup dalam kemiskinan. Masa kecilnya cukup menyedihkan, sampai-sampai ia tidak
bisa membeli mercon seperti teman-temannya dan menangis dan protes kepada ibunya.

Juga ada kisah bagaimana Sukarno dididik oleh Bapaknya dengan keras.

Nama Sukarno sendiri didapat karena ia sering sakit-sakitan di masa kecil. Ada sejarah
bagaimana kemudian ia diberi nama Sukarno oleh bapaknya.
Juga ada cerita tentang cinta pertama dengan wanita belanda. Bagaimana Sukarno harus
bersekolah di sekolah Belanda. Namun Sukarno harus mengulang kelas karena tidak fasih bahasa
Belanda. Juga belajar selama satu jam setiap pagi dengan guru lesnya

Di usia ke-15 tahun, Sukarno pergi ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah.

Di bab ini, saya belajar sesuatu tentang mencintai makhluk Tuhan. Dan juga ada kebanggaan
karena Sukarno pernah tinggal di Mojokerto.

Bab 4 : SUrabaya : Dapur Nasionalisme

Di kota Surabayalah Sukarno yang baru menginjak usia muda tahun berpetualang. Ia tinggal
dengan Tjokroaminoto yang merupakan pemimpin Sarekat Islam.

Sukarno tinggal di kamar gelap tanpa pintu.


Di Surabaya, Sukarno tidak mengalami masa senang. Karena alasan-alasan tertentu. Dan ia
mencari kesenangan dengan membaca. Di titik inilah Sukarno mulai memasuki “Dunia
Pemikiran”.

Di masa ini Sukarno juga bertemu pemimpin-pemimpin politik dan terkadang mengajukan
pertanyaan. Dan setapak demi setapak Sukarno mulai mencintai tanah air.

Juga ada kisah penghinaan anak Belanda di sekolah. Sukarno bersekolah dengan cara yang tidak
mudah dan terkadang pulang dalam keadaan babak belur.

Di Surabaya juga tempat Sukarno mendapat ramalan akan menjadi orang besar. Dan tentu saja,
itu benar-benar terjadi.

Yang paling menyenangkan, Sukarno menceritakan kisah cintanya dengan gadis Belanda.
Sayangnya, ketika ia melamar gadis pujaannya, hanya penolakan dan hinaan yang diperoleh
Sukarno.

Pada akhirnya Sukarno menikah di usia 21 tahun dengan putri Tjokroaminoto.

Selanjutnya, Sukarno ingin melanjutkan sekolah ke Belanda. Namun akhirnya tidak jadi karena
tidak mendapat restu ibunya dan melanjutkan ke Bandung.

Bab 5 : Bandung : Gerbang Ke Dunia Putih

Di bandunglah tempat di mana Sukarno mulai menggunakan peci dan kemudian menjadi simbol
pejuang kemerdekaan beberapa puluh tahun kemudian.

Di bandung pula Sukarno melanjutkan pendidikan dengan 10 orang Indonesia diantara orang
berkulit putih berambut merah.

Namun, Karena suatu alasan, Pak Tjokro dianggap dalang dibalik pemogokan buruh dan
ditangkap Belanda. Sebagai menantu, Sukarno terpanggil untuk membantu keluarga mertuanya,
Memutuskan berhenti kuliah dan bekerja sebagai klrek di stasiun kereta api dengan gaji 165
rupiah sebulan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Pak Tjokro.

7 Bulan kemudian Pak Tjokro dibebaskan dan Sukarno kembali kuliah. Lalu akhirnya ia
mengembalikan Utari ke Pak Tjokro tanpa mengaulinya sedikit pun selama masa 2 tahun
pernikahan.

Lalu Sukarno menikahi wanita yang lebih tua, namun menjadi pendamping yang sesuai untuk
Sukarno, Inggit.

Bab 6 : Marhaenisme

Di bab ini Sukarno menceritakan mengenai pemikirannya dan menemukan paham Marhaenisme.
Nama itu diambil dari nama petani yang ditemui Sukarno dan mengilhami pemikirannya.

Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktik.

Di bagian ini Sukarno juga menceritakan tentang pidato pertamanya di lapangan yang dihadiri
ribuan orang. Pidatonya dihentikan dan sejak saat itu, nama Sukarno di black list oleh
Pemerintahan Belanda.

