Anda di halaman 1dari 12

Journal of Indonesian History 10 (2) (2021)

Journal of Indonesian History

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih

Gelandangan Pada Masa Revolusi Kemerdekaan di Semarang Tahun 1945-1950

Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo


Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang
Info Artikel Abstrak
________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memaparkan kondisi dari segala aspek kehidupan di Kota
Diterima November 2021 Semarang sejak masuknya kolonial Belanda hingga masa Revolusi Kemerdekaan di Semarang. (2)
Disetujui Desember 2021 Menjelaskan latar belakang munculnya gelandangan pada masa Revolusi Kemerdekaan tahun 1945-
Dipublikasikan Januari 1950 di Semarang. (3) Menganalisis peran gelandangan dalam upaya mempertahankan
2022 kemerdekaan di Kota Semarang tahun 1945-1950. Penelitian ini sendiri menggunakan metode
________________ penelitian sejarah dengan diperkaya sumber-sumber primer dan sumber lain yang relevan. Hasil
Keywords: penelitian ini menjelaskan bahwa akibat dari perang kemerdekaan telah menimbulkan masalah
Gelandangan, Revolusi Ke- sosial di masyarakat semakin meningkat. Muncul keadaan banyak orang termiskinkan dengan
merdekaan, Semarang adanya perang kemerdekaan. Hingga muncul kaum gelandangan karena demi mempertahankan
____________________ hidupnya. Bersamaan dengan semangat mempertahankan kemerdekaan, gelandangan memiliki
peran tersendiri dalam membantu pejuang. Penampilanya yang kumuh membuat kaum ini
bermanfaat bagi para pejuang untuk membantu mempertahankan kemerdekaan di Semarang.
Mengikuti perang dan mengangkat senjata menjadi tugas penting kaum gelandangan untuk
membela republik. Namun gelandangan tidak selalu membela republik, bahkan ada yang masih
tetap mementingkan kehidupan miskinya itu di masa perang kemerdekaan.
Abstract
___________________________________________________________________
This study aims to: (1) describe the conditions of all aspects of life in the city of Semarang since the entry of the
Dutch colonial to the period of the Independence Revolution in Semarang. (2) Explaining the background of the
emergence of homeless people during the Independence Revolution in 1945-1950 in Semarang. (3) Analyzing the
role of the homeless in the effort to maintain independence in Semarang City in 1945-1950. This writing itself
uses historical research methods with enriched primary sources and other relevant sources. The results of this
study explain that the consequences of the war of independence have caused increasing social problems in society.
The situation of many poor people emerged with the war of independence. Until the homeless people appear for
the sake of defending their lives. Along with the spirit of defending independence, the homeless have their own
role in helping the fighters. Their shabby appearance made these people useful for the fighters to help maintain
independence in Semarang. Following the war and taking up arms became an important task for the homeless
to defend the republic. However, the homeless did not always defend the republic, some even still prioritized their
poor life during the war of independence.

© 2021 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6633
Ruang Jurnal Sejarah, Gedung C5 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: : nisasalawati0@gmail.com

