Anda di halaman 1dari 92

UNIVERSITAS INDONESIA`

GAMBARAN PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS


GIZI PADA ANAK YANG MENGALAMI PENYAKIT
HIRSCHSPRUNG DAN MALFORMASI ANORECTAL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan

RIZKI DEWI UTAMI


1306489363

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2015

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


UNIVERSITAS INDONESIA`

GAMBARAN PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS


GIZI PADA ANAK YANG MENGALAMI PENYAKIT
HIRSCHSPRUNG DAN MALFORMASI ANORECTAL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan

RIZKI DEWI UTAMI


1306489363

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2015

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.
Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.
Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkatNyalah kami
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi tentang “Gambaran praktik pemberian
makan dan status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung atau
Malformasi Anorectal”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan.

Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung tersusunnya skripsi ini, tanpa doa dan dukungan mereka skripsi ini
tidak akan terselesaikan dengan baik. Beribu terima kasih saya ucapkan kepada:
1. Siti Chodidjah, S.Kp., M.N selaku pembimbing skripsi yang selalu
mengobarkan panas dan semangat dalam diri untuk terus melakukan yang
terbaik. Tak pernah lelah untuk memberikan arahan dan saran terbaik selama
proses penyelesaian skripsi ini.
2. Ns. Widyatuti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom selaku pembimbing akademik yang
selalu memberi semangat dan motivasi untuk selalu lebih baik.
3. Elfi Syahreni, Ns., Sp. Kep. An dan Happy Hayati, Ns., Sp. Kep. An selaku
penguji dalam sidang yang mau meluangkan waktunya untu memberikan
saran dan motivasi terkait penelitian yang akan saya lakukan.
4. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M. App.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan
5. Kuntarti, S.Kp., M.Biomed selaku koordinator mata ajar Skripsi.
6. Ns Nurlaila, S.Kep. selaku pembimbing penelitian di Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta dan juga kepala ruangan Ruang Widuri Bedah
anak beserta direksi Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yang
sudah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian.
7. Keluarga tercinta yang jauh di sana (Babah, Mamah, Kakak, dan Keponakan
tercinta) yang walaupun jauh namun doa dan dukungannya terasa dekat di hati
untuk terus menyemangati
8. Serta teman-teman Pejuang Ekstensi Ruar Biasa 2013 (PETIR 2013) yang
selalu bersemangat dan kompak untuk sukses bersama dalam suka dan duka,
“Masuk Bersama, Keluar Bersama” Salam Responsif !!!.

ii

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Dalam penyusunan skripsi ini saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahannya. Oleh karena itu saya mengharapkan partisipasi dari para pembaca
skripsi ini dalam bentuk kritik dan saran yang bersifat konstruktif agar skripsi ini
dapat lebih baik lagi.

Besar harapan saya skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia
keperawatan.

Depok, Juli 2015

Penulis

iii

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.
ABSTRAK

Nama : Rizki Dewi Utami


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Gambaran Praktik Pemberian Makan dan Status Gizi pada
Anak yang Mengalami Penyakit Hirschsprung atau
Malformasi Anorectal

Anak yang mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal sering


mengalami kurang gizi dikarenakan terjadinya distensi abdomen yang
menyebabkan penurunan asupan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran praktik pemberian makan dan status gizi pada anak yang
mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan jumlah responden 48 anak yang dipilih
dengan teknik pengambilan data consecutive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan 52,1% ibu telah melakukan praktik pemberian makan sesuai dan
76% responden memiliki status gizi normal. Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat dilakukan dengan jumlah responden yang lebih banyak sehingga gambaran
hasil penelitian dapat digeneralisasikan untuk populasi yang lebih luas.

Kata Kunci: Malformasi Anorectal, Penyakit Hirschsprung, Praktik Pemberian


Makan, Status Nutrisi

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


ABSTRACT

Name : Rizki Dewi Utami


Study Program : Bachelor of Nursing
Tittle : Description of Feeding Practice and Nutritional Status
among Children Experience Hirschsprung Disease or
Malformation Anorectal

Children suffer Hirschsprung Disease or Malformation Anorectal are often


experiencing under nutrition because of distended abdomen that causes decreasing
nutritional intake. This research aimed to describe feeding practice and nutritional
status among children suffer Hirschsprung Disease or Anorectal Malformation.
This research used descriptive design with 48 children as respondents. The
respondents were selected with consecutive sampling technique. The result
showed that 52,1 % mothers had a good feeding practice and 76% of the children
had normal nutritional status. Further research is expected to be done with more
respondents so that the results can be generalized for the population.

Keywords: Anorectal Malformation, Hirschsprung's Disease, Feeding Practices,


Nutritional Status.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
ABSTRACT ...................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9


2.1 Penyakit Hirschsprung ...................................................................... 9
2.2 Malformasi Anorectal ..................................................................... 11
2.3 Status Gizi ....................................................................................... 13
2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ...................................... 21

BAB III: KERANGKA PENELITIAN .......................................................... 29


3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 29
3.2 Definisi Operasional ........................................................................ 31

BAB IV: METODE PENELITIAN ................................................................. 33


4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 33
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 33
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 35
4.4 Etika penelitian ................................................................................ 35
4.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 36
4.6 Proses Pengumpulan Data ................................................................ 39
4.7 Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 40

BAB V: HASIL PENELITIAN ....................................................................... 42


5.1 Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 42
5.2 Penyajian Data ................................................................................. 42
5.2.1 Karakteristik Responden ....................................................... 42
5.2.2 Status Gizi Pada Anak yang Mengalami Penyakit Hirschsprung
atau Malformasi Anorektal pada Kondisi Perawatan Anak Saat
Ini ......................................................................................... 45
5.2.3 Pemberian Makan Pada Anak................................................ 46

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB VI: PEMBAHASAN ............................................................................... 48
6.1 Interpretasi dan Pembahasan ........................................................... 48
6.1.1 Karakteristik Responden ........................................................48
6.1.2 Status Gizi Pada Anak yang Mengalami Penyakit Hirschsprung
atau Malformasi Anorektal pada Kondisi Perawatan Anak Saat
Ini ......................................................................................... 56
6.1.3 Pemberian Makan Pada Anak................................................ 57
6.2 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 61
6.3 Implikasi Penelitian ......................................................................... 61

BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 63


4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 63
4.2 Saran ............................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
Tabel3.1: Definisi Operasional Variabel. ..................................................................31
Tabel4.1: Analisa Univariat Variabel Data Penelitian.......................................... 42
Tabel5.1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia dan Pendidikan Ibu
........................................... ............................................................. ....43
Tabel5.2: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan dan
Pemasukan/Penghasilan Ibu ........................................... ................ ....43
Tabel5.3: Distribusi Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Ibu ........................................... ................................. ....44
Tabel5.4: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia dan Pendidikan Ibu
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Dan
Jumlah Anggota Keluarga ........................................... ................... ....44

Tabel5.5: Distribusi Berdasarkan Usia Anak....................................................... 44


Tabel5.6: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
........................................... ............................................................. ....45

Tabel5.7: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Pemberian ASI


.............................................................................................................. 45
Tabel5.8: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kondisi Perawatan Anak Saat
Ini....................................................................................................... 46
Tabel5.9: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Praktik Pemberian Makan Dan Status
Gizi.................................................................................................... 47

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


DAFTAR SKEMA ......................................................................................... viii
Skema 2.1 : Kerangka Teori.........................................................................................28
Skema 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian....................................................................30

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
Lembar Penjelasan Penelitian
Lembar Persetujuan Sebagai Responden Penelitian
Kuesioner A
Kuesioner B
Surat Permohonan Data Penelitian
Surat Ijin Penelitian dari Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta
Surat Lolos Kaji Etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masa pertumbuhan dan perkembangan paling pesat terjadi pada dua tahun awal
kehidupan. Status gizi yang optimal pada bayi usia dua tahun (baduta) merupakan
salah satu penentu kualitas sumber daya pada masyarakat sehingga penanganan
tepat pada awal pertumbuhan akan mencegah gangguan gizi yang dapat muncul
saat dewasa (Merryana, 2012). Anak yang memiliki gizi baik juga harus mendapat
perhatian gizi, hal ini disebabkan pada usia ini anak rentan terkena gizi kurang
sehingga bila tidak mendapat penanganan lebih lanjut dapat membuat anak
mengalami penurunan status gizi (UNICEF, 2009).

Usia dua tahun pertumbuhan dan perkembangan anak membutuhkan gizi cukup
yang dipengaruhi oleh faktor internal berupa genetik dan faktor eksternal berupa
asupan makanan yang dikonsumsi setiap hari (Ministry of Health, 2008).
Berdasarkan data WHO 2011, prevalensi anak gizi kurang di Indonesia mencapai
54% (WHO,2011). Menurut data Riskesdas tahun 2013 prevalensi status gizi
kurang pada balita mengalami peningkatan menjadi 19,6%, yang awalnya sudah
menunjukkan penurunan pada tahun 2007 18,4% dan pada tahun 2010 17,9%
(Riskesdas, 2013).

Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah praktik pemberian makan pada
anak yang tidak tepat (Depkes, 2010). Berdasarkan data WHO 2010, 1,5 juta anak
meninggal karena pemberian makanan yang tidak tepat dan 90% diantaranya
terjadi di negara berkembang (WHO, 2010).

Pemberian makanana pendamping ASI yang tepat waktu dan berkualitas juga
dapat menurunkan dan menekan angka kematian balita sebesar 6% (Jones et al,
dalam Irawati 2004). Salah satu bentuk tanggung jawab dan kasih sayang orang
tua kepada bayinya adalah memberi perhatian dan perawatan yang baik,
diantaranya adalah memberi asupan gizi yang cukup sesuai degan usia dan

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


tahapan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sangat dibutuhkan. Faktor
utama yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi secara normal adalah asupan
makanan yang kuantitas dan kualitasnya baik. Hal tersebut dapat bermanfaat
untuk proses pertumbuhan dan perkembangan serta menjaga kesehatan (upaya
pencegahan berbagai penyakit atau masalah kesehatannya).

Dalam Supriyati (2009), menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi, balita
dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian MP ASI yang tidak tepat.
Keadaan ini memerlukan penanganan tidak hanya dengan penyedian pangan tetapi
dengan pendekatan yang lebih komunikatif sesuai dengan tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu. Dalam penelitian Islam et al. (2013), menemukan adanya
hubungan positif yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan nutrisi
pada anak. Hubungan positif tersebut ada karena tingkat pendidikan ibu sangat
terkait dengan perawatan anak yang baik dan kesehatan yang baik. Bila
dibandingkan antara wanita dengan pendidikan tinggi daripada wanita dengan
pendidikan rendah mungkin dapat membantu dalam peningkatan pendapatan
keluarga mereka, dengan membantu keluarga untuk memberikan kualitas
makanan yang lebih baik kepada anak–anak mereka. Selain itu, tingkat
pendidikan ibu yang baik dapat memanfaat segala keterbatasan sumber daya yang
ada di rumah tangga dan fasilitas kesehatan yang tersedia, pembatasan dalam
keluarga, mempertahankan dengan baik perilaku hidup sehat dan perawatan
kesehatan bagi anak – anak mereka.

Untuk mencapai tumbuh kembang bayi secara optimal, WHO/UNICEF,


menetapkan Global Strategi for Infant and Young Child Feeding di Indonesia
yang ditindaklanjuti dengan penyususnan strategi nasional pemberian makanan
bayi dan anak yaitu memberikan ASI 30 menit setelah kelahiran, memberikan
hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak lahir sampai berumur 6 bulan
memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang cukup dan bermutu sejak
bayi umur 6 bulan dan memasukkan pemberian ASI anak berumur 2 tahun
(Depkes RI, 2006).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Masalah kurang gizi merupakan hal yang mendapat perhatian yang cukup serius
baik bagi masyarakat Indonesia (nasional) maupun internasional. Menurut
undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan
bahwa Pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak, yaitu tentang kelangsungan
hidup, pertumbuhan dan perkembangan serta perlindungan demi kepentingan
terbaik anak (Depkes, 2007). Dimana salah satu kebutuhan dasar anak untuk
tumbuh dan berkembang adalah makanan bergizi seimbang (sejak lahir sampai 6
bulan hanya ASI saja, sesudah 6 bulan sampai 2 tahun ASI ditambah Makanan
Pendamping ASI). Dan menurut kesepakatan global yang dituangkan dalam
Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan
48 indikator, menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara menurunkan
kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Dua dari lima
indikator sebagai penjabaran tujuan utama MDGs adalah menurunnya prevalensi
gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah
penduduk dengan defisit energi (indikator kelima) di Indonesia (Depkes, 2007).

Pada tahun 1997 Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO),
United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) bekerja sama mengadapatasi suatu manajemen terpadu bagi balita sakit
yang salah satunya penanggulangan gizi kurang pada balita (Depkes, 2007).
Terdapat 3 komponen pada penerapan manajemen ini yang diantaranya
memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan dirumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu Balita Sakit
Berbasis Masyarakat) (komponen III). Dalam manajemen terpadu ini berisi
diantaranya tentang pemberian nutrisi sesuai usia pada balita sakit dan
pendidikan pada orang tua tentang cara pemberian makan pada anak sesuai usia
pada balita sakit.

Pada manajemen ini, orang tua atau ibu yang memiliki anak yang sakit di ajak dan
di ajarkan bagaimana cara pemberian nutrisi yang baik agar anak yang sakit dapat
kembali sehat dengan nutrisi yang baik sesuai dengan salah satu strategi pada

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


komponen III (Depkes, 2007). Dengan mengikuti manajemen terpadu ini,
diharapkan anak yang mengalami gizi kurang akibat penyakit Hirschsprung atau
Malformasi Anorektal bisa mendapatkan status nutrisi yang baik agar saat mereka
harus menjalani terapi definitif atau operasi dapat berjalan baik dan saat proses
pemulihan sang anak terhindar dari infeksi akibat status nutrisi yang buruk.

Nutrisi yang baik akan diserap dengan baik oleh tubuh apabila sistem
pencernaannya baik. Namun kita ketahui bahwa setelah bayi lahir sistem
pencernaannya belum matur dan sangat rentan terjadinya infeksi dan masalah
pencernaan lainnya. Selain itu, terdapat pula penyebab lain yang mengakibatkan
adanya masalah pencernaan lainnya yaitu kelainan kongenital seperti penyakit
Hirschsprung (Hirschsprung Desease atau Megacolon Aganglionik Congenital)
dan Malformasi Anorektal (Wong, 2010).

Penyakit Hirschsprung (Megacolon Aganglionik Congenital) merupakan


obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakadekuatan motilitas bagian usus
(Wong, 2010). Obstruksi ini terjadi karena tidak terdapatnya syaraf Meissner dan
Aurbach pada bagian distal kolon. Tidak adanya syaraf pada kolon biasanya selalu
dimulai pada bagian distal. Sekitar 80-85% kasus hanya mengenai bagian rektum
dan sigmoid. Pada kasus yang sangat langka, aganglionis ini dapat terjadi pada
seluruh kolon dan sebagian kecil intestin (Gunnarsdottir & Wester, 2011).
Penyakit hirschprung empat kali lebih sering mengenai bayi atau anak laki-laki
daripada perempuan, mengikuti pola familial pada sejumlah kasus dan cukup
sering dijumpai di antara anak-anak yang menderita sindrom down. Insidensinya
adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup (Wong, 2010). Bergantung pada gambaran
klinis penyakit ini bisa bersifat akut dan mengancam kehidupan pasiennya atau
suatu kelainan yang kronis.

Kelainan kongenital pada sistem perncernaan lainnya adalah Malformasi


Anorektal. Malformasi Anorektal meliputi beberapa bentuk anus imperforata yang
acapkali disertai dengan anomali pada organ uregonital dan pelvik. Malformasi ini
merupakan bentuk malformasi kongenital yang paling sering ditemukan akibat

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


perkembangan embrio yang abnormal dengan insiden 1 dalam 2000 hingga 5000
kelahiran hidup (Hendren, 1998 dalam Wong, 2010). Manifestai penyakit ini
dibagi dalam tiga jenis, yaitu: terbentuknya anus dengan fistula, terbentuknya
anus tanpa fistula, dan stenosis anus. Pada anak laki-laki terbentuk fistula pada
rectouretra sementara pada anak perempuan terdapat fistula pada rectovetibular.
Kejadian konstipasi pada Malformasi Anorectal merupakan keluhan yang sering
ditemukan (Levitt, Kant, & Pena, 2010).

