Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR,

DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teoritik

1. Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2016:22), “...hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima

pengalaman belajarnya...”

Pendapat tersebut lebih menekankan bahwa haasil belajar

merupakan semua kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah

mengikuti proses pembelajaran. Setelah peserta didik melaksanakan

kegiatan belajar maka peserta didik tersebut akan mendapatkan berbagai

pengetahuan baru atau pengetahuan yang lebih luas baik itu kemampuan

dalam bidang pengetahuan, perubahan sikap atau tingkah laku, maupun

keterampilan.

Sistem pendidikan nasional, menggunakan klasifikasi hasil

belajar dari Benyamin Bloom. Menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana

(2016: 22-23) menyatakan:

Klasifikasi hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah


kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. ketiga aspek tersebut,
terdapat unsur-unsur di dalamnya yaitu: (1) Bidang kognitif,
meliputi: pengetahuan hafalan (knowledge), pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, evaluasi. (2) Bidang afektif yang berkenaan dengan
sikap, meliputi: penerimaan, responding (jawaban), valuing
(penilaian), organisasi, karakteristik nilai atau internalisasi. (3)
Bidang psikomotorik, meliputi: gerak refleks, keterampilan pada
gerakan-gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan di
bidang fisik gerakan skill serta gerakan ekspresif dan interpretatif.

12
Berdasarkan definisi diatas hasil belajar adalah suatu kemampuan

baru yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotorik

yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang

relevan.

Beberapa pendapat diatas beranggapan bahwa hasil belajar dapat

diketahui setelah peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil

belajar merupakan perubahan yang mencakup keseluruhan ranah yaitu

kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Artinya, seseorang yang telah berhasil dalam suatu pembelajaran yaitu

seseorang yang kemampuannya bertambah bukan hanya dilihat dari suatu

ranah saja. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi pada semua ranah.

Hasil belajar dalam penelitian ini juga diukur berdasarkan tiga

ranah tersebut, yakni ranah kognitif untuk mengetahui pengetahuan

peserta didik dalam memahami materi pelajaran, ranah afektif untuk

mengetahui perilaku peserta didik ketika mengikuti pembelajaran, serta

ranah psikomotorik bertujuan agar peserta didik mampu mengamalkan

materi pelajaran yang telah diberikan dalam praktek atau kehidupan

sehari-hari.

2. Pembelajaran Matematika

Menurut Ruseffendi, 1991 dalam Heruman (2014:1)

“...Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima

pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur

13
yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur

yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil...”

Sedangkan hakikat Matematika menurut Soedjadi dalam

Heruman (2014:1) yaitu “...memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu

pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif...”

Kedua pendapat tersebut lebih menekankan bahwa Matematika

merupakan ilmu deduktif. Deduktif disini artinya yaitu yang berdasarkan

atas fakta-fakta yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kesimpulan

berupa kepercayaan atau prinsip-prinsip. Sehingga Matematika tidak

memerlukan lagi pembuktian secara induktif.

Menurut Djamarah, 1999 dalam Rostina Sundayana (2015:24)

menjelaskan “...didalam kegiatan belajar mengajar ketidakjelasan bahan

yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai

perantara. Pendapat tersebut menekankan bahwa media pembelajaran

digunakan untuk mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran...”

Pembelajaran Matematika di SD, terkadang peserta didik sulit

memahami materi pembelajaran apabila hanya berdasarkan teori atau

konsep-konsep saja. Dengan demikian, pembelajaran Matematika

khususnya di SD membutuhkan suatu inovasi dalam pembelajaran untuk

lebih memotivasi peserta didik sehingga peserta didik dapat lebih

semangat dan tertarik terhadap materi yang disampaikan. Oleh karena itu,

seorang guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan

suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

14
3. Model Pembelajaran

Menurut Agus Suprijono (2015:65) “...model pembelajaran dapat

dikatakan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum,

mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas...”

Berdasarkan pendapat tersebut model pembelajaran merupakan

suatu rancangan yang menjadi tolak ukur suksesnya kegiatan

pembelajaran. Dalam model pembelajaran akan memberikan petunjuk

kepada guru terhadap kegiatan yang akan dilakukan selama proses

pembelajaran.

Sedangkan menurut Arends dalam Agus Suprijono (2015:65)

“...model pembelajaran mengacu pada pada pendekatan yang akan

digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-

tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran...”

Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menjadi acuan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran juga dapat dipengaruhi

oleh penggunaan model yang efektif. Ketika guru menggunakan model

pembelajaran yang kurang tepat, otomatis pembelajaran akan menjadi

kurang efektif dan tujuan pembelajaran juga tidak akan secara

menyeluruh tersampaikan.

Model pembelajaran menjadi suatu patokan keberhasilan

terjadinya pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Terutama

15
pada jenjang sekolah dasar, sangatlah penting bagi guru untuk

menggunakan model pembelajaran terutama pada mata pelajaran

Matematika. Kecenderungan peserta didik SD yang belum bisa menerima

sesuatu yang abstrak maka guru harus menciptakan suatu alat peraga

serta model yang sesuai agar peserta didik dapat dengan mudah

memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Model pembelajaran Two Stay Two Stray merupakan suatu model

pembelajaran yang berarti dua tinggal dua tamu dimana peserta didik

belajar memecahkan masalah bersama anggota kelompoknya, kemudian

membagi tugas dua orang sebagai tamu dan dua orang bertugas untuk

tetap tinggal di kelompoknya. Dua peserta didik yang bertugas sebagai

tamu bertugas mencari informasi kepada kelompok yang lain. Sedangkan

dua orang yang tinggal di kelompoknya bertugas menyampaikan materi

kepada dua orang tamu yang akan datang dari kelompok yang berbeda.

Dalam model pembelajaran Two Stay Two Stray peserta didik dituntut

untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran.

Menurut Anita Lie (2014:61) “...model pembelajaran Dua Tinggal

Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan

kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan

kelompok lain. Akan tetapi, banyak pula kegiatan belajar mengajar yang

diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu...”

16
Berdasarkan uraian pengertian model pembelajaran Two Stay Two

Stray di atas maka yang dimaksud model pembelajaran Two Stay Two

Stray dalam penelitian ini adalah suatu model pembelajaran dimana

peserta didik belajar memecahkan masalah bersama anggota

kelompoknya, kemudian dua peserta didik yang bertugas sebagai tamu

dan dua orang yang bertugas tinggal dikelompoknya bertukar informasi

dengan kelompok yang berbeda. Dengan diberi tugas yang berbeda setiap

anggota diharapkan memiliki tanggungjawab sehingga ia dapat

menyelesaikan tugas dengan baik dan mendapatkan informasi dari

kelompok yang berbeda. Model pembelajaran ini menjadikan suasana

belajar lebih berbeda dan peserta didik dapat berinteraksi tidak hanya

dengan anggota kelompoknya sendiri, tetapi juga dapat berinteraksi

dengan kelompok yang lain sehingga pembelajaran lebih menyenangkan.

a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Model pembelajaran Two Stay Two Stray dikembangkan oleh

Spencer Kagan pada tahun 1992. Model ini dapat digunakan pada

semua materi pelajaran dan tingkatan usia peserta didik. Struktur dua

tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk

membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini

dilakukan dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar

kelompok untuk berbagi informasi.

17
Menurut Anita Lie (2014:62), langkah-langkah model

pembelajaran yang dilakukan dengan model Two Stay Two Stray

yaitu:

(1) Peserta didik bekerja dalam kelompok berempat seperti


biasa; (2) setelah selesai, dua orang dari masing-masing diantara
dua kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-
masing bertamu ke dua kelompok yang lain; (3) dua orang yang
tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi kepada tamu mereka; (4) tamu mohon diri dan
kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain; (5)    Kelompok mencocokkan dan
membahas hasil kerja mereka.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Miftahul Huda (2017:140) yang menyatakan

bahwa prosedur pelaksanaan model Two Stay Two Stray yaitu:

Peserta didik bekerja sama dengan kelompok berempat


sebagaimana biasa, guru memberikan tugas pada setiap
kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama, setelah
selesai, 2 anggota dari masing-masing kelompok diminta
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua
anggota dari kelompok lain, dua orang yang “Tinggal” dalam
kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja
mereka ke tamu mereka, “Tamu” mohon diri dan kembali ke
kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka
temukan dari kelompok lain. Setiap kelompok lalu
membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2015:112-113)

menyatakan:

model ini diawali dengan pembagian kelompok. Selanjutnya,


guru memberikan tugas berupa permasalahan yang harus
didiskusikan oleh setiap kelompok. Setelah diskusi internal, dua
peserta didik dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertemu dengan seluruh anggota kelompok
lain. Pihak yang tidak menjadi duta bertugas menerima tamu
dan menyajikan hasil kerja kelompoknya. Adapun pihak yang
menjadi duta dan menerima tamu setelah selesai langsung

18
berkumpul untuk membahas dan mencocokkan hasil kerja
masing-masing.

Beberapa pendapat diatas menyatakan bahwa langkah-

langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray diantaranya yaitu

peserta didik berdiskusi bersama kelompoknya kemudian peserta

didik dibagi menjadi dua. Dua orang peserta didik bertugas menjadi

tamu yang bertugas mengunjungi kelompok yang lain dan menerima

penjelasan materi dari kelompok lain, kemudian dua orang bertugas

sebagai tuan rumah yang memberikan penjelasan mengenai materi

yang telah ia diskusikan dengan temannya. Setelah itu masing-

masing kelompok kembali ke kelompok awal dan berdiskusi serta

berbagi informasi mengenai materi dari hasil mengunjungi kelompok

yang lain.

b. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay

Two Stray

Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan

kelebihan. Sebagaimana model pembelajaran Two Stay Two Stray

yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Lie

(2015) menyatakan bahwa:

model Two Stay Two Stray ini memiliki kelebihan dan


kekurangan. Kelebihan model ini yaitu dapat digunakan pada
semua materi pelajaran dan tingkatan usia peserta didik. Struktur
dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok
untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.
Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi atau bertamu
antar kelompok untuk berbagi informasi.

19
Dari definisi dan langkah-langkah model pembelajaran Two

Stay Two Stray, maka dapat diperoleh kelebihan dan kekurangan dari

model pembelajaran Two Stay Two Stray yaitu:

1) Model pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua kelas/

tingkatan;

2) Kecenderungan peserta didik dalam belajar dapat lebih

bermakna;

3) Dalam kegiatan rotasi kelompok, dapat menjadikan peserta

didik lebih aktif dan dapat bersosialisasi dengan seluruh teman

sekelasnya;

4) Kemampuan peserta didik dalam berdiskusi dan memecahkan

masalah lebih tinggi;

5) Kemampuan berbicara peserta didik dapat lebih terlatih; dan

6) Dengan langkah kegiatan Dua Tinggal Dua Tamu dapat

menjadikan peserta didik aktif dan minat peserta didik dalam

belajar lebih tinggi.

Sedangkan kekurangan dari model Two Stay Two Stray yaitu:

membutuhkan waktu yang lama, peserta didik cenderung tidak mau

belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak

persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung kesulitan dalam

pengelolaan kelas.

20
B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kelas V SD Negeri W.R

Supratman, bahwa pembelajaran cenderung pasif dan monoton. Guru belum

menemukan model atau metode pembelajaran yang efektif dan dapat

meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran

Matematika. Peserta didik cenderung kurang memperhatikan materi yang

disampaikan guru, karena guru hanya menyampaikan materi dengan metode

ceramah. Hal-hal tersebut menyababkan rendahnya hasil belajar peserta didik di

kelas V SD Negeri Cipatuguran dan SD Negeri W.R Supratman.

Dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray

diharapkan hasil belajar dan aktivitas peserta didik pada mata pelajaran

Matematika dapat lebih meningkat sehingga mempermudah tercapainya tujuan

pembelajaran.

Tindakan atau cara yang akan dilakukan dalam model pembelajaran Two

Stay Two Stray pada pembelajaran Matematika di kelas V ini yaitu dengan

membentuk peserta didik secara berkelompok untuk bekerjasama dalam

memecahkan materi pembelajaran. Kemudian peserta didik akan berkeliling dan

mengunjungi kelompok lainnya dan bertukar materi. Dari kegiatan tersebut

peserta didik dituntut untuk aktif dan berkomunikasi dengan teman-teman lainnya.

Kemudian pada siklus II di akhir siklus peserta didik yang berhasil akan diberikan

reward.

21
Alur kerangka berpikir dapat digambarkan secara praktis mengenai

penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat dilihat pada gambar

sebagai berikut:

Guru: Peserta didik:


Penggunaan model Hasil belajar dan
pembelajaran pada aktivitas belajar
peserta didik
KONDISI AWAL mata pelajaran
masih rendah
Matematika belum
optimal

SIKLUS I
Menggunakan
Menggunakan model
model pembelajaran pembelajaran
TINDAKAN Two Stay Two Stray Two Stay Two
pada mata Stray dengan
pelajaran pembelajaran
Matematika awal mengenal
sifat-sifat bangun
datar

Diduga melalui
penggunaan model SIKLUS II
KONDISI Two Stay Two Stray Menggunakan model
AKHIR dapat meningkatkan pembelajaran Two
hasil belajar dan Stay Two Stray
aktivitas belajar dengan pembelajaran
peserta didik pada mengenal sifat-sifat
mata pelajaran bangun datar dan
Matematika diakhir pembelajaran
peserta didik diberi
reward

Gambar 1
Kerangka Berfikir

22
C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan

pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan

jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Hipotesis tindakan 

mencerminkan dugaan sementara atau memprediksi perubahan apa yang   akan

terjadi  pada objek penelitian jika suatu tindakan dilakukan.

Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka

hipotesis tindakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini yaitu:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat

meningkatkan aktivitas belajar peserta didik pada mata pelajaran

Matematika di kelas V SD Negeri Cipatuguran dan SD Negeri W.R

Supratman.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Matematika

di kelas V SD Negeri Cipatuguran dan SD Negeri W.R Supratman.

23

Anda mungkin juga menyukai