Anda di halaman 1dari 5

Kisah Pendeta Buhaira ketika Melihat Tanda Kenabian Nabi Muhammad SAW

Ketika Muhammad SAW masih belia dan belum diangkat sebagai utusan Allah SWT, beliau pernah
bertemu dengan seorang pendeta yang melihat tanda kenabian pada dirinya. Bagaimana kisahnya?

Ibnu Ishaq dalam As-Sirah an-Nabawiyyah yang diterjemahkan Ali Nurdin, menceritakan sebuah
riwayat mengenai pendeta (rahib) asal Bushra, Syam bernama Buhaira yang mengetahui kenabian
Muhammad saat berjumpa dengannya.

Kisah bermula ketika Abu Thalib, paman Nabi SAW, hendak berangkat ke Syam bersama kafilah
dagang. Saat persiapan keberangkatan, Muhammad SAW yang berusia belia ingin ikut. Umur beliau
sekitar sembilan, atau sepuluh, atau dua belas, berdasarkan riwayat yang berbeda.

Hati Abu Thalib pun luluh. Ia berkata kurang lebih, "Demi Allah, aku akan membawanya pergi. Ia
tidak akan berpisah denganku dan aku juga takkan meninggalkannya." Setelahnya ia pergi dengan
membawa keponakannya itu.

Tibalah rombongan dagang di Bushra, wilayah Syam. Di sana dikenal seorang pendeta yang senang
menyendiri dan tak pernah keluar dari biaranya sejak menjadi diangkat rahib. Ia menjadi rujukan
ilmu bagi pemeluk ajaran Nasrani, dan mereka mempelajari ilmu agama darinya. Namanya Buhaira.

Banyak dari kalangan dagang Quraisy yang kerap mampir di tempat itu. Tetapi pendeta Buhaira tak
pernah bicara dengan mereka, bahkan menampakkan diri sekali pun, kepada mereka.

Pada tahun itu, saat kafilah dagang Abu Thalib menepi di dekat biara, Buhaira telah menyiapkan
banyak hidangan. Diduga karena sesuatu yang ia lihat dari dalam biara. Di mana ada yang meyakini
bahwa saat Muhammad SAW berjalan di antara rombongan, ia melihat ada awan yang menaungi
kawanan itu.

Mereka pun singgah dan bernaung di bawah pohon terletak dekat biara. Buhaira sekali lagi
menyaksikan awan menaungi pohon tersebut, dan dahan-dahannya merunduk di atas Muhammad
SAW sehingga beliau bisa berteduh.
Kemudian Buhaira turun dari biaranya, dan mengutus seseorang untuk menemui kelompok dagang
itu seraya berpesan, "Saudara-saudara Quraisy, aku sudah menyiapkan makanan untuk kalian. Aku
ingin kalian semua hadir tanpa kecuali; anak kecil, orang dewasa, hamba sahaya, ataupun orang
merdeka."

Seorang dari rombongan terheran dan bertanya, "Demi Allah, wahai Buhaira, hari ini engkau benar-
benar berbeda. Apa yang kau lakukan pada kami? Kami sudah sering melewati tempatmu, tetapi hari
ini mengapa sikapmu berbeda?"

Buhaira menjawab, "Engkau benar. Apa yang kau katakan memang sesuai dengan kenyataan.
Namun, kalian semua adalah tamuku. Aku ingin menghormati kalian dan membuat makanan untuk
kalian. Karena itu, kuharap kalian semua memakannya."

Akhirnya seluruh kafilah dagang berkumpul di biara. Dan hanya Muhammad SAW yang tidak ikut
lantaran usianya masih anak-anak. Beliau memilih untuk menunggu dan menjaga di dekat
tunggangan mereka di bawah pohon itu.

Ketika Buhaira mengamati mereka, ia tidak menemukan sifat-sifat yang dilihatnya tadi dalam
rombongan. Maka ia mengatakan, "Saudara-saudara Quraisy, tak boleh ada seorang pun yang
tertinggal dari menyantap makanan yang kupersiapkan."

Mereka berujar, "Wahai Buhaira, tidak seorang pun tertinggal untuk mendatangimu, kecuali seorang
anak yang paling muda usianya. Ia tetap berada di kendaraan."

Buhaira berkata, "Jangan lakukan hal itu, ajaklah anak itu. Ia harus ikut bersama kalian menyantap
makanan ini."
Seorang dari mereka mengucap, "Demi Lata dan Uzza, betapa aib bagi kami jika putra Abdullah bin
Abdil Muththalib tidak ikut menyantap bersama kami."

Orang itu pun keluar untuk memanggil Muhammad SAW, dan diajaklah beliau agar bergabung
bersama rombongan.

Lantas Buhaira memperhatikan Muhammad SAW secara diam-diam. Ia mengamati seluruh tubuhnya
anak belia tersebut, hingga ia mendapati tanda kenabian pada diri Muhammad SAW kecil.

Setelah menyantap makanan, rombongan dagang itu berpencar. Kemudian Buhaira mendekati
Muhammad SAW sambil bertanya, "Nak, demi Lata dan Uzza aku akan bertanya kepadamu, dan
engkau harus menjawab pertanyaanku."

Mendengar rahib itu mengucap nama berhala "Lata dan Uzza", Muhammad SAW menjawab,
"Janganlah engkau bertanya kepadaku atas nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang paling
kubenci selain keduanya."

Buhaira berkata, "Demi Allah, hendaknya engkau menjawab pertanyaan-pertanyaanku."


Muhammad SAW menjawab, "Silakan bertanya."

Pendeta itu pun menanyakan segala hal yang ingin diketahuinya. Muhammad SAW menjawab
semua pertanyaannya, dan ternyata jawaban yang diberikannya sesuai dengan sifat-sifat kenabian.

Akhirnya Buhaira memeriksa punggung Muhammad SAW. Ia menyaksikan ada stempel kenabian
antara kedua bahunya seperti bekas bekam, persis di tempat yang diketahuinya.
Setelah mencermati Muhammad SAW selesai, Buhaira bertanya kepada Abu Thalib. Ia bertanya,
"Anak siapa ini?" Abu Thalib menjawab, "Dia anakku."

Buhaira menentang, "Ia bukan anakmu. Tidak mungkin anak ini punya seorang ayah yang masih
hidup." Abu Thalib membenarkan, "Memang, ia anak saudaraku."

Buhaira bertanya kembali, "Apa yang dilakukan ayahnya?" Abu Thalib mengatakan, "Ia sudah
meninggal saat ibunya mengandung anak ini."

Rahib itu berujar, "Engkau benar. Sebaiknya engkau segera membawa keponakanmu ini kembali ke
negerimu. Dan berhati-hatilah terhadap orang Yahudi."

"Demi Allah, kalau sampai mereka melihat anak ini dan mengetahui apa yang kuketahui, mereka
akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya. Sungguh, keponakanmu ini akan memiliki
kedudukan yang agung. Sekarang, pulanglah cepat-cepat ke negerimu." ungkap Buhaira.

Selesainya urusan dagang di Syam, Abu Thalib langsung membawa Muhammad SAW pulang ke
Makkah.

Dikatakan ada tiga orang Ahli Kitab; Zurair, Tammam, dan Daris menyaksikan Muhammad SAW
sebagaimana yang dilihat oleh Buhaira ketika perjalanannya bersama Abu Thalib. Dan mereka pun
menginginkan Muhammad SAW, tetapi Buhaira mencegahnya sembari mengingatkan mereka akan
Allah SWT. Kemudian mereka membiarkannya.

Begitulah Muhammad SAW yang kemudian tumbuh menjadi pemuda yang berada dalam
perlindungan dan pemeliharaan Allah SWT. Dia memeliharanya dari noda kaum jahiliyah karena
menghendaki kehormatan dan kerasulan untuknya kelak di masa dewasa.
Beliau menjadi orang yang baik kepribadiannya, bagus akhlaknya, mulia garis keturunannya, tinggi
kesantunannya, benar bicaranya, agung amanahnya, dan paling jauh dari kekejian dan perangai
tercela. Hal itu merupakan bentuk penyucian dan penghormatan. Sehingga tak heran Muhammad
SAW diberi gelar Al-Amin (orang terpercaya).

Anda mungkin juga menyukai