Anda di halaman 1dari 95

PERPAJAKAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2023

1
Daftar Isi
Bab I Dasar-Dasar Perpajakan 3
Bab II Pajak Penghasilan 14
Bab III Pajak Penghasilan Pasal 21 20
Bab IV Pajak Penghasilan Pasal 22 42
Bab V Pajak Penghasilan Pasal 23 49
Bab VI Pajak Penghasilan Pasal 24 55
Bab VII Pajak Penghasilan Pasal 25 60
Bab VIII Pajak Penghasilan Pasal 26 64
Bab IX Pajak Penghasilan Final 67
Bab X Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 73
Bab XI Pajak Bumi Dan Bangunan 83
Bab XII Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan 88
Bab XII Bea Meterai 90

2
BAB I
DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Tujuan pembahasan Bab I mengenai materi dasar-dasar perpajakan adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. Memahami pengertian pajak
2. Memahami fungsi pajak
3. Memahami karateristik sistem pemungutan pajak di indonesia
4. Memahami kedudukan hukum pajak
5. Memahami pembagian hukum pajak
6. Memahami ciri hukum pajak
7. Memahami dasar hukum pungutan pajak
8. Memahami teori-teori yang mendukung pemungutan pajak :
9. Memahami jenis pajak
10. Memahami tata cara pemungutan pajak
11. Memahami timbulnya dan berakhirnya utang pajak
12. Memahami tarif pajak
13. Memahami hambatan pungutan pajak
14. Memahami ketentuan umum

A. PENGERTIAN PAJAK
Terdapat berbagai ragam mengenai definisi pajak di kalangan para ahli di bidang perpajakan.
Namun dari berbagai pengertian itu pada intinya hampir sama yakni: Pajak adalah iuran rakyat
yang wajib membayarnya kepada negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan),
dengan tidak dapat mendapat prestasi kembali yang langsung dan digunakan untuk membiayai
pembangunan.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Unsur definisi pajak di atas adalah :
a. Pajak dipungut berdasarkann atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya
masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:

1. Pajak Penghasilan (PPh)


PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa
keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

3
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan,
maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang KenaPajak tertentu yang tergolong
mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah adalah:
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang
memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota
adalah sebagai berikut:
1. Pajak Propinsi, meliputi:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Air Permukaan;
e. Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota, meliputi:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan;

4
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
B. FUNGSI PAJAK:
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgeter dan fungsi Pengatur :

1. Fungsi Budgeter
Pajak mempunyai fungsi budgeter artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber
keuangan negara pemerintah berusaha memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.
Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intesifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai pajak, seperti pajak penghasilan (PPh), pajak
pertambahan nilai (PPN), dan pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan
bangunan (PBB) dan lain-lain.
2. Fungsi mengatur : pemungutan pajak didasarkan dengan memperhatikan keadan sosial
ekonomi dalam masyarakat. Fungsi mengatur yang ada pada fiskus biasanya diselenggarakan
dengan :
a. Cara-cara umum, yaitu dengan mengadakan perubahan tarif yang bersifat umum.
b. Cara-cara memberi pengecualian-pengecualian, keringanan atau pemberatan yang
khusus ditujukan kepada sesuatu tertentu seperti:
1) Pencegahan penggunaan minuman keras dengan cara menaikkan
cukai setinggi-tinginya.
2) Keringanan pajak diberikan terhadap penanam modal baru guna
memberi dorongan kepada penanam-penanam modal.
c. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
d. Tarif pajak progresif dikenakan atas pajak penghasilan
e. Tarif pajak ekspor 0%
f. Pajak pengahasilan dikenakan atas penyerahan atas barang hasil industri tertentu
seperti semen, kertas, baja dan lain-lain.
g. Pembebasan pajak atas sisa hasil usaha koperasi
h. Pemberlakuan tax holiday

C. KARATERISTIK SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA


a. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib
Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib pajak sendiri. Pemerintah
dalam hal ini aparatur perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,
pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan
yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini
administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana
dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

D. HUKUM PAJAK

Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Dengan kata lain hukum pajak menerangkan
a. Subyek Pajak (siapa-siapa wajib pajak)
b. Obyek Pajak (obyek-obyek apa yang dikenakan pajak)

5
c. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
d. Timbulnya dan hapusnya hutang pajak
e. Cara penagihan pajak
f. Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak.

Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Publik ( mengatur hukum antara negara dan orang-
orang atau badan-badan hukum). Hukum Pajak mempunyai hubungan yang erat dengan bidang hukum
lainnya seperti hukum perdata dan hukum pidana. Hukum perdata merupakan hukum umum dan
hukum pajak merupakan hukum khusus. Hukum pajak sebagai hukum khusus (lex specialis) harus
mendapat perlakuan utama mengenai suatu hal dari hukum perdata sebagai lex generalis.
Hukum pajak juga mempunyai hubungan dengan Hukum Pidana. Dalam kaitan ini maka
ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-undang Pajak dapat diperlakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam buku pertama (peraturan umum) dari KUHP, kecuali undang-undang
pajak menentukan lain, jika ditentukan lain maka yang berlaku adalah Hukum Pajak sebagai lex
specialis.

E. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK


Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Publik ( mengatur hukum antara negara dan orang-
orang atau badan-badan hukum). Hukum Pajak mempunyai hubungan yang erat dengan bidang hukum
lainnya seperti hukum perdata dan hukum pidana. Hukum perdata merupakan hukum umum dan
hukum pajak merupakan hukum khusus. Hukum pajak sebagai hukum khusus (lex specialis) harus
mendapat perlakuan utama mengenai suatu hal dari hukum perdata sebagai lex generalis.
Hukum pajak juga mempunyai hubungan dengan Hukum Pidana. Dalam kaitan ini maka
ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-undang Pajak dapat diperlakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam buku pertama (peraturan umum) dari KUHP, kecuali undang-undang
pajak menentukan lain, jika ditentukan lain maka yang berlaku adalah Hukum Pajak sebagai lex
specialis.
Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain hukum
pajak menerangkan ; a) Subyek Pajak (siapa-siapa wajib pajak), b) Obyek Pajak (obyek-obyek apa
yang dikenakan pajak), c) Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah, d) Timbulnya dan hapusnya
hutang pajak, e) Cara penagihan pajak dan f) Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan
pajak.
Hukum Pajak sering juga disebut Hukum Fiskal, Istilah pajak sering disamakan dengan dengan
istilah fiskal. Kata "fiscal" berasal dari kata latin yang berarti Kantong atau Keranjang Uang. Sekarang
istilah fiskal dimaksudkan adalah Kas Negara. Oleh karena kas negara hanya dapat terisi dengan uang
yang diperoleh dari rakyat maka fiscus disamakan dengan bagian yang mengurus penerimaan negara
yang sekarang lazim disebut Administrasi Pajak.
Sesungguhnya pengertian fiskal dengan pajak agak berbeda. Kata fiskaliteit mempunyai arti
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara termasuk denda sitaan, sedangkan pajak
mempunyai tugas lain yaitu di samping mengisi kas negara juga mempunyai tugas mengatur
masyarakat dalam segala bidang, yaitu sosial, ekonomi, keuangan, politik dan kebudayaan.
Adakalanya suatu bidang pajak memasukan uang yang sangat sedikit bahkan nihil ke kas negara,
justru dianggap mencapai sasarannya. Contoh cukai alkohol, jika penerimaan cukai alkohol kecil
berarti di tanah air kita masyarakatnya tidak suka minum air yang mengandung alkohol seperti bir dan
minuman keras lainnya. Dari hal-hal di atas oleh karenanya sistem perpajakan perlu di Indonesia terus
disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparat perpajakan harus semakin mampu dan
bersih.

F. PEMBAGIAN HUKUM PAJAK


Hukum pajak dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formil.
a. Hukum Pajak Material.

6
Hukum pajak material merupakan norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan,
peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak Seperti: timbulnya hutang pajak, besarnya hutang
pajak, hapusnya hutang pajak, hubungan antara pemerintah dan Wajib Pajak. Juga termasuk di
dalamnya peraturan yang memuat kenaikan pajak, denda dan hukum-hukum, cara-cara tentang
pembebasan pajak, pengembalian pajak dan memberi hak tagihan utama pada fiskus.

b. Hukum Pajak Formal.


Hukum pajak formil merupakan peraturan-peraturan mengenai cara bagaimana hukum pajak
material itu dilaksanakan. Seperti: penyelenggaraan mengenai penetapan suatu hutang pajak,
pengawasan oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak,
kewajiban pihak ketiga, prosedur dalam pemungutannya.

G. CIRI HUKUM PAJAK


Ciri -ciri Hukum Pajak adalah :
Terpisah-pisah tidak ada kodifikasi, disebabkan adanya beberapa pembuat Undang-Undang
Pajak, seperti adanya pajak pusat dan pajak daerah. Karena sifatnya sendiri tidak membantu
terciptanya suatu kodifikasi, dengan adanya perubahan/penambahan undang-undang disebabkan usaha
untuk menyesuaikan perkembangan dalam masyarakat khususnya di bidang ekonomi.

H. DASAR HUKUM PUNGUTAN PAJAK


Hukum Pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara
selaku pemungut pajak (fiscus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dicantumkan pasal 23 ayat 2 sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Dalam
pasal itu ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak termasuk bea dan cukai untuk keperluan
negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang.
Mengapa pungutan pajak harus berdasar undang-undang? Karena pajak merupakan peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah (untuk membiayai pengeluaran negara) tanpa ada
jasa timbal balik (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjuk. Jadi pajak di sini adalah merupakan
kekayaan rakyat yang diserahkan kepada negara.
Biasanya peralihan kekayaan dari sektor satu ke sektor lain tanpa adanya kontraprestasi (jasa
timbal) hanya dapat terjadi apabila terjadi hibah, kekerasan, perampasan atau perampokan. Dengan
ditetapkannya pajak dalam undang-undang berarti pajak bukan perampasan hak/kekayaan rakyat
karena sudah disetujui oleh wakil-wakil rakyat di DPR. Juga tidak dapat dikatakan sebagai
pembayaran sukarela, oleh karena pajak mengandung kewajiban bagi rakyat untuk mematuhinya dan
bila rakyat tidak mematuhi kewajibannya dapat dikenakan sanksi.
Di samping adanya undang-undang yang memberikan jaminan hukum kepada wajib pajak agar
keadilan dapat diterapkan, maka faktor lain yang perlu dipertimbangkan oleh negara adalah agar
pembuatan peraturan pajak diusahakan agar mencerminkan rasa keadilan bagi wajib pajak, sebab
tingkat kehidupan serta daya pikul anggota masyarakat tidak sama, ada yang mampu, kurang mampu,
dan tidak mampu.

I. TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK :


Beberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya anatara lain :

1. Teori Asuransi. Negara bertugas melindungi rakyat dan harta bendanya oleh karenanya
rakyat harus membayar premi pada negara berupa pajak, walapun negara tidak memberikan ganti
rugi andaikan terjadi musibah.
2. Teori kepentingan. Pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh
dari pekerjaan negara. Makin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan
pemerintah makin besar juga pajaknya. Jadi pemungutan pajak didasarkan pada kepentingan

7
orang demi negara. Makin banyak membutuhkan kepentingan maka semakin besar pula ia harus
membayar pajaknya.
3. Teori Daya pikul. Pemungutan pajak harus. sesuai dengan kekuaatan membayar dari si wajib
pajak. Jadi tekanan semua pajak harus sesuai dengan daya pikul si wajib pajak dengan
mendasarkan diri pada kebutuhan primer seperti: makan. pakaian, perumahan, pengobatan dan
sebagainya.
4. Teori kewajiban pajak mutlak/ teori bakti. Negara dibentuk karena ada persekutuan
individu. Oleh karenanya individu harus membaktikan dirinya pada negara berupa pembayaran
pajak. Dasar hukum pajak adalah terletak dalam hubungan rakyat dengan negara.
5. Teori Daya Beli. Fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat,
dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk
rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke
arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa menyelenggarakan kepentingan masyarakat inilah
yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan
bukan pula kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
Teori ini menitikberatkan kepada fungsi mengatur.

J. JENIS PAJAK
Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, pengelompokan
menurut golongan, menurut siaft dan menurut lembaga.

1. Berdasar Golongannya :
a. Pajak Langsung. Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung. Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan kepada orang
lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Berdasar Sifatnya
a. Pajak Subyektif. Pajak yang berdasarkan pada subyeknya dalam pengertian
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Obyektif. Pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Berdasar Lembaga Pemungut :
a. Pajak Pusat/ Pajak Negara. Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai
b. Pajak Daerah. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah Pajak daerah terdiri dan:
Pajak Daerah Tingkat I. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Pembangunan,
Pajak Bangsa Asing
Pajak Daerah Tingkat II. Contoh : Pajak Penerangan Jalan. Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)

K. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK


Tatacara pemungutan pajak terdiri dari stelsel pajak, azas pemungutan pajak dan sistem pemungutan
pajak.
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel :
a. Stelsel nyata, stelsel ini pengenaan pajak pada obyek yang
sesungguhnya terjadi.
b. Stelsel Anggapan, stelsel ini menyatakan pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.

8
c. Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan pengenaan pajak didasarkan
pada stelsel nyata dan anggapan.

2. Azas-Azas Pungutan Pajak


Tujuan hukum pajak adalah mengabdi kepada keadilan. Asas keadilan ini harus dipegang
teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangannya; maupun dalam prakteknya sehari-
hari. Dalam mencari keadilan dalam pemungutan pajak timbulah berbagai pendapat dan teori,
sebagai hasil pemikiran para ahli, untuk membenarkan serta memberikan dasar hukum pada
pemungutan pajak.
Teori-Teori Pemungutan Pajak
Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya Wealth of Nations mengemukakan asas pemungutan
pajak yang dinamakan The four Maxims sebagai berikut
1. Asas equality, pembagian tekanan pajak di antara subyek pajak
masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di
bawah perlindungan pemerintah. Dalam asas ini tidak dibolehkan suatu Negara mengadakan
diskriminasi di antara wajib pajak.
2. Asas certainty, pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus tera
terang (certain) dan tidak mengenal kompromis. Kepastian hukum yang dipentingkan adalah
yang mengenai subyek, obyek, besarnya pajak dan juga mengenai ketentuan atau waktu
pembayaran.
3. Convenience of payment, pajak dipungut pada saaat yang paling
tepat bagi para wajib pajak yaitu pada saat diterimanya penghasilan keuntungan yang akan
dikenakan pajak.
4. Asas Efficiency, pemungutan pajak dilakukan sehemat-hematnya
jangan biaya pemungutan pajak melebihi pemasukannya.Di kalangan para peimikir masalah
pemungutan pajak selalu diperdebatkan dari abad ke abad. Problematiknya berkisar pada
pertanyaan : Atas dasar apakah Negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat?. Untuk
menjawab pertanyaan ini timbulah beberapa teori yang memberikan dasar pembenaran
(justification) hak dari Negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.

3. Sistem Pumungutan Pajak


a. Self Assessment System. Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak.
2) Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang.
3) Fiskus bersifat mengawasi
b. Official Assessment System. Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oJeh Wajib Pajak.
Ciri-ciri
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus
2) Wajib Pajak pasif
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat ketetapan pajak oleh fiskus.
c. With Holding system. Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga bukan Wajib Pajak yang bersangkutan dan bukan pula fiskus untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri :
Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga. Hapusnya
Hutang Pajak: 1) Pembayaran, 2) Kompensasi, 3) Daluwarsa, 4) Pembebasan dan
penghapusan

L. TIMBULNYA DAN BERAKHIRNYA UTANG PAJAK

9
Ajaran materiil, ajaran materiilmenyatakan bahwa utang pajak timbul karena berlakunya undang-
undang perpajakan. Ajaran formil, menyatakan utang pajak timbul karena dikeluarkanya suarat
ketetapan pajak oleh fiscus ( pemerintah). Sedangkan berakhirnya utang pajak disebabkan :
pembayaran , kompensasi, daluwarsa, dan penghapusan.

M. TARIF PAJAK
Tarif Proporsional
Adalah berupa prosentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga,
besarnya pajak yang terutang sebanding/proporsional dengan besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nifai sebesar 10 % akan dikenakan terhadap penyerahan barang
kenap pajak di dalam daerah pabean.
Tarif Tetap
Adalah tarif yang besarnya sama/tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak.
Contoh : Tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah
Rp 3.000,-
Tarif Progresif
Berupa prosentase tarif yang digunakan semakin besar jika jumlah yang dikenai pajak juga
semakin besar.
Contoha : Tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi (PPh Pasal 21)
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak Tarif pajak Tidak Punya NPWP
1 s/d Rp 50.000.000 5% 6%
2 Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15% 18%
3 Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25% 30%
3 Diatas Rp Rp 500.000.000 30% 36%

Contoh:
Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan yang progresif :
Penghasilan Kena Pajak Tarif
sampai dengan Rp 50.000.000 10 %
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000; 15 %
di atas Rp 100.000.000; 30%
Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil jika jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Tarif Tunggal
Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan sebesar 25%
N. HAMBATAN PUNGUTAN PAJAK
1. Perlawanan aktif
Semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak, yang antara lain berbentuk :
a. Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
Undang-undang.
b. Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-
undang atau sering disebut penggelapan pajak.
2. Perlawanan Pasif
Berupa keengganan masyarakat dalam membayar pajak antara lain disebabkan oleh :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang sulit difahami.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik.

10
O. KETENTUAN UMUM
Dalam hal perpajakan akan dijumpai pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang sudah baku, antara
lain
a. Wajib Pajak (WP), adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut
pajak atau pemotong pajak tertentu.
b. Masa pajak, adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
c. Tahun Pajak, adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Perbedaan masa pajak Dan tahun pajak
Dalam Pasal 2A UU KUP dijelaskan bahwa masa pajak adalah sama dengan 1 bulan kalender atau
jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 bulan kalender.
Contoh Masa Pajak antara lain: Masa Pajak Januari, Masa Pajak Februari, Masa Pajak Maret,
Masa Pajak April, Masa Pajak Mei dst
Sementara, dalam Pasal 1 angka 8 UU KUP, pengertian tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun
kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. Contoh cara menentukan suatu tahun pajak adalah sebagai berikut:
1. Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Kalender, Pembukaan dimulai 1 januari 2018 dan
berakhir 31 desember 2018, disebut tahun pajak 2015.
2. Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Kalender, pembukuan dimulai 1 juli 2018
dan berakhir 30 juni 2018.
d. Pajak yang terutang, adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam Masa Pajak, dalam
tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. NPWP harus dituliskan
dalam setiap dokumen perpajakan. Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem Self Assessment wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib pajak untuk dicatat sebagai Wajib pajak dan sekaligus
mendapatkan NPWP.
Orang yang wajib memiliki NPWP
Orang yang secara subyektif dan obyektif telah memenuhi persyaratan kewajiban
perpajakan.
Syarat subyektif : orang pribadi yang bertempat tinggal di indonesia lebih dari 183
hari dalam 12 bulan.
Syarat obyektif : mendapat penghasilan (tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.
f. Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
Setiap pengusaha yang berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pajak,
wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderai Pajak untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan kepadanya diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (NPPKP).
g. Surat Pemberitahuan (SPT), adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. SPT dibedakan menjadi dua :
1. SPT- Masa
2. SPT- Tahunan

Perbedaan SPT Tahunan dan SPT Masa


SPT Tahunan :

11
1. SPT Tahunan biasanya digunakan untuk melaporkan penghasilan atas penghasilan diri
sendiri yang diterima, baik penghasilan dengan tarif umum, penghasilan final, maupun
penghasilan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. Selain itu, SPT Tahunan juga
digunakan untuk melaporkan harta dan utang pada akhir periode Tahun Pajak.
2. SPT Tahunan dilaporkan setiap akhir Tahun Pajak.
3. SPT Tahunan ada dua jenis, yaitu SPT Tahunan Orang Pribadi dan SPT Tahunan Badan.
4. SPT Tahunan Orang Pribadi dibagi menjadi 3 formulir:  SPT Tahunan Orang Pribadi 1770,
SPT Tahunan Orang Pribadi 1770 S, dan SPT Tahunan Orang Pribadi 1770 SS. SPT Tahunan
Badan hanya memiliki satu jenis saja, yaitu SPT 1771.
5. Untuk batas pelaporan SPT Tahunan, pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi adalah 3 bulan
sejak berakhirnya Masa Pajak sementara Pelaporan SPT Tahunan Badan maksimal 4 bulan
sejak berakhirnya Masa Pajak.
6. Ada pelurusan pemahaman Masa Pajak yang harus diketahui. Untuk Wajib Pajak yang tahun
bukunya berakhir pada 31 Desember maka batas akhir pelaporan pajaknya memang 31 Maret
(Orang Pribadi) dan 30 April (Badan). Namun, untuk Wajib Pajak yang tahun bukunya
berakhir pada 31 Juli maka batas lapornya bukan lagi 31 Maret (Orang Pribadi) dan 30 April
(Badan) melainkan 31 Oktober (Orang Pribadi) dan 30 November (Badan).

SPT Bulanan atau Masa :


1. SPT Masa digunakan untuk melaporkan pajak yang dipotong atau dipungut (pajak orang lain).
Contoh: Pasal 21 Undang-Undang PPh mewajibkan pemberi kerja memotong PPh atas upah
dan gaji. Maka pemberi kerja wajib membuat SPT Masa PPh Pasal 21.
2. SPT Masa jenisnya bermacam-macam, sesuai dengan pasal yang mewajibkannya. Jenis-jenis
SPT Masa PPh yaitu SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23
dan atau Pasal 26, dan PPN.
3. SPT Masa PPh selalu mengharuskan melampirkan bukti potong.
4. Format SPT Masa berbeda satu sama lain, berdasarkan objek dan tarif pajak yang dikenakan
untuk setiap jenis pajak.
5. Batas waktu pelaporan SPT Masa PPh maksimal pada tanggal 20 bulan berikutnya, dan jika
bertepatan dengan hari libur maka dilakukan hari kerja keesokan harinya. Sementara, SPT
Masa PPN maksimal pelaporan pada akhir bulan berikutnya.
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Dalam hal batas akhir penyampaian SPT bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat
dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Yang dimaksud dengan hari libur adalah
hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan
Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.
h. Surat Ketetapan Pajak, adalah surat ketetapan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
i. Surat Tagihan Pajak (STP), adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
j. Surat Setoran Pajak
Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang di
Kas Negara atau di tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dan/atau
untuk melaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak
k. Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas :

12
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), 2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), 3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), 4) Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN), 5) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang undangan perpajakan.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut
penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan,
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya.
l. Pemeriksaan
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data
dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Undang-undang Perpajakan memberikan wewenang melakukan penelitian serta penyidilkan
terhadap Wajib Pajak yang diduga kurang/tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya atau
terhadap Wajib Pajak yang meminta pengembalian kelebihan pembayaran Pajak.
m. Pembukuan
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
Badan wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai :
a) Harta
b) Hutang
c) Modal
d) Penghasilan dan biaya
e) Pembelian dan Penjualan
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen Iainnya wajib disimpan di Indonesia selama 10 tahun.
n. Norma Penghitungan
Adalah pedoman untuk menentukan besarnya peredaran bruto dan besarnya penghasilan neto yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan berpedoman pada suatu pegangan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan dan disempurnakan terus menerus.
Penggunaan Norma Penghitungan pada dasarnya dilakukan dalam hal :
a. Tidak terdapat dasar penghitungan yang Iebih baik, yaitu pembukuan atau catatan peredaran
bruto yang lengkap.
b. Pembukuan atau catatan peredaran bruto-ternyata diselenggarakan secara tidak benar.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi
yang peredaran brutonya kurang dari jumlah Rp 600.000.000,- per tahun.

P. SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian pajak


2. Jelaskan fungsi pajak
3. Jelaskan karateristik sistem pemungutan pajak di indonesia
4. Jelaskan kedudukan hukum pajak
5. Jelaskan pembagian hukum pajak
6. Jelaskan ciri hukum pajak
7. Jelaskan dasar hukum pungutan pajak
8. Jelaskan teori-teori yang mendukung pemungutan pajak :

13
9. Jelaskan jenis pajak
10. Jelaskan tata cara pemungutan pajak
11. Jelaskan timbulnya dan berakhirnya utang pajak
12. Jelaskan tarif pajak
13. Jelaskan hambatan pungutan pajak
14. Jelaskan ketentuan umum

BAB II
PAJAK PENGHASILAN

Tujuan pembahasan Bab II mengenai materi pajak penghasilan adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. Memahami subyek pajak
2. Memahami penggolongan subyek pajak
3. Memahami yang dikecualikan dari subyek pajak
4. Memahami obyek pajak
5. Memahami dikecualikan dari obyek pajak
6. memahami penghasilan tidak kena pajak (ptkp)
7. memahami tarif pajak penghasilan
8. memahami cara menghitung pajak penghasilan (pph)
9. memahami bentuk usaha tetap
10. memahami penyusutan dan amortisasi

5
Pembaharuan perpajakan di Indonesia dilakukan sejak tahun 1983. Sedangkan pembabaruan pajak
penghasilan dilaksanakan dengan diundangkannya Undang undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh) yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1984. Undang-undang ini diubah
dengan Undang undang No 7 Tahun 1991, dan diubah lagi dengan Undang-undang No 10 Tahun
1994, dan terakhir diubah dengan Undang-undang No 17 Tahun 2000. Undang-undang tentang Pajak
Penghasilan menganut azas materiil, artinya bahwa dalam penentuan mengenai pajak pajak yang
terutang tidak tergantung kepada Surat Ketetapan Pajak. Dan yang terakhir Undang-undang No 36
Tahun 2008

A. SUBYEK PAJAK
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap Subyek Pajak yang berupa penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Subyek Pajak penghasilan terdiri dan:

14
1. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi.
2. Badan yaitu: PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN, BUMD, Persekutuan, Perkumpulan, Firma,
Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi sejenis, Lembaga Dana Pensiun, dan bentuk badan
usaha lain.
3. Bentuk Usaha tetap (BUT).
B. PENGGOLONGAN SUBYEK PAJAK
Subyek Pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Subyek Pajak Dalam Negeri terdiri dari :
a. Subyek Pajak Orang Pribadi.
Yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
12 bulan, juga orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan punya niat
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subyek Pajak Badan
Yaitu Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
c. Subyek Pajak Warisan
Yaitu warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Bagi
Subyek Pajak Dalam negeri wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan.

2. Subyek Pajak Luar Negeri, terdiri dari :


a. Subyek Pajak Orang Pribadi
Yaitu Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
meskipun bukan dari menjalankan usaha atau pekerjaan.
b. Subyek Pajak Badan
Yaitu Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan
usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia. Atau Badan tersebut menerima/memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT di Indonesia. Bagi Subyek Pajak Luar Negeri
tidak diwajibkan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan.

C. DIKECUALIKAN DARI SUBYEK PAJAK


1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka
dengan syarat:
a. Bukan Warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organsasi lnternasional, dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
4. Pejabat perwakilan Organisasi Internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
tidak mempunyai penghasilan lain di Indonesia.

D. OBYEK PAJAK
Obyek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh selama tahun pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi dan untuk menambah
kekayaan.
Termasuk dalam penghasilan adalah:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

15
3. Laba Usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keutungan karena pembebasan utang.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan sepanjang iuran tersebut ditentukan
berdasarkan volume usaha.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

E. DIKECUALIKAN DARI OBYEK PAJAK


Tidak termasuk penghasilan yaitu :
1. a. Bantuan atau sumbangan
b. Harta Hibahan yang diterima oleh:
1) Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
2) Badan keagamaan, badan sosial, pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal.
4. Imbalan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan.
5. Pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT, koperasi, yayasan atau organisasi
sejenis, dan BUMN serta BUMD, dari modal pada badan yang didirikan di Indonesia.
7. luran yang diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan,dan
penghasilan dan modal yang ditanamkan dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari badan usaha yang modalnya tidak terbagi
atas saham.
9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana.
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha dengan syarat badan usaha tersebut :
a. Pengusaha kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor usaha tertentu.
b. Sahamnya tidak dijual di bursa efek di Indonesia.
11. Penghasilan yang berupa honorarium, dan imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah, yang bersifat tidak tetap dan tidak terkait dengan gaji yang
diterima Pegawai Negeri Sipil gol. II/ d ke bawah, dan anggota ABRI berpangkat Pembantu
Letnan Satu ke bawah.

F. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

Penetapan PTKP dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian dari
tahun pajak. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.
Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri, juga PTKP untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

16
Struktur dan besarnya PTKP per tahun adalah:
Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun:
a. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
b. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
c. Rp 54.000.000,00 ((lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008
d. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga

Status   Keterangan PTKP

Kawin penghasilan suami-istri digabung tidak


K/I/0 Kawin ada tanggungan 112.500.000

Kawin penghasilan suami-istri digabung tidak


K/I/1 Kawin ada 1 tanggungan 117.000.000

Kawin penghasilan suami-istri digabung tidak


K/I/2 Kawin ada 2 tanggungan 121.500.000

Kawin penghasilan suami-istri digabung tidak


K/I/3 Kawin ada 3 tanggungan 126.000.000

K/0 Kawin Kawin tidak ada tanggungan 58.500.000

K/1 Kawin Kawin tidak ada 1 tanggungan 63.000.000

K/2 Kawin Kawin tidak ada 2 tanggungan 67.500.000

K/3 Kawin Kawin tidak ada 3 tanggungan 72.000.000

TK/0 Tidak Kawin Tidak Kawin tidak ada tanggungan 54.000.000

TK/1 Tidak Kawin Tidak Kawin ada 1 tanggungan 58.500.000

17
TK/2 Tidak Kawin Tidak Kawin ada 2 tanggungan 63.000.000

TK/3 Tidak Kawin Tidak Kawin ada 3 tanggungan 67.500.000

G. TARIF PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan (PPh) setahun dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan
Tarif Pajak. Untuk keperluan penerapan, PKP dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh. Besarnya
Tarif PPh adalah :

1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:


Lapisan Penghasilan Kena Pajak:
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak Tarif pajak Tidak Punya NPWP
1 s/d Rp 50.000.000 5% 6%
2 Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15% 18%
3 Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25% 30%
3 Diatas Rp Rp 500.000.000 30% 36%
Atau setelah dihitung dengan tarif NPWP x 120%, bagi yang tidak punya NPWP
2. Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri menggunakan tarif tunggal 25%

H. CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN (PPh)

a. Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan


Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar penetapan Tarif Pajak Penghasilan. Penghasilan
Kena Pajak pada umumnya diperhitungkan selama 1 tahun pajak berdasar tahun takwim. Oleh
karenanya jika Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan kurang dari 12 bulan, maka
untuk menghitung PPh pada umumnya penghasilan tersebut disetahunkan.
 Untuk Wajib Pajak Badan besarnya PKP sama dengan penghasilan Neto/Laba
Usaha, yang diperoleh dari Penghasilan Bruto. Biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-
undang Pajak Penghasilan.
 Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya PKP sama dengan
Penghasilan Neto - PTKP.
b. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto adalah
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
2. Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh barang-barang atau harta
yang berwujud, dan amortisasi atas pengeluaran untuk hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. luran kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
7. Biaya bea siswa, magang dan penelitian
8. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi sehubungan dengan kegiatan usahanya
yang semata-mata dari dan untuk anggotanya.
c. Yang tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Bruto adalah :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.

18
2. Pembentukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan.
3. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa dwiguna dan asuransi beasiswa.
4. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri keuangan.
5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
6. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan. Harta yang dihibahkan adalah
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, dan pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
7. Pajak Penghasilan (PPh).
8. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
9. Gaji kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan yang modalnya tidak terbagi atas
saham.
10. Sanksi administrasi dan denda/pidana di bidang perpajakan.
d. Wajib pajak yang menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto = besarnya persentase Norma Penghitungan x jumlah peredaran atau omset
usaha, dan atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun. Wajib pajak yang boleh
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah yang memenuhi syarat
a. Peredaran Bruto usaha maksimal per tahun Rp 600.000.000,-
b. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku
c. Menyelenggarakan pencatatan.

I. BENTUK USAHA TETAP


Merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi luar negeri atau badan luar negeri
untuk melaukan kegiatan atau usaha di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap dapat berupa
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Pertambangan dan penggalian sumber alam di wilayah kerja pengeboran untuk pertambangan.
8. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
9. Proyek konstruksi, instalasi,
10. Pemberian jasa di Indonesia oleh pegawai atau orang lain dari Subyek Pajak Badan Iuar negeri
yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
11. Agen yang kedudukannya tidak bebas
12. Agen dan asuransi luar negeri yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia.

J. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI


Penyusutan atau depresiasi atau penghapusan merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap
berwujud. Sedangkan amortisasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap tidak
berwujud dan harga perolehan harta sumber alam.
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujd dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Harta berwujud bukan bangunan
b. Harta berwujud bangunan.
Harta berwujud bukan bangunan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Kelompok 1 terdiri dari harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4
tahun.
2. Kelompok 2 terdiri dari harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun

19
3. Kelompok 3 terdiri dari harta berwujd bukan bangunan yang rnempunyai masa manfaat 16 tahun.
4. Kelompok 4 harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
Harta berwujud bangunan dibagi menjadi 2 yaitu
1. Bangunan Permanen, masa manfaat 20 tahun
2. Tidak permanen, masa manfaat tidak lebih dari 10 tahun.
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun. Wajib
Pajak diperkenankan memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan.
Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud.
Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan dipergunakan untuk kelompok harta
berwujud bukan bangunan.
Metode Amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun. Wajib
pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan amortisasi.

K. SOAL LATIHAN

1. Jelaskan subyek pajak


2. Jelaskan penggolongan subyek pajak
3. Jelaskan yang dikecualikan dari subyek pajak
4. Jelaskan obyek pajak
5. Jelaskan dikecualikan dari obyek pajak
6. Jelaskan penghasilan tidak kena pajak (ptkp)
7. Jelaskan tarif pajak penghasilan
8. Jelaskan cara menghitung pajak penghasilan (pph)
9. Jelaskan bentuk usaha tetap
10. Jelaskan penyusutan dan amortisasi

BAB III
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Tujuan pembahasan Bab III mengenai materi pajak penghasilan Pasal 21 adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. memahami Pajak penghasilan (PPh) pasal 21
2. memahami yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh pasal 21
3. memahami Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak
4. memahami Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21
5. memahami dikecualikan dari Pajak penghasilan (PPh) pasal 21
6. memahami dan dapat menghitung pph pasal .21 atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap
7. memahami dan dapat penghitungan pph pasal 21 untuk penghasilan tidak teratur

A. PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21


Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan Wajib pajak
orang pribadi dalam negeri yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan seperti yang
dinyatakan dalam pasal 21 UU Pajak Penghasilan.
Yang termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah
a. Pegawai tetap
b. Pegawai lepas
c. Penerima pensiun
d. Penerima honorarium
e. Penerima upah

20
B. YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPH PASAL 21
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia,
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri
Keuangan No : 611/KMK.04/1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
di Indonesia.
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh :
1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pegawai atau bukan pegawai.
2. bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pebayaran lain dengan nama
apapun dalam rangka pensiun.
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu
kegiatan.

C. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21


1. Penghasilan yang diterima dan diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah,
honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi,
tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus,
tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea
siswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja , dan penghasilan teratur lainnya
dengan nama apapun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem
(bonus), gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi
tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali
setahun.
3. Uang harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan.
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua, Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan
pembayaran lain yang sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari
a. Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
O2/PJ/1995, yaitu ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang Film, sutradara, crew film, foto
model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, dan moderator
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
f. Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer dan sistim aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, dan pemasaran

21
g. Kolportir iklan
h. Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta
sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan.
i. Pembawa pesanan atau menemukan langganan.
j. Peserta perlombaan.
k. Petugas penjaja barang dagangan.
l. Petugas dinas luar asuransi.
m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.
6. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan
oleh bukan Wajib Pajak.

D. DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh PASAL 21

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan bukan Wajib Pajak.
3. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang
dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang prbibadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disyahkan oleh.
4. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008
sebagai berikut :
Beasiswa yang dikecualiakan dari PPH Pasal 21 adalah penghasilan berupa beasiswa yang
diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari wajip pajak pemberi beasiswa dalam rangka
mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi dikecualikan dari obyek pajak penghasilan.

E. CARA MENGHITUNG PPh Pasal .21 ATAS PBNGHASILAN TERATUR


BAGI PEGAWAI TETAP
1. Terlebih dahulu dihitung besarnya penghasilan neto sebulan. Penghasila neto sebulan diperoleh
dengan cara

Penghasilan Bruto
1) Gaji sebulan xx
2) Tunjangan PPh xx
3) Tunjangan dan horarium lainnya xx
4) Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja xx
5) Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan PPh pasal 21 xx
6) Jumlah penghasilan bruto (1-5) xx
Pengurangan
7) Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto ( maks Rp 500.000 per bulan) xx
8) Iuran pensiun atau iuran THT xx
9) Jumlah pengurang ( 7+8) xx
Perhitungan PPh
10) Penghasilan neto sebulan ( 6-9) xx
11) Penghasilan neto setahun/disetahunkan ( 10 x 12 bulan ) xx
12) Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) xx
13) Pengahasilan kena pajak ( 11-12) xx
14) PPh Pasal 21 yang terutang ( 13 x tarif pasal 17 ayat 1 hurif a) xx
15) PPh pasal 21 yang dipotong sebulan ( 14 : 12 bulan) x

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
besarnya 5 % dari penghasilan bruto dan stinggi-tingginya Rp 6.000.000 ,- per tahun atau Rp
22
500.000,- sebulan. Sedangkan iuran pensiun besarnya 5 % dari penghasilan bruto dengan setinggi-
tingginya Rp 2.400,000 - setahun atau Rp 200.000,- sebulan.
2. Setelah diperoleh penghasilan neto sebulan kemudian disetahunkan dengan cara mengalikan
penghasilan neto sebulan dengan angka 12.
3. Penghasilan Kena Pajak (PKP) diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan neto yang telah
disetahunkan dengan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP).
Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Dalam
hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri, juga PTKP untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
4. Pajak penghasilan Pasal 21 dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan Tarif
Pajak Penghasilan. Untuk keperluan penerapan tarif maka Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke
bawah hingga ribuan penuh.
5. Pajak Penghasilan pasal 21 sebulan diperoleh dengan membagi PPh pasal 21 setahun dengan
angka 12.
6. Jikalau pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka
untuk penghitungannya jumlah penghasilan yang bersangkutan dijadikan penghasilan bulanan
dengan cara :
a. Gaji untuk masa seminggu dikalikan 4.
b. Gaji untuk masa sehari dikalikan 26.
Besarnya PPh seminggu diperoleh dengan membagi PPh sebulan dengan 4.
Sedangkan PPh sehari diperoleh dengan membagi PPh sebulan dengan 26.

F. CARA PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TIDAK


TERATUR

Apabila pegawai/karyawan juga menerima penghasilan yang sifatnya tidak tetap/tidak teratur yang
biasanya dibayarkan setahun sekali seperti jasa produksi, bonus, premi, tunjangan hari raya dan
penghasilan lain yang sejenis, maka penghitungan PPh pasal 21 dapat dipotong dengan aturan sebagai
berikut
a. Penghasilan teratur disetahunkan kemudian ditambah dengan penghasilan tidak teratur
tersebut, selanjutnya dihitung PPh pasal 21.
b. PPh pasal 21 atas penghasilan teratur juga dihitung.
c. PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur diperoleh dengan cara mengurangi PPh pasal 21
atas semua penghasilan dengan PPh pasal 21 atas penghasilan teratur.

Dalam hal jika penerima penghasilan berupa upah, uang saku, dan komisi adalah pegawai tetap, maka
atas seluruh penghasilan yang diterima dari pemberi kerja dikenakan PPh pasal 21 dengan Tarif Pasal
17.
G. PTKP

Penetapan PTKP dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian dari
tahun pajak. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.
Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri, juga PTKP untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Struktur dan besarnya PTKP per tahun adalah:
Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun:
a. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
b. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

23
c. Rp 54.000.000,00 ((lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008
d. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga

Status   Keterangan PTKP

Kawin penghasilan suami-istri digabung


K/I/0 Kawin tidak ada tanggungan 112.500.000

Kawin penghasilan suami-istri digabung


K/I/1 Kawin tidak ada 1 tanggungan 117.000.000

Kawin penghasilan suami-istri digabung


K/I/2 Kawin tidak ada 2 tanggungan 121.500.000

Kawin penghasilan suami-istri digabung


K/I/3 Kawin tidak ada 3 tanggungan 126.000.000

K/0 Kawin Kawin tidak ada tanggungan 58.500.000

K/1 Kawin Kawin tidak ada 1 tanggungan 63.000.000

K/2 Kawin Kawin tidak ada 2 tanggungan 67.500.000

K/3 Kawin Kawin tidak ada 3 tanggungan 72.000.000

TK/0 Tidak Kawin Tidak Kawin tidak ada tanggungan 54.000.000

TK/1 Tidak Kawin Tidak Kawin ada 1 tanggungan 58.500.000

TK/2 Tidak Kawin Tidak Kawin ada 2 tanggungan 63.000.000

TK/3 Tidak Kawin Tidak Kawin ada 3 tanggungan 67.500.000

H. TARIF PAJAK
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak Tarif pajak Tidak
Punya NPWP
1 0 s/d Rp 50.000.000 5% 6%
2 Rp Rp 50.000.000 - Rp Rp 250.000.000 15% 18%
3 Rp Rp 250.000.000 - Rp Rp 500.000.000 25% 30%
3 Diatas Rp Rp 500.000.000 30% 36%

24
Atau setelah dihitung dengan tarif NPWP x 120%, bagi yang tidak punya NPWP

Comtoh 1 : PPH 21 dengan gaji bulanan


Tuan Rudi, adalah bekerja pada Universitas 17 Agustus 1945 Semarang dengan memperoleh gaji
sebulan berupa gaji pokok sebesar Rp 3.500.000,-. Menerima tunjangan struktural Rp 4.000.000 dan
tunjangan profesi Rp 3.500.000. Tuan Rudi membayar iuran pensiun Rp 100.000,- Tuan Rudi
menikah belum memiliki anak. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi.
Jawab :
Gaji pokok per bulan Rp 3.500.000,-
Tunjangan struktural Rp 4.000.000,-
Tunjangan profesi Rp 3.500.000,- +
Penghasilan Bruto per bulan Rp 11.000.000,-
Pengurangan :
a. Biaya Jabatan:
5% x Rp 11.000.000 ,- Rp 550.000,-
maks diperbolehkan Rp 500.000,-
b. Iuran pensiun Rp 100.000,-
Rp 600.000 ,- -
Penghasilan Neto per bulan Rp 10.400.000 ,-
Penghasilan Neto Setahun :
12 x Rp 10.400.000 ,- Rp 124.800.000,-

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):


-Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,-
-Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,- +
Jumlah PTKP Rp 58.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun Rp 66.300.000,-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 16.300.000,- Rp 2.445.000
Rp 4.945.000
PPh Pasal 21 sebulan Rp 4.945.000,- : 12 Rp 412.083,3333
Pajak tersebut tuan Rudi memiliki NPWP
Jika tuan rudi tidak memiliki NPWP maka pajak yang terutang adalah = 120 % x 4.945.000,- = Rp
5.934.000.-
Contoh 2 : PPH 21 dengan gaji bulanan
ADl adalah pegawai tetap pada PT. MEM di Semarang. Gaji yang diterimanya setiap bulan sebesar Rp
6.000.000,-, Iuran pensiun dan THT yang dibayar oleh ADl per bulan masing-masing sebesar Rp
55.000,- dan Rp 45.000,-. Karyawan ini sudah kawin dan mempnyai 1 anak yang masih kecil.
Hitunglah besarnya PPh yang terutang setiap bulan bagi karyawan ini.
Jawab

Gaji sebulan Rp 6.000.000 ,


Pengurangan :
a. Biaya Jabatan
5% x Rp 6.000.000,- Rp 300.000,-
b. Iuran pensiun Rp 55.000 ;-
c. IuranTHT Rp 45.000,-
Rp 400.000,-
Penghasilan neto sebulan RP 5.600.000

25
Penghasilan neto setahun; 12 x Rp 5.600. 000 ,- RP 67.200.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 1 anak Rp 4.500.000,-
Rp 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 4.200.000
Pajak Penghasilan yang terutang :
5% x Rp 4.200.000 Rp 210.000
PPh Pasal 21 sebulan Rp 110.000 : 12 Rp 17.500

Contoh 3 : PPH 21 dengan gaji bulanan


Danang mulai bekerja pada PT. BMS pada tanggal 1 Mei tahun 2016 dan kemudian mengundurkan
diri pada tanggal 1 Nopember pada tahun yang sama. Selama bekerja setiap bulan menerima gaji
sebesar Rp 10.000.000,-. Pada bulan Agustus Danang menerima bonus sebesar Rp 5.000:000,-.
Danang sudah kawin dan mempunyai 2 orang anak. Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang
terutang bagi Dana.
Jawab:
Gaji 6 bulan Rp 60.000.000
Bonus Rp 5.000.000
Penghasilan bruto 6 bulan Rp 65.000.000
Pengurangan
Biaya jabatan:
5 % x Rp 65.000.000 ,- =Rp3.250.000 Rp 3.000.000 ,-
Penghasilan neto 6 bulan Rp 62.000.000,-
Penghasilan neto setahun :
12/6 x Rp 62.000.000, Rp 124.000.000 ,-
PTKP setahun :
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 2 anak Rp 9.000.000,-
Rp 67.500.000 ,-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun: Rp 56.500.000
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 6.500.000,- Rp 975.000
Pajak penghasilan paal 21 setahun Rp 3.475.000
Pajak penghasilan paal 21 sebulan Rp 289.583,33

Contoh 4 : PPH 21 dengan gaji mingguan


Fikri kawin dan mempunyai 2 orang anak, adalah pegawai PT Perintis dengan memperoleh gaji
mingguan Rp 3.000.000, Pt Perintis masuk program Jamsotek, premi jaminan kecelakaan kerja dan
premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing setiap bulan 1% dan 0,30% dari
gaji. dan Fikri membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000 dan jaminan hari tua 2% dari gaji.
Jawab
Gaji sebulan 4x Rp 3.000.000 Rp 12.000.000
Premi jaminan kecelakaan kerja 1%(12.000.000) Rp 120.000
Premi jaminan kematian 0,30%(12.000.000) Rp 36.000
Rp 12.156.000
Pengurangan :

26
a.Biaya Jabatan
5%x 12.156.000,- =607.800 Rp 500.000
b. Iuran pensiun Rp 100.000 ;-
c. IuranTHT 2%(12.156.000) Rp 243.000,-
Rp 843.000,-
Penghasilan neto sebulan RP 11.313.000
Penghasilan neto setahun; 12 x Rp 11.313.000,- RP 135.756.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 2 anak Rp 9.000.000,-
Rp 67.500.000 ,-
Penghasilan Kena Pajak 68.256.000
PPh pasal 21 :
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp18 256.000 Rp 2.738.400
Total pph pasal 21 setahun Rp 5.238.400

Contoh 5 : PPH 21 dengan gaji mingguan


Danang kawin dan mempunyai 2 orang anak, adalah pegawai PT Perintis dengan memperoleh gaji
mingguan Rp 747.813. Pt Perintis masuk program Jamsotek, premi jaminan kecelakaan kerja dan
premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing setiap bulan 1% dan 0,30% dari
gaji. dan Danang membayar iuran pensiun sebesar Rp 10.000 dan jaminan hari tua 2% dari gaji.
Jawab
Gaji sebulan 4 x Rp 747.813 Rp 2.991.250,
Premi jaminan kecelakaan kerja 1%(2.991.250) Rp 29.913
Premi jaminan kematian 0,30%(2.991.250) Rp 8.974
Rp 3.030.137
Pengurangan :
a.Biaya Jabatan
5%x 3.030.137,- Rp 151.507
b. Iuran pensiun Rp 10.000
c. Iuran THT Rp 59.826 Rp 221.333
Penghasilan neto sebulan RP 2.808.804
Penghasilan neto setahun; 12 x Rp 2.808.804 RP 33.705.648
Penghasilan Tidak Kena Pajak
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 2 anak Rp 9.000.000,-

Rp 67.500.000 ,-
Penghasilan Kena Pajak Nihil

Contoh 6 : PPH 21 atas pembayaran uang rapel


Tuan Budi, adalah bekerja pada UIN WALISONGO Semarang dengan memperoleh gaji sebulan
berupa gaji pokok sebesar Rp 3.500.000,-. Menerima tunjangan struktural Rp 4.000.000 dan tunjangan
profesi Rp 3.500.000. Tuan Budi membayar iuran pensiun Rp 100.000,- Tuan Budi menikah belum
memiliki anak. Pada bulan Juni 2016 Tuan Budi menerima kenaikan gaji pokok menjadi Rp
4.500.000,- sebulan dan berlaku surut 1 Januari 2016. Dengan kenaikan gaji tersebut Tuan Budi
menerima Rapel selama lima bulan Rp 5.000.000,-. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Budi.

Jawab :
27
Gaji pokok per bulan Rp 3.500.000,-
Tunjangan struktural Rp 4.000.000,-
Tunjangan profesi Rp 3.500.000,- +
Penghasilan Bruto per bulan Rp 11.000.000,-
Pengurangan :
a. Biaya Jabatan:
5% x Rp 11.000.000 ,- Rp 550.000,-
maks diperbolehkan Rp 500 .000
b. Iuran pensiun Rp 100.000,-
Rp 600.000 ,- -
Penghasilan Neto per bulan Rp 10.400.000 ,-
Penghasilan Neto Setahun :
12 x Rp 10.400.000 ,- Rp 124.800.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):
-Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,-
-Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,- +
Jumlah PTKP Rp 58.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun Rp 66.300.000,-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 16.300.000,- Rp 2.445.000
Rp 4.945.000,-
PPh Pasal 21 sebulan Rp 4.945.000,- : 12 Rp 412.083,33,-

Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang rapel :


Gaji pokok per bulan Rp 4.500.000,-
Tunjangan struktural Rp 4.000.000,-
Tunjangan profesi Rp 3.500.000,- +
Penghasilan Bruto per bulan Rp 12.000.000,-
Pengurangan :
a. Biaya Jabatan:
5% x Rp 12.000.000 ,- =Rp 600.000,-
maks diperbolehkan Rp 500 .000
b. Iuran pensiun Rp 100.000,-
Rp 600.000 ,- -
Penghasilan Neto per bulan Rp 11.400.000 ,-
Penghasilan Neto Setahun :
12 x Rp 11.400.000 ,- Rp 136.800.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):
-Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,-
-Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,- +
Jumlah PTKP Rp 58.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun Rp 78.300.000,-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000

28
15 % x Rp 28.300.000,- Rp 4.245.000
Rp 6.745.000,-
PPh Pasal 21 sebulan Rp 6.745.000,- : 12 Rp 562.083,33,-

PPh Pasal 21 atas rapel :


PPh Pasal 21 Januari s/d Mei seharusnya
Rp 562.083,33,-,- x 5 Rp 2.810.416,66,-
PPh Pasal 21 Januari s/d Mei yang sudah dipotong
Rp 412.083,33,-,- x 5 Rp 2.060.416,65,-
PPh pasal 21 atas uang rapel Rp 750.000,01
Contoh 7 : PPH 21 atas uang pensiun
Andre berstatus kawin dengan 2 orang anak adalah pegawai PT. Kuningan Indah, tetapi pada tanggal
1 juli 2016 berhenti bekerja karena pensiun. Gaji Andri Rp 6.762.500 setiap bulan. Dia juga
membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun Bakti Nusa sebesar Rp 250.000 setiap bulan. Pada tanggal 1
juli 2016 Andre menerima pensiun Rp 3.000.000; dari dana pensiun Bakti Nusa. PPh Pasal 21 yang
telah dipotong (jan-juni 2016) Rp 400.000. Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi
Andre dan Perhitungan PPh pasal 21 atas pensiunan.
Jawab:
Gaji januari s/d juni Rp 40.575.000
Pengurangan
a. Biaya jabatan:
5 % x Rp 40.575.000,- Rp 2.028.750 ,-
b. Iuran Pensiun 6 x Rp250.000 Rp 1.500.000
Rp 3.528.750
Penghasilan neto Rp 37.046.250,-
PTKP setahun :
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 2 anak Rp 9.000.000,-

Rp 67.500.000 ,-
Penghasilan Kena Pajak Nihil

Pada tanggal 1 juli 2016 Andre menerima pensiun Rp 3.000.000; dari dana pensiun Bakti Nusa maka,
Perhitungan PPh pasal 21 atas pensiunan tersebut :

Pensiunan sebulan Rp 3.000.000


Pengurangan
Biaya Pensiun :
5 % x Rp 3.000.000 ,- Rp 150.000 ,-
Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000,-
Penghasilan neto setahun; 6 x Rp 2.850.000- RP 17.100.000
Penghasilan neto Dari PT Kuningan Indah dari bukti pemotongan PPh Rp 37.046.250,-
Jumlah Penghasilan neto RP 54.146.250
PTKP setahun :
a Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 2 anak Rp 9.000.000,-
Rp 67.500.00,-
Penghasilan neto Kena Pajak Nihil
29
Contoh 8 : PPH 21 atas dari perusahaan Multi level/distributor
Fayza berstatus kawin dengan 2 orang anak sebagai distributor perusahaan multillevel Marketing
ABC. Co pada bulan maret 2016 meperoleh pengasilan Rp 104.000.000. Suami Fayza bekerja pada PT
Giatuntung. Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Fayza.
Jawab:
Pengahsilan bruto maret 2016 Rp 104.000.000
Pengurangan
PTKP Diri Wajib Pajak karena suami bekerja Rp 54.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 50.000.000
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000

Contoh 9 : PPH 21 atas honorarium tenaga ahli


Indra SD seorang akuntan pada bulan juli 2016 menerima honorarium sebesar Rp100.000.000. dari
PT Arta WD sebagai imbalan penyusunan sistem akuntansi yang dilakukan. Hitunglah besarnya
pajak penghasilan yang terutang bagi Indra SD
Jawab:
Pajak Penghasilan pasal 21 :
15 % x (50% x Rp 100.000.000) Rp 7.500.000

Contoh 10 : PPH 21 dengan upah harian


a. Ateng bujangan adalah pekerja PT. Kuningan Indah, menerima upah harian sebesar Rp
250.000 per hari selama 10 hari dalam bulan januari 2016. UMP DKI Rp 3.000.000 Hitunglah
besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Ateng.
Jawab:
Upah harian Rp 250.000
PTKP sehari 1/360x 54.000.000 Rp 150.000
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 100.000
Pajak Penghasilan pasal 21 terutang per hari 5%x Rp 100.000 Rp 5000
Upah Ateng pada hari ke 10 Rp 250.000- Rp 5000 Rp 245.000
b. Anton bujangan adalah pekerja PT. Kuningan Indah, menerima upah harian sebesar Rp
200.000 per hari. Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Anton.
Jawab:
Upah sehari diatas ptkp/hari Rp 200.000- Rp 150.000 Rp 50.000
Pajak Penghasilan pasal 21 terutang per hari 5%x Rp 50.000 Rp 2.500

Pada hari ke 7 Anton telah menerima upah Rp 1.400.000


Dikurangi PTKP 7 x (1/360x 54.000.000) Rp 1.050.000
Penghasilan kena pajak Rp 350.000
Pajak Penghasilan pasal 21 terutang 5%x Rp 350.000 Rp 17.500
Pajak Penghasilan pasal 21 telah dipotong s/d hari ke 6 = 6x Rp2.500 Rp 15.000
Pajak Penghasilan pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke 7 Rp 2.500

Contoh 11 : PPH 21 dengan upah satuan


Kanta bujangan adalah pekerja PT. Kuningan Indah, menerima sebesar Rp 50.000 per satuan
sepeda. Dalam 1 minggu 6 hari dapat merakit 24 buah sepeda dengan upah Rp 1.200.000. Hitunglah
besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Kanta.

Jawab:
Upah harian Rp 1.200.000 : 6 Rp 200.000
Upah sehari diatas ptkpp/hariRp 150.000 Rp 50.000
Upah seminggu terutang Rp 50.000 x 6 hari Rp 300.000
Pajak Penghasilan pasal 21 per minggu 5%x Rp300.000 Rp 15.000

30
Pada hari ke 6 Anton telah menerima upah Rp 1.200.000
Dikurangi PTKP 6 x (1/360x 36.000.000) Rp 900.000
Penghasilan kena pajak Rp 300.000
Pajak Penghasilan pasal 21 terutang 5%x Rp 300.000 Rp 15.000
Pajak Penghasilan pasal 21 telah dipotong s/d hari ke 6 =6xRp2.500 Rp 15.000
Pajak Penghasilan pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke 6 Rp 0

Contoh 12 : PPH 21 dengan upah borongan


Karnadi bujangan adalah memborong penataan taman menerima upah borongan sebesar Rp400.000.
Diselesaiakan perkerjaan tersebut selama 2 hari. Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang terutang
bagi Karnadi.
Jawab:
Upah borangan per hari Rp 400.000 : 2 Rp 200.000
Upah sehari diatas ptkp/hari Rp 150.000 Rp 50.000
Upah seminggu terutang Rp 50.000 x 2 hari Rp 100.000
Pajak Penghasilan pasal 21 per hari 5%x Rp 100.000 Rp 5.000

Contoh 13 : Upah harian/satuan/borongan/honorarium yang diterima tenaga harian lepas


tetapi dibayarkan secara bulanan
Gunawan bujangan, bekerja pada perusahaan perakitan mobil dengan dasar upah harian yang
dibayarkan bulanan. Pada Januari 2016, Gunawan hanya bekerja 20 hari dengan upah Rp 320.000,00
per hari
hitungan PPh pasal 21:
Upah bulan Januari 2016: 20 x Rp 320.000,00 = Rp 6.400.000,00
Pengahsilan neto setahun: 12 x Rp 6.400.000,00 =Rp 76.800.000,00
Pengahsilan tidak kena pajak (K/-) =Rp 54.000.000,00
Pengahsilan kena Pajak Rp 22.800.000,00
Pajak Penghasilan pasal 21 setahun 5%x Rp 22.800.000 Rp 1.140.000,00

Contoh 14 : Perhitungan pajak penghasilan pasal 21 terhadap penghasilan karyawati kawin


Dewi adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT SCTV dengan gaji
sebulan Rp 7.500.000,00. Dewi membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh menteri keuangan sebesar Rp 50.000,00 sebulan. Berdasar surat keterangan dari
pemerintah daerah tempat Dewi berdomisili, diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan
Perhitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan =Rp 7.500.000,00
Pengurang :
Biaya Jabatan: 5% x Rp 7.500.000,00 =Rp 375.000,00
Iuran Pensiun =Rp 50,000.00
=Rp 425.000.00
Penghasilan neto sebulan =Rp 7.075.000,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp.7.075.000,00 =Rp 84.900.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun:
Untuk Wajib Pajak Rp 54.000,00,00
Tambabahan karena menikah Rp 4.500.000,00
=Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 26.400.000,00
Pajak Penghasilan pasal 21 setahun 5%x Rp 26.400.000 Rp 1.320.000,00

31
Contoh 15 : Perhitungan pajak penghasilan pasal 21 terhadap penghasilan karyawati kawin
Lany adalah karyawati dengan status menikah belum punya anak pada perusahaan PT Merpati dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 8.500.000,00. PT Merpati masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing sebesar 1,00% dan 0,30 % dari gaji.
Lany membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000.,00. disamping Lanny membayar iuran Jaminan hari
Tua setiap bulan 2,00% dari gaji. Berdasarkan surat kerangan dari Pemerintah Daerah tempat tinggal
Lany, diketahui bahwa suami Lanny mempunyai penghasilan.
Perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 8.500.000,00
Premi jaminan Kecelakaan Kerja 1%x8.500.000 Rp 85.000,00
Premi jaminan Kematian 0.30%x8.500.000 Rp 25.500,00
Pengahasilan bruto Rp 8.610.500,00
Pengurangan :
Biaya jabatan 5% x Rp 8.610.500,00 Rp 435.525,00
Iuran pensiun Rp 30.000,00
Iuran jaminan Hari Tua 2%x8.500.000 Rp 170.000,00
Rp 635.525.00
Penghasilan neto sebulan Rp 7.974,975,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 7.974.975,00 Rp 95.699.700,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun:
Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 41.699.700,00
Pajak Penghasilan pasal 21 per hari 5%x Rp 41.699.700 Rp 2.084.985,00

Jika suaami Lanny tidak bekerja, besarnya Penghasilan Tidak kena pajak adalah Penghasilan Tidak
Kena Pajak untuk diri sendiri dan menikah.

Contoh 16 : Pehitungan Pajak Penghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa jasa produksi,
tantiem, gratififikasi,tunjangan hari raya atau tahun baru, bonus, premi dan penghasilan
sejenia lainnya yang sifatnya tidak tetap dan pada umumnya diberikan sekali saja sekali
setahun
Nanda (tidak kawin) bekerja pada PT Bogor Raya, memperoleh gaji sebesar Rp10.000.000,00 sebulan.
Dalam tahun yang bersangkutan menerima THR Rp 14.000.000,00. Perusahaan ikut dalam program
Jamsostek premi jaminan kecelakaan kerja dan premi jaminan kematian masing-masing Rp 100.000
dan Rp 100.000. Setiap bulannya Nanda membayar iuran pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan sebesar Rp 50.000,00. dan jaminan hari tua Rp 55.000.
PPh Pasal 21 atas bonus adalah:
1) PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR:
Gaji setahun: 12 x Rp 10.000.000,00 Rp 120.000.000,00
THR Rp 14.000.000.00
Premi jaminan kecelakaan 12xRp 100.000 Rp 1.200.000,00
Premi jaminan kematian 12xRp 100.000 Rp 1.200.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 136.400.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp 136.400.000,00 Rp 6.000.000,00
2. Iuran Pensiun: 12 x Rp 50.000,00 Rp 600.000.00
3. Iuran jaminan hari tua 12 x Rp 55.000,00 Rp 660.000.00
Rp 7.260.000.00
Penghasilan neto Rp 128.780.000,00

32
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 54.000.000.00
Penghasilan Kena Pajak Rp 74.780.000,00
Pajak Penghasilan pasal 21
5%x Rp 50.000.000 =Rp 2.500.000
15%x 24.780.000 =Rp 3.717.000
Rp 6.217.000,0 0
Pph pasal 21 per bulan Rp 6.217,000/12 Rp 518.083,33
2) PPh Pasal 21 atas Gaji:
Gaji setahun: 12 x Rp 10.000.000,00 Rp 120.000.000,00
Premi jaminan kecelakaan 12xRp 100.000 Rp 1.200.000,00
Premi jaminan kematian 12xRp 100.000 Rp 1.200.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 122.400.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp 122.400.000,00 Rp 6.000.000
2. Iuran Pensiun: 12 x Rp 50.000,00 Rp 600.000
3. Iuran jaminan hari tua 12 x Rp 55.000,00 Rp 660.000
Rp 7.260.000.00
Penghasilan neto Rp 115,140.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 54.000.000.00
Penghasilan neto kena pajak Rp 61.140.000,00

Pajak Penghasilan pasal 21


5%x Rp 50.000.000 =Rp 2.500.000
15%x 11.140.000 =Rp 1.671.000
Rp 4.171.000,0 0
Pph pasal 21 per bulan Rp 4.171.000/12 Rp 347.583,33

c) PPh Pasal 21 atas THR:


Pph Pasal 21 atas Gaji dan THR Rp 6.217.000,0 0
Pph Pasal 21 atas Gaji Rp 4.171.000,0 0
PPh Pasal 21 atas THR Rp 2.046.000,00
Contoh 17 : Pehitungan Pajak Penghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa jasa produksi,
tantiem, gratififikasi,tunjangan hari raya atau tahun baru, bonus, premi dan penghasilan
sejenia lainnya yang sifatnya tidak tetap dan pada umumnya diberikan sekali saja sekali
setahun
Fitriani (tidak kawin) bekerja pada PT Amanah Kuningan dengan memperoleh gaji sebesar Rp
12.000.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program Jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja, setiap bulan masing-masing sebesar Rp
60.000 dan Rp 19.0000 perbulan.
Fitriani membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar Rp 20.000 dari
gaji untuk setiap sebulan. Dalam tahun berjalan Fitriani juga menerima bonus sebesar Rp
20.000.000,00.
PPh Pasal 21 atas bonus adalah:
1) PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus:
Gaji setahun: 12 x Rp 12.000.000,00 Rp 144.000.000.00
Bonus Rp 20.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja = 12 x Rp60.000,00 Rp 720.000,00
Premi Jaminan Kematian = 12 x Rp 19.000,00 Rp 228.000.00
Penghasilan bruto setahun Rp 164.948.000,00

33
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 164.948.000,00 Rp 6.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun: 12 x Rp 30.000,00 Rp 360.000,00
3. Iuran Jaminan hari Tua: 12 x Rp 20.000,00 Rp 240.000.00
Rp 6.600.000.00
Penghasilan neto setahun Rp 158.348.000,00
Penghasilan tidak Kena pajak Ru 54.000.000,00
Penghasilan kena pajak 104.348.000,00
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 54.348.000,- Rp 8.152.200
Rp 10.652.200,-
PPh Pasal 21 sebulan Rp 10.652.200,- : 12 Rp 887.683,-

2) PPh Pasal 21 atas Gaji

Gaji setahun: 12 x Rp 12.000.000,00 Rp 144.000.000.00


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja = 12 x Rp60.000,00 Rp 720.000,00
Premi Jaminan Kematian = 12 x Rp 19.000,00 Rp 228.000.00
Penghasilan bruto setahun Rp 144.948.000,00
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 144.948.000,00 Rp 6.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun: 12 x Rp 30.000,00 Rp 360.000,00
3. Iuran Jaminan hari Tua: 12 x Rp 20.000,00 Rp 240.000.00
Rp 6.600.000.00
Penghasilan neto setahun Rp 138.348.000,00
Penghasilan tidak Kena pajak Ru 54.000.000,00
Penghasilan kena pajak 84.348.000,00
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 34.348.000,- Rp 5.152.200
Rp 7.652.200,-
PPh Pasal 21 sebulan Rp 7.652.200,- : 12 Rp 637.683,-

3) PPh Pasal 21 atas bonus


PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus 10.652.200
PPh Pasal 21 atas Gaji 7.652.200
PPh Pasal 21 atas Bonus 3.000.000

Contoh 18 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang berupa: uang
pesangon, uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang diterima
sekaligus

PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon. Jerry telah bekerja pada perusahaan kayu lapis
PT Aman Sentosa selama 10 (sepuluh) tahun. Pada Maret 2016, ia berhenti bekerja dan menerima
uang pesangon sebesar Rp 80.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 80.000.000,00
Dikecualikan dari pemotongan Rp 25.000.000.00
Penghasilan Kena Pajak Rp 55.000.000,00
PPh Pasa121 tcrutang: 5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp 5.000.000,00 Rp 250.000.00

34
Rp 2.750.000,00
Pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final.

Contoh 19 : Penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang sebagian atau
seluruhnya diperoleh dalam mata uang asing

John Smith bekerja pada perusahaan PT Karya Unggul dengan memperoleh gaji bulan Maret 201 6
dalam mata uang asing sebesar US $ 2,000 sebulan. Kurs yang berlaku bulan Maret 2016 adalah Rp
10.000,00 per US $ 1.00. John Smith menikah dengan 2 anak.
Perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Gaji sebulan : US $ 2.000 x Rp 10.000,00 Rp 20.000.000,00
Pengurang :
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 500.000.00
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 19.500.000,00 Rp 234.000.000,00
2. Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun :
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 2 anak Rp 9.000.000,-
Rp 67.500.000,00 ,-
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 166.500.000,00
PPh Pasa1 21 terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 116.500.000,00= Rp 17.475.000,00
PPH Pasal 21 setahun Rp 19.975.000,00
PPh Pasa1 21 setiap bulan: Rp 19.975.000,00: 12 = Rp 1.664.583,30

Contoh 20 : Pajak Penghasilan Pasal 21 yang seluruh atau sebagian ditanggung oleh pemberi
kerja
Syamsudin adalah seorang pegawai dari PT Palasari dengan status menikah dan mempunyai 3 orang
anak. Dia menerima gaji Rp 15.000.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap
bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan
sebesar Rp 50.000,00. -
Gaji sebulan Rp 15.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp 15.000.000,00=750.000
Maksimum satu bulan Rp 500.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
Rp 550.000.00
Penghasilan neto sebulan Rp 14.450.000,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 14.450.000,00 Rp 173.400.000,00

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun


a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000 ,-
c. Tambahan 3 anak Rp 13.500.000,-
Rp 72.000.000,00 ,-
35
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 101.400.000,00
PPh Pasa1 21 terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 51.400.000,00= Rp 7.710.000,00
PPH Pasal 21 setahun Rp 10.210.000,00
PPh Pasa1 21 setiap bulan: Rp 10.210.000,00: 12 = Rp 850,833,33

Contoh 21 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap pegawai yang menerima


tunjangan pajak
Arief (status kawin dengan 1 orang anak) bekerja pada PT Aman Sentosa dengan memperoleh gaji
sebesar Rp 10.000.000,00 sebulan. Kepada Arief diberikan tunjangan pajak sebesar Rp 100.000,00.
Iuran pensiun dibayar oleh arief sendiri Rp 100.000.00
Geri sebulan Rp 10.000.000,00
Tunjangan Pajak Rp 100.000.00
Penghasilan bruto sebulan Rp 10.100.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.100.000,00=505.000
Maksimum 1 bulan Rp 500.000,00
2. luran Pensiun Rp 100.000,00
Rp 600.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 9.500.000,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 9.500.000,00 Rp 114.000.000,00 .
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,00,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 ,-
c. Tambahan 1 anak Rp 4.500.000,00,-
Rp 63.000.000,00 ,-
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 51.000.000,00
PPh Pasa1 21 terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 1.000.000,00= Rp 150.000,00
PPH Pasal 21 setahun Rp 2.650.000,00
PPh Pasa1 21 setiap bulan: Rp 2.650.000,00: 12 = Rp 220.833,33

Contoh 22: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penerimaan dalam bentuk natura
dan kenikmatan yang dikenakan pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 menurut ketentuan
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan
Ilham Falah adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang bukan
Wajib Pajak, memperoleh gaji sebesar Rp 3.500.000,00 sebulan beserta beras 30 kg dan gula 10 kg.
Ilham Falah berstatus menikah belum punya anak. Berdasarkan harga pasar, nilai uang dari beras dan
gula masing-masing sebesar Rp 2.500,00 per kg dan Rp 4.000.00 per kg.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan Rp 3.500.000,00
Beras: 30 x Rp 2.500,00 Rp 75.000,00

36
Gula : 10 x Rp 4.000,00 Rp 40.000.00
Penghasilan bruto sebulan Rp 4.615.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.615.000,00 Rp 230.750,.00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.384.250,00
Penghasilan neto setahun: 12 x R.p 4.384.250,00 Rp 52.611.000,00
2. Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,00,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 ,-

Rp 58.50.000.00
Penghasilan Kena Pajak setahun Nihil

Contoh 23 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari pekerjaan yang terutang oleh
pekerja yang ditanggung oleh Pemerintah dan yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja
Sarifudin adalah pegawai tetap PT. Sangkuriang di Bandung, memperoleh gaji dan tunjangan berupa
uang sebesar Rp 7.000.000,00 sebulan dan membayar iuran pensiun Rp 75.000,00 sebulan. Sarifudin
telah menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0) maka:
a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 7.000.000,00
Pengurangan:
Biaya jahatan= 5% x Rp5.000.000,00 = Rp 250.000,00
luran Pensiun Rp 75.000.00
Rp 300.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 6.700.000,00
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 6.700.000,00 Rp 80.400.000,00
a. Wajip Pajak (WP) sendiri Rp 54.000.000,00,-
b. Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 ,-
Rp 58.500.000.00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 21.900.000,00


PPh Pasal 21 terutang setahun = 5% x Rp 21.900.000,00Rp 1.095.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan = 1/12 x Rp 1.095.000,00 Rp 91.250,00
Penghitungan PPh Pasal 21 tidak ditanggung pemerintah:
Penghasilan bruto sebulan Rp 7.000.000,00
Iuran pensiun Rp 75.000,00
PPh pasal 21 terutang Rp 91.250,00
Rp 176.250,00
Besarnya penghasilan diterima Rp 6.823.750,00

b. Besarnya penghasilan apabila PPh ditanggung pemerintah : Rp 6.823.750,000


PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah Rp 91.250,00
Pengasilan yang diterima sebulan Rp 6.915.000,00

37
Contoh 24 : Penggabungan penghasilan suami dan istri
Tuan Rudi, adalah bekerja pada Universitas Islam Negri Semarang dengan memperoleh gaji sebulan
berupa gaji pokok sebesar Rp 3.500.000,-. Menerima tunjangan struktural Rp 4.000.000 dan
tunjangan profesi Rp 3.500.000. Tuan Rudi membayar iuran pensiun Rp 100.000,- Tuan Rudi
menikah belum memiliki anak.
Istri Tuan Rudi, Lina adalah karyawati pada perusahaan PT Merpati dengan memperoleh gaji sebulan
Rp 5.000.000,00. PT Merpati masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan kerja dan premi
Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing Rp 50.000,00 dan
40.000 sebulan. Lina membayar iuran pensiun sebesar Rp 60.000,00. disamping Lina membayar
iuran Jaminan hari Tua setiap bulan Rp 50.000,00 dari gaji.

