Anda di halaman 1dari 12

Perbaikan Kinerja Rantai Pasok dengan Metode Supply Chain

Operation Reference (SCOR) di PT. XYZ


Sulis Wahyu Putra P, Anthony Surya W, M Yusril Nezarulloh, Musa Muhammad
A, Agnes Adiniyah P, Dewi Margaretha P, Adriel Sitompul, Muhammad Aizar A. N,
Muhammad Anjab A, Anggarnis Dwikalyana A

Program Studi Teknik Industri


Fakultas Teknik
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
Jl. Rungkut Madya Surabaya 60294

ABSTRAK
PT.XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi komponen logam.
Perusahaan ini sering mengalami keterlambatan datangnya bahan baku sehingga membuat semua
proses menjadi terhambat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performansi kinerja
rantai pasok, mengidentifikasi indikator yang bermasalah serta memberi solusi perbaikan.
Penelitian dilakukan pada produksi bola segmen selama 8 periode (2018 – 2020). Dalam penelitian
ini dibahas mengenai pengukuran kinerja rantai pasok menggunakan metode SCOR. Pengukuran
ini dilakukan berdasarkan 5 proses inti dalam SCOR yang terdiri dari 3 Level yang masing-masing
dijabarkan dalam setiap atribut dan matriks kinerja di jelaskan dalam bentuk Key Performance
Indicator (KPI). Dalam pengolahan data dilakukan pembobotan tiap matriks menggunakan AHP,
dari hasil penelitian didapatkan total nilai kinerja perusahaan sebesar 77,00 yang masuk dalam
ketegori baik. Dari 33 KPI yang diukur terdapat 6 KPI yang masih dibawah target perusahaan
diantaranya : jangka waktu kedatangan bahan baku, ketepatan masuknya bahan baku , Lead Time
bahan baku , penggunaan SOP, kemampuan dan ketepatan dalam mengerjakan produk.

Kata Kunci: SCOR, Logam, Supply Chain Management

ABSTRACT
PT. XYZ is a company engaged in the production of metal components. This company often
experiences delays in the arrival of raw materials so that all processes are hampered. The purpose
of this research is to determine the performance of supply chain performance, identify problematic
indicators and provide improvement solutions. The research was conducted on the production of
segment balls for 8 periods (2018 – 2020). This study discusses the measurement of supply chain
performance using the SCOR method. This measurement is carried out based on 5 core processes
in the SCOR consisting of 3 levels, each of which is described in each attribute and the performance
matrix is described in the form of Key Performance Indicators (KPI). In data processing, each
matrix is weighted using AHP, from the results of the study it was found that the total value of the
company's performance was 77.00 which was included in the good category. Of the 33 KPIs
measured, there are 6 KPIs that are still below the company's target including: time period for the
arrival of raw materials, accuracy of entry of raw materials, Lead Time of raw materials, use of
SOPs, ability and accuracy in working on products.
Keywords: SCOR, Metals, Supply Chain Management
I. INTRODUCTION
Di era pertumbuhan ekonomi saat ini sektor industri merupakan salah satu sektor
yang sangat berpengaruh besar, karena sektor industri mencakup seluruh kegiatan baik
yang menghasilkan produk maupun jasa. Sektor industri juga merupakan sektor dimana
sebagian besar masyarakat Indonesia bergantung, sehingga perkembangan industri perlu
diperhatikan dengan baik demi selaras dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara,
termasuk salah satunya perkembangan industri logam. Industri logam di Indonesia
berkembang cukup pesat karena logam menjadi salah satu bahan baku yang banyak di cari
sebagai bahan utama dari berbagai jenis produk di Indonesia, seperti: produk elektronik,
insfrastruktur, otomotif, dan produk-produk lainya. Banyak perusahaan yang bersaing
untuk memproduksi logam dengan kualitas terbaik.
Berkembangnya Industri logam membuat tingkat persaingan sesama kompetitor di
nasional semaikin ketat. Persaingan industri logam yang ketat ini membuat pelaku industri
logam harus mempersiapkan strategi agar mampu bersaing di pasaran. Dalam
memperhatikan strategi perusahaan dituntut untuk mempersiapkan segala aspek
diantaranya : sumber daya manusia, teknologi , perencana produksi, pemasaran dan juga
lancarnya kegiatan rantai pasok . Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan agar nantinya
produk yang dihasilkan perusahaan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Salah satu aspek yang paling vital untuk menentukan keberhasilan suatu perusahaan adalah
lancarnya kegiatan rantai pasok dan pendistribusian dari suatu perusahaan, hal ini
disebabkan karena rantai pasok mempengaruhi semua proses produksi di dalam perusahaan
mulai dari hulu hingga hilir, yaitu mulai dari pemilihan dan pembelian bahan baku, proses
produksi, sampai dengan pendistribusian barang jadi kepada konsumen. Rantai pasok
perusahaan juga perlu diperhatikan karena adanya pendekatan yang terintegrasi untuk
menganalisis apa saja hambatan yang ada dan kemudian mencari solusi perbaikan untuk
kedepanya (Dzikron, dkk 2016).
PT. XYZ bergerak di bidang produksi komponen – komponen logam diantaranya
komponen produk perkeretaapian, komponen senjata, dan komponen logam lainnya.
Produk yang di hasilkan oleh PT. XYZ tidak hanya di gunakan untuk bahan baku dalam
negeri saja tetapi juga di impor keluar negeri. Dalam kegiatan produksinya PT. XYZ
menggunakan strategi Make to Order (MTO) yang mana perusahaan akan membuat suatu
produk setelah ada pesanan yang masuk ke perusahaan dari costumer. Berdasarkan
observasi yang dilakukan di perusahaan dengan melihat seluruh proses kegiatan produksi
mulai dari proses perencanaan, logistik, proses produksi sampai dengan pendistribusian,
kemudian melakukan wawancara dengan supervisor di lapangan diketahui bahwa masih
banyak terdapat permasalahan yang ditemui di PT. XYZ salah satunya permasalahan rantai
pasok di perusahaan, seperti proses pengadaan, proses produksi hingga proses pengiriman.
Pada proses pengadaan perusahaan ini sering mengalami keterlambatan datangnya
bahan baku, sehingga membuat proses produksi terhambat dan tidak sesuai dengan
perencanaan, keterlambatan ini juga berdampak terhadap terlambatnya pendistribusian
barang jadi kepada costumer. Berdasarkan latar belakang mengenai pokok permasalahan
yang sudah diuraikan maka perusahaan harus cepat mencari solusi untuk menangani
masalah tersebut agar di kemudian hari perusahaan bisa menjadi lebih baik dan tidak
kehilangan konsumen dari pasaran. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merancang perbaikan kinerja rantai pasok perusahaan agar berjalan maksimal dari hulu
hingga hilir. Penelitian dilakukan pada produksi bola segmen selama 8 periode (2018 –
2020).

II. LITERATURE REVIEW


2.1 Rantai Pasok (Supply Chain)
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersamasama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

2
Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau
ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistic (Pujawan,
2017). Supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi
dan jasanya kepada para pelanggannya (Putri, 2018).
Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah penggambaran koordinasi dari
keseluruhan kegiatan rantai pasokan, dimulai dari bahan baku dan diakhiri dengan
pelanggan yang puas (Haizer, 2014). Dalam konsep Supply Chain Management rangkaian
aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir merupakan satu kesatuan tanpa sekat yang
besar. Mekanisme informasi antara berbagai komponen tersebut berlangsung secara
transparan. Prinsip utama dalam Supply Chain Management adalah saling berbagi
(sharing) terhadap aliran material, aliran informasi yang menggabungkan keseluruhan
elemen daam rantai pasok (Natalia, 2015).
2.2 Supply Chain Operation Reference (SCOR)
SCOR merupakan model pengukuran kinerja SCM yang baik, karena SCOR
membagi proses-proses supply chain menjadi lima 5 proses inti, yaitu plan, source, make,
deliver dan return, dimana proses-proses tersebut telah merepresentasikan seluruh aktifitas
SCM dari hulu ke hilir secara detail, sehingga dapat mendefinisikan dan mengkategorikan
proses-proses yang membangun metrik-metrik atau indikator pengukuran yang diperlukan
dalam pengukuran kinerja SCM. Menurut Supply Chain Council, model SCOR
dikembangkan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang terkait dengan semua tahapan
untuk memuaskan permintaan customer (Thaha, 2016). Pada model SCOR, proses-proses
yang ada dalam rantai pasok dibagi menjadi 5 proses inti, yaitu : plan, source, make, deiver
dan return. Selain itu, terdapat ima dimensi umum yang digunakan untuk penentuan atribut
metrik atau ukuran kinerja, yaitu : reliability, responsiveness, flexibility, cost dan assets
(Liputra, 2018).
2.3 Key Performance Indicator (KPI)
Key Performance Indicator (KPI) adalah suatu alat ukur yang dipergunakan untuk
menentukan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Ukuran
dapat berupa keuangan dan non- keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
strategi organisasi. Sebagai alat ukur kinerja strategi perusahaan, KPI mengidentifikasikan
kesehatan dan perkembangan organisasi, keberhasilan kegiatan, program atau
penyampaian pelayanan untuk mewujudkan target-target atau sasaran organisasi.(Ulfa,
2015).
2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan
yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.
Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks
dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level
faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.
Metode AHP digunakan untuk memberikan bobot atas tingkat kepentingan indikator di tiap
level dari metrik pengukuran menurut perspektif kepentingan indikator untuk perusahaan
(Perdana, 2014). Analytic Hierarchy Process (AHP) mencerminkan cara alami kita dalam
bertingkah laku dan berfikir. Namun AHP memperbaiki proses alami itu dan mempercepat
proses berpikir dan meluaskan kesadaran kita agar mencakup lebih banyak faktor dari pada
yang biasa kita pertimbangkan. AHP adalah suatu proses “rasionalitas sistematik”
(Rimantho, 2016).
2.5 Scoring System
Scoring system digunakan setelah hasil perancangan sistem pengukuran kinerja telah
selesai. Tahap pengukuran kinerja dengan mengumpulkan data kinerja tahun pengukuran
berupa data realisasi atau achievement hasil pengukuran dan target yang telah ditentukan
perusahaan. Beberapa model scoring system yaitu model OMAX (Objectives Matrix) dan
Traffic Light System (TLS). Objective Matrix adalah suatu metode penilaian terhadap

3
performansi suatu perusahaan dimana penilaian dilakukan terhadap kriteria-kriteria
kualitatif yang berhubungan dengan kinerja perusahaan tersebut. Traffic Light System
adalah suatu metode yang digunakan untuk mempermudah dalam memahami pencapaian
kinerja perusahaan dengan bantuan 3 kategori warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Batas
dari masing-masing kategori warna tersebut, ditetapkan melalui hasil diskusi dengan pihak
perusahaan. Kategori warna tersebut dapat mempermudah pihak perusahaan untuk
mengevaluasi kinerja perusahaan yang sesuai dengan target maupun yang tidak mencapai
target.(Adiyanto, 2014)
Traffic Light System berhubungan erat dengan scoring system. Traffic Light System
berfungsi sebagai tanda apakah score KPI memerlukan suatu perbaikan atau tidak.
Indikator dari Traffic Light System ini direpesentasikan dengan beberapa warna sebagai
berikut :
1. Warna hijau, achievement dari suatu indikator kinerja sudah tercapai
2. Warna kuning, achievement dari suatu indikator kinerja belum tercapai meskipun
nilai masih mendekati target.
3. Warna merah, achievement dari suatu indikator kinerja benar-benar dibawah target
yang telah ditetapkan dan memerlukan perbaikan dengan segera.

III. METHODOLOGY
Urutan metodologi penelitian “Analisis Kinerja Rantai Pasok dengan Metode Supply
Chain Operation Reference (SCOR) di PT. XYZ” dapat dilihat pada bagan alir dibawah
ini:

Gambar 3.1 Diagram Alir Pemecahan Masalah

4
Tahapan penelitian yang pertama ialah pengumpulan data dimana pada tahap ini
dilakukan pengumpulan data apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Data
tersebut diperoleh dari PT. XYZ dengan waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2018
hingga 2020. Adapun data yang dibutuhkan ialah:
a. Data Primer
Data primer adalah secara langsung diambil dari objek penelitian oleh peneliti
peerorangan maupun organisasi diantaranya adalah hasil pengamatan, hasil pengukuran,
dan hasil wawancara terhadap pihak terkait. Adapun data primer yang dibutuhkan adalah
data supply chain perusahaan.
b. Data Sekunder
Data profil perusahaan, Data peramalan permintaan, Data permintaan aktual, Data
persediaan bahan baku di gudang, Data Pengiriman Produk ke Costumer dan Data Produksi
Bulanan.
Sebelum tahap pengolahan data perlu mengidentifikasi Variabel Adapun variabel
bebas pada penelitian ini yaitu lima proses inti model SCOR yaitu :
a. Plan
Proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan
terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman.
b. Source merupakan proses pengadaan barang untuk memenuhi permintaan.
c. Make merupakan proses untuk mentransformasi bahan baku komponen menjadi
produk resin acrylic yang diinginkan pelanggan.
d. Deliver merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap produk resin
acrylic
e. Return merupakan proses pengembalian atau menerima pengembalian produk resin
acrylic karena berbagai alasan. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah ukuran
kinerja supply chain perusahaan.
Tahapan selanjutnya ialah pengolahan data yang dilakukan dengan cara
menggunakan pengukuran kinerja tersebut dapat diukur dengan pendekatan menggunakan
metode SCOR (Supply Chain Operation Reference) untuk mengetahui performansi supply
chain, AHP (Analytical HierarchyProcess) untuk mengetahui pembobotan indikator
performansi, dan OMAX (Objective Matrix) untuk mengetahui pencapaian kinerja masing-
masing indikator kinerja dengan perhitungan scoring system.

IV. DISCUSSION
Penelitian dilakukan terhadap produksi 3 tahun terakhir, dalam tahap perancangan
pengukuran kinerja supply chain yang pertama kali dilakukan adalah pemetaan rantai pasok
perusahaan dengan menggunakan model SCOR, Pemetaan menggunakan model SCOR
terdiri dari 5 proses inti, yaitu plan, source, make, delivery, dan return. Dengan beberapa
atribut diantaranya responsivness, cost, flexibillity, dan aset. Selanjutnya hasil dari
pemetaan rantai pasok ini akan dibuat hierarki pengukuran kinerja yang mana KPI
dijadikan indikator dalam pengukuran yang didapatkan dari penyebaran kuesioner terbuka
yang sudah divalidasi. Dari hasil validasi ini terdapat 33 KPI yang valid menurut
perusahaan sesuai dengan hasil wawancara di lapangan.

5
Gambar4.1 Hierarki Performansi Supply Chain Di Pt. Xyz
a. Identifikasi Key Performance Indicator
Tabel 4.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indikator
Jangka waktu kedatangan bahan baku
Kesiapan operator mesin produksi
Reliability
SOP yang digunakan untuk
plan seluruh kegiatan
Jangka waktu mengidentifikasi spesifikasi produk
Responsiveness Jangka waktu penjadwalan produksi
Kemampuan SDM dalam mengerjakan pesanan konsumen
Presentase pemenuhan bahan baku dari supplier
Reliability Ketepatan waktu dalam pengiriman bahan baku dari supplier
Kesesuaian jumlah unit yang dikirim sesuai dengan pesanan
Source
Responsiveness Lead Time Bahan Baku
Cost Biaya order ke supplier
Aset Ketersdiaan bahan baku
Kapasitas mesin produksi
Presentase efektivitas mesin produksi
Reliability Ketersediaan tenaga kerja langsung
Kemampuan tenaga kerja dalam mengerjakan pesanan
konsumen
Make Kemampuan pekerja untuk bisa menyesuaikan waktu apabila
ada penambahan jam kerja
Ketanggapan/Kemampuan dalam memproduksi berbagai
Responsiveness
macam variasi produk
Kemampuan menyelesaikan produk sebelum batas waktu yang
ditentukan
Cost Biaya produksi

