Anda di halaman 1dari 16

PROSIDING

Seminar Antarbangsa Arkeologi, Sejarah, Bahasa,


dan Budaya di Alam Melayu (ASBAM) ke-7
Volume 2

INTEGRASI NUSA MARITIM DAN PENGUATAN


JALINAN KEBINEKAAN ALAM MELAYU
DI ASIA TENGGARA

Lombok, Nusa Tenggara Barat, 28-29 Juli 2018

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin


Makassar
2018
PROSIDING
Seminar Antarbangsa
Arkeologi, Sejarah, Bahasa, dan Budaya di Alam Melayu
(ASBAM) ke-7
Volume 2

Panitia Pelaksana:
Prof. Dr. Abd. Rasyid Asba, M.A. (Ketua)
Dr. Muhlis Hadrawi, M.Hum. (Sekretaris)

Reviewer:
Prof. Dr. Akin Duli, M.A.
Prof. Dr. Abd. Rasyid Asba, M.A.
Dr. Fathu Rahman, M.Hum.
Dr. Muhlis Hadrawi, M.Hum.
Dr. Andi Muh. Akhmar, M.Hum.
Dr. Muhammad Hasyim, M.Si.
Dr. Inriati Lewa, M.Hum
Dr. Rosmawati, M.Si.
Drs. Iwan Sumantri, M.Hum., M.Si.
Dias Pradadimara, M.A.
Dr. Nelmawarni, M.A.
Ismail Suardi Wekke, Ph.D.
Prof. Madya Dr. Zuliskandar Ramli
Mohd Rohaizat Abdul Wahab
Muhamad Shafiq Mohd Ali
Ros Mahwati Ahmad Zakaria
Prof. Dr. Sufyan Hussein

Editor:
Akin Duli
Zuliskandar Ramli
Abd. Rasyid Asba
Muhlis Hadrawi
Andi Muhammad Akhmar
Muhamad Shafiq Mohd Ali
PROSIDING
Seminar Antarbangsa Arkeologi, Sejarah,
Bahasa,
dan Budaya di Alam Melayu (ASBAM) ke-7
Volume 2

INTEGRASI NUSA MARITIM DAN PENGUATAN


JALINAN KEBINEKAAN ALAM MELAYU
DI ASIA TENGGARA

Lombok, Nusa Tenggara Barat, 28-29 Juli 2018

Editor:
Akin Duli
Zuliskandar Ramli
Abd. Rasyid Asba
Muhlis Hadrawi
Andi Muhammad Akhmar
Muhamad Shafiq Mohd Ali

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin


Makassar
2018
BRANDING KOPI TORAJA SEBAGAI DESTINASI WISATA DUNIA:
MEMBANGUN DAYA SAING GLOBAL DAERAH PARIWISATA
BERBASIS IDENTITAS

Muhammad Hasyim, Andi Muhammad Akhmar, Prasuri Kuswarini, dan Masdiana


Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin
hasyimfrance@unhas.ac.id; akhmar@unhas.ac.id;
prasurikuswarini@gmail.com; masdinov17@gmail.com

ABSTRAK
Kopi Toraja memiliki sejarah panjang. Terbukti, telah ditemukan perkebunan kopi pada awal abad ke 17, dan telah
diperdagangkan ke Eropa pada abad ke 19. Meskipun kopi Toraja memiliki sejarah tersendiri dan telah diekspor ke
berbagai negara, namun jurstru budaya tradisi Rambusolo (ritual kematian) menjadi identitas dan promosi unggulan
pariwisata Toraja. Krisis moneter sejak tahun 1998 memberi dampak penurunan jumlah wisatawan drastis di daerah
Toraja. Kemudian, sejak limat tahun, pemerintah daerah Toraja mulai mengembangkan kopi Toraja sebagai aset
pariwisata. Pemerintah daerah Toraja telah melakukan berbagai kegiatan pemasaran untuk meningkatkan citra Toraja
dengan slogan “Kabupaten Kopi”. Place Branding (branding tempat) merupakan perangkat dalam pembangunan
daerah untuk meningkatkan daya saing menghadapi kompetisi global. Kopi Toraja merupakan identitas daerah Toraja
yang memiliki potensi sebagai ikon pariwisat. Namun, Kopi Toraja sebagai karakteristik pariwisata dunia
membutuhkan citra dan reputasi yang kuat dan berbeda demi mengatasi persaingan global dalam bidang pariwisata.
Isu-isu utama dalam penelitian adalah bagaimana meningkatkan citra dan reputasi Kopi Toraja sebagai ikon
pariwisata dan apa manfaat place branding dalam usaha meningkatkan citra Kopi Toraja sebagai destinasi wisata
dunia. Metode penelitian dilakukan di warung-warung kopi di Toraja tempat wisatawan mancanegara menikmati kopi
khas Toraja dan di objek-objek wisata di Toraja. Pengumpulan data dilakukan dengan kuestioner dan wawancara
dengan wisatawan mancanegara dan pelaku pariwisata. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kopi Toraja merupakan
brand yang berbasis identitas budaya yang dimiliki Toraja, dan memiliki citra postif sebagai pariwisata dunia yang
memiliki makna pencitraan yang selalu merujuk kepada Toraja sebagai wisata budaya (Rambusolo) yang telah
dikenal secara global.

Key words: kopi Toraja, branding, pariwisata, place, ikon.

