“Okay, tidak masalah..” seru Stephanie yang tidak mau kalah.
Aku pun tidak
dapat berbuat apa-apa selain mengikuti mereka menyusup lagi. Keesokan harinya, aku dan Stephanie pergi ke Hill House tepat tengah malam. Di puncak bukit, kami bertemu Seth memakai kaos turtleneck-nya. Saat itu tidak ada lagi tur, sebab jadwal tur dibatasi tidak boleh melewati tengah malam. Kemudian Seth menunjukkan jalan belakang untuk memasuki Hill House. Sesampainya di dalam rumah tua itu, Seth langsung mengajak kami ke tempat-tempat yang diyakini memang ”berhantu”. Sesampainya di sebuah ruangan besar dan gelap, lalu mengunci pintu. ”Sorry, aku mengelabui kalian” Akhirnya Seth berkata. ”Namaku Andrew” serunya.... ”Andrew??? Bukankah itu nama si hantu? ’hantu tanpa kepala??” hardik-ku ”Benar, akulah sang hantu itu” jawabnya. ”Tapi, bukankah Andrew tak memiliki kepala?” kataku ”Benar, berarti kau bukan Andrew...” sambung Stephanie ”Kalian salah besar....... hihihihi!” Andrew pun mulai mencopot kepalanya dari pundak. ”Duanne, aku ingin kepalamu. Aku sudah bosan dengan kepala ini. Ini tidak akan sakit! Hahaha...” Andrew bekata dengan tenang dan dingin. Secara spontan aku dan Stephanie berlari menghindari Andrew.... Kami berlari sepanjang lorong yang gelap tanpa secercah cahaya pun. Di ujung lorong itu ternyata buntu. Aku dan Stephanie pun berusaha mendorong- dorong batu tersebut. Keberuntungan ternyata berada di pihak kami, batu itu bergeser. Ternyata ada jalan lagi di balik batu itu. Sesekali aku menoleh ke belakang, dan yang kulihat Andrew yang terus memburu kepalaku. Sesaat berlari, aku melihat sebuah tangga. Berharap tangga itu dapat membawaku keluar dari Hill House, aku dan Stephanie pun menaiki tangga itu. Namun, tangga tua itu tidak cukup kuat menahan beban kami bertiga. Tangga itu pun hancur, dan kami terjatuh di sebuah ruangan yang cukup besar dan agak gelap. Sesuatu di tengah ruangan itu menarik perhatian kami. Meski hanya diterangi cahaya redup, kepala itu tampak putih pucat. Jelas kelihatan itu kepala anak laki-laki. Tapi rambut yang panjang dan berombak sudah putih semua. Dan matanya berpendar hijau di wajahnya yang pucat, bagaikan sepasang batu zamrud. ”Kepala si hantu”. Aku bergumam ”Itu kepala mu Andrew”. Sahutku