Menurut Corputty (2015) data kelahiran bayi penderita hirschsprung di Indonesia


belum ada. Namun jika diasumsikan insidennya 1 dari 5000 kelahiran, maka
dengan tingkat kelahiran 35 bayi permil dan jumlah penduduk 220 juta, maka
diperkirakan akan dilahirkan 1400 bayi dengan hirschsprung dan malformasi
anorektal. Menurut Hackman (2005) Di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, kedua
penyakit tersebut merupakan penyakit yang paling banyak ditemui di ruang rawat
bedah anak. Sekitar 30% anak yang di rawat di ruang tersebut mengalami
penyakit tersebut. Tercatat terdapat 20-40 kasus Hirschsprung yang dirujuk setiap
bulan. Sebagian besar anak-anak tersebut terlambat menjalani terapi definitif
karena berbagai alasan sehingga sering ditemui anak dengan hirschsprung dan
malformasi anorektal yang mengalami kurang gizi. Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta (RSAB HARKIT Jakarta), merupakan rumah sakit khusus
anak dan bunda rujukan nasional dan untuk kasus dengan penyakit Hirschsprung
dan Malformasi Anorectal cukup banyak. Tercatat 3 bulan pertama di Tahun
2015, pada bulan Januari terdapat 27 kasus dengan Malformasi Anorectal dan 36
kasus dengan penyakit Hirschsprung, pada bulan Februari 33 kasus dengan
Malformasi Anorectal dan 53 kasus dengan penyakit Hirschsprung dan pada
bulan Maret 46 kasus dengan Malformasi Anorectal dan 59 kasus dengan
penyakit Hirschsprung.

Penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorektal selain sama-sama penyakit


kongenital pada sistem gastrointestinal juga memiliki tanda gejala yang hampir
sama yaitu terjadinya konstipasi dan distensi abdomen (Wong, 2010). Dimana
akibat gangguan konstipasi ini menimbulkan terjadinya penumpukan feses di

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


kolon yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya distensi abdomen.
Sejalan dengan waktu distensi abdomen semakin bertambah dan membuat anak
semakin merasa mual, tidak nafsu makan, dan muntah. Apabila rasa mual muntah
dan tidak nafsu makan tidak di atasi maka hal ini akan menyebabkan asupan
nutrisi pada anak akan menurun, sehingga anak akan mengalami kurang gizi. Oleh
sebab itu masalah kurang gizi menjadi sangat umum ditemukan pada anak yang
menderita Hirschsprung atau Malformasi Anorektal.

Pada anak, manajemen terapi untuk penyakit Hirschsprung atau Malformasi


Anorektal salah satunya adalah dengan melakukan operasi definitif dimana pada
kedua penyakit ini dilakukan pembuatan kolostomy sebagai jalan untuk
mengurangi penumpukan feses di kolon. Dimana kolostomi adalah tindakan
pembedahan untuk membuat bukaan pada kolon yang diarahkan ke permukaan
abdomen untuk mengeluarkan kotoran dalam tubuh (Burch, 2004 & Wound
Ostomy and Continance Nurse Society, 2006). Adapun penyakit yang bisa
menjadi penyebab dilakukannya pembedahan kolostomi adalah malformasi
anorectal, hirschprung, intussescepsi, meconium ileus, necrotiting, enterocolitis,
obstruksi colon, perforasi bowel, dan trauma (Burch, 2005; Taylor, 2009; Wong,
2009). Untuk melakukan terapi definitif atau tindakan operasi, baik anak yang
mengalami penykit hirschsprung dan malformasi anorectal harus memiliki berat
badan kurang lebih 9 kg (Wong, 2009).

Penelitian yang berkaitan dengan gambaran praktik pemberian makan dan status
gizi pada anak yang mengalami penyakit Hisrhchcprung atau Malformasi
Anorectal sampai saat ini belum ditemukan oleh peneliti baik. Namun peneliti
mendapatkan penelitian yang dilakukan oleh Wandini (2012) dimana penlitian ini
melakukan penelitian tentang praktik pemberian makan kepada anak-anak di panti
asuhan di Jakarta dimana hasil dari penelitian tersebut mendapati gizi anak-anak
usia 0-59 bulan di panti tersebut dalam keadaan baik. Dari 144 responden yang
diteliti terdapat 4% yang mengalami gizi rendah dan stunting (dengan berat badan
rendah) dan 7% mengalami wasting.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Oleh karena masih minimnya penelitian tentang praktik pemberian makan dan
status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hisrhchcprung atau Malformasi
Anorectal, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah


Kurang gizi pada anak apabila tidak diatasi dengan baik akan berdampak kurang
baik untuk masa yang akan datang. Karena masa 1000 hari pertama kehidupan
anak adalah masa kritis untuk mendapatkan asupan nutrisi yang adekuat untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung sangat pesat. Pada
penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal kejadian kurang gizi bisa
terjadi akibat adanya mual dan muntah sehingga menyebabkan asupan nutrisi
yang tidak adekuat. Salah satu manajemen terapi pada dua penyakit in adalah
terapi definitif atau tindakan operasi, dimana untuk melakukan terapi ini
diperlukan status nutrisi baik dengan salah satunya berat badan yang cukup.
Seorang anak yang menderita gizi kurang mungkin tidak akan mampu bertahan
terhadap pembedahan sebelum kondisi fisiknya diperbaiki. Untuk memperbaiki
status gizi anak tersebut adalah dengan pemberian makan yang sesuai salah
satunya dengan memberikan diet tinggi kalori tinggi protein dan rendah serat.
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran praktik
pemberian makan dan status gizi pada anak yang mengalami penyakit
Hirschsprung atau Malformasi Anorectal.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran praktik pemberian makan dan status gizi pada anak
yang mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal.

1.3.2. Tujuan Khusus


1.3.2.1. Mengidentifikasi karakteristik anak dan ibu (usia, jenis kelamin, berat
badan anak (lahir dan saat ini), tinggi badan, lama pemberian ASI, IMT
ibu, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jumlah penghasilan, jumlah
anak, jumlah dan anggota keluarga ).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


1.3.2.2. Mengidentifikasi status gizi pada anak yang mengalami penyakit
Hirschsprung atau Malformasi Anorektal.
1.3.2.3. Mengidentifikasi praktik pemberian makan pada anak yang mengalami
penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Aplikatif
Dapat menjadi acuan dalam upaya mengidentifikasi praktik pemberian
makan dan status gizi pada anak dengan penyakit Hirschsprung atau
Malformasi Anorectal, sehingga penanganan secara dini pada anak dengan
status gizi yang kurang baik dan pemberian makan yang tidak sesuai dengan
anjuran WHO maupun Depkes RI dapat dilakukan dan pada akhirnya dapat
berkontribusi dalam membentuk generasi masa depan yang lebih baik.
1.4.2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi kajian ilmu bagi peneliti lain yang ingin
mengembangkan dan menindaklanjuti penelitian yang terkait. Seperti
penelitian tentang hubungan pemberian makan dengan status gizi pada anak
dengan penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal.
1.4.3. Bagi Orang Tua
Orang tua semakin sadar akan pentingnya memberikan nutrisi yang baik
pada anak dengan penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorektal untuk
kelangsungan hidup anak yang lebih berkualitas di masa yang akan datang.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Hisrchsprung

Penyakit Hirschsprung (Megacolon Aganglionik Kongenital) merupakan


obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakuatan motilitas bagian usus
(Wong, 2009). Penyakit Hirschsprung atau Megacolon Aganglionik adalah
penyakit kongenital yang disebabkan oleh abnormalitas dinding bagian dalam dari
usus besar, yang dimulai dari spingter ani interna dan meluas kebagian proximal.
Penyakit ini menjadi sebab tersering terjadiny obstruksi pada saluran cerna
neonatus. Kegagalan perkembangan sel saraf pada area usus besar hingga anus,
menyebabkan berkurang hingga tidak adanya reflek rectosphincteric yang
merupakan perangsangan stimulus untuk defekasi. Akibat dari hal itu tersebut
menyebabkan obstruksi pada usus besar sehingga feses tidak dapat keluar melalui
anus (konstipasi) dan menumpuk pada saluran tersebut. Untuk mengeluarkan
penuumpukan feses ini, dilakukanlah tindakan pembedahan kolostomi (Baxter,
2013).

2.1.1. Etiologi

Adapun penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung atau Megacolon belum


dipahami sepenuhnya. Diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering
terjadi pada anak down syndrome (Wong, 2009). Tidak ditemukannya sel
ganglion Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter
ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai
seluruh kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus
(Ngastiyah, 2005).

2.1.2. Patofisiologi
Istilah Megakolon Aganglionik kongenital menunjukkan defek primer yang
berupa tidak adanya sel-sel ganglion pada satu segmen kolon atau lebih. Segmen

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


yang aganglionik hampir selalu meliputi rektum dan sebagian proksimal usus
besar. Kadang-kadang dapat terjadi segmen yang terlewatkan atau aganglionisis
usus total. Kurangnya enervasi menyebabkan defek fungsional yang
mengakibatkan tidak adanya gerakan mendorong (peristaltik) sehingga isi usus
bertumpuk dan terjadi distensi usus di sebelah proksimal defek (megakolon)
(Wong, 2009).

2.1.3. Tanda dan Gejala Penyakit Hirschsprung


Kurangnya enervasi menyebabkan defek fungsional yang mengakibatkan tidak
adanya gerakan mendorong (peristaltik) sehingga isi usus bertumpuk dan terjadi
distensi usus di sebelah proksimal defek (megakolon). Disamping itu,
ketidakmampuan sfingter ani interna untuk melakukan relaksasi turut
menimbulkan manifestasi klinis obstruksi karena keadaan ini mencegah evakuasi
kotoran yang berbentuk padat, cair dan gas. Sehingga pada bayi baru lahir tanda
gejalanya adalah kegagalan untuk mengeluarkan mekonium dalam 24 hingga 48
jam sejak lahir. Akibat tidak mampu mengevakuasi kotoran terjadilah
penumpukan feses di kolon sehingga terjadilah distensi abdomen yang lama
kelamaan akan membuat rasa mual dan terjadi muntah yang bernoda empedu.
Akibatnya penderita enggan untuk makan dan minum sehingga anak akan tampak
malnutrisi dan anemik (Wong, 2009). Distensi intestinal dan iskemia dapat terjadi
karena distensi dinding usus yang ikut menyebabkan terjadinya enterokolitis
(inflamasi usus halus dan kolon), yaitu penyebab utama kematian pada anak-anak
yang menderita penyakit hirschsprung (Kirschner, 1996 dalam Wong, 2009).

2.1.4. Penatalaksanaan Terapeutik


Terapi utama penyakit hirschsprung adalah pembedahan untuk mengangkat
bagian usus yang aganglionik agar obstruksi usus dapat dihilangkan dan motilitas
usus serta fungsi sfingter ani interna dapat dipulihkan kembali (Wong, 2009).
Pada sebagian besar kasus, pembedahan dilakukan dalam dua tahap. Pertama,
pembedahan pembuatan ostomi temporer disebelah proksimal segmen
aganglionik yang umtuk menghilangkan obstruksi dan memungkinkan pemulihan
usus yang enervasinya normal serta mengalami dilatasi itu kembali kepada ukuran

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


normal. Kedua, pembedahan korektif total biasanya dilakukan ketika berat badan
mencapai 9 kg.

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dapat dikerjakan pada prosedur tersebut
meliputi prosedur Swenson, Duhamel, Boley, serta Soave.

2.2. Malformasi Anorektal


Malformasi anorectal (MAR) merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada
masa embrionik, yaitu pada usia kehamilan 7-10 minggu (Hidayat, 2008).
Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital di mana
rectum tidak mempunyai lubang keluar, anus tidak ada, abnormal dan ektopik.
Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan
hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator
ani, kulit, uretra, dan vagina. Malformasi anorektal meliputi beberapa bentuk anus
imperforata yang acapkali disertai dengan anomali pada organ urogenital dan
pelvik (Wong, 2009).

Penyakit Malformasi Anorektal dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu,


tidak terbentuknya anus tanpa disertai fistula, stenosis anal, dan tidak
terbentuknya anus dengan disertai adanya fistula.

2.2.1. Etiologi
Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa kasus,
malformasi anorectal kemungkinan disebabkab oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan (seperti penggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama
kehamilan) namun hal ini masih belum jela (Bobak, 2005).

2.2.2. Patofisiologi
Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari
bagian dorsal usus atau ruang kloaka ketika mesenchym bertumbuh ke dalam
membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan
canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Duktus kloaka adalah

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis
menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan.

Selama itu, bagian ventro urogenital berhubungan dengan dunia luar, membran
analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan pernyatuan
tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum yang
mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini
akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.

Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam


menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforata, atau
agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus
urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethalis atau
rectovestibularis.

2.2.3. Tanda dan Gejala Malformasi Anorectal


a. Pada Bayi
a) Lubang anus yang sempit atau salah letak di depan tempat semestinya.
b) Terdapat membran pada saat pembukaan anal.
c) Rektum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui
fistula.
d) Tidak terdapatnya pembukaan anus.
b. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah lahir atau keluar melalui
saluran urin, vagina atau fistula.
c. Konstipasi
d. Muntah pada 24-48 jam atau bila bayi diberi makan juga perlu diperhatikan.
e. Distensi abdomen dapat terjadi secara bertahap dalam 8-24 jam
(Wong, 2009; Oxford Radcliffe Hospital, 2014).

2.2.4. Penatalaksanaan Terapeutik


Pada malformasi anorektal, umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk
memperbaiki malformasi yang terjadi. Jenis pembedahan tergantung pada jenis

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


malformasi, dan memerlukan pemeriksaan diagnostik untuk mencari tahu letak
permasalahannya sebelum melakukan tindakan pembedahan (Rogers, 2012).
Terkadang jika keabnormalitasan ini cukup parah, bayi harus segera dilakukan
pemasangan kolostomi untuk memperlancar saluran pembuangan bagian bawah.
Kolostomi ini juga dapat berfungsiuntuk meningkatkan tumbuh kembang anak,
sebagai persiapan tindakan pembedahan selanjutnya.

2.3. Status Gizi


Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan
lebih (Almatsier, 2005).

Anak yang tidak mendapatkan asupan gizi yang adekuat dapat mengalami
kekurangan gizi. Masalah kurang gizi pada anak dapat dilihat dari tinggi badan
yang tidak sesuai dengan usia (stunted), berat badan yang tidak sesuai dengan usia
(wasted), dan tinggi badan yang tidak sesuai dengan berat badan (undernutrition).
Stundted merupakan indikator terpaparnya anak pada kondisi kurang gizi secara
kronik. Sementara wasted merupakan indikator dari kondisi gizi kurang. Stundted
dan wasted merupakan jenis undernutrition.

2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


a. Asupan Makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah
mendapat makanan bergizi seimbang dan pola makan yang salah (Pudjiadi,
2005). Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Setiap gram protein menghasilkan 4
kalori, lemak 9 kalori dan karbohidrat 4 kalori. Distribusi kalori dalam
makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari
lemak dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan kalori yang menetap setiap hari
sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam
seminggu (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makan misalnya pada
golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun
tidak perlu disaring. Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap
apabila sudah berumur 2-2,5 tahun. Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah
dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan
sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menetukan
jumlah kebutuhan dari setiap nutrient, emnentukan jenis makanan yang diolah
sesuai dengan hidangan yang dikehendaki (Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007).

Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam. Pola makan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita
tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi
seimbang. Berdasarkan keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan
yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsure zat tenaga yaitu
makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan
zat pengatur yaitu sayur dan buah (Soekirman, 2000).

b. Status Gizi Ibu


Status gizi ibu akan berpengaruh terhadap status gizi anak terutama pada masa
kehamilan, jika IMT ibu rendah atau kurang maka akan berdampak atau
berisiko terhadap berat badan lahir anak (ADA, 2003). Status gizi ibu saat ini
dalam IMT berperan nyata dalam status gizi anak, semakin rendah IMT ibu
maka akan semakin tinggi tingkat risiko anak untuk menderita kurang gizi
(Sandjaja, 2000). Penelitian Iswiyani (2004) menyebutkan bahwa terdapat
kecenderungan semakin baik status gizi ibu maka akan semakin baik pula
status gizi anak. Jika ibu gemuk atau obesitas maka kemungkinan anak
menjadi gemuk atau obesitas sebesar 40%, sedangkan jika ibu dan ayah kedua
– duanya gemuk atau obesitas maka kemungkinan anak menjadi gemuk atau
obesitas sebesar 70% (WHO, 2006).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Ada korelasi positif antara berat badan dan BMI ibu sesudah melahirkan
dengan berat badan bayi sampai umur 3 bulan dan korelasi tersebut semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya umur bayi. Selain itu BMI
berhubungan positif dengan panjang bayi umur 3-6 bulan. Keadaan tersebut
dikarenakan ada korelasi positif antara BMI dengan kandungan lemak dan
energy dalam ASI juga semakin tinggi. Demikian juga pada ibu dengan
simpanan lemak tinggi, kandungan lemak dalam ASI juga tinggi (Michaelsen,
et al dalam Irawati, 2004). Selain itu, tinggi badan dan berat badan ibu
mempunyai korelasi positif dengan kuantitas ASI yang dikonsumsi bayi umur
0-2 bulan. Kuantitas dan kualitas ASI yang baik berpengaruh positif pada
status gizi dan pertumbuhan bayi.

c. Status Sosial Ekonomi


Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi
adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai
kemakmuran hidup (Taruna, 2001). Sosial ekonomi merupakan suatu konsep
dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel
tingkat pekerjaan (Notoatmodjo, 2003). Rendahnya ekonomi keluarga akan
berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu,
rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan ekonomi yang
rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah
tersebut.

Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang
bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang
mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan
secara regular di luar rumah yang kan berpengaruh terhadap waktu yang
dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya. Pekerjaan
tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagai sampai

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana
mestinya (Depkes, 2004).

Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan


lebih dihargai secara social ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat dibagi
menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara lain tenaga administrasi
tata usaha, tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin dan ketatalaksanaan
dalam suatu intansi baik pemerintah maupun swasta dan pekerjaan yang
berstatus rendah antara lain petani dan operator alat angkut (Soekanto, 2000).

d. Pendidikan Ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan
dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan
dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting
dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah
tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai ketrampilan tertentu
yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat
mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita (Depkes RI, 2004).

Tingkat pendidikan terutama pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat


kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan
anak. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk
menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan
adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri dan
ktrampilan yang jdiperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara
Depkes RI, 2004). Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi balita
karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan
pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


diperlukan untuk meperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas
hidup seseorang.

e. Tingkat Pengetahuan Ibu


Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi
makanan dalam keluarga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang
dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman
makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena
pengaruh kebiasaan, iklan dan lingkungan. Selain itu,gangguan gizi juga
disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang
gizi dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan pengetahuan tentang ASI dan gizi seimbang, semakin baik
pengetahuan ibu semakin baik pula tingkat ketahanan pangan keluarga dalam
hal praktik pemberian ASI dan makanan kepada bayi serta pola pengasuhan
anak (CORE, 2004)

f. Jumlah Anak Yang Dimiliki


Menurut Hien (2008), umummnya keluarga dengan anak yang banyak
mengalami ketegangan dalam ekonomi untuk mengonsusmi makanan dan
karenanya dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya gizi buruk.
Ketidakefektifan dalam pembagian di rumah tangga diantaranya mungkin
menjadi pencetus terjadinya status nutrisi menurun. Terutama pada keluarga
miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak. Keluarga dengan
banyak anak memiliki waktu yang sedikit untuk merawat anak – anak mereka.
Karena pengaruh negatif dari tingginya angka kelahiran dengan status nutrisi
anak, pertambahan jarak kelahiran menjadi penting sebagai strategi untuk
memperbaiki status nutrisi pada anak.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


g. Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Kosim,
2008). Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran premature,
dimana bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada
umunya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin,
gangguan selama kehamilan dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari
waktunya. Bayi premature mempunyai organ dan alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda
umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan
prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan
komlplikasi akibat kurang matangnya organ karena premature (PONED,
2008).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir
kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan
pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh
keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat
tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonates, bayi, dan anak merupakan faktor utama
yang disebabkan BBLR (PONED, 2008). Gizi buruk dapat terjadi apabila
BBlr jangka panjang. Pada BBLR zat anti kekebalam kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang
masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk
(Kosim, 2008).

h. ASI
Asi adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan pembangunan kesehatan
bayi dana anak-anak dan memproteksi dari infeksi dan konsekuensinya.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Keuntungan ini relevan untuk semua lingkungan dan lebih penting untuk
anak-anak dengan kekurangan gizi dalam kondisi tidak higienis (WHO, 2004).
Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain
oleh karena praktis, mudah, murah, sedikit kemungkinan untuk terjadi
kontaminasi dan menjalin hubungan psikologis anak tersebut. Beberapa sifat
pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis,
nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu optimal yang
mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan
pertumbuhan bayi (Walker, 2008).

Sejak tahun 1999 badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi
diberikan ASI Eksklusif hingga 6 bulan pertama kehidupannya untuk
mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal.
Pemberian ASI dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak umur 2 tahun yang
disertai dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (WHO, 2004).

Menurut Roesli (2008) rekomendasi ini terkait bukan hanya karena ASI
mengandung zat proteksi bagi tubuh bayi, tetapi juga karena ASI masih
memenuhi 70% kalori untuk bayi 6-8 bulan, 55% untuk bayi 9-11 bulan dan
40% untuk 12-23 bulan. Keadaan ini secara bermakna memenuhi kebutuhan
makanan bayi sampai usia dua tahun. Dengan kata lain, pemberian ASI
membantu mengurangi angka kejadian kekurangan gizi dan berhentinya
pertumbuhan yang umumnya terjadi pada usia ini.

i. Durasi Pemberian ASI


Durasi pemberian ASI yang pendek (kurang dari 3 bulan) menyebabkan
malnutrisi pada 6 bulan pertama. Umur 0-6 bulan merupakan periode kritis
untuk anak dimana imunitas tubuhnya belum sempurna. Hal ini menunjukkan
bahwa MP-ASI dan pelayanan kesehatan saat sakit tidak cukup memberikan
proteksi terhadap kondisi malnutrisi (Belkeziz et al., 2000).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Data aktual sebagian besar menunjukkan bahwa hanya 38% anak usia 0-5
bulan di negara berkembangan yang mendapatkan ASI eksklusif, hanya
setengahnya dari usia 6-9 bulan yang mendapat ASI dan makanan pelengkap
dan hanya 39% anak usia 20-23 bulan yang diteruskan mendapat ASI setelah
masa ASI eksklusif (WHO, 2008).

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002,


hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, pemberian ASI
pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64%, antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4
bulan 13,9% dan antara 6-7 bulan 7,8%. Data ini menunjukkan buruknya
praktik pemberian ASI di Indonesia. Kondisi ini juga diperparah dengan
terbatasnya persediaan pangan di tingkat rumah tangga dan terbatasnya akses
balita sakit terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas (Depkes RI, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu menghentikan menyusui lebih dini
atau ketidakberhasilan menyusui diantaranya terdapat beberapa alasan yang
dikemukakan oleh ibu diantaranya ibu merasa bahwa ASI nya tidak cukup
atau ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahitan bayi. Sebenarnya hal
tersebut bukan disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup,
melainkan karena ibu tidak percaya diri bahwa ASI nya cukup untuk bayinya.
Di samping informasi tentang cara menyusui yang baik dan benar belum
menjangkau sebagian besar ibu. Adapun faktor lain yaitu kurangnya
pengertian dan ketrampilan petugas kesehatan tentang keunggulan ASI dan
manfaat menyusui menyebabkan ibu mudah terpengaruh oleh promosi susu
formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti air susu ibu (PASI),
sehingga dewasa ini semakin banyak ibu bersalin memberikan susu botol yang
sebenarnya merugikan mereka (Depkes RI, 2005). Lawrence (2004)
mengemukakan bebrapa alasan utama ibu berhenti menyusui yaitu
menganggap ASI tidak cukup, lelah menyusui dan saran tenaga kesehatan
agar berhentin menyusui.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


j. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Balita membutuhkan tambahan zat gizi, kualitas makanan yang baik dalam
jumlah yang cukup selama periode ASI dilanjutkan sampai umur dua tahun
setelah masa ASI eksklusif. Strategi global pemberian makan pada bayi dan
balita menganjurkan pemberian makanan pelengkap mulai umur 6 bulan
dengan kriteria bergizi cukup, aman, dan sesuai umur (UNICEF, 2008).
MP-ASI hendaknya diberikan secara bertahap sampai umur tertentu anak
dapat mengkonsumsi makanan keluarga. Proses pemberian makanan ini harus
dibina secara sistematis agar kesehatan dan kecerdasannya terjamin. Dengan
cara ini anak akan mengikuti kebiasaan makan dalam keluarga (Soenardi
dalam Soekirman et. al., 2006). World Health Organization (WHO) memiliki
pedoman mengenai tipe makanan untuk anak dibawah usia 5 tahun, dimana
diberikan secara bertahap sesuai usia. Pada usia 6 bulan baiknya diawali
dengan memberikan makanan yang lembut (nasi lumat), usia 9 bulan mulai
bisa diberikan makanan semi padat (nasi lembek) dan bayi usia 12 bulan
ssudah mulai dapat diberikan makanan yang dikonsumsi oleh anggota
keluarganya (WHO, 2005).

k. Jenis kelamin anak


Dikatakan bahwa kurang gizi lebih banyak pada anak perempuan
dibandingkan anak laki-laki. Menurut Kent et.al. (2005) hal ini dikarenakan
anak laki-laki mengkonsumsi ASI lebih banyak daripada anak perempuan.
Menurut studi Beker et.al (2004) menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki
hubungan positif dengan pencapaian berat badan dan tinggi badan pada
pengukuran antopometri usia 1 tahun.

2.3.2. Penilian status gizi


Penilaian status gizi penting untuk mengidentifikasi keadaan gizi anak. Baik
keadaan kurang maupun kelebihan gizi dan memperkirakan asupan energi
optimum untuk pertumbuhan dan kesehatan. Penilaian status gizi dapat dibagi
menjadi pemeriksaan fisik secara langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan fisik
secara langsung dibagi mejadi empat pilihan yaitu: antopometri, klinis, biokimia,

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


dan biofisik. Pemeriksaan fisik secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga
yaitu: survei konsusmsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Potter &
Perry, 2006).

Dalam bab ini dijelaskan cara penilaian status gizi anak dengan menggunakan
“Standar Antopometri WHO 2005” sesuai dengan surat keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2005. Dimana
bahwa untuk menilai status gizi anak diperlukan standar antopometri yang
mengacu pada Standar World Health Organization (WHO) (Kemenkes RI, 2011).

Ukuran antropometri ditentukan menurut berat badan menurut umur (BB/U),


tinggi badan atau panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan atau panjang badan (BB/TB atau BB/PB) yang disajikan
sebagai nila standar deviasi (SD) atau Z-Score di bawah atau di atas median yang
sudah ada dalam bentuk tabel maupun diagram. Nilai SD atau Z-Score yang
digunakan adalah -3, -2, -1, median, 1, 2, 3.

Apabila nilai SD atau Z-Score berada antara -2SD sampai +2SD maka anak
dikategorikan memiliki gizi yang baik atau normal. Bila nilai SD atau Z-Score
berada antara <-2SD maka anak dikategorikan memiliki gizi kurang atau kurus.
Dan apabila nilai SD atau Z-Score berada antara >+2SD maka anak dikategorikan
gizi lebi atau gemuk.

Nilai SD atau Z-Score ditentukan menurut jenis kelamin (laki-laki dan


perempuan) dan menurut usia 0-60 bulan atau 0-2 tahun dan 2-5 tahun. Adapun
ketentuan umum penggunaan Standar Antopometri WHO 2005 adalah:
a Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh: umur 2 bulan 29 hari dihitung
sebagai umur 2 bulan.
b Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan
yang diukur terlentang. Bila anak umur 0 samapai 24 bulan di ukur berdiri,
maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


c Ukuran Tinggi Badan (TB) digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan yang
diukur berdiri. Bila anak umur diats 24 bulan diukur terlentang, maka hasil
pengukuran dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.
d Gizi Kurang dan Gizi Buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Berat Badan menurut Umur (BB/U) yang meupakan padanan istilah
underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk).
e Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted
(sangat pendek).
f Kurus dan Sangat Kurus status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB) yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted
(sangat kurus).

2.3.2. Penyebab Gizi Kurang


Menurut Depkes (2005) dalam “Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Gizi Buruk” menyatakan gizi buruk dipengaruhi oleh banyak
faktor yang saling terkait. Secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak
tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan
gizi yang memadai, dan anak menderita penyakit infeksi
Menurut Wong, Moy, dan Wong (2014) menyatakan bahwa status gizi anak
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : karakteristik sosial (suku, status pekerjaan,
usia orang tua, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anak, jenis
kelamin anak, status kesejahteraan keluarga, jenis toilet dan sumber air minum),
asupan nutrisi anak dan praktik perawatan anak dan sumber daya (yang terdiri
dari: lama pemberian ASI, usia berhentinya pemberian ASI, berat badan saat lahir,
jumlah anak, frekuensi sakit, riwayat kecacingan, penggunaan kontrasepsi, indeks
masa tubuh ibu). Selain faktor tersebut, Kamiya (2011) menambahkan bahwa
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan turut mempengaruhi status gizi anak.
Penggunaan garam beryodium merupakan faktor lain yang ikut mempengaruhi
status gizi anak (Ahmed, Ahmed, Roy, Alam, & Hossaid, 2012).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


2.3.3. Dampak Gizi Kurang
Menurut Ahmed, Ahmed, Roy, Alam&Hossaid (2012) menyatakan, anak yang
mengalami semua bentuk dari kurang gizi beresiko mengalami gangguan dalam
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Mereka beresiko
mengalami perkembangan otak yang tidak optimal, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kemampuan kognitif dan pencapaian sekolah di kemudian hari.
Dampak yang ditimbulkan dari kurang gizi pada dua tahun pertama kehidupan
diyakini menimbulkan dampak yang tidak dapat diperbaiki lagi.

2.3.4. Pencegahan Gizi Kurang


Kurang gizi juga dapat dicegah bertahap dengan mencegah penyakit infeksi dan
perawatan kesehatan yang baik. Adapun beberapa cara pencegahan gizi kurang
pada anak yaitu :
a. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping
ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
b. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,
lemak, vitamin, dan mineral. Perbandingan komposisinya : lemak minimal
10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya
karbohidrat.
c. Rajin menimbang dan mengukur tinggi dan berat badan anak dengan mengikuti
program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar
di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan dengan dokter.
d. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizi buruk/kurang, bisa ditanyakan
pada petugas pola makan dan jenis makanan yang harus diberikan setelah
pulang dari rumah sakit.
e. Jika anak telah menderita kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang
tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak dan gula. Sedangkan untuk proteinnya
bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu
meningkatkan energi sang anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin
penting lainnya (infogizi.com).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


2.4. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat
jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif, promotif, dan
preventif yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita
dan menekan morbiditas (Depkes RI, 2008). Menurut World Health Organization
(WHO) mendefinisikan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau IMCI
(Integrated Management Childhood Illness) sebagai suatu pendekatan terpadu
pada balita yang berfokus pada kesejahteraan anak secara utuh (WHO, 2014).

MTBS sudah ada sejak tahn 1996 yang merupakan kerjasama anatara
Kementerian Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO), yang
kemudian diadaptasi kembali pada tahun 1997 bersama UNICEF, dan IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) (Depkes, 2008). Tujuan MTBS adalah untuk
menurunkan angka kematian, kesakitan, kecacatan, serta meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak dibawah usia 5 tahun (Depkes RI, 2008).

MTBS merupakan suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara
terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO memperkenalkan konsep
pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita
di negara-negara berkembang (Depkes, 2008).

Adapun 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS menurut Depkes (2008)


yaitu :
a Komponen I: Meningkatkan keterampilan pertugas kesehatan dalam
tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan).
b Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada
balita lebih efektif.
c Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam
perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai
“Manjemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat”).

Dalam pelaksanaan MTBS, strategi yang dilakukan untuk menangani kesakitan


pada balita yaitu melalui upaya preventif, promotif dan kuratif. Upaya kuratif
dilakukan terhadap beberapa penyakit seperti pneumonia, diare, campak, malaria,
infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif meliputi imunisasi,
pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan bergizi (Depkes RI, 2008).
Upaya ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan pada bayi dan balita. Bentuk pengelolaan ini dapat
dilakukan pada pelayanan tingkat pertama seperti unit rawat jalan, Puskesmas,
Pustu, Poskesdes, dan lain-lain. Manajemen ini dilaksanakan secara terpadu tidak
terpisah dari salah satu bentuk kegiatan kesehatan. Dikatakan terpadu karena
bentuk pengelolaannya dilaksanakan secara bersama dan penanganan kasusnya
tidak terpisah-pisah yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi,
pemberian imunisasi, pencegahaan, serta promosi untuk tumbuh kembang
(Bessenecker, 2001 dalam Hidayat 2007).

MTBS sebagai pendekatan terpadu untuk menurunkan kesakitan dan kematian


balita serta meningkatkan derajat kesehatan pada balita, diberlakukan pada 2
kelompok usia yaitu kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun dan usi 1 hari sampai
2 bulan. Anak usia 2 bulan sampai 5 tahun ditangani sesuai dengan penilaian dan
klasifikasi usia 2 bulan sampai 5 tahun, dengan batasan usia sampai 5 tahun
berarti anak belum mencapai ulang tahunnya yang kelima. Kelompok umur ini
termasuk balita umur 4 tahun 11 bulan, akan tetapi tidak termasuk sudah berumur
5 tahun. Sedangkan anak yang belum genap 2 bulan, maka ia tergolong bayi muda
dan menggunakan penilaian, klasifikasi dan pengobatan bayi muda usia 1 hari
sampai 2 bulan. Khusus mengenai bayi muda, bagan MTBS berlaku untuk bayi
muda sakit maupun sehat (Depkes RI, 2008).

MTBS, selain berfokus pada kesehatan pada balita juga terdapat konseling bagi
ibu yang merupakan upaya preventif dari MTBS untuk menjaga kesehatan balita

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


terutama pada status gizi balita. Sesuai juga dengan strategis komponen MTBS
yang ke 3 yaitu memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan
di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit. Dimana keluarga
yag paling dekat dengan balita adalah ibu. Pada MTBS terdapat panduan tentang
“Konseling Bagi Ibu” yang diantaranya adalah “Anjuran Makan Untuk Anak
Sehat Maupun Sakit”, dimana merupakan upaya preventiv untuk memperbaiki
gizi dengan pemberian makanan bergizi sesuai usia baik balita itu sehat maupun
sakit (Depkes RI, 2008).

Anjuran ini terdiri dari 5 kelompok umur, yaitu anak bayi baru lahir sampai 6
bulan ibu hanya memberikan ASI sesuai keinginan anak paling sedikit 8 kali
sehari pagi, siang dan malam dan jangan memberikan makanan dan minuman lain
selain ASI.

Anak usia 6 sampai 9 bulan, anak masih diberikan ASI dan sudah mulai diberikan
makanan pendamping ASI (MP ASI) seperti bubur susu, pisang dan pepaya yang
dilumat dan air jeruk dair air tomat yang disaring. MP ASI diberikan 2 kali sehari.
Dan secara bertahap sesuai pertambahan umur (6 sampai 8 bulan di berikan 2-3
kali 6 sendok makan) berikan bubur tim ditambah kuning telur/ ayam/ ikan/
tempe/ tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak.

Anak usia 9 sampai 12 bulan tetap diberikan ASI dan pada usia ini sudaha mulai
dikenalkan pada makanan keluarga secara dimulai dari bubur nasi, nasi tim,
sampai makanan keluarga. Tambahakan telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ daging
sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak. Makanan diberikan sesuai
tahap pertambahan umur yaitu 9 sampai 11 bulan 9-10 sendok makan. Dan tetap
berikan makanan selingan 2 kali sehari seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit,
naga sari diantara waktu makan.

Anak usia 12 sampai 2 tahun tetap memberikan ASI. Beri makan makanan
keluaraga 3 kali sehari dengan porsi ½ porsi makanan orang dewasa. Beri

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan (kudapan/jajanan, dsb).
Perhatikan variasi makanan.

Anak usia 2 tahun atau lebih. Pada usia ini ibu sudah tidak memberikan ASI.
Berikan makanan yang biasa dimakan keluarga 3 kali sehari, yang terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur, dan buah. Berikan makanan yang bergizi sebagai selingan
2x sehari seperti bubur kacang hijau, biskuit, nagasari, diantara waktu makan
makanan pokok.

Skema 2.1: Kerangka Teori

Penyakit Hirschsprung
atau Malformasi Anorectal

Mekonium tidak mampu


keluar sehingga terjadi
distensi abdomen

Distensi abdomen tidak


teratasi, terjadi rasa mual
dan muntah yang bernoda
empedu

Gangguan asupan nutrisi


MTBS: Konseling bagi ibu
Anjuran pemberian makan
untuk anak sehat maupun
sakit

Gizi kurang:
 Stunted
 Wasted Status Nutrisi
 Undernutrition

Sumber: Wong (2009), UNICEF (2013), Depkes RI (2008)

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Sebuah penelitian mutlak memerlukan sebuah kerangka konsep. Kerangka konsep


(conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah
penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel – variabel yang diteliti.
Kerangka konsep dibuat berdasarkan literatur dan teori yang sudah ada. Tujuan
dari kerangka konsep adalah untuk mensintesa dan membimbing atau
mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis intervensi. Fungsi kritis dari
kerangka adalah menggambarkan hubungan – hubungan antara variabel – variabel
dan konsep – konsep yang diteliti (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012).

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Anak:
1. Usia
2. Jenis kelamin.
3. Berat badan lahir.
4. Lama mendapat ASI.
Praktik pemberian makan:
Sesuai
Tidak Sesuai
Karakteristik Orang Tua:
1. Usia. Status nutrisi Anak:
2. IMT ibu. Sangat Kurus
3. Status pekerjaan. Kurus
4. Tingkat pendidikan Normal
ibu.
5. Jumlah anak.
6. Jumlah anggota
keluarga.

Keterangan: Variabel yang diteliti

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variabel – variabel penelitian
menjadi bersifat operasional. Definisi dari operasional menjadikan konsep yang
masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pegukuran variabel
tersebut (Wasis, 2008).
Tabel 3.1:
Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Indenpent

Jenis Kelamin Perbedaan biologis Berdasarkan Lembar 1. Laki-laki Nominal


yang dibawa sejak kuisioner pengumpulan 2. Perempuan
lahir tentang jenis data
kelamin yang karakteristik
diisi oleh responden
responden
Berat Badan Jumlah massa Berdasarkan Lembar 1. < 2.500 gr Ordinal
Lahir dalam tubuh kuisioner pengumpulan 2. 2.500 gr -
tentang berat data 3.500 gr
badan yang diisi karakteristik 3. > 3.500 gr
oleh responden responden
Lama Rentang waktu Berdasarkan Lembar 1. < 2 Tahun Ordinal
Mendapatkan pemberian ASI, kuisioner pengumpulan 2. > 2 Tahun
ASI dimulai dari awal tentang lama data
pemberian hingga mendapatkan karakteristik
berhenti diberikan. ASI diisi oleh responden
responden
Usia Lamanya hidup Responden Lembar Ibu Ordinal
seseorang di dunia menjawab pengumpulan
dihitung dari lahir sesuai usia pada data 1. Dewasa
hingga pengisian format karakteristik Muda
kuesioner karakteristik responden 2. Dewasa
Pertengahan
Anak
1. 0-6 bulan
2. > 6 bulan -
2 tahun lebih
Indek Masa Pengukuran status Berdasarkan Lembar 1. <18.5: Ordinal
Tubuh (IMT) gizi ibu dengan kuisioner pengumpulan Kurang
Ibu menggunakan tentang IMT data 2. 18.5-25:
rumus IMT= ibu yang diisi karakteristik Normal
BB/(TB)2 oleh peneliti responden 3. 26-30: Lebih
4. 30:
Obesitas
Pekerjaan Mata pencaharian Berdasarkan Lembar 1. Bekerja Ordinal
orang tua kuisioner pengumpulan 2. Tidak
tentang data Bekerja
pekerjaan yang karakteristik
di isi oleh responden

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


responden

Pendidikan Jenjang Berdasarkan Lembar 1. Tidak Ordinal


Pendidikan Formal kuisioner pengumpulan Sekolah
Terakhir yang tentang tingkat data 2. SD
Ditamatkan. pendidikan yang karakteristik 3. SMP
diisi oleh responden 4. SMA
responden 5. Perguruan
Tinggi (PT)
Jumlah Anak Banyaknya jumlah Berdasarkan Lembar 1. < 2 Anak Ordinal
anak yang kuisioner pengumpulan 2. 2 Anak
dilahirkan. tentang jumlah data 3. > 2 Anak
anak yang diisi karakteristik
oleh responden responden
Jumlah Banyaknya orang Berdasarkan Lembar 1. < 4 Orang Ordinal
Anggota dalam keluarga kuisioner pengumpulan 2. 4
Keluarga tentang jumlah data 3. > 4 orang
anggota karakteristik
keluarga yang responden
diisi oleh
responden
Variabel Dependent

Praktik Cara ibu Berdasarkan Menggunakan 1. Sesuai Ordinal


Pemberian memberikan kuisioner kuesioner 2. Tidak sesuai
Makan makan kepada tentang praktik yang berisi 2
anak yang dinilai pemberian hingga 3
berdasarkan makan yang pertanyaan
panduan diisi oleh yang
pemberian makan responden menanyakan
MTBS dari WHO. tentang
pemberian
makanan
sesuai
kelompok
usia
Status Nutrisi Keadaan tubuh Berdasarkan Kuesioner 1. Sangat kurus Ordinal
anak sebagai kuesioner yang berisi 2. Kurus
akibat konsumsi tentang berat pertanyaan 3. Normal
makanan yang badan dan tinggi tentang usia, 4. Lebih/
dikategorikan badan anak yang berat badan, obesitas
dengan tabel atau diisi oleh tinggi badan
diagram Z-Score peneliti atau panjang
menurut usia, berat badan, dan
badan dan tinggi cara
badan atau panjang memberikan
badan yang makanan pada
bersumber dari anak.
WHO

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Desain penelitian yang akan digunakan selama penelitian adalah desain penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah sebuah desin penelitian yang
menggambarkan fenomena yang ditelitinya, menggambarkan besarnya masalah
yang diteliti (De Vaus, 2001 dalam buku Swarjana, 2012).

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian


4.2.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dari penelitian ini adalah anak dengan
penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal beserta ibunya.

4.2.2. Sampel Penelitian


Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti, dan dianggap
mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling, yaitu suatu metode
pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui
dan memenuhi kriteria pemilihan sebagai jumlah sampel yang diinginkan
terpenuhi (Sastroasmoro, 2010). Dalam menentukan besar sampel, penelitian ini
menggunakan perhitungan besar sampel deskriptif kategorik (Dahlan, 2008)
adalah :

Keterangan:
n= Z2 x P x Q
2
Z2= derivate baku
d
alfa (1,96)
n= (1,96)2 x (0,5) x (0,5)
P= Proporsi kategori
2
(15%) variabel yang diteliti
n= 43 responden Q= 1-P
d= presisi (15%)
Hasil minimal sampel yang didapatkan adalah 43 sampel atau responden.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Dengan demikian, besar sampel minimal adalah 43 responden. Penelitian juga
mengantisipasi adanya sampel yang drop out sebanyak 10% (Sastroasmoro &
Ismael, 2010). Maka sampel yang dibutuhkan adalah

N=N
1-f
Keterangan:
N: Besar sampel yang dihitung
f: Perkiraan proporsi drop out (10%)

N = 43
1-0,1
` N= 48 responden
Sehingga besar sampel yang dapat di ambil untuk melakukan penelitian ini adalah
48 responden

4.2.2.1. Cara Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
probability sampling (sample non random/non acak). Pemilihan sample secara
non probability sampling menghasilkan peluang yang tidak sama pada individu
dalam populasi untuk terpilih menjadi sample. Meskipun peluang untuk terpilih
menjadi sample tidak sama, namun non probability sampling masih dibenarkan
jika sample terpilih mewakili populasinya (Dharma, 2011). Metode non
probability sampling yang digunakan adalah Consecutive Sampling, adalah suatu
metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang
ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan
terpenuhi (Dharma, 2011).

4.2.3. Kriteria Inklusi


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah anak yang
mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal beserta ibunya.
Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi agar subjek
dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro, 2011).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah :
1. Anak yang mengalami penyakit Hisrchsprung atau Malformasi Anorectal
beserta ibunya
2. Berkenan menjadi responden dalam penelitian ini.
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari suatu studi karena berbagai sebab antara lain:
terdapat keadaan atau penyakit yang menganggu pengukuran maupun interpretasi
hasil, terdapat keadaan yang mengganggu pelaksanaan, hambatan etis, subjek
menolak berpartisipasi (Dahlan, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah terdapatnya data yang kurang atau tidak sesuai dalam pengisian keusioner.

4.3. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta (RSAB
Harapan Kita Jakrta). Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan
bahwa RSAB Harapan Kita Jakarta merupakan rumah sakit khusus ibu dan anak
rujukan nasional seluruh Indonesia dan memiliki jumlah pasien (responden) yang
mencukupi untuk pengambilan sampel. Lokasi penelitian terjangkau dan
memberikan kemudahan dari segi administrasi dan proses penelitian.

4.4. Etika Penelitian


Selama penelitian, peneliti harus melaksanakan etika penelitian selama penelitian
berlangsung. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-
hak (otonomi) manusia sebagai responden (Nursalam, 2008). Adapun aspek-aspek
yang harus dipertimbangkan antara lain:
Self determination
Responden mempunyai kebebasan untuk berpartisipasi atau tidak dalam
penelitian. Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti yang berisi prosedur
penelitian, manfaat penelitian, dan risikonya. Responden diberikan kesempatan
untuk memberikan persetujuan atau penolakan berpartisipasi dalam penelitian.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Informed consent
Setelah memperoleh penjelasan dari peneliti tentang tujuan, manfaat dan
prosedur, responden diberikan lembar persetujuan menjadi responden yang sudah
disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Responden yang menyetujui terlibat dalam
penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan
tersebut.

Privacy
Menjaga kerahasiaan dan informasi yang diperoleh selama penelitian. Informasi
yang diperoleh dari responden hanya untuk kepentingan penelitian. Peneliti
menjelaskan kepada responden bahwa semua data yang diperoleh selama
penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

Anonimity
Pengolahan dan penyajian data dalam kegiatan penelitian tidak menggunakan
nama responden, tetapi penelitian ini hanya menggunakan nomor responden.
Nomor responden ini digunakan untuk menjaga kerahasiaan responden dan
mencegah kekeliruan peneliti dalam memasukkan data.

Protection from discomfort


Responden bebas dari rasa tidak nyaman. Selama proses pengumpulan data,
peneliti menjaga agar responden bebas dari rasa tidak nyaman. Peneliti
menyampaikan kepada responden, apabila merasa tidak nyaman dalam kegiatan
penelitian ini, responden boleh menghentikan partisipasi.

4.5. Teknik Pengumpulan Data


4.5.1. Alat pengumpulan data
Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket/kuesioner,
timbangan, alat ukur tinggi badan, tabel MTBS, dan tabel atau diagram Z-Score
Angket/kuisioner adalah sebuah form yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang
telah ditentukan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi (data) dari
dan tentang orang-orang sebagai bagian dari sebuah survei (Swarjana, 2012).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Kuesioner yang diajukan berisi data karakteristik responden, pertanyaan-
pertanyaan mengenai praktik keperawatan: pemberian makan

Kuesioner pada karakteristik responden terdiri dari pertanyaan mengenai nama,


usia, jenis kelamin tinggi badan dan berat badan anak. Hal ini semua diisi oleh
responden berdasarkan pilihan jawaban yang sudah dijelaskan pada indikator hasil
ukur dari definisi operasional penelitian dan untuk pertanyaan berat badan dan
tinggi badan akan diisi oleh peneliti. Kuesioner mengenai karakteristik responden
ini disebut kuesioner A

Kuesioner selanjutnya berisi pertanyaan tentang riwayat kesehatan anak dan


praktik keperawatan: pemberian makan. Jawaban dari setiap pertanyaan dijawab
langsung oleh responden yang apabila kurang dipahami, responden dapat bertanya
kepada peneliti. Kuesioner mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut disebut
kuesioner B.

Alat ukur timbang berat badan dan tinggi badan digunakan untuk mengukur berat
badan dan tinggi badan. Yang sebelumnya telah dikalibrasi untuk menghindari
hasil yang tidak valid..

Tabel MTBS dan tabel atau diagram Z-Score digunakan sebagai acuan untuk
mengidentifikasi status nutrisi anak.

4.5.2. Uji validitas dan realiabilitas instrumen


Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumen, artinya suatu
instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat
digunakan dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun didesain dengan
tepat, namun tidak akan memperoleh hasil penelitian akurat jika menggunakan
alat ukur yang tidak valid (Dharma, 2011).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Reliabilitas adalah tingkat konsisten dari suatu pengukuran. Reliabilitas
menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika
instrumen digunakan kembali secara berulang. Reliabilitas juga dapat
didefinisikan sebagai derajat suatu pengukuran bebas dari random error sehingga
menghasilkan suatu pengukuran yang konsisten (Dharma, 2011).

Pada penelitian ini peneliti hanya melakukan uji validitas content (isi) (theory-
related validity). Uji validitas ini dilakukan dengan melakukan konsultasi dengan
pembimbing dan pemahaman peneliti

4.6. Proses Pengumpulan Data


4.6.1. Proses administrasi
Penelitian dilakukan setelah dinyatakan lulus kaji etik oleh Komite Penelitian
Keperawatan/Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, pada
Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta uji etik dilakukan di Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Sebelumnya peneliti melakukan
persiapan proposal penelitian diajukan terlebih dahulu kepada pembimbing dan
penguji. Lalu peneliti melakukan perizinan penelitian terhadap fakultas dan
tempat penelitian.

Setelah ijin penelitian didapatkan, peneliti melakukan pengumpulan data pada


responden dengan menggunakan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Peneliti melakukan penjelasan terlebih dahulu kepada responden
mengenai penelitian yang dilakukan, menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
Patuh terhadap etika penelitian yang merupakan hal wajib yang harus dilakukan
peneliti. Melakukan persetujuan kepada responden sebelum mengisi kuesioner.
Peneliti wajb menjamin responden mengerti dan sadar mengenai data yang
diberikan kepada peneliti tidak akan merugikan. Setelah diisi, peneliti mengecek
kembali kuesioner yang telah diisi responden, kemudian mengumpulkan secara
bersamaan dan mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan waktu yang telah
diluangkan untuk mengisi kuesioner. Setelah itu peneliti melakukan analisa data.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


4.7. Pengolahan dan Analisis Data
4.7.1. Pengolahan data
Sebelum dilakukan analisa data, dilakukan pengolahan data melalui empat
langkah (Notoatmojo, 2010) yaitu editing, coding, processing, dan cleaning.
Menurut Hastono (2007) editing merupakan suatu bentuk cek dan ricek mengenai
kuesioner yang telah diisi dengan indikator, lengkap, jelas dalam penulisan
jawaban, jawaban relevan, dan konsisten dalam pengisian kuesioner. Menurut
Arikunto (2010) apabila terdapat item yang tidak diisi dan ada isi lain yang tidak
sesuai dengan penelitian pada kuesioner, maka perlu di drop out dan peneliti perlu
mencari data baru dengan responden baru yang masih dalam populasi yang sesuai
dengan kriteria inklusi yang ditentukan peneliti. Saat melakukan pengolahan data,
semua kuesioner diisi dengan benar dan lengkap dans esuai dengan kriteria inklusi
yang sudah ditetapkan.

Coding merupakan suatu kegiatan dalam mengubah suatu data yang tadinya
dalam huruf ke dalam bentuk kode. Peneliti melakukan pengkodean data sesuai
dengan kode yang telah ditetapkan oleh peneliti dan dilakukan dengan cermat,
karena kesalahan pengkodean dapat menghasilkan interpretasi yang keliru. Data
karakteristik responden dikode dengan 1 dan 2 dan data praktik pemberian makan
dikode dengan 1-5.

Processing merupakan suatu proses penganalisaan data yang tadinya dalam


bentuk kuesioner ke dalam komputer yang memiliki suatu program khusus.

Cleaning merupakan suatu pengecekan terhadap data yang dimasukkan kedalam


komputer agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi pada akhir penelitian.
Data yang telah dimasukan oleh peneliti dicek kembali dan dilakukan
pembersihan pada data yang diperoleh terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan
analisis.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


4.7.2. Analisis data
Data yang sudah terkumpul diolah agar dapat dipahami dan diinterpretasikan.
Pengolahan data menggunakan metode statistik infersial karena peneliti
menggenerelasikan hasil yang dilakukan pada sampel bagi populasi. Analisis pada
variabel-variabel dalam penelitian ini dilakukan secara univariat.

4.7.2.1. Analisis Univariat


Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel
penelitian yang diteliti. Analisis ini dilakukan untuk memberikan informasi
berdasarkan jumlah dan presentasi yang disajikan. Data yang bersifat numerik
disajikan dalam bentuk mean, median dan standar deviasi sedangkan data yang
bersifat kategorik disajikan dalam bentuk proporsi/persentase (Hastono, 2007).

Pada penelitian ini jenis data yang disajikan adalah data yang bersifat kategorik
dan disajikan daam bentuk persentase (%)

Tabel 4.1: Analisis Univariat Variabel Data Penelitian

Variabel Jenis Data Uji Statistik

Jenis Kelamin Kategorik


Berat Badan Kategorik
Lama Mendapatkan ASI Kategorik
Usia Kategorik
IMT Kategorik Distribusi frekuensi
Pekerjaan Kategorik /Tendensi sentral
Pendidikan Kategorik
Jumlah Anak Kategorik
Jumlah Anggota Keluarga Kategorik
Praktik Pemberian Makan Kategorik
Status Gizi Kategorik

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1.Pelaksanaan Penelitian
Proses pengambilan data penelitian gambaran praktik pemberian makan dengan
status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi
Anorectal dilakukan pada tanggal 22 Mei 2015 sampai dengan 23 Juni 2015.
Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden
yaitu anak yang terdiagnosa penyakit Hirschsprung (Morbus
Hirschsprung/Hirschsprung Desease) atau Malformasi Anorectal beserta ibunya
yang berada di Ruang Rawat Widuri (Ruang Bedah Anak), Ruang Rawat Seruni
(Ruang Perinatologi) dan Rawat Jalan Bedah Anak Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta (RSAB Harapan Kita Jakarta). Kuesioner yang berhasil
dikumpulkan sebanyak 48 kuesioner.

5.2.Penyajian Data
Hasil penelitian dipaparkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama mengenai
karakteristik responden dan bagian kedua mengenai riwayat penyakit anak dan
bagian ketiga praktik keperawatan: pemberian makan pada anak.

5.2.1. Karakteristik Responden


Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri atas karakteristik ibu dan
anak. Untuk karakteristik ibu diidentifikasi berdasarkan usia dalam tahun, status
pendidikan, status pekerjaan, pemasukan/penghasilan, Indeks Massa Tubuh (IMT)
Ibu, Jumlah anak dan jumlah anggota keluarga, sedangkan karakteristik anak
berdasarkan usia dalam bulan, jenis kelamin, dan nilai Z-Score untuk penentuan
status gizi anak.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Pendidikan Ibu di
Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal 22 Mei –
23 Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Usia
Dewasa muda (20-40) 100 100
Dewasa pertengahan (41-65) 0 0

Pendidikan
SD 4 8.3
SMP 4 8.3
SMA 26 54.2
D3/S1 11 22.9
S2/S3 3 6.3

Berdasarkan usia Ibu, semua rerponden berada pada tahap usia dewasa muda (20 -
- 40 tahun) Berdasarkan tingkat pendidikan, responden terbanyak berada pada
tingkat pendidikan SMA (54,2%) dan yang paling sedikit berada pada tingkat SD
dan SMP (8,3%).

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan dan


Pemasukan/Penghasilan Ibu di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita
Jakarta pada Tanggal 22 Mei - 23 Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Pekerjaan
Bekerja 15 31.3
Tidak Bekerja 33 68.8

Pemasukan/penghasilan
Tidak sesuai UMR 4 8.3
Sesuai UMR 44 91.7

Berdasarkan status pekerjaan, responden terbanyak adalah tidak bekerja (68,8%).


Berdasarkan penghasilan/pemasukan, rata – rata responden memiliki
penghasilan/pemasukan sesuai UMR (91,7%).

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)


Ibu di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal
22 Mei - 23 Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
< 18,5 (Gizi kurang) 3 6.3
18,5 – 25 (Gizi baik normal) 33 68.8
26 – 30 (Gizi Lebih) 11 22.9
30 (Obesitas) 1 2.1

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT), responden tertinggi memiliki nilai
IMT 18,5 – 25 (Gizi baik/normal) adalah (68,8%) dan yangg terendah memiliki
nilai IMT < 18,5 (Gizi kurang) adalah (6,3%),

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak dan Jumlah


Anggota Keluarga di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta
pada Tanggal 22 Mei - 23 Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Jumlah Anak
< 2 Anak 19 39.6
2 Anak 18 37.5
> 2 Anak 11 22.9

Jumlah Anggota Keluarga


< 4 Orang 13 27.1
4 Orang 15 31.3
> 4 Orang 20 41.7

Berdasarkan jumlah anak yang dimiliki keseluruhan responden, responden


tertinggi memiliki anak < 2 anak adalah (39,6%) dan yang terendah memiliki > 2
anak adalah (22,9%). Berdasarkan jumlah anggota keluarga, responden yang
tertinggi memiliki jumlah anggota keluarga < 4 orang (27,1%) dan yang terendah
memiliki jumlah anggota keluarga > 4 orang adalah (41,7%).

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Anak di Rumah Sakit


Anak Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal 22 Mei - 23 Juni 2015 (n=
48)
Karakteristik Penyakit Hirschsprung Malformasi Anorectal
(n= 25) (n= 23)
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
Usia (Bulan)
0-6 Bulan 5 20 7 30,4
> 6 Bulan - 2 tahun 20 80 16 69,6
lebih

Berdasarkan usia keseluruhan, responden terbanyak berada pada rentang usia


lebih dari 6 bulan – 2 tahun adalah (75%). Dan dari keseluruhan responden yang
terdiagnosa penyakit Hirschsprung yang berada pada usia > 6 bulan – 2 tahun
(80%) dan dengan diagnosa Malformasi Anorectal > 6 bulan – 2 tahun adalah
(69,6%).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Tabel 5.6 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di Rumah Sakit Anak
Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal 22 Mei - 23 Juni 2015 (n=48)
Karakteristik Penyakit Hirschsprung Malformasi Anorectal
(n=25) (n=23)
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 21 84 19 82,6
Perempuan 4 16 4 17,4

Berdasarkan jenis kelamin, responden terbanyak adalah berjenis kelamin laki –


laki (83,3%) Keseluruhan responden yang terdiagnosa penyakit Hirschsprung
dengan jenis kelamin laki-laki adalah (84%). Dan keseluruhan responden yang
terdiagnosa Malformasi Anorectal dengan jenis kelamin laki-laki adalah (82,6%).

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Pemberian ASI di


Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal 22 Mei –
23 Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Lama Pemberian ASI
< 6 Bulan 16 33.3
6 – 2 Tahun 5 10.4
> 2 Tahun 0 0
Masih 27 56.3

Berdasarkan lamanya pemberian ASI, rata – rata responden masih mendapatkan


ASI dengan rentang usia 6 - 24 bulan (56,3%) pada saat data diambil. Dimana bila
di uraikan responden yang berusi < 6 bulan dan masih mendapatkan ASI (33,3%)
dan usia > 6 bulan dan masih mendapatkan ASI (66,7%).

5.2.2.Status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung Malformasi


atau Anorektal pada kondisi perawatan anak saat ini.
Kondisi perawatan anak saat ini berdasarkan pada status gizi anak berdasarkan
penyakit yang diderita dan tindakan sebelum pembeda dan sesudah tindakan
pembedahan.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Tabel 5.8 Distribusi Berdasarkan Kondisi Perawatan Anak Saat Ini di
Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal 22 Mei - 23
Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik HD Status Gizi MAR Status Gizi
(n=25) (n=23)
Kondisi Saat n (%) n (%) n (%) n (%)
Ini
Sebelum Baik 0(0) Baik
Tindakan 1(4) Kurang 1(100) 0(0) Kurang 0(0)
Pembedahan Sangat Kurang 0(0) Sangat Kurang
Lebih 0(0) Lebih
Sesudah Baik 15(62,5) Baik 18 (78,3)
Tindakan 24(96) Kurang 2(8,3) 23(100) Kurang 2(8,7)
Pembedahan Sangat Kurang 2(8,3) Sangat Kurang 1(4,3)
Lebih 5(20,8) Lebih 2(8,7)

Berdasarkan kondisi perawatan anak saat ini, hampir seluruh responden memiliki
status gizi yang baik. Baik pada responden dengan diagnosa penyakit
Hirschsprung (62,5%) dan pada diagnosa Malformasi Anorectal (78,3%) dan
sesudah tindakan pembedahan.

5.2.2. Praktik Pemberian Makan pada Anak yang Mengalami Penyakit


Hirschsprung atau Malformasi Anorectal
Pemberian makan pada anak terdiri atas beberapa rentang usia yaitu usia 0 - 6
bulan, pada usia ini anak masih mendapatkan AS dan dianjurkan untuk jangan
memberikan makanan dan minuman selain ASI. Pada usia lebih dari 6 bulan –
tahun atau lebih, usia yaitu pada usia 6 - 9 bulan teruskan pemberian ASI dan
sudah mulai diberi MP ASI berupa bubur susu, pisang dan pepaya yang
dilumatkan, dan air jeruk dan air tomat saring. Secara bertahap sesuai
pertambahan umur berikan bubur lumat ditambah kuning telur/ ayam/ ikan/
tempe/ tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak diberikan
setiap hari: 6 bulan 2 x 6 sdm peras, 7 bulan 2 -3 x 7 sdm peras dan 8 bulan 3 x 8
sdm peras.

Pada usia 9 - 12 bulan, teruskan pemberian ASI, berikan MP ASI yang lebih padat
dan kasar seperti bubur nasi, nasi tim, atau nasi lembik. Tambahkan kuning telur/
ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/
minyak. Setiap hari (pagi, siang, sore): 9 bulan: 3 x 9 sdm peras, 10 bulan: 3 x 10

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


sdm peras, 11 bulan: 3 x 11 sdm peras. Berikan makanan selingan 2 x sehari
diantara waktu makan (buah, biskuit, kue).

Pada usia 12 - 24 bulan, teruskan pemberian ASI, berikan makanan keluarga secar
bertahap sesuai dengan kemampuan anak, berikan 3 x sehari sebanyak 1/3 porsi
makan orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah. Berikan makanan
selingan 2 x sehari diantara waktu makan (buah, biskuit, kue).

Pada usia 24 bulan atau lebih, berikan makanan keluarga 3 x sehari sebanyak 1/3
– ½ porsi makan orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah. Berikan
makanan selingan kaya gizi 2 x sehari diantara waktu makan.

Tabel 5.9 Distribusi Berdasarkan Praktik Pemberian Makan Dan Status Gizi
di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Jakarta pada Tanggal 22 Mei -
23 Juni 2015 (n= 48)
Karakteristik Status Gizi
Praktik Pemberian Makan n (%) n (%)
Baik 19(76)
Sesuai 25(52,1) Kurang 2(8)
Sangat Kurang 0(0)
Lebih 4(16)
Baik 14(61)
Tidak Sesuai 23(47,9) Kurang 3(13)
Sangat Kurang 3(13)
Lebih 3(13)

Berdasarkan praktik pemberian makan, hampir keseluruhan responden dalam


praktik pemberian makan sudah sesuai (52,1%). Dan keseluruhan responden
memiliki status gizi baik/normal (76%)

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Interpretasi dan Pembahasan


6.1.1. Karakteristik Responden
6.1.1.1. Karakteristik Ibu
a. Usia
Usia responden dari penelitian ini sebagian besar berada pada rentang usia 21 –
40 tahun. Dengan usia responden terbanyak pada rentang 31 – 40 tahun (50%).
Dimana rentang usia ini menurut Kozier (2010) berada pada kelompok dewasa
muda (20-40 tahun)

Menurut teori tahap perkembangan Erikson usia dewasa muda (20-40 tahun)
mempunyai peran baru di tempat kerja, rumah dan masyarakat serta
mengembangkan minat, nilai – nilai dan sikap terkait dengan peran tersebut. Pada
tahap dewasa muda orang akan mempunyai tingkat kematangan dan kemampuan
yang lebih dalam berpikir dan bekerja (Kozier, 2010). Semakin bertambahnya
usia, seseorang akan semakin berkembang daya tangkap dn pola pikir seseorang
sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik (Notoatmojo, 2007).