A. Latar Belakang
ingga saat ini Kopi Toraja merupakan salah satu dari lima kopi terbaik di Indonesia, selain Kopi

H Gayo, yang berasal dari Aceh ini memiliki beberapa ciri khas dengan tingkat kekentalan yang lebih
ringan, dan juga memiliki tingkat keasaman yang seimbang; Kopi Flores (Bejawa) yang berasal
dari daerah Bejawa di pengunungan Plores Nusa Tenggara Timur; Kopi Jawa, yang banyak ditanam di
Jawa tengah dan Jawa Timur, dengan dua varian kopi yakni Arabika dan Robusta. Kopi Jawa memiliki
beberapa ciri khas tingkat aroma yang bagus, kekentalan dan keasaman medium, dan juga rasa seimbang;
dan kopi Kintamani yang berasal dari Bali. Kopi memiliki tingkat kekentalan serta keasaman yang
sedang dan memiliki dua rasa utama yaitu rasa jeruk (lemon) dan floral. Kopi Toraja sendiri memiliki
kekhasan dengan tidak meninggalkan rasa pahit dan memiliki sensasi dimana rasa pahit yang ditimbulkan
dari biji kopinya akan langsung hilang seketika pada tegukan pertama. Rasa kopi Toraja memiliki rasa khas
tanah dan hutan dengan kandungan asam rendah.
Menurut data TradeMap 2017 (https://www.trademap.org/), Indonesia merupakan salah satu dari
lima Negara eksportir kopi terbesar dunia saat ini, selain Brazil, Vietnam, Kolombia, dan Jerman. Kontribusi
ekspor kopi tahun 2016 menyumbang devisa USD 1,01 miliar atau 3,95% dari total ekspor komoditas
perkebunan. Beberapa negara tujuan ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat 26,77% dari total
ekspor USD 269,94 juta, dan berikutnya Jerman 8,94% dan Jepang 8,58%. Dan kopi Toraja dari Sulawesi
Selatan, salah satu produk ekspor, telah dikenal di mancanegara dengan kekhasan aroma harum yang dimiliki.
Sebagaimana diketahui, di Jepang terdapat lebih dari 5.000 restoran dan kafe menyuguhkan kopi Toraja. Tak
hanya itu, di Eslandia,Finlandia, Denmark, dan559 Swedia kopi Toraja
Prosiding Seminar Antarbangsa Ke-7 Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu

sebagai salah satu minuman kopi yang telah dikenal dan disajikan di restoran dan café-café (www.
goodnewsfromindonesia.id).
Kopi Toraja sebagai kopi terbaik dunia dibuktikan dengan keikutsertaanya pada setiap festival kopi
di Indonesia. Misalnya, pada tahun 2016 Kopi Arabika Toraja kembali memperlihatkan kualitasnya
sebagai kopi terbaik di Indonesia pada Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI) 2016 yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) di Takengon, Aceh, kopi
Arabika Toraja berhasil meraih juara 1 pada kategori Arabika (www.karebatoraja.com). Selanjutnya,
pada tahun 2017 Kopi Toraja berhasil meraih peringkat kedua pada Kontes Kopi Spesialti Indonesia ke
9 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) di Jakarta. https://
www.kabarrantau.com).
Jika kita merunut ke belakang, maka pada dasarnya kopi Toraja sudah dikenal sejak abad ke 19 di
Eropa melalui pedagangan Belanda (VOC). Kopi Toraja menjadi bahan pembicaraan di café-café di Eropa
(kopitoraja.weebly.com). Berdasarkan catatan Van Dijk, seorang pemilik perkebunan kopi Belanda di
Toraja, yang telah membuka perkebunan kopi di kawasan Rantekarua pada 1928, menyebutkan bahwa di
Sa’dan ia telah menemukan pohon-pohon kopi yang diperkirakan berusia 200 hingga 300 tahun. Dengan
mengacu pada sumber tersebut, tanaman kopi yang ada di Toraja telah diperkenalkan oleh para pedagan
Arab yang telah melakukan perdagangan ke Sulawesi Selatan. Aktivitas pedagang Arab di Sulawesi Selatan,
khususnya di pelabuhan Gowa di Makassar, telah berlangsung pada awal abad ke-17. Selanjutnya, B.H.
Paerels, ahli agronomi Belanda, yang telah melakukan pengamatan ke daerah-daerah perkebunan kopi di
Toraja tahun 1923, menyimpulkan bahwa produksi kopi yang cukup banyak dimulai pada tahun 1873 dan
1878, dilihat dari umur pohon kopi yang dia teliti. Pohon kopi tersebut diperkenalkan ke dataran tinggi
Sa’dan dari Alla di Duri, yang dibawa oleh pedagang kecil Bugis yang juga membawanya ke Mandar di
barat laut (Bigalke, 2005: 21-22).
Sekalipun kopi Toraja merupakan produk rebutan para pedagan baik lokal maupun asing (Belanda)
pada masa itu dan telah dikenal sejak abad ke 19 di Eropa karena kualitasnya, namun justru Budaya
Rambusolo sebagai karakteristik budaya Toraja yang diperkenalkan sebagai produk pariwisata dunia.
Pemerintah Toraja dan para stakeholder pariwisata di Indonesia mempromosikan produk wisata budaya
Rambusolo ke mancanegara dengan menyusun paket wisata, dengan nama “Toraja Tour”. Program-
program tour yang ditawarkan oleh hampir semua perusahan perjalanan wisata (tour and travel) adalah objek
wisata yang berkaitan dengan budaya Rambusolo, yaitu kuburan khas Toraja, Rumah adat Tongkonan dan
upacara kematian Rambusolo. Toraja dengan budaya tradisi Rambusolo dan rumah Tongkonan telah dikenal
sebagai wisata dunia. Wisatawan mancanegara, khsusunya Eropa, hingga saat ini telah menjadikan
Pariwisata Toraja salah satu destinasi mereka setela Bali dan Jawa (Jogayakarta). Perkembangan pariwisata
dengan karakterisitik budaya Rambusolo dan Tongkonan berlangsung hingga 1998. Namun krisis moneter
yang telah melanda Indonesia pada tahun 2018, memberikan dampak buruk terhadap kegiatan pariwisata di
Indonesia, termasuk daerah pariwisata Toraja. Namun sejak tahun 1998 akibat krisis moneter, jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara di daerah tersebut menurun. Misalnya, Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Selatan mencatat bahwa kunjungan wisatawan mancanegara ke Provinsi Sulawesi Selatan
sepanjang Desember 2015, mengalami penurunan sebesar 13,79 persen dari bulan sebelumnya sebanyak
seribu 465 orang menjadi seribu 263 orang. Kepala BPS Sulsel Nursam Salam mengatakan, lima negara
terbesar yang berkunjung ke Indonesia melalui pintu masuk Makassar pada Desember tahun lalu
diantaranya Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Tiongkok dan Prancis. Jumlah wisman dari 5 negara
tersebut berjumlah seribu 105 orang atau sekitar 87, 49 persen dari total wisman yang masuk melalui pintu
masuk Makassar (makassar.radiosmartfm.com).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan (Hasyim, 2016), hingga saat ini wisata utama bagi
daerah Toraja yang masih dipertahankan dan dipromosikan ke wisatawan mancanegara adalah budaya
tradisi, dengan karakter wisata budaya kuburan dan rumah tradisional. Namun, hasil wawancara dan
kuestioner dengan responden (wisatawan mancanegara) sebanyak 42 orang (40 diantaranya adalah
berbebangssan Prancis) menunjukkan bahwa mereka menemukan kejenuhan pada hari kedua tur karena
tidak ada adanya varian objek wisata selain wisata kuburan dan rumah tradisonal tongkonan. Kepuasan

