Anda di halaman 1dari 9

POLA TATA KELOLA BLUD PUSKESMAS

Sebagaimana dimaklumi salah satu agenda reformasi di bidang keuangan negara adalah dari penganggaran
tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja. Dengan berbasis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah
tidak lagi berorientasi pada input tetapi pada output.
Pendekatan penganggaran berbasis kinerja sangat diperlukan bagi satuan kerja pemerintah daerah yang memberikan
pelayanan kepada publik dengan cara mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) yang telah diatur
dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara.
Selanjutnya dengan pasal 68 dan pasal 69, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, instasi pemerintah yang
tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan
yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Sebagai tindak lanjut atas peraturan di atas, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang
menjadi dasar dalam penerapan pengelolaan keuangan bagi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Sistematika Penulisan Pola Tata Kelolamemuat antara  lain:

(Permendagri 61/2007 ps 31)

1. Pendahuluan
2. Struktur Organisasi
3. Prosedur Kerja
4. Pengelompokan Fungsi yang Logis
5. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
6. Sistem Akuntabilitas Kinerja
7. Kebijakan Keuangan
8. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Limbah
9. Penutup
 

I. PENDAHULUAN

Dalam BAB I Pola Tata Kelola memuat antara lain hal-hal sebagai berikut:

1. Pengertian Pola Tata Kelola


2. Prinsip-prinsip Pola Tata Kelola
3. Tujuan Penerapan Pola Tata Kelola
4. Sumber Referensi Pola Tata Kelola
5. Perubahan Pola Tata Kelola
6. Organ Pola Tata Kelola   

II. STRUKTUR ORGANISASI

Dalam BAB II Struktur Organisasi ini diuraikan:

1. Struktur Organisasi SKPD sebagai Unit Kerja sebelum menjadi BLUD


2. Struktur Organisasi SKPD sebagai PPK-BLUD

III. PROSEDUR KERJA


Dalam BAB III Prosedur Kerja ini diuraikan tentang hubungan dan mekanisme kerja antar jabatan
dan fungsi organisasi yang tergambar dalam proses bisnis yang berkesinambungan antara lain:
1. Prosedur Kerja Sub Bagian Tata Usaha
2. Prosedur Kerja Pelayanan Klinis Puskesmas
3. Prosedur Kerja Kesehatan Masyarakat
4. Prosedur Kerja Pengendalian Mutu Pelayanan Puskesmas

IV. PENGELOMPOKAN FUNGSI YANG LOGIS


Dalam BAB IV Pengelompokan Fungsi Yang Logis ini diuraikan Tugas Pokok dan Fungsi Pejabat
Pengelola BLUD:

1. Pimpinan BLUD
2. Pejabat Keuangan BLUD
3. Pejabat Teknis BLUD

V. PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam BAB V Pengelolaan Sumber Daya Manusia diuraikan:

1. Perencanaan Kebutuhan, Penerimaan dan Penempatan Pegawai


2. Sistem Remunerasi
3. Pembinaan SDM
4. Pemutusan Hubungan Kerja

VI. SISTEM AKUNTABILITAS BERBASIS KINERJA


Dalam BAB VI Sistem Akuntabilitas Berbasis Kinerja terdiri dari berbagai komponen yang
merupakan satu kesatuan yaitu:

1. Perencanaan Strategis
2. Perencanaan Kinerja
3. Pengukuran Kinerja

VII. KEBIJAKAN KEUANGAN


Dalam BAB VII Kebijakan Keuangan terdiri dari antara lain:

1. Sistem Akuntansi dan Keuangan


2. Penatausahaan Keuangan PPK-BLUD
3. Kebijakan Tarif   

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH


Dalam BAB VIII Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Limbah berisi antara lain:

1. Pengertian Limbah
2. Karakteristik Limbah
3. Tujuan PengelolaanLimbah
4. Manfaat Pengelolaan Limbah
5. Konsep Pengelolaan Limbah   

IX. PENUTUP
Dalam BAB IX Penutup berisi antara lain:
1. Kesimpulan
2. Saran/Harapan

Kelembagaan BLUD

Pemilik BLU berwenangan menunjuk dan mengangkat pemimpin BLU. Pemimpin BLU berfungsi
sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:

1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;


2. menyiapkan RBA tahunan;
3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; dan
4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLUD

Pejabat Keungan

Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan berkewajiban:

1. mengkoordinasikan penyusunan RBA;


2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
4. menyelenggarakan pengelolaan kas;
5. melakukan pengelolaan utang-piutang;
6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.

Pejabat Teknis

Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang
berkewajiban:

1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;


2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan
3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya

Dewan Pengawas

Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan
BLU. Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan atas persetujuan Menteri Keuangan. Anggota
dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari Kementerian Negara/Lembaga/Dewan
Kawasan yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan
kegiatan BLU. Pembahasan Dewan Pengawas lebih rinci, akan dibahas dalam Bab Pembinaan,
Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.

Struktur Organisasi dan Tata Laksana

Organisasi dan tata laksana, mencakup:

1. Struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan yang ada pada satker yang
menerapkan PK BLU dan hubungan wewenang/tanggung jawab antar jabatan dalam
pelaksanaan tugas;
2. Prosedur kerja yang menggambarkan wewenang/tanggung jawab masing-masing jabatan
dan prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas. Satker yang mengusulkan
menerapkan PK BLU harus mempunyai prosedur kerja untuk semua kegiatannya, terutama
untuk kegiatan utama (core business);
3. Pengelompokan fungsi yang logis, bahwa pengelompokan fungsi-fungsi dalam struktur
organisasi harus dilakukan secara logis dan sesuai dengan prinsip pengendalian intern;
4. Ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia. Satker yang menerapkan PK BLU
harus mempunyai sumber daya manusia yang memadai untuk dapat menjalankan kegiatan
dalam rangka mencapai tujuannya. Ketersediaan SDM mencakup kuantitas SDM, standar
kompetensi, pola rekruitmen, dan rencana pengembangan SDM.

Akuntabilitas

1. Akuntabilitas program

Akuntabilitas program adalah perwujudan kewajiban satker yang menerapkan PK BLU untuk


mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan program yang diukur
dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator), sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah. Dalam Akuntabilitas program ini terkandung antara lain kebijakan-kebijakan,
mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban
program;

2. Akuntabilitas Kegiatan

Akuntabilitas kegiatan adalah perwujudan kewajiban satker yang menerapkan PK BLU untuk


mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan kegiatan yang diukur
dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator), sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006. Dalam akuntabilitas kegiatan ini
terkandung antara lain kebijakankebijakan, mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban,
dan periodisasi pertanggungjawaban kegiatan;

3. Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas keuangan terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan


pelaksanaan kebijakan yang diamanatkan kepada satker yang menerapkan PK BLU dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, akuntabilitas keuangan tertuang dalam
laporan keuangan yang memberikan informasi atas sumber dana dan penggunaannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan, standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi
profesi akuntansi Indonesia atau standar akuntansi lain untuk bidang bisnis spesifik sesuai dengan
karakteristik BLU dan praktik bisnis yang sehat. Dalam akuntabilitas keuangan ini terkandung antara
lain kebijakan-kebijakan, mekanisme atau prosedur,media pertanggungjawaban, dan
periodisasipertanggungjawaban keuangan.

Rencana Strategis Bisnis (RSB)

Rencana Strategis Bisnis atau yang lebih dikenal dengan (RSB) adalah suatu dokumen
perencanaan yang harus dibuat oleh setiap organisasi yang mencari laba maupun yang nirlaba.
Isi RSB mencakup antara lain:

1. Visi, yaitu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan
citra yang ingin diwujudkan;
2. Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar
tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
3. Program strategis, yaitu program yang berisi kegiatan yang berorientasi pada hasil yang
ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan
memperhitungkan potensi/kekuatan, kelemahan, peluang, dan kendala/ancaman yang ada
atau mungkin timbul (analisis SWOT). Program 5 (lima) tahunan memuat semua program
satker yang menerapkan PK BLU yang meliputi antara lain program di bidang pelayanan,
keuangan, administrasi, dan sumber daya manusia (SDM);
4. Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;
5. Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan, administrasi, dan
SDM;
6. Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang memberikan gambaran capaian
kinerja tahun berjalan, penjelasan, dan analisis faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pencapaian kinerja. Pengukuran pencapaian kinerja juga memberikan
informasi metode pengukuran kinerja satker yang bersangkutan.
7. Hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi organisasi Puskesmas
tergambar dalam proses bisnis yang berkesinambungan yang meliputi pelayanan medis (poli
umum & tindakan, poli gigi, KIA), dan penunjang medis (laboratorium, gizi, pelayanan obat,
sanitasi & kesehatan lingkungan) didukung dengan sarana dan prasarana dalam lingkup
ketatausahaan (pelatihan SDM, penempatan & mutasi SDM, pemeliharaan sarana
prasarana, pengendalian alat ukur, pengadaan barang, seleksi dan evaluasi suplier,
penyimpanan barang, pemeliharaan lingkungan kerja) dimana ada sistem kontrol pelayanan
puskesmas melalui tinjauan menejemen meliputi penanganan keluhan pelanggan, survey
kepuasan pelanggan, audit klinis, pengendalian layanan tidak sesuai, dan tindakan
pencegahan – perbaikan. Proses bisnis Puskesmas yang berorientasi pelanggan dimulai
dari penerimaan pelanggan, pelayanan medis dan penunjang medis, didukung sarana dan
prasarana penunjang ( sistem ketatausahaan) dan di monitoring melalui tinjauan manajemen
untuk mendapatkan hasil akhir kepuasan pelanggan.
8. Prosedur kerja klinis puskesmas meliputi :
9. 1.Prosedur di R.Pendaftaran : Prosedur ini mencakup penerimaan pendaftaran, pembuatan
status rekam medis, pemberian nomor urut pasien, entry data dalam computer sampai
dengan mencari kartu status RM dan pengembalian kartu status RM ke rak penyimpanan.
10. 2.Prosedur pembayaran : dimulai dari menerima pembayaran retribusi dari pasien baru,
pasien lama, dan pasien yang memerlukan tindakan penunjang.
11. 3.Prosedur Poli umum: Prosedur ini dimulai dari penerimaan pasien, pemeriksaan kartu
status rekam medis / RM, melakukan anamnese,pemeriksaan fisik, menegakkan diagnosa,
pemberian terapi (resep), serta surat rujukan.
12. 4.Prosedur BP Gigi : Mencakup pelayanan kesehatan gigi dan mulut di BPG dan pelayanan
rujukan untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan dan pemulihan.
13. 5.Prosedur KIA/KB/IMUNISASI : Prosedur ini mencakup penerimaan pasien, anamnese,
pemeriksaan, penyuluhan, tindakan sampai memberikan resep dan memberikan rujukan ke
pelayanan terkait atau Rumah Sakit.
14. 6.Prosedur Konsultasi Gizi : Pelayanan gizi ditujukan bagi masyarakat yang membutuhkan
Pelayanan gizi setingkat Puskesmas, diberikan oleh tenaga gizi berupa konsultasi gizi,
therapi dietetik, pemberian intervensi gizi sertaterintegrasi dengan pelayanan kesehatan
dasar.
15. 7.Prosedur Laboratorium : Prosedur mencakup mulai dari proses menerima surat rujukan
dari dalam dan luar Puskesmas sampai proses penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
kepada pasien dan memintanya kembali ke pengirim atau perujuk samapai pada pencatatan
semua data.
16. 8.Prosedur Pelayanan Obat : Proses kegiatan dimulai dari menerima resep dari ruang /
pelayanan, meracik obat sampai dengan menyerahkan obat kepada pasien dengan
informasi yang lengkap.

Prosedur kerja BLUD harus diatur dalam suatu standar operasional. Baik standar
operasional yang disahkan oleh pemimpin BLUD dalam bentuk dokumen Standar
Oprasional Prosdur (SOP) maupun dalam bentuk regulasi yang disahkan oleh Kepala
Daerah. Tujuan disusunnya prosedur kerja BLUD untuk mengatur dan membatasi aktivitas
teknis dalam kegiatan operasonal BLUD supaya tidak melenceng dari tugas dan fungsi
utama BLUD, yaitu untuk peningkatan pelayanan publik. Selain itu, prosedur kerja BLUD
yang disusun harus sejalan dengan konsep dasar perbedaan BLUD dengan SKPD atau
UPTD lain, yaitu prosedur kerja BLUD harus mencerminkan fleksibilitas pengelolaan
keuangan BLUD.
Sebelum mengerucut ke prosedur kerja BLUD, terlebih dahulu akan dibahas mengenai
regulasi apa saja yang harus dibuat setelah menjadi BLUD. Karena dari regulasi setelah
menjadi BLUD ini akan diterjemahkan secara detail dalam prosedur kerja BLUD sebagai
pedoman pelaksanaan teknis dalam kegiatan operasional BLUD. Berdasarkan ringkasan
dari Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 beberapa regulasi yang harus dibuat setelah
menjadi BLUD antara lain adalah :
 Penatausahaan Keuangan BLUD dari dana yang bersumber dari BLUD (disahkan oleh
pemimpin BLUD)
 Pengangkatan Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran BLUD (disahkan oleh pemimpin
BLUD)
 Penetapan Standar Pelayanan Minimal (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Kebijakan Akuntansi BLUD (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengangkatan Pejabat Pengelola BLUD (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan Remunerasi (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan pegawai Non PNS BLUD (disahkan oleh Kepala Daerah atau dilimpahkan ke
pemimpin BLUD)
 Pengaturan Dewan Pengawas (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan pengadaan barang dan jasa (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan tarif layanan BLUD (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan penggunaan surplus (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan pelaksanaan utang dan piutang (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan investasi (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan kerjasama (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pengaturan penghapusan asset tidak tetap (disahkan oleh Kepala Daerah)
 Pemgaturan penerimaan hibah (disahkan oleh Kepala Daerah)
Setelah semua regulasi diatas terbentuk, langkah selanjutnya adalah menerjemahkan secara
detail kedalam standar operasional prosedur (SOP) kerja BLUD. Prosedur kerja BLUD yang
dibuat detail dalam bentuk SOP hanya perlu disahkan oleh pemimpin BLUD. Hal ini
dikarenakan SOP Kerja BLUD hanya akan diberlakukan di masing-masing unit BLUD.
 

Anda mungkin juga menyukai