Dari penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan umur ibu sebagai faktor
pendukung dalam mencapai status gizi yang baik dalam praktik pemberian
makan. Hal ini bisa dijelaskan bahwa ibu dengan kelompok usia di atas 30 tahun
mempunyai persepsi lebih baik dalam menyerap informasi baik dari media
maupun dari petugas kesehatan sehingga mereka lebih mudah mengikuti anjuran
yang diberikan petugas kesehatan dalam praktik pemberian makan kepada
anaknya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yanti (2008), kelompok usia
terbanyak berada pada usia di atas 30 tahun (50,2%). Dari hasil uji statatistik
penelitian ini tidak ada hubungan bermakna antara usia ibu dengan praktik

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


pemberian MP ASI kepada bayi/anak (p=0,86) dengan kelompok umur terbanyak
berada pada usia di atas 30 tahun.

b. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini, mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan SMA (54,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Yanti (2008) tingkat pendidikan terbanyak berada pada tingkat
pendidikan SMA (42,6%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Jesmin et a.l
(2010) yang dilakukan di Kota Dhaka Bangladesh menunjukkan tingkat
pendidikan yang terbanyak berada pada tingkat tertiary education (below
graduation) setara SMA sebanyak (53%).

Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
diri dan keterampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa dan
negara. Tingkat pendidikan terutama pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat
kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.
Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap
informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari (Depkes RI, 2004).
Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan status gizi balita karena pendidikan
yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan dapat
meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan diperlukan untuk meperoleh
informasi yang dapat meningkatkan status gizi.

Dalam penelitian Islam et al. (2013), menemukan adanya hubungan positif yang
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan nutrisi pada anak. Hubungan
seperti itu ada karena tingkat pendidikan ibu sangat terkait dengan perawatan anak
yang baik dan kesehatan yang baik. Bila dibandingkan antara wanita dengan
pendidikan tinggi daripada wanita dengan pendidikan rendah kemungkinan dapat
membantu dalam meningkatan pendapatan keluarga mereka, dengan membantu
keluarga untuk memberikan kualitas makanan yang lebih baik kepada anak – anak
mereka. Selain itu, tingkat pendidikan ibu yang baik dapat memanfaat segala

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


keterbatasan sumber daya yang ada di rumah tangga dan fasilitas kesehatan yang
tersedia, pembatasan dalam keluarga, mempertahankan dengan baik perilaku
hidup sehat dan perawatan kesehatan bagi anak – anak mereka.

Dalam penelitian ini walaupun responden terbanyak berada pada tingkat SMA
namun dapat menyerap informasi sehingga dapat menciptakan status gizi anak
yang baik. Walaupun pada umumnya semakin tinggi upaya pendidikan semakin
mudan ibu memberi respon terhadap informasi yang di dapatkan.

c. Pemasukan/Penghasilan
Berdasararkan pemasukan/penghasilan menunjukkan sebanyak 91,7% responden
memiliki pemasukan/penghasilan diatas UMR. Sosial ekonomi merupakan suatu
konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel
tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga akan berdampak dengan
rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu, rendahnya kualitas dan
kuantitas konsumsi pangan merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi
pada anak balita. Keadaan ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk
mengatasi berbagai masalah tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2008), responden terbanyak
memiliki pendapatan yang tinggi (69,6%). Hasil penelitian ini pun sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jesmin et al. (2010) yang dilakukan di Kota Dhaka
Bangladesh, dimana responden memiliki pemasukan/penghasilan yang didapatkan
berada di atas tarif ekonomi rata – rata di negara tersebut (43,2%). Menurut
penelitian Desi (2008), didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara
pendapatan dengan praktik pemberian makan (p=0,465). Ada kecenderungan
responden dengan pendapatan tinggi lebih banyak melakukan praktik pemberian
makan kurang baik (44,4%) dibandingkan responden dengan pendapatan rendah.

Dalam penelitan Wong, Moy dan Nair (2014) menyatakan bahwa mayoritas ibu
rumah tangga dengan anak malnutrisi tidak memiliki kekayaan pribadi. Walaupun

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


ibu rumah tangga dengan status miskin, tidak ditemukan faktor penting terjadinya
anak dengan malnutrisi. Ditemukan proporsi signifikan terjadinya malnutrisi pada
anak terjadi pada keluarga yang tidak miskin atau kaya, pernyataan ini sesuai
dengan hasil penelitiannya bahwa responden terbanyak memiliki pemasukan di
atas rata rata tarif ekonomi di negaranya yaitu Malaysia (43,8%).

d. Status Pekerjaan
Berdasarkan status pekerjaan, hasil penelitian ini menunjukkan hampir sebagian
besar responden adalah seorang ibu rumah tangga (tidak bekerja) (68,8%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2008), responden terbanyak adalah
tidak bekerja (95,2%). Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jesmin et al. (2010) yang dilakukan di Kota Dhaka Bangladesh, responden
terbanyak adalah ibu rumah tangga/tidak bekerja (82%).

Status pekerjaan bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.


Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi
sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana
mestinya (Depkes, 2004). Namun demikian, status tidak bekerja dapat menjadi
faktor pendukung dalam mendapatkan informasi dalam praktik pemberian
makanan pada anak. Ibu dengan status sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja
memiliki waktu yang lebih banyak untuk mencari informasi dan mendapatkan
penyuluhan dari petugas kesehatan seperti di posyandu, puskesmas, dan rumah
sakit. Dan dapat melakukan praktik pemberian makanan dengan baik dan benar
sehingga menciptakan status gizi yang baik bagi anaknya.

e. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), hasil penelitian ini menunjukkan hampir
semua responden memiliki gizi baik/normal sebanyak (68,8%). Hasil penelitian
ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wong, Moy, dan Nair
(2014), responden terbanyak memiliki gizi lebih (51,1%). Penelitian lain oleh
Iswiyani (2004) menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan semakin baik status
gizi ibu maka akan semakin baik pula status gizi anak. Jika ibu gemuk atau

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


obesitas maka kemungkinan anak menjadi gemuk atau obesitas sebesar 40%,
sedangkan jika ibu dan ayah kedua – duanya gemuk atau obesitas maka
kemungkinan anak menjadi gemuk atau obesitas sebesar 70% (WHO, 2006).

f. Jumlah Anak
Berdasarkan jumlah anak yang dimiliki, hasil penelitian ini menunjukkan
responden terbanyak memiliki anak < 2 anak (39,6%) Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Wong, Moy, dan Nair (2014), responden terbanyak
memiliki anak < 3 orang (67,9%).Menurut Hien (2008), umummnya keluarga
dengan anak yang banyak mengalami ketegangan dalam ekonomi untuk
mengonsusmi makanan dan karenanya dapat menyebabkan kemungkinan
terjadinya gizi buruk. Ketidakefektifan dalam pembagian di rumah tangga
diantaranya mungkin menjadi pencetus terjadinya status nutrisi menurun.
Terutama pada keluarga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi pada
anak. Keluarga dengan banyak anak memiliki waktu yang sedikit untuk merawat
anak – anak mereka. Karena pengaruh negatif dari tingginya angka kelahiran
dengan status nutrisi anak, pertambahan jarak kelahiran menjadi penting sebagai
strategi untuk memperbaiki status nutrisi pada anak.

g. Jumlah Anggota Keluarga


Berdasarkan jumlah anggota keluarga, hasil penelitian ini menunjukkan
responden terbanyak memiliki jumlah anggota keluarga > 4 orang (41,7%). Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Desi (2008), 71,5% responden
terbanyak memiliki jumlah anggota keluarga < 4 orang (keluarga kecil). Menurut
penelitian ini tidak ada hubungan bermakna antara jumlah anggota keluarga
dengan praktik pemberian makan, namun demikian ada kecenderungan keluarga
dengan jumlah anggota keluarga > 4 orang lebih banyak melakukan praktik
pemberian makan kurang baik daripada keluarga yang memiliki anggota < 4
orang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wong, Moy, dan Nair (2014)
menunjukkan responden terbanyak adalah responden yang memiliki anak < 5
orang (59,9%)

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Dalam penelitian Devi (2010) didapatkan dari hasil tabulasi silang diperoleh
bahwa keluarga dengan jumlah anggota di bawah 4 orang memiliki persentase
status gizi lebih tinggi dari status gizi buruk. Pada anggota keluarga lebih dari 4
orang status gizi kurang lebih tinggi dibanding dengan status gizi baik yang
dialami balita.

Dalam penelitian ini walaupun responden terbanyak memiliki anggota keluarga


>4 orang atau termasuk keluarga besar, namun dalam praktik pemberian makan
sudah sesuai dan memiliki status gizi yang baik. Faktor – faktor yang mendukung
sesuainya praktik pemberian makan dan status gizi yang baik dipengaruhi pula
oleh pendapatan yang baik, penyerapan informasi dan tingkat pengetaguan ibu
yang baik.

6.1.1.2. Karakteristik Anak


a. Usia
Berdasarkan usia, usia responden berada pada rentang 1 – 24 bulan (2 tahun).
Rentang usia terbanyak berada pada usia > 6 bulan – 2 tahun (80,3%). Responden
dengan penyakit Hirschsprung yang berada pada rentang ini sebanyak (80%) dan
responden dengan Malformasi Anorectal sebanyak (69,6%). Pada penelitian ini
sebagian besar responden sudah melakukan tindakan pembedahan.

Hasil penelitian ini sejalan penelitian Rahman et.al (2010), responden terbanyak
dengan penyakit Hirschsprung berada pada usia 1 – 3 tahun (38,46%). Akan
tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Corputty (2015),
responden terbanyak dengan penyakit Hirschsprung berada pada usia 0 – 1 bulan
(38,46%).

b. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian ini jenis kelamin terbanyak adalah
laki-laki yaitu (81,8%). Baik pada responden dengan diagnosa penyakit
Hirschsprung atau Malformasi Anorectal jenis kelamin responden terbanyak
adalah laki-laki yaitu (84%) dan (82,6%).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Hasil penelitian ini sesuai dengan konsep teori menurut Wong (2009), penyakit
Hirschprung empat kali lebih sering mengenai bayi atau anak laki-laki daripada
perempuan, mengikuti pola familial pada sejumlah kasus dan cukup sering
dijumpai di antara anak-anak yang menderita sindrom down. Hasil penelitian ini
pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Corputty (2015), responden
yang terdiagnosa penyakit Hirschsprung terbanyak adalah laki – laki (47,78%).
Penelitan yang dilakukan oleh Rahman et. al (2010), penelitian dilakukan di RS
Chitagong, Bangladesh mendapatkan proporsi jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan rasio 208:1.

Secara umum, Malformasi Anorectal lebih banyak ditemukan pada anak laki –
laki daripada anak perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang
paling banyak ditemui pada bayi laki – laki, diikuti oleh fistula perineal.
Sedangkan pada bayi perempuan, jenis Malformasi Anorectal yang paling banyak
ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal
(Oldham, 2005). Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Grano et.al (2013), responden terbanyak yang terdiagnosa Malformasi
Anorectal adalah laki – laki (62,1%)

Sampai saat ini peneliti belum mendapatkan hasil penelitian maupun artikel atau
jurnal yang membahas tentang penjelasan kecenderungan anak dengan jenis
kelamin laki – laki lebih banyak terkena penyakit Hirschsprung atau Malformasi
Anorectal.

c. Lama Mendapatkan ASI


Berdasarkan lamanya pemberian ASI, hasil penelitian ini responden masih
mendapatkan ASI usia responden 0 – 24 bulan (43,9%). Dimana bila di uraikan
responden yang berusi < 6 bulan dan masih mendapatkan ASI (33,3%) dan usia >
6 bulan dan masih mendapatkan ASI (66,7%).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


ASI adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan kesehatan bayi dan anak-anak
dan memproteksi dari infeksi dan konsekuensinya. Keuntungan ini relevan untuk
semua lingkungan dan lebih penting untuk anak-anak dengan kekurangan gizi
dalam kondisi tidak higienis (WHO, 2004). Memberi ASI kepada bayi merupakan
hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis, mudah, murah, sedikit
kemungkinan untuk terjadi kontaminasi dan menjalin hubungan psikologis anak
dan ibu. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural,
ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu
optimal yang mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai
kebutuhan pertumbuhan bayi (Walker, 2008).

Sejak tahun 1999 badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi
diberikan ASI Eksklusif hingga 6 bulan pertama kehidupannya untuk mencapai
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal. Pemberian ASI
dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak umur 2 tahun yang disertai dengan
pemberian makanan tambahan yang sesuai (WHO, 2004). Menurut Roesli (2008)
rekomendasi ini terkait bukan hanya karena ASI mengandung zat proteksi bagi
tubuh bayi, tetapi juga karena ASI masih memenuhi 70% kalori untuk bayi 6-8
bulan, 55% untuk bayi 9-11 bulan dan 40% untuk 12-23 bulan. Keadaan ini secara
bermakna memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun. Dengan
kata lain, pemberian ASI membantu mengurangi angka kejadian kekurangan gizi
dan berhentinya pertumbuhan yang umumnya terjadi pada usia ini.

Dalam penelitian ini, orang tua responden yaitu ibu masih memiliki persepsi
bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi anaknya usia 24 bulan. Pada ibu dengan
responden berusia di bawah 24 bulan berharap bisa memberikan ASI hingga usia
2 tahun walaupun setelah usia 6 bulan anaknya mendapatkan makanan
pendamping ASI (MP-ASI).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


5.2.2.Status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung atau
Malformasi Anorektal pada kondisi perawatan anak saat ini.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal pada saat
sebelum dilakukan tindakan pembedahan umumnya mengalami gangguan nutrisi
yang diakibatkan dari patofisiologi kedua penyakit tersebut. Pada kedua penyakit
ini akan terjadi gangguan konstipasi yang akan menimbulkan terjadinya
penumpukkan feses di kolon yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
distensi abdomen, sejalan dengan waktu distensi abdomen semakin bertambah dan
membuat anak semakin merasa mual, tidak nafsu makan, dan muntah. Hal ini
dapat menyebabkan menurunnya asupan nutrisi anak, sehingga anak akan
mengalami kurang gizi (Kartono, 2010; Langer, 2005; Wong, 2009). Hal ini
diperlihatkan pada responden dalam penelitian ini, dimana terdapat 1 responden
yang mengalami gizi kurang pada responden dengan penyakit Hirschsprung yang
belum melakukan tindakan pembedahan.

Namun demikian status kurang gizi masih didapatkan pada klien yang sudah
dilakukan tindakan pembedahan. Hal ini masih terjadi disebabkan karena tingkat
pengetahuan ibu yang rendah dan pola pemberian makanan yang tidak mencukupi
yang dapat menyebabkan menurunnya status gizi dari anak tersebut. Selain itu,
peneliti mendapatkan informasi bahwa beberapa responden belum melakukan
praktik pemberian makan yang sesuai dikarenakan faktor tumbuh kembang yang
belum mampu untuk makan sesuai dengan usianya, contohnya pada anak usia 12
bulam baiknya sudah diajarkan makan makanan yang lebih padat dan bertekstur
namun sang anak belum mampu mengunyah dengan baik sehingga bila diberikan
anak tersebut dapat tersedak hingga muntah.

Untuk mengurangi komplikasi yang berat seperti semakin menurunnya gizi


pasien, maka pada kedua penyakit ini akan dilakukan tindakan pembedahan yang
terdiri atas tindakan bedah sementara dan tindakan bedah definitif. Tindakan
bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi abdomen dengan cara kolostomi
pada kolon yang abnormal. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi distensi
abdomen sehingga dapat mengurangi distensi abdomen sehingga mengurangi rasa

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


mual dan muntah sehingga diharapkan nafsu makan anak akan kembali pulih dan
status gizi menjadi baik (Rochadi, 201l2; Kartono, 2010). Anak kemudian dapat
kembali hidup normal dan mampu menggapai masa depan yang lebih baik.

Hasil penelitian ini menemukan sebanyak 62,5% responden dengan penyakit


Hirschsprung dan sebanyak 78,3% responden dengan Malformasi Anorectal
memiliki status gizi yang baik. Keseluruhan responden tersebut sudah dilakukan
tindakan pembedahan, sehingga sudah tidak terjadi kembung dan gangguan nutrisi
dan intake makanan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Pada saat melakukan pengambilan data, peneliti mendapatkan
informasi dari petugas kesehatan dan orang tua responden bahwa apabila ada
pasien/anak yang mengalami gizi buruk maka perawatan pada pasien tersebut
akan dikolaborasikan dengan dokter spesialis gizi, agar pasien/anak tersebut
mendapatkan penyuluhan mengenai pemenuhan gizi agar kembali baik dan bisa
melanjutkan perawatannya. Untuk melakukan terapi definitif atau tindakan
operasi, baik anak yang mengalami penykit Hirschsprung atau Malformasi
Anorectal harus memiliki berat badan kurang lebih 9 kg (Wong, 2009). Pada
perawatan prabedah bagi anak bergantung pada usia dan kondisi klinisnya.
Seorang anak yang mengalami malnutrisi mungkin tidak akan mampu bertahan
terhadap pembedahan sebelum kondisi jasmaninya di perbaiki (Wong, 2009).