560
Integrasi Nusa Maritim dan Penguatan Jalinan Kebhinekaan Alam Melayu di Asia Tenggara

wisatawan mancanegara dapat terjadi ketika mereka dapat mengunjungi upacara tradisi Rambusolo.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa Toraja memiliki kekayan alam dan
pemandangan (panorama). Namun, kekayaan itu belum dikelola dengan baik. Toraja memiliki potensi
wisata lain, yang hingga saat ini belum dikelola dengan baik, yaitu kopi Toraja. Berdasarkan perpektif
wisatawan mancanegara, perlunya ada wisata varian yang dapat mewarnai dan menghidupkan wisata
budaya tradisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa agrowisata merupakan potensi wisata yang dapat
dikembangkan di daerah Toraja sebagai pariwisata dunia, selain wisata budaya tradisi yang telah dikenal
selama ini.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa hingga saat ini pemerintah Toraja (Tana Toraja dan Utara) sedang
mengembangkan wisata agro, yaitu bagaimana pemerintah daerah memanfaatkan lahan perkebunan kopi
milik petani dijadikan objek agrowisata, misalnya di daerah Tikala Toraja Utara dan Pango-pango di
Tana Toraja. Selain itu, produk kopi dalam bentuk kemasan telah diproduksi oleh petani atau usaha
mikro lokal di Toraja yang dapat dikelola menjadi produk wisata agro.
Hasil survei yang didukung LSM Swisscontact pada Agustus 2014 menyatakan bahwa wisatawan
memilih “alam” sebagai daya tarik terbesar Toraja. Prosesi kematian yang selama ini menjadi pemikat
dalam melakukan promosi justru tidak menjadi tujuan utama. Berdasarkan selera Wisatawan, mereka
ternyata lebih menyukai alam Toraja yang dianggap masih asli, misalnya pemandangan persawahan,
perkebunan kopi dan cengkeh, dan kehidupan sehari-hari orang Toraja sebagai petani. Wisatawan
melancong ke Toraja bukan semata untuk menonton Rambu Solo, melainkan untuk menjelajahi sawah,
menanam padi, trekking ke kebun kopi, atau memetik kopi, dan cengkeh, dan memberikan hewan ternak
(kerbau dan babi), menikmati minuman lokal, misalnya tuak manis dan kopi, dan makanan tradisional
(torajaparadise.com).
Mengacu survei tersebut, maka potensi yang dapat dikembangkan menjadi pariwisata dunia adalah
kopi Toraja. Namun, Kopi Toraja sebagai karakteristik pariwisata dunia membutuhkan citra dan reputasi
yang kuat dan berbeda demi mengatasi persaingan global dalam bidang pariwisata. Isu-isu utama dalam
penelitian adalah bagaimana meningkatkan citra dan reputasi Kopi Toraja sebagai ikon pariwisata dan
apa manfaat place branding dalam usaha meningkatkan citra Kopi Toraja sebagai destinasi wisata dunia?

B. Landasan Teori
1. Komodifikasi
Ada berbagai upaya yang dilakukan dalam melestarikan peradaban budaya seiring dengan arus
globalisasi yang memasuki negara-negara Asia Tenggara. Usaha-usaha pelestarian yang berorientasi
pada mempertahankan budaya tradisi dikemas dalam bentuk produk atau komoditas konsumsi. Usaha
mengubah bentuk budaya melayu menjadi bentuk produk/komoditas ini disebut komodifikasi.
Format komodifikasi (kemasan produk) yang sangat lazim dan populer dilakukan dalam usaha
pelestarian budaya dan sekaligus dapat memberikan manfaat secara ekonomi (kesejahteraan) bagi
masyarakat adalah budaya tradisi dan kekayaan alam yang dimiliki suatu daerah yang memiliki potensi
untuk dikembangkan menjadi produk wisata. Misalnya, seremoni berupa festival, parade budaya dan
duplikasi benda-benda budaya material, (pakaian adat, peralatan yang digunakan dalam tarian, dll, yang
kemudian dikemas dalam bentuk souvenir), kekayaan alam, misalnya hasil pertanian yang dikelola
menjadi produk wisataagro, dll.
Komodifikasi merupakan proses mentransformasi barang dan jasa nilai guna (nilai yang didasarkan
pada kemampuan memenuhi kebutuhan) menjadi nilai tukar (nilai yang didasarkan pada pasar). Mosco
(2009:132), mendefenisikan komodifikasi sebagai proses mengubah nilai pada suatu produk yang tadinya
hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai jual) dimana nilai kebutuhan atas produk ini
ditentukan lewat harga yang sudah dirancang oleh produsen. Semakin mahal harga suatu produk
menunjukkan bahwa kebutuhan individu dan sosial atas produk ini semakin tinggi. Dalam konsep
komodifikasi ini Mosco (2009:134) menyebutkan bahwa komunikasi merupakan arena potensial tempat
terjadinya komodifikasi. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan komoditas yang sangat

