Anda di halaman 1dari 4

LIMA BELAS TOKOH ISLAM PEREMPUAN

1. Khadijah binti Khuwailid (w. 620)

Sebelum pernikahannya yang terkenal dengan Nabi Muhammad, Khadijah merupakan seorang
tokoh penting dalam dirinya sendiri, menjadi saudagar yang sukses dan salah satu tokoh elit Mekah.
Dia memainkan peran sentral dalam mendukung dan menyebarkan keyakinan Islam. Salah satu
perempuan terpenting Islam awal lainnya yaitu Fatimah al-Zahra’, adalah putri Nabi dari Khadijah
dan hanya melalui dirinya (terutama melalui kedua putranya, al-Hasan dan al-Husain) bahwa garis
keturunan Nabi Muhammad tetap terjaga. Fakta-fakta ini membuat Fatimah dan Khadijah di antara
tokoh-tokoh perempuan yang paling dihormati dalam sejarah Islam.

2. Fatimah al-Zahra’ binti Muhammad (w. 632)

Sebagai putri Nabi Muhammad dan istri pertamanya Khadijah binti Khuwaylid (w. 620), Fatimah
memainkan peran penting dalam komunitas Muslim awal di Mekah dan Madinah. Ia, bersama
keluarganya, mengalami penganiayaan keras dari kaum Quraisy di Mekah sebelum pindah ke
Madinah pada tahun 622. Selama hidup Nabi, ia menjalani (dan secara aktif berpartisipasi) dalam
semua perkembangan besar dalam pendirian agama Islam. Tak lama setelah tiba di Madinah,
Fatimah menikah dengan ‘Ali bin Abi Thalib (w. 661).

MateriTerkait

Tujuh Alasan Mengapa Metode Wujudul Hilal Belum Usang

Khutbah Jumat : Prinsip Islami Menuju Energi Berkeadilan

Adakah Amalan Puasa Nishfu Syaban?

3. Nusaiba binti Ka’ab al-Anshariyyah (w. 634)

Nusayba dikenal sebagai Umm ‘Ammara, dia adalah anggota suku Bani Najjar dan salah satu yang
paling awal masuk Islam di Madinah. Sebagai Sahabat Nabi Muhammad, ada banyak keutamaan
yang dikaitkan dengannya. Yang paling diingat tentang perempuan tangguh ini adalah mengambil
bagian dalam Pertempuran Uhud (625), di mana dia membawa pedang dan perisai, berperang
melawan kuffar ahli Mekah. Selama pertempuran dia mendapati beberapa luka tombak dan panah.
Setelah menderita luka kedua belas, dia jatuh pingsan dan pertanyaan pertama yang ditanyakan
ketika bangun (sehari kemudian di Madinah) adalah: “apakah Nabi selamat?” bukti kesetiaan dan
komitmennya pada Islam.

4. ‘Aisyah binti Abu Bakar (w. 678)

‘Aisyah merupakan istri Nabi Muhammad yang mungkin memiliki pengaruh paling besar pada
komunitas Muslim setelah kematiannya. Dia memainkan peran sentral dalam penyampaian ajaran
Islam. Dia adalah salah satu perawi utama hadis dalam tradisi Sunni. Dalam banyak hal, ‘Aisyah
adalah salah satu tokoh yang paling penting di awal Islam, terutama karena implikasi dari
tindakannya terhadap partisipasi perempuan di ruang publik berbenturan dengan konsepsi Islam
konservatif.

5. Asma’ binti Abu Bakar (w. 692)

Putri Abu Bakar dan kakak perempuan ‘Aisyah (w. 58/678), Asma’ adalah salah satu yang paling awal
masuk Islam di Mekah. Dia menikah dengan al-Zubair bin al-‘Awwam (w. 656). Keturunan dari kedua
pasangan ini kelak akan menjadi tokoh politik dan intelektual terkemuka selama abad pertama
Islam. Asma ‘dianggap sebagai salah satu Sahabat Nabi yang paling terpelajar dan banyak sumber
menekankan integritas, ketabahan, dan keberaniannya. Sebagai generasi awal Islam, ia mengalami
banyak penganiayaan yang dialami Muslim awal di Mekah dan dipaksa untuk bermigrasi ke Madinah
pada tahun 622. Seperti banyak perempuan Muslim lainnya, ia berpartisipasi dalam Pertempuran
Yarmouk (636) melawan Bizantium. Setelah kematian Nabi, dia adalah salah satu otoritas terkemuka
dalam ajaran Islam, meriwayatkan sejumlah besar hadis. Salah satu putranya, yaitu ‘Urwah bin al-
Zubair (w. 713) menjadi salah satu ulama paling terkemuka, terutama di bidang hadis.