179
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

PENDAHULUAN timbul golongan miskin atau termiskinkan dari


kota.
Istilah gelandangan sendiri berasal dari Pemindahan ibukota ke Yogyakarta bulan
bahasa “gelandangan” artinya yang selalu Januari 1946 mengakibatkan banyak orang
mengembara atau berkelana sesuai istilah yang berfikir untuk mengamankan diri dengan
lebih netral pada masa dahulu. Penyebutan berpindah dan mengungsi di kota-kota besar
gelandangan tidak serta merta langsung di sekitar Yogyakarta, salah satu kota yang dituju
sebutkan namun melalui beberapa istilah seperti ialah Semarang (Sartono, 1981: 136). Efek
pengembara atau para lelana yang cukup lazim samping dari adanya perang berdampak di
pada masa masyarakat tradisional. Gejala ini berbagai sektor kehidupan, masalah-masalah
muncul abad XX akibat adanya urbanisasi. sosial timbul setelahnya seperti orang-orang
Penyebab sebenarnya dari munculnya para miskin baru karena kehilangan harta bendanya
golongan tersebut adalah pada ruang lingkup dan berusaha untuk mempertahankan hidupnya
kota. Kota selalu memunculkan daya tariknya dengan menggelandang.
sehingga menyebabkan orang-orang berdatangan Pada masa penjajahan Jepang, penguasa
baik dari keinginan sendiri atau sudah tidak menuntut untuk penyerahan sebanyak mungkin
tahan hidup di desa (Onghokham, 1984: 4). bahan makanan secara paksa dari desa-desa dan
Golongan ini termasuk yang miskin atau hampir tidak tersisa bahan makanan di
termiskinkan dari kota. Banyak orang mengira masyarakat. Ketidakseimbangan sosial ekonomi
bahwa masyarakat tradisional sebagai desa sebagai akibat dari politik beras Jepang
masyarakat agraris tradisional artinya pra- berakibat langsung dengan kemunculan
industri dan teknologi yang bersifat menetap gelandangan dalam skala besar. Hal tersebut
sehingga kehidupanya terisolasi hanya didalam karena penduduk desa kekurangan bahan
desa menjadi petani yang penuh desakan. makanan sehingga mereka terpaksa harus
Namun pernyataan tersebut salah bahkan berbondong-bondong pindah ke kota untuk
mobilitas dari masyarakat pra-industri tinggi. memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun
Sehingga mobilitas fisik yang tinggi ini berasal sebaliknya di kota juga terdapat kaum ekonomi
dari gejala menggelandang atau mengembara. lemah yang sudah tidak memiliki mata
Kota Semarang merupakan ibukota dari pencaharian di kota harus bertahan hidup di kota
Provinsi Jawa Tengah. Letaknya cukup strategis dengan caranya karena kaum tersebut tidak mau
dimulai dari pantai laut Jawa bagian tengah yang kembali ke desa. Sejak itulah para pengembara
membujur ke arah Selatan. Sebagai ibukota luntang-lantung mencari makanan tanpa arah
provinsi pasti Semarang sudah banyak dan tujuan demi mempertahankan hidup (Taufik
mengalami pertumbuhan pesat daripada kota Abdullah, 2012: 345).
lainya (Purnawan, 2012: 85). Berbagai interaksi Pada masa revolusi kemerdekaan para
terdapat di dalam pertumbunhan Kota gelandangan telah dijadikan informan terbaik
Semarang, pertemuan antara golongan kelas bagi TNI, para pemuda pejuang, dan laskar
menengah lama pribumi, golongan terpelajar, kemerdekaan. Daripada gelandangan ditangkap
dan golongan pekerja di kota-kota oleh pemerintah kolonial saat itu, para pejuang
mengakibatkan timbulnya gerakan nasional. kemerdekaan memanfaatkan gelandangan untuk
Akibat perkembangan dengan masalah menjadi informan karena mereka sering
kepadatan penduduk, mobilitas horisontal, dan mencopet untuk mempertahankan hidupnya
heterogenitas dapat menyebabkan timbulnya sehingga mereka pandai dalam menguasai setiap
masalah sosial. Masalah tersebut bisa berupa sudut kota dan selalu mempunyai jalan pintas
disparitas dan pemisahan pemukiman secara untuk melarikan diri. Gelandangan juga ikut
ekonomis dan sosial, ketimpangan demografis, serta dalam memperjuangkan kemerdekaan
dan masalah lingkungan fisik, sosial, dan dengan membantu TNI dan para pejuang.
psikologis (Kuntowijoyo, 2003: 62-69). Sehingga Kelompok gelandangan ikut membantu TNI dan

