1
Program Studi Ilmu Kelautan, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak-
Indonesia
25
kandungan bahan organik pada sedimen fisika kimia lingkungan perairan di
dari ekosistem mangrove (Widyastuti, Setapuk, Singkawang belum pernah dikaji
2016). sebelumnya. Ekosistem mangrove di
Kepiting bakau merupakan salah satu kawasan pesisir setapuk merupakan
komoditas perikanan yang penting di kawasan yang baru direhabilitasi. Oleh
Indonesia. Cita rasa dan kandungan gizi- karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
nya yang tinggi menyebabkan permintaan mengetahui kelimpahan kepiting bakau
yang terus meningkat untuk di ekspor (Scylla spp.) dan parameter lingkungan
maupun dikonsumsi di dalam negeri habitat kepiting ini di kawasan rehabilitasi
(Herliany dan Zamdial, 2015). Kulit mangrove Setapuk, Singkawang.
kepiting juga mempunyai nilai komersial
yang tinggi. Kulit kepiting diekspor 2. Metode
sebagai sumber kitin dan kitosan yang Penelitian ini dilakukan di Kawasan Reha-
dapat digunakan di industri makanan, bilitasi Mangrove Setapuk, Singkawang,
tekstil dan agrikultur. Kitin dan kitosan Kalimantan Barat. Penelitian ini
dapat diaplikasikan sebagai pengawet dilaksanakan tanggal 17 Juli 2017 sampai
makanan, agen pengemulsi, biokatalis dan dengan 16 Agustus 2017. Penentuan
biodegradable films (Sarbon et al., 2015; lokasi dan stasiun pengambilan data
Gadgey and Bahekar, 2017). dilakukan dengan metode purposive
Kelimpahan kepiting bakau di kawasan sampling. Lokasi stasiun dibagi menjadi 3,
pesisir dipengaruhi oleh kerapatan yaitu: stasiun 1 terletak pada koordinat
ekosistem mangrove sebagai habitatnya. 0°58’43” LU dan 108°58’40” BT, stasiun 2
Kerapatan yang tinggi memungkinkan pada koordinat 0°58’51” LU dan
meningkatnya jumlah nutrisi bagi kepiting 108°58’41” BT dan stasiun 3 terletak pada
bakau (Gita et al., 2015). Parameter koordinat 0°59’5” LU dan 108°58’41” BT
lingkungan juga mempengaruhi kelim- (Gambar 1).
pahan kepiting bakau, seperti salinitas, Alat yang digunakan adalah roll meter,
temperatur dan derajat keasaman (pH) patok kayu, Global Posisioning System
(Rizaldi et al., 2015). (GPS), pH meter, refraktometer, termo-
Kelimpahan kepiting bakau dan faktor meter, alat bantu penangkap kepiting,
N
n i
2017). S. serrata dan S. olivacea memiliki
perbedaan morfologi yaitu pada karapas
A
dan keberadaan duri pada lobus frontalis.
Dimana :
Scylla serrata memiliki karapas yang
N : Kelimpahan kepiting bakau
berwarna hijau hingga zaitun dengan
(ind/m2)
bagian frontal terdapat 4 spina yang tajam.
ni : Jumlah total individu untuk
Scylla olivacea memiliki karapas bewarna
spesies i (individu)
kecoklatan hingga coklat kehijauan dan
A : Luas total habitat yang disampling bagian frontal dengan spina yang bulat
(100 m2) (Keenan and Blackshaw, 1999).
Parameter lingkungan perairan habitat Stasiun 3 merupakan lokasi ditemu-
kepiting bakau yang diukur adalah kannya 12 kepiting bakau yang jauh lebih
temperatur, salinitas dan pH. Pengukuran banyak dibandingkan stasiun 1 dan 2.
dilakukan pada saat pengambilan sampel Perbedaan jumlah kepiting yang
kepiting bakau. Kepiting bakau ditangkap ditemukan disebabkan oleh kerapatan
saat kondisi surut terendah pada waktu ekosistem mangrove yang menjadi
Tabel 1. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla sp.) di kawasan rehabilitasi mangrove Setapuk,
Singkawang.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun Kelimpahan
No Spesies
(ind) (ind) 3 (ind) (ind/100m2)
1 Scylla serrata 0 0 3 3
2 Scylla olivacea 0 1 9 10