6. Ummu al-Darda’ Hujaima binti Uyayy al-Sughra (w. 700)

Salah satu cendekiawan Muslim terkemuka dari generasi kedua setelah Nabi, Umm al-Darda’ adalah
seorang perawi hadis, guru dan ahli hukum yang penting. Seorang ahli Al-Qur’an (yang dia hafal di
usia muda), Ummu al-Darda’ bertemu dan mentransmisikan hadis dari ‘Aisyah binti Abu Bakar,
Salman al-Faris, Abu Hurairah dan para sahabat Nabi lainnya. Setelah menjalani sebagian besar
hidupnya di Madinah, dia pindah ke Damaskus di mana mengajar ratusan siswa (baik laki-laki
maupun perempuan) di Masjid Agung, banyak dari mereka akan menjadi ulama yang dihormati dan
bahkan ada yang menjadi khalifah seperti ‘Abd al-Malik bin Marwan.

7. Rabi‘ah al-‘Adawiyyah (w. 801)

Rabi‘ah salah satu Sufi terpenting dalam tradisi Muslim, ia menghabiskan sebagian besar masa
mudanya sebagai budak di Irak selatan sebelum mencapai kebebasannya. Dia dianggap sebagai salah
satu pendiri mazhab Sufi “Cinta Ilahi” yang menekankan cinta Tuhan tanpa syarat, bukan karena
takut hukuman di neraka atau keinginan untuk mendapat imbalan di surga. Hal ini diungkapkannya
dalam salah satu puisinya: “Ya Tuhan! Jika aku menyembah-Mu karena takut Neraka, bakarlah aku di
Neraka, dan jika aku menyembah-Mu dengan mengharap surga, keluarkan aku dari surga.”

8. Fatimah al Fihri (w. 880)

Fatimah merupakan putri Mohammed Bnou Abdullah al-Fihri, seorang saudagar sukses yang
menetap di Fez, Maroko. Ketika Fatimah mewarisi kekayaan ayahnya, ia menginvestasikannya untuk
mendirikan masjid dan lembaga pendidikan. Secara bertahap, pendirian berkembang menjadi
Universitas al-Qarawiyyin atau Al-Karaouine (University of al-Qarawiyyin). Al-Qarawiyyin sekarang
dianggap sebagai universitas tertua yang masih beroperasi dan telah meluluskan beberapa tokoh
penting dalam sejarah. Sejak tahun 861 hingga sekarang, simposium dan debat rutin
diselenggarakan di sana.
9. Lubna dari Kordoba (w. 984)

Awalnya seorang gadis budak asal Spanyol, Lubna naik menjadi salah satu tokoh terpenting di istana
Umayyah di Cordoba. Dia adalah sekretaris istana khalifah ‘Abd al-Rahman III (w. 961) dan putranya
al-Hakam bin ‘Abd al-Rahman (w. 976). Lubna juga seorang ahli matematika yang terampil dan
memimpin perpustakaan kerajaan, yang terdiri dari lebih dari 500.000 buku. Menurut cendekiawan
Andalusia yang terkenal, Ibn Bashkuwal: “Dia unggul dalam menulis, tata bahasa, dan puisi.
Pengetahuannya tentang matematika juga sangat besar dan dia juga mahir dalam ilmu-ilmu lain.
Tidak ada seorang pun di istana Umayyah yang sehebat dirinya.”

10. Fatimah binti Muhammad bin Ahmad al-Samarqand (w. 1185)

Fatimah merupaka putri seorang ahli hukum Hanafi terkenal Abu Manshur Muhammad bin Ahmad
al-Samarqand yang menulis kitab Tuhfat al-Fuqaha’ dari Asia Tengah. Fatimah adalah seorang ahli Al-
Qur’an, hadis, fikih, teologi dan tata bahasa pada saat dia mencapai usia dewasa. Dia memenuhi
syarat untuk mengeluarkan fatwa. Dirinya diakui sebagai salah satu perempuan terpelajar abad ke-
12 oleh orang-orang sezamannya dan pendapat hukumnya dihargai oleh banyak penguasa. Dia
menikah dengan ‘Ala’ al-Din Abu Bakr bin Mas‘ud al-Kasan (w. 1191), ahli hukum Hanafi terkemuka
lainnya dan penulis kompendium hukum berjudul Bada‘i al-Shana’i‘ fi Tartib al-Syara’i‘. Tak lama
setelah pernikahan mereka, pasangan itu melakukan perjalanan melintasi dunia Islam sampai
mereka menetap di Aleppo, di mana mereka berdua memantapkan diri sebagai ulama terkemuka.

