Anda di halaman 1dari 13

KARYA TULIS ILMIAH

Analisis Tuntutan Kemerdekaan Papua dari Sudut PandangSuksesi Negara

Disusun oleh :

Nur holil
Afrizalbhimantara
Ilham Wijaya

SMK MA’ARIF BANYUMAS


Jln.kauman No. 01, kec
Banyumas ,kab Pringsewu , lampung

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 1


Daftar Isi
Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… 1


BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 3
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 3
1.2 Tujuan …………………………………………………………. 3
BAB II RUMUSAN MASALAH ………………………………………….. 4
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………… 5
3.1 Landasan Teori ………………………………………………… 5
3.2 Ulasan Materi …………………………………………………. 7
3.3 Penyelesaian Masalah ………………………………………… 11
BAB IV KESIMPULAN ……………………………………………………. 12
BAB V PENUTUP …………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 13

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 2


Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland, dan dengan
kekayaan alamnya yang luar biasa berlimpah, Papua adalah sebuah aset yang sangat
baik bagi NKRI. Pada tahun 2003, provinsi Papua, yang merupakan provinsi terluas di
Indonesia hingga saat ini, dibagi menjadi dua yaitu Papua dan Papua Barat. Papua resmi
menjadi bagian dari NKRI sedari Mei 1969 ketika Indonesia merebutnya dari Belanda,
namun sentimen warga untuk memisahkan diri dan mendirikan sebuah negara berdaulat
sudah ada bertahun-tahun sebelumnya.
Hal ini tentu memunculkan gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi yang
mendukung agenda kemerdekaan Papua. Oleh karena itu, lahirlah Organisai Papua
Merdeka (OPM) pada tahun 1965, bahkan sebelum Papua resmi menjadi bagian dari
Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Tentu gerakan ini
dilarang beroperasi di Indonesia, namun nyatanya OPM masih terus beroperasi di Papua
hingga saat ini. Tidak hanya OPM, namun gerakan-gerakan lain yang memiliki tujuan
serupa dan para mahasiswa Papua yang merantau ke DKI Jakarta juga terus
mneyerukan tuntutan rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri, atau the right of
self-determination.
Tentu masalah ini tidak bisa diabaikan selamanya, dan NKRI harus membuat
suatu keputusan yang konkret mengenai nasib Papua dan Papua Barat. Makalah ini akan
menganalisis tuntutan kemerdekaan Papua, asal mula tuntutan tersebut, serta dampak
yang kemungkinan akan terjadi apabila NKRI memutuskan untuk melepaskan Papua
atau tidak.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Menganalisis tututan pemisahan Papua dalam aspek suksesi negara
2. Mengajukan prediksi dampak dari keputusan NKRI mengenai pemisahan Papua
3. Memberi wawasan mengenai tuntutan pemisahan Papua serta teori negara
dibaliknya

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 3


Bab II
Rumusan Masalah

Rakyat Papua telah menyatakan keinginan untuk memisahkan diri dan


mendirikan negara berdaulat sejak tahun 1961, dengan alasan utama bahwa NKRI
melakukan pelanggaran HAM berat yang terjadi setiap hari di Papua. Dengan ini,
berdirilah Organisasi Papua Merdeka yang bertujuan untuk memberikan rakyat Papua
kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri melalui referendum yang adil dan
transparan.1
OPM telah berdiri sejak 1965 dan tuntutan kemerdekaan Papua sudah dimulai
sejak 1961, namun sampai sekarang pemerintah NKRI masih belum setuju untuk
melepaskan Papua dengan berbagai alasan. Salah satu argumen yang NKRI berikan
adalah pertimbangan damppak dari pemisahan Papua, baik untuk Indonesia maupun
untuk Papua sendiri. Ada yang berpendapat bahwa referendum pelepasan Papua akan
berdampak buruk bagi kedua pihak, salah satu pihak saja, maupun bermanfaat bagi
kedua pihak.
Masalah ini hanya akan terus berlanjut, dan cepat atau lambat masalah ini harus
diselesaikan secara definit. Maka dari itu kita akan menganalisis pemisahan diri Papua
dari sudut pandang suksesi negara.

1 "Free West Papua - About Us". Freewestpapua.org. N.p., 2016. Web. 12 Dec. 2016.