Diceritakan pula bagaimana Sukarno akhirnya berhasil menyelesaikan studinya dan


mendapatkan gelar. Meskipun pernah mendapat nilai 3 atau pun melakukan “gotong royong”
dengan sesama pemuda Indonesia dalam setiap ujian.

Ketika lulus, Sukarno mengingat kata-kata Presiden universitas, “Ir. Sukarno, ijasah ini dapat
robek dan hancur menjadi abu di satu saat. Ia tidak kekal. Ingatlah, bahwa satu-satunya kekuatan
yang bisa hidup terus dan kekal adalah karakter dari seseorang. Ia akan tetap hidup dalam hati
rakyat, sekalipun sesudah mati. “

Bab 7 : Bahasa Indonesia

Selepas lulus, Sukarno menolak pekerjaan kepadanya. Karena ia tidak sudi bekerja untuk
kepentingan Belanda.

Sukarno hanya pernah mengerjakan sebuah rumah saja. Itu pun karena hal tersebut merupakan
permintaan seorang professor yang dihormatinya.

Karena sudah tidak punya uang, maka Sukarno menjadi guru. Walau untuk mendapatkan
pekerjaan itu ia harus berbohong. Situasinya sedang sulit kala itu.

Di bab inilah Sukarno mulai mendapatkan pengikut. Berpidato dengan siapapun yang
ditemuinya.

Ia juga matang dengan pemikiran-pemikirannya sendiri dan memiliki ideologi politik yang
berbeda.
Akhirnya ia mendirikan perkumpulannya sendiri. Dan studi klub itu tumbuh di solo, Surabaya,
dan Kota lainnya di Indonesia. Kemudian menerbitkan majalah perkumpulan – Suluh Indonesia
Muda. Dan Ketua Sukarno adalah penyumbang tulisan pertama.

Bab 8 : Mendirikan P. N. I

Di bab inilah Bung Karno mendirikan PNI setelah Serikat Islam terpecah. Dan PNI menjadi satu-
satunya partai politik. Tujugan PNI membuat pengikutnya gemetar : Kemerdekaan sekarang.

TAhun 1928 adalah tahun propaganda. PNI bergerak. Dan di masa inilah Bung Karno mendapat
julukan “Singa Podium”.

Diceritakan pula beberapa pro dan kotra di dalam PNI. Mulai dari pemakaian seragam hingga
memasukan pelacur sebagai anggota PNI sekaligus menjadi mata-mata.

Lagipula pelacur adalah anggota PNI yang selalu punya uang dan memberikan hasil gilang
gemilang.

Walaupun di masa ini Sukarno sudah diakui sebagai pemimpin, namun kondisinya masih tetap
melarat. Baginya kemiskinan bukanlah sesuatu yang patut dimalukan.

Di bab ini Anda akan sedikit tersentuh dengan perjuangan para pahlawan di tengah kemiskinan,
namun tetap memimpikan kemerdekaan.

Bab 9 : Masuk Tahanan

Di masa ini, beberapa tokoh yang dianggap berbahaya oleh Pemerintah Belanda akan berakhir
dengan penjara. Sukarno pun sudah menyadarinya bahwa cepat atau lambat, ia akan
mendapatkan gilirannya.

Bagian mengerikannya, nasib pejuang sangat memprihatinkan. Bahkan disebutkan bahwa ada
dari 300 orang, yang selamat hanya 4 orang saja. Ada pula yang langsung digantung.

Di suatu pagi setelah rapat, giliran Sukarno pun tiba. Ia pun ditangkap Belanda.

Dan Sukarno pun berakhir di Rumah Penjara Banceuy.

Bab 10 : Penjara Banceuy

Banceuy adalah penjara tingkat rendah. Didirikan di abad kesembilan belas, keadaanya kotor,
bobrok, dan tua.

Usut punya usut, disebutkan bahwa penangkapan Sukarno sudah direncanakan selama berbulan-
bulan. Di saat bersamaan, ribuan orang ditangkap. Termasuk 4 tokoh PNI.

Di bab ini, Sukarno banyak menceritakan pengalaman pahitnya selama ditahan di penjara
Banceuy. Bahkan ia sempat berpikir rasanya lebih baik mati.
Di penjara ini terdapat orang-orang Indonesia yang bekerja sebagai sipir. Dan melalui merekalah
Sukarno berkomunikasi dengan dunia luar.

Ada juga Bos Penjara yang bisa disuap. Tapi tetap saja, di penjara ini, hiburan bagi Bung Karno
hanya sebuah permainan mendengarkan kawannya menceritakan kembali kisah Mahabarata dan
Ramayana, yang mana membuat perasaannya ringan dan memberi kekuatan.

Bab 11 : Pengadilan

Sukarno menolak untuk dibela secara hukum oleh pengacara. Ia berniat membela dirinya sendiri.

Sebelum pengadilan diadakan, di dalam penjara, beralaskan kaleng tempat buang air, Sukarno
menyusun pembelaannya yang dikenal sebagai Indonesia Menggugat yang berisi penderitaan
rakyat Indonesia akibat penghisapan selama tiga setengah abad di bawah penjajahan Belanda.

Di pengadilan Sukarno dituduh melanggar pasal-pasal penyebar kebencian atau mengambil


bagian dari organisasi yang mempunyai tujuan menjalankan kejahatan disamping… usaha
menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda.

Sayangnya, Sukarno kalah dan dijatuhi hukuman paling berat, yakni 4 tahun penjara. Ia
ditempatkan di penjara Suka Miskin.

Bab 12 : Penjara Sukamiskin

Di Sukamiskin Sukarno dipekerjakan untuk membuat garis di percetakan. Ia juga diawasi dan
dibatasi agar tidak membicarakan soal-soal politik dengan manusia lainnya.

Namun tetap, Sukarno tetap bisa mengakali semuanya dan menerima kabar-kabar dari luar
melalui cara-cara tertentu.

Di bab ini… Sukarno menceritakan kehidupan di dalam penjara. Putera Sang Fajar berada di
lingkungan yang tidak seharusnya ia berada.

Menurut pengakuannya, Sukarno berkembang di dalam penjara. Ia juga mulai mendalami Islam.

Namun karena tulisan Sukarno dalam Indonesia Menggugat, banyak protes dari ahli hukum di
seluruh eropa. Dan hukuman diubah menjadi dua tahun.

Ketika keluar dari penjara, Sukarno menjawab pertanyaan Direktur penjara dengan jawaban,
“Seorang pemimpin tidak berubah karena hukuman. Saya masuk penjara untuk memperjuangkan
kemerdekaan, dan saya meninggalkan penjara dengan pikiran yang sama.”

Bab 13 : Keluar dari Penjara

Setelah keluar, Sukarno mengucapkan pidato paling terkenal menurutnya.


DI bab inilah terjadi dialog antara Bung Karno dan Bung Hatta. Karena keduanya berselisih
paham mengenai cara mendapatkan kemerdekaan. Namun tidak ada kesepakatan dan keduanya
tetap meyakini cara masing-masing.

Setelah keluar dari penjara, Sukarno tidak berubah. Ia tetap berpidato kesana-kemari seperti
biasanya.

Bab ini Sukarno menceritakan pengalaman-pengalamannya. Tentang pekerjaan, kekurangan


uang, menjadi pemimpin partai Partindo, hingga ketika mendapatkan pakaian-pakaian yang
bagus.

Namun Sukarno masih orang yang sama. Dan pada akhirnya, ia kembali ditangkap oleh Belanda
karena dianggap terlalu berbahaya.

Bab 14 : Masuk Kurungan

Sukarno kembali masuk Sukamiskin. Hanya saja kali ini ia ditempatkan di sel khusus, dibuat di
tengah-tengah ruangan besar yang telah dikosongkan. 8 bulan lamanya sukarno hidup seperti
pertapa yang bisu.

Pada akhirnya, hukuman yang menanti adalah pembuangan. Sebelum di buang Sukarno sempat
bertemu kedua orang tuanya setelah sekian lama. Dan mungkin saja, ini pertemuan yang terakhir.

8 hari kemudian, Sukarno sampai di Pulau Bunga, pulau yang terpencil.

Bab 15 : Pembuangan

Kampung itu bernama Endeh, penjara terbuka bagi Sukarno.

