Anda di halaman 1dari 19

SOEKARNO

Profil atau Biografi Presiden Soekarno sang Proklamator. Mungkin sampai sekarang
beliau adalah tokoh yang paling banyak dikagumi orang di Indonesia. Banyak orang
yang mencari mengenai perjalanan hidup, profil atau biografi singkat mengenai
Soekarno. Dikenal sebagai Presiden pertama Republik Indonesia sekaligus pencetus
Pancasila, beliau lebih akrab di panggil Bung Karno ini berasal dari Blitar, dia
merupakan pahlawan Proklamasi bersama dengan Mohammad Hatta.

Presiden Soekarno sangat disegani oleh para pemimpin negara-negara di dunia


pada waktu itu. Soekarno dilahirkan di Surabaya tepatnya pada tanggal 6 Juni 1901
dengan nama asli bernama Koesno Sosrodihardjo, karena sering sakit yang mungkin
disebabkan karena namanya tidak sesuai maka ia kemudian berganti nama menjadi
Soekarno.

Kehidupan Presiden Soekarno


Ayah beliau bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibu bernama Ida Ayu
Nyoman Rai. Orang tuanya bertemu di Bali ketika ayahnya menjadi guru di Bali dan
ibunya merupakan bangsawan di Bali. Soekarno diketahui memiliki saudara atau
kakak kandung perempuan bernama Sukarmini.

Masa Kecil dan Masa Muda Soekarno

Mengenai kisah hidup Presiden Soekarno, semasa kecilnya ia tidak tinggal bersama
dengan orang tuanya yang berada di Blitar. Ia tinggal bersama kakeknya yang
bernama Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur, Soekarno bahkan
sempat bersekolah disana walaupun tidak sampai selesai ikut bersama dengan
orang tuanya pindahh ke Mojokerto.

Di Mojokerto, Soekarno kemudian di sekolahkan di Eerste Inlandse School dimana


ayahnya juga bekerja disitu sebagai guru. Namun ia dipindahkan tahun 1911 ke ELS
(Europeesche Lagere School) yang setingkat sekolah dasar untuk dipersiapkan
masuk di HBS (Hogere Burger School) di Surabaya. Setelah tamat dan bersekolah di
HBS tahun 1915, Soekarno kemudian tinggal di rumah Haji Oemar Said
Tjokroaminoto atau H.O.S Cokroaminoto yang merupakan kawan dari ayah
Soekarno.

Soekarno, Kartosuwiryo dan Muso


H.O.S Cokroaminoto dikenal sebagai pendiri dari Serikat Islam (SI). Di rumah
Cokroaminoto lah Soekarno berkenalan dengan para pemimpin Sarekat Islam (SI)
seperti Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Soekarno juga akrab dengan Muso, Alimin,
Darsono dan Semaun yang kelak dikenal sebagai tokoh berhaluan kiri dan juga
Kartosuwiryo yang kelak mendirikan Darul Islam dan memimpin pemberontakan
melawan Soekarno.

Mereka bersama-sama tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto untuk menimba ilmu


dan belajar berorganisasi melalui Sarekat Islam (SI). Disini jiwa nasionalismenya
akan bangsa Indonesia menjadi sangat besar. Soekarno juga sempat ikut dalam
organisasi pemuda tahun 1918 yang bernama Tri Koro Darmo yang kemudian
berubah nama menjadi Jong Java. Soekarno bahkan aktif sebagai penulis di koran
harian bernama Oetoesan Hindia yang dikelola oleh Cokroaminoto.

Di rumah Cokroaminoto, Soekarno muda mulai belajar berpolitik dan juga belajar
berpidato meskipun cenderung ia lakukan sendiri di depan cermin di kamarnya. Di
sekolahnya yaitu Hoogere Burger School atau HBS, Soekarno mendapat banyak ilmu
pengetahuan

Pada tahun 1921 setelah lulus dari Hoogere Burger School atau HBS, Soekarno
muda kemudian pindah ke Bandung dan tinggal dirumah Haji Sanusi, disini
Soekarno kemudian akrab dengan Douwes Dekker, Tjiptomangunkusumo, dan Ki
Hajar Dewantara.

Soekarno kemudian masuk ke Technische Hoogeschool (THS) jurusan teknik sipil.


Technische Hoogeschool (THS) kelak berubah menjadi ITB (Institut Teknologi
Bandung) seperti sekarang. Di tahun yang sama yakni 1921, Soekarno menikah
dengan Siti Oetari anak sulung dari H.O.S Cokroaminoto. Soekarno sempat berhenti
kuliah setelah dua bulan masuk di THS namun di tahun 1922 ia mendaftar lagi dan
kemudian mulai kuliah dan kemudian lulus pada tanggal 25 Mei 1926 dengan gelar
Ir (Insinyur).

Tamat dari THS, Soekarno mendirikan Biro Insinyur tahun 1926 bersama Ir. Anwari
yang mengerjakan desain dan rancang bangunan. Ia juga bekerja sama dengan Ir.
Rooseno merancang dan membangun rumah.
Selama di Bandung, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) yang
kemudian menjadi cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia yang berdiri pada
tanggal 4 Juli 1927. Disini Soekarno kemudian mulai mengamalkan ajaran
Marhaenisme. Tujuan dari pembentukan partai Nasional Indonesia adalah agar
bangsa Indonesia bisa merdeka dan terlepas dari Jajahan Belanda.

Soekarno Dipenjara Oleh Pemerintah Kolonial


Dari keberanian Soekarno ini kemudian pemerintah kolonial Belanda menangkapnya
di Yogyakarta dan memasukkannya ke penjara Banceuy di Bandung. Kemudian
tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke penjara Suka Miskin. Dalam penjara ini
kebutuhan hidupnya semua berasal dari istrinya yang setia menemaninya yaitu
Inggit Ganarsih yang menikah dengan Soekarno pada tahun 1923 yang sebelumnya
Soekarno telah menceraikan Siti Oetari secara baik-baik pada saat masih di
Bandung.

Inggit yang juga dibantu oleh kakak Soekarno bernama Sukarmini sering
membawakan makanan kepada Soekarno di penjara Suka Miskin, hal itulah yang
kemudian membuat pengawasan di penjara Suka Miskin makin diperketat.

Menurut Biografi Presiden Soekarno dari beberapa sumber, ia dikenal belanda


sebagai seorang tahanan yang mampu menghasut orang lain agar berpikir untuk
merdeka sehingga ia kemudian dianggap cukup berbahaya.

Beliau kemudian diisolasi dengan tahanan elit tujuannya agar tidak bisa
mendapatkan informasi yang berasal dari luar penjara. Tahanan elit ini sebagian
besar merupakan warga Belanda yang mempunyai kasus seperti penggelapan,
korupsi dan juga penyelewengan, inilah yang menjadi tujuan Belanda agar topik
pembicaraan mengenai bagaimana caranya untuk memerdekakan Indonesia tidak
sesuai karena rata-rata tahanan elit yang bersama Soekarno adalah orang Belanda.

Topik yang biasa ia dengar sama sekali tidak penting seperti soal makanan dalam
penjara dan juga cuaca. Selama berbulan-bulan di Suka Miskin menngakibatkan
Soekarno putus komunikasi dengan teman-teman seperjuangannya, namun itu
bukanlah hal yang sulit baginya untuk mendapatkan informasi dari luar.
Akhirnya Soekarno menemukan ide baru, dimana ia menggunakan telur sebagai
media untuk berkomunikasi dengan istrinya. Jika teman Soekarno mengalami
musibah atau mendapat kabar buruk maka telur yang dibawa oleh istrinya adalah
telur asin, itupun beliau hanya dapat menduga-duga sebab ia tidak tahu secara
pasti apa yang terjadi diluar sana. Untuk berbicara dengan Inggit, Soekarno diawasi
secara ketat dan juga barang bawaan yang dibawa oleh inggit dari luar penjara
selalu diperiksa secara teliti.

Biografi Presiden Soekarno


Kemudian Soekarno dan inggit akhirnya menemukan cara yang dianggapnya paling
mudah dalam berkomunikasi agar tidak diketahui oleh Belanda yakni dengan media
yang sama sebelumnya yaitu Telur dimana cara yang digunakan sedikit berbeda
yaitu dengan menusuk jarum ke telur.