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 4


Bab III
Pembahasan

3.1 Landasan Teori


Secara sederhana, definisi dari suksesi negara adalah suatu keadaan dimana
terjadi perubahan atau pergantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi
semacam “pergantian negara” yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat
kompleks.1 Negara yang lama atau negara yang “digantikan” disebut sebagai
Predecessor State, sedangkan negara yang “menggantikan” disebut sebagai Successor
State.
Dalam hukum internasional positif, masalah suksesi negara ini diatur dalam
Konvensi Wina 1978 mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian
Internasional (Vienna Convention on Succession of State in respect of Treaties).

Fokus Bahasan

Ada dua kelompok masalah penting yang menjadi fokus bahasan dalam
persoalan suksesi negara, yaitu:
• Factual state succession, yaitu yang berhubungan dengan fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa yang menunjukkan telah terjadinya suksesi negara.
• Legal state succession, yaitu yang membahas tentang akibat-akibat hukum
apabila terjadi suksesi negara.

Berkaitan dengan factual state succession, dalam perkembangannya, Konvensi


Wina 1978 memerinci adanya lima bentuk suksesi negara, yaitu2:
1. Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional
menjadi tanggung jawab negara itu kemudian berubah menjadi bagian dari
wilayah negara itu (Pasal 15)

1 SuksesiNegara (Succession Of State). 1st ed. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana. Web. 11
Dec. 2016.
2 ViennaConvention on Succession of State in respect of Treaties, Vienna, 23 August 1978, United Nations Treaty
Series, vol. 1946, p. 3,

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 5


2. Negara merdeka baru (newly independent state), yaitu bila negara pengganti
yang beberapa waktu sebelum terjadinya suksesi negara merupakan wilayah
yang tidak bebas yang dalam hubungan internasional berada di bawah
tanggung jawab negara-negara yang digantikan (Pasal 2 Ayat 11)
3. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah
atau lebih menjadi satu negara merdeka (Pasal 30 Ayat 1)
4. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah
atau lebih menjadi suatu negara serikat (Pasal 31 Ayat 1)
5. Suksesi negara yang terjadi akibat terpecah-pecahnya suatu negara menjadi
beberapa negara baru (Pasal 34 ayat 1)

Sementara itu, berkaitan dengan legal state succession terdapat dua teori
mengenai dampak hukum yang ditimbulkan oleh suksesi negara, yaitu teori Common
Doctrine dan teori tabula rasa (Clean State).
Menurut common doctrine, dalam hal terjadinya suksesi negara, maka segala
hak dan kewajiban negara yang lama lenyap bersama dengan lenyapnya negara itu
(predecessor state) dan kemudaian beralih kepada negara yang menggantikan
(successor state). Sedangkan teori tabula rasa (clean state) menyatakan bahwa suatu
negara yang baru lahir (successor state) akan memulai hidupnya dengan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang sama sekali baru, atau dengan kata lain, tidak ada peralihan
hak dan kewajiban dari negara yang digantikan (predecessor state).
Sesungguhnya kedua teori ini sama tidak realistisnya, sebab praktik
menunjukkan adanya hal-hal yang dianggap dapat beralih dari predecessor state kepada
successor state dan sebaliknya, ada hal-hal yang tidak beralih. Dengan kata lain, tidak
mungkin dibuat kriteria yang bersifat general dalam hubungan ini melainkan harus
dilihat kasus per kasus. Kasus-kasus yang dimaksud, antara lain:
• Akibat hukum suksesi negara terhadap kekayaan negara (public property)
• Akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan kontrak-kontrak konsesional
(concessionary contracts) yang ada
• Akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan hak-hak privat (private
rights)
• Akibat hukum suksesi negara berhubungan dengan tuntutan-tuntutan terhadap
perbuatan melawan hukum (claims in tort or delict)
• Akibat hukum suksesi negara terhadap pengakuan (recognition)
• Akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan utang-utang negara (public
debts)

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 6


Cara Terjadinya Suksesi Negara

Ada dua cara terjadinya suksesi negara, yaitu:


1. Tanpa kekerasan. Dalam hal ini terjadi perubahan wilayah secara damai,
misalnya beberapa negara secara sukarela bergabung, atau suatu negara
tanpa melalui kekerasan memecah dirinya menjadi beberapa negara yang
masing-masing berdiri sendiri
2. Dengan kekerasan. Cara terjadinya suksesi negara yang melalui kekerasan
dapat berupa perang ataupun revolusi.

Jenis-jenis Suksesi Negara

Ada dua jenis suksesi negara, yaitu:


• Suksesi universal. Dalam hal ini suksesi terjadi terhadap seluruh wilayah suatu
negara, maka negara yang lama atau predecessor state lenyap. Pada suksesi
universal, “kepribadian hukum internasional” (international legal identity)
predecessor state hilang karena lenyapnya seluruh wilayah negara itu.
• Suksesi parsial. Dalam hal ini suksesi terjadi hanya meliputi bagian tertentu dari
wilayah suatu negara, maka predecessor state masih memiliki wilayah namun
luas wilayahnya berubah. Pada suksesi parsial, kepribadian hukum internasional
predecessor state tidak hilang.

3.2 Ulasan Materi

Dari landasan teori yang tertera diatas, dapat ditentukan posisi tuntutan
pelepasan diri Papua di dalam konteks suksesi negara.

Berkaitan dengan factual state succession, apabila Papua berhasil melaksanakan


suksesi maka hukum internasionalnya dibahas dalam Konvensi Wina 1978 mengenai
Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian Internasional Pasal 34 sampai
dengan Pasal 371 yang membahas tentang pemecahan wilayah suatu negara serta
perjanjian-perjanjian yang mengikuti suksesi tersebut antara predecessor state dan

1 ViennaConvention on Succession of State in respect of Treaties, Vienna, 23 August 1978, United Nations Treaty
Series, vol. 1946, p. 3,

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 7


successor state. Bunyi pasal-pasal tersebut memberikan sebuah wawasan serta teori
mengenai keengganan NKRI untuk memberikan kemerdekaan untuk Papua.
Pasal 35 kurang lebih berbunyi, “Apabila, setelah pemisahan suatu wilayah dari
sebuah negara, negara tersebut tidak lenyap, maka perjanjian atau pakta mengenai
negara tersebut (predecessor state) yang masih berlaku ketika suksesi dilaksanakan
akan terus berlanjut pada wilayah yang masih menjadi bagian dari negara tersebut,
kecuali apabila adanya kesepakatan antara negara tersebut dan wilayah yang
memisahkan diri, atau perjanjian tersebut hanya bersangkutan dengan wilayah yang
memisahkan diri, atau pelaksanaan suksesi akan mengubah pelaksanaan atau tujuan
perjanjian tersebut.”
Pasal tersebut dapat kita kaitkan dengan kasus perjanjian NKRI dengan PT.
Freeport yang beroperasi di wilayah Papua. Perjanjian ini merupakan salah satu aset
bagi NKRI, dan apabila Papua memisahkan diri, maka sesuai dengan Pasal 35 yang
tertera diatas, perjanjian tersebut tidak akan berlanjut dan NKRI akan kehilangan
sebuah asetnya yang cukup penting. Namun, Freeport telah menjadi suspek dari begitu
banyak pelanggaran-pelanggaran HAM berat terhadap warga asli Papua sejak tahun
90an hingga sekarang.
Perjanjian dengan PT. Freeport ini pertama ditandatangani oleh Presiden Suharto
pada tahun 1967 setelah perundingan selama dua tahun. Dengan kondisi Indonesia yang
semakin mendekati kebangkrutan, prioritas utama rezim Orde Baru adalah untuk
mendapatkan rekognisi internasional dan menarik bantuan dana asing serta investasi
dari perusahaan-perusahaan asing.1 Perjanjian dengan Freeport bagaikan peribahasa
“sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Namun seiring waktu, mulai terungkap
pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Freeport kepada warga
Papua, seperti yang dinyatakan oleh Australian Council for Overseas Aid (ACFOA)
dalam laporannya yang berjudul “Trrouble at Freeport: Eyewitness Accounts of West
Papuan Resistance to the Freeport-McMoRan Mine in Irian Jaya: June 1994-February
1995”. Berdasarkan informasi yang berhasil diselundupkan dari Papua oleh organisasi
non-pemerintahan, laporan tersebut menyatakan bahwa pasukan keamanan Freeport,
antara lain, ikut berpartisipasi dalam pembunuhan penduduk asli Papua dalam konsesi.
Laporan tersebut menggarisbawahi kegagalan pemerintahan Suharto dalam melindungi
rakyat yang paling terisolasi, terdepolitisasi, dan kurang beruntung.2

1 Saltford,
John. "United Nations Involvement With The Act Of Self-Determination In West Irian
(Indonesian West New Guinea) 1968 To 1969". Indonesia 69 (2000): 71. Web. 12 Dec. 2016.
2 Leith, Denise. The Politics Of Power. 1st ed. Honolulu, HI: University of Hawai'i Press, 2003. Print.

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 8


Dengan diperpanjangnya kontrak Freeport, tak dipungkiri bahwa pemerintah NKRI
terlihat seperti memandang sebelah mata pelanggaran HAM yang kerap terjadi di Papua
yang berhubungan dengan PT. Freeport. Namun apabila kontrak tidak diperpanjang,
tentu akan menimbulkan dampak yang relatif besar pada ekonomi dan lahan kerja di
Papua. Yang terus menjadi tanda tanya besar adalah apakah pemerintah NKRI meminta
pendapat rakyat Papua, atau setidaknya perwakilan dari rakyat asli Papua, dalam
membuat keputusan-keputusan terkait dengan Papua.

Berkaitan dengan legal state succession, terdapat enam kasusu yang harus kita
analisis agar mendapat pandangan yang menyeluruh mengenai akibat hukum yang
mungkin terjadi apabila Papua memisahkan diri.
Kasus yang pertama adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap kekayaan
negara. Papua adalah pulau dengan kekayaan alam yang berlimpah, dan salah satu
kekayaan negara yang paling berharga adalah tambang-tambang emas di Papua. Apabila
Papua melepaskan diri, maka NKRI akan kehilangan salah satu kekayaan negara
terbesar.
Kasus yang kedua adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap keberadaan
kontrak-kontrak konsesional. Masih berkaitan dengan kasus pertama, PT. Freeport
memberikan sumbangan yang signifikan kepada NKRI dengan izinnya untuk
menambang emas dari tanah Papua dan menghasilkan profit darinya. Apabila Papua
memisahkan diri, maka secara otomatis NKRI akan kehilangan kontrak konsesionalnya
dengan PT. Freeport. Apabila PT. Freeport masih berkenan untuk menambang emas dari
tanah Papua, maka mereka harus menegosiasikan kontrak konsesional baru dengan
pemerintahan negara merdeka baru Papua.
Kasus yang ketiga adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap keberadaan
hak-hak privat. Prinsip umum yang berlaku adalah sepanjang tidak ditentukan dalam
perjanjian peralihannya, maka properti privat tidak beralih pada successor state. Apabila
successor state ingin mengambil alih properti tersebut, maka haruslah memberikan
kompensasi kepada pemiliknya, baik individu maupun perusahaan. Hal ini berlaku juga
pada properti privat yang dimiliki oleh PT. Freeport di wilayah Papua. Apabila suksesi
dilaksanakan, walaupun kontrak konsesional terputus dan Freeport tidak diperkenankan
melanjutkan proyeknya di wilayah Papua sebelum menetapkan kontrak konsesional
baru dengan pemerintahan negara merdeka baru Papua, properti yang mereka miliki di
Papua masih tetap menjadi milik PT. Freeport. Setidaknya dengan terhentinya proyek di
properti Freeport, masalah penggunaan sumber daya alam yang tidak terkontrol di

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 9


properti privat1 yang dikhawatirkan telah lama terjadi2 dapat terhenti untuk sementara
waktu.