180
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

para pejuang dalam melarikan diri dari berbagai keaslianya dan saling berhubungan dengan topik
titik secara bergantian baik sebelah utara, selatan, sehingga disusun menjadi sebuah kisah sejarah
barat, dan timur kota (Onghokham, 1984: 17). yang kronologis (Subagyo, 2013: 103-111).
Artikel ini merupakan representasi dari tahapan
METODE historiografi itu sendiri.
Metode yang digunakan dalam penulisan
ini adalah metode penelitian sejarah. Metode HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian sejarah merupakan proses menguji dan SEMARANG ABAD KE-20
menganalisa secara kritis kejadian yang terjadi di Kondisi Geografis
masa lampau dengan cara merekonstruksi Letak secara geografis kota Semarang
imajinatif cerita sejarah berdasarkan sumber 110ᴼ. 23’.57’.79” Bujur Timur dan 6ᴼ.58’.18”
bukti yang ditemukan (Daliman. 2012: 34). Lintang Selatan dengan iklim tropis suhu udara
Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah rata-rata 20℃ hingga 30℃. Kota Semarang
Heuristik, merupakan tahapan pengumpulan sebuah kota yang terdiri dari daratan rendah atau
sumber sejarah yang relevansi dengan topik atau biasa disebut kota bawah dan dataran tinggi
tema penelitian sejarah. Pada tahap ini penulis berupa bukit yang terbentuk dari sebuah endapan
melakukan beberapa kegiatan yang berupa sedimentasi dilatarbelakangi oleh pegunungan
mencari, mengumpulkan, menghimpun sumber- Ungaran, Merbabu, Merapi, dan Telomoyo.
sumber sejarah yang berkaitan dengan Sekitar 8 Masehi Semarang menjadi pelabuhan
permasalahan yang dikaji, baik tertulis ataupun penting disepanjang pantai Utara Pulau Jawa
lisan. Koran-koran sezaman yang dikumpulkan menggantikan pelabuhan Jepara. Peran
untuk memperkuat argumen dalam artikel ini Semarang sebagai pelabuhan penting telah
antara lain Indonesia Merdeka, Tjahaja India, dikuatkan dalam kronik orang berkebangsaan
dan Koran Laskar . Selain itu, artikel ini juga Portugis bernama Tome Pires yang berlayar
diperkaya beberapa sumber sekunder seperti disepanjang pantai utara Jawa. Semarang
buku karya Onghokham yang berjudul memiliki tanah subur dan secara geografis
Gelandangan Pandangan Ilmuwan Sosial, lalu memiliki letak strategis telah menarik para
buku yang membahas sejarah kota karya pedagang dari Arab, Cina, dan India (Jongkie,
Purnawan Basundoro berjudul Pengantar 2002: 1-2). Pada tahun 1917, kota Semarang
Sejarah Kota, ada juga karya dari Jongkie Tio bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa, batas
membahas mengenai Kota Semarang dengan kota Semarang sebelah barat yaitu kawasan
judul buku Kota Semarang Dalam Kenangan Krapyak, batas kota Semarang sebelah selatan
dan masih banyak lagi refrensi lainnya yang yaitu kawasan Srondol, dan batas kota Semarang
digunakan dalam artikel ini. sebelah timur yaitu kawasan Pedurungan. Secara
Tahapan selanjutnya setelah heuristic administrative, Karesidenan Semarang dibagi
telah dilakukan adalah kritik sumber. Krtitik atas 8 wilayah yaitu Semarang, Salatiga, Kendal,
sumber bertujan untuk menguji keaslian dan Grobogan, Pati, Kudus, dan Jepara. Namun
kelayakan sumber yang ditemukan, karena tidak daerah Salatiga kemudian dimasukkan ke dalam
semua sumber yang didapatkan, terutama dari wilayah Kabupaten Semarang. (Hartono dan
artikel-artikel dari surat kabar dan majalah tidak Wiyono, 1985: 8). Tahun 1926 pemerintah
bisa langsung digunakan sebagai sumber tetapi Hindia Belanda membagi kota Semarang
harus ditelaah terlebih dahulu. Hasil dari menjadi lima kecamatan meliputi Semarang
melakukan kritik sumber barulah Barat, Semarang Timur, Semarang Utara,
diinterpretasikan menjadi rangkaian fakta Semarang Selatan, dan Semarang Tengah
sejarah. Tahapan terakhir dari metode ini adalah (Rizky, Skripsi, 2016: 33-34).
historiografi, merupakan tahapan terakhir dalam
metode penelitian sejarah. Penulisan fakta-fakta
sejarah dari sumber yang sudah di nilai

181
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

Penduduk dan Tata Letak Kota Pendistribusikan barang menggunakan


Semarang sebagai kota sekaligus ibukota kendaraan bermotor jauh lebih hemat darpada
kabupaten dan ibukota karesidenan serta juga menggunakan kereta (NJ Utama dan Atno,
merupakan kota praja. Hal tersebut menjadikan Jurnal, 2021: 4).
keadaan penduduk Kota Semarang yang
kompleks serta berkembang sesuai dengan Kehidupan Sosial
perkembangan kota ibukota Jawa Tengah. Penduduk yang tinggal di kota Semarang
Sebagai pusat perdagangan, daerah lintas antara kebanyakan orang transit sehingga sulit untuk
Jakarta-Surabaya, dan daerah arus lintas Selatan mencari pola pelapisan masyarakat. Namun
Utara sehingga menyebabkan terciptanya variasi dapat diperhatikan dari pola umum terdapat
di daerah ini seperti perkembangan kota-kota pendekatan menggunakan tiga tipologi. Pertama,
besar lainya. Sehingga menyebabkan maraknya berdasarkan tata kehidupan ekonomi bahwa
pendatang yang datang di Semarang dari masyarakat petani yang hidup di wilayah
berbagai etnis terutama Jawa, Tionghoa, Arab, pinggiran kota dimana pada tahun 1900-1950
Melayu, India,dan Eropa. masih banyak tanah persawahan dan pertegalan
Pemukiman masyarakat di Semarang yang luas sehingga dapat dibedakan kelompok
sebelum memasuki abad ke-20 telah masyarakat menjadi pemilik tanah, penyewa
dikelompokkan oleh pemerintah menjadi lima tanