Anda di halaman 1dari 29

Sufyan bin Sa`id ats-Tsauri

(97-161 H)

Asep Sobari, Lc
Direktur Eksekutif INSISTS
“Aku belajar kepada seribu seratus guru. Di antara
mereka semua tidak ada yang lebih unggul daripada -
Sufyan- ats-Tsauri .”

–Abdullah bin al-Mubarak (w. 179 H)


“Jika ada yang menyelisihi Sufyan dalam hal apapun,
maka pendapat Sufyan selalu terbukti lebih kuat.”

–Yahya bin Ma`in (w. 233 H)


“Sufyan adalah orang nomor satu dalam zuhud, ibadah,
dan takut kepada Allah. Juga nomor satu dalam hapalan
dan pengetahuan tentang atsar serta fiqih. Dia tidak pernah
takut kepada siapapun dalam menegakkan kebenaran”

–Adz-Dzahabi (w. 748 H)


Biodata
Nama: Sufyan

Nasab: Sa`id bin Masruq bin Rafi` bin Abdullah

Panggilan: Abu Abdullah

Lahir: Kufah, 97 H

Wafat: Bashrah, 161 H


Pendidikan

Sa`id bin Masruq, ayah Sufyan adalah seorang


ahli hadis (al-muhaddits), kolega asy-Sya`bi,
termasuk ulama terpercaya (tsiqat) di Kufah.
Guru: Sa`id bin Masruq, al-A`masy, Manshur bin
al-Mu`tamir, Muhammad bin al-Munkadir,
Abdullah bin Dinar, `Amr bin Dinar, Abu Malik
al-Asyja`i, Bayan bin Bisyr, Jami` bin Abu Rasyid,
Habib bin Abu Tsabit, `Ashim al-Ahwal,
Sulaiman at-Taimi, Humaid ath-Thawil, Ayyub
as-Sikhtiyani, dll.

Murid: Aban bin Taghlib, Syu`bah, al-Auza`i,


Ibn al-Mubarak, Malik, Zuhair bin Mu`awiyah,
Mis`ar, Fudhail bin `Iyadh, Abu Ishaq al-Fazari,
al-Walid bin Muslim, Waki`, Yazid bin Harun,
Abu Hudzaifah an-Nahdi, al-Faryabi, dll.
Pesan Sang Bunda

Ibu Sufyan membekali Sufyan kecil saat hendak


mulai menuntut ilmu dengan untaian pesan:

‫ب ا ْل ِع ْل َم َوأَنَا أ َ ْك ِف ْي َك ِب ِم ْغزَلِي‬
ِ ‫َيا ُبنَيَّ اُطْ ُل‬

“Anakku, fokuslah mencari ilmu. Ibu akan


mencukupi kebutuhanmu dengan alat tenun ini.”

(Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/109)


ً‫س َك ِز َيا َدة‬ ِ ْ‫ َه ْل تَرى ِفي نَف‬،‫ف فَانْظُر‬ ٍ ‫شرةَ أ َ ْحر‬ َ ‫ع‬
َ ‫ت‬َ ْ ‫ب‬َ ‫ت‬‫ك‬َ ‫ا‬ َ ‫ذ‬ِ ‫يَا بُنَيَّ إ‬
َ ْ ُ َ
ُ ‫ فَ ِإ ْن َل ْم َي ِز ْد َك فَا ْع َل ْم أَنَّ ُه َال َي‬،‫ح ْل ِم َك َو َو َقا ِر َك‬
‫ض ُّر َك َو َال َينْفَ ُع َك‬ ِ ‫ش ِي َك َو‬ ْ ‫ِفي َم‬

“Anakku, kalau kau telah mencatat sepuluh ‘huruf ’,


berhentilah sejenak. Perhatikanlah! Apakah dirimu
bertambah tawadhu`, sabar, dan takut. Jika tidak,
maka ketahuilah apa yang telah kamu pelajari itu tidak
memberimu mudharat ataupun manfaat (sia-sia).”

Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/110


Tafakkur
Yusuf bin Asbath menuturkan:

“Setelah shalat `isya’, Sufyan berkata padaku, ‘Ambilkan ember wudhu’


untukku.’ Aku segera mengambil ember wudhu’ dan menyerahkannya.
Sufyan memegangi ember itu dengan tangan kanannya. Ia lalu berbaring
miring dengan telapak tangan kiri sebagai alas pipinya.

Aku pun tidur. Aku terbangun saat fajar telah terbit. Aku melihat Sufyan
masih dalam keadaan yang sama seperti malam itu. Aku membangunkannya
dan berkata, ‘Wahai Abu Abdullah, bangunlah. Fajar telah terbit!’ Sufyan
berkata,

‘Sejak kau serahkan ember malam tadi, aku terus memikirkan


berbagai urusan akhirat hingga detik ini.’” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-
Shafwah, 2/84)
Sufyan ats-Tsauri &
Kezuhudan
Kesaksian

Syu`bah: “Sufyan mengungguli semua orang


karena wara` dan ilmu.” (adz-Dzahabi, Siyar A`lam an-
Nubala, 6/238)

Qutaibah bin Sa`id: “Kalau bukan Sufyan, wara`


telah sirna.” (Abu Nu`aim, Hilyat al-Auliya, 7/20)
Fudhail bin `Iyadh, ahli zuhud kenamaan yang
dijuluki `Abid al-Haramain (Penghamba di Dua Tanah
Suci), ditanya, “Siapa teladanmu dalam urusan ini
(kezuhudan)?”

Fudhail menjawab, “Sufyan ats-Tsauri.”


(Abu Nu`aim, Hilyat al-Auliya, 7/3)
Aqwal & Ahwal

Waki` menuturkan, Sufyan ats-Tsauri berkata:


ِ ‫اب ْامل َ ْو‬
‫ت‬ ُ ‫ار ِت َق‬‫و‬َ ، ِ
‫ل‬ ‫م‬
َ َ ‫أل‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ص‬
َ ِ ‫ َو َل ِكن َّ ُه‬،‫ش ِن‬
‫ق‬ ِ ‫خ‬
َ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫س‬ ْ ‫ب‬‫ل‬ُ ‫و‬
َ ، ِ ‫س الزُّ ْه ُد ِبأ َ ْك ِل ا ْل َغلِ ْي‬
‫ظ‬ َ ‫ي‬
ْ َ
‫ل‬
ْ ُ

“Zuhud tidak dicapai dengan memakan makanan keras


dan mengenakan pakaian bertekstur kasar. Akan tetapi,
zuhud adalah pendek angan-angan (qishar al-‘amal) dan
bersiap-siap menyongsong kematian.”

(adz-Dzahabi, Siyar A`lam an-Nubala, 7/243)


ُ ‫فا‬
‫هلل‬ ُ ِّ ‫ف‬‫خ‬َ ‫ي‬
ُ ،ِ ‫ع‬‫ر‬ ‫و‬
َ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫ب‬ َ
‫ك‬ ‫ي‬
ْ َ
‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫و‬
َ .‫ا‬ ‫ي‬
َ ْ ‫ن‬‫د‬ُّ ‫ال‬ ِ
‫ات‬ ‫ر‬ ‫و‬ْ ‫ع‬
َ ‫هلل‬
ُ ‫ا‬ َ
‫ك‬ ‫ر‬ ‫ص‬ِّ َ ‫ب‬‫ي‬
ُ ، ِ
‫د‬ ‫ه‬
ْ ‫ز‬
ُّ ‫ال‬ ِ
‫ب‬ َ
‫ك‬ ‫ي‬
ْ َ
‫ل‬ ‫َع‬
َ َ ُ
،ِ‫الش َّك ِبا ْل َي ِق ْني‬
َّ ِ‫ َوا ْدفَع‬،‫ع َما َي ِر ْيبُ َك إِ َلى َما َال َي ِر ْيبُ َك‬ ْ َ َ َ َ ‫َعن ْ َك‬
‫د‬ ‫و‬ . َ
‫ك‬ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫س‬ ِ
‫ح‬
‫س ِّل ْم َل َك ِد ْين َ َك‬َ ‫ُي‬