Jika satu tusukan pada telur berarti kabar baik, jika tusukan sebanyak dua kali pada
telur artinya seorang teman Soekarno tertangkap namun jika terdapat tiga tusukan
berarti aktivis kemerdekaan yang ditangkap cukup besar.

Selama berada dipenjara, orang tuanya tidak pernah sekalipun mengunjungi


Soekarno alasannya adalah orang tua Soekarno tidak sanggup melihat Soekarno
dipenjara, Ia kurus dan hitam selama berada di penjara karena itulah yang menurut
ibu Wardoyo sehingga orang tua soekarno tidak mau menjenguk Soekarno.

Agar orang tuanya tidak panik Soekarno sering beralasan bahwa ia sering bekerja
dibawah teriknya sinar matahari sehingga kulit-kulitnya menghitam selain itu dalam
penjara ia ingin memanaskan tulang-tulangnya karena dalam penjara, ruangannya
sangat gelap, lembab dan juga dingin karena sinar matahari tidak ada.

Soekarno dan Pembelaan "Indonesia Menggugat"


Kasusnya disidangkan oleh Belanda melalui pengadilan Landraad di Bandung, ketika
sudah delapan bulan berlalu yaitu pada tanggal 18 Desember 1930. Soekarno
dalam pembelaanya membuat judul bernama "Indonesia Menggugat" yang
terkenal. Dimana ia mengungkapkan bahwa bangsa Belanda sebagai bangsa yang
serakah yang telah menindas dan merampas kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Dari pembelaannya itu kemudian sehingga membuat Belanda semakin marah


sehingga PNI bentukan Soekarno dibubarkan pada bulan Juli 1930. Setelah keluar
dari penjara bulan desember 1931, Soekarno kemudian bergabung dengan Partindo
tahun 1932 karena ia sudah tidak memiliki partai lagi dan ia kemudian didaulat
sebagai pemimpin Partindo namun ia kembali ditangkap oleh Belanda dan
kemudian diasingkan ke Flores.

Dibuang ke Bengkulu dan Bertemu dengan Mohammad Hatta dan Fatmawati

Tahun 1938, ia kemudian dibuang ke Bengkulu, disini Soekarno bertemu dengan


Mohammad Hatta yang akan menjadi teman seperjuangannya yang kemudian
keduanya akan memproklamasikan Kemerdekaan bangsa Indonesia. Di Bengkulu
juga Soekarno kemudian berkenalan dengan Fatmawati yang kelak menjadi istri
Soekarno dan ibu negara pertama. Fatmawati merupakan putri dari Hassan Din
yang mengajak Soekarno untuk mengajar di Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu.

Tahun 1942, kekuasaan Belanda di Indonesia berakhir setelah Jepang masuk


menyerbu Indonesia. Soekarno yang sempat akan dipindahkan oleh Belanda ke
Australia namun gagal setelah dicegat oleh Jepang. Soekarno kemudian kembali ke
Jakarta. Jepang kemudian memanfaatkan Soekarno berserta pemimpin Indonesia
lainnya untuk menarik hati penduduk Indonesia.

Soekarno dan Jalan Berliku Menuju Kemerdekaan Indonesia


Jepang bahkan menunjuk Soekarno untuk memimpin tim persiapan kemerdekaan
bangsa Indonesia yaitu BPUPKI dan PPKI setelah berjanji memberikan kemerdekaan
bagi Indonesia. Soekarno bahkan sempat terbang ke Jepang untuk bertemu dengan
Kaisar Hirohito.

Soekarno terus menerus melakukan pendekatan dan kerjasama dengan Jepang


dengan tujuan agar Indonesia segera diberi kemerdekaan. Segala persiapan untuk
kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh Soekarno seperti merumuskan Pancasila dan
UUD 45 sebagai ideologi dan dasar negara serta perumusan teks proklamasi
kemerdekaan bersama Mohammad Hatta dan Ahmad Soebardjo.

Sebelum mengumumkan kemerdekaan Indonesia pada bulan agustus 1945,


Soekarno bersama Mohammad Hatta bersama pemimpin Indonesia yang lainnya
terbang ke Dalat, Vietnam untuk menemui pimpinan tertinggi kekaisaran Jepang di
Asia Tenggara yaitu Marsekal Terauchi. Menjelang proklamasi kemerdekaan,
terdapat perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan tua.

Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok


Golongan Tua menghendaki agar kemerdekaan Indonesia dipersiapkan secara
matang dan golongan muda menghendaki agar kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan secepatnya. Hal inilah yang kemudian membuat golongan muda
melakukan penculikan terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 16
agustus 1945 dan membawa mereka ke daerah Rengasdengklok dengan tujuan
agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan menjauhkannya dari
pengaruh Jepang. Peristiwa penculikan ini kemudian dikenal dengan nama Peristiwa
Rengasdengklok.

Mengetahui Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa ke Rengasdengklok membuat


Ahmad Soebardjo kemudian menjemput Soekarno dan Mohammad Hatta. Sutan
Syahrir yang dikenal sering berseberangan pendapat dengan
Advertisement
Soekarno marah mendengar para golongan muda menculik Soekarno dan Hatta dan
menyuruh mereka membwanya kembali ke Jakarta.

Tiba di Jakarta, Soekarno dan Muhammad Hatta beserta pemimpin lainnya bertemu
dengan Laksamana Maeda di rumahnya di Jl. Imam Bonjol. Laksamana Maeda
kemudian menjamin keselamatan Soekarno dan para pemimpin lain dan
mempersilahkan Soerkarno dan Muhammad untuk merumuskan teks proklamasi
kemerdekaan. Bersama dengan Ahmad Soebardjo mereka bertiga merumuskan teks
proklamasi kemerdekaan yang kemudian diketik ulang oleh Sayuti Melik.

Memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia dan Menjadi Presiden Pertama


Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Juga Moh Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Jepang dimana pada tanggal tersebut juga
diperingati sebagai Hari kemerdekaan bangsa Indonesia dimana pancasila
kemudian dibentuk oleh Soekarno sebagai dasar dari negara Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan inilah yang kemudian membawa Ir. Soekarno bersama


dengan Mohammad Hatta diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama
Republik Indonesia dalam sejarah bangsa Indonesia. Diluar sosoknya sebagai Bapak
bangsa Indonesia, tidak banyak yang tahu jika Soekarno pernah menikah sebanyak
sembilan kali, kharisma yang luar biasa dimiliki oleh Soekarno melalui penuturan
orang-orang yang dekat dengannya, itulah mengapa wanita-wanita cantik dapat
dengan mudah terpikat dengannya dan dijadikan isterinya. Beliau tertarik dengan
wanita yang sederhana dan juga berpakaian sopan.
Istrinya yaitu Fatmawati pernah bertanya pada presiden Soekarno mengenai wanita
yang berpenampilan seksi namun beliau menjawab bahwa wanita dengan
penampilan yang sopan dan sederhana dan juga tampil apa adanya lebih menarik
untuk disukai sebab kecantikan seorang wanita terlihat dari keaslian atau
kesederhanaannya.

Soekarno tak menyukai wanita yang berpenampilan seksi seperti memakai rok
pendek yang ketat dan memakai lipstik seperti orang yang modern pada umumnya,
percaya atau tidak artis Amerika Marylin Monroe sangat menyukai kharisma dari
seorang Presiden Soekarno.
Presiden Soekarno dan Ibu fatmawati
Soekarno bersama Fatmawati
Wanita idaman Soekarno yaitu wanita yang setia, konservatif dan juga bisa
menjaganya. Beliau sangat senang ketika wanita itu bisa melayaninya dan
menjaganya, Pandangannya tentang wanita-wanita Amerika yang menyuruh
suaminya mencuci piring membuat fatmawati menjadi terkesima dan juga
terpesona akan kesederhanaan dari seorang Soekarno sehingga fatmawati rela
menemaninya hingga akhir hayatnya.

Indonesia Selama Pemerintahan Presiden Soekarno


Selama pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia sebagai negara baru ketika itu
bertahan dari berbagai permasalahan yang kerap menggoyahkan stabilitas negara
Indonesia. Pertama kali dengan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda yang
kembali menjajah Indonesia setelah Jepang menyerah. Kemudian muncul
pemberontakan PKI yang dipimpin oleh Muso (kawan lama Soekarno) dan Amir
Syarifudin, Pemberontakan Permesta, Pemberontakan Republik Maluku,
Pemberontakan APRA oleh Westeling, dan pemberontakan Darul Islam atau DI/TII
oleh Kartosuwiryo yang merupakan kawannya sendiri ketika Soekarno masih muda.

Meskipun banyak dilanda masalah pada awal-awal lahirnya negara, dibawah


pemerintahan Soekarno, Indonesia mulai terkenal di mata Internasinal. Banyak
pemimpin dunia seperti John F. Kennedy yang merupakan presiden Amerika ketika
itu dan Fidel Castro yaitu presiden Kuba dan pemimpin negara lain menaruh hormat
pada Presiden Soekarno.

Indonesia ketika itu dikenal sebagai negara non blok, dan sempat berhubungan erat
dengan Rusia dan ditandai dengan pembelian senjata untuk pertahanan secara
besar-besaran dari Rusia dan juga untuk melawan Belanda ketika sedang
melakukan upaya pembebasan Irian Barat. Selain itu Indonesia melalui presiden
Soekarno membentuk poros Jakarta-Beijing-Moskow yang membuat konfrontasi
dengan blok barat semakin tinggi.

Hal ini juga membuat Indonesia semakin berhaluan kiri ditandai dengan semakin
berkembangnya komunis ketika itu dimana muncul istilah 'NASAKOM' yang
dicetuskan oleh Presiden Soekarno.

Indonesia bahkan sempat berganti sistem pemerintahan dari sistem parlementer


menjadi presidensil dari tahun 1945 hingga 1960an. Dan pada tahun 1960an
pergolakan politik yang amat hebat terjadi di Indonesia, penyebab utamanya adalah
adanya pemberontakan besar oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dikenal
dengan sebutan G30-S/PKI dimana dari peristiwa ini kemudian membuat akhir cerita
dari pemerintahan Presiden Soekarno dan juga orde lama berakhir.

Hal ini ditandai dengan adanya "Supersemar" atau Surat Perintah Sebelas Maret di
tahun 1966 yang terkenal dan masih menjadi kontroversi sejarah sebab naskah
aslinya tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang. Supersemar dikeluarkan
oleh Presiden Soekarno dan berisi himbauan dari Presiden Soekarno ke Soeharto
agar bisa mengendalikan Keamanan dan juga ketertiban negara yang ketika itu
sedang kacau dan juga berisi mandat pemindahan kekuasaan dari Soekarno ke
Soeharto yang kelak menjadikan Soeharto sebagai Presiden yang baru bagi bangsa
Indonesia.

Akhir Jabatan Sebagai Presiden


Setelah jabatannya sebagai Presiden berakhir ditandai dengan diangkatnya
Soeharto sebagai Presiden, Ir Soekarno kemudian banyak menghabiskan waktunya
di istana Bogor, lama-kelamaan kesehatannya terus menerus menurun sehingga ia
mendapat perawatan oleh tim dokter kepresidenan hingga tepatnya pada tanggal
21 Juni 1970 Presiden Soekarno atau Bung Karno menghembuskan nafas
terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Kepergian sang Proklamator sekaligus Bapak Bangsa Indonesia ke pangkuan Yang


Maha Kuasa menyisakan luka yang dalam bagi rakyat Indonesia pada waktu itu.
Jenazah dari bung Karno kemudian dibawa di Wisma Yaso, Jakarta setelah itu
jenazahnya kemudian dibawa ke Blitar, Jawa Timur untuk dikebumikan dekat
dengan makam ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.

Gelar "Pahlawan Proklamasi" diberikan oleh pemerintah karena jasa-jasanya kepada


bangsa Indonesia. Kisah perjuangan Bung Karno kemudian diangkat ke dalam layar
lebar yang berjudul "Soekarno : Indonesia Merdeka" yang digarap oleh sutradara
terkenal Hanung Bramantio dimana Ario Bayu berperan sebagai Tokoh Soekarno,
Inggit yang diperankan oleh Maudy Koesnaedi dan Fatmawati yang diperankan oleh
Tika Bravani.

Isu bahwa kematian Soekarno karena di bunuh secara perlahan.


Banyak yang berpendapat dan yakin bahwa Presiden Soekarno dibunuh secara
perlahan-lahan dimana presiden Soeharto secara ketat mengawasi dan mengatur
pengobatan Ir Soekarno ketika ia sakit. Di Wisma Yaso di Jln gatot Subroto ia ditahan
sehingga ketika sakit ia tidak bisa kemana-mana sehingga penahanan inilah yang
kemudian membuat ia menderita lahir dan batin, keluarganya pun tidak
diperbolehkan secara bebas untuk menjenguk Soekarno.

Ketika sakit, banyak resep obat yang tidak dapat ditukar dengan obat dimana resep
itu diberikan oleh dr. Mahar Mardjono yang memimpin tim dokter ketika itu.
Sehingga banyak tumpukan resep ketika itu di meja penahanan Ir. Soekarno. resep
tersebut dibiarkan saja dan tidak pernah ditukarkan dengan obat.

Banyak yang mengatakan penguasa yang baru memang sengaja membiarkan


soekarno sakit dan makin parah sehingga mempercepat kematiannya. Alat-alat
kesehatan yang berasal dari Cina untuk menyembuhkan Soekarno ditolak oleh
Presiden Soeharto ketika itu. Rachmawati Soekarnoputri menuturkan bahkan
sekedar menebus obat sakit gigi pun harus seizin presiden Soeharto.

Ingin Berfoto Dengan Presiden Soekarno?


Anda hobi traveling dan sedang berada di Bangkok, Thailand, cobalah untuk
berkunjung ke Museum Madame Tussauds disana terdapat Patung lilin Soekarno.
Patung yang terbuat dari lilin tersebut dibuat menyerupai sosok Presiden Soekarno.
Patung ini dibuat sebagai salah satu bentuk penghormatan oleh mus Madame
Tussauds kepada Presiden Soekarno sebagai salah satu Proklamator dan sebagai
Bapak Bangsa Indonesia dan juga peranan Soekarno bagi dunia internasional
selama menjabat sebagai Presiden Soekarno.
Patung Lilin Soekarno
Patung Lilin Soekarno di Bangkok, Thailand
Daftar istri Presiden Ir. Soekarno
Oetari
Inggit Garnasih, memiliki anak dari Soekarno bernama Ratna Juami (anak angkat)
dan Kartika (anak angkat)
Fatmawati, Dari Fatmawati kemudian Ir. Soekarno memiliki anak bernama Guntur
Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra
Hartini, Dari Hartini Ir. Sokarno kemudian memiliki anak bernama Taufan
Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra
Kartini Manoppo , Ir. Soekarno memiliki anak bernama Totok Suryawan
Soekarnoputra
Ratna Sari Dewi, Ir Soekarno memiliki anak bernma Karina Kartika Sari Dewi
Soekarno
Haryati, Ir. Soekarno memiliki anak bernama Ayu Gembirowati
Yurike Sanger
Heldy Djafar
Berikut Kutipan Kata Kata Bijak Dari Presiden Soekarno
Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak
akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat
ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik
tetapi budak. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. (Pidato
Hari Pahlawan 10 Nop.1961)
Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih
sulit karena melawan bangsamu sendiri.
Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden
sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan
rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu
kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia
dengan kemajuan selangkah pun.
Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak
dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
.Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan
persaudaraan
Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama
masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus
dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan
aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia
Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari
Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya
Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah
berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.
Itulah artikel singkat mengenai Profil atau Biografi Presiden Soekarno semoga kisah
perjalanan hidup dari Ir. Soekarno ini bisa bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Berikut Daftar Biografi atau Profil Presiden yang pernah memimpin Indonesia :
Biografi Ir. Soekarno Presiden Pertama Indonesia
Biografi Soeharto Presiden Kedua Indonesia
Biografi B.J Habibie Presiden Ketiga Indonesia
Biografi KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) Presiden Keempat Indonesia
Biografi Megawati Soekarno Putri Presiden kelima Indonesia
Biografi Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Keenam Indonesia
Biografi Joko Widodo (Jokowi) Presiden Ketujuh Indonesia (Sekarang)

HATTA
Biografi Mohammad Hatta. Siapa yang tidak mengenal salah satu pahlawan atau
tokoh Proklamator Indonesia ini bersama Presiden Soekarno. Sangat bersahaja dan
sederhana hingga akhir hayatnya ini itulah sosok Mohammad Hatta yang lahir pada
tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta
dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil,
meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam
saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di
kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul
perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.

Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan


bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota
maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya
mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin
selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.

Masa Studi di Negeri Belanda


Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge
School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun
1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging.
Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti
nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta juga mengusahakan agar
majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat
antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia
Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada
tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu
ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI.
Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif.
Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang
politik.

Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI


pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato
inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen"--
Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis
struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan
non-kooperatif. Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi
Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa
biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di
Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang
berada di Eropa. PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir
setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini.
Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama "Indonesia", Hatta
memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di
Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, "Indonesia" secara resmi diakui oleh
kongres. Nama "Indonesia" untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu
telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional. Hatta dan
pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang
Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di
Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan
pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta
tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika
seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika).
Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.

Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah
bagi "Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss.
Judul ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia
dan Persoalan Kemerdekaan). Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali
Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima
setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag
membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu,
Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan, yang kemudian
diterbitkan sebagai brosur dengan nama "Indonesia Vrij", dan kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia
Merdeka. Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta
penulisan karangan untuk majalah Daulat Rajat dan kadang-kadang De Socialist. Ia
merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.

Kembali ke Tanah Air


Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan
sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan
utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat
Rajat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader
politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu
ditekankan kepada kader-kadernya. Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap
Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang
berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-
tulisannya di Daulat Rajat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933),
"Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember
1933).
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial
Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia.
Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang
ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah
Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun
Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka
dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di
penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul Krisis Ekonomi dan Kapitalisme.

Masa Pembuangan
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven
Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua
pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan
harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan
menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke
daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu
dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka
tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.

Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar
Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia
dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-
bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian,
Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-
kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan
bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan judul-judul antara
lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan" dan "Alam Pikiran Yunani." (empat
jilid).

Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen,


memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke
Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu
Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan
Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran
kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang


Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal
9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada
tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pada masa pendudukan
Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan
tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang
akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal
Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui,
bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan
pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta
sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui,
apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu
didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan
September 1944.

Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang
diucapkan di
Advertisement
Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942
menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, Indonesia terlepas dari
penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan
kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia
Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya
sebagai jajahan orang kembali."

Proklamasi
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan
Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya
terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan
dua belas orang dari luar Pulau Jawa. Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di
rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00
pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta,
Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk
menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks
proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-
kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke
ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar
naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan
Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.

Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno


dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di
Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat
sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi
Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa
Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.

Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia


Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda
yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke
Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian
Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat
kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947,
Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan
menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik
yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri
Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan
resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.

Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI
melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan
agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun
perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar
di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan
bersenjata. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang
mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima
pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana. Bung Hatta juga menjadi
Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya
setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali
menjadi Wakil Presiden.

Periode Tahun 1950-1956


Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-
ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai
karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif
membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi
ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk
menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam
gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak
Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran
Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul
Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan
konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai
Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui
sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan
kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden,
Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l
Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden
Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.

Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu


Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta.
Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul
Lampau dan Datang. Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil
Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan
tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru
besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang
memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas
Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato
pengukuhan Bung Hatta berjudul Menuju Negara Hukum.

Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji
Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan
pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan
sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus. Hatta menikah dengan Rahmi
Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan
Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan
Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek.
Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono
dan Mohamad Athar Baridjambek.

Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung


Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik
Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta,
Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat
pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada
usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

Berikut Biodata dari Mohammad Hatta


Nama : Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Istri : (Alm.) Rahmi Rachim
Anak :
Meutia Farida
Gemala
Halida Nuriah
Gelar Pahlawan : Pahlawan Proklamator RI tahun 1986

Pendidikan :
Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
Gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Karir :
Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda (1925-1930)
Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan,
Berlin (1927-1931)
Ketua Panitia (PNI Baru) Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Jepang (April 1942)
Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945)
Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945)
Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 -
Desember 1949)
Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima
penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet
Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 - Agustus 1950)
Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung (1951-1961)
Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954-1959)
Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV tentang masalah korupsi (1969)
Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai
Pancasila (1975)

Anda mungkin juga menyukai