Disusun oleh :
Nur holil
Afrizalbhimantara
Ilham Wijaya
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Menganalisis tututan pemisahan Papua dalam aspek suksesi negara
2. Mengajukan prediksi dampak dari keputusan NKRI mengenai pemisahan Papua
3. Memberi wawasan mengenai tuntutan pemisahan Papua serta teori negara
dibaliknya
1 "Free West Papua - About Us". Freewestpapua.org. N.p., 2016. Web. 12 Dec. 2016.
Fokus Bahasan
Ada dua kelompok masalah penting yang menjadi fokus bahasan dalam
persoalan suksesi negara, yaitu:
• Factual state succession, yaitu yang berhubungan dengan fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa yang menunjukkan telah terjadinya suksesi negara.
• Legal state succession, yaitu yang membahas tentang akibat-akibat hukum
apabila terjadi suksesi negara.
1 SuksesiNegara (Succession Of State). 1st ed. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana. Web. 11
Dec. 2016.
2 ViennaConvention on Succession of State in respect of Treaties, Vienna, 23 August 1978, United Nations Treaty
Series, vol. 1946, p. 3,
Sementara itu, berkaitan dengan legal state succession terdapat dua teori
mengenai dampak hukum yang ditimbulkan oleh suksesi negara, yaitu teori Common
Doctrine dan teori tabula rasa (Clean State).
Menurut common doctrine, dalam hal terjadinya suksesi negara, maka segala
hak dan kewajiban negara yang lama lenyap bersama dengan lenyapnya negara itu
(predecessor state) dan kemudaian beralih kepada negara yang menggantikan
(successor state). Sedangkan teori tabula rasa (clean state) menyatakan bahwa suatu
negara yang baru lahir (successor state) akan memulai hidupnya dengan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang sama sekali baru, atau dengan kata lain, tidak ada peralihan
hak dan kewajiban dari negara yang digantikan (predecessor state).
Sesungguhnya kedua teori ini sama tidak realistisnya, sebab praktik
menunjukkan adanya hal-hal yang dianggap dapat beralih dari predecessor state kepada
successor state dan sebaliknya, ada hal-hal yang tidak beralih. Dengan kata lain, tidak
mungkin dibuat kriteria yang bersifat general dalam hubungan ini melainkan harus
dilihat kasus per kasus. Kasus-kasus yang dimaksud, antara lain:
• Akibat hukum suksesi negara terhadap kekayaan negara (public property)
• Akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan kontrak-kontrak konsesional
(concessionary contracts) yang ada
• Akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan hak-hak privat (private
rights)
• Akibat hukum suksesi negara berhubungan dengan tuntutan-tuntutan terhadap
perbuatan melawan hukum (claims in tort or delict)
• Akibat hukum suksesi negara terhadap pengakuan (recognition)
• Akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan utang-utang negara (public
debts)
Dari landasan teori yang tertera diatas, dapat ditentukan posisi tuntutan
pelepasan diri Papua di dalam konteks suksesi negara.
1 ViennaConvention on Succession of State in respect of Treaties, Vienna, 23 August 1978, United Nations Treaty
Series, vol. 1946, p. 3,
1 Saltford,
John. "United Nations Involvement With The Act Of Self-Determination In West Irian
(Indonesian West New Guinea) 1968 To 1969". Indonesia 69 (2000): 71. Web. 12 Dec. 2016.
2 Leith, Denise. The Politics Of Power. 1st ed. Honolulu, HI: University of Hawai'i Press, 2003. Print.
Berkaitan dengan legal state succession, terdapat enam kasusu yang harus kita
analisis agar mendapat pandangan yang menyeluruh mengenai akibat hukum yang
mungkin terjadi apabila Papua memisahkan diri.
Kasus yang pertama adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap kekayaan
negara. Papua adalah pulau dengan kekayaan alam yang berlimpah, dan salah satu
kekayaan negara yang paling berharga adalah tambang-tambang emas di Papua. Apabila
Papua melepaskan diri, maka NKRI akan kehilangan salah satu kekayaan negara
terbesar.
Kasus yang kedua adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap keberadaan
kontrak-kontrak konsesional. Masih berkaitan dengan kasus pertama, PT. Freeport
memberikan sumbangan yang signifikan kepada NKRI dengan izinnya untuk
menambang emas dari tanah Papua dan menghasilkan profit darinya. Apabila Papua
memisahkan diri, maka secara otomatis NKRI akan kehilangan kontrak konsesionalnya
dengan PT. Freeport. Apabila PT. Freeport masih berkenan untuk menambang emas dari
tanah Papua, maka mereka harus menegosiasikan kontrak konsesional baru dengan
pemerintahan negara merdeka baru Papua.
Kasus yang ketiga adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap keberadaan
hak-hak privat. Prinsip umum yang berlaku adalah sepanjang tidak ditentukan dalam
perjanjian peralihannya, maka properti privat tidak beralih pada successor state. Apabila
successor state ingin mengambil alih properti tersebut, maka haruslah memberikan
kompensasi kepada pemiliknya, baik individu maupun perusahaan. Hal ini berlaku juga
pada properti privat yang dimiliki oleh PT. Freeport di wilayah Papua. Apabila suksesi
dilaksanakan, walaupun kontrak konsesional terputus dan Freeport tidak diperkenankan
melanjutkan proyeknya di wilayah Papua sebelum menetapkan kontrak konsesional
baru dengan pemerintahan negara merdeka baru Papua, properti yang mereka miliki di
Papua masih tetap menjadi milik PT. Freeport. Setidaknya dengan terhentinya proyek di
properti Freeport, masalah penggunaan sumber daya alam yang tidak terkontrol di
Setelah melihat dampak-dampak hukum tersebut, dapat kita prediksi apa yang
akan terjadi apabila Papua berhasil memisahkan diri dari NKRI. Namun hasil dari
semua kasus tersebut dapat ditentukan oleh cara terjadinya suksesi.
