Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AKUTANSI SEKTOR PUBLIK

“KONSEP KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH”

DIBUAT OLEH :

NIXON YUSACH EKA P.S (2162201043)

KELAS : 3.3 AKT INTERNASIONAL

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS LANCANG KUNING


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang " KEUANGAN

DAERAH DAN NEGARA" Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya,

tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.Sebagai

penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun

tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati

menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini. Kami

berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi

untuk pembaca.
BAB 1

Latar Belakang

Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran sistem penganggaran
dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis
kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar membiayai
input dan proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini penting mengingat
kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.

Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the
government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik
untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal
68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan
fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan
keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.

Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar
instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan dapat
menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi
meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
BAB II

Pembahasan

Pengertian

Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU,
adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.

Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran suatu BLU.

Adapun alasan mengapa BLU diperlukan adalah:

 Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat


dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
 Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis
yang sehat;
 Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.

Karakteristik

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang


dipisahkan);
2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
3. Tidak bertujuan mencari keuntungan;
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;
5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi
induk;
6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;
7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS;
8. Bukan sebagai subjek pajak.

Pola Pengelolaan Keuangan BLU

Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.

Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen
Perbendaharaan.

Persyaratan

Persyaratan Substantif

1. Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsiyang berhubungan dengan:


1. Penyediaan barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di bidang
kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan
pengembangan (litbang);
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum seperti otorita dan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet); atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau pelayanan
kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan
menengah.
2. Bidang layanan umum yang diselenggarakan bersifat operasional yang menghasilkan
semi barang/jasa publik (quasi public goods)
3. Dalam kegiatannya tidak mengutamakan keuntungan.

Persyaratan Teknis

1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
2. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan
dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Persyaratan Administratif

1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan


manfaat bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai,
ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan
untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.
2. Pola tata kelola.
Merupakan peraturan internal satuan kerjaInstansi Pemerintah yang menetapkan:

1. organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur
kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber
daya manusia;
2. akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi Pemerintah
bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik, meliputi
akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
3. transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan
informasi kepada publik.
 Rencana strategisbisnis, mencakup:
1. visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang
berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan;
2. misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang
ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
3. program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5
(lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada
atau mungkin timbul; dan
4. kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;
5. indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,
administrasi, dan SDM;
6. pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan
menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan
disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
tercapainya kinerja tahun berjalan.
 Laporan keuanganpokok, terdiri atas:

1. Kelengkapan laporan:
1. Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri atas unsur pendapatan dan belanja;
2. Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi
keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;
3. Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas
sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi
nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu;
4. Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan
naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan Arus Kas, disertai
laporan mengenai kinerja keuangan.
2. Kesesuaian dengan standar akuntansi;
3. Hubungan antarlaporan keuangan.
4. Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana
strategis;
5. Analisis laporan keuangan.
 Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PK BLU.
SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas
layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh
layanan.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:

1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan merupakan
pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri)
maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan
tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
2. Rencana Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3. Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan
batas waktu pencapaian SPM.
4. Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri/pimpinan
lembaga.

 Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan
kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU.
Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan
kerja instansi pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit
secara independen yang disusun dengan mengacu pada formulir yang telah
ditetapkan.

Tata Kelola

Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat
berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada
kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan
tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara.

Pejabat Pengelola

BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:

1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan
BLU yang berkewajiban:

1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;


2. menyiapkan RBA tahunan;
3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; dan
4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.

 Pejabat Keuangan BLU


Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban :

1. mengkoordinasikan penyusunan RBA;


2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
4. menyelenggarakan pengelolaan kas;
5. melakukan pengelolaan utang-piutang;
6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
 Pejabat Teknis BLU
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-
masing yang berkewajiban:

1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;


2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.

Kepegawaian

Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau
tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan dan
pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan
pegawai BLU yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap
atau berdasarkan kontrak.

Dewan Pengawas

Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.

Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian negara/lembaga
teknis yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan
kegiatan BLU.

Remunerasi

Kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU)
diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.

Besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai


berikut :
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola
BLU serta tingkat pelayanan;
2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;
4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sekurang-
kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat
bagi masyarakat.

Gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen)
dari gaji Pemimpin BLU.

Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :

1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari
gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji
Pemimpin BLU.

Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan
sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan
ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.

BLU dapat memberikan tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau
pensiun kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan
Pegawai BLU, dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.

Pada setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris
Dewan Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan
pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban premi/iuran
tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas,
dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Penilaian dan Penetapan

Penilaian

Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan


substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila telah memenuhi
semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah
bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian status BLU secara penuh atau
bertahap.

Dalam rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim Penilai
yang terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan
satker BLU yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan
narasumber yang berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.

Tugas Tim Penilai

Tugas dari Tim Penilai adalah:

1. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan


penilaian.
2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU;
3. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.
4. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh
menteri/pimpinan lembaga.
5. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja
Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan
instansi PK-BLU.
Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi standar
Penilaian dan Penetapan BLU.

Penetapan

Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap
dari menteri/pimpinan lembaga.

Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak
atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.

1. Status BLU Penuh


Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif
telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
Satkeryang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan
BLU, yaitu:
1. Pengelolaan Pendapatan
2. Pengelolaan Belanja
3. Pengadaan Barang/Jasa
4. Pengelolaan Barang
5. Pengelolaan Kas
6. Pengelolaan Utang dan Piutang
7. Pengelolaan Investasi
8. Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.
2. Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan
administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan
sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga
tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk
menjadi BLU Penuh.

Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:


1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan ke kas
negara sesuai prosedur PNBP.
2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi;
3. Tidak diperbolehkan mengelola utang;
4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa pemerintah
yang berlaku.
5. Tidak diterapkan flexible budget.

Perubahan dan Pencabutan Status

Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi
apabila BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan,
monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi
tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.

Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:

1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga;
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.

Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri


Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak
tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan
dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat
diusulkan kembali untuk menerapkan PK-BLU.
Pengertian BUMN

Defenisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat pula
berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi
masyarakat. Besar saham yang harus dimiliki pemerintah harus lebih dari atau sama
51%. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian
BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri

BUMN.

Bentuk- bentuk BUMN itu sendiri ada 3 yaitu:

1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang


berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 
2. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah
Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau
Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal.
3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 

Ciri –Ciri BUMN:

1. Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah.


2. Pengawasan dilakukan secara penuh oleh pemerintah
3. Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah
4. Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
5. Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
6. Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
7. Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang
banyak.
8. Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.
9. Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari
keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
10. Merupakan salah satu stabilisator perekonomian negara.
11. Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya
prinsip-prinsip ekonomi.
12. Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.

MANFAAT BUMN

 Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat 


 Pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
 Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
 Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan
kebutuhan                 Masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang
bermodal kuat.
 Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber
devisa,baik migas maupun non migas.
 Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk
memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
 Memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pengertian BUMD

Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah yang
modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian
perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah yang
bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: perusahaan air minum (PDAM) dan
Bank Pembangunan Daerah (BPD). Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) memiliki
kedudukan sangat panting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi.

Oleh karena itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar menjadi
kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat berperan aktif, baik dalam menjalankan fungsi
dan tugasnya maupun sebagai kekuatan perekonomian daerah. Laba dari BUMD diharapkan
memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Otonomi daerah
memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi peran Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD )
dalam menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya usaha dan kegiatan
ekonomi daerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan sejak lama sebelum UU tentang
otonomi daerah disahkan. Untuk mencapai sasaran tujuan BUMD sebagai salah satu sarana
PAD, perlu adanya upaya optimalisasi BUMD yaitu dengan adanya peningkatan
profesionalisasi baik dart segi manajemen. sumber daya manusia maupun sarana dan
prasarana yang memadai sehingga memiliki kedudukan yang sejajar dengan kekuatan sektor
perekonomian lainnya.

Dasar Hukum BUMD

Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang


perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-
pokok pemerintahan daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).

Ciri-ciri BUMD adalah sebagai berikut:

1.    Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan usaha

2.    Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam pemodalan perusahaan

3.    Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan

4.    Pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang

5.    Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan


6.    Sebagai stabillisator perekonomian dalam rangka menyejahterakan rakyat

7.    Sebagai sumber pemasukan negara

8.    Seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara

9.    Modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan yang go public

10. Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank maupun nonbank

11. Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN, dan mewakili BUMN di pengadilan

Tujuan Pendirian BUMD:

1.         Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara

2.        Mengejar dan mencari keuntungan

3.        Pemenuhan hajat hidup orang banyak

4.        Perintis kegiatan-kegiatan usaha

5.        Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah

6.        Melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat

7.        Penyelenggara kemanfaatan umum, dan peningkatan penghasilan pemerintah  daerah

Berdasarkan kategori sasarannya secara lebih detail, BUMD dibedakan menjadi dua yaitu
sebagai perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum yang bergerak di bidang jasa
dan bidang usaha. Tetapi, jelas dari kedua sasaran tersebut tujuan pendirian BUMD adalah
untuk meningkatkan PAD.
DAFTAR PUSTAKA

blog.ruangguru.com/mengenal-bumn-dan-bumd

pubeemmanaomi.wordpress.com/2012/10/16/bumn-dan-bumd-di-indonesia/

salamadian.com/bentuk-pengertian-bumn-bumd-adalah/

bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=644:etriyantojuni&catid=41:top-
headlines&Itemid=158

https://www.academia.edu/9565516/
Rangkuman_Akuntansi_Pemerintahan_BADAN_LAYANAN_UMUM

Anda mungkin juga menyukai