561
Prosiding Seminar Antarbangsa Ke-7 Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu

besar pengaruhnya karena yang terjadi bukan hanya komodifikasi untuk mendapatkan surplus value, tapi
juga karena pesan yang disampaikan mengandung simbol dan citra yang bisa dimanfaatkan untuk
mempertajam kesadaran penerima pesan.
Ketika budaya tradisi menjadi komoditas sebagai proses komodifikasi maka budaya komoditas
telah memiliki nilai ekonomi. Sebagai dikemukakan oleh Karl Max:

The process, then simply this: The product becomes a commodity, i.e. mere moment of exchange. The
commodity is transformed into exchange value. In order to equate it with itself as an exchange value, it is
exchange for a symbol which represents it as exchange value as such. As a symbolized exchange value, it
can then in turn be exchange in definite relations for every ther commodity. Because the product becomes a
commodity, and the commodity becomes an exchange value, it obtains, at first only in the head, a double
existence. This doubling in the idea proceeds (and must proceed) to the point where the commodity appears
double in real exchange: as a natural product on one side, as exchange value on the other. (Karl Marx
dalam Williamson, 1978: 12).

Mengacu pada pernyataan Karl Marx, ketika barang (budaya) menjadi komodiditas, maka ia dua
nilai, yaitu use value dan exchange value. Use value adalah property dan manfaat yang sesungguhnya
produk tersebut. Exchange value adalah nilai tukar antara objek (produk) dan objek lain.

2. Denotasi dan Konotasi


Fungsi denotasi adalah tanda yang memiliki manfaat yang sesungguhnya, yang secara alamiah
digunakan oleh pengguna tanda. Misalnya pakaian digunakan untuk melindungi tubuh; mobil memiliki
fungsi sebagai alat transportasi. Denotasi mengacu kepada makna aktual (realitas reel) pada suatu tanda
(barang). Penanda pada lapisan pertama merupakan properti benda itu sendiri, dan petanda menjelaskan
makna, dan nilai manfaat atau kegunaan benda tersebut. Dalam konteks budaya, pakaian adat tertentu
digunakan secara khusus untuk budaya tradisi, Misalnya baju ‘bodo’ yang dikenakan perempuan dalam
budaya Bugis digunakan pada upacara pernikahan. Fungsi baju ‘bodo’ sebagaimana adanya disebut
denotasi. Begitupun budaya tradisi misalnya tarian yang memiliki fungsi-fungsi (manfaat) tertentu ketika
dipragakan dalam upacara tertentu (Hasyim, 2015)
Konotasi, merupakan sistem signifikasi yang merujuk pada makna tambahan atau simbolik yang
melekat pada tanda (benda). Realitas konotasi tidak lagi mengacu kepada nilai manfaat atau
nonfungsional, tetapi nilai simbolik atau label tanda pada budaya. Fungsi konotasi merupakan sistem
pendaan yang memaknai sesuatu yang lain di luar dirinya (makna denotasi). Penandaan konotasi
merupakan proses terbentukanya komodifikasi budaya. Budaya tradisi misalnya tarian, pakaian adat
tidak lagi dimaknai sebagai kekayaan budaya suatu negara, tetapi dimaknai pada makna konotasi
simbolik, yaitu nilai pertukaran, budaya tradisi setara dengan nilai uang sebagai barang komodititas.
Konotasi merupakan tanda yang memiliki fungsi-fungsi simbolik dari fungsi tanda yang sesungguhnya.
(Hasyim, 2014). Budaya tradisi memiliki fungsi konotasi sebagai barang komoditas untuk dijual ke
wisatawan, khususnya mancanegara).
Komodifikasi budaya merupakan sistem signifikasi atas tanda budaya tradisi dengan cara
mengalamiahkan suatu wacana pelestarian budaya tradisi. Karena adanya naturalisasi budaya tradisi
menjadi komoditas, maka budaya tradisi yang ada di suatu negara melalui kegiatan pariwisata
dikomunikasikan tidak ada lagi pada manfaat denotasi budaya tradisi tersebut tetapi lebih menekankan
pada nilai pertukaran tanda simbolik (nilai ekonomi).
Sistem penandaan dalam komodifikasi budaya melalui kegiatan pariwisata tidak lagi menstruktur,
sebagaimana teori sistem tanda yang dikemukakan oleh de Saussure. Hubungan penanda dan petandanya
tidak bersifat tetap, melainkan dalam kenyataannya (pada kegiatan festival budaya sebagai kegiatan
pariwisata), penanda dapat memiliki hubungan yang lain atau sesuatu yang baru dalam petanda. Oleh
karena itu, makna suatu tanda diperoleh tidak berdasarkan perbedaan antar tanda yang hubungan antara
penanda-petandanya bersifat statis, melainkan wisatawan mancanegara dapat merekonstruksi makna
tersendiri atas budaya dari suatu negara dikunjungi. Penekanan pada

562
Integrasi Nusa Maritim dan Penguatan Jalinan Kebhinekaan Alam Melayu di Asia Tenggara

analisis tanda adalah bagaimana menciptakan objek-objek baru (makna baru) yang melekat pada budaya
tradisi yang dimaknai tersendiri oleh wisatawan mancanegara atas latar belakang budaya yang dimiliki,
sehingga pemaknaan identitas budaya di suatu negara oleh wisatawan dapat berbeda dengan identitas
budaya yang dimaknai oleh masyarakat sebagai pemilik budaya.

3. Place Branding (Branding Tempat)


Merek adalah suatu “tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata,
huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa (www.
dgip.go.id). Dalam buku Principles of Marketing (Kotler & Amstrong, 2012), defenisi merek adalah
“name, term, sign symbol (or a combination of these) that identifies the maker or seller of the product”.
Jadi, merek adalah identitas suatu produk yang membedekannya dengan produk lain. Merek merupakan
fungsi komunikasi dalam menyampaikan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten suatu produk.
Selain itu, merek memiliki empat karakter atau ciri, yaitu: (1) atribut, penanda yang melekat pada suatu
produk dan mengingatkan orang pada produk tersebut; (2) manfaat, kegunaan suatu produk yang dapat
dirasakan oleh pembeli ; (3) nilai, penilaian seorang pembeli terhadap suatu produk yang digunakan, (4)
kepribadian, menyangkut kepribadian atau sosok yang melekat pada produk dan menjadi citra produk. A
brand personality is the specific mix of human traits that may be attributed to a particular brand (Kotler
& Gary, 2012).
Selain kepribadian, merek juga memiliki citra (brand image). Menurut Kotler dan Keller (2012),
citra merek “describes the extrinsic properties of the product or service, including the ways in which the
brand attempts to meet customers’ psychological or social needs.” Citra merek merupakan pemaknaan
yang dikonstruksi oleh konsumen terhadap suatu merek dan menjadi sistem tanda dalam pikiran
konsumen. Citra merek berkaitan dengan indeksikalitas terhadap merek yang menimbulkan kepercayaan
atau keyakinan terhadap produk. Sebuah produk terciptaka suatu merek, sebagai identitas dan identitas
merek dapat memiliki citra kuat sesuai persepsi konsumen. Citra merek yang kuat dapat berupa
keunggulan fungsi, asosiasi, membangkitkan pengalaman tertentu, dll.

Gambar 1. Proses pembentukan brand identity ke brand image

Merek bukan hanya produk komersial yang diproduksi oleh seseorang atau perusahaan. Merek juga
dapat berupa tempat (negara, kota, daerah, objek pariwisata) yang memiliki target pasar (pengunjung).
Tempat, misalnya daerah pariwisata yang memiliki daya tarik kunjungan memerlukan pemasaran atau
promosi, yang disebut place marketing. Menurut Kotler (2012) , “place marketing involves activities
undertaken to create, maintain, or change attitudes or behavior toward particular places. Cities, states,
regions, and even entire nations compete to attract tourists, new residents, conventions, and company offices
and factories”. Kotler memberikan contoh New York membuat tagline iklan dengan:

563
Prosiding Seminar Antarbangsa Ke-7 Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu

Sumber: https://www.iloveny.com

California menciptakan kotanya dengan tagline:

https://id.pinterest.com/pin/243968504783625440/?lp=true

Pemasaran tempat oleh Kotler disebut place branding. Place branding, pemasaran tempat adalah
istilah baru dalam pemasaran yang mencakup branding bangsa, branding wilayah dan branding kota. Place
branding adalah proses komunikasi pencitraan suatu tempat ke target pasar. Dalam hal ini, branding place
merupakan pendekatan yang digunakan memasarkan suatu kota atau daerah berbasis karakter (potensi).
Jadi, suatu merek berkaitan dengan kualitas produk. Place Branding berarti bagaimana kualitas atau
karakter dan menjadi identitas suatu tempat (kota, atau negara). Anholt (2010) memberikan contoh, bahwa
dalam merek dagang, kesuksesan merek mobil Italia berkaitan dengan kualitas gaya Italia, kecepatan dan
inovasi. Merek Parfum selalu dikaitakan dengan Prancis yang memiliki citra merek berkelas dan lifestyle.
Citra merek televisi Jepang menekankan pada keahlian teknologi tinggi. Place branding untuk daerah
pariwisata dapat dicintohkan antara lain: Prancis terkenal dengan objek wisata menara Eiffel, California
Amerika Serikat memiliki objek wisata Disneyland Park. Di Indonesia Bali dikenal sebagai kota wisata
dunia dengan ikon pulau Dewata.

C. PEMBAHASAN
1. Identitas Toraja sebagai Kabupaten Kopi
Berdasarkan sejarahnya, daerah Toraja telah dikenal sebagai daerah penghasil kopi dengan kualitas
terbaik. Hal ini dibektukan dengan telah ditemukannya tanaman kopi di daerah Sa’dan Toraja yang
diperkiarakan berusia 200 hingga 300 tahun. Dan pada abad ke 19 kopi Toraja telah dipasarkan ke Eropa
melalui perdagangan Belanda (VOC). tanaman kopi yang ada di Toraja telah diperkenalkan oleh para
pedagan Arab yang telah melakukan
perdagangan ke Sulawesi Selatan.
Aktivitas pedagang Arab di Sulawesi
Selatan, khususnya di pelabuhan Gowa di
Makassar, telah berlangsung pada awal
abad ke-17 (Bigalke, 2016).
Toraja memiliki sejarah kopi yang
melegenda. Atas dasar itu, produknya
diberikan merek Kopi Toraja atau Toraja
Coffee dalam bahasa Inggris. Secara
denotasi, Kopi Toraja atau Toraja Coffee
berartu merek kopi yang berasal dari
Toraja danpersonality brand (identitas
merek). Terdapat empat makna denotasi
Gambar 2:Kopi Toraja dengan identitas
Rumah Adat Tongkonan.
merek Kopi Toraja. Sumber: http://negerirayuanpulaukelapa.blogspot.com/2015/06/
toraja-coffee-rich-taste-of-highlanders.html
564
Integrasi Nusa Maritim dan Penguatan Jalinan Kebhinekaan Alam Melayu di Asia Tenggara

Atribut, adalah ciri-cirik fisik yang menjadi identitas merek dan menjadi pembeda dengan merek
kopi lain. Atribut kopi Toraja adalah Rumah adat Toraja Tongkonan. Rumah adat Toraja sebagai logo
pada kemasan merupakan representasi asal muasal produk. Secara indeksikalitas, Rumah adat Toraja
selalu mengacu pada daerah Toraja dan budaya tradisi yang dimiliki etnis Toraja. Hampir semua
produk kopi Toraja menggunakan ikon rumah adat Tongkonan sebagai identitas dan kepribadian Kopi
Toraja.
a) Manfaat, adalah bagaimana manfaat (cita rasa dan aroma) kopi Toraja oleh konsumen. Makna
denotasi kopi Toraja ditandai dengan Kopi Toraja menjadi souvenir bagi pengunjung, baik yang
berada di luar daerah Toraja, misalanya di Makassar atau pun di Toraja. Para touris asing dan
domestik yang berkunjung ke Toraja membeli produk kopi Toraja sebagai souvenir dan ingin
mencoba dan menikmati kualitas kopi Toraja. Motivasi pengunjung untuk membeli kopi Toraja
karena citra kopi Toraja sebagai
kopi berkualitas. Secara denotasi,
kopi toraja memiliki makna sebagai
kopi kualitas terbaik.

b) Nilai, adalah persepsi konsumen


terhadap kualitas kopi Toraja.
Wisatawan yang berkunjung ke
Toraja dan ingin menikmati kopi
Toraja di café-café di Toraja dan
ingin membeli sebagai bekal dan
souvenir menunjukkan ada nilai
pada produk kopi Toraja diyakini
oleh konsumen. Berdasarkan hasil
wawancara dengan wisatawan
asing (Eropa) yang menikmati kopi Gambar 3:Wisatawan asing menikmati kopi Toraja di salah
Toraja di café-café bahwa kopi café di Toraja
Toraja memiliki cita rasa aroma
yang khas yang tidak ada samanya
dengan merek kopi lain.

c) Kepribadian (personality brand), adalah kualitas-kualitas yang diasosiasikan kepada suatu produk.
Personality brand kopi Toraja diasosiasikan dengan Toraja destinasi wisata, karakterisitik budaya
Toraja (rumah adat Toraja) serta kualitas terbaik kopi Toraja arabika dan robusta. Kopi Toraja
mengkonotasikan mengasosiasikan dengan pariwisata budaya Toraja.
Hasil wawancara dengan wisawan mancanegara tentang kopi Toraja, menunjukkan bahwa produk
kopi tersebut selalu dikaitkan dengan Pariwisata budaya Toraja yang sudah dikenal secara global,
dan menjadi salah satu pariwisata dunia. Jadi, personality brand kopi Toraja mengasosiasikan
pada rumah adat Toraja sebagai simbol budaya Toraja.

Identitas Toraja sebagai kabupaten Kopi merupakan instrumen yang menjadi dasar proses
branding. Identitas “Kabupaten Kopi” memungkinkan sebuah produk (Kopi Toraja) sebagai citra,
menjadi berbeda dari tempat lainnya. Citra Toraja sebagai Kabupaten Kopi sangat terikat dengan
kekuatan identitas kopi Toraja yang melekat pada Toraja sebagai daerah penghasil kopi. Citra kopi
Toraja merupakan refleksi dari identitas kopi Toraja.
Hasil survei yang telah dilakukan terhadap produk-produk kopi Toraja yang beredar di pasar (di
Indonesia dan di luar negeri), kata kopi Toraja atau Toraja Coffee menjadi identitas dan
565
merupakan nama generik selain merek. Kemudian, simbol yang digunakan yang mencirikhaskan kopi
Toraja adalah
Prosiding Seminar Antarbangsa Ke-7 Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu

rumah adat Toraja, Tongkonan. Beberapa merek kopi Toraja, yaitu:

‘Toarco Toraja Coffee’, salah satu merek kopi Toraja yang di-produksi
oleh Toarco, perusahaan Jepang.

Sumber: http://coffee.in-honolulu.com/archives/category/toarco-toraja

‘Toraja Arabica Coffee’, merek yang diproduksi oleh perusahaan JJ.


Royal, salah satu perusahaan nasional.

Sumber: http://jjroyalcoffee.com/

“South Sulawesi (Toraja)” merek kopi Toraja yang diproduk oleh Kopi
Trading C.O. dari Amerika Serikat.

http://www.kopitradingco.com/

2. Citra Kopi Toraja sebagai Kabupaten Kopi


Citra merek (brand image) adalah “the set of beliefs or associations relating to that name or sign
in the mind of the consumer” (Anholt, 2010). Selanjutnya, Helin (2014) citra merek adalah “the current
view of the customers about a brand. It can be defined as a unique bundle of associations within the
minds of target customers. It signifies what the brand presently stands for.” Citra merek berkaitan dengan
persepsi atau asosiasi yang diberikan oleh konsumen terhadap produk. Kepercayaan produk oleh
konsumen sangat berhubungan pengetahuan dan pengalaman terhadap produk.
Citra merek tempat, ‘Kopi Toraja sebagai kabupaten Kopi’ adalah seperangkat kepercayaan yang
diciptakan oleh daerah (pemerintahan) dan kemudian dipersepsi oleh pengunjung (wisatawan) dan
masyarakat pada umumnya. Kekuatan citra Kopi Toraja sangat bergantung identitas Kopi Toraja yang
dibangun dan menjadi positioning pada wisatawan. Pemerintah Toraja Utara dan Kabupaten Toraja
memiliki program dengan menciptakan citra baru, yang menyenangkan, kopi Toraja sebagai identitas
daerah dan tidak lagi menekankan pada citra Toraja sebagai daerah pariwisata yang berkaitan dengan
kuburan. Untuk membangung citra Toraja sebagai “Kabupaten Kopi”, produk unggulan kopi Toraja
(arabika dan robusta) diikutsertakan pada setiap Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI) yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI). Acara ini dilaksanakan setiap
tahun. Dalam kontes ini juga melibatkan juri mancanegara, seperti Jerman, Australia, dan Jepang. Setiap
juri menilai kualitas kopi tanpa mengetahui dari mana kopi itu berasal. Mereka hanya disediakan cangkir
berisi kopi hangat yang diberikan nomor. Setiap nomor itu kemudian akan mereka nilai. Di akhir acara,
mereka baru diberitahu asal kopi itu. Pada Kontes KKSI 8 tahun 2016, Kopi Arabika Toraja Pemenang
(juara satu), dan pada kontes KKSI 9 tahun 2017, kopi Rabika Toraja berada urutan kedua. Selain itu,
program secara turin dilakukan pemerintah Tana Toraja adalah Festival Kopi Toraja yang dilakukan setiap
tahun, dengan segmentasi pengunjung wisatawan asing dan domestik.

566
Integrasi Nusa Maritim dan Penguatan Jalinan Kebhinekaan Alam Melayu di Asia Tenggara

Untuk mendapatkan informasi tentang perspesi wisatawan asing dan domestik tentang citra Toraja
sebagai kabupaten Kopi (destinasi wisata), maka dilakukan pembagian kuesioner dan wawancara
terhadap wisatawan asing yang berkunjung di Toraja, khususnya objek wisata dan café-café di Toraja).
Pengumpulan data digunakan dalam metode survei dilakukan dengan cara wawancara tatap muka
berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan. Dalam pengumpulan data, para responden (wisatawan
asing) diminta untuk mengidentifikasi informasi yang diperoleh tentang Toraja sehingga mereka
berkunjung ke Toraja, informasi apa saja yang telah diketahui tentang Toraja, persepsi mereka tentang
pariwisata Toraja, informasi yang mereka ketahui tentang kopi Toraja dan alasan atau motivasi mereka
melakukan tur di Toraja.
Deskripsi hasil wawancara diperoleh dan dijelaskan berikut. Toraja sebagai destinasi pariwisata di
Indonesia pada umumnya didapatkan informasi melalui media internet, dan informasi yang diperoleh
melalui kerabat atau keluarga yang telah berkunjung ke Toraja. Gambaran yang kuat tentang Toraja
diperoleh melalui informasi dari mulut ke mulut, khususnya mereka yang telah berkunjung ke Toraja.
Untuk memperoleh informasi lebih jelas dan rinci, wisatawan di luar negeri mencari informasi melalui
travel, misalnya brosur yang berisi paket tour Toraja dan informasi tentang Toraja dalam bentuk video.
Informasi atau pengetahuan mereka tentang Toraja yang diperoleh adalah Toraja adalah suatu pariwisata
etnis yang memiliki budaya tradisi (unik) dan suatu pengalaman baru bagi wisatawan yang belum pernah
dikunjungi di daerah pariwisata lainnya di dunia. Pengetahuan dominan yang mereka miliki adalah kuburan
baru, upacara ritual kematian dengan pemotongan hewan kurban (kerbau) dan rumah Tongkonan.
Informasi tentang kuliner yang mereka ketahui adalah kopi Toraja. Wisatawan telah memiliki pengatahuan
tentang kopi Toraja sehingga bagi pencinta kopi mereka ingin mencoba dan membelinya sebagai souvenir.
Namun, dalam program Toraja Tour yang ditawarkan travel, tak satu pun ada program wisata agro
(misalnya perkebunan kopi, menikmati kopi Toraja di objek wisata). Bagi wisatawan yang telah
memperoleh informasi tentang kopi Toraja, mereka mencoba kopi Toraja di café-café di Toraja di luar
jadwal tour, misalnya pada sore hari atau malam hari.
Dari hasil wawancara dengan wisatawan asing dapat ditarik kesimpulan bahwa Citra Kopi Toraja
sebagai destinasi wisata masih lemah di kalangan wisatawan asing. Citra Toraja yang masih kuat dalam
persepsi mereka adalah budaya etnis Toraja dengan upacara ritual kematian dan rumah adat Toraja.
Selain itu, wisatawan asing juga diberikan pertanyaan wawancara berkaitan dengan kepuasan
terhadap produk wisata budaya Toraja, yaitu paket tour yang dibeli, upacara ritual kematian, kuburan
dan rumah adat Toraja. Untuk instrumen tingkat kepuasan terdapat lima belas pertanyaan yang diajukan
dengan pilihan jawaban very insuffisant, insuffisant, average, good dan very good.
Dari hasil jawan responden, maka persentase perpektif wisatawan terhadap Toraja sebagai daerah
wisata adalah:

Persen
No Questionnaire of personal satisfaction level on Torajan tourism
(%)
I know well tourism in Toraja for i have made direct visits to the
1. 87
region
2 I find out the uniqueness and amazement 0f Toraja cultures, like the 85
tradtional cemetery
3 I encounter the uniqueness and amazement in Torajan traditional 86
houses, so called Tongkonan

ounter’ai trouvé uniquement et incroyable de typique de la maison de Toraja


- Tongkonan

567
Prosiding Seminar Antarbangsa Ke-7 Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu

Toraja tourist industry has various objects to visit such as the cem-
4 etery, typical houses, funeral ceremony, natural panorama ( ricefield 90
and coffee field)
The next day in Toraja i am a little bit disappointed of the fact that the
5 object we visit today is exactly the same as the day before, always the 87
cemetery and traditional Tongkonan houses
I expect that there will be agrotourism in Toraja someday, such as
6 natural tourism (view of coffee plantation, clove trees, cacao field), 90
the cultivation of coffee.
I hope i can enjoy daily activities of the farmers in ricefield,
7 90
coffee plantation or clove trees in the country.
8 I expect to watch the traditional coffee processing activity by the 84
farmers
I would like taste the arabica or robusta coffee produced by the
9 85
tradi-tional farmers
10 I want to be able to inhale the Toraja mountainous air/ 87
11 I want to visit and enjoy the rice fields and its landscape 90
12 I want to visit and enjoy the coffee plantation view 83
13 I want to taste traditional Toraja culinary product (beverage and food) 76
I want to tell friends, colleagues and families about the natural beauty
14 80
of Toraja that i have visited
15 If i have sparetime someday i want very much to be in Toraja again 60
16 I am satisfied with the guide service 70