6
Aset Masa pakai alat produksi
Mendistribusikan produk tepat waktu kepada konsumen
Reliability Memastikan packingan produk sudah benar dan aman
Delivery Memastikan barang yang dikirim sesuai dengan pesanan
Responsiveness Jangka waktu pengiriman produk kepada konsumen
Cost Biaya pengiriman produk
Reliability Tingkat komplain dari konsumen
Return Responsiveness Lama waktu mengganti produk refund
Cost Biaya produksi tambahan dari produk yang cacat
Atribut penelitian Key Performance Indicator di PT. XYZ diatas adalah data yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari wawancara dan data sekunder
perusahaan yang mengacu pada kinerja Supply Chain
b. Perhitungan Pembobotan
Tahap awal yang dilakukan pada pembobotan ini adalah degan membuat kuesioner
pembobotan berpasangan yang diisi oleh responden yang berkaitan. Data-data yang
diperoleh dari hasil kuesioner, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan Analytical
Hierarchy Process (AHP). Proses pembobotan terdiri dari 3 level, yaitu:
a) Level 1 merupakan pembobotan untuk masing-masing perspektif yakni antara
perspektif plan, source, make, deliver dan return.
b) Level 2 merupakan pembobotan untuk masing-masing dimensi dari masing-masing
perspektif supply chain. Adapun dimensi-dimensi tersebut adalah dimensi
reliability, responsiveness, cost dan asset pada tiap-tiap perspektif.
c) Level 3 merupakan pembobotan untuk masing-masing KPI dari masing-masing
dimensi dalam masing-masing perspektif.
Tabel 4.2 Nilai Bobot Key Performance Indicato r(KPI) Pada Setiap Level
Level 1 Bobot Level 2 Bobot Level 3 Bobot
Jangka waktu kedatangan bahan
0,05
baku
Reliability 0,13 Kesiapan operator mesin produksi 0,04
SOP yang digunakan untuk seluruh
0,04
kegiatan
plan 0,26
Jangka waktu mengidentifikasi
0,05
spesifikasi produk
Responsiveness 0,13 Jangka waktu penjadwalan produksi 0,04
Kemampuan SDM dalam
0,04
mengerjakan pesanan konsumen
Presentase pemenuhan bahan baku
0,02
dari supplier
Ketepatan waktu dalam pengiriman
Reliability 0,06 0,02
bahan baku dari supplier
Source 0,21 Kesesuaian jumlah unit yang dikirim
0,02
sesuai dengan pesanan
Responsiveness 0,05 Lead Time Bahan Baku 0,05
Cost 0,05 Biaya order ke supplier 0,05
Aset 0,05 Ketersdiaan bahan baku 0,05
Kapasitas mesin produksi 0,05
Make 0,36 Reliability 0,15 Presentase efektivitas mesin produksi 0,05
Ketersediaan tenaga kerja langsung 0,05

7
Kemampuan tenaga kerja dalam
0,05
mengerjakan pesanan konsumen
Kemampuan pekerja untuk bisa
menyesuaikan waktu apabila ada 0,03
penambahan jam kerja
Ketanggapan/Kemampuan dalam
Responsiveness 0,11
memproduksi berbagai macam 0,04
variasi produk
Kemampuan menyelesaikan produk
0,04
sebelum batas waktu yang ditentukan
Cost 0,05 Biaya produksi 0,05
Aset 0,05 Masa pakai alat produksi 0,05
Mendistribusikan produk tepat waktu
0,02
kepada konsumen
Memastikan packingan produk sudah
Reliability 0,04 0,01
benar dan aman
Delivery 0,1 Memastikan barang yang dikirim
0,01
sesuai dengan pesanan
Jangka waktu pengiriman produk
Responsiveness 0,03 0,03
kepada konsumen
Cost 0,03 Biaya pengiriman produk 0,03
Reliability 0,03 Tingkat komplain dari konsumen 0,03
Lama waktu mengganti produk
Responsiveness 0,03 0,03
Return 0,07 refund
Biaya produksi tambahan dari
Cost 0,01 0,01
produk yang cacat
c. Standarisasi Supply Chain Operation System
Setelah diketahui hasil aktual, tahap selanjutnya adalah Scoring System. Scoring
System berfungsi untuk menyamakan skala nilai dari masing-masing KPI. Sehingga
perusahaan mampu mengukur dan menentukan tingkat pencapaian dari masing-masng KPI,
sedangkan proses normalisasi dilakukan agar masing-masing indikator kinerja memiliki
skala ukuran yang sama. Sebab jika indikator kinerja memiliki skala ukuran yang berbeda,
maka niai kinerja yang dimiliki tidakmencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya
d. Nilai Akhir Performansi Supply Chain
Tahap selanjutnya adalah perhitungan nilai performansi KPI yang diperoleh dari
nilai bobot KPI dan nilai normalitas dari masing-masing KPI. Perhitungan nilai akhir
kinerja supply chain dapat diperoleh dengan persamaan
e. Agregasi Nilai Performansi
Setelah dapat diketahui nilai pencapaian aktual, nilai performansi dan nilai akhir
kinerja dari masing-masing KPI. Maka selanjutnya akan dapat dihitung nilai performansi
keseluruhan perusahaan (agregat). Nilai performansi agregat adalah jumlah keseluruhan
dari perkalian bobot dn nilai normalisasi KPI dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 4.3 Rekapan Nilai Normalisasi dan Pengkategorian
Jangka waktu kedatangan bahan baku 9,82
Kesiapan operator mesin produksi 100
SOP yang digunakan untuk seluruh kegiatan 58
Jangka waktu mengidentifikasi spesifikasi produk 100
Jangka waktu penjadwalan produksi 87,5