Kasus yang keempat adalah dampak hukum pemisahan Papua berhubungan


dengan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan hukum. Dalam prinsip umum
yang berlaku, successor state dipandang tidak berkewajiban untuk menerima tanggung
jawab akibat delik yang dilakukan oleh predecessor state.3 Maka dalam hal ini, apabila
Papua berhasil memisahkan diri, pelanggaran-pelanggaran hak asasi, seperti
pembantaian warga asli Papua, yang dilaksanakan oleh pemerintahan NKRI tidak perlu
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah baru Papua.
Kasus yang kelima adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap
pengakuan. Sebuah negara “ada” sebagai subjek hukum internasional segera setelah
negara itu “ada” sebagai fakta, atau dengan kata lain apabila wilayah tersebut memenuhi
syarat-syarat sebuah negara yang sudah ditentukan dalam hukum internasional.
Pengakuan hanyalah sebuah pernyataan akan eksistensi dari fakta tersebut.4 Maka dari
itu, apabila Papua memisahkan diri dan memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah negara,
maka negara merdeka baru Papua sudah menjadi subjek hukum internasional yang
menjalani hak dan kewajiban internasional.
Kasus yang keenam adalah dampak hukum pemisahan Papua terhadap hutang-
hutang negara. Successor state hanya memiliki kewajiban moral (exgratia) terhadap
kewajiban pembayaran hutang tersebut. Jadi, apabila Papua memisahkan diri,
pemerintahannya dapat memilih untuk membayar hutang-hutang tersebut atau tidak.

Setelah melihat dampak-dampak hukum tersebut, dapat kita prediksi apa yang
akan terjadi apabila Papua berhasil memisahkan diri dari NKRI. Namun hasil dari
semua kasus tersebut dapat ditentukan oleh cara terjadinya suksesi.
Apabila suksesi terjadi tanpa kekerasan, dimana NKRI setuju untuk memberikan
referendum agar Papua dapat memisahkan diri, maka ada kemungkinan besar bahwa
hubungan diplomatik antara NKRI dan negara merdeka baru Papua relatif terjaga baik
walaupun tentunya masih ada sedikit ketegangan antara kedua pihak. Apabila suksesi

1 Raymond, Leigh Stafford. Private Rights In Public Resources. 1st ed. Washington, D.C.: Resources for
the Future, 2003. Print.
2 Leith, Denise. The Politics Of Power. 1st ed. Honolulu, HI: University of Hawai'i Press, 2003. Print.
3 Dumberry, Patrick. State Succession To International Responsibility. 1st ed. Leiden: Martinus Nijhoff,
2007. Print.
4 Lauterpacht, Hersch. Recognition In International Law. 1st ed. Cambridge [U.K.]: University Press,1947.
Print.

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 10


tejadi dengan kekerasan, seperti perang saudara maupun revolusi, maka hubungan
diplomatik akan dipenuhi ketegangan politik dan akan sulit untuk membentuk
kesepakatan dan perjanjian antara kedua negara.

Dengan semua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan militer NKRI
kepada warga asli Papua1, serta populernya sentimen anti-pemerintahan NKRI di antara
warga dan mahasiswa Papua2, kemungkinan besar suksesi, apabila dilaksanakan, akan
dilaksanakan dengan kekerasan.

Karena pemisahan Papua dari wilayah NKRI termasuk jenis suksesi negara
parsial, apabila NKRI memutuskan untuk melepaskan Papua maka NKRI tidak akan
kehilangan kepribadian hukum internasional. NKRI masih menjadi subjek hukum
internasional yang dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum
internasional. Maka dari sudut pandang kepribadian hukum internasional, NKRI tidak
akan terpengaruhi oleh pelepasan diri Papua.

3.3 Penyelesaian Masalah

Menurut saya, ada dua jalan untuk menyelesaikan masalah pemisahan Papua
dari NKRI, yaitu:
1. NKRI tidak memberikan kemerdekaan bagi Papua, namun harus mengatasi
soal pelanggaran HAM di Papua baik oleh PT. Freeport maupun dari
pasukan militer NKRI sendiri. Apabila dalam kurun waktu yang ditentukan
masih terjadi pelanggaran HAM, maka NKRI harus bersedia untuk
memberikan kompensasi dan melepaskan Papua.
2. NKRI memberikan kemerdekaan bagi Papua dan menjaga hubungan
diplomatik dengan negara merdeka baru Papua.

Seperti yang saya sudah saya katakan, cepat atau lambat masalah kemerdekaan
Papua harus mendapatkan keputusan yang konkret dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tentu ini bukan hal yang mudah karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan bagi

1 Brundige,Elizabeth et al. Indonesian Human Rights Abuses In West Papua: Application Of The Law
Of Genocide To The History Of Indonesian Control. Allard K. Lowenstein International Human Rights
Clinic Yale Law School, 2004. Web. 12 Dec. 2016.
2 Eldridge, Philip J. The Politics Of Human Rights In Southeast Asia. 1st ed. London: Routledge, 2002.
Print.

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 11


kedua pihak, dan akan memakan waktu yang tidak sebentar untuk menghasilkan sebuah
keputusan yang adil dan dapat disetujui oleh kedua pihak.

Bab IV
Kesimpulan

Masalah kemerdekaan Papua, jika dilihat dari aspek suksesi negara mengungkap
banyak pertimbangan dan dampak yang bisa terjadi apabila Papua berhasil memisahkan
diri. Bagaimanapun juga, harus ada keputusan yang pasti dari kedua pihak agar terjadi
penyelesaian masalah yang sudah berpuluh-puluh tahun tak kunjung terpecahkan. Baik
melaksanakan suksesi atau tidak, NKRI harus bertanggung jawab atas pelanggaran
HAM yang dilakukan di Papua, dan jika tidak memberikan Papua kemerdekaan,
setidaknya hentikan pelanggaran-pelanggaran tersebut dan berhenti mendiskriminasi
warga asli Papua yang telah tertindas selama puluhan tahun. Kalaupun NKRI
memberikan Papua kemerdekaan, mungkin hubungan pemerintah NKRI dengan warga
Papua akan berangsur membaik dan dapat terjalinnya kerjasama diplomatik antara
NKRI dan negara merdeka baru Papua suatu saat.

Bab V
Penutup

Dengan membuat makalah ini, saya berharap untuk memberikan wawasan


mengenai tuntutan kemerdekaan Papua, baik secara umum maupun dari segi pandang
suksesi negara. Saya percaya bahwa semua orang berhak mendapatkan perlakuan yang
setara dan berhak untuk tidak diganggu gugat hak asasi manusianya. Semoga siapapun
yang membaca makalah ini memandang saya sebagai pengkhianat bangsa maupun tidak
nasionalis, karena sesungguhnya saya hanyalah seseorang yang tidak mau menutup
mata terhadap kekejian yang dilakukan oleh bangsa kita terhadap saudara-saudara kita
di Papua. Saya betul-betul berharap masalah ini diselesaikan secepat mungkin, agar
tidak ada lagi saudara kita yang menjadi korban politik dan ekonomi.

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 12


Daftar Pustaka

Raymond, Leigh Stafford. Private Rights In Public Resources. 1st ed. Washington, D.C.:
Resources for the Future, 2003. Print.

Leith, Denise. The Politics Of Power. 1st ed. Honolulu, HI: University of Hawai'i Press,
2003. Print.

Lauterpacht, Hersch. Recognition In International Law. 1st ed. Cambridge [U.K.]:


University Press, 1947. Print.

Eldridge, Philip J. The Politics Of Human Rights In Southeast Asia. 1st ed. London:
Routledge, 2002. Print.

Dumberry, Patrick. State Succession To International Responsibility. 1st ed. Leiden:


Martinus Nijhoff, 2007. Print.

Vienna Convention on Succession of State in respect of Treaties, Vienna, 23 August


1978, United Nations Treaty Series, vol. 1946, p. 3,

Saltford, John. "United Nations Involvement With The Act Of Self-Determination In


West Irian (Indonesian West New Guinea) 1968 To 1969". Indonesia 69 (2000): 71.
Web. 12 Dec. 2016.

Brundige, Elizabeth et al. Indonesian Human Rights Abuses In West Papua: Application
Of The Law Of Genocide To The History Of Indonesian Control. Allard K. Lowenstein
International Human Rights Clinic Yale Law School, 2004. Web. 12 Dec. 2016.

Suksesi Negara (Succession Of State). 1st ed. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas
Udayana. Web. 11 Dec. 2016.

"Free West Papua - About Us". Freewestpapua.org. N.p., 2016. Web. 12 Dec. 2016.

MAKALAH AKHIR ILMU NEGARA 13

Anda mungkin juga menyukai