Anda di halaman 1dari 3

Sintesis Filsafat Manusia

Oleh : Ivan Putra Hoetomo (1323018003)

1. Plato (427 – 347 SM)


Ada dua dunia menurut Plato yakni dunia “ide” dan dunia
penampakan. Plato menyatakan bahwa pada mulanya manusia adalah roh
murni yang mengkontemplasikan yang ideal dan ilahi. Oleh karena
ketidaksetiaan pada hakikatnya, ia terhukum hingga jiwa dibuang ke dunia
penampakan dan dipenjarakan dalam tubuh. Jiwa membutuhkan eros (cinta)
untuk keluar dari penjara tubuh. Bagi Plato, manusia tetaplah manusia
walaupun di dunia “ide” ataupun dunia penampakan.
2. Aristoteles ( 384 – 322 SM)
Aristoteles berbeda dengan Plato. Bagi Aristoteles, manusia terdiri dari
tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa itu satu. Aristoteles ingin menjelaskan
manusia sebagai makhluk hidup badani dan kosmis dengan cara
Hylomorphisme : materi (Hyle) dan bentuk (Morphe). Jiwa sendiri terletak
pada aktualitas pertama dan potensialitas kedua. Namun, pada akhirnya ia
gagal menjelaskan manusia badani dan kosmis karena Hylomorphisme tidak
bisa menjelaskan nous (Ratio). Manusia semakin manusia jika dia semakin
menjelaskan kapasitas berpikir.

3. Epikuros ( 341 – 270 SM)


Menurut Epikuros, manusia terbentuk dari atom, maka konsekuensinya
ialah manusia itu hanyalah jasmani karena atom adalah materi. Jiwa ambil
bagian dalam tubuh. Jiwa adalah benda yang tersusun atas bagian-bagian halus
dan tersebar di seluruh struktur tubuh kita seperti nafas hangat. Tanpa tubuh
maka jiwa akan lebur. Jika manusia tersusun dari atom, konsekuensinya ialah
manusia tidak ada yang mengatur dan tak ada hukum kodrat, maka manusia
itu bebas.

4. Rene Descartes (1596 – 1650)


Pengertian atas manusia bagi descartes didasarkan pada teorinya
tentang sebstansi dan pendasaran epistemologinya. Manusia berbeda dengan
binatang oleh karena manusia memiliki res extensa dan res cogito (akal budi).
binatang hanya memiliki res extensa saja. Semakin manusia berpikir maka
semakin manusia mengada karena pada dasarnya manusia memiliki
kemampuan untuk berpikir.

5. Thomas Hobbes (1588 – 1679)


Jika ingin mengetahui apa itu manusia, maka kita harus kembali pada
keadaan State of nature dari manusia. Pada saat berada pada state of nature,
manusia hidup individualis dengan mengikuti kesenangan diri. Tubuh manusia
seperti mesin. Tindakannya mengarah kepada apa yang enak (baik) dan
menyakitkan (buruk). Oleh sebab itu, Hobbes memandang manusia pada
mulanya itu buruk.

6. Jean-Jacques Rousseau (1712 – 1778)


Rousseau berbeda dengan Hobbes. Jika Hobbes mengatakan bahwa
manusia pada mulanya itu buruk, Rousseau mengatakan bahwa manusia pada
mulanya itu baik. Ini adalah kebaikan natural manusia. Manusia menjadi rusak
justru karena adanya masyarakat. Rousseau percaya akan adanya kebaikan
yang kodrati.

7. David Hume (1711 – 1776)


Jika ingin mencari kodrat manusia, maka kita dapat melihat dari
bagaimana manusia ingin mengetahui sesuatu (pengetahuan). Manusia
mengetahui sesuatu melalui indera yang kemudian ditangkap menjadi persepsi
dan pada akhirnya menusia bertindak. Bagi Hume, rasio adalah budak
perasaan.

8. Immanuel Kant (1724 – 1804)


Jika ingin mencari tahu manusia, maka kita harus mencari
perbandingannya. Manusia memiliki rasio, maka mari kita mencari makhluk
lain yang memiliki rasio. Menurut Kant, tidak ada makhluk lain yang dapat
menjadi perbandingan dari manusia, maka kant mencoba membandingkan
dengan binatang. Rasionalitas memiliki dua jenis ; rasionalitas instrumental,
dan rasionalitas substantif. Binatang hanya memiliki rasionalitas instrumental
saja, sedangkan manusia memiliki keduanya. Immanuel Kant justru berbeda
dengan Rousseau dan Hume yang membawa manusia pada keadaan state of
nature. Jika ingin menentukan apa kodrat manusia, kita dapat melihat dari
moment yang membawa manusia lepas dari state of nature yakni pilihan
bebas. manusia itu flexible seperti bunglon.

9. G.W.F. Hegel (1770 – 1831)


Hegel memakai filsafat monisme. Bagi filsafat monisme, segala
sesuatu adalah satu. Memahami satu benda haruslah memahami benda di
seluruh ruang. Hegel menyatakan bahwa individu itu tidak penting. Hegel
lebih memandang pada kekolektifitasan. Manusia adalah roh absolut (roh tak
terbatas) yang ingin mengenali diri dengan bermanifestasi ke dalam yang
terbatas. Manusia itu pangkalan roh yang sedang berkumpul. Satu moment
dari roh mutlak yang sedang berdialegtika. Salah satu moment dari rangkaian
moment. Roh mutlak pada hakikatnya adalah ide yang berpikir.

10. Soren Aabye Kierkegaard (1813 – 1855)


Kierkegard mengkritik Hegel tentang idealisme. Kierkegard berpegang
teguh pada eksistensialisme. Jika ingin mengenali sesuatu, maka kita harus
berangkat dari eksistensi, bukan dari essensi. Manusia tidak hanya sekedar
being (essensi), melainkan becoming (eksistensi). Perwujudannya ialah ketika
manusia dapat membuat pilihan. Manusia membuat pilihan berdasarkan
kebenaran. Kebenaran itu subjektif dan melibatkan seluruh diri. Tahap tahap
eksistensi sebagai manusia menjati diri yang sejati dapat dilalui lewat tahap
sintetis (tahap estetis), relasi diri (tahap etis), dan pada akhirnya ialah iman
(tahap religius).

Anda mungkin juga menyukai