Diminta :
a. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi dan istrinya jika masing-masing
mempunyai NPWP
b. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi dan istrinya jika yang mempunyai NPWP
adalah Tuan Rudi saja.
Penyelesaian :
a. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi dan istrinya jika masing-masing mempunyai
NPWP
Jika keduanya mempunyai NPWP maka pajak dihitung masing-masing, pengahsilan istri tidak
digabung pada penghasilan suami. Perhitungan pajak terutang bagi Tuan Rudi dan Istrinya adalah
sebagai berikut :

Perhitungan besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi :

Gaji pokok per bulan Rp 3.500.000,-


Tunjangan struktural Rp 4.000.000,-
Tunjangan profesi Rp 3.500.000,- +
Penghasilan Bruto per bulan Rp 11.000.000,-
Pengurangan :
a. Biaya Jabatan:
5% x Rp 11.000.000 ,- =Rp 550.000,-
maks diperbolehkan Rp 500 .000
b. Iuran pensiun Rp 100.000,-
Rp 600.000 ,- -
Penghasilan Neto per bulan Rp 10.400.000 ,-
Penghasilan Neto Setahun :
12 x Rp 10.400.000 ,- Rp 124.800.000,-

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):


-Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,-
-Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,- +
Jumlah PTKP Rp 58.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun Rp 66.300.000,-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 16.300.000,- Rp 2.445.000
Rp 4.945.000,-
PPh Pasal 21 sebulan Rp 4.945.000,-,- : 12 Rp 412.083,33,-

Perhitungan besarnya PPh pasal 21 bagi Lina istri Tuan Rudi :

38
Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Premi jaminan Kecelakaan Kerja Rp 50.000,00
Premi jaminan Kematian Rp 40.000,00
Pengahasilan bruto Rp 5.090.000,00
Pengurangan :
1. Biaya jabatan 5% x Rp 5.090.000,00= Rp 245.500,00
2. Iuran pensiun Rp 60.000,00
3. Iuran jaminan Hari THT Rp 50.000.00
Rp 355.500,00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.734.500,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 4.734.500,00 Rp 56.814.000,00
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun:
Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun Rp 2.814.000,00
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 2.8140.000,- Rp 140.700,00
PPh Pasal 21 sebulan Rp 140.700,-,- : 12 Rp 11.725,00,-

b. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi dan istrinya jika yang mempunyai NPWP
hanya tuan Rudi

Perhitungan besarnya PPh pasal 21 terutang bagi Tuan Rudi adanya gabungan penghasilan
istri adalah sebagai berikut :

Gaji pokok per bulan Rp 3.500.000,-


Tunjangan struktural Rp 4.000.000,-
Tunjangan profesi Rp 3.500.000,- +
Penghasilan Bruto per bulan Rp 11.000.000,-
Pengurangan :
a. Biaya Jabatan:
5% x Rp 11.000.000 ,- =Rp 550.000,-
maks diperbolehkan Rp 500 .000
b. Iuran pensiun Rp 100.000,- Rp 600.000 ,- -
Penghasilan Neto per bulan Rp 10.400.000 ,-
Penghasilan Neto Setahun :
12 x Rp 10.400.000 ,- Rp 124.800.000,-
Penghasilan neto Lina setahun: 12 x Rp 4.734.500,00 Rp 56.814.000,
Penghasilan Neto Setahun : Rp 181.134.000,-
,-Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):
-Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,-
-Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,-
-Penggabungan Pendapatan Rp 54.000.000,-
Jumlah PTKP Rp 112.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun Rp 68.634.000,-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terutang setahun:
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15 % x Rp 18.634.000,- Rp 2.795.100 Rp 5.295.100,-
PPh Pasal 21 sebulan Rp 5.295.100,- : 12 Rp 441.258,33,-

Contoh 25
Selama tahun 2018 Tn. Bagas Farel bekerja di PT. Maju Makmur Mandiri sebagai Direktur
Keuangan dengan gaji sebesar Rp. 10.000.000,- per bulan, NPWP Tn. Bagas 72.799.843.7-
39
443.000, Tn. Bagas menikah dengan Ny. Imha Susanti yang bekerja di PT. Jaya Sentosa
sebagai Manajer Pemasaran dengan menerima gaji sebesar Rp. 8.000.000,- per bulan. Tn.
Bagas memiliki 2 orang anak.
Pada awal tahun 2018 Tn. Bagas menerima bukti potong A1 dari perusahaan untuk tahun
pajak 2018 dengan nilai Rp. 5.350.000,- sedangkan bukti potong yang diterima Ny. Imelda
sebesar Rp. 3.280.000,-
Tn. Bagas dan Ny. Imha melakukan perjanjian pemisahan harta  & penghasilan (PH) dan/atau
Ny. Imelda menginginkan menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), maka dari itu
Ny. Imelda memiliki NPWP sendiri dengan nomor 73.801.853.7-443.000.

Penghitungan pajak terutang Tn. Bagas Fahrul dan Ny. Imha Susanti untuk tahun
2018:

Penghasilan Tn. Bagas:


Penghasilan Sebulan            Rp. 10.000.000,-
Biaya Jabatan
(5% x Rp. 10.000.000,-)       Rp.      500.000,-
Ph Neto Sebulan                  Rp.   9.500.000,-

Ph Neto Setahun (12 x Rp. 9.500.000,-)                                         Rp.114.000.000,- 

Penghasilan Ny. Imha:


Penghasilan Sebulan            Rp. 8.000.000,-
Biaya Jabatan
(5% x Rp. 8.000.000,-)          Rp.   400.000,-
Ph Neto Sebulan                   Rp.7.600.000,-

Ph Neto Setahun (12 x Rp. 7.600.000,-)                                        Rp.  91.200.000,-

Ph Neto Gabungan (suami + istri)                                                  Rp. 205.200.000,- 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 


Wajip Pajak Sendiri                                 Rp. 54.000.000,-
Istri                                                          Rp.    4.500.000,-
Tanggungan Anak                                  Rp.    9.000.000,-
Penghasilan Istri Digabung                    Rp.  54.000.000,-
   Jumlah PTKP                                                                              Rp.   121.500.000,-

Penghasilan Kena Pajak                                                                Rp. 83.700.000,-

PPh 21 Terutang Gabungan:


5%   x Rp. 50.000.000,-   = Rp.   2.500.000,-
15% x Rp. 33.700.000,-   = Rp. 5.055.000,-
Jumlah PPh Gabungan = Rp. 7.555.000,-

Perhitungan pajak terutang masing-masing porsi :

40
Pajak Terutang Tuan Bagas Fahrul 114.000.000/205.200.000 x Rp7.555.000 =Rp 4197222,22
Pajak Terutang Ny Imha Susanti 91.200.000/205.200.000 x Rp7.555.000 =Rp 3357777,78

I. SOAL LATIHAN
1. Jelaskan pengertian Pajak penghasilan (PPh) pasal 21
2. Jelaskan yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh pasal 21
3. Jelaskan Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak
4. Jelaskan Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21
5. Jelaskan pendapatan yang dikecualikan dari Pajak penghasilan (PPh) pasal 21
6. Jelaskan cara menghitung pph pasal .21 atas pbnghasilan teratur bagi pegawai tetap
7. Jelaskan cara penghitungan pph pasal 21 untuk penghasilan tidak teratur
8. Tuan Rudi, adalah bekerja pada Universitas 17 Agustus 1945 Semarang dengan memperoleh
gaji sebulan berupa gaji pokok sebesar Rp 14.500.000,-. Menerima tunjangan struktural Rp 5.000.000
dan tunjangan profesi Rp 2.500.000. Tuan Rudi membayar iuran pensiun Rp 150.000,- Tuan Rudi
menikah memiliki anak 2. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Rudi.
9. ADl adalah pegawai tetap pada PT. MEM di Semarang. Gaji yang diterimanya setiap bulan
sehesar Rp 8.000.000,-, Iuran pensiun dan THT yang dibayar oleh ADl per bulan masing-masing
sebesar Rp 65.000,- dan Rp 45.000,-. Karyawan ini sudah kawin dan mempnyai 3 anak yang masih
keci!. Hitunglah besarnya PPh yang terufang setiap bulan bagi karyawan ini.
10. Dana mulai bekerja pada PT. BMS pada tanggal 1 Mei tahun 2016 dan kemudian
mengundurkan diri pada tanggal 1 Nopember pada tahun yang sama. Selama bekerja setiap bulan
menerima gaji sebesar Rp 4.500.000,-. Pada bulan Agustus Dana menerima bonus sebesar Rp
3.000:000,-. Dana sudah kawin dan mempunyai 2 orang anak. Hitunglah besarnya pajak penghasilan
yang terutang bagi Dana.
11. Fikri kawin dan mempunyai seorang anak,adalah pegawai PT Perintis dengan memperoleh
gaji mingguan Rp 350.000, Pt Perintis masuk program Jamsotek, premi jaminan kecelakaan kerja dan
premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing setiap bulan 1% dan 0,30% dari
gaji. dan Fikri membayar iuran pensiun sebesar Rp 5000 dan jaminan hari tua 2% dari gaji.
12. Danang kawin dan mempunyai seorang anak,adalah pegawai PT Perintis dengan memperoleh
gaji mingguan Rp 600.000, Pt Perintis masuk program Jamsotek, premi jaminan kecelakaan kerja dan
premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing setiap bulan 1% dan 0,50% dari
gaji. dan Danang membayar iuran pensiun sebesar Rp 15.000 dan jaminan hari tua 2% dari gaji.
13. Tuan Budi, adalah bekerja pada Universitas 17 Agustus 1945 Semarang dengan memperoleh
gaji sebulan berupa gaji pokok sebesar Rp 16.500.000,-. Menerima tunjangan struktural Rp 7.000.000
dan tunjangan profesi Rp 5.500.000. Tuan Rudi membayar iuran pensiun Rp 110.000,- Tuan Budi
menikah belum memiliki anak. Pada bulan Juni 2016 Tuan Budi menerima kenaikan gaji pokok
menjadi Rp 17.000.000,- sebulan dan berlaku surut 1 Januari 2016. Dengan kenaikan gaji tersebut
Tuan Budi menerima Rapel selama lima bulan Rp 5.000.000,-. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi
Tuan Budi.
14. Andre berstatus kawin dengan 2 orang anak adalah pegawai PT. Kuningan Indah, tetapi pada
tanggal 1 juli 2016 berhenti bekerja karena pensiun. Gaji Andri Rp 17.000.000 setiap bulan. Dia juga
membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun Bakti Nusa sebesar Rp 230.000 setiap bulan. Pada tanggal
1 juli 2016 Andre menerima pensiun Rp 4.000.000; dari dana pensiun Bakti Nusa. Hitunglah
besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Andre dan Perhitungan PPh pasal 21 atas pensiunan.
Jawab:
15. Fayza berstatus kawin dengan 2 orang anak sebagai distributor perusahaan multillevel
Marketing ABC. Co pada bulan maret 2016 meperoleh pengasilan Rp 336.000.000. Suami Fayza
bekerja pada PT Giatuntung. Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Fayza.
16. Indra SD seorang akuntan pada bulan juli 2016 menerima honorarium sebesar Rp
250.000.000. dari PT Arta WD sebagai imbalan penyusunan sistem akuntansi yang dilakukan.
Hitunglah besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Indra SD

41
17. Tuan Ardi, adalah bekerja pada Universitas Islam Negri Semarang dengan memperoleh gaji
sebulan berupa gaji pokok sebesar Rp 25.500.000,-. Menerima tunjangan struktural Rp 10.500.000
dan tunjangan profesi Rp 7.500.000. Tuan Ardi membayar iuran pensiun Rp 100.000,- dan iuran
Jaminan hari Tua setiap bulan Rp 100.000,00 Tuan Ardi menikah memiliki 3 anak.
Istri Tuan Ardi, Arlina adalah karyawati pada perusahaan PT Merpati dengan memperoleh gaji
sebulan Rp 15.500.000,00. PT Merpati masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan kerja
dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing Rp
150.000,00 dan 200.000 sebulan. Arlina membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. disamping
Arlina membayar iuran Jaminan hari Tua setiap bulan Rp 75.000,00. Diminta :
a. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Ardi dan istrinya jika masing-masing mempunyai
NPWP
b. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 bagi Tuan Ardi dan istrinya jika yang mempunyai NPWP
adalah Tuan Ardi saja, sehingga penghasilan harus digabung.

BAB IV
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Tujuan pembahasan Bab IV mengenai materi pajak penghasilan Pasal 22 adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :

1. memahami Pajak penghasilan (PPh) pasal 22


2. memahami Subyek yang dikenakan pemungutan PPh 22
3. memahami Obyek pemungutan PPh 22
4. memahami Dasar pemungutan PPh pasal 22
5. memahami Tarif pemungutan PPh 22
6. memahami Saat Terutangnya PPh Pasal 22
7. memahami dan dapat melakukan Perhitungan PPH Pasal 22

42
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan
yang dipungut sehubungan dengan pemabayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain.

A. Subyek yang dikenakan pemungutan PPh 22 adalah :


a. Importir.
b. Rekanan pemerintah.
c. Konsumen semen, rokok, kertas, baja dan otomotif.
d. Para penyalur dan/atau agen Pertamina dan` badan usaha selain Pertamina yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.
e. Para penyalur dan/atau agen Badan Urusan Logistik (BULOG).

B. Obyek pemungutan PPh 22 adalah


a. Impor barang.
b. Penjualan hasil produksi atau penyerahan barang.

C. Dasar pemungutan PPh pasal 22 adalah :


a. Nilai impor.
b. Harga jual lelang.
c. Harga pembelian.
d. Harga penjualan

D. Tarif pemungutan PPh 22 adalah :


a. Atas impor :
a. yang menggunakan Angka pengenal impor (API) tarif 2,5% dari nilai
impor.
b. yang tidak menggunakan API tarif sebesar 7,5% dari nilai impor.
c. yang tidak dikuasai, tarif 7,5% dari harga lelang.
b. Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN atau APBD tarif pemungutannya sebesar
1,5 % dari harga pembelian.
c. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha tertentu seperti Bank
Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik BULOK),
PT. Telekomukasi Indonesia ( Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara ( PLN) PT Garuda
Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN baik yang
dananya bersumber APBN maupun non APBN tarif pemungutannya 1,5% dari harga pembelian.
d. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh badan usaha yang
bergerak dibidang usaha tertentu tarif pemungutannya sebagai berikut :
a. Industri semen, tarif pemungutannya sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak ( DPP) (PPN)
b. Industri kertas, tarif pemungutannya sebesar 0,10% dari dasar pengenaan pajak ( DPP) (PPN)
c. Industri otomotif, tarif pemungutannya sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak ( DPP)
(PPN)
d. Industri Baja, tarif pemungutannya sebesar 0,3% dari dasar pengenaan pajak ( DPP) (PPN)
e. Atas penjualan hasil produksi dalam negeri yang dilakukan oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas dan pelumas tarif pemungutannya sebagai berikut :

SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina


Premium 0,3 % x Penjualan 0,25 % xPenjualan
Solar 0,3 % x Penjualan 0,25 % xPenjualan
Premix/Super TT 0,3 % x Penjualan 0,25 % xPenjualan
Minyak Tanah - 0,3 % x Penjualan
Gas/LPG - 0,3 % x Penjualan
Pelumas - 0,3 % x Penjualan

43
f. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri oleh eksportir yang
bergerak disektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan tarif pemungutanya sebesar
0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
g. Atas pembelian barang-barang yang tergolong sangat mewah tarif pemungutanya sebesar 5%
dari penjualan

E. Saat Terutangnya PPh Pasal 22

Jenis Pajak Saat Terutang


PPh Pasal 22 atas impor barang Terutang pada saat pembayaran bea masuk ;
jika diperoleh fasilitas penundaan atau
dibebaskan bea masuk,maka terutang pada
saat penyelesaian dukumen pemberitahuan
impor untuk dipakai (PIUD)
PPh Pasal 22 atas pembelian barang dari dana Terutang pada saat pembayaran
APBN /APBD
PPh Pasal 22 atas pembelian barang dari dari
Terutang pada saat pembayaran
badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai
pemungut
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen,
Terutang pada saat pembayaran
kertas, baja dan otomotif
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Terutang pada saat penerbitan surat perintah
produsen atau importir bahan bakar minyak, gas pengeluaran barang
dan pelumas.
PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk Terutang pada saat pembelian
keperluan industri atau ekspor

F. Perhitungan PPH Pasal 22


.
1. Perhitungan PPh Pasal 22 atas impor yang menggunakan angka Pengenal
Importir (API )
PPh Pasal 22 = 2,5 % x Nilai impor
2. Perhitungan PPh Pasal 22 atas impor yang tidak menggunakan angka
Pengenal Importir (API )
PPh Pasal 22 = 7,5 % x Nilai impor
3. Perhitungan PPh Pasal 22 atas impor yang tidak dikuasai
PPh Pasal 22 = 7,5 % x Harga jual lelang
4. Perhitungan PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dana dari APBN atau
APBD atau tidak
PPh Pasal 22 = 1,5 % x Harga pembelian tidak termasuk PPN & PPn BM
Perhitungan DPP = 100/110 x jumlah pembayaran, jika barang kena PPN
Perhitungan DPP = 100/130 x jumlah pembayaran jika barang kena PPN dan PPNBM

5. Perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan


barang yang dilakukan oleh industri semen.
PPh Pasal 22 = 0,25 % x DPP PPN
6. Perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang yang dilakukan oleh industri kertas
PPh Pasal 22 = 0,10 % x DPP PPN
7. Perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang yang dilakukan oleh industri otomotif.
PPh Pasal 22 = 0,45 % x DPP PPN
8. Perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang yang dilakukan oleh industri baja.

44
PPh Pasal 22 = 0,3 % x DPP PPN
9. Perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak bidang bahan
bakar minyak jenis premik dan gas

SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina


Premium 0,3 % x DPP PPN 0,25 % x DPP PPN
Solar 0,3 % x DPP PPN 0,25 % x DPP PPN
Premix/Super TT 0,3 % x DPP PPN 0,25 % x DPP PPN
Minyak Tanah - 0,3 % x DPP PPN
Gas/LPG - 0,3 % x DPP PPN
Pelumas - 0,3 % x DPP PPN

G. Dikecualikan dari pemungutan pph pasal 22


a. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan
benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, sesuai
dengan 236/KMK.03/2003
b. Atas pembelian tidak dikenakan PPh pasal 22 karena DPP PPN-nya dibawah Rp
1.000.000 dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah

Contoh 1 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22


Contoh menghitung Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor: tahun 2016, PT Imporia mengimpor onderdil
mobil dari Jepang dengan harga impor sebesar Rp 500.000.000,00 ( setelah di kurs ke rupiah). Bea
masuk Rp 250.000.000,00 dan biaya pabean lain-lain Rp 10.000.000,00
Perhitungan
Harga impor ............................ Rp 500.000.000,00
Bea masuk............................... Rp 250.000.000,00
Biaya pabean lain-lain ............... Rp 10.000.000.00
Nilai impor ............................... Rp 760.000.000,00
1) Seandainya PT Imporia menggunakan API, maka Pajak Penghasilan Pasal 22-nya adalah 2,5% x
Rp 760.000.000,00 = Rp 19.000.000,00
2) Seandainya PT Imporia tidak memiliki API, maka Pajak Penghasilan Pasal 22-nya adalah 7,5% x
Rp 760.000.000,00 = Rp 57.000.000,00

Contoh 2 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas pembelian barang yang dibiayai
dengan APBN atau APBD tarif pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian.
PT Rosalinda berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2016 melaksanakan kontrak pemasokan kertas ke
Departemen Keuangan dengan nilai Rp 15.000.000.000,00. Pelaksanaan pekerjaan diperkirakan akan
berlangsung 3 tahun. Dalam akhir tahun 2016, PT Rosalinda menerima pembayaran pertama sebesar
Rp 5.000.000.000,00
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah: 1,5% x Rp 5.000.000.000,00 = Rp 75.000.000,00
Contoh 3 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas pembelian barang yang dibiayai
dengan APBD, waktu penyetoran, waktu pelaporan dan dukumennya.
PT. Langlang Buana berkedudukan di Bandung, menjadi pemasok alat tulis kantor bagi pemerintah
Provonsi Jawa Barat dengan nilai kontrak sebesar Rp 11.000.000,00 (nilai kontrak tersebut termasuk
PPN). Pada tanggal 10-9-2015 PT. Langlang Buana menagih dan Baru dibayar pada tanggal 10-10-
2016.
a) Berapakah besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 dan. PPN yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah Provinsi Jawa Barat?
b) Kapan selambat-lambatnya hasil pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan PPN
harus disetorkan dan dilaporkan oleh bendaharawan pemungut?
c) Berapakah besarnya uang yang diterima oleh PT Langlangbuana?
d) Dokumen apa yang harus diberikan Bendaharawan kepada rekanan?
Penyelesaian :
45
a) Pajak Penghasilan Pasal 22
DPP PPN = 100/110 x Rp 11.000.000 = 10.000.000
Pasal 22 = 1,5% x Rp10.000.000,00 = Rp150.000,00
PPN = 10/110 x Rp11.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
PPN = 10/100 x Rp10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
b) Pajak Penghasilan Pasal 22 paling lambat harus disetorkan pada tanggal 10-10-2016
dan dilaporkan paling lambat pada tanggal 14-11-2016.
PPN paling lambat harus disetorkan pada tanggal 7-11-2016 dan dilaporkan paling lambat pada
tanggal 14-11-2016.
c) PT Langlang buana menerima uang =Rp 11.000.000-Rp1.000.000-Rp150.000=Rp
9.850.000,00
d) Dokumen yang harus diberikan adalah
a) SSP Pajak Penghasilan Pasal 22
b) SSP PPN
Contoh 4 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas impor barang
PT Elektro, memiliki API, mengimpor TV Berwarna 21 inci dengan harga impor dari Japan
US$500,000, Asuransi di luar gegeri 10%, Bea Masuk 10% dan PPN 10% dan PPn BM 20%. Kurs
US$1 = Rp 7.500,00
Pertanyaan: Hitung Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Harga impor US$500,000
Asuransii di LN 10% US$ 50.000
US$550,000
Bea masuk 10% US$ 55.000
Nilai impor US$605,000
Penghasilan Pasal 22 Impor dengan API = 2,5% x US$ 605,000 x Rp 7.500,00 = Rp 113.437.500,00
Besarnya PPN adalag = 10% x US$ 605,000 x Rp 7.500,00 = Rp 453.750.000
Besarnya PPNBM adalag = 20% x US$ 605,000 x Rp 7.500,00 = Rp 907.500.000

Contoh 5 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22


Contoh menghitung Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor: tahun 2016, PT Perdana mengimpor elektronik
dari Jepang dengan harga impor sebesar US $ 100.000. Biaya asuransi diluar negeri 2% dan biaya
angkut 5%. Bea masuk 20% dan bea masuk tambahan 10%. Kurs US $ 1 = Rp 10.500.
Perhitungan
Harga Faktur ( cost)....................... $ 100.000,00
Biaya asuransi 2%($100.000)(insurance) $ 2.000,00
Biaya angkut ( freight) $ 5.000,00
CIF ............................... $ 107.000,00
CIF Kurs $1=Rp10.500 Rp 1.123.500.000,00
Bea masuk 20% x Rp 1.123.500.000,00 Rp 224.700.000,00
Bea masuk Tambahan 10% x Rp 1.123.500.000,00 Rp 112.350.000,00
Nilai Impor Rp 1.460.550.000,00
1) Seandainya PT Perdana menggunakan API, maka Pajak Penghasilan Pasal 22-nya
adalah 2,5% x Rp 1.460.550.000,00= Rp 36.513.750,00
2) Seandainya PT Imporia tidak memiliki API, maka Pajak Penghasilan Pasal 22-nya
adalah 7,5% x Rp 1.460.550.000,00 = Rp 109.541.250,00

Contoh 6 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas pembelian barang yang dibiayai
dengan oleh instansi pemerintah
PT Rosalinda berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2016 mejual mebel kepada instansi pemerintah
Dinas pendidikan senilai Rp 220.000.000,00 termasuk PPn 10%.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah: 1,5% x 100/110x Rp 220.000.000,00 =
Rp 3.000.000,00

46
Contoh 7: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas pembelian barang yang dibiayai
dengan APBN atau APBD tarif pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian.
PT Rosalinda berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2016 menjual TV pada Hotel Garuda (BUMN)
senilai Rp 209.000.000,000,00 termasuk PPN 10%. Dari pembelian tersebut senilai Rp
99.000.000.000,00 dibiayai dari APBN.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah: 1,5% x 100/110 x Rp 99.000.000.000,00 =
Rp 75.000.000,00

Contoh 8 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas pembelian barang yang dibiayai
dengan oleh instansi tyertentu
PT Rosalinda berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2016 menyerahkan barang pada PT Telkom
senilai Rp 390.000.000,00 termasuk PPn 10% dan PPn BM 20%
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah: 1,5% x 100/130x Rp 390.000.000,00 =
Rp 4.500.000,00

Contoh 9 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas penjualan kertas


PT.Kertassindo merupakan perusahaan yang memproduksi kertas. Didirikan tahun 2005, beralamat di
Jl Diponegoro No 28 Semarang. NPWP 01.999.888.7.508.000. Berikut adalah transaksi penjualan
hasil industri kertas pada bulan Nopemeber 2016 :
02 Nopember : Menjual hasil industri kepada CV Cetak senilai Rp 110.000.000
(termasuk PPn 10%) CV Cetak beralamat di Jl Bringin Asri No
914 Semarang NPWP 01.333.111.4.508.000
14 Nopember : Menjual hasil industri kepada Noval Pratama senilai Rp
16.500.000 (termasuk PPn 10%) Noval Pratama beralamat di Jl
Tugu Asri No 14 Semarang
30 Nopember : Menjual hasil industri kepada Penerbit Jaya Terus senilai Rp
82.500.000 (termasuk PPn 10%) Penerbit Jaya Terus beralamat di
Jl NgaliyanAsri No 91 Semarang NPWP 01.555.333.6.541.000
Berapakah besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 ?
Penyelesaian :
Nama Pembeli CV Cetak Noval Pratama Penerbit Jaya Terus
Hasil penjualan Rp 110.000.000 Rp 16.500.000 Rp 82.500.000
Dasar pengenaan 100/110 x Rp 100/110 x Rp 100/110 x Rp
pajak 110.000.000= 16.500.000 = 82.500.000= 75.000.000
Rp100.000.000 15.000.000
Tarif pajak pasal 22 0,1% 0,1% 0,1%
PPh yang dipungut Rp 100.000 Rp 15.000 Rp 75.000
Tmbahan pajak Rp 15.000
karena tidak ber
NPWP
Jumlah PPh Rp 100.000 Rp 30.000 Rp 75.000

Contoh : 10
Pada Bulan Juli 2018,  Bendahara Dinas ABCD melakukan kegiatan pembelian barang
dengan menggunakan dana APBD dan APBN dengan rincian sebagai berikut :
1. Tanggal 5 Juli 2018, Pembelian Alat Tulis Kantor kepada CV Pena Anda
(NPWP/NPPKP : 01.123.467.8-647.000) senilai Rp  1.650.000,-
2. Tanggal 10 Juli 8 Pembelian Meubel Kantor kepada CV Indah Furniture (NPWP/NPPKP
: 02.123.4.567.8-647.000) senilai Rp 4.730.000,-
3. Tanggal 20 Juli 2018, Pembelian Printer kepada CV Mega Computer (NPWP/NPPKP :
03.123.456.7-647.000) senilai Rp 700.000,-
Penghitungan Pajak yang harus dipungut

47
1. Atas Pembelian tanggal 5 Juli 2018
Belanja barang senilai Rp 1.650.000,-
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)           =  100/110  x Rp 1.650.000,-     = Rp  1.500.000,-
PPN yang harus dipungut         =  10%  x  Rp 1.500.000,-          = Rp      150.000,-
2. Atas Pembelian tanggal 10 Juli 2018
Belanja barang senilai Rp 4.730.000,-
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)                  =  100/110  x Rp 4.730.000,-     =  Rp  
4.300.000,-
PPN yang harus dipungut                 =  10%  x  Rp 4.300.000,-          =  Rp     430.000,-
PPh Psl 22 yg harus dipungut          =  1,5%  x  Rp 4.300.000,-         =  Rp        
64.500,-
Catatan :
Apabila rekanan/toko belum mempunyai NPWP, maka PPh Pasal 22 yang harus dipungut
adalah 100% lebih tinggi, yaitu menjadi 200% x Rp 1.5% x Rp  4.300.000,-  Rp
129.000,-
3. Atas Pembelian tanggal 20 Juli 2018
Belanja barang di bawah Rp 1.000.000,-, Bendahara tidak wajib memungut PPh Pasal 22
dan atau PPN-nya.

H. Soal Latihan:
1. PT Ilalang berkedudukan di Semarang, menjadi pemasok alat tulis kantor bagi Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dengan nilai kontrak sebesar Rp 520.000.000,00 (nilai kontrak tersebut
termasuk PPN). Pada tanggal 10-9-2016 PT. Ilalang menagih dan Baru dibayar pada tanggal 10-
10-2017
a. Berapkah besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 dan. PPN yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah provinsi Jawa Tengah?
b. Kapan selambat-lambatnya hasil pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan PPN
harus disetorkan dan dilaporkan oleh bendaharawan pemsrintah?
c. Berapakah besarnya uang yang diterima oleh PT Ilalang?
d. Dokumen apa yang harus diberikan Bendaharawan kepada rekanan?
2. PT Setia mengimpor onderdil mobil dari Jepang dengan harga impor Rp
1.950.000.000, membayar bea masuk sebesar Rp 450.000.000 dan be pabean sebesar Rp
145.000.000, maka hitunglah PPh Pasal 22 yang dibayar oleh PT Setia jika PT setia mempunyai
API dan hitunglah PPh Pasal 22 yang dibayar oleh PT Setia jika PT setia tidak mempunyai API.
3. PT.Kertasindo adalah perusahaan yang memproduksi kertas, berdiri tahun 2005, beralamat di
Jl. Diponegoro 28 Semarang, memiliki NPWP. erikut transaksi bulan Nopember tahun 2016 :
a. Menjual hasil produksi kepada CV Cetak senilai Rp 425.000 termasuk PPN
10%, CV Cetak ber NPWP
b. Menjual hasil produksi kepada Noval Ptarama senilai Rp 525.000 termasuk
PPN 10%, Noval Ptarama tidak ber NPWP
c. Menjual hasil produksi kepada Penerbit Jaya Terus senilai Rp 625.000
termasuk PPN 10%, Penerbit Jaya Terus ber NPWP
Hitung PPh Pasal 22 yang dipungut pada saat penjualan hasil industri kertas !

48
BAB V
PAJAK PENGHASLLAN PASAL 23

Tujuan pembahasan Bab V mengenai materi pajak penghasilan Pasal 23 adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :

1. memahami Pajak penghasilan (PPh) pasal 23


2. memahami pemungut atau pemotong pajak penghasilan (PPh) pasal 23
3. memahami subjek yang dikenakan pemungutan/pemgtongan pajak
penghasilan (PPh) pasal 23

49
4. memahami objek pemungutan pajak pajak penghasilan (PPh) pasal 23
5. memahami pengecualian pph pasal 23 pajak penghasilan (PPh) pasal 23
6. memahami dasar pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23
7. memahami tarif pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23
8. memahami penghitungan perkiraan penghasilan neto dekenakan pajak
penghasilan (PPh) pasal 23

Merupakan Pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau
Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.

A. PEMOTONG PPh PASAL 23


Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas:
1. Badan pemerintah.
2. Subjek Pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan.
4. Bentuk usaha tetap.
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat Penunjukkan dari
Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh Pasal 23 Sesuai Keputusan DJP No. KEP-
50/PJ/1994 maka wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang sebagai pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23 rneliputi
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah Camat, pengacara dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

B. PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 23


Yang dikenakan pemungutan atau pemotongan adalah Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap yang memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Atau secara singkat
dapat dikatakan penerima pengahsilan yang dipotong PPh pasal 23 adalah :
a. Wajib pajak dalam negeri ( orang pribadi dan badan)
b. Bentuk usaha tetap

C. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh PASAL 23


Penghasilan yang dikenakan pph pasal 23 terdiri atas :
1. Dividen.
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian hutang.
3. Royalti.
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
5. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
6. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

D. PENGHASILAN YANG DIKECUALIKANDARI PEMOTONGAN PPh PASAL 23


Beberapa jenis penghasilan yang tidakdikenakan pemotongan pph pasal 23sesuai dengan pasal 23 ayat
(4) UU No.17 TH 2000 yaitu :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.

50
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi.
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan
Terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, Koperasi, Yayasan atau organisasi sejenis, BUMN
atau BUMD, dari penyertaan modal lebih 25%, pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
a. dieviden berasal cadangan laba yang ditahan
b. Bagi perseroaan terbatas, badan usaha milik dan badan usaha
milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
4. Bunga obligasi yang diterima perusahaan reksa dana.
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan perseroaan
komanditer,persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif.
6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
7. Penhasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan atau pembiayaan.

E. DASAR PEMOTONGAN
Ada 2 (dua) dasar pemotongan, yaitu:
1. Dari jumlah bruto, untuk penghasilan berupa:
a. Dividen.
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang.
c. Royalti.
d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
2. Dari perkiraan penghasilan neto untuk penghasilan berupa
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasai 21.

F. TARIF PEMOTONGAN
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas penghasilan
berupa:
a. Deviden.
b. Bunga, termasuk premium, diskonto dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang.
c. Royalti.
d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah
dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
2. Sebesar 2% dari perkiraan penghasilan bruto atas
penghasilan berupa:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungnan dengan penggunaan
harta.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.

51
G. PENGHITUNGAN PPh PASAL 23

No Objek Pajak Besarnya PPh Pasal 23


1 Deviden 15% x jumlah deviden
2 Bunga 15% x jumlah bunga
3 Royalti 15% x jumlah Royalti
4 Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain 15% x jumlah hadiah,
yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana penghargaan, bonus
dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) hruf e
5 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan 2% x jumlah sewa
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan 15% x Perkiraan x penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta yang bruto
telah dikenakan pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (2)
6 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik , jasa 2% x jumlah imbalan
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa 15% x Perkiraan x penghasilan
lainnya bruto

H. PERKIRAAN PENGHASILAN NETO


No Uraian Norma
1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta kusus kendaraan 10%
angkatan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis ataupun perjanjian tidak tertulis

2 Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta selain kendaraan 30%
angkatan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis ataupun perjanjian tidak tertulis, kecuali Sewa dan penghasilan lain
sehubungan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan pajak
bersifat final
3 Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi 30%
4 Jasa akuntansi 30%
5 Jasa penilai 30%
6 Jasa aktuaritas 30%
7 Jasa teknik, jasa manajemen 30%
8 Jasa perancang 30%
9 Jasa instalasi /pemasangan 30%
- Jasa instalasi /pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/tv
- Jasa instalasi /pemasangan peralatan
Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi
dan mempunyai ijin sebagai pengusaha konstruksi
10 Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan 30%
- Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, listrik/telepon/air/gas/tv
-Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan peralatan
-Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan kendaraan
- Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan bangunan
Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi
dan mempunyai ijin sebagai pengusaha konstruksi
11 Jasa pengeboran dibidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali 30%
dilakukan oleh BUT
12 Jasa penambangan dibidang migas 30%
13 Jasa penunjang dibidang penambangan migas 30%

52
14 Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara 30%
15 Jasa penebangan hutan 30%
16 Jasa pengolahan limbah 30%
17 Jasa penyediaan tenaga kerja 30%
18 Jasa perantara 30%
19 Jasa perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan BEI 30%
20 Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, tidak termasuk swa gedung yang 30%
dikenakan PPh final
21 Jasa pengisian suara dan atau mixing film 30%
22 Jasa sehubungan dengan sofware komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan 30%
dan perbaikan
23 Jasa pelaksanaan konstruksi 13,33%
-Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan
-Jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin, listrik/telepon/air/gas/tv
24 Jasa perencanaan konstruksi 26,66%
25 Jasa pengawasan konstruksi 26,66%
26 Jasa maklon 20 %
27 Jasa penyelidikan dan keamanan 20 %
28 Jasa penylenggeraan kegiatan 20 %
29 Jasa pengepakan 20 %
30 Jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media masa, media diluar ruang, 10 %
atau media lain, untuk penyampaian informasi
31 Jasa pembasmian hama dan pembersihan 10 %
32 Jasa katering 10 %

Contoh 1 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23


Pada tanggal 1 juli 2016 pembayaran deviden dilakukan Pt Faris Khan:
Nama Pemegang saham Jumlah penyertaan Jumlah deviden
PT Ananda 10% Rp 10.000.000,-
Bank Mandiri (BUMN) 26% Rp 26.000.000,-
PT. Setya Jaya 30% Rp 30.000.000,-
CV Putra 19% Rp 19.000.000,-
Tuan Hakim 15% Rp 15.000.000,-
100% Rp 100.000.000

Penyelesaian :
Nama Pemegang saham PPh yang dipotong Jumlah deviden
PT Ananda 15%x Rp 10.000.000 = Rp Penerima Pt jumlah penyertaan
1.500.000 kurang dari 25%
Bank Mandiri (BUMN) Bukan objek pajak Penerima adalah BUMN dan
jumlah penyertaan lebih dari 25%
PT. Setya Jaya Bukan objek pajak Penerima adalah PT dan jumlah
penyertaan lebih dari 25%
CV Putra = 15%xRp 19.000.000= Rp
2.850.000
Tuan Hakim = 15%xRp 15.000.000= Rp Orang pribadi
2.250.000

Contoh 2 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23


PT Artha Bhakti berkedudukan di Jalan Artha Kencana No. 201 Jakarta, pada bulan Oktober 20 16
telah melakukan pembayaran:
a. bunga sebesar Rp 20.000.000,00 kepada "Bank Mandiri".

53
b. sewa bis untuk angkutan karyawan Rp10.000.000,00 kepada perusahaan bis "PT
Jakarta Transport".
c. biaya reparasi kendaraan bermotor termasuk PPN Rp 5.500.000,00 kepada bengkel
mobil "Auto Service".
d. sewa mesin foto copy Rp 1.100.000,00 termasuk PPN kepada PT Indonesia Service
e. berupa dividen Rp 10.000.000,00 kepada "Sdr. Malpasa".
f. berupa dividen Rp 15.000.000,00 kepada "PT Profita", dengan catatan bahwa
penyertaan PT Profita pada PT Artha Bhakti hanya 10% dari modal disetor.
g. dividen Rp 20.000.000,00 kepada PT Sugih dengan catatan bahwa penyertaan modal
pada PT Artha Bhakti sebesar 40% dan di samping penerimaan dividen, PT Sugih mempunyai
penghasilan lain dari usaha riil.
Jawaban:
Pajak Penghasilan Pasal 23 yang harus dipotong dan disetor PT Artha Bhakti untuk Oktober 2016 dan
dilaporkan selambat-lambat tanggal 20 bulan berikutnya adalah:
a. Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
b. 15% x 10% x Rp 10.000.000,00 = Rp 150.000,00
c. 15% x 30% x 100/110 x Rp 5.500.000,00 = Rp 225.000,00
d. 15% x 30% x 100/110 x Rp 1.100.000,00 = Rp 45.000,00
e. 15% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.500.000,00
f. 15% x Rp 15.000.000,00 = Rp 225.000,00
g. Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.

Contoh 3 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23


PT Bangun Mandiri yang bergerak dalam bidang konstruksi sedang melakukan pekerjaan
pembangunan gedung baru milik PT Jakarta dengan nilai kontrak sebesar Rp 1.100 000 000 termasuk
PPN. PT Bangun Mandiri tidak memiliki sertifikat sebagai pengusaha Kecil.
Perhitungan PPh Pasal 23 atas jasa konstruksi:
Cara pertama
Nilai kontrak Rp 1.100.000.000,00
PPN10/110 x Rp 1.100.000.000,00 Rp 100.000.000,00
Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 Rp 1.000.000.000,00
PPh Pasal 23 yang harus dipotong adalah:
15% x 13,33% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
atau
2%xRp 1.000.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Cara kedua
15% x 13,33 x 100/110xRp 1.100.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
2%x100/110xRp 1.100.000.000,00 = Rp 20.000.000,00

Contoh 4 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23


Misalkan CV Mapasa mendapatkan kontrak dari Pusdiklat Pajak untuk membangun kantin senilai Rp
880.000.000,00 termasuk PPN.
Nilaikontrak Rp 880.000.000,00
PPN10/110 x Rp 880.000.000,00 Rp 80.000.000.00
DasarPengenaan Pajak PPh Pasal 23 Rp 800.000.000,00
2% x Rp 800.000.000 = Rp 16.000.000,00 (bersifat Final)
2% x 100/110 x Rp 880.000.000 = Rp 16.000.000,00 (bersifat Final)

Contoh 5 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23


Untuk kesuksesan membuka cabang usaha di daerah daerah dalam rangka mengembangkan jaringan
pemasaran. PT Indosaver membuat kontrak dengan perusahan telekomunikasi satelit PT Telekosat
untuk memasang jaringan komomunikasi satelit dengan nilai kotrak Rp. 2.000.000.000,00 belum
termasuk PPN.
Perhitungan PPh Pasal 23 atas jasa telekomunikasi:

54
Nilai kontrak Rp 2.000.000.000,00
PPN10% x Rp 2.000.000.000,00 = Rn 200.000.000.00
]umlah tagihan Rp 2.200.000.000,00
PPh Pasal 23 yang harus dipotong adalah
15% x 30% x Rp 2.000.000.000,00 = Rp 90.000.000,00
Contoh 6 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23
Penerbit Salemba membayar royalty kepada penulis pada bulan Agustus 2016 sebagai berikut :
Nama Jumlah Keterangan
Penulis pembayaran
Tuan A Rp 35.000.000 Mempunyai NPWP, menikah dengan 2 tanggungan
Tuan B Rp 24.000.000 Tidak Mempunyai NPWP, tidak menikah tanpa tanggungan
Nona X Rp 75.000.000 Mempunyai NPWP, menikah tanpa tanggungan
Nyonya Y Rp 9.500.000 Tidak Mempunyai NPWP, menikah tanpa tanggungan, suami
berpnghasilan
Penyelesaian :
Nama PPh yang dipotong Tambahan PPh karena tidak ber Jumlah PPh
Penulis NPWP yang dipotong
Tua 15%x Rp 35.000.000 = Rp 5.250.000 Rp 5.250.000
nA
Tuan B 15%x Rp 24.000.000 = Rp 3.600.000 100%X Rp 3.600.000= Rp Rp 7.200.000
3.600.000
Nona X 15%x Rp 75.000.000 = Rp 11.350.000 Rp 11.350.000
Nyonya Y 15%x Rp 9.500.000 = Rp 1.425.000 100%X Rp 1.425.000= Rp Rp 2.850.000
1.425.000

I. SOAL LATIHAN :
1. PT Perdana bekedudukan di Semarang memiliki NPWP, pada bulan oktober melakukan
transaksi pembayaran sbb :
a. Pada Tanggal 10 Oktober 2016 membayar bunga sebesar Rp 3.000.000 pada bank
Manda
b. Pada Tanggal 15 Oktober 2016 Membayar royalti kepada beberapa penulis :
a) Kepada Monalisa, memiliki NPWP senilai Rp 10.000.000
b) Kepada Yogananta, tidak memiliki NPWP senilai Rp 15.000.000
c) Kepada Riskayanti, memiliki NPWP senilai Rp 20.000.000
c. Pada Tanggal 20 Oktober 2016 biaya reparasi sebesar Rp 12.000.000 pada PT. Maju Jaya,
ber NPWP.
d. Pada Tanggal 22 Oktober 2016 membayar fee sebesar Rp 17.000.000 kepada kantor
Akuntan Publik Dwinanda, ber NPWP
e. Pada Tanggal 22 Oktober 2016 membayar sewa bis sebesar Rp 5.000.000 pada PO. Faris
ber NPWP
Hitung PPH pasal 23 yang harus dipotong dan disetor PT Perdana
2. PT Cintia bekedudukan di Semarang pada bulan oktober melakukan transaksi
pembayaran sbb :
a. Bunga sebesar Rp 40.000.000 pada bank Manda
b. Sewa angkutan darat pada PT nusanta sebesar Rp 32.000.000
c. Biaya reparasi sebesar Rp 42.000.000 termasuk PPN pada PT. Autoto Mobil
d. Sewa mesin Poto copy pada PT Copy data sebesar Rp51.000.000 termasuk PPN
e. Berupa devidn sebesar Rp 65.000.000 pada saudara Faris
f. Berupa deviden sebesar Rp 70.000.000 pada PT Elok yang memiliki saham 15%
g Berupa deviden sebesar Rp 85.000.000 pada PT FIFI yang memiliki saham 40%
Hitung PPH pasal 23 yang harus dipotong dan disetor PT Cintia
3. Penerbit Salemba membayar royalry kepada penulis pada bulan Agustus 2016 sebagai
berikut :
Nama Penulis Jumlah Keterangan

55
pembayaran
Tuan A Rp 45.000.000 Mempunyai NPWP, menikah dengan 2 tanggungan
Tuan B
Rp 34.000.000 Tidak Mempunyai NPWP, tidak menikah tanpa tanggungan
Nona X
Rp 65.000.000 Mempunyai NPWP, menikah tanpa tanggungan
Nyonya Y
Rp 12.500.000 Tidak Mempunyai NPWP, menikah tanpa tanggungan,
suami berpnghasilan
Hitung PPH pasal 23 yang harus dipotong dan disetor Penerbit Salemba Empat

BAB VI
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Tujuan pembahasan Bab VI mengenai materi pajak penghasilan Pasal 24 adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. memahami Pajak penghasilan (PPh) pasal 24
2. memahami Penggabungan penghasilan
3. memahami batas maksimum kredit pajak
4. memahami batas maksimum kredit pajak
untuk setiap negara (per country limitation)
5. memahami rugi usaha di luar negeri
6. memahami cara melaksanakan kredit pajak
luar negeri

1. Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas


Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan Wajib Pajak termasuk penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Jadi Pajak Penghasilan dikenakan kepada Wajib
Pajak tanpa memandang apakah penghasilan tersebut diperoleh dari dalam negeri ataupun dari luar
negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan.
2. Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak
terdapat penghasilan dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayarkan atau terutang di luar
negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di
Indonesia.
3. PPh Pasal 24 merupakan kredit pajak luar
negeri yang dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan
penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit dengan menerapkan
per country limitation (KMK No. 640/KMK.04/1994).

A. PENGGABUNGAN
PENGHASILAN
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakuakan sebagai berikut:
1. Penggabungan penghasilan dari usaha
dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan
dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
3. Penggabungan penghasilan yang berupa
dividen (pasal18 ayat 2 UU No.10/1994) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut ditetapkah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan

56
B. BATAS MAKSIMUM KREDIT
PAJAK
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini yang paling
kecil :
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di
luar negeri.
2. (Penghasilan luar negeri: Seluruh
Penghasilan Kena Pajak) x Seluruh PPh (berdasar pasal 17).
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh
penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada
penghasilan luar negeri).

C. BATAS MAKSIMUM KREDIT


PAJAK UNTUK SETIAP NEGARA (PER COUNTRY LIMITATION)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas
maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.

D. RUGI USAHA DI LUAR NEGERI


Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita di Luar Negeri.

E. CARA MELAKSANAKAN
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang
berasal dari luar negeri.
2. Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang
disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut
dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Contoh 1 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 24


PT Batujagar Nauli di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di negara X. Z Inc.
tersebut pada tahun 2016 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak penghasilan yang
berlaku di negara X adalah 48% dan pajak dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen
tersebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc. US$100,000.00
Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Z Inc. (48%) US$ 48,000.00
US$ 52,000.00
Pajak atas dividen (38%) US$ 19.760.00
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak penghasilan yang terutang atas PT
Batujajar Nauli adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$19,760.00.
Pajak penghasilan (corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$48,000.00 tidak dapat dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US$48,000.00 tersebut
tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Batujagar Nauli dari luar
negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.

Contoh 2 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 24


PT. Indoindustri di Jakarta, pada tahun 2016 memperoleh penghasilan sebagai berikut:

57
 Penghasilan dari luar negeri Rp 100.000.000,00
Pajak atas penghasilan terutang di luar negeri Rp 30.000.000,00
 Penghasilan dari dalam negeri Rp 200.000.000,00
Penghitungan maksimum kredit pajak PPh Pasal 24:
Penghasilan luar negeri Rp 100.000.000,00
Penghasilan dalam negeri Rp 200.000,000.00
Penghasilan kena pajak Rp 300.000.000,00
Pajak penghasilan terutang :
25% x Rp 300.000.000,00 = Rp 75.000.000,00

Maksimum PPh Pasal 24 yang dapat dikriditkan :


= Pengahsilan Luar Negeri/Pennghasilan kena pajak x PPh terutang
= Rp100.000.000/Rp300.000.000 x Rp 75.000.000 = Rp 25.000.000
Walaupun pajak yang terutang di luar negeri berjumlah Rp 30.000.000,00 maksimum PPh Pasal 24
yang dapat dikreditkan pengkreditan adalah Rp 25.000.000.. Sehingga pajak yang harus dibayar oleh
PT. Indoindustri sebesar Rp 75.000.000-Rp 25.000.000 =Rp 50.000.000

Sebaliknya, bila pajak yang terutang di luar negeri adalah Rp 20.000.000,00, maka walaupun
perhitungan menunjukkan nilai sebesar Rp 28.000.000, maksimum PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan hanya sebesar Rp 20.000.000,00 saja. Sehingga pajak yang harus dibayar oleh PT.
Indoindustri sebesar Rp 75.000.000-Rp 20.000.000 =Rp 45.000.000

Contoh 3 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 Penggabungan Penghasilan


PT Indoglobal di Jakarta, pada tahun pajak 2016 menerima/memperoleh penghasilan neto dari sumber
luar negeri.
Rincian penghasilannya dari luar negeri setelah dikonversi ke nilai rupiah adalah sebagai berikut:
1) Hasil usaha di kota Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun pajak 2016 sebesar Rp
900.000.000,00
2) Dividen atas pemilikan saham pada Aborigina Ltd. di Sidney, Australia sebesar
Rp 300 000.000,00 yang diperolehnya dari keuntungan tahun 2014 yang ditetapkan oleh RUPS
tahun 2015 dan baru dibayarkan dalam tahun 2016;
3) Dividen atas penyertaan saham sebanyak 50 % pada Meng Corporation di Singapura yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, sebesar Rp 100.000 000,00, yang berasal dari
keuntungan tahun 2014, dan berdasarkan keputusan menteri keuangan, saat perolehannya tahun
2016; dan
4) Bunga kwartal IV tahun 2016 sebesar Rp 200.000.000,00 dari Kaitak Corporation di
Hongkong yang baru akan diterima pada Agustus 2017;
Penghasilan yang bersumber dari luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dari dalam negeri
untuk tahun 2016 adalah penghasilan dari:
1) Kuala lumpur, Malaysia (2016) sebesar Rp 900.000.000,00;
2) Sidney, Australia (2016) sebesar Rp 300.000.000,00; dan
3) Singapura sebesar (2016) Rp 100.000.000,00;
sedangkan penghasilan dari Hongkong sebesar Rp 200.000.000,00 akan digabungkan dengan
penghasilan untuk tahun pajak 2017.
Apabila WP dalam negeri mengalami kerugian di luar negeri, maka dalam menghitung penghasilan
kena pajak, kerugian di luar negeri tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dari Indonesia.

Contoh 4 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 Penghitungan Pengkreditan Pajak Luar


Negeri
PT. Danau Toba di Medan pada tahun 2016 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut (setelah
dikonversi ke nilai rupiah):
a. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp 1.100.000.000,00

58
b. Penghasilan (laba) di negara Jepang sebesar Rp 600.000.000,00. Misalnya, tarif pajak yang
berlaku 30%, sehingga pajak yang dibayar adalah Rp 180.000.000,00
c. Penghasilan (laba) di negara Inggris sebesar Rp 400.000.000,00. Misalnya, tarif yang berlaku
40%, sehingga besar pajak yang dibayar adalah Rp 160.000.000,00.
d. Kerugian di negara Singapura sebesar Rp 600.000.000,00
Penyelesaian :
a. Menghitung PPh terutang
Jumlah penghasilan keno pajak adalah:
Penghasilan new didalam negeri Rp 1.100.000.000,00
Penghasilan neto di luar negeri:
Laba di Jepang Rp 600.000.000,00
Laba di Innggris Rp 400.000.000,00
Rugi di Singapura Rp 0,00
Jumlah penghasilan dari luar negeri Rp 1.000.000.000,00
Penghasilan kena pajak Rp 2.100.000.000,00
Undang-Undang PPh adalah:
25% x Rp 2.100.000.000,00 = Rp 525.000.000,00

Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang di Indonesia
setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak
boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan di luar negeri terhadap
penghasilan kena pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, dan
setinggi-tingginya sama dengan pajak terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan
kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Untuk penghasilan luar negeri yang berasal dari beberapa negara, berdasarkan ketentuan,
penghitungan kredit pajaknya harus dilakukan untuk masing-masing negara. Sehingga, batas
maksimum kredit pajak PT Danau Toba pada contoh di atas adalah sebagai berikut:
b. Menghitung kridit pajak di Jepang dan Inggris
Untuk di Jepang:
600.000.000,00/2.100.000.000,00 x Rp 525.000.000,00 = Rp 150.000.000,00
Pajak terutang di Jepang sebesar Rp 180.000.000,00 tetapi jumlah yang dapat dikreditkan di Indonesia
adalah sebesar Rp 150.000.000,00
Untuk di Inggris:
400.000.000,00 /2.100.000.000,00x Rp 525.000.000,00 = Rp 100.000 .000,00
Pajak terutang di Inggria sebesar Rp 160.000.000,00 tetapi jumlah yang dapat dikreditkan di Indonesia
adalah sebesar Rp 100.00.000,00.
c. Total kridit pajak
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka besarnya pajak terutang yang dapat dikreditkan oleh PT
Danau Toba di Medan terhadap kewajiban pajaknya di Indonesia adalah sebesar Rp 150.000.000,00 +
Rp 100.000.000,00. = Rp250.000.000.
d. Pajak yang harus dibayar ke kas negara
Dengan demikian, maka besarnya pajak yang harus dibayar di Indonesia adalah:
Rp 525.000.000,00 - Rp 250.000 .000,00 = Rp275.000.000,00

Contoh 5 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 24


PT. Laba besar berkedudukan di Jakarta, pada tahun 2016 memperoleh penghasilan neto sebagai
berikut:
a. Penghasilan dari usaha di dalam negeri rugi sebesar (Rp 500.000.000,00)
b. Penghasilan dr usaha di luar negri untung sebesar (Rp300,000.000 pjk ln) Rp1.000.000.000,00
Penghasilan kena pajak adalah Rp 500.000.000,00
PPh terutang sebesar (25% x Rp 500.000.000,00 = Rp 125.000.000.00

Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:


1.000.000.000.00/500.000.000,00 x Rp 125.000.000,00 = Rp 250.000.000,00

59
Berdasarkan perhitungan di atas, karena ternyata besarnya pajak yang dibayar di luar negeri dan batas
maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan masih lebih besar daripada jumlah pajak
terutang di Indonesia, maka besarnya kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan
adalah sebesar PPh terutang di Indonesia Rp 125.000.000,00. Sehingga pajak yang dibayar ke negara
adalah Rp 125.000.000-Rp 125.000.000 = Rp 0

F. SOAL LATIHAN :
1. PT. Danau Toba di Medan pada tahun 2016 memperoleh penghasilan neto sebagai
berikut (setelah dikonversi ke nilai rupiah):
a. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp 5.400.000.000,00
b. Penghasilan (laba) di negara Jepang sebesar Rp 3.000.000.000,00. Misalnya, pajak
yang dibayar adalah Rp 800.000.000,00
c. Penghasilan (laba) di negara Inggria sebesar Rp 4.800.000.000,00. Misalnya, besar
pajak yang dibayar adalah Rp 900.000.000,00.
d. Kerugian di negara Singapura sebesar Rp 1.800.000.000,00
Diminta :
a) Penghitungan pajak PPh yang terhutang bagi PT Danau Toba
b) Berapa maksimum PPh Pasal 24 yang dapat dikriditkan dijepang dan ingris
c) Penghitungan pajak PPh Pasal 24, yang merupakan jumlah dari kridit pajak di Jepang
dan Inggris !
d) Berapa pajak yang harus dibayar PT. Danau Toba!
2. PT. Indoifaris di Jakarta, pada tahun 2016 memperoleh penghasilan sebagai berikut:
Penghasilan dari luar negeri Rp 2.330.000.000,00
Pajak atas penghasilan terutang di luar negeri Rp 495.000.000,00
Penghasilan dari dalam negeri (Rp 1.950.000.000,00)
Diminta :
a. Penghitungan PPh terutang PT. Indoifaris !
b. Berapa maksimum PPh Pasal 24 yang dapat dikriditkan
c. Berapa Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak
penghasilan yang terutang atas PT. Indoifaris?
d. Berapa pajak yang harus dibayar PT. Indoifaris!
3. PT. Laba besar berkedudukan di Jakarta, pada tahun 2016 memperoleh penghasilan
neto sbb:
a. Penghasilan dari usaha di dalam negeri rugi sebesar (Rp 1.500.000.000,00)
b. Penghasilan dr usaha di luar negri untung sebesar (Rp500,000.000 pjk ln) Rp2.000.000.000,00
Hitung Batas maksimum kredit pajak luar negeri dan berapa pajak yang dibayar ke kas negara!
4. PT. Danau Toba di Medan pada tahun 2016 memperoleh penghasilan neto sebagai
berikut (setelah dikonversi ke nilai rupiah):
a. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp 1.500.000.000,00
b. Penghasilan (laba) di negara Jepang sebesar Rp 800.000.000,00. Misalnya, pajak yang dibayar
adalah Rp 100.000.000,00
c. Penghasilan (laba) di negara Inggris sebesar Rp1.400.000.000,00. Misalnya,besar pajak yang
dibayar adalah Rp 460.000.000,00.
d. Kerugian di negara Singapura sebesar Rp 600.000.000,00
Hitung Batas maksimum kredit pajak luar negeri dan berapa pajak yang dibayar ke kas negara !

60
BAB VII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Tujuan pembahasan Bab VII mengenai materi pajak penghasilan Pasal 25 adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :

1. memahami Pajak penghasilan (PPh) pasal 25


2. memahami rumus menghitung besarnya pph
pasal 25
3. memahami pajak yang dibayar sendiri
4. memahami beberapa masalah untuk
menghitung besarnya pph pasal 25
5. memahami hal-hal tertentu untuk
perhitungan besarnya angsuran pph pasal 25
6. memahami angsuran pph pasal 25 bagi wp
baru, bank, bumn, bumd, dan wp tertentu lainnya

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:


1. Wajib Pajak membayar sendiri (pasal 25)

61
2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh
pihak ketiga (pasal 21, 22, 23 dan 24).

A. RUMUS MENGHITUNG
BESARNYA PPh PASAL 25
Apabila dibuatkan skema adalah sebagi berikut:
yang Jumlah Pajak Penghasilan terutang (pada akhir periode) sesuai SPT xxx
dikurangi dengan:
1. PPh yang dipotong pemberi kerja (PPh Pasai 21) xxx
2. PPh yang dipungut pihak lain (PPh Pasal 22) xxx
3. PPh yang dipotong pihak lain (PPh Pasal 23 xxx
4. Kredit PPh Iuar negeri (PPh Pasal 24) xxx
5. PPh yang dibayar sendiri (PPh Pasal 25) xxx xxx
Kurang/lebih bayar xxx
Apabila masih ada yang kurang, harus dibayar terlebih dahulu (sesuai dengan pasal 29) sebelum
memasukkan SPT Tahunan.

PPh Pasal 25:


Pajak yang dibayar sendiri (merupakan angsuran) dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak sendiri.
Cara menghitung:
1/12 x (PPh yang terutang sesuai SPT - Kredit Pajak) Catatan:
Angsuran PPh Pasal 25 tahun yang lalu harus dikeluarkan dari perhitungan tersebut di atas. Dengan
demikian kredit pajak yang diperbolehan adalah PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24.

B. BEBERAPA MASALAH UNTUK


MENGHITUNG BESARNYA PPh PASAL 25
1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
Besarnya ansuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, sepanjang tidak
kurang dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu
2. Apabila diterbitkan SKP untuk 2 tahun
sebelum tahun SPT
Apabila angsuran pajak sesuai SKP lebih besar daripada angsuran pajak sesuai SPT, maka
besarnya angsuran pajak PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan SKP tahun pajak terakhir.
3. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan
SKP untuk 2 tahun sebelumnya
Apabila angsuran pajak menurut SKP lebih besar daripada angsuran pajak bulan sebelumnya
berdasar ayat PPh Pasal 25 ayat 1, 2, atau 3, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan SKP Tahun Pajak terakhir mulai bulan berikutnya dari SKP.
4. Angsuran PPh Pasal 25 jika SPT Tahunan
PPh lebih bayar
Jika SPT Tahunan lebih bayar sebelum ada keputusan Dirjen Pajak, besarnya angsuran PPh pasal
25 sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, sepanjang tidak
kurang dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu.
C. HAL-HAL TERTENTU UNTUK
PERHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PPh PASAL 25
Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila:
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan teratur.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat Batas waktu yang ditentukan.
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.

62
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan
lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

D. ANGSURAN PPh PASAL 25


BAGI WP BARU, BANK, BUMN, BUMD, DAN WP TERTENTU LAINNYA
Sesuai Pasal 25 ayat (7) UU Ph 1995, penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP baru, BUMN, BUMD,
dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sesuai Keputusan Menteri Keuangan No.603/KMK/04/1994. besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap
bulan bagi WP baru dihitung berdasar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif 10% atas
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi,
adalah sebesar jumlah PPh terutang berdasar laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan,
dibagi 12.
Besamya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna usaha dengan hak
opsi yang merupakan WP baru, adalah sebesar jumlah PPh terutang berdasar perkiraan perhitungan
rugi laba triwulan pertama yang disetahunkan, dibagi 12.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan BUMD yang bukan merupakan
bank, adalah sebesar jumlah PPh terutang atas PKP berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan dikurangi PPh Pasal 22, 23,
dan pasal 24 tahun sebelumnya yang diperbolehkan, dibagi 12. Apabila RKAP belum disahkan, maka
besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan
terakhir tahun pajak sebelumnya.
Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan, maka dasar penghitungan PPh
Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto
menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut.

Contoh 1 :
Pajak penghasilan terutang untuk tuan Hakim berdasar surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
tahun 2016 adalah Rp 50.000.000 Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta
yang telah dibayar diluar negeri dalam tahun 2016 adalah :
 Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja Rp 15.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 10.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggera oleh penyelenggera kegiatan Rp 2.500.000
 Pembayaran pajak diluar negeri Rp 7.500.000, semuanya dapat dikriditkan (Pph psl 24)
Diminta :Hitung angsuran bulanan pph Pasal 25 untuk tahun 2017!
Penyelesaian :
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPH tahun 2016 Rp 50.000.000
Kredit pajak :
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000
Jumlah kridit pajak Rp 35.000.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 15.000.000
Besarnya pajak yang harus dibayar setiap bulan pada tahun 2017 oleh wajib pajak sebesar Rp
15.000.000/12 = Rp 1.250.000

Contoh 2 :
Pajak penghasilan terutang untuk PT Perdana berdasar surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
tahun 2016 adalah Rp 125.000.000 Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta
yang telah dibayar diluar negeri dalam tahun 2016 adalah :
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 30.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh dipotong oleh pihak lain Rp 15.000.000

63
 Pembayaran pajak penghasilan diluar negeri Rp 40.000.000, semuanya dapat dikriditkan (Pph
psl24)
Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak lain dan yang dibayar diluar negeri tersebut untuk waktu 8
bulan
Diminta : Hitung angsuran bulanan pph Pasal 25 untuk tahun 2017 !
Penyelesaian :
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPH tahun 2016 Rp 125.000.000
Kredit pajak :
PPh Pasal 22 Rp 30.000.000
PPh Pasal 23 Rp 15.000.000
PPh Pasal 24 Rp 40.000.000
Jumlah kridit pajak Rp 85.000.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000
Besarnya pajak yang harus dibayar setiap bulan pada tahun 2017 oleh wajib pajak sebesar Rp
40.000.000/8 = Rp 5.000.000

Contoh 3 :
Wajib Pajak PT Perdana dalam tahun 2016 memperoleh penghasilan neto Rp 500.000.000. Pajak
yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang telah dibayar diluar negeri dalam tahun
2016 adalah :
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain atas impor barang Rp 50.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh dipotong oleh pihak lain atas sewa , deviden Rp 10.000.000
 Pembayaran pajak penghasilan diluar negeri Rp 40.000.000, dari jumlah tersebut yang dapat
dikriditkan adalah Rp 20.000.000
Surat pemberitahuan tahunan pph disampaikan pada tanggal 30 April 2017. Angsuran pajak Desember
2016 sebesar Rp15.500.000. Pada bulan Agustus 2017 diterima surat ketetapan pajak bahwa angsuran
pajak 2017 adalah Rp 15.750.000.
Diminta :
a. Hitung angsuran bulanan pph bulan Januari s/d April tahun 2017 !
b. Hitung angsuran bulanan pph bulan Mei s/d Agustus tahun 2017 !
c. Hitung angsuran bulanan pph bulan September s/d Desember tahun 2017 !
Penyelesaian :
a. Angsuran bulanan pph bulan Januari s/d
April tahun 2017
Angsuran bulanan pph bulan Januari s/d April tahun 2017 adalah sama dengan angsuran terakhir
bulan Dsember 2016 sebesar Rp 15.500.000
b. Angsuran bulanan pph bulan Mei s/d
Agustus tahun 2017
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPH tahun 2016: 28%xRp 500.000.000 = Rp 140.000.000
Kredit pajak :
PPh Pasal 22 Rp 50.000.000
PPh Pasal 23 Rp 10.000.000
PPh Pasal 24 Rp 20.000.000
Jumlah kridit pajak Rp 80.000.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 60.000.000
Besarnya pajak yang harus dibayar Mei s/d Agustus tahun 2017 oleh wajib pajak sebesar Rp
60.000.000/4 = Rp 15.000.000
d. Angsuran bulanan pph bulan September s/d Desember tahun 2017 !
Angsuran bulanan pph bulan September s/d Desember tahun 2017 adalah sama dengan surat
ketetapan pajak angsuran pajak 2017 adalah Rp 15.750.000.

Contoh 4 :

64
Penghasilan Pt Faris Jaya Tahun 2016 sebesar Rp 120.000.000, Kerugian tahun sebelumnya yang
dapat dikompensasikan Rp 150.000.000. Sisa kerugian tahun sebelumnya yang belum
dikompensasikan Rp 30.000.000
Diminta : hitung PPh Pasal 25 !
Penghitungan PPh pasal 25 tahun 2016 adalah :
Penghasilan tahun 2016 Rp 120.000.000
Sisa kerugian belum dikompensasikan Rp 30.000.000
Rp 90.000.000
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPH tahun 2016: 28%xRp 90.000.000 = Rp 25.200.000
Besarnya pajak yang harus dibayar setiap bulan pada tahun 2017 oleh wajib pajak sebesar Rp
25.200.000/12 = Rp 2.100.000

E. SOAL LATIHAN :
1. Pajak penghasilan terutang untuk tuan Hakim berdasar surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun 2016 adalah Rp 55.000.000 Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh
pihak ketiga serta yang telah dibayar diluar negeri dalam tahun 2016 adalah :
 Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja Rp 10.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 15.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggera oleh penyelenggera kegiatan Rp 3.500.000
 Pembayaran pajak diluar negeriRp 10.500.000, semuanya dapat dikriditkan
Diminta :Hitung angsuran bulanan pph Pasal 25 untuk tahun 2017 !
2. Pajak penghasilan terutang untuk PT Perdana berdasar surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun 2016 adalah Rp 175.000.000 Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh
pihak ketiga serta yang telah dibayar diluar negeri dalam tahun 2016 adalah :
b. Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 50.000.000
c. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh dipotong oleh pihak lain Rp 25.000.000
d. Pembayaran pajak penghasilan diluar negeri Rp 30.000.000, semuanya dapat
dikriditkan
Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak lain dan yang dibayar diluar negeri tersebut untuk waktu 10
bulan
Diminta :Hitung angsuran bulanan pph Pasal 25 untuk tahun 2017 !
3. Wajib Pajak PT Perdana dalam tahun 2016 memperoleh penghasilan neto Rp
520.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang telah dibayar
diluar negeri dalam tahun 2016 adalah :
b. Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain atas impor barang Rp 52.000.000
c. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh dipotong oleh pihak lain atas sewa , deviden Rp 12.000.000
d. Pembayaran pajak penghasilan diluar negeri Rp 42.000.000, dari jumlah tersebut yang dapat
dikriditkan adalah Rp 22.000.000
Surat pemberitahuan tahunan pph disampaikan pada tanggal 30 April 2017. Angsuran pajak Desember
2016 sebesar Rp15.200.000. Pada bulan Agustus 2017 diterima surat ketetapan pajak bahwa angsuran
pajak 2017 adalah Rp 15.250.000.
Diminta :
a. Hitung angsuran bulanan pph bulan Januari s/d April tahun 2017 !
b. Hitung angsuran bulanan pph bulan Mei s/d Agustus tahun 2017 !
c. Hitung angsuran bulanan pph bulan September s/d Desember tahun 2017 !
4. Penghasilan Pt Faris Jaya Tahun 2016 sebesar Rp 140.000.000 Sisa kerugian tahun
sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan Rp 160.000.000. Sisa kerugian tahun sebelumnya
yang belum dikompensasikan Rp 40.000.000
Diminta : hitung PPh Pasal 25 !

65
BAB VIII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Tujuan pembahasan Bab VIII mengenai materi pajak penghasilan Pasal 26 adalah diharapkan
setelah mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. memahami Pajak penghasilan (PPh) pasal 26
2. memahami pemungut atau pemotong pajak penghasilan (PPh) pasal 26
3. memahami objek pajak penghasilan pasal 26
4. memahami tarif pajak penghasilan pasal 26
5. Dapat menghitung pajak penghasilan pasal 26

A. PENGERTIAN

Pajak penghasilan pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

B. PEMUNGUT ATAU PEMOTONG PAJAK


Pemotong PPh pasal 26 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas :
1. Badan pemerintah
2. Subyek Pajak dalam negeri.
3. Penyelenggaraan kegiatan.
4. Bentuk Usaha Tetap,
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya,
Yang dikenakan pemungutan atau pemotongan adalah Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Penghasilan yang dipotong PPh pasai 26 adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Penghasilan yang menjadi obyek PPh pasal 26 adalah:
1. Dividen.
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dam imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang.
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.
5. Hadiah dan penghargaan.
6. Pensiun dan pembayaran berkala Iainnya
Di samping itu, atas setiap penghasilan dari penjualan harta di Indonesia (termasuk capital gain),
kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan pada
perusahaan asuransi luar negeri, dikenakan pemotongan pajak. Besarnya tarif pemotongan adalah 20%
dari perkiraan penghasilan neto.

D. TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Besarnya tarif PPh pasal 26 dibedakan atas kelompok objek PPh pasal 26, seperti berikut:
1. Atas penghasilan yang berupa:
Dividen, bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang, royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,

66
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan
pembayaran berkala lainnya. Besarnya tarif pemotongan adalah 20% dari jumlah bruto.
2. Atas penghasilan yang berupa:
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia (termasuk capital gain), kecuali yang diatur dalam
pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, dan premi asuransi dan premi reasuransi yang
dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri. Besarnya tarif pemotongan adalah 20%
dari perkiraan penghasilan bruto.
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan pada
perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut
a. Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara Iangsung maupun melalui pialang,
sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar.
c. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang,
sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar.
3. Atas penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT di Indonesia, kecuali ditanamkan kembali di
Indonesia, dikenakan tarif pemotongan sebesar 20%.
Penanaman kembali tersebut harus memenuhi ketiga syarat berikut:
a. penanaman kembali dilakukan dalam
bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
pendiri atau peserta pendiri, dan
b. penanaman kembali dilakukan dalam
tahun pajak berjalan atau selambat lambatnya tahun pajak berikutnya, dan
c. tidak mengalihkan penanaman
kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan berproduksi komersiil.

Contoh 1 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26


Penghasilan kena pajak bentuk usaha tetap
di Indonesia Rp 17.500.000.000,00
Pajak penghaailan:
28 % x Rp 17.500.000.000,00 = Rp 4.900.000.000.00 (-)
Penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak Rp12.600.000.000,00
Pajak penghasilan pasal 26 terutang adalah :
20% x Rp 12.600.000.000 = Rp 2.520.000.000.00
Rp 10.080.000.000,00
Apabila penghasilan setelah dikurangi pajak sebesar Rp 12.600.000.000,00 tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia, sesuai dengan keputusan menteri keungan, maka atas penghasilan tersebut tidak
dipotong pajak.

Contoh 2 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26


PT Sejahtera berkedudukan di Bandung mengasuransikan gedung ke perusahaan British Insurance,
Ltd di London (Inggria) senilai Rp 1.000.000.000,00. PT Sejahtera memotong PPh Pasal 26 sebesar
20% x (50% x Rp 1.000.000.000,00) = Rp 100.000.000,00

Contoh 3 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26


Premi yang dibayarkan perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia ke perusahaan asuransi
di luar negeri baik langsung maupun melalui pialang adalah sebesar 10% dari premi yang dibayar. PT
Life Insurance berkedudukan di Indonesia mengasuransikan kembali polis asuransi PT Subur makmur

67
ke perusahaan asuransi Singapore Insurance, Ltd di Singapura Rp 500.000.000,00. PT Life Insurance
memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% x (10% x Rp 500.000.000,00) = Rp 10.000.000,00

Contoh 4 : Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26


PT. Socia di Bandung menurut catatan dalam pembukuan bulan desember 2016 telah memhayar :
a. bunga pinjaman sebesar US$1,000.00 dari Bank of China di Taiwan (Kurs US$1 = Rp
8.500,00). Antara Indonesia dan Taiwan tidak ada Persetujuan Penghindaran pajak Berganda
(P3B).
b. Royalti pemakaian merk tetoron 2000 kepada Teijin Tetoron Japan di Tokyo untuk
1.000.000 yards tekstil a US$ 0.25 per yard (Kurs US$1 = Rp8.500,00). Tarif P3B Indonesia-
Japan = 15%
c. Imbalan sebesar US$ 5,000 kepada Tn Tan Ka Siong, warga negara RRC, tenaga ahli
tekstil yang tinggal di Indonesia hanya pada Bulan Desember 2016. (Kurs US$ 1 = Rp 8.500,00)
Pertanyaan:
Berapa PPh Pasal 26 harus dipotong, disetor dan dilaporkan PT Socia untuk masa Desember 2016.
Jawaban:
a. PPh Pasal 26 = 20% x US$ 1,000 x Rp 8.500,00 = Rp 1.700.000,00
b. PPh Pasal 26 = 15% x 1.000.000 ydsx US$ 0,25 x Rp 8.500,00 = Rp318.750.000,00
c. PPh Pasal 26 = 20% x US$ 5,000 x Rp 8500,00 =Rp 8.500.000,00

E. SOAL LATIHAN

1. PT Sejahtera berkedudukan di Bandung mengasuransikan gedung ke


perusahaan British Insurance, Ltd di London (Inggria) senilai Rp 1.500.000.000,00. Berapa
besarnya memotong PPh Pasal 26
2. Premi yang dibayarkan perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia ke perusahaan asuransi di luar negeri baik langsung maupun melalui pialang adalah
sebesar 10% dari premi yang dibayar. PT Life Insurance berkedudukan di Indonesia
mengasuransikan kembali polis asuransi PT Subur makmur ke perusahaan asuransi Singapore
Insurance, Ltd di Singapura Rp 800.000.000,00. Berapa besarnya PT Life Insurance memotong
PPh Pasal 26
3. PT. Socia di Bandung menurut catatan dalam pembukuan bulan desember
2016 telah memhayar :
a. bunga pinjaman sebesar US$2,000.00 dari Bank of China di
Taiwan (Kurs US$1 = Rp 9.500,00). Antara Indonesia dan Taiwan tidak ada P3B.
b. Royalti pemakaian merk tetoron 2000 kepada Teijin Tetoron
Japan di Tokyo untuk 1.000.000 yards tekstil a US$ 0.35 per yard (Kurs US$1 =
Rp9.500,00). Tarif P3B Indonesia-Japan = 15%
c. Imbalan sebesar US$ 7,000 kepada Tn Tan Ka Siong, warga
negara RRC, tenaga ahli tekstil yang tinggal di Indonesia hanya pada Bulan Desember 2009.
(Kurs US$ 1 = Rp 9.500,00)
Pertanyaan:
Berapa PPh Pasal 26 harus dipotong, disetor dan dilaporkan PT Socia untuk masa Desember
2016.

68
BAB IX
PAJAK PENGHASILAN FINAL

Pengertian Dan Tarif Pph Final

Penghasilan, berdasarkan ketentuan, terdiri dari penghasilan yang merupakan objek


pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Cara pengenaan Pajak Penghasilan atas
penghasilan yang objek pajak dilakukan dengan dua cara. Pertama, dikenakan PPh secara
umum dengan menggunakan tarif umum (tarif Pasal 17) dan pengenaannya dilakukan di SPT
Tahunan. Kedua, dikenakan PPh secara final.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada
saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong
fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh
terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan
demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT
Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu
juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di
SPT Tahunan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-
penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan
kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari
ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan
Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang
PPh.

Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) Yang Dikenakan PPh
Final
PPh yang bersifat final artinya PPh yang dipotong atau dibayar sendiri dari suatu penghasilan
yang pada akhir tahun tidak akan diperhitungkan sebagai pembayaran pajak dimuka (kredit
pajak) maka pada akhir tahun penghasilan yang dipotong PPh Final juga tidak lagi dihitung
ulang PPh-nya (tidak lagi diperhitungkan di SPT Tahunan). Karena PPh yang dipotong
tersebut tidak lagi diperhitungkan sebagai pembayaran pajak dimuka (kredit pajak) maka pada
akhir tahun penghasilan yang dipotong PPh Final juga tidak lagi dihitung ulang PPh-nya
(tidak lagi diperhitungkan di SPT Tahunan).
69
            Dengan prinsip tidak adanya perhitungan ulang PPh atas penghasilan yang dikenakan
PPh final maka bagi WP yang seluruh penghasilannya dikenakan PPh Final, pada akhir tahun
pajak terhutang “NIHIL” karena walaupun penghasilan dan biaya dilaporkan perhitungan
pajak/fiskal akan dikoreksi semua. Adapun jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh Final
beserta tarif dan Dasar Hukumnya secara lengkap dapat dilihat dibawah ini :

Daftar Penghasilan WP Orang Pribadi Yang Dikenakan PPh Final

NO OBJEK PAJAK TARIF DASAR HUKUM


1 Penghasilan yang diterima/diperoleh WP OP dari
transaksi penjualan saham di bursa efek :
PP No.41/1994 jo.
PP No.14/1997 jo
-          Untuk semua transaksi semua saham KMK-282/KMK.04/1997
-          Untuk transaksi penjualan saham sendiri 0,1% x Ph Bruto SE-06/Pj.04/1997 jo
(0,1% x PPh Bruto) + PMK-256/PMK.03/2008
(0,5% x nilai saham pada
saat IPO)

2 Penghasilan WPOP berupa hadiah undian 25% x Ph Bruto PP No.132/2000

3 Penghasilan bunga deposito yang diterima WPOP,


termasuk simpanan pada bank DN yang memiliki
20% x Ph Bruto PP No.131/2000
KMK-51/KMK.04/2001
cabang di LN

4 Penghasilan bunga tabungan, jasa, giro, dan


diskonto SBI
20% x Ph Bruto

5 Penghasilan WPOP dari sewa tanah dan/atau


bangunan
10% x Ph Bruto Pp No.5/2002 jo.

6 Penghasilan yang diterima oleh WPOP dari


investor atas penyerahan bangunan dengan kontrak
5% x Nilai tertinggi dari
nilai pasar dan NJOP
PMK.257/PMK.03/2008

BUT

7 Penghasilan WPOP yang melakukan transaksi


pengalihan hak atas tanah/bangunan
5% x Nilai tertinggi dari
nilai pengalihan dan NJOP
PP No.48/1994 jo.
PP No.27/1996 jo.
PP No.79/1999 jo.
PP No.71/2008 jo.
KMK-392/KMK.04/1996
SE-04/Pj.33/1996 jo
PMK-243/KMK.03/2008

8 Penghasilan yang diteri,a/diperoleh WP/OP atau


Badan berupa bunga dan diskonto obligasiyang di
KEP.227/PJ/2002
KMK-121/KMK.03/2002
jula di bursa efek : PMK.258/PMK.04/2008
-          Diterima WP DN PP No.16/2009
-          Diterima WP LN
20% x Ph Bruto
20% x Ph Bruto

9 Penghasilan WPOP berupa selisih lebih karena


revaluasi aktiva tetap
10% selisih dari
appraisal dan NSBF
nilai PMK.79/PMK.03/2008

10 Penghasilan yang diterima/diperoleh WPOP DN


sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan
PP No.68/2009
0% x (<50 juta)
tertentu berupa :
5% x (<50 juta s.d 100
-          Uang tebusan pensiun & THT yang dibayar
juta)
sekaligus
15% x (<50 juta s.d 500
-          Uang pesangon
juta)
25% x (>500 juta)

70
11 Penghasilan yang diterima oleh OP dengan status
WPLN berupa imbalan atas pekerjaan, jasa atau
20 % x Ph Bruto Pasal 26 UU PPh jo.
PMK-252/PMK.03/2008
kegiatan PER-31/PJ./2009 jo
PER-57/PJ./2009

12 Penghasilan yang diterima oleh pejabat Negara,


PNS, TNI/Polri dan ensiunan berupahonorarium
0%
5  %
PP No.80/2010

dan imbalan lainnya yang dibebankan kepada 15 %


keuangan Negara atau keuangan daerah

13 Penghasilan WPOP berupa bunga simpanan


anggota koperasi
0%
10 %
PMK-112/PMK.03/2010

14 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia yang


diterima WPLN selain BUTdi Indonesia dan premi
20 %  xperkiraan
penghasilan bruto
PPh pasal 26
KMK-24/KMK.04/1994
asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi LN

15 Dividen 6 % x
dibayarkn
jumlah yang PMK-11/PMK.03/2010

Objek Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan Bunga


• Bunga dan diskonto atas deposito, tabungan, dan SBI yang < Rp 7.500.000,00.
• Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank di Indonesia atau cabang bank
LN.
• Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang disahkan
Menkeu.
• Bunga tabungan dalam rangka kepemilikan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah
Sangat Sederhana (RSS) berikut kavling siap bangun.

Contoh 1
Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan melakukan sebuah pembangunan gedung
Kantor Inspektorat Provinsi. Yang menjadi pemenang tender adalah PT Sehat Sejahtera sebagai
pelaksana konstruksi. Sementara Tuan Imam sebagai pengusaha yang statusnya Pengusaha Kena
Pajak (PKP) bertindak sebagai perencana konstruksi.
PT Sehat Sejahtera merupakan perusahaan konstruksi yang mempunyai kualifikasi dalam usaha
kelas menengah. Sementara Tuan Imam merupakan konsultan sipil yang mempunyai sertifikasi
dalam perencanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai dari proyek berdasarkan
kontrak sebesar Rp5.000.000.000 (tidak termasuk PPN).
Pembayaran dilakukan berdasarkan progres pembangunan yang sudah dilaporkan. Pada 2014,
telah dilakukan pembayaran terhadap pelaksanaan konstruksi kepada PT Sehat Sejahtera
tertanggal 22 Juli 2014 dengan jumlah Rp1.500.000.000 atas tagihan tanggal 15 Juli 2014
dengan kode nomor Faktur Pajak 020.000-15.00000650. Pembayaran untuk kontrak perencanaan
konstruksi ke Tuan Imam dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2014 dengan jumlah Rp50.000.000,
atas tagihan tanggal 4 Juli 2014  kode nomor seri Faktur Pajak 020.000-15.00000950.
Berdasarkan keterangan di atas, kewajiban pajak yang harus dipenuhi adalah:
Pemotongan/Pemungutan PPh
Bendahara Inspektorat Provinsi memotong PPh Pasal 4 Ayat 2 atas jasa konstruksi, yaitu:
1. Pelaksanaan Konstruksi PT Sehat Sejahtera dibayar pada 22 Juli 2014: Rp1.500.000.000
x 3% = Rp45.000.000
2. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Imam yang dibayar pada 5 Juli 2014: Rp50.000.000 x
4% = Rp2.000.000 
Pemungutan PPN

71
Bendahara Inspektorat Provinsi mengambil Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari
transaksi jasa konstruksi tersebut.
1. Pelaksanaan Konstruksi oleh PT Sehat Sejahtera dibayar pada 22 Juli 2014: Rp1.500.000.000 x
10% = Rp150.000.000
2. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Imam dibayar pada 5 Juli 2014: Rp50.000.000 x 10% =
Rp5.000.000
Contoh 2
Bank Mahabarata menerima deposito melalui tiga jenis produk yang dimilikinya. Mahapersona
merupakan produk bagi nasabah perorangan dengan bunga 7% p.a.; Mahakorpora merupakan
produk bagi nasabah perusahaan degnan bunga 7,5% p.a.; sedangkan Mahaeksparta merupakan
produk bagi nasabah ekspatriat dengan bunga 6% p.a. Jika rata – rata tertimbang deposito nasabah
bernilai Rp 87.500.000.000,00 dan proporsi masing – masing produk adalah 40%, 50%, dan 10%.
Berapakah besar PPh final yang harus dipotong Bank Mahabarata atas nasabahnya selama 1 tahun?
Jawaban : PPh final = 20% x (87.500.000.000 x ((40% x 7%) + (50% x 7,5%) + (10% x 6%)))
= 20% x (87.500.000.000 x (2,8% + 3,75% + 0,6%)
= 20% x (87.500.000.000 x 7,15%)
= 20% x 6.256.250.000
= Rp 1.251.250.000,00
Contoh 3 :
Koperasi Ramayana bergerak di bidang jasa simpan pinjam pagi pedagang pasar. Atas mediasi
pemerintah kota, koperasi berhasil mengadakan perjanjian dengan asosiasi pedagang di pasar induk
bahwa setiap pedagang diwajibkan menabung sebesar 25% dari laba bersih yang diperoleh setiap
bulannya, dan koperasi akan memberikan bunga 8% p.a yang dibayarkan setiap tanggal 1. Pedagang
pasar induk terdiri atas 250 orang pedagang besar (memiliki laba bersih rata – rata Rp
150.000.000,00 per bulan), dan 750 orang pedagang kecil (memiliki laba bersih rata – rata Rp
120.000.000,00 per bulan). Berapakah besar PPh final yang harus dipotong Koperasi Ramayana di
bulan pertama pelaksanaan program?
Jawaban
Bunga bulanan pedagang kecil = (25% x 120.000.000 x 8% / 12) = Rp 200.000,00
Bunga bulanan pedagang besar = (25% x 150.000.000 x 8% / 12) = Rp 250.000,00
PPh final = 0% x 250 x 200.000 + 10% x 750 x (250.000 – 240.000)
=0 + 750.000
= Rp 750.000,00
Contoh 4 :
Kurupati adalah seorang investor yang aktif melakukan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.
Di tanggal 5 Mei 2012, kerabat Kurupati mengalami kecelakaan dan memerlukan operasi tulang
belakang tiga hari berikutnya. Atas keperluan pembiayaan tersebut, Kurupati harus menjual sekuritas
yang dimilikinya, terdiri atas 20 lot saham GIAA di harga Rp 935,00 per lembar, 30 lot saham BNBR di
harga Rp 95,00 per lembar, dan 10 lot saham ASII di harga Rp 65.555,00 per lembar.
a. Berapakah PPh final yang dikenakan terhadap Kurupati?
b. Bagaimana jika ternyata 5 lot saham ASII Kurupati adalah warisan ayahnya yang merupakan
pendiri perusahaan?
Jawaban :
a. PPh final= 0,1% x ((20 x 500 x 935) + (30 x 500 x 95) + (10 x 500 x 65.555))
= 0,1% x (9.350.000 + 1.425.000 + 327.775.000)
= 0,1% x 338.550.000
= Rp 338.550
b. Jika terdapat transaksi atas saham pengguna, maka tambahan beban pajak dikenakan atas
transaksi tersebut.
PPh final= 338.550 + (0,5% x (5 x 500 x 65.555))

72
= 338.550 + (0,5% x 163.887.500)
= 338.550 + 829.437,50
= Rp 1.157.987,50

Contoh 5 :
Pemerintah kota Arcapada hendak menjalankan suatu mega proyek pembangunan yang bertujuan
guna kepentingan umum yang bersifat tidak memerlukan persyaratan khusus. Atas luasnya area yang
dilibatkan, maka diputuskan bahwa seluruh penduduk Desa Mayapada akan direlokasi, dengan
seluruh tanah dan bangunan yang dimiliki penduduk akan dibeli oleh pemerintah kota. Desa
Mayapada semula dihuni oleh 9.350 kepala keluarga yang tinggal terpisah, 10% di antaranya tinggal
di RS dan RSS, serta memiliki 1.550 kavling lahan kosong. Pejabat pemerintah menetapkan nilai
pengalihan rata – rata rumah hunian adalah Rp 350.000.000,00; RS dan RSS Rp 125.000.000,00; dan
kavling lahan kosong Rp 77.500.000,00 Berapakah besar PPh final yang harus dipotong pemerintah
kepada seluruh penduduk?
Jawaban :
PPh final = 5% x ((90% x 9.350 x 350.000.000) + (1.550 x 77.500.000,00))
+ 1% x (10% x 9.350 x 125.000.000)
= 5% x (2.945.250.000.000 + 120.125.000.000) + 1% x 116.875.000.000
= 5% x 3.065.375.000.000 + 1% x 116.875.000.000
= Rp 154.437.500.000,00
Contoh 6 :
Fa. Kahyangan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi dan berkualifikasi
usaha kecil. Di tahun 2008, perusahaan menerima kontrak sebagai berikut.
a. Pelaksanaan konstruksi prototipe rumah tahan gempa senilai Rp 565.000.000,00 dan perkiraan
penghasilan netto Rp. 135.000.000,00. Kontrak ditandatangani di tanggal 3 Februari,
diserahterimakan dan diterima pembayaran atasnya di tanggal 7 Mei.
b. Perencanaan konstruksi atas proyek jembatan antar pulau, dengan nilai kontrak senilai Rp
1.265.000.000,00 dan perkiraan penghasilan netto Rp. 420.000.000,00. Kontrak ditandatangani
di tanggal 5 Maret, hasil perencanaan diserahterimakan dan diterima pembayaran atasnya di
tanggal 9 Juli.
c. Pelaksanaan konstruksi bandar udara internasional, dengan nilai kontrak Rp 376.500.000.000,00
dan perkiraan penghasilan netto Rp. 25.350.000.000,00. Kontrak ditandatangani di tanggal 1
September, direncanakan untuk diserahterimakan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.
Atas berbagai kontrak tersebut, pajak apakah yang dikenakan dan berapa besarannya?
Jawaban :
a. Berlaku pajak final sesuai ketentuan pasal 10 PP No. 40 Tahun 2009, sebab nilai kontrak tidak
mencapai Rp 1.000.000.000,00 dan perusahaan berkualifikasi usaha kecil.
PPh final = 2% x 565.000.000
= Rp 11.300.000,00
b. Berlaku pajak tidak final sesuai ketentuan PPh 23 UU No. 17 Tahun 2000, sebab nilai kontrak
telah melebihi Rp 1.000.000.000,00.
PPh 23 = 15% x 420.000.000
= Rp 63.000.000,00
c. Berlaku pajak final sesuai ketentuan PP No. 51 Tahun 2008
PPh final = 2% x 376.500.000.000
= Rp 7.530.000.000,00
Contoh 7 :

73
Pandudewanata merupakan salah satu pendiri PT. Nirwana yang berdomisili usaha di Kota
Palembang, dengan kepemilikan 300.000 lembar dari 1.500.000 lembar saham yang beredar. PT.
Nirwana merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan infratruktur IT dan tengah
mengalami perkembangan pesat sebagai dampak modernisasi IT yang tengah menggejala. Atas
kinerja keuangan yang menggembirakan, dewan direksi memutuskan untuk membagi dividen senilai
Rp 650.000.000 di tanggal 31 Desember 2011.
a. Berapakah PPh final yang dikenakan terhadap Pandudewanata?
b. Bagaimana jika kepemilikan Pandudewanata ternyata bersifat dominan (misal 50%)?
c. Bagaimana jika dividen yang dibagikan tidak berasal dari laba ditahan?
d. Bagaimana jika sebelum pembagian dividen perusahaan melakukan stock split dengan rasio 3:1?
300.000 lembar dari 1.500.000 Rp 650.000.000 di tanggal 31 Desember 2011.
Jawaban :
a. PPh final= 10% x ((300.000/ 1.500.000) x 650.000.000)
= 10% x 130.000.000
= Rp 13.000.000,00
b. Status dominansi kepemilikan oleh Pandudewanata tidak mempengaruhi perlakuan perpajakan
terhadap dividen yang diterimanya sebagai WP OP. Pajak yang dikenakan tetap bersifat final.
PPh final= 10% x 50% x 650.000.000
= Rp 32.500.000,00
c. Asal dana pembagian dividen oleh perusahaan tidak mempengaruhi perlakuan perpajakan
dividen yang diterima OP. Pajak yang dikenakan tetap bersifat final.
d. Keberadaan stock split tidak mempengaruhi persentase kepemilikan saham tiap pemilik.
Besaran dividen dan perlakuan perpajakan tidak berubah.

74
BAB X
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH

Tujuan pembahasan Bab X mengenai materi pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah adalah diharapkan setelah mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. memahami dasar hukum
2. memahami pajak pertambahan nilai barang
dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
3. memahami memahami memahami barang
kena pajak (bkp)
4. memahami jasa kena pajak (jkp)
5. memahami pengusaha kena pajak (pkp)
6. memahami objek pajak pertambahan nilai
7. memahami penyerahan barang-barang kena
pajak di luar daerah pabean indonesia
8. memahami pajak pertambahan nilai
ditanggung pemerintah
9. memahami cara kerja sistem pajak
pertambahan nilai
10. memahami cara menghitung pajak
pertambahan nilai
11. memahami kredit pajak
12. memahami pajak masukan yang tidak dapat
dikreditkan
13. memahami pajak penjualan atas barang
mewah (ppn bm)
14. memahami penyerahan barang yang
dikenakan pajak penjualan atas
15. memahami barang mewah
16. memahami dasar pengenaan pajak
17. memahami tarif
18. memahami badan-badan pemungut ppn dan
ppn bm
19. memahami ppn dan ppn bm yang dipungut
oleh direktorat jenderal anggaran
20. memahami saat terutang pajak
21. memahami pengukuhan
22. memahami pencatatan
23. memahami penyetoran
24. memahami surat pemberitahuan masa (spt
masa)

75
A. PENDAHULUAN
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(disingkat UU PPN) mengatur pengenaan atas:
1. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
(PPN)
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn
BM)
Pajak pertambahan Nilai merupakan:
1. Pajak tidak tangsung.
2. Pajak atas konsumsi dalam negeri.
Kelemahan PPn 1951 (Undang-undang yang lama), antara lain:
1. Adanya pajak berganda.
2. Bermacam-macam tarif (ada 9 macam tarif),
sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya.
3. Tidak mendorong ekspor.
4. Belum dapat mengatasi penyelundupan.
Kelebihan PPN 1984 (Undang-undang yang baru), antara lain:
1. Menghilangkan pajak berganda
2. Tarif tunggal, sehingga mempermudah
pelaksanaan.
3. Dapat menghindarkan penyelundupan (lebih
mudah pengawasan)
4. Netral dalam persaingan dalam negeri.
5. Netral dalam perdagangan internasional
6. Netral dalam pola konsumsi.
7. Dapat mendorong ekspor.

B. DASAR HUKUM
Peraturan perundang-undangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah adalah UURI Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UURI Nomor 11 Tahun
1994, dan Perubahan Kedua dengan UU RI Nomor 18 Tahun 2000.

C. PENGERTIAN-PENGERTIAN
1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang di dalamnya berlaku perundang-undangan Pabean.
2. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan
barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
3. Nilai Impor adalah nilai barang berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN tahun 1984.
4. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan
barang dari dalam daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
5. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
6. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli
dan menjual barang tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
7. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah
melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru
atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh
orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.

76
8. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan
Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau
penerimaan Jasa Kena Pajak dan/ atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan luar
Daerah Pabean dan/ atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/ atau impor Barang Kena pajak.
9. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan
Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak.
10. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah
orang pribadi, badan atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
memungut,menyetor,dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada orang pribadi,
badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
11. Masa Pajak adalah jangka waktu yang
lamanya sama dengan satu bulan takwim, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan.

D. BARANG KENA PAJAK (BKP)


1. Pengertian
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud yang dikenakan paiak
berdasarkan Undang-Undang PPN.
2. Pengecualian Barang Kena Pajak
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas
ketompok-kelompok barang sebagai berikut :
a. barang hasil pertanian, basil
perkebunan, basil kehutanan, yang dipetik langsung, yang diambil langsung, atau disadap
langsung dari sumbernya, seperti padi-padian, kelapa sawit, karet;
b. barang hasil peternakan,
perburuan/penangkapan, atau penangkaran, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti
sapi potong, unggas;
c. barang hasil penangkapan atau
budidaya perikanan, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti ikan tuna, teripang,
udang;
d. barang hasil pertambangan dan
pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti crude oil, garam;
e. barang-barang kebutuhan pokok
yang sangat dibatuhkan oleh rakyat banyak, seperti beras, garam beryodium;
f. beberapa jenis barang, karena untuk
menghindari pajak berganda dengan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, misalnya Pajak
Pembangunan 1 dan Pajak tontonan;
g. surat-surat berharga_
h. listrik, kecuali untuk perumahan
mewah;
i. air bersih yang disalurkan melalui
piapa (air PAM)

E. JASA KENA PAJAK (JKP)


1. Pengertian
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
undang PPN.

77
2. Pengecualian Jasa Kena
Pajak
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuaii yang ditentukan lain oleh Undang-undang
PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan
atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, seperti dokter umum, dokter spesialis;
b. jasa di bidang pelayanan sosial, seperti panti asuhan, jasa pemakaman;
c. jasa di bidang pengiriman surat;
d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. jasa di bidang keagamaan, seperti pemberian khotbah atau dakwah;
f. jasa di bidang pendidikan;
g. jasa di bidang kesenian, seperti pementasan kesenian tradisionil;
h. jasa di bidang penyiaran, seperti penyiaran radio dan televisi yang bukan bersifat
iklan;
i. jasa di bidang angkutan umum, seperti angkutan umum di darat dan di taut;
j. jasa di bidang tenaga kerja, seperti jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja;
k. jasa di bidang perhotelan;
l. jasa telepon umum coin-box dan jasa telegram.

F. PENGUSAHA KENA PAJAK


(PKP)
1. Pengertian
a. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha sebagaimana
yang dimaksud pada poin a yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN, tidak
termasuk Pengusaha Kecii (PK) yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali
PK yang memilih untuk dikukuhkan menjadi KP
2. Termasuk Pengusaha Kena Pajak
a. Pabrikan atau produsen.
b. Importir dan indentor.
c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan
pabrikan atau importir.
d. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir.
e. Pemegang hak paten atau merek dagang BKP.
f. Pedagang besar.
g. Pengusaha jasa yang melakukan penyerahan JKP.
h. Pedagang eceran.
3. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban antar lain:
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
b. Membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan kena pajak.
c. Membuat Nota Retur dalam hal terdapat pengembalian BKP.
d. Melakukan pencatatandalam pembukuan mengenai kegiatan
usahanya.
e. Menyetor pajak yang terutang.
f. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
4. Pengecualian Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang mendapat pengecualian pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a. Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kecil

78
b. Pengusaha yang menghasilkan barang yang tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai
c. Pengusaha di bidang jasa jasa yang dikecualikan dari Jasa
Kena Pajak.
5. Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan:
a. BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari
Rp.240.000.000,- atau;
b. JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari
Rp.120.000.000,- .
Dalam hal pengusaha melakukan penyerahan BKP dan JKP, batas peredaran bruto untuk dapat
ditetapkan sebagai PK adalah:
a. Rp.240.000.000,- jika peredaran BKP lebih dari 50
% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto; atau
b. Rp.120.000.000,- jika peredaran JKP lebihdari 50%
(lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto.
6. Wajib lapor.
Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, apabila sampai
dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran brutonya melebihi batas yang telah
ditetapkan. Wajib lapor untuk dikukuhkan menjadi PKP selambat-lambatnya pada akhir bulan
berikutnya. PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila
jumlah peredaran brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi batas yang telah ditentukan.
Apabila diperiksa ternyata tidak memenuhi syarat, maka:
a. Pengukuhan sebagai pengusaha kecil batal, dan untuk
selanjutnya akan dikukuhkan sebagap PKP.
b. PPN yang seharusnya terutang ditagih ditambah sanksi yang
berlaku.
c. Pajak masukan yang telah dibayar sampai dengan saat
pembatalan tidak dapat dikreditkan.
7. Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan Pengusaha
Kecil:
a. Dilarang membuat faktur pajak.
b. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN.
c. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan.
d. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi
pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah ditentukan.
e. Pengusaha kecil yang tidak lapor : untuk ditetapkan
sebagai pengusaha kecil dengan sendirinya memilih sebagai PKP.

G. OBJEK PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. - Syarat-syaratnya adalah:
 barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
 barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud;
 penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
 penyerahan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan Pengusaha yangbersangkutan.
b. Impor BKP yang dilakukan oleh
siapapun.
c. Penyerahan JKP yang dilakukan di
dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
 jasa yang diserahkan merupakan JKP;
 penyrahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

79
 penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan Pengusaha yang
bersangkutan.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
e. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
f. Ekspor BKP oleh PKP.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
a. penyerahan hak atas BKP karena
suatu perjanjian;
b. pengalihan BKP oleh karena suatu
perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
c. penyerahan BKP kepada pedagang
perantara atau juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan pemakaian
cuma-cuma;
e. persediaan BKP dan aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan;
f. penyerahan BKP dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang;
g. penyerahan BKP secara konsinyasi.
Catatan:
Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus atau
karyawan. Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, misalnya:
contoh barang untuk promosi.
3. Pengecualian Objek Pajak
Yang tidal termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
a. penyerahan BKP kepada makelar
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
b. penyerahan BKP untuk jaminan
utang-piutang;
c. penyerahan BKP dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan penyerahan bkp antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin
pemusatan tempat pajak terutang;
d. penyerahan BKP dalam rangka
perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan
yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas BKP.

H. PENYERAHAN BARANG-
BARANG KENA PAJAK DI LUAR DAERAH PABEAN
INDONESIA
Apabila barang pada saat penyerahan berada di luar daerah pabean atau daerah yang dianggap
bukan daerah pabean, maka penyerahan tersebut bukan sebagai objek pengenaan pajak pertambahan
nilai. Hal yang sama apabila barang tersebut diserahkan dalam Bounded Ware House atau pelabuhan
bebas.
Apabila kemudian barang tersebut diserahkan (berdasarkan suatu perjanjian) ke dalam daerah
pabean, maka barang tersebut dianggap sebagai barang impor dan akan dikenakan pajak pertambahan
nilai (kemungkinan juga akan dikenakan pajak penjualan barang mewah).
Apabla barang tersebut dikirim ke luar negeri dan penyerahan dilakukan dalam daerah pabean tetap
dikenakan pajak pertambahan nilai dengan tarif 0%.

80
I. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DITANGGUNG PEMERINTAH
PPN yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang ditanggung pemerintah adalah:
1. Bahan untuk pembuatan uang kertas, uang logam, benda materai dan Pita cukai, dan Pita
Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh pemerintah atau badan yang ditunjuk pemerintah.
2. Uang kertas, uang logam dan traveller's cheque.
3. Makanan ternak dan unggas, dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak dan
unggas.
4. Emas batangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
5. Senjata, amunisi, alat angkut di air, di bawah air, di udara, kendaraan lapis baja dan kendaraan
khusus Iainnya untuk keperluan ABRI yang belum dibuat di dalam negeri.
6. Buku-buku ilmu pengetahuan yang belum diterbitkan di dalam negeri serta tidak untuk
diperdagangkan.
7. Alat perlengkapan kedokteran dan perawatan kesehatan yang dipergunakan langsung untuk
Rumah Sakit Umum milik pemerintah maupun swasta yang belun diproduksi di dalam negeri
serta tidak untuk diperdagangkan.
8. Alat kontrasepsi untuk keperluan Program Keluarga Berencana Nasional.
9. Mesin, perangkat lunak, peralatan, dan bahan Baku yang belum dapat diproduksi di dalam
negeri yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan Badan Usaha Milik Negara.
10. Barang Kena Pajak yang bersifat strategis untuk keperluan pembangunan nasional yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
11. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama. PPN yang terutang
atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu ditanggung pemerintah adalah;
a. Uang kertas. uang logam, Benda materai, pita cokai, pita PPN yang dicetak oleh
Perum PERURI.
b. Rumah murah, rumah sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta
perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar
pendapat Menteri Perumahen Rakyat:
c. Emas batangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk Menteri Keuangan
d. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, di bawah air, dan di udara, kendaraan lapis baja,
serta kendaraan angkutan khusus lain untuk keperluan ASPJ.
e. makanan ternak dan unggas.
f. Air bersih yang disalurkan mealui pipa.
g. Alat kontrasepsi untuk keperluan Program Keluarga Berencana Nasional,
h. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelalaran agama

J. CARA KERJA SISTEM PAJAK


PERTAMBAHAN NILAI
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang
dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), apakah ia pabrikan, importir, agen
utama atau distributor utama. Pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi
dengan tidak ada unsur pemungutan pajak berganda.
Dengan demikian, sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN):
1. Dikenakan atas penyerahan.
2. Dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi.
3. Mekanisme kredit pajak (methode Faktur Pajak).

K. CARA MENGHITUNG PAJAK


PERTAMBAHAN NILAI
Ada 2 (dua) metode dalam menghitung PPN, yaitu:
1. Metode langsung (direct substraction method).
Tarif x pertambahan nilai
Cara ini sulit dilaksanakan.

81
2. Metode tidak langsung (indirect substraction method/tax invoice
method).
Pajak Keluaran - Pajak Masukan
Dalam buku ini yang dibahas adalah cara menghitung PPN dengan menggunakan metode yang kedua
yaitu metode tidak langsung.

L. KREDIT PAJAK
Pajak Masukan yang telah dibayar PKP pada saat perolehan atau impor BKP atau penerimaan JKP
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut PKP pada saat penyerahan BKP atau JKP.
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka
selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke Kas Negara. Sedangkan apabila dalam
suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya,
maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak
berikutnya.

M. PAJAK MASUKAN YANG


TIDAK DAPAT DIKREDITKAN
Tidak semua pajak masukan dapat dikredikan. Pajak masukan tidak dapat dikreditkan bagi
pengeluaran untuk:
1. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
PKP.
2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan Iangsung
dengan kegiatan usaha.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station
wagon, van dan kombi.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
5. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa
Faktur Pajak Sederhana.
6. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) UU PPN dan PPn BM.
7. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6) UU
PPN dan PPn BM
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak
9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

N. PAJAK PENJUALAN ATAS


BARANG MEWAH (PPn BM)
Dengan pertimbangan bahwa:
1. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi,
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak
yang Tergolong Mewah (BKPTM),
3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional,
4. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara, maka atas penyerahan
BKPTM oleh produsen atau atas impor BKPTM, disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

82
Pajak masukan tidak kenal pada PPn BM oleh karena itu PPn BM yang telah dibayar tidak dapat
dikreditkan dengan PPn BM yang terutang.

O. PENYERAHAN BARANG YANG


DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) dikenakan terhadap:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah (BKPTM)
yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKPTM tersebut di dalam Daerah Pabean
dalam lingkungan perusahaan dan pekerjaannya.
2. Impor BKPTM.

P. DASAR PENGENAAN PAJAK


Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Ada
lima macam DPP, yaitu:
1. Harga jual.
2. Penggantian.
3. Nilai impor.
4. Nilai eksor.
5. Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan Undang-undang sebagaimana berikut ini:
1. Dalam hal penyerahan atau penjualan BKP, yaitu terhadap penyerahan barang hasil pabrikasi,
DPP-nya adalah jumlah harga jual
2. Dalam hal penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), misalnya penyerahan bangunan, yang menjadi
DPP adalah penggantian.
3. Dalam hal impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
4. Dalam hal ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen seluas 400 m2 atau lebih, yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya,
DPP-nya adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangunnya tidak termasuk
harga perolehan tanah.
6. Dalam hal pemanfaatan BKP tidak berwujud atau, JKP dari luar Daerah Pabean, DPP-nya
adalah sebesar jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
7. Dalam hal pemakaian sendiri maupun pemberian cuma-cuma, DPP-nya adalah harga jual atau
penggantian, tidak termasuk laba kotor.
8. Dalam hal penyerahan media rekaman suara atau gambar, DPP-nya adalah perkiraan harga
jual rata-rata.
9. Dalam hal penyerahan film ceritera, DPP-nya adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
10. Untuk persediaan BKP maupun aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, DPP-nya adalah harga
pasar wajar.
11. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau pariwisata maupun jasa pengiriman paket, DPP-
nya adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Q. TARIF
Tarif Pajak Pertambahan Nilai.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan Tarif PPN atas ekspor
BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN,
tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang-barang yang diekspor dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk
pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5%
(lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima betas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif
tunggal.

83
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dengan Peraturan Pemerintah, dapat
ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh
persen) dan tarif tertinggi sebear 50% (lima pulu persen). Taraif PPn BM yang berlaku sekarang
ini adalah 10%, 20% dan 35%. Untuk ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
(BKPTM); dikenakan tarif 0% (nolpersen). PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKPTM
yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi).
R. BADAN-BADAN PEMUNGUT
PPN DAN PPn BM
Badan-badan yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPn BM menurut Keputusan Presiden Nomor
56 tahun 1988 adalah:
1. Direktorat Jenderal Anggaran.
2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah Tingkat I dan II.
3. Pertamina.
4. Kontraktor-kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang
Minyak dan Gas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya.
5. Badan Usaha Milik Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah.
6. Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah.

S. PPN dan PPn BM YANG


DIPUNGUT OLEH DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
Tata cara pemungutan PPN dan PPn BM oleh Direktorat Jenderal Angaran adalah sebagai berikut:
1. Pemungutan dilakukan bersamaan dengan saat pembayaran, dengan
cara pemotongan secara langsung dari tagihan rekanan pemerintah pada Surat Pemerintah
Membayar yang bersangkutan.
2. Dalam jumlah pembayaran sudah termasuk PPN.
3. Pemungutan PPN berjumlah 10/110 x jumlah pembayaran.
4. Bila terutang PPn BM:
a. Dengan tarif 10% maka pemungutan PPN berjumlah 10/120
x jumlah pembayaran dan pemungutan PPn BM berjumlah 10/120 x jumlah pembayaran.
b. Dengan tarif 20% maka pemungutan PPN berjumlah 10/130
x jumlah pembayaran dan pemungutan PPn BM berjumlah 20/130 x jumlah pembayaran.
c. Dengan tarif 35% maka pemungutan PPN berjumlah 10/145
x jumlah pembayaran dan pemungutan PPn BM berjumlah 35/145 x jumlah pembayaran.
T. SAAT TERUTANG PAJAK
Pajak terutang pada saat:
1. Penyerahan BKP atau JKP.
2. Impor BKP.
3. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
atau pemanfaatan BKP atau JKP.
4. Pemanfaatan BKP atau JKP di dalam Daerah Pabean.

U. TEMPAT TERUTANG PAJAK


1. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak:
a. Tempat tinggal.
b. Tempat kedudukan.
c. Tempat kegiatan usaha dilakukan.
Jika mempunyai lebih dari satu tempat usaha, atas permohonan pengusaha kena pajak dapat
ditetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang. Yang menentukan adalah
tempat administrasi penjualan.
2. Untuk Impor, di tempat barang kena pajak dimasukkan ke dalam
Daerah Pabean. Dihubungkan dengan tempat penyelesaian bea masuk /PPUD.

84
3. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar
Daerah Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak.
V. PENGUKUHAN
Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dikenakan pajak,
wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak, dan kepadanya diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP). Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikenakan sanksi perpajakan.
Tempat Melaporkan
Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha
dilakukakan. Sedangkan bagi pengusaha badan pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Jika pengusaha
orang pribadi atau badan mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat
Jenderal Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP baik di kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan usaha pengusaha
maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha
dilakukan.
W. PENCATATAN
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang wajib melakukan pencatatan atau yang wajib
menyelenggarakan pembukuan, tetapi tidak melaksanakannya, dan tahun bukunya tidak diketahui,
maka tahun buku PKP tersebut disamakan dengan tahun takwim.
1. Wajib mencatat semua jumlah harga perolehan dan penyerahan dalam
pembukuan.
2. Yang dicantumkan:
a. Nama Barang
b. Satuan (kuantum)
c. Harga Perolehan/Nilai Impor
d. Harga JuaI/Pengantian/Nilai Ekspor
3. Dicantumkan secara terpisah dan jelas masing-masing untuk yang:
a. Terutang Pajak
b. Tidak Tertutang Pajak
c. Dikenakakan tarif 0%
d. Dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah

X. PENYETORAN
1. Selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim
berikutnya Jika tanggal 15 hari libur, penyetoran dilakukan hari kerja berikutnya.
2. Untuk impor, penyetoran dilakukan pada hari kerja
berikutnya, kecuali yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetor pada hari itu juga.
Y. SURAT PEMBERITAHUAN
MASA (SPT MASA)
Surat Pemberitahuan Masa merupakan laporan bulanan yang dapat disampaikan oleh pengusaha kena
pajak, mengenai perhitungan dari:
1. Pajak masukan berdasarkan realisasi pembelian Barang Kena Pajak atau realisasi penerimaan
Jasa Kena Pajak
2. Pajak keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
3. Penyetoran pajak atau kompensasi.
Bagi Pengusaha Kena Pajak penyampaian SPT bersifat:
1. Wajib melaporkan perhitungan pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak (Kantor
Pelayanan Pajak)
2. Dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.
3. Menggunakan formulir SPT masa.

85
4. Keterangan dan dokumen yang dicantumkan dan/atau dilampirkan pada SPT Masa ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
5. SPT diangap tidak dimasukkan jika tidak atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan UU
PPN
6. Perhatikan juga Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

BAB XI
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Tujuan pembahasan Bab XI mengenai Pajak Bumi Dan Bangunan adalah diharapkan setelah
mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. Memahami Dasar Hukum pajak bumi dan bangunan
2. Memahami Pengertian-Pengertian pajak bumi dan bangunan
3. Memahami Objek Pajak pajak bumi dan bangunan
4. Memahami Subjek Pajak pajak bumi dan bangunan
5. Memahami Tarif Pajak pajak bumi dan bangunan
6. Memahami Besarnya Pajak Yang Terutang pajak bumi dan bangunan
7. Memahami Tahun Pajak, Saat, Dan. Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang pajak bumi
dan bangunan

86
A. DASAR HUKUM
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang no 12 tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang no 12 tahun 1994.
Asas Pajak Bumi dan Bangunan:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
2. Adanya kepastian hukum.
3. Mudah dimengerti dan adil.
4. Menghindari pajak berganda.

B. PENGERTIAN-PENGERTIAN
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah
dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah.
a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek
bangunan.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Pagar mewah.
e. Tempat olah raga.
f. Galangan kapal, dermaga.
g. Taman mewah.
h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa
minyak.
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli Nilai Jual
Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Yang dimaksud dengan:
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan metode
penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain
yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
 Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada
saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek
tersebut.
 Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak
berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan
Undang-undang pajak bumi dan bangunan.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jendral
pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jendral Pajak
menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) berdasarkan SPOP (Surat Pemberitahuan
Objek Pajak) wajib pajak.

C. OBJEK PAJAK
1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi/atau bangunan.
2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah
pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta
untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut,

87
a. Letak.
b. Peruntukan.
c. Pemanfaatan.
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifkasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Bahan yang digunakan.
b. Rekayasa.
c. Letak.
d. Kondisi lingkungan dan Lain-lain.
3. Pengecualian Objek Pajak.
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah ojek pajak yang:
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain:
1) di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara.
2) di biang kesehatan, contoh: rumah sakit.
3) di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren.
4) di bidang sosial, contoh: panti asuhan.
5) di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum,
candi.
b. Digunakan untuk kuburan, kepentingan purbakala atau yang
sejenis dengan itu.
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai aleh desa dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat, berdasarkan
asas perlakuan timbal batik.
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
Internasional, yaitu antara lain:
1) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
2) Badan-badan Internasional dari PBB
3) Kerjasama Teknik Bilateral
4) Colombo Plan
5) Kerjasama Kebudayaan
6) Organisasi ASEAN
Catatan :
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek
pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan; pendidikan dan
kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai
pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
4. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajanya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai digunakan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak bumi
dan bangunan adalah pajak negara yang sabagian besar penerimaannya merupakan pendapatan
daerah yang antara lain dipergunakan untuk fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah
Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran pajak bumi dan
bangunan.
Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perseorangan dan/atau bukan yang digunakan oleh
negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan.
5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan sebesar Rp.8.000.000,- untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak

88
mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang
nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi
NJOPTKP.
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menentukan besarnya ,NJOPTKP dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek
pajak setiap tahunnya.

D. SUBJEK PAJAK

1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan
demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
3. Dalam hal atas suatu objek belum jelas diketahui wajib pajaknya,
Direkturat Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1
sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk
menentukan subjek wajib pajak apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya.
4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no. 3
dapat memberikan keterangan secara terrtalis kepada Direkturat Jendera Pajak bahwa ia bukan
wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui,
maka Direktur Jendral Pajak membatalkan penelapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no.
3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jendral
Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan sebagaimana dalam no. 4 Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
Apabila Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur
dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib
pajak.

E. TARIF PAJAK
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen).
Empat Dasar Pengenaan Dan Cara Menghitung Pajak
1. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak.
2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh
Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan
perkembangan daerahnya.
3. Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari .Nilai Jual Objek Pajak.
4. Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Pada dasarnya penetapan nilai Jual Objek Pajak adalah 3 tahun sekali. Namun demikian untuk
daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan nilai jual objek
pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.
Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta
memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah
nilai juai yang dipergunakan sebagai, dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari
nilai jual sebenarnya.
Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani wajib pajak di daerah
pedesaan, tetapi dengan tetap memperhatikan penerimaan, khususnya bagi Pemerintah Daerah, maka

89
telah ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu
sebesar 20% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJKP = AV (Assessment Value) x NJOP
= 20% x NJOP

F. BESARNYA PAJAK YANG TERUTANG


Dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya Pajak = Tarif Pajak x NJKP = 0,5% x 20% (NJOP-NJOPKTP)
Misalnya Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP nya Rp.15.000.000,-
maka besarnya pajak terutang adalah:
= 0,5% x20% x (Rp 15.000.000, - Rp 8.000, ) = Rp.7.000,-

G. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN. TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK


TERUTANG
1. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Jangka waktu satu tahun takwim adalah
dad 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
2. Saat yang menentukan yang pajak terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal
1 Januari.
3. Tempat pajak yang terutang:
a. untuk daerah Jakarta. di wilayah Daerah Khusus lbukota Jakarta.
b. untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau Kotamadya
Daerah Tingkat II.
Yang meliputi letak objek pajak
Tempat pajak yang terutang untuk Kotamadya Batam, di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Riau.
1. Dalam rangka pendapatan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknye dengan mengisi
SPOP. Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan
dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak yang pernah dikenakan IPEDA
tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau ia menerima SPOP. maka dia wajib
mengisinya dan mengembalikannya kepada Dirjen Pajak
2. SPOP isi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu serta ditadatangani dan disampaikan
kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30
hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak. Yang dimaksud dengan jelas dan
benar adalah; Jelas dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara
maupun wajib pajak sendiri. Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, seperti luas tanah dan/atau bangunan, tahun dan harga perolehan dan
seterusnya sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP).
3. Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya SPPT diterbitkan
alas dasar SPOP, namun untuk membantu wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan
data objek pajak yang telah ada pada . Ditjen Pajak.
4. Dirjen Pajak dapat mengeluarkan SKPKB dalam hal-hat sebagai berikut:
a. Apabila SPOP tidak disam-paikan dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana dalam Surat Teguran.
b. Apabila berdasarkan basil pemeriksaan ata.0 keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terutang (sebarusnya) lebih besar dari jumlah pajakk yang
dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. Wajib pajak yang tidak
menyampaikan SPOP pada waktunya, waJaupun sudah ditegur secara tertulis juga tidak
menyampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) secara
jabatan.
5. Jamlah pajak yang terutangdatam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam nomor 4 huruf a
adaiah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dari pokok pajak.
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP,

90
dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaito sebesar 25% dari pokok pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ini berdasarkan data yang ada pada Dirtektorat
Jenderal Pajak memuat penetapen objek pajak data besarnya pajak yang terutang beserta
Benda administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak.
6. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf b adalah
selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak
yang terutan selisih pajak yang terutang. Sanksi administrasi dikenakan terhadap wajib pajak
yang mengisi SPOP tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

BAB X

91
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Tujuan pembahasan Bab X mengenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah diharapkan
setelah mempelajarinya para mahasiswa dapat :
1. Memahami Obyek Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
2. Memahami Subyek Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
3. Memahami Tarif Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
4. Memahami Dasar Pengenaan Dan Cara Perhitungan Pajak bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan

Dasar Hukum pengenaan adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 Tentang
Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan .
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

A. OBYEK PAJAK
Yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan meliputi Pemindahan hak karena
a. Jual beli
b. Tukar menukar
c. Hibah
d. Hibah wasiat
e. Waris
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum Iainnya
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h. penunjukan pembeli dalam lelang
j. Pelaksanan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
k. Penggabungan usaha 1. Peleburan Uasaha
m. Pemekaran usaha
n. Hadiah
b. Pemberian hak bare karena
a. Kelanjutan pelepasan hak
b. Di luar pelepasan hak Hak atas tanah meliputi :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Milik atas satuan rumah susun
f. Hak pengelolaan
Obyek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, adalah obyek pajak
yang diperoleh :
a. Perwakilan diplomatik, konsu!at .berdasrkan azas perlakuan timbal batik
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umurn.
c. Badan atau perwakilan organisasi internasiona! yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau malakukan kegiatan lain di Luar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi internasional.
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbubtan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama.
e. Orang pribadi atau badan wakaf.

92
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

B. SUBYEK PAJAK
Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan.

C. TARIF PAJAK
Tarif pajak ditetapkan sebesa 5 % (lima persen)

D. DASAR PENGENAAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK


Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak. Nilai perolehan Obyek pajak dalam hal:
a. jual beli adalah harga transaksi.
b. tukar menukar adalah nilai pasar.
c. hibah adalah nilai pasar .
d. hibah wasiat adalah nilai pasar.
e. waris adalah nilai pasar.
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar obyek pajak.
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah
nilai pasar obyek pajak.
i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar obyek pajak.
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar.
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar.
l. peleburan usaha adalah nilal pasar.
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar.
n. hadiah adalah nilai pasar.
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
Apabila Nilai Perolehan Obyek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah ri pada nilai jual Obyek
Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Buni dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan,
dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai juai Obyek Pajak Bumi dan Bangunan.
Nilai Perolehan Obyek pajak Tidak kena Pajak ditetapkan secara regional
paling banyak Rp 60.000.000,-, kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau
sederajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai
perolehan Obyek Pajak Tidak kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp 300.000.000,-.
Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak dikurangi Nilai
Perolehan Obyek Pajak Tidak kena Pajak. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan acara
mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Obyek pajak Kena Pajak. Penerimaan negara dari Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan
80% untuk Pemerintah daerah. Bagi Pemerintah Daerah dibagi dengan imbangan 20% Pemerintah
Propinsi dan 80% untuk Pemrintah Kabupaten/Kota.

93
BAB XII
BEA METERAI

Tujuan pembahasan Bab XII mengenai bea meterai adalah diharapkan setelah mempelajarinya para
mahasiswa dapat :
1. Memahami Prinsip Pengenaan bea meterai
2. Memahami Tarif Bea Meterai bea meterai
3. Memahami Tidak Dikenakan Bea Meterai bea meterai

Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-undang No. 13 Tahun 1985 yaang sering disebut
Undang-undang Bea Meterai 1985, yang berlaku sejak tanggal I Januari 1986.
Benda Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah republik
Indonesia.

A. PRINSIP PENGENAAN
1. Bea Meterai dikenakan atas dokumen.
2. Satu dokumen hanya terutang satu be meterai.
3. Tindasan yang ikut ditandatangani terutang bea meterai sama dengan asfinya.

B. TARIF BEA METERAI


Bea meterai Rp 6.000,- dikenakan atas dokumen:.
1. Surat perjanjian dan surat-surat Iainnya.
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya.
3. Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta tanah (PPAT) termasuk rangkapnya.
4. Surat-surat berharga eperti Wesel, promes dll.
5. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
6. Dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk bukti pengadilan.

C. TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI


1. Dokamnen .diantaranya :
 Surat Penyimpanan barang.
 Konosemen.
 Surat angkutan penumpang dan barang.
 Bukti pengiriman dan penerimaan barang.
2. Ijasah, Surat Tanda Tamat Belajar, Tanda lulus dan Lain-Lain
3. Tanda terima gaji, uang pensiun dan sejenisnya.
4. Tanda bukti penerimaan uang dari Kas Negara, Pemda dan Bank.
5. Tanda penerimaan uang intern organisasi.
6. Kuintansi untuk semua jenis pajak.
7. Surat gadai PT. Pegadaian.
8. Kupon /tanda peri bagian keuntungan atau bunga dari efek.

94
DAFTAR PUSTAKA

Ateb Adya Barata dan Jajat Djuhadiat, , 2006, Pot-Put dan Kepalu, : Pemotongan pemungutan
Pajak Penghasilan dan Kridit Pajak Luar Negeri, PT ElexMedia Kompetindo, Jakarta.

.............. UURI No 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- undang No 6 Tahun 1983
tentang ketentuan Umum dan tats cara Perpajakan.

--------, UURI No 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- undang No 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.

---------, UURI No 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Astas Barang Mewah.

---------, UURI No 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang No 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

---------, UURI No 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang No 21 Tahun 1997 tentang
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan.

----------, Hukum Pajak Intemasional Indonesia Perkembangan dan Pengaruhnya, Eresco, Bandung,
1984.

Bohari, Pengantar Perpajakan, Ghalia Indonesia, jakarta, 1985.

Casavera, Perpajakan, Edisi Pertama, Graha Ilmu, jakarta, 2009.

Djajadiningrat, isa Sindian, Hukum Pajak dan Keadilan, Eresco, Bandung, 1995.

Brotodihardjo, Santoso, R, Pengantar Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1981.

Herry Purnomo, Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga, 2010

Madiasmo, Perpajakan, Edisi ke 6, Penerbit Andi Yogyakarta, 1998.

Kartasasmita, Pajak Bumu dan Bangunan, Bina Aksara, jakarta, 1989.

Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus , Edisi 5, Salemba Empat, 2009

Soemitro,Rochmat, Pajak Penghasilan tahun 1984, Eresco, Bandung, 1986.

Soeparjo, 2005, Modul Perpajakan, Fakultas Ekonomi UNTAG Semarang,

Waluyo, Bambang, Pemeriksaan dan Peradilan Di bidang Perpajakan, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

Waluyo, Perpajakan Indonesia, Edisi 6, Salemba Empat, jakarta, 2005.

95

Anda mungkin juga menyukai