Masalah : Pemberian obat Petidine injeksi dosis lebih 10 x dari dosis terapi
( Perawat Asoka –Tulip )
Untuk Bands Risiko Kuning
Nama : dr. Aman Mashuri, MARS Tanggal mulai Investigasi : 12 Juli 2022
2. Buat program monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan 2. Karu Asoka Tulip 8 – 8 - 2022
Hasil Sosialisasi,
3. Buat SPO Pemberian obat high alert dan sosialisasi. 3. Karu Asoka Tulip 8 – 8 - 2022
5. Buat kebijakan Pengenceran obat high alert di 5. Ka. Instalasi Farmasi 8 – 8 – 2022
farmasi .
6. Tersedia regulasi ( kebijakan ) Pembelian obat High 6. Karu Asoka Tulip 8 – 8 - 2022
alert untuk pasien Umum
Tindakan yang akan dilakukan : Penanggung jawab : Tanggal :
Nama : dr. Aman Mashuri, MARS Tanggal mulai Investigasi : 12 Juli 2022
Nama : dr. Aman Mashuri, MARS Tanggal mulai Investigasi : 12 Juli 2022
Nama : dr. Aman Mashuri, MARS Tanggal mulai Investigasi : 12 Juli 2022
Pertanyaan
1. Sebutkan Kronologis Pasien Ny.S, 42 Thn dx STEMI dan HT utk dr. Andriga SpJP,
Kejadian secara Rinci tgl 5/7/2022 Pukul 15.00 WIB mengeluh nyeri dada, sulit
bernafas seperti ditimpa benda berat, keringat dingin.
Lapor dokter jaga ( Internship dr.A ) kondisi tsb dan
dokter mengkaji ulang dan hasilnya dilaporkan kedokter
Pendamping ( dr.A ) saran : EKG ulang dan observasi TTV
dan pemberian oksigen. Jam 15 20 Hasil EKG dilaporkan
oleh dr. A Internshif dan hasil EKG dan kondisi pasien
dikonsulkan oleh dr. A by telp. Gambaran EKG mnrt dr.
K.A terdapat STEMI di Inferior dan saran berikan Petidine
10 mg / IV pelan dan diulang kembali 3 jam bila keluhan
tidak berkurang. Dokter A ( dokter iinternshif ) menulis
resep Petidine sesuai instruksi melalui telepon, tapi tidak
membuat tulbakon / readback instruksi melalui telepon
diCPPT. Karena tidak yakin dengan instruksi melalui
telepon dr, A ( Internshif ) menenmui dr. K.A memastikan
kebenaran dosis obat tsb. dokumentasi semua advise.
Jam 16.00 dokter pendamping (dr. K.A ) visite keruangan
Asoka dan bertanya kepada perawat PJ ( sr.R ) apakah
obat Petidine sudah diberikan kepada pasien. Perawat PJ
tidak mengetahui instruksi tersebut dan bertanya kepada
perawat penanggung jawab asuhan pasien, dan obat
yang dimaksud belum diterima perawat dan masih dibeli
oleh keluarga pasien dan masih antrian beli obat di
farmasi. Dokter mengingatkan kembali obat Petidine
harus segera diberikan.Perawat PJA perawat bergegas ke
farmasi dan bertemu dg keluarga pasien yg membeli
obat. Sekitar jam 17.00 obat diberikan tetapi perawat PJ
bertanya pada dokter pendamping obat Petidine
diencerkan 1 cc tapi tidak ada bertanya kebutuhan dosis.
Perawat Pelaksana memberikan obat sesuai anuran PJ
diencerkan 1 cc dan semua obat diberikan 1 ampul ( 100
mg/ 3 cc dengan pengencer ) jam 17.05 perawat
menginfokan kepada perawat Pj bahwa pasien mengeluh
pusing, mual dan muntah2 setelah disuntikkan obat
Petidine. Dokter menyampaikan bahwa itu efek obat dan
kelaurga dimotivasi utk pindah ke ICU Karena kondisi
pasien. Jam 18.00 dokter pendamping bertanya pada
perawt Pj sisa obat petidine dan perawta PJ tidak tahu
dan memastikan kepada perawat pelaksana apakah sisa
obat Petidine masih tersisa dan disimpan dimana ? dari
informasi perawat pelaksana bahwa obat petidine sudah
diberikan semuanya kepada pasien.
2. Faktor apa saja yang 1. Perawat PPJP tidak melakukan verifikasi resep
mempengaruhinya petidine yang dibuat dokter internshif pada
dokumen readback di CPPT terkait dosis dan cara
pemberian dan tidak menulis instruksi terapi
petidine pada lembar Terapi list pemberian obat
2. Perawat Penanggung jawab asuhan pasien tidak
mengecek 5 prinsip benar sebelum memberikan
obat yang diinstruksi oleh dokter jaga pada CPPT
/ Terapi list pasien
3. Perawat PPJP dan PJA tidak melakukan double
check pada saat akan memberikan obat petidine
karena tidak tahu SPO Pemberian obat golongan
narkotik atau high alert.
4. Perawat memberikan resep pembelian obat
golongan narkotik kepada keluarga pasien untuk
dibeli karena ketentuan pasien umum untuk
membeli obat langsung ( tidak resep dalam )
5. Petugas Farmasi yang melakukan telaah resep
golongan narkotik tidak konfirmasi ke Asoka
terkait kebenaran pasien
6. Petugas Farmasi tidak paham kebijakan
pembuatan resep golongan anrkotik oleh dokter
spesialis dan aktif SIP dan harus diverifikasi tanda
tangan dokter spesialis yg membuat resep.
7. Kebijakan pembuatan resep obat golongan
narkotik tidak continue disosialisasikan untuk
mencegah terjadinya insiden
8. Penyerahan obat golongan narkotik tidak
dilakukan double check pada saat penyerahan
obat karena keluarga yang membeli.
9. Dokter tidak tahu ada kebijakan farmasi terkait
penulisan resep narkotik oleh dokter spesialis /
DPJP dan pemberian obat petidine tidak
sepengetahuan DPJP
10. Dokter jaga memberikan instruksi melalui lisan
11. Dokter Internshif tidak menulis diCPPT semua
instruksi melalui telepon dan tidak melakukan
double check untuk pemberian obat petidine.