8
Kemampuan SDM dalam mengerjakan pesanan konsumen 100
Presentase pemenuhan bahan baku dari supplier 100
Ketepatan waktu dalam pengiriman bahan baku dari supplier 0,67
Kesesuaian jumlah unit yang dikirim sesuai dengan pesanan 100
Lead Time Bahan Baku 23,21
Biaya order ke supplier 75
Ketersdiaan bahan baku 96,5
Kapasitas mesin produksi 100
Presentase efektivitas mesin produksi 100
Ketersediaan tenaga kerja langsung 100
Kemampuan tenaga kerja dalam mengerjakan pesanan konsumen 55,12
Kemampuan pekerja untuk bisa menyesuaikan waktu apabila ada penambahan jam
100
kerja
Ketanggapan/Kemampuan dalam memproduksi berbagai macam variasi produk 100
Kemampuan menyelesaikan produk sebelum batas waktu yang ditentukan 50
Biaya produksi 90
Masa pakai alat produksi 81,25
Mendistribusikan produk tepat waktu kepada konsumen 71,43
Memastikan packingan produk sudah benar dan aman 100
Memastikan barang yang dikirim sesuai dengan pesanan 100
Jangka waktu pengiriman produk kepada konsumen 100
Biaya pengiriman produk 100
Tingkat komplain dari konsumen 62,5
Lama waktu mengganti produk refund 70
Biaya produksi tambahan dari produk yang cacat 65,19
Tabel 4.4 Rekapitulasi Nilai Kinerja Keseluruhan

9
Berikut merupakan rancangan perbaikan untuk KPI yang masuk kategori merah atau
masih dibawah target perusahaan:
1. Jangka waktu kedatangan bahan baku, Lead Time bahan baku, ketepatan waktu
pengiriman bahan baku dari supplier.
a. Perlunya membuat aturan yang lebih tegas dengan menerapkan sistem denda
kepada supplier agar adanya kesadaran dalam memenuhi pesanan bahan baku.
b. Mencari beberapa opsi supplier bahan baku dengan melihat reputasinya agar
tidak mengecewakan dikemudian hari.
2. SOP yang digunakan untuk seluruh kegiatan
a. Pihak perusahaan harus membuat aturan tegas kepada seluruh pekerja agar
bekerja sesuai SOP yang sudah ditetapkan untuk menghindari kelalain serta
memberi beberapa sanksi apabila ada yang melanggar.
b. Pihak perusahaan bisa memberikan reward kepada pekerja yang melaksanakan
pekerjaanya dengan baik dengan beberapa indikator penilaian yang ditetapkan
pihak perusahaan.
c. Pihak Manager Produksi dan Manager PPIC perlu melakukan pengawasan yang
lebih intens agar operator bisa bekerja dengan lebih maksimal.
3. Kemampuan tenaga kerja dalam mengerjakan pesanan dari konsumen
a. Perlu adanya pelatihan kepada seluruh pekerja terutama operator mesin agar
memiliki kemampuan dalam membuat produk yang bervariasi sesuai dengan
permintaan konsumen.
b. Untuk operator mesin baru perlu adanya pengarahan dan pengawasan agar tidak
terjadi kesalahan yang menyebabkan kerugian kepada pihak perusahaan.
c. Untuk pesanan baru yang pertama kali diprodksi perlu adanya identifikasi produk
yang matang mulai dari bahan baku sampai dengan proses produksinya agar
pekerjaan bisa berjalan dengan maksimal dan meminimalisir terjadinya
kesalahan.
4. Kemampuan menyelesaikan produk sebelum batas waktu yang ditentukan
a. Pihak PPIC harus melakukan perancangan yang matang sebelum menjalankan
proses produksi mulai dari pemesanan waktu produksi, penjadwalakan produksi
dan proses produksi. Tujuanya agar semua pesanan yang masuk dari konsumen
bisa selesai tepat waktu.
b. Perlu adanya monitoring dari manager produksi dan manager produksi pada saat
proses produksi berlangsung untuk memantau sudah sejauh mana progress dan
apa kendala yang terjadi di lapangan.

10
c. Apabila progress pengerjaan dibawah target yang diharapkan maka pihak PPIC
harus dengan cepat melakukan evaluasi di lapangan dengan cara reschedule
jadwal di tengan atau menambah jam kerja operator.

V. CONCLUSION
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan, maka
diperoleh beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan observasi langsung di lapangan diketahui bahwa masih banyak terdapat
permasalahan rantai pasok di perusahaan, seperti proses pengadaan, proses produksi
hingga proses pengiriman. Pada proses pengadaan perusahaan ini sering mengalami
keterlambatan datangnya bahan baku, sehingga membuat proses produksi tidak
berjalan dengan lancar dan juga membuat alur produksi menjadi terhambat dan tidak
sesuai dengan perencanaan, keterlambatan ini juga berdampak terhadap
terlambatnya pendistribusian barang jadi kepada costumer.
2. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja serta analisis yang dilakukan didapatkan hasil
kinerja rantai pasok perusahaan keseluruhan sebesar 77,00 dan masuk ke dalam
kategori Baik, namun masih terdapat 6 indikator kinerja yang masuk kedalam
kategori merah atau masih dibawah target perusahaan, kategori merah ini didapatkan
dari pengkategorian menggunakan Traffic Light System dari hasil perhitungan
Normalisasi Snorm de Boer dengan nilai kinerja dibawah 60 , adapun indikator yang
masuk kategori merah sebagai berikut : Jangka waktu kedatangan bahan baku, SOP
yang digunakan untuk seluruh kegiatan, Ketepatan waktu pengiriman bahan baku
dari supplier, Lead Time bahan baku, Kemampuan tenaga kerja dalam mengerjakan
pesanan dari konsumen dan Kemampuan menyelesaikan produk sebelum batas
waktu yang ditentukan.
3. Untuk rekomendasi perbaikan pihak perusahaan harus memprioritaskan KPI yang
belum mencapai target dari perusahaan atau masuk kedalam kategori merah agar
kedepanya mampu memperbaiki kinerja rantai pasok keseluruhan pada perusahaan
secara maksimal.

Daftar Pustaka
Dzikron, M., Ceha, R., dan Muhammad, C.R. (2016). Perbaikan Kinerja Operasional
Industri Penyamakan Kulit Dengan Pendekatan Supply Chain Dan Lean
Manufacturing (Kasus Industri Kulit Sukaregang). Teknoin, 22(8).

11
Putri, I. W. K. & Surjasa, D. (2018). Pengukuran Kinerja Supply Chain Management
Menggunakan Metode SCOR (Supply Chain Operation References), AHP
(Analytical Hierarchy Process) dan OMAX (Objective Matrix) di PT. X. Jurnal
Ilmiah Teknik Industri. 8(1), 43-53
Natalia, C. & Astuario, R. (2015). Penerpan Model Green SCOR untuk Pengukuran
Kinerja Green Supply Chain. Jurnl Metris. 1 (16), 97-106.
Thaha, P. (2016). Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada Industri
Konstruksi Perumahan. Sumatera Barat: Universitas Andalas Padang
Liputra, D. T., Santoso., & Susanto, N. A. (2018). Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
dengan Model Supply Chain Operation References (SCOR) dan Metode
Perbandingan Berpasangan. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. 7(2), 119-125
Perdana, Y. R. (2014). Perbaikan Kinerja dengan Pendekatan Supply Chain Operation
Reference (SCOR) dan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP). Seminar
Nasional IENACO, 594-602
Ulfa, M. Ridwan, “Analisis Pengukuran Kinerja Karyawan dengan Metode Human
Resources Scorecard Di BMT Logam Mulia”. Jurnal Ekonomi Syariah Equilibrium.
3(2), pp. 311-339, 2015.
Adiyanto, M. A. Suryatmo, A. S. Gunawan, “Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan
dengan Metode Performance Prism dan Scoring Objective Matrix (OMAX) Pada
PT. BPAS”. Jurnal SINERG. 18(2), pp. 61-70, 2014
Rimantho, D dkk. (2016). Aplikasi Analytical Hierarchy Process pada Pemilihan Metode
Anaisis Zat Organik dalam Air. JITI. 15(1), 47-56.

12

Anda mungkin juga menyukai