Saat di pengasingan inilah mertua Sukarno meninggal di pelukannya. Juga berita kematian Pak
Cokro juga sampai. Di sinilah Sukarno merasa sedih, namun ia berusaha menyembunyikannya
agar Inggit tidak ikut menderita melihatnya menderita karena jauh dari cita-citanya.

Bab ini cukup panjang. Sukarno menceritakan bagaimana ia hidup di pengasingan. tentang
takhayul, menulis cerita sandiwara, bergaul dengan penduduk setempat, hingga memikirkan
masa depannya tentang revolusi.

Di tempat ini juga Sukarno mendekati kematian karena menderita malaria.

Di sini saya banyak belajar tentang pengorbanan. Menjadi kayu yang ikut terbakar untuk api.
Dan tentu saja, bagaimana saya memikirkannya, tetap saja saya merasa tidak mampu menjadi
seperti Sukarno.

Bab 16 : Bengkulu

SEkitar 5 tahun Sukarno berada di Pulau Bunga ketika ia sakit malaria. Hari itu sekitar Februari
1938 ketika ia dapat kabar akan dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah dipindahkan, Sukarno mendapat penolakan. Orang-Orang di kota tidak suka perubahan
ketika sukarno membuat rencana mendirikan masjid.

Akhirnya, Sukarno menjadi guru di Muhammadiyah. Di bab ini diceritakan tentang Fatmawati.

Di bab inilah diceritakan bagaimana Fatmawati tumbuh besar dan Sukarno ingin memperistrinya.
Namun Inggit tidak setuju. Juga fakta bahwa menceraikan Inggit akan meruntuhkan Sukarno
dalam bidang politik. Biar bagaimana pun, Inggitlah yang telah menemaninya selama berpuluh-
puluh tahun dalam pengasingan.

Sebelum diperoleh suatu keputusan mengenai Fatmawati, Jepang menyerang Sumatra pada 12
Februari 1942.

Bab 17 : Pelarian

BElanda tetap menahan sukarno ketika Jepang datang di Bengkulu. Bab ini menceritakan
perjalanan Sukarno menuju Padang sebelum akhirnya diberangkatkan ke Australia.

Sebelum pergi, Sukarno masih sempat menemui Fatmawati dan mengucapkan harapannya.

Namun sebelum tiba di kapal yang akan membawanya, kapal itu telah meledak. Akhirnya
Sukarno bebas dari pasukan Belanda yang mengawalnya.

Setelah 9 tahun tidak berpidato, Sukarno kembali berpidato. Sukarno membentuk Komando
Rakyat yang bertugas sebagai pemerintah sementara.

Perintah pertama Sukarno saat itu adalah tidak melawan terhadap tentara Jepang. Dan Jepang
dengan cepat menguasai Padang dengan tank-tank, kereta berlapis baja, dan bala tentara berjalan
kaki.

Bab 18 : Jepang Mendarat

Akhirnya Jepang tiba di Indonesia. Tepatnya di daerah Sumatra. Tentara Belanda melarikan diri
dan meninggalkan rakyat Indonesia tanpa perlindungan.

Awalnya, rakyat menganggap Jepang sebagai pahlawan yang mengusir Belanda. Namun tak
lama kemudian, Jepang melarang bendera Indonesia berkibar dan hanya boleh ada bendera
Jepang.

Di bab inilah terjadi kejadian bersejarah di mana Bung Karno dan wakil Jepang saling
menjanjikan suatu hal satu sama lain.

Jepang tahu bahwa Bung Karno dekat dengan rakyat sehingga meminta bantuan agar tidak
terjadi kerusuhan.

Selanjutnya, Bung Karno mengatur semua permasalahan yang dihadapi Jepang. Karena ini juga
jalan dalam merebut kemerdekaan Indonesia yang sudah lama diimpi-impikan.
Bab 19 : Pendudukan Jepang

Panglima tertinggi tentara pendudukan yang bermarkas di Jakarta memerintahkan para pemimpin
bangsa Indonesia membentuk suatu badan pemerintahan sipil, tetapi itu tidak akan terjadi tanpa
Bung Karno.

Setelah itu, perintah militer menyuruh mendatangkan Bung Karno.