Dari hasil data kuestioner dan wawancara ditemukan kepuasan wisatawan mancanegara bahwa:
1. Wisatawan mancanegara sangat puas kegiatan tour pada hari pertama dengan objek yang
dikunjungi kuburan dan rumah Tongkonan
2. Wisatawan mancanegara mengalami kejenuhan ketika memasuki hari kedua dengan jenis objek
yang serupa: kuburan dan Tongkonan
3. Wisatawan mancanegara menginginkan adanya varian objek wisata.
4. Varian objek wisata berdasarkan perpefektif turisme adalah wisata alam dan agrowisata.
5. Wisatawan mancanegara menginginkan adanya objek wisata agro, misalnya perkebunan kopi,
coklat dan cengkeh, persawahan, dan wisata alam.

D. Kesimpulan
Hasil penelitian dari tulisan menunjukkan bahwa Kopi Toraja merupakan potensi wisata agro
untuk dikembangkan di daerah Toraja sebagai pariwisata dunia, selain wisata budaya tradisi yang telah
dikenal selama ini.
Berdasarkan perpektif wisatawan mancanegara terhadap pariwisata di Toraja, pengembangan
kopi Toraja sebagai identitas Toraja merupakan varian objek yang melengkapi wisata budaya tradisi
(kuburan dan rumah Tongkonan) sebagai objek wisata utama. Sekali pun kopi Toraja merupakan objek
wisata agro yang melengkapi wisuda budaya tradisi, agrowita kopi Toraja juga memiliki potensi untuk

568
Integrasi Nusa Maritim dan Penguatan Jalinan Kebhinekaan Alam Melayu di Asia Tenggara

pengembangan pariwisata di Toraja dan menjadi citra dan identitas Kabupaten Kopi.
Kotler dalam Yananda dan Salamah (2014) membagi citra tempat atas enam kategori, yaitu citra
positif, citra lemah, citra negatif, citra campuran, citra kontradiksi dan citra daya tarik (atraksi yang
berlebihan). Citra positif yang masih kuat pada perspesi wisatan asing adalah Toraja dengan citra budaya
tradisi (etnis). Hal ini tidak terlepas dari promosi pariwisata Toraja oleh stakeholder (tour dan travel)
yang masih menjual paket tour budaya etnis Toraja (upacara ritual kematian, kuburan dan rumah adat
Toraja). Sementara itu, Kopi Toraja sebagai citra dan identitas Kabupuaten Kopi (destinasi wisata) masih
merupakan citra lemah bagi wisatawan asing.

DAFTAR PUSTAKA

Anholt, Simon.2010.Definitions of place branding – Working towards a resolution. Place Branding and
Public Diplomacy Vol. 6, (1), p. 1–10.

Bigalke, Terance W. 2016. Sejarah Sosial Tana Toraja (Diterjemahkan dari Tana Toraja: A Social History of an
Indonesian People). Yogyakarta: Ombak.

Hasyim, Muhammad. 2014. Konstruksi Mitos dan Ideologi dalam Iklan Komersial Televisi,Suatu Analisis
Semiologi. Disertasi. Makassar: Universitas Hasanuddin

Hasyim, Muhammad. 2015. Konotasi ‘Green Business Dan Green Technology’ Sebagai Simbol Ramah Lingkungan.
Prosiding. International Conference On Language,Society And Culture (ICLCS), Jakarta: LIPI.

Hasyim, Muhammad, dkk. 2016. Pengembangan Agrowisata Berbasis Budaya Di Toraja. Penelitian BMIS.
Makassar, LP2M Universitas Hasanuddin

Helin, Sasi. 2014. Brand image and identity Case Lumene Oy. Thesis. Finland: Arcada University of Applied
Sciences

Kotler, Philip & Gertner, David. 2002. Country as Brand, Product, and Beyond: A Place Marketing and Brand
Management Perspective. Journal of Brand Management. Volumen 9(4), p. 249-261.
Kotler, Philip & Armstrong, Gary.2012. Principles of Marketing. New Jersey: Pearson Prentice Hall

Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane. 2012. Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall.

Kotler Philip, Kertajaya Hermawan & Setawan, Iwan. 2010. Marketing 3.0. Jakarta: Erlanga.

Mosco, Vincent. 2009. The Political Economy of Communication (Second Edition): London: Sage Publications
Ltd.

Williamson, Judith. 1978. Decoding Advertisements. Amerika: Marion Boyars Publishers Inc.

Yananda, M. Rahmat & Salamah, Ummi.2014. Branding Tempat: Membangun Kota, Kabupaten dan Propinsi
Berbasis Identitas. Jakarta: Makna Informasi.

Internet:
www.karebatoraja.com/arabika-toraja-juara-kontes-kopi-indonesia-2016.
www.goodnewsfromindonesia.id/2017/08/11/indonesia-negara-eksportir-kopi-terbesar-

dunia. www.trademap.org.

https://www.kabarrantau.com/selamat-kopi-arabika-kerinci-jadi-pemenang.

569
Prosiding Seminar Antarbangsa Ke-7 Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu

http://kopitoraja.weebly.com/info-kopi-toraja/sejarah-kopi-toraja.
http://makassar.radiosmartfm.com/jurnal-makassar/5309-desember-2015-kunjungan-wisman-di-sulsel-
menurun-signifikan.html.
http://www.torajaparadise.com/2015/09/transformasi-toraja-memulihkan-pamornya_15.html.

http://www.dgip.go.id/pengenalan-merek).

Anda mungkin juga menyukai