11. Zainab binti Ahmad (w. 1339)

Zainab mungkin salah satu cendekiawan Islam paling terkemuka di abad keempat belas. Zainab
termasuk dalam mazhab Hanbali dan tinggal di Damaskus. Dia telah memperoleh sejumlah ijazah
(semacam sertifikasi) di berbagai bidang, terutama hadis. Pada awal abad keempat belas, dia
mengajar ragam kitab seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Al-Muwaththa’ karya Malik bin Anas,
Syama’il dari al-Tirmidzi, dan Syarh Ma’ani al-Athar dari al-Tahawi. Di antara murid-muridnya adalah
pengelana Afrika Utara Ibn Batuta (w. 1369), Taj al-Din al-Subki (w. 1355), al-Dhahabi (w. 1348), dan
namanya muncul di beberapa tulisan Ibn Hajar al-Asqalani (w. 1448). Penting untuk menunjukkan
bahwa Zainab hanyalah salah satu dari ratusan perempuan ulama hadis selama periode abad
pertengahan di dunia Muslim.

12. Sayyida al-Hurra (w. 1542)

Sayyida al-Hurra berasal dari Kerajaan Nasrid di Granada, tetapi terpaksa melarikan diri setelah
ditaklukkan oleh Spanyol yang beragama Kristen pada tahun 1492. Seperti banyak Muslim Andalusia,
ia menetap di Maroko. Bersama suaminya, ia memerintah kota Tetouan di pantai utara. Setelah
kematian suaminya pada tahun 1515, ia menjadi satu-satunya penguasa kota, dan mengubah
Tetouan menjadi basis utama operasi angkatan laut untuk balas dendam melawan Spanyol dan
Portugal. Dia bersekutu dengan laksamana Hayreddin Barbarossa di Aljazair dan bersama-sama
mereka memberikan pukulan serius bagi kekuatan kekaisaran Spanyol di Afrika Utara dan
Mediterania Barat. Sayyida al-Hurra menghabiskan sisa-sisa harinya di laut hingga dikenal sebagai
“Ratu Bajak Laut”.
13. Malahayati dari Aceh (w. 1600)

Salah satu perempuan Muslim paling signifikan dalam sejarah modern awal Asia Tenggara,
Malahayati merupakan seorang tokoh militer dan politik terkemuka di Kesultanan Aceh selama abad
ke-16. Dia adalah seorang laksamana terkenal dan memimpin sebuah armada yang sebagian
besarnya terdiri dari janda-janda perang Aceh. Malahayati dikenang dalam historiografi Indonesia
pasca-kolonial sebagai laksamana heroik yang merupakan pemimpin awal perlawanan terhadap
kolonialisme Belanda di Asia Tenggara. Salah satu kemenangan terpenting Malahayati adalah
kekalahan komandan angkatan laut Belanda Cornelis de Houtman pada tahun 1599.

14. Nana Asma’u (w. 1864)

Nana adalah putri dari Usman dan Fodio (w. 1232/1817), seorang ahli hukum, pembaharu, sufi, dan
pendiri kekhalifahan Sokoto. Meskipun banyak yang berasumsi bahwa ketenarannya terkait semata-
mata dengan karir ayahnya, harus digarisbawahi bahwa Nana Asma’u adalah seorang penyair,
sejarawan, pendidik, dan sarjana agama penting yang terus memainkan peran utama dalam politik,
perkembangan budaya, dan intelektual di Afrika Barat selama hampir 50 tahun setelah kematian
ayahnya. Dia adalah seorang ahli hukum Maliki dan seorang sufi dari tarekat Qadir, mengabdikan diri
untuk pendidikan perempuan Muslim dan melanjutkan tradisi reformis ayahnya. Ia percaya bahwa
pengetahuan memegang kunci untuk perbaikan masyarakat.

15. Siti Walidah Dahlan (w. 1923)

Nyai Walidah merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan. Bersama suaminya,
peran Siti Walidah sangat besar dalam mengorganisasi kaum perempuan dan mendirikan
perkumpulan perempuan terbesar di dunia, Aisyiyah. Dari Aisyiyah inilah berkembang sekolah-
sekolah putri dan asrama, keaksaraan, dan program pendidikan Islam untuk perempuan. Hingga saat
ini, Aisyiyah memiliki ribuan lembaga pendidikan, puluhan rumah sakit, dan layanan sosial
kemasyarakatan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai