Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PRINSIP PENERAPAN SMK3 DAN IMPLEMENTASI


PENGAWASAN SMK3

Disusun Oleh :
1. Simon B. Saitama Purba (20032010043)
2. Selomit Aron (20032010117)
3. Anggraeni Indriawati (20032010121)
4. Handre Syahrul Fanani (20032010124)
5. Adhe Rebeka Pardosi (20032010129)
6. Benaya Harsys (20032010132)
7. Alzain Intan Furqoni (20032010133)
8. Timothy Hasiholan Siburian (20032010135)
9. Nurah Nufaisah (20032010147)
10.Lintang Kusumah Putri (20032010148)
11.Fatimatuz Zahroh (20032010149)

Paralel A
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012). Masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja tidak terlepas dari kegiatan dan aktivitas dalam industri secara
keseluruhan, maka pola-pola yang harus dikembangkan di dalam penanganan
bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan pengadaan pengendalian potensi
bahaya harus mengikuti pendekatan sistem yaitu dengan menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Menurut Peraturan
Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,efisien, dan
produktif.
Pertimbangan diterapkannya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2012 Pasal 5 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “Setiap perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mempunyai
tingkat potensi bahaya tinggi wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya”. Hal
tersebut untuk mewujudkan Zero Accident, sehingga kelangsungan dari usaha
dapat berjalan lebih produktif, aman dan ramah lingkungan.
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja
mengalami sakit akibat kerja. Hasil survei ILO menyebutkan bahwa Indonesia
berada pada peringkat dua terendah di dunia dalam penerapan K3, yaitu menempati
urutan ke 152 dari 153 negara. Dipaparkan bahwa dari 15.043 perusahaan berskala
besar, hanya sekitar 317 perusahaan (2,1%) yang menerapkan SMK3 dan standar
keselamatan kerja di Indonesia pun merupakan yang paling buruk jika
dibandingkan dengan negaranegara lain dikawasan Asia Tenggara. Hal ini dapat
dikaitkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana prinsip penerapan SMK3 sehingga dapat mengurangi angka
kecelakaan kerja di Indonesia?
2. Bagaimana implementasi pengawasan SMK3?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat ditentukan tujuan dari
penelitian tersebut adalah sebagai berikut
1. Untuk mengeathui prinsip penerapan SMK3 untuk dapat mengurangi angka
kecelakaan kerja di Indonesia
2. Untuk mengetahui implementasi pengawasan SMK3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Penerapan SMK3

2.1.1 Penetapan Kebijakan K3


Penetapan kebijakan K3 adalah salah satu prinsip penerapan SMK3 yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Pasal 3 ayat (1). Prinsip
ini mengharuskan setiap perusahaan untuk menetapkan kebijakan K3 yang jelas dan
komprehensif sebagai pedoman dalam pengelolaan keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja. Kebijakan K3 harus disusun secara tertulis dan disampaikan
kepada seluruh karyawan serta pihak terkait lainnya. Selain itu, kebijakan K3 harus
diperbarui secara berkala agar selalu relevan dengan kondisi terbaru di tempat kerja.
2.1.2 Perencanaan K3
Perencanaan K3 adalah prinsip penerapan SMK3 yang tercantum dalam Pasal
4 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Prinsip ini mengharuskan setiap
perusahaan untuk melakukan perencanaan K3 secara sistematis dan terstruktur.
Perencanaan K3 mencakup identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja,
penentuan target K3 yang spesifik dan terukur, serta penetapan program K3 yang
mencakup langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai target tersebut.
Perencanaan K3 harus dilakukan secara berkala dan direvisi jika terjadi perubahan
kondisi di tempat kerja.
2.1.3 Pelaksanaan Rencana K3
Pelaksanaan rencana K3 adalah prinsip penerapan SMK3 yang tercantum
dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Prinsip ini mengharuskan
setiap perusahaan untuk melaksanakan rencana K3 yang telah disusun dengan
seksama. Pelaksanaan rencana K3 mencakup pengimplementasian program K3,
pelatihan K3, penggunaan alat pelindung diri, dan penerapan prosedur keselamatan
kerja. Pelaksanaan rencana K3 harus dilakukan secara terus-menerus dan diawasi
secara ketat.
2.1.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 adalah prinsip penerapan SMK3 yang
tercantum dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Prinsip ini
mengharuskan setiap perusahaan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi
terhadap kinerja K3 di tempat kerja. Pemantauan dan evaluasi K3 harus dilakukan
secara teratur dan berkala untuk menilai efektivitas program K3 yang telah
diimplementasikan. Selain itu, hasil pemantauan dan evaluasi harus diterapkan
dalam perbaikan dan peningkatan program K3 di tempat kerja.
2.1.5 Peninjauan & peningkatan kinerja SMK3
Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3 adalah prinsip penerapan SMK3
yang tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Prinsip
ini mengharuskan setiap perusahaan untuk melakukan peninjauan dan peningkatan
kinerja SMK3 secara berkala. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
mencakup evaluasi terhadap kebijakan, program, dan prosedur K3 yang telah
diterapkan di tempat kerja, serta identifikasi dan analisis atas kejadian atau insiden
yang terjadi di tempat kerja. Hasil peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 harus
digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan program K3 di tempat kerja
(Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012).
2.2 Implementasi Pengawasan SMK3

2.2.1 Kebijakan Pengawasan


Dalam bagian kebijakan pengawasan ini memerlukan adanya interaksi atau
kerja sama dengan pihak Pusdiklat, Polri & Menkeham dan dibantu oleh pegawai
pengawas. Dimana bagian ini berfungsi untuk mengawasi serta membuat
peraturan dalam penerapan SMK3.
Menurut kementrian Ketenagakerjaan No.05/l996 tentang sistem
manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam BAB III Pasal 3
dijelaskan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan karyawan 100 orang atau
lebih dan atau mengandung potensi bahaya dalam pekerjaannya wajib
memberlakukan SMK3. Peraturan ini diperkuat dengan Undang-Undang Kesehatan
No. 23 tahun 1992 pada Pasal 23 tentang kesehatan dalam bekerja, yaitu setiap
tenaga kerja/karyawan/buruh kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatan dan kesehatannva selama bekerja, dengan demikian perlu adanya
sistem yang terstuktur dalam upaya mewujudkan perlindungan dalam bekerja yang
terdapat dalam peraturan serta undang-undang tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Selanjutnya dalam UU No. 50 tahun 2012 dijelaskan secara terperinci
tentang SMK3. UU No. 50 tahun 2012 ialah peraturan yang dikeluarkan oleh
Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia untuk mengatur tentang
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Penerapan SMK3
diberlakukan sesuai dengan kebijakan nasional tentang SMK3. Penerapan SMK3
oleh setiap perusahaan wajib melaksanakan : Penetapan kebijakan K3, Perencanaan
K3, Pelaksanaan rencana K3, Pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan Peninjauan
dan peningkatan kinerja K3 yang terdapat dalam pedoman penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada lampiran I Peraturan
Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 50 tahun 2012.
Dalam dunia Internasional di atur dalam OHSAS 18001.2007. Menurut
OHSAS 18001:2007, SMK3 ialah bagian dari cara memanajemen suatu
organisasi yang digunakan untuk mengembangkan serta menerapkan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja serta mengelola setiap kemungkinan risiko yang
berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja. Dalam OHSAS 18001,
SMK3 terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk
Control, atau yang dikenal dengan singkatan HIRARC. Dalam OHSAS 18001
memakai penerapan dengan sistem PDCA, yaitu Plan, Do, Check, Action.
Setiap hari, selalu saja ada nyawa yang hilang akibat kecelakaan atau
penyakit akibat kerja. Bahkan menurut data dari BP JAMSOSTEK, pada tahun
2020 telah terjadi peningkatan kecelakaan sebesar 128 persen. Angka kecelakaan
ini naik dari sebelumnya hanya 85.109 menjadi 108.573 kasus. Kecelakaan atau
penyakit akibat kerja ini seharusnya dapat dicegah sebelum terjadi. Untuk
mencegah hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah mengaturnya dengan peraturan
yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Salah satu
peraturannya ialah PP No. 50 Tahun 2012 yang mengatur Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Dari peraturan tersebut, menuntut perusahaan untuk menerapkan SMK3.
Ketika perusahaan menerapkan SMK3 dengan berpedoman pada PP No. 50 Tahun
2012, maka perlu memperhatikan penjelasan pada BAB IV. BAB ini menjelaskan
mengenai Pengawasan SMK3 yang dilakukan oleh pengawasan ketenagakerjaan
pusat, provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Pengawasan SMK yang dilakukan meliputi :
1. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen,
2. Organisasi,
3. Sumber daya manusia,
4. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang K3,
5. Keamanan bekerja,
6. Pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3,
7. Pengendalian keadaan darurat dan bahaya industri,
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan,
9. Tindak lanjut audit.
2.2.2 Standar Pengawasan
Standar kinerja menurut Wibowo merupakan pernyataan tentang situasi
yang terjadi ketika sebuah pekerjaan yang dilakukan secara efektif. Standar kinerja
berkaitan dengan gambaran kegiatan yang dilakukan karyawan untuk
menyelesaikan pekerjaannya sesuai tujuan perusahaan. Standar kinerja diperlukan
untuk membimbing perilaku karyawan agar dapat melaksanakan standar yang telah
dibuat. Tujuan yang sudah ditetapkan pemimpin disampaikan dengan bukti tertulis
kepada karyawan disertai dengan langkah-langkah yang harus dilakukan.
Standar kinerja merupakan bagian penting dalam proses perencanaan
manajemen kinerja. Penetapan dan implementasi standar kinerja harus melibatkan
semua personel yang akan tergabung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan
perusahaan. Standar kinerja menjelaskan tentang cara dilaksanakan pekerjaan yang
menjadi harapan pemimpin dan perusahaan terhadap karyawannya. Standar kinerja
menjadikan pekerjaan dapat diselesaikan secara efektif dan efisiensi. Penilaian
terhadap kinerja dapat digunakan sebagai tolak ukur oleh perusahaan. Tujuan
standar kerja adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh
satuan unit kerja instansi/ perusahaan (Sultan et al., 2014).
1. Standar Kompetensi BNSP
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) merupakan lembaga independen
yang dibentuk pemerintah yang bertugas untuk menetapkan standar dan sertifikasi
profesi bagi tenaga kerja di Indonesia. Sertifikasi yang diberikan BNSP mencakup
hampir semua profesi yang ada. Untuk mendapatkan sertifikasi BNSP seorang
profesional harus mengikuti serangkaian ujian kompetensi. Pengujian dilakukan
oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang telah mendapatkan lisensi dari BNSP.
Mengingat luasnya cakupan profesi yang perlu disertifikasi kompetensinya,
dalam melaksanakan tugasnya, BNSP dapat memberikan lisensi kepada Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) sebagai kepanjangan tangan BNSP [PP No.23, 2004].
Lisensi tersebut diberikan setelah BNSP melakukan penilaian kesesuaian kepada
LSP, sesuai dengan ketentuan BNSP. LSP dibentuk berdasarkan badan atau
lembaga yang membentuknya dan sasaran sertifikasinya, dan dikategorikan sebagai
LSP Pihak Kesatu, LSP Pihak Kedua dan LSP Pihak Ketiga . LSP sebagai
pelaksana tugas BNSP, melaksanakan kegiatan sertifikasi kompetensi mengacu
pada pedoman-pedoman yang ditetapkan BNSP (Sunarya et al., 2020).
2. Standar Teknis BSN
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014, tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Perumusan SNI merupakan subsistem
dari Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Perumusan standar pada
dasarnya merupakan akumulasi pengetahuan, teknologi dan pengalaman dari
para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam proses
pencapaian kesepakatan atau konsensus. Perumusan standar didasarkan pada
Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sehingga Perumusan SNI
dilakukan dengan memperhatikan waktu penyelesaian yang efektif dan efisien.
2.2.3 Objek Pengawasan Ketenagakerjaan
Objek pengawasan ketenagakerjaan adalah perusahaan yang berbadan hukum
atau tidak yang mempekerjakan tenaga kerja baik milik swasta atau milik negara
termasuk keadaan tenaga kerja, kondisi kerja dan objek-objek teknis atau peralatan
produksi lainnya. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan didasarkan pada
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 176 Ayat
1: “Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin
pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.”
1. Terdapat ruang lingkup dari tugas pengawas ketenagakerjaan yang meliputi:
Melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan dan
perundang-undangan mengenai norma perlindungan tenaga kerja.
2. Melaksanakan pembinaan dalam upaya menyempurnakan norma kerja dan
pengawasannya.
3. Melaksanakan usaha-usaha pembentukan, penetapan dan pengawasan di
bidang kecelakaan kerja.
2.2.4 Auditor
Agar penerapan SMK3 berjalan efektif, maka secara periodik perlu dilakukan
efektivitasnya melalui audit internal dan tinjauan manajemen. Dari hasil audit
SMK3 tersebut akan dapat diperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang
status mutu pelaksanaan SMK3 yang selanjutnya dapat digunakan untuk perbaikan
yang berkelanjutan. Auditor SMK3 ialah tenaga teknis yang mempunyai
kompetensi baik dari dalam maupun dari luar perusahaan dan independen untuk
melaksanakan audit SMK3.
Auditor SMK3 mempunyai kewajiban:
a. melaksanakan Audit SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b. merahasiakan hasil Audit SMK3 kepada pihak-pihak yang tidak
berkepentingan; dan
c. mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
2.2.5 Dokter Pemeriksa
Tenaga kerja yang mengalami accident ataupun sakit akan langsung dibawa
ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan. Sehingga untuk
penanganan belum dilakukan sesuai peraturan perundangan dimana pemeriksaan
harusnya dilakukan oleh dokter pemeriksa. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
dilakukan oleh dokter pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-
undangan.
Fungsi dokter pemeriksa, antara lain:
a. Bertanggung jawab dalam higiene perusahaan
b. Memimpin PKK
c. Melaksanakan tugas pokok PKK termasuk membuat perencanaan tanggap
darurat medik
d. Mendiagnosa PAK
e. Bertanggung jawab dalam medical record serta menganalisis
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan
2.2.6 P2K3
P2K3 mempunyai tugas memberikan dan pertimbangan baik diminta
maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan
dan kesehatan kerja, sebagaimana dijelaskan peraturan Menteri tenaga kerja
Nomor 04/MEN/1987. Untuk melaksanakan tugas tersebut ayat (1),
P2K3mempunyai tugas dan fungsi:
1. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di tempat kerja;
2. Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
a. Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran dan
peledakan serta cara penanggulangannya.
b. Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;
c. Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya;
3. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
a. Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;
b. Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik;
c. Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja;
d. Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta
mengambil langkah-langkah yang diperlukan;
e. Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja,
hygiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;
f. Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan
makanan di perusahaan;
g. Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
h. Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
i. Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja,
melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil
pemeriksaan;
j. Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
4. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja,
higene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja,
Penunjukan keanggotaan P2K3 dalam sebuah perusahaan diatur dalam
pasal 3 bahwa:
1. Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusahan dan pekerja yang
susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
2. Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang
bersangkutan
3. Ketua P2K3, diupayakan dijabat oleh pimpinan perusahaan atau salah satu
pengurus perusahaan.
Secara teoritis, kinerja organisasi merupakan hasil dari kegiatan kerjasama
diantara para anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan
tujuan organisasi. Kinerja organisasi ditunjukkan oleh bagaimana proses
berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan. Didalam proses tersebut harus
dilakukan monitoring, penilaian dan peninjauan ulang terhadap kinerja
karyawan.
2.2.7 Ahli K3
Manajemen, Ahli K3 (keselamatan kesehatan kerja) dan tenaga kerja
berupaya menurunkan risiko dan menghilangkan kecelakaan kerja. Ahli K3
sangat diperlukan diperusahaan untuk terlaksananya K3 yang baik dan terhindar
dari potensi berbagai bahaya. Pada umumnya dalam sebuah penerapan sistem
keamanan (safety) melibatkan pemerintah, perusahaan atau penyedia jasa, dan
tenaga kerja itu sendiri. Peran Pemerintah dalam hal keselamatan (safety)
sebagai regulator terkait K3 dituangkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 dalam
Pasal 87 yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah (PP) yang dituangkan dalam PP No. 50 Tahun 2012. Peran
Pengusaha dalam penerapan sebuah sistem keselamatan (safety) adalah
pengusaha wajib menerapkan sistem keamanan itu sendiri sesuai regulasi
diatas.Selanjutnya pada tingkat tenaga kerja yaitu menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) yang diwajibkan sebagai syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Oleh karena itu, peran K3 menjadi strategis sebagai atribut penilaian. Untuk
mencegah kecelakaan kerja dengan melakukan penetapan kebijakan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sangat diperlukan,
terkhusus untuk Ahli K3 baik berupa tingkat utama, madya dan muda.
2.2.8 PJK3
Perusahaan Jasa Kesehatan dan Keselamatan Kerja biasa disingkat PJK3
merupakan sebuah perusahaan dengan badan usaha Perseroan Terbatas baik
tertutup maupun terbuka yang menangani mulai dari tahap pemeriksaan dan
pengujian, inspeksi dan sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja. Sebuah
perusahaan jasa kesehatan keselamatan kerja diperlukan untuk mencegah terjadinya
bahaya yang dapat menimbulkan potensi kecelakaan kerja, maka perusahaan jasa
kesehatan dan keselamatan kerja sangat diperlukan untuk membantu pelaksanaan
pemenuhan syarat-syarat K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjaga agar segala proses
pekerjaan berjalan dengan lancar. Dalam perusahaan jasa kesehatan dan
keselamatan kerja (PJK3) dipastikan memiliki ahli keselamatan dan kesehatan kerja
yang selanjutnya disebut Ahli K3 dimana berfungsi untuk mengawasi langsung
ditaatinya Undang-undang Keselamatan Kerja dimana ahli K3 tersebut adalah
tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja dan telah mengantongi sertifikat ahli K3 dari
Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER). Ahli K3 yang bekerja pada Perusahaan
Jasa Kesehatan dan Keselamatan Kerja PJK3 mempunyai tugas melakukan
pengujian dan pemeriksaan teknik atau pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan
kesehatan kerja sesuai dengan keputusan penunjukannya. Berdasarkan Peraturan
Mentri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun 1995 tentang PJK3, ahli K3 atau dokter
pemeriksa yang bekerja pada PJK3 mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan
pengujian teknik atau pemeriksaan/pengujian ( RiksaUji ) dan atau pelayanan
kesehatan kerja sesuai dengan keputusan penunjukannya.
2.2.9 Hiperkes
Hiperkes singkatan dari Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Higiene
Perusahaan itu sendiri merupakan perpaduan antara ilmu (science) dan seni (art)
dalam usaha mengantisipasi, menemukan/mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengontrol faktor lingkungan yang timbul di tempat kerja yang mungkin
mengakibatkan sakit, gangguan kesehatan atau rasa kenyamanan dan menyebabkan
menurunnya efisiensi kerja diantara para pekerja. Hiperkes adalah ilmu kesehatan
dan keselamatan kerja yang mengurusi problematik kesehatan dan keselamatan
pekerja secara menyeluruh. Menyeluruh memiliki maksud bahwa setiap perusahaan
melalui organisasinya harus berperan proaktif dalam menyelenggarakan usaha-
usaha preventif untuk menyelesaikan segala masalah kesehatan dilingkungan kerja,
mengidentifikasi dan mengendalikan potensi bahaya yang ada selain untuk
mencegah Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta memantau pelaksanaan program K3
lainnya. Jika dijabarkan lagi maknanya, arti dari istilah ini adalah disiplin ilmu yang
berhubungan dengan ilmu kebersihan dan berhubungan dengan penilaian atau
pengukuran beberapa faktor lingkungan kerja (baik dari segi Fisika, Kimia, Biologi,
Ergonomi, dan Psikologi).
Tujuan pengukuran ini adalah untuk mengindikasi mana saja faktor yang
dinilai dapat menimbulkan gangguan kerja sehingga tindakan preventif ataupun
korektif dapat dilakukan. Dalam prosesnya, penerapan ilmu ini diharapkan dapat
melindungi tenaga kerja di sebuah industri dan masyarakat sekitarnya dari bahaya.
Ketika diterapkan pun, fokus ilmu ini biasanya pada 3 hal teknis yaitu hygiene
(kebersihan), ergonomi (hubungan tenaga kerja dengan lingkungan), dan kesehatan
SDM suatu industri yang bersifat medis.
2.2.10 Pemeriksaan, Pengujian dan Penetapan Kinerja K3
Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran harus ditetapkan dan Penetapan
Kebijakan K3. Audit internal SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk
mengetahui keefektifan penerapan SMK3. Audit SMK3 dilaksanakan secara
sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi kerja dengan
menggunakan metodologi yang telah ditetapkan. Pelaksanaan audit internal dapat
menggunakan kriteria audit eksternal sebagaimana tercantum pada Lampiran II PP
50, dan pelaporannya dapat menggunakan format laporan yang tercantum pada
Lampiran IlI peraturan tersebut. Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan
tinjauan lang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di
tempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan
ulang manajemen. Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja
serta audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan perbaikan
dan pencegahan.
Pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 dijamin pelaksanaannya
secara sistematik dan efektif oleh pihak manajemen.
1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:
a. tinjauan awal kondisi K3; dan
b. proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.
2. Penetapan kebijakan K3 harus:
a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu,
kontraktor, pemasok, dan pelanggan;
e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. Bersifat dinamik;
g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut mash
sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.
3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf pengusaha dan/atau pengurus
harus:
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan
perusahaan
b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain
yang diperlukan di bidang K3;
c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3;
d. Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan
peninjauan ulang secara teratur.
5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.
6. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada ditempat kerja harus
berperan sera dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.dipelihara
prosedurnya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya
disesuaikan dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
Prosedur pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran secara umum meliputi:
a. Personil yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang
cukup;
b. Catatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung
harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor
kerja yang terkait;
c. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk
menjamin telah dipenuhinya standar K3;
d. Tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan
ketidaksesuaian terhadap persyaratan K3 dari hail pemeriksaan, pengujian
dan pengukuran;
e. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan penyebab
permasalahan dari suatu insiden; dan
f. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Adapun prinsip dalam penerapan SMK3 adalah terdiri dari penetapan
kebijakan K3 ini mengharuskan setiap perusahaan untuk menetapkan
kebijakan K3 yang jelas dan komprehensif sebagai pedoman dalam
pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. Kebijakan K3
harus disusun secara tertulis dan disampaikan kepada seluruh karyawan serta
pihak terkait lainnya. Selain itu, kebijakan K3 harus diperbarui secara berkala
agar selalu relevan dengan kondisi terbaru di tempat kerja. Selanjutnya adalah
perencanaan K3, prinsip ini mengharuskan setiap perusahaan untuk
melakukan perencanaan K3 secara sistematis dan terstruktur. Perencanaan K3
mencakup identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, penentuan
target K3 yang spesifik dan terukur, serta penetapan program K3 yang
mencakup langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai target
tersebut. Perencanaan K3 harus dilakukan secara berkala dan direvisi jika
terjadi perubahan kondisi di tempat kerja.
2. Standar pengawasan SMK3 sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan
yaitu kinerja berkaitan dengan gambaran kegiatan yang dilakukan karyawan
untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai tujuan perusahaan. Standar kinerja
diperlukan untuk membimbing perilaku karyawan agar dapat melaksanakan
standar yang telah dibuat. Tujuan yang sudah ditetapkan pemimpin
disampaikan dengan bukti tertulis kepada karyawan disertai dengan langkah-
langkah yang harus dilakukan. Standar kinerja merupakan bagian penting
dalam proses perencanaan manajemen kinerja. Penetapan dan implementasi
standar kinerja harus melibatkan semua personel yang akan tergabung dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan. Standar kinerja menjelaskan
tentang cara dilaksanakan pekerjaan yang menjadi harapan pemimpin dan
perusahaan terhadap karyawannya. Standar kinerja menjadikan pekerjaan
dapat diselesaikan secara efektif dan efisiensi.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3). Presiden Republik Indonesia. 2012.
Sultan, F., Saryadi, & Hidayat, W. (2014). Pengaruh Kompensasi, Standar Kerja,
Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Diponegoro Journal of
Social and Political Science, 10, 1–12. http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/
Sunarya, P. A., Lutfiani, N., & Pratiwi, D. suci. (2020). Analisis Sistem Sertifikasi
Profesi Untuk Pengembangan Kompetensi Mahasiswa. ADI Bisnis Digital
Interdisiplin Jurnal, 1(1), 70–77. https://doi.org/10.34306/abdi.v1i1.104

Anda mungkin juga menyukai