Kelas : 1C
Nim : 105131109021
Prodi : Farmasi
Deskripsi Pancasila Era Kemerdekaan, Era Orde Lama, Era Orde Baru & Era Reformasi.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada berkembang dengan bangsa Indonesia
sejak dahulu. Peristiwa- peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa
sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal tersebut berarti aktivitas
manusia di masa lampau berkaitan dengan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan
yang berbeda dengan masa sebelumnya. Dasar Negara merupakan alas atau fundamen pijakan
dan mampu memberikan kekuatan untuk berdirinya sebuah negara. Pancasila dalam fungsinya
sebagai dasar Negara merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya terdapat unsur- unsur yaitu pemerintah, wilayah, dan rakyat.
Pancasila telah mengalami masa kejayaannya. Pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati
masa-masa kelamnya Presiden Soekarno yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Saat
itu, presiden tetap memegang kendali politik untuk melakukan kontrol politik atas berbagai
kekuatan yang mencoba untuk memerankan politik Integrasi paternalistik. Pada akhirnya,
sistem ini seolah-olah mengkhianati nilai-nilai Pancasila sendiri, salah satunya adalah sila
permusyawaratan. Kemudian pada tahun 1965 terjadi peristiwa bersejarah di Indonesia yaitu
Partai Komunis yang berusaha melakukan pemberontakan.
Pada tanggal 11 Maret 1965, Presiden Soekarno memberikan kekuasaan Jenderal Suharto
atas Indonesia. Ini merupakan era awal orde baru dimulai kemudian Pancasila mengalami
mistifikasi. Pancasila pada waktu itu menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya. Pancasila pada
masa pemerintahan Presiden Soeharto kemudian menjadi nilai inti, yang pada akhirnya
kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya yang terkandung dalam Pancasila itu
sendiri. Pada tahun 1998, pemerintahan presiden Soeharto usai dan pancasila memasuki era
baru, yaitu era demokrasi, sampai hari ini.
B. Pancasila Era Orde Lama (1959-1966)
Ada dua pandangan pokok tentang dasar negara yang mempengaruhi munculnya
dekrit presiden. Pandangan ini adalah mereka yang memenuhi “anjuran”
Presiden/Pemerintah untuk “kembali ke Undang- Undang Dasar 1945” dengan Pancasila
sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara. Pihak lainnya juga
menyetujui untuk “kembali ke Undang- Undang Dasar 1945”, yang berarti Pancasila yang
dirumuskan dalam pembukaan Undang- Undang Dasar disahkan sebagai dasar negara oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun, kedua usul tersebut tidak mencapai kuorum yang
diputuskan oleh Majelis Konstituante. Majelis menemui jalan buntu pada Juni 1959. Peristiwa
ini menyebabkan Presiden Soekarno mengintervensi Dekrit Presiden yang disetujui oleh
Kabinet pada 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada 4 Juli 1959 dan
diumumkan secara resmi oleh Presiden pada 5 Juli 1959 pada pukul 17.00 di depan Istana
Merdeka.
1. Pembubaran Konstituante
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang
terlama, ini juga bisa dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam
artian tidak banyak gejolak yang mengemuka. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya
pembangunan di segala bidang, Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan
romantisme dari banyak kalangan.
Era Orde baru, yaitu stabilitas dan pembangunan, tidak dapat dipisahkan dari keberadaan
Pancasila. Pancasila telah menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan
kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung- agungkan, Pancasila begitu gencar
ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat dan rakyat tidak memandang memandang hal
tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era orde Baru terkesan “menunggangi”
Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat poltik untuk memperoleh
kekuasaan. Selain itu, penanaman nilai- nilai Pancasila di era Orde Baru dibarengi dengan
praktik kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat tinggi, toleransi
dikalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong royong sangat dijunjung tinggi. Selain
penanaman nilai- nilai tersebut dapat kita lihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas
unggul dalam kehidupan berorganisasi, apapun bentuknya, baik organisasi masyarakat,
komunitas, perkumpulan, dan sebagainya harus menggunakan Pancasila sebagai asas utama.
Pada era Orde Baru, secara pribadi Soeharto seringkali menyatakan pendapatnya mengenai
keberadaan Pancasila, yang memberikan penilaian setinggi- tingginya terhadap Pancasila.
Ketika Soeharto memberikan pidato dalam peringatan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 1967.
Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force dikemas dalam frase bernada
angkuh,elegan, begitu superior. Dalam pidato Soeharto menyatakan Pancasila sebagai
“tuntutan hidup”, yang menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh
perikehidupan” serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”.
Kongres Pemuda 28 Oktober 1974 kepada pemuda Indonesia, Soeharto menyatakan “
Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Hal
tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada yang lebih kuat maknanya selain dari Pancasila di
Indonesia, saat itu dan dalam Orde Baru.
Adapun nilai dan norma- norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) berdasarkan ketetapan tersebut meliputi 36
butir, yaitu :
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar
negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya, Pancasila adalah kerangkanya berpikir
atau pola pikir bangsa Indonesia, terutama sebagai dasar negara ia sebagai landasan
bernegara dan kehidupan berbangsa. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik warga
negara dan pejabat harus didasarkan pada hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitan pengembangan, hukum harus berdasarkan Pancasila. Artinya hukum
apa yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila Pancasila.