6.1.3.Praktik Pemberian Makan pada Anak yang Mengalami Penyakit


Hirschsprung atau Malformasi Anorectal
Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar praktik pemberian makan sudah
baik . Responden sudah mendapatkan makanan sesuai dengan usianya yaitu pada
usia 0-6 bulan pemberian makan yang dianjurkan hanya ASI saja dan belum
mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan pada penelitian ini 54%
masih mendapatkan ASI dengan responden (dengan keseluruhan responden pada
usia 0-6 bulan sebanyak 12 responden). Dimana bila di uraikan responden yang
berusi < 6 bulan dan masih mendapatkan ASI (33,3%) dan usia > 6 bulan dan
masih mendapatkan ASI (66,7%). Pada responden dengan usia lebih dari 6 bulan
sampai dengan 2 tahun. Pada usia ini anak masih mendapatkan ASI dan sudah

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan makanan
selingan/cemilan. Jenis makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang dianjurkan
pada usia ini adalah bubur saring yang diberikan pada usia 6-9 bulan, bubur lumat
yang diberikan pada usai 9- 12 bulan, nasi tim yang diberikan pada usia 12-24
bulan, dan nasi keluarga yang diberikan pada usia 24 bulan atau lebih. Dimana
makanan pendamping ASI (MP-ASI) ini diberikan sebanyak 3 kali sehari. Pada
usia ini pun anak suda mendapatkan makanan selingan seperti buah-buahan, roti,
biskuit maupun kue dengan pemberian 2 kali sehari. Dalam penelitian ini 50%
masih mendapatkan ASI dan 94,4% sudah mendapatkan makanan pendamping
ASI (MP-ASI) dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari sebanyak 69,4 %.
Responden sebanyak 77,8% sudah mendapatkan makanan selingan/cemilan
dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari. Dan keseluruhan responden memiliki
status gizi baik/normal (76%).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wandini (2012). Penelitian ini
dilakukan di panti asuhan untuk melihat status gizi dan praktik pemberian makan
pada anak yang tinggal di panti asuhan. Hasil penelitian ini memiliki hasil 27,8%
anak – anak tidak mendapatkan makanan sesuai dengan usianya. Menurut
petunjuk WHO pada usia 6 bulan anak mendapatkan makanan lembut (nasi
lumat), usia 9 bulan mendapatkan makanan semi padat (nasi lembek) dan usia 12
bulan anak sudah dapat makanan yang sama dengan makanan keluarga (nasi)
(WHO, 2005). 19,4% anak usia lebih dari 12 bulan belum mendapatkan makanan
padat dan memiliki status gizi kurang (75,6%). Penelitian ini didukung oleh
penelitian Yanti (2008) memiliki hasil yang sama. Penelitian ini dilakukan pada
responden anak 0-12 bulan untuk melihat praktik pemberian makan MP-ASI.
Hasilnya 87% sudah melakukannya, namun 42,6% masih kurang baik dalam
pelaksanaannya. Praktik pemberian makan kurang baik karena masih adanya
pemberian MP ASI diberikan rata – rata usia 3,7 bulan sebesar (33,6%).

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011), dari hasil analisis dan menggunakan
korelasi Kendal Tau didapatkan hasil z hitung sebesar 0,596 dan z tabel sebesar
0,281 jika dibandingkan antara z hitung dengan z tabel mak z hitung  z tabel

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


dengan tingkat signifikasi 95% hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang kuat antara pola pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) dengan
status gizi. Namun pada penelitian lain terdapat hasil yang berbeda, penelitian
Fitriana (2013) didapatkan hasil bahwa tidak didapatkan hubungan antara
pemberian MPASI dan status gizi pada bayi/anak (OR: 1,42 95% CI 0,8-2,5;
P=0,3).

Pemberian makan pada bayi/anak adalah cara memberi makan pada bayi/anak.
Praktik pemberian makan pada bayi/anak merupakan perilaku yang melibatkan
orang lain tidak hanya ibu dan bayi/anak, tetapi juga melibatkan orang tua,
anggota rumah tangga, petugas kesehatan, pengambil kebijakan dan produsen
makanan bayi. Masalah praktik pemberian makan pada bayi/anak adalah
multidimensial, karena banyak faktor yang terlibat, termasuk faktor budaya yaitu
kepercayaan dan kebiasaan, lingkungan sosial dan pengalaman masa lalu (Irawati,
2004).

Sejak tahun 1999 badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi
diberikan ASI Eksklusif hingga 6 bulan pertama kehidupannya untuk mencapai
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal. Pemberian ASI
dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak umur 2 tahun yang disertai dengan
pemberian makanan tambahan yang sesuai (WHO, 2004). Makanan pendamping
ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telas berusia 6 bulan atau
lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemberian makanan
pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangkan kemampuan bayi
mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan dengan
berbagai tekstur dan rasa (Sulistijani, 2004). Balita membutuhkan tambahan zat
gizi, kualitas makanan yang baik dalam jumlah yang cukup selama periode ASI
dilanjutkan sampai umur dua tahun setelah masa ASI eksklusif. Strategi global
pemberian makan pada bayi dan balita menganjurkan pemberian makanan
pelengkap mulai umur 6 bulan dengan kriteria bergizi cukup, aman, dan sesuai
umur (UNICEF, 2008).

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


MP-ASI hendaknya diberikan secara bertahap sampai umur tertentu anak dapat
mengkonsumsi makanan keluarga. Proses pemberian makanan ini harus dibina
secara sistematis agar kesehatan dan kecerdasannya terjamin. Dengan cara ini
anak akan mengikuti kebiasaan makan dalam keluarga (Soenardi dalam
Soekirman et. al., 2006). World Health Organization (WHO) memiliki pedoman
mengenai tipe makanan untuk anak dibawah usia 5 tahun, dimana diberikan
secara bertahap sesuai usia. Pada usia 6 bulan baiknya diawali dengan
memberikan makanan yang lembut (nasi lumat), usia 9 bulan mulai bisa diberikan
makanan semi padat (nasi lembek) dan bayi usia 12 bulan ssudah mulai dapat
diberikan makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarganya (WHO, 2005).

Peneliti sampai saat ini belum mendapatkan keterangan mengenai indikator


bagaimana praktik pemberian makan yang sesuai baik ari buku pedoman MTBS
dan penelitian mengenai praktik pemberian makan. Namun peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa praktik pemberian makan yang sesuai adalah
sesuia dengan anjuran seperti pada usia 0-6 bulan anak hanya diberikan ASI dan
tidak diberi makanan atau minuman selain ASI dan pada usia > 6 bulan anak
sudah diberikan makanan pendamping ASI secara bertahap sesuai usia. Dan
praktik pemberian makan yang tidak sesuai adalah bila pemberian makan tidak
sesuai dengan rujukan seperti anak pada usia 0-6 bulan sudah diberikan makanan
pendamping ASI atau makanan lain seperti biscuit atau buah buahan seperti
pisang.

6.2. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian, selama pengambilan data selama kurang lebih 1 bulan
pada setiap minggunya terdapat responden yang sama. Sehingga setiap
minggunya responden yang didapatkan semakin sedikit.

6.3. Implikasi Keperawatan


6.3.1. Pelayanan Keperawatan
Implikasi hasil penelitian ini terhadap pelayanan keperawatan adalah memberikan
informasi mengenai gambaran praktik pemberian makan dan status gizi pada anak

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


yang mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal karena
apabila anak dengan penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal tidak
mendapatkan asupan gizi yang adekuat, maka hal ini akan mempengaruhi
penatalaksanaan perawatan anak. Hal ini dikarenakan pembedahan anak
menyaratkan berat badan yang cukup. Hal ini dapat dijadikan sebagai acuan atau
panduan bagi perawat anak baik di masyarakat maupun di klinisi dalam
penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan anak yang mengalami kelainan
kongenital pada sistem pencernaan yaitu penyakit Hirschsprung atau Malformasi
Anorectal terutama dalam hal praktik pemberian makan yang baik dan sesuai agar
terciptanya status gizi yang baik/normal.

6.3.2. Pendidikan Keperawatan


Implikasi hasil penelitian ini terhadap pendidikan keperawatan dapat memperkaya
ilmu keperawatan yang saat ini sedang berkembang melalui pendidikan dan
penelitian. Konsep mengenai praktik pemberian makan dan status gizi terutama
pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal
selama ini belum banyak ditemukan baik dalam buku keperawatan dan penelitian
keperawatan. Praktik pemberian makanan yang benar pada anak yang mengalami
penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal dapat membantu memperbaiki
status gizi anak tersebut sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan untuk
mengembalikan fungsi tubuh yang normal sehingga akhirnya dapat menjalani
kehidupan masa depan yang lebih baik.

6.3.3. Penelitian Keperawatan


Implikasi lain hasil penenelitian ini terhadap penelitian keperawatan adalah dapat
menjadi data dasar yang dapat digunakan oleh peneliti lain dalam mengungkapkan
fenomena yang lebih luas terkait anak yang mengalami kelainan kongenital
seperti penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal. Penelitian lain yang
dapat dilakukan diantaranya faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi pada
anak dengan penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pada karakteristik responden
a. Ibu
Rata – rata usia ibu dalam penelitian berada pada rentang usia 31-40 tahun dengan
tingkat pendidikan setara SMA, status pekerjaan ibu yang terbanyak adalah
seorang ibu rumah tangga atau tidak bekerja dengan penghasilan/pemasukan
sesuai UMR. Status gizi ibu baik / normal dengan jumlah anak terbanyak
memiliki < 2 anak dan jumlah anggota keluar > 4 orang.

b. Anak
Rata – rata usia anak dalam penelitian ini berada pada rentang usia lebih dari 6
bulan sampai dengan 2 tahun dengan jenis kelamin terbanyak laki – laki. Durasi
pemberian ASI masih mendapatkan dengan rentang usia responden pada saat
pengambilan data 0 – 24 bulan (2 tahun), nilai Z-Score berada pada rentang -2 SD
- +2 SD (gizi baik/normal). Jenis penyakit terbanyak pada penelitian ini adalah
penyakit Hirschsprung.
2. Status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung dan Malformasi
Anorectal
Status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung dan Malformasi
Anorectal pada penelitian ini adalah baik/normal
3. Praktik pemberian makan
Praktik pemberian makan pada penelitian ini sudah sesuia dengan buku tujukan
yang digunakan oleh peneliti yaitu buku bagan Manjaemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Negara Republik
Indonesia tentang konseling bagi ibu: cara pemberian makan anak.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


7.2. Saran
1. Bagi Pelayanan
Sebagai perawat, terutama perawat anak atau yang bekerja di ruang perawatan
anak diharapkan sebagai pemberi asuhan keperawatan lebih memperhatikan
praktik pemberian makan sesuai dengan usianya. Sehingga anak – anak yang
sedang dalam perawatan terutama pada anak dengan diagnosa penyakit
Hirschsprung dan Malformasi Anorectal,bisa mendapatkan gizi yang baik dan
sesuai, agar anak – anak ini dapat menjalani terapi dan tindakan medis yang harus
dilakukan. Agar anak – anak ini dapat menjalani hidup dengan normal, sehat dan
mampu menggapai masa depan yang baik.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan


Mengoptimalkan pengetahuan baik mahasiswa maupun staf pengajar mengenai
pemberian makan dan status gizi pada anak yang mengalami penyakit
Hirschsprung dan Malformasi Anorectal.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya


Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan jumlah yang lebih
banyak sehingga gambaran hasil penelitian dapat digeneralisasikan untuk populasi
dengan karakteristik yang sama. Perbaikan instrument penelitian, baik dalan segi
isi dan pertanyaan penelitian. Penelitian selanjutnya dapat menerapkan penelitian
berdesain korelatif sehingga dapat diketahui pengaruh dan hubungan dari
karakteristik, praktik pemberian makan dan status gizi. Selain itu, peneliti juga
dapat melihat faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi pada anak
yang mengalami penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, SAM., Ahmed, T., Roy, S.K,. Alam, N., & Hossain, Md. I. (2012).
Determinant of undernutrition in children under 2 years of age from rural
bangladesh. Indian Pediatric, 49. 821-824.

Almatsier, S. (2005). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Alvarado, B. E., Zunzunegur, M. V., Delisle, H., & Osornoj. (2005). Growth
trajectories are influenced by breastfeeding and infant health an an Afro-
Colombian community. 135: 2171-2178. www.jn.nutrition.org

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Anwar, K, Juffrie, M, & Julia, M. (2005). Fakto risiko kejadian gizi buruk di
Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. Diunduh dari http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/ diakses April
2015.

Badan Pusat Statistik (BPS) (2009). Penduduk Indonesia menurut kelompok


umur,daerah perkotaan/pedesaan serta jenis kelamin. Di akses dari
http://www.sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel2tid=203&wid=0

Baxter, KJ., & Bhatia, AM. (2013). Hirschsprung’s diseases in preterm infant:
implications for diagnostic and outcomes. The American Surgeon Articles.
Vol 79 No 7. Juli 2013. Hal 734-738

Baker, J. L., Micahelsen, K. F., Rasmussen, K. M., & Sorensen, T. I.A. (2004).
Maternal pregnant bodu massa index, duration of breastfeeding and timing of
complementary food introduction of associated with infant gain. The
American journal of clinical journal of clinical nutrition, 80: 1579-1588.
http://www.ajcn.org.

Brown, J. E.(2005). Nutrition through the life cycle. Edisi II. United State of
America: Wads Worth

Creswell,J.W. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif dan


mixed. Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Corputty, E.D., Harsali, F.L.&Alwin, M. (2014). Gambaran Pasien Hirschsprung


Di RSUP. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010-September 2014.
Journal e-Clinic (e-Cl): Vol 3 No. 1.

Dahlan, Sopiyudin. (2011). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi 5.


Jakarta: Salemba Medika.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Dahlan, Sopiyudin. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. (2004). Profil kesehatan Kota Makasar tahun2003. Pemerintahan


Kota Makasar: Jurnal Cendekia.

Depkes RI. (2004). Analisa situasi dan kesehatan masyarakat. Jakarta: Depkes
RI.

Depkes RI. (2005). Rencana aksi nasional pencegahan dan penanggulangan gizi
buruk 2005-2009. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. (2005). Manajemen laktasi, buku panduan bagi bidan dan petugas
kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI, (2006). Standar pemantauan pertumbuhan balita. Jakarta

Depkes RI. (2008). Buku bagan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Jakarta:
Depkes RI.

Depkes RI. (2010). Buku bagan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Jakarta:
Depkes RI.

Depkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2013.

Devi, M. (2010). Analisis Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status


Gizi Balita Di Pedesaan. Teknologi & Kejuruan: Vol. 3 No. 22 Hal: 187.

Dewi, R.K., Handayani, R.& Pantiawati, I. (2011). Hubungan Pola Pemberian


Makan Pendamping ASI (MP ASI) Dengan Status Gizi Pada Balita Usia 6-12
Bulan Di Desa Kaliori Kecamatan Kalibogor Kabupaten Banyumas Tahun
2010. Bidan Prada: Jurnal Ilmiah Kebidanan: Vol.2 No.1

Dharma, Kelana. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan panduan


melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Media Info.

Dinkes Prov Sulawesi Tengah. (2009). Manajemen terpadu balita sakit modul 4
konseling bagi ibu. Prov Sulawesi Tengah: Dinkes.

Fitriani, E.I., Anzar, J., Nazir, H.M.& Theodoris. (2013). Dampak usia pertama
pemberian makanan pendamping ASI terhadap status gizi bayi usia 8-12
bulan di Kecamatan Seberang Ulu I Palembang. Sari Pediatri: Vol. 15 No. 4.

Grano, C., Bucci, S., Aminoff, S., Lucidi, S., & Violam, C. (2013). Quality Of
Life In Children And Adolescent With Anorectal Malformation. Pediatric
Surgery Int. (29). page: 927

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Gunnarsdottir, A & Wester, T. (2011). Modern treatmen of hirschsprung disesase.
Scandinavian Journal of Surgery, 100. 243-249.https://extranet.who.int
diakses Maret 2015

Hackman.D..J., Newman. K., & Ford.H.R. (2005). Chapter 38 pediatric surgery


in: schwartz’s principles of surgery. 8th edition. New York: Mcgraw Hill.

Hastono, A. P. (2007). Analisi data kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakan


Universitas Indonesia.

Hien, N.N & Kam.S. (2008). Nutritional Status And Characteristic Related To
MalnutritionIn Children Under Five years Of Age In Nighean, Vietnam. J
Prev Med Publ Health.41(4): 232-240.

Irawati, A. (2004). Pengaruh pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap


gangguan pertumbuhan bayi dengan berat lahir normal 0-4 bulan. Disertasi:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Islam, M.M,. Morshed. A., Md. T., Mohammad. A. K., Rokhsona. P., Munni. B.,
& Md. m. H.K. (2013). Predictor of the Number Of Under Five
Malnourished Children In Bangladesh: Application Of The Generalized
Possion Regression Model. BMC Public Health. page: 6-8.

Jesmin, A., Shelby, S.Y., Ahmad. A.M., & Md, A.H. (2011). Prevalence And
Determinants Of Chronic Malnutrition Among Preschool Children: A Cross-
Sectionnal Study In Dhaka City, Bangladesh. J. Health Popul Nutr. (5):
496:498.

Kamiya, Y. (2011). Social determinant of nutritional status of children in lao pdr:


effect of household and community factors, Journal Health Populer
Nutrition, 29, 4. 3390348.

Kartono, D. (2010). Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto.

Kemenkes RI. (2010). Riset kesehatan dasar 2010 Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status
gizi anak. Jakarta: Kemenkes RI

Kent, J.C., Mitoulas,l., Cregan, M.D., Ramsay, D. T., Doherty, D.A., & Hartman,
P. E.. (2005). Volume and frequency of breastfeeding and fat content of
breats milk throughout the day. Official journal og the American Academy of
Pediatrics. 117;e387-e395. Di akses di www.pediatrics.org

Kosim, S.M. (2008). Buku ajar neonatologi edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan. ( Wahyuningsih, E., dkk penerjemah). Jakarta : EGC

Kusriadi. (2010). Analisa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kurang gizi
pada anak baita di Propinsi Nusa Tenggara Barat. (Karya Tuis Imiah).
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Langer, J.C. (2005). Hirschsprung Desease In Principle And Practice Of


Pediatric. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin.

Levitt, M. A., Kant, A., & Pena, A. (2010). The morbidity of constipation in
patient with anorectal malformation. Eur Journal of Pediatric Surgery, 45.
1228-1233.

Maramis, P.P., Erling, D.K., & Johry, R. (2014). Hubungan penyakit jantung
bawaan dengan status gizi anak Di RSUP. DR. R. D. Kandou Manado. Jurnal
e-Clinic (eCl): Vol. 2 No.2 Hal: 8.

Mauther, M., Birch., M., Jessop., J. Miller, T. (2005). Ethics in qualitative


research. Thousand Oaks, CA: Sage.

Merryana, B. (2012). Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Ministry of Health. (2008). Food and nutrition guidelines for healthy infant and
toddlers (aged 0-2). A background paper (4th Ed). New Zealand: Ministry of
Health

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. (Ed.2). Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

_____________ (2003). Prinip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat. Jakara:


Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan, pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Oldham. K., Colombani. P., Foglia. R. & Skinner. M. (2005) Principle and
Practice of Pediatric Surgery Vol. 2. Philadelphia: Lipppincott Williams.

Oxford Radcliffe Hospital. (2014). Pediatric surgical registrar version articles.

Potter & Perry. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Volume 1&2. Jakarta: EGC

Pudjiaji, S. (2005). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta: Gaya Baru.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Rahman, Z., Hannan, J. & Islam, S. (2010). Hirschsprung’s deseases: role of
rectal suction biopsy date on 216 specimen. Journal of Indian Association.
(15): 56-58.

Rochadi. (2012). Terapi Pembedahan Dan Peran GENA RET Pada Penyakit
Hirschsprung. Disertasi: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.

Roesli, U. (2008). Inisiasi menyususi dini plus ASI eksklusif. Cetakan II. Jakarta:
Pustaka Bunda.

Rogers, J., & Anna, T. (2012). Pediatric continances advisor. UK: Down’s
Syndrome Association.

Satroasmoro, S. & Sofyan, I. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.


Edisi Ke-4. Sagung Seto.

Sherwood. (2009). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Siregar, S. (2014). Metode penelitian kunatitatif dilengkapi dengan perbandingan


perhitungan manual spss. Jakarta: Prenamedia Group.

Soekanto, S. (2000). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekarman. (2006). Gizi seimbang untuk bayi dan balita dalam siklus kehidupan
manusia. Jakarta: PT. Prima Media Pustaka.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia. Buku kuliah ilmu
kesehatan anak. Jakarta: Infomedika.

Streubert, H.J, & Carpenter, D. R. (2011). Qualitative research in nursing:


advancing the humanistic imperativ. Third Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Sulistidjani. (2004). Menjaga kesehatan bayi dan balita. Jakarta: Puspa Swara.

Swarjana, I, K. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. tuntutan praktis


pembuatan proposal penelitian. Yogyakarta : Andi Offset

Taruna, J. (2000). Hubungan status ekonomi keluarga dengan dengan terjaadinya


kasus gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau tahun
2002 (Karya Tuls Ilmiah). Jakata: Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan

Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. Buku acuan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar (PONED). Jakarta: EGC.

United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2013). Improving child nutrition: the
achievable for global progress. USA: New York.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2009). Tracking progress on child
and maternal nutrition- a survival and development priority.

Walker, A. (2004). Pediatric gastrointestina Disease. USA: DC Decker.

Wasis. (2008). Pedoman riset praktis untuk profesi perawat. Jakarata:EGC

Wandini, K. (2012). Nutritional status and feeding practice of children aged 0-59
month living in orphanage in Jakarta, Indonesia. Thesis: Faculty of Medicine
University of Indonesia.

WHO.(2005). Guiding principles for feeding non brestfeeding children 6-24


month of age. Di akses dari www.who.int April 2015

_____(2010). Underweight in children. Di akses dari


http://www.who.int/gho/mdg/proverty_hunger/underweight-text/en/index.html

_____(2011). World health statistic.

_____(2006). Complementery feeding in the WHO multicentre growth reference


study. Geneva: in Acta Pediatrica: Vol.95. Taylor and Francis

Wong, D.L. (2009). Essentials of pediatric nursing 6th ed. Philadelphia: Mosby

Wong (2010). Buku ajar keperawatan pediatric. Edisi 6. Volume 1&2. Jakarta:
EGC.

Wong, H.J., Foong, M.M., & Sulochana, N. (2014), Risk Factor Of Malnutrition
Among Preschool Children In. Terengganu, Malaysia: A Case Control Study.
BMC Public Health. Page:6-9.

Wound, Ostomy and Continency Nurse Society. Ostomy Care. Diakses dari
www.wocn.org 2006.

www.cdc.gov.(2008). Breastfeeding. Di akses dari


http://www.cdc.gov/breastfeeding

www.gizikia.depkes.go.id diakses Maret 2015

www.gizi.depkes.go.id diakses Maret 2015

www.kgm.bappenas.go.id diakses Maret 2015

www.unicef.org diakses Maret 2015

_____________(2008). Infant and young child feeding. Di akses dari


http:///www.unicef.org/nutrition/index.breastfeeding.html

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


www.who.int. (2008) Optimal duration fot breastfeeding. Di akses dari
http://www.who.int/Nrrdonlyres/B9631D20.-4E-A9-A1A9-
7D69EBF820F6/0Global_Facts_and_Figures.pdf.

www.who.int. (2008). 10 fact about breastfeeding. Di akses dari


http://www.who.int/features/factfiles/breastfeeding/op/index.html

www.who.int. (2008). 10 fact on nutrition. Di akses dari


http://www.who.int/features/factfiles/nutrition/en/index.html

Yanti, D. (2008). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Pemberian


Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Non Program) Pada Uisa 0-12 Bulan
Di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka 2008 . Tesis: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth,

Responden Penelitian

Di RSAB Harapan Kita, Jakarta

Saya mahasiswa Program Ekstensi Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Indonesia, bermaksud akan melakukan penelitian tentang “Gambaran
Praktik Pemberian Makan Dengan Status Gizi pada Anak yang Mengalami
Penyakit Hirschsprung atau Malformasi Anorectal”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran praktik pemberian makan


dengan status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirschsprung atau
Malformasi Anorectal. Peneliti akan memberikan kuesioner yang akan diisi
langsung oleh anak maupun orang tua pasien (responden).

Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian apapun bagi responden. Peneliti akan
menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam pengumpulan data,
pengolahan dan penyajian data. Peneliti juga menghargai hak responden apabila
tidak bersedia untuk mengikuti kegiatan penelitian ini serta memberikan
kesempatan kepada responden untuk bertanya.

Demikian penjelasan tentang penelitian ini. Atas partisipasi saudara, peneliti


memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih.

Depok, Mei 2015

Peneliti

Rizki Dewi Utami

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


UNIVERSITS INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DENGAN
STATUS GIZI PADA ANAK YANG MENGALAMI PENYAKIT
HIRSCHSPRUNG DAN MALFORMASI ANORECTAL

NAMA : RIZKI DEWI UTAMI


NPM : 1306489363

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
MEI 2015

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya yang bernama Rizki Dewi Utami adalah mahasiswi Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian
dengan judul “Gambaran praktik pemberian makan dengan status gizi pada anak
yang mengalami penyakit hirschsprung dan malformasi anorectal”. Penelitian ini
dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses Strata 1 (S1)
Keperawatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran praktik pemberian
makan dengan status gizi pada anak yang mengalami penyakit hirschsprung dan
malformasi anorectal. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk
menjadi responden dalam penelitian ini. Jika ibu bersedia maka silahkam
menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan ibu.

Identitas pribadi ibu sebagai responden akan dirahasiakan dan informasi yang
diberikan hanya untuk kepentingan penelitian ini. Sebelumnya ibu akan mendapat
penjelasan dari peneliti tentang kuesioner ini, bila terdapat hal yang kurang
dipahami, ibu dapat bertanya langsung kepada peneliti. Atas perhatian dan
kesediaan ibu menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, 2015

Partisipan, Peneliti,

( ) (Rizki Dewi Utami)

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


No. Responden:

INSTRUMEN KARAKTERISTIK RESPONDEN

KUESIONER A

Petunjuk Pengisian:

Isilah data diri di bawah ini. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan seksama, kemudian isilah
jawaban dengan memberi tanda () pada kolom yang tersedia apabila membutuhkan jawaban
dengan pilihan. Isilah sesuai dengan data diri Anda dan Anak Anda saat ini. Untuk pengisian nama
baik orang tua dan anak cukup inisialnya saja. Untuk pengisian berat badan, tinggi badan dan IMT
baik ibu dan anak dikosongkan saja, akan di isi oleh peneliti

Data Demografi

Ibu
1. Nama :__________ 7. Berat Badan Saat Ini :________ gram
2. Usia :__________ Tahun 8. Tinggi Badan Saat Ini:________cm
3. Agama :__________ 9. IMT :__________
4. Pendidikan: 10. Jumlah Anak:______________Orang
 SD 11. Jumlah Anggota Keluarga:____Orang
 SMP )* Lingkari salah satu.
 SMA
 D3/S1
 S2/S3
Anak
5. Pekerjaan:
 Bekerja: Nama :__________
(PNS/Swasta/Buruh/Wirausaha)*
 Ibu Rumah Tangga Usia :_____ Tahun
6. Penghasilan/Pemasukan:
 < Rp. 2.500.000 Jenis Kelamin : L/P
 > Rp. 2.500.000 Tinggi Badan Saat Ini :______ gram

Berat Badan Saat Ini :______ cm

Barat Badan Lahir :______gram

Anak Ke_____dari_____Saudara

Lama Pemberian ASI:__________ Bulan

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


INSTRUMEN PENELITIAN RIWAYAT PENYAKIT ANAK DAN PRAKTIK
KEPERAWATAN: PEMBERIAN MAKAN PADA ANAK

KUESIONER B

A. Riwayat Penyakit Anak

Petunjuk Pengisian:

Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan penyakit atau diagnosa medis yang diderita pada
anak Anda. Dan jawablah pertanyaan hanya pada kolom yang sesuai dengan penyakit atau
diagnosa medis yang anak Anda derita. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan seksama.
Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda () pada kolom yang telah disediakan apabila
membutuhkan jawaban dengan pilihan. Isilah sesuai dengan keadaan anak Anda saat ini.

Penyakit Hirschsprung Malformasi Anorectal/Atresia Ani

1. Kondisi Saat Ini 1. Kondisi Saat Ini


 Terpasang kolostomi  Terpasang kolostomi
 Tidak terpasang kolostomi  Tidak terpasang kolostomi
2. Dilakukan tindakan Pull Through 2. Dilakukan tindakan PSARP
 Sudah  Sudah
 Belum  Belum
3. Tutup Kolostomi
 Sudah
 Belum

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


B. Praktik Keperawatan: Pemberian Makanan Pada Anak

Petunjuk Pengisian:

Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan kelompok usia anak Anda. Dan jawablah
pertanyaan hanya pada kolom yang sesuai dengan kelompok usia anak Anda. Bacalah
pertanyaan dibawah ini dengan seksama. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda ()
pada kolom yang telah disediakan apabila membutuhkan jawaban dengan pilihan. Isilah
sesuai dengan keadaan anak Anda saat ini.

Usia 0-6 bulan


1. Apakah ibu masih memberi ASI ?
 Ya
 Tidak
2. Apakah Ibu memberi makanan atau minuman selain ASI
 Ya
 Tidak
Apa jenis makanan/minuman yang diberikan:

 Bubur saring
 Bubur lumat
 Nasi lembek/Nasi Tim
 Nasi keluarga
 Lainnya ________________________________________________
Berapa kali dan berapa banyak Ibu memberikan MP ASI tersebut :

_____berapa kali/hari _____sdm (sendok makan)

Usia 6 bulan sampai 2 tahun atau lebih


1. Apakah ibu masih memberi ASI ?
 Ya
 Tidak
2. Sudahkah ibu memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI)
 Ya
 Tidak
Apakah jenis makanan yang diberikan :

 Bubur saring
 Bubur lumat
 Nasi lembek/Nasi Tim
 Nasi keluarga
 Lainnya ________________________________________________
Berapa kali dan berapa banyak Ibu memberikan MP ASI tersebut :

_____ berapa kali/hari _____sdm (sendok makan)

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Sudahkah Ibu memberikan makanan selingan (cemilan) :

 Ya
 Tidak
Berapa kali diberikan:

 1x/hari
 2x/hari
 Kadang-kadang

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.


Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.
Gedung Fakultas llmu Keperawatan
UNIVERSITAS INDONESIA Kampus Ul, Oepok Jawa Baral16424
T. 62 21 788 49120 F. 62 21 786 41 24
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN E. fik@ui.ac.id 1www.fik.ui.ac.id

Nom or : \1~ /UN2.F12.0 11/PDP.04.04/20 15 Maret 2015


Lamp
Perihal : Pennohonan data penelitian

Yth. Direkturr
RSAB. Harapan Kita
Jl. Let.Jend. S. Parman
Jakarta

Dalam rangka penyelesaian tugas akhir (skripsi) bagi mahasiswa Program Studi Sarjana (S I)
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK Ul):

Nama mahasiswa : Rizki Dewi Utami


NPM 1306489363

akan melakukan pengumpulan data penelitian dengan judul "Gambaran Praktik Pemberian
Makan dengan Status Gizi pada Anak yang mengalami Penyakit Hischsprung dan
Malformasi Anorectal".

Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami mohon dengan hormat kesediaan Saudara
mengijinkan mahasiswa FIK-UI tersebut untuk melakukan pengumpulan data penelitian di
RSAB. Harapan Kita pada bulan April s.d Jur.i 2015.

Atas perhatian dan ijin yang diberikan, disampaikan terima kasih.

Dekan,

;/Dt~Ph.D~
NIP. 195701151980032002

Tembusan:
I. Kabid. Keperawatan RSAB. Harapan Kita
2. Kabid. Diklat RSAB. Harapan Kita
3. Kepala Pusat Administrasi Fakultas
4. Manajer Pendidikan dan Kemahasiswaan FIK Ul

Gambaran praktik..., Richard Hudson Siahaan, FIK UI, 2015.

Anda mungkin juga menyukai