Setelah melalui perjalanan melelahkan dari Sumatra ke Pulau Jawa, setelah 13 tahun pergi,
akhirnya Sukarno kembali lagi.

Dan keinginan Bung Karno ketika baru datang adalah memiliki Jas Baru buatan De Koning.

Sukarno pun tinggal di Jakarta, di rumah besar bekas milik orang Belanda dan kembali berjuang
bersama pemimpin lainnya.

Bab 20 : Kolaborator atau Pahlawan

Meskipun di masa lalu Bung Karno dan Bung Hatta pernah berselisih paham, pada akhirnya
keduannya bekerja sama.

Bung Karno bekerja secara terang-terangan dan Bung Hatta bekerja secara rahasia. Hanya ada
Sharir yang menyaksikan rencana untuk masa depan tersebut.

Lalu terbentuklah Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dan Sukarno menjadi ketuanya. Melalui Putera
lah Sukarno memberikan seruan-seruan kepada rakyat.

Sukarno juga mulai berpidato lagi. Menumbuhkan nasionalisme dan memanfaatkan


pemerintahan Jepang untuk kepentingan Indonesia.

Sukarno juga terlibat dalam upaya-upaya menyelamatkan orang-orang penting supaya tidak
dihukum mati oleh Jepang.

Di bab inilah diceritakan perjuangan sambil memanfaatkan situasi dari keadaan pemerintahan
Jepang.

Bab 21 : Putraku yang Pertama

Pada akhirnya, hubungan Sukarno dan Inggit tidak bisa diteruskan. Mereka bercerai.

Pada Juni 1943, Fatmawati dan Sukarno akhirnya kawin.

Di usia ke 43 tahun, akhirnya Sukarno bergembira karena Tuhan yang Maha Pengasih
mengarunia seorang anak.

SElesai
Kekurangan Buku Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat Indonesia

Ini buku biografi pertama yang saya tuntaskan. Dan menyangkut sebuah biografi, tidak ada yang
bisa dinilai karena hal ini menyangkut pengalaman pribadi seseorang.

Mungkin ada banyak privasi yang tidak diceritakan. Meskipun demikian, saya cukup senang
pernah membaca secuil kehidupan salah satu tokoh proklamator Indonesia ini.

Satu-Satunya yang membuat saya kurang nyaman ketika menikmati buku ini adalah masih
banyak ejaan yang belum disempurnakan.

Alangkah baiknya jika penulisannya disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia.


Sang proklamator
Bengkulu adalah tempat runtuh dan berdirinya rumah tangga Sukarno. Hubungannya dengan
Inggit memburuk, karena isterinya itu tidak bisa memberinya anak. Saat itu pula cinta bersemi
untuk Fatmawati, anak seorang pengurus Muhammadiyah. Inggit tidak bersedia dimadu.
Sukarno dan Inggit bercerai saat mereka tiba kembali di Jawa. Ketika itu Perang Pasifik pecah
dan setelah bersusah payah, Sukarno tidak kembali menjadi tawanan Belanda, yang berniat
membawanya ke Australia.
Kita tahu, Sukarno memanfaatkan pendudukan Jepang untuk mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Keputusannya ini sempat mendapatkan tentangan, terutama dari golongan muda yang
dibina oleh Syahrir. Sejarah mencatat, Sukarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia setelah Jepang menyerah kepada Sekutut.
Cerita di buku ini ditulis beberapa tahun sebelum peristiwa pemberontakan PKI di tahun 1965.
Selama itu pula kita dapat membaca bahwa bahkan setelah merdeka pun, Sukarno masih terus
merasakan berbagai kepahitan. Pertama adalah perang revolusi melawan Belanda yang ingin
mengembalikan status quo di Indonesia. Tidak hanya berpindah-pindha tempat, nyawanya pun
saat itu ada di ujung tanduk. Kalau Indonesia tidak dapat memenangkan perang, pengadilan
internasional akan menghukumnya sebagai seorang penjahat perang.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di tahun 1949, Sukarno masih harus
menghadapi berbagai gerakan separatis. Hal ini bisa dimaklumi. Kondisi Indonesia melarat dan
kacau-balau setelah ratusan tahun penjajahan, perang revolusi, dan utang Belanda yang harus
kita bayar. Selama itu pula, sang presiden tidak pernah merasakan kenikmatan duniawi. Sampai
akhir hayatnya, Sukarno tidak memiliki rumah. Pernah rakyat hendak mengumpulkan uang
supaya presidennya bisa membeli rumah, Sukarno menolaknya.
Buku ini memang tidak sempurna. Menurut saya, terlalu self-centered. Di luar hal-hal yang kasat
mata, Sukarno tidak banyak membahas mengenai kekurangannya. Misalnya mengenai perbedaan
pendapatnya dengan Hatta, atau keputusan-keputusan di bidang ekonomi yang buruk.
Namun demikian, buku ini tetap layak dibaca oleh generasi saat ini. Sebagai tonggak sejarah.
Untuk mengajarkan kita bahwa kemerdekaan harus tetap diisi dengan perjuangan. Juga
mengingatkan kita bahwa arus yang bertentangan dengan cita-cita hendaknya diabaikan saja.
Kita ingat ucapan Bung Karno, “Bebek berjalan beramai-ramai di sawah, tetapi burung elang
terbang sendirian di angkasa.”

Berkorban sejak belia


Alasan mengapa Sukarno begitu mencintai rakyatnya, dan keinginannya yang menggebu untuk
membawa bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, mestinya tidak lain adalah karena ia adalah
bagian dari rakyat itu sendiri. Rakyat yang miskin, melarat, dan tertindas.
Meskipun berasal dari keluarga ningrat, ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo hanyalah
seorang bangasawan kelas bawah tanpa jabatan mentereng. Pekerjaannya adalah guru sekolah
dasar, dan di jaman itu gajinya amat kecil, sehingga sepanjang hidupnya Sang Putera Fajar -
ibunya, Ida Ayu, yang memberinya julukan ini- tidak memiliki kasur.
Sejak kecil terlihat bahwa Sukarno berbakat. Beruntunglah kita, ayahnya adalah seorang
nasionalis pembenci Belanda, menunjukkannya ke jalan perjuangan. Sejak mula Raden Soekemi
mengarahkan anaknya itu untuk sekolah tinggi. Menurutnya pendidikan akan membuka jalan
untuk menumpas penjajahan. Sukarno dikirimnya ke Horgere Burgerschool (HBS) di Surabaya,
sekolah menengah elit di jaman itu.
Di Surabaya Sukarno mondok di rumah kawan bapaknya, HOS Cokroaminoto, Ketua Sarekat
Islam, yang pada jamannya adalah organisasi massa terbesar di Hindia Belanda. Melahap banyak
buku dan mendengarkan berbagai diskusi politik antara bapak kosnya dengan tamu-tamunya,
benih-benih nasionalisme Sukarno mendapatkan pupuk yang subur.
Layaknya pemuda lulusan HBS di masa itu, setelah lulus Sukarno ingin melanjutkan studi ke
Negeri Belanda. Sayangnya, orangtuanya bukanlah seperti keluarga besar Hatta dan Syahrir yang
kaya-raya. Dia “hanya” dapat melanjutkan studinya ke Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB). Saat berangkat ke Bandung, Sukarno sudah beristri Oetari, puteri Pak Tjokro.
Di kampus yang dibangun pemerintah kolonial untuk mencetak tenaga kerja di negeri
jajahannya, cakrawala nasionalisme Sukarno justru makin tumbuh subur. Banyak berinteraksi
dengan rakyat, dia melihat bahwa kaum kawula berada dalam kondisi yang mengenaskan. Tidak
hanya miskin, mereka juga memiliki perasaan rendah diri setelah ratusan tahun Belanda
mendoktrin bahwa hanya yang berbau Eropa yang unggul di dunia ini.
Di kota kembang pula Sukarno pertama kali merumuskan Marhaenisme. Seorang petani miskin
bernama Marhaen ditemuinya di pinggiran Bandung. Petani itu bekerja di sawahnya sendiri,
hasilnya dimakan untuk keluarga sendiri, namun tetap saja hasilnya tidak cukup. Tipikal
semacam itu menurut Sukarno mencerminkan kondisi rakyat Hindia Belanda di masa itu.

Anda mungkin juga menyukai