“Hendaklah kamu zuhud. Dengan begitu, Allah akan


menunjukkan padamu cela-cela dunia. Hendklah kamu
wara`. Dengan begitu, Allah akan meringankan hisabmu.
Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu dan pilihlah yang
tidak meragukanmu, tolak keraguan dengan keyakinan,
maka Allah akan menyelamatkan keyakinan agamamu.”

(Abu Nu`aim, Hilyat al-Auliya, 7/20)


‫ائ َك ِف ْي َها‬
ِ ‫خر ِة ِب َق ْد ِر َب َق‬
َ
ِ ‫ َولِ ْآل‬،‫ائ َك ِف ْي َها‬
ِ ‫ِا ْع َم ْل لِل ُّدنْ َيا ِب َق ْد ِر َب َق‬

“Bekerjalah untuk dunia sekadar bekal yang kau


butuhkan selama hidupmu di dalamnya. Berbuatlah
untuk akhirat sebanyak bekal yang kau perlukan untuk
tinggal di sana.”

(Abu Nu`aim, Hilyat al-Auliya, 7/57)


‫ َوفَ َر َح َها َال‬،‫ إِ َّن ال ُّدنْيَا َغ ُّم َها َال يَفْنَى‬،‫خي‬ ِ َ ‫ يَا أ‬.‫الس ْو ِء ُك ِّل ِه‬
ُّ ‫اك ِم َن‬ َ ‫َعافَانَا اهللُ َو إِ َّي‬
‫ب‬ ِ
‫ط‬ ‫ع‬ َ ‫ت‬َ ‫ف‬ ‫ن‬
َ ‫ا‬‫و‬ َ ‫ت‬َ ‫ت‬ َ
‫ال‬ ‫و‬ ، ‫و‬‫ج‬ ْ ‫ن‬َ ‫ت‬ ‫ى‬َّ ‫ت‬‫ح‬ َ
‫ك‬ ِ
‫س‬ ْ ‫ف‬َ ‫ن‬ِ ‫ل‬ ْ
‫ل‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ا‬ َ ‫ف‬ ،‫ي‬ ‫ض‬ ِ َ
‫ق‬ ْ ‫ن‬‫ي‬ َ
‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ر‬ ْ ِ
َ ْ َ َ َ ُ َ َْ َ َ َ ‫ َو‬،‫َي ُد ْو ُم‬
‫ك‬ ‫ف‬

“Semoga Allah membebaskan kita dari segala


keburukan. Saudaraku, sesungguhnya dunia itu;
kegalauannya tidak berujung, kebahagiaannya tidak
abadi, beban memikirkannya tidak akan habis. Maka,
fokuslah beramal sampai engkau selamat. Jangan
lengah sedikitpun agar engkau tidak terpeleset.”

(Abu Nu`aim, Hilyat al-Auliya’, 6/372)


‫ب إِ َليَّ ِم ْن‬
ُّ ‫ح‬
َ َ ‫أ‬ ،‫ا‬ ‫ه‬
َ ‫ي‬
ْ َ
‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫هلل‬
ُ ‫ا‬ ‫ي‬
َ ِ
‫ن‬ ُ ‫ب‬ ِ
‫اس‬ ‫ح‬
َ ‫ي‬
ُ ٍ ‫م‬‫ه‬َ ‫ر‬
ْ
ِ
‫د‬ ‫ف‬ِ َ
‫آال‬ َ ‫ة‬‫ر‬
َ َ
‫ش‬ ‫ع‬
َ ‫ف‬
َ ِّ
‫ل‬ َ ُ ‫َأل َ ْن أ‬
‫خ‬
ِ َّ ‫أ َ ْن أ َ ْحتَا َج إِ َلى الن‬
‫اس‬

“Bagiku, meninggalkan warisan 10,000 dirham dan


mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah adalah
lebih baik daripada aku harus menggantungkan
kebutuhanku kepada orang lain.”

(Adz-Dzahabi, Siyar A`lam an-Nubala, 7/241)


Abu Bakar al-Marrudzi bertanya kepada Ahmad bin
Hanbal,

“Apa yang dilakukan Sufyan ats-Tsauri ketika pergi ke


Yaman?” Ahmad menjawab, “Berdagang dan
menjumpai Ma`mar.”

“Banyak orang menyatakan bahwa Sufyan ats-Tsauri


membawa uang 100 dinar?” lanjut al-Marrudzi.
Ahmad menjawab, “Yang benar 70 dinar.”

(Abu Bakar al-Khallal, al-Hatsts `ala at-Tijarah, hal, 35)


Yusuf bin Asbath menyatakan, “Saat meninggal, Sufyan
ats-Tsauri meninggalkan warisan uang sebanyak 200
dinar.”

Yusuf melanjutkan, Sufyan ats-Tsauri pernah berkata:

‫س َّل َم أَنْفَعَ ِأل َ ْهلِ َها‬ ‫و‬ ِ


َ َ ‫ص َّلى اهللُ َع َل ْي‬
‫ه‬ ِ َ‫َما َكان‬
َ ‫ت ا ْل ُق َّوةُ ُمذْ َب َع‬
َ ‫ث اهللُ َعزَّ َو َج َّل ُم َح َّم ًدا‬
ِ ‫ِمن ْ َها ِفي َهذَا الزَّ َم‬
‫ان‬

“Sejak Allah `azza wa jalla mengutus Muhammad Saw,


tidak ada kekuatan yang lebih bermanfaat bagi
pemiliknya daripada harta untuk hidup di masa kini.”

(Abu Bakar al-Khallal, al-Hatsts `ala at-Tijarah, hal, 35-36)


Muhammad bin Tsaur menuturkan:

“Saat kami duduk santai di Masjidil Haram, Sufyan


ats-Tsauri melintasi kami. Ia bertanya, ‘Mengapa
kalian duduk-duduk seperti itu?’ Kami balik
bertanya, ‘Terus, apa yang harus kami lakukan?’
Sufyan berkata,

‘Carilah karunia Allah (rejeki). Jangan jadikan diri


kalian beban hidup kaum Muslimin!’”

(Abu Bakar al-Khallal, al-Hatsts `ala at-Tijarah, hal, 37)


Ibn Abi `Utbah menuturkan, Sufyan ats-Tsauri
berkata:

‫ َو إِ َّال فَاطْ ُلبْ ُه‬،‫إِ ْن َكا َن ِعن ْ َد َك ُب ٌّر فَت َ َعبَّ ْد‬

“Jika engkau punya gandum maka beribadahlah.


Jika tidak punya, carilah!”

(Abu Bakar al-Khallal, al-Hatsts `ala at-Tijarah, hal, 38)


Sufyan ats-Tsauri:

‫س َال ٌح‬ ِ ‫ال ِفي َهذَا الزَّ َم‬


ِ ‫ان‬ ُ َ ‫امل‬

“Di jaman ini, harta adalah senjata.”


(Abu Bakar al-Khallal, al-Hatsts `ala at-Tijarah, hal, 37)
Sufyan ats-Tsauri:

‫صلِ ُح َك‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫م‬


ْ ُ َ َ َ‫ا‬ ‫ه‬ْ ‫ن‬‫م‬ِ ‫ب‬‫ل‬ُ ْ ‫ط‬ َ ‫ت‬ ‫ن‬
ْ َ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫ي‬ْ ‫ن‬
َ ُّ‫د‬‫ال‬ َ
‫ك‬ ‫ب‬‫ح‬
ِّ ُ ‫ن‬
ْ ِ
‫م‬ َ ‫َل ْي‬
‫س‬
“Tidak termasuk cinta dunia (hubbud-dunya) ketika
engkau mengejarnya untuk memenuhi keperluan
hidupmu.”

(Abu Bakar al-Khallal, al-Hatsts `ala at-Tijarah, hal, 61)


Pandangan & Pesan
‫س َّل ًما‬ ‫ا‬ ‫ي‬ْ
ُ َ ُّ ‫ن‬‫د‬‫ال‬ ‫ى‬ َ
‫ل‬ ِ ‫إ‬ ‫ن‬
َ ‫آ‬‫ر‬ ُ
‫ق‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ْ ُ ‫ذ‬‫خ‬َ َّ ‫ت‬‫ا‬ ِ
‫اء‬‫ر‬ ُ
‫ق‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ار‬ ‫ج‬
َّ ُ ‫ف‬ ‫ن‬
َّ ِ ‫إ‬
ْ َّ َ

“Sesungguhnya kaum terpelajar agama yang


bejat (fujjar al-qurra’) menjadikan Alqur’an
sebagai anak tangga untuk mencapai dunia.”

Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/85


ُ‫صى اهلل‬ ‫ع‬
َ ُْ ‫ي‬ ‫ن‬
ْ َ ‫أ‬ ‫ب‬ ‫ح‬َ
َّ َ ْ‫أ‬ ‫د‬‫ق‬َ َ ‫ف‬ ، ِ
‫اء‬ ‫َم ْن َد َعا لِظَالِم ٍ ِبا ْلبَ َق‬

“Siapa yang mendoakan orang zalim agar


panjang umur, berarti dia menyukai maksiat
kepada Allah terus terjadi.”

(Abu Nu`aim, Hilyat al-Auliya, 7/46)


Sufyan ats-Tsauri menginap bersama beberapa orang di rumah
Abdurrahman bin Mahdi. Di tengah malam Sufyan terdengar
menangis begitu hebat.

Paginya, seseorang berkata, “Wahai Abu Abdullah, tampaknya


engkau memiliki begitu banyak dosa.” Sufyan mengangkat
sebongkah tanah lalu menjawab,

‫ت‬ ِْ ‫ب‬
َ ‫اإليْ َما َن َقبْ َل أ َ ْن أ َ ُم ْو‬ َ َ
‫ل‬ ‫س‬
ْ ُ ‫أ‬ ‫ن‬
ْ َ ‫أ‬ ‫اف‬
ُ َ
‫خ‬ َ ‫أ‬ ‫ي‬ ِّ ‫ن‬ِ ‫إ‬ .‫ا‬ َ ‫ذ‬ ‫ن‬
ْ ِ
‫م‬ ‫ي‬‫د‬ِ ْ ‫ن‬‫ع‬ِ ‫ َلذُنُ ْو ِبي أ َ ْه َو ُن‬،ِ‫َواهلل‬

“Demi Allah, bagiku, dosa-dosaku lebih ringan daripada


ini. Namun —ada yang lebih besar—, aku takut imanku
dicabut dari hati ini sebelum aku mati.”

(Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/85)


Menjelang Wafat
Beberapa saat menjelang wafat, Sufyan ats-Tsauri berkata kepada muridnya,
Ibn Abjar:

“Ibn Abjar, kau lihat sendiri keadaanku saat ini. Kumpulkanlah orang-orang
untuk menyaksikan kematianku.” Ibn Abjar mengundang banyak orang.
Hammad bin Salamah hadir di antara mereka. Hammad duduk paling dekat
dengan kepala Sufyan.

Sufyan mengela nafas. Hammad yang melihatnya, berkata: “Berbahagialah!


Engkau pasti selamat dari yang kau takutkan selama ini. Engkau akan segera
menghadap Tuhan yang Maha Pemurah.”

Sufyan berkata, “Wahai Abu Salamah, apakah menurutmu Allah


akan mengampuni orang seperti aku?” Hammad menjawab, “Tentu!
Demi Allah yang tidak ada tuhan yang pantas disembah selain Dia.” Sufyan
tampak lega dan tenang. (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/86)

Anda mungkin juga menyukai