Apabila suksesi terjadi tanpa kekerasan, dimana NKRI setuju untuk memberikan
referendum agar Papua dapat memisahkan diri, maka ada kemungkinan besar bahwa
hubungan diplomatik antara NKRI dan negara merdeka baru Papua relatif terjaga baik
walaupun tentunya masih ada sedikit ketegangan antara kedua pihak. Apabila suksesi
1 Raymond, Leigh Stafford. Private Rights In Public Resources. 1st ed. Washington, D.C.: Resources for
the Future, 2003. Print.
2 Leith, Denise. The Politics Of Power. 1st ed. Honolulu, HI: University of Hawai'i Press, 2003. Print.
3 Dumberry, Patrick. State Succession To International Responsibility. 1st ed. Leiden: Martinus Nijhoff,
2007. Print.
4 Lauterpacht, Hersch. Recognition In International Law. 1st ed. Cambridge [U.K.]: University Press,1947.
Print.
Dengan semua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan militer NKRI
kepada warga asli Papua1, serta populernya sentimen anti-pemerintahan NKRI di antara
warga dan mahasiswa Papua2, kemungkinan besar suksesi, apabila dilaksanakan, akan
dilaksanakan dengan kekerasan.
Karena pemisahan Papua dari wilayah NKRI termasuk jenis suksesi negara
parsial, apabila NKRI memutuskan untuk melepaskan Papua maka NKRI tidak akan
kehilangan kepribadian hukum internasional. NKRI masih menjadi subjek hukum
internasional yang dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum
internasional. Maka dari sudut pandang kepribadian hukum internasional, NKRI tidak
akan terpengaruhi oleh pelepasan diri Papua.
Menurut saya, ada dua jalan untuk menyelesaikan masalah pemisahan Papua
dari NKRI, yaitu:
1. NKRI tidak memberikan kemerdekaan bagi Papua, namun harus mengatasi
soal pelanggaran HAM di Papua baik oleh PT. Freeport maupun dari
pasukan militer NKRI sendiri. Apabila dalam kurun waktu yang ditentukan
masih terjadi pelanggaran HAM, maka NKRI harus bersedia untuk
memberikan kompensasi dan melepaskan Papua.
2. NKRI memberikan kemerdekaan bagi Papua dan menjaga hubungan
diplomatik dengan negara merdeka baru Papua.
Seperti yang saya sudah saya katakan, cepat atau lambat masalah kemerdekaan
Papua harus mendapatkan keputusan yang konkret dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tentu ini bukan hal yang mudah karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan bagi
1 Brundige,Elizabeth et al. Indonesian Human Rights Abuses In West Papua: Application Of The Law
Of Genocide To The History Of Indonesian Control. Allard K. Lowenstein International Human Rights
Clinic Yale Law School, 2004. Web. 12 Dec. 2016.
2 Eldridge, Philip J. The Politics Of Human Rights In Southeast Asia. 1st ed. London: Routledge, 2002.
Print.
Bab IV
Kesimpulan
Masalah kemerdekaan Papua, jika dilihat dari aspek suksesi negara mengungkap
banyak pertimbangan dan dampak yang bisa terjadi apabila Papua berhasil memisahkan
diri. Bagaimanapun juga, harus ada keputusan yang pasti dari kedua pihak agar terjadi
penyelesaian masalah yang sudah berpuluh-puluh tahun tak kunjung terpecahkan. Baik
melaksanakan suksesi atau tidak, NKRI harus bertanggung jawab atas pelanggaran
HAM yang dilakukan di Papua, dan jika tidak memberikan Papua kemerdekaan,
setidaknya hentikan pelanggaran-pelanggaran tersebut dan berhenti mendiskriminasi
warga asli Papua yang telah tertindas selama puluhan tahun. Kalaupun NKRI
memberikan Papua kemerdekaan, mungkin hubungan pemerintah NKRI dengan warga
Papua akan berangsur membaik dan dapat terjalinnya kerjasama diplomatik antara
NKRI dan negara merdeka baru Papua suatu saat.
Bab V
Penutup
Raymond, Leigh Stafford. Private Rights In Public Resources. 1st ed. Washington, D.C.:
Resources for the Future, 2003. Print.
Leith, Denise. The Politics Of Power. 1st ed. Honolulu, HI: University of Hawai'i Press,
2003. Print.
Eldridge, Philip J. The Politics Of Human Rights In Southeast Asia. 1st ed. London:
Routledge, 2002. Print.
Brundige, Elizabeth et al. Indonesian Human Rights Abuses In West Papua: Application
Of The Law Of Genocide To The History Of Indonesian Control. Allard K. Lowenstein
International Human Rights Clinic Yale Law School, 2004. Web. 12 Dec. 2016.
Suksesi Negara (Succession Of State). 1st ed. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas
Udayana. Web. 11 Dec. 2016.
"Free West Papua - About Us". Freewestpapua.org. N.p., 2016. Web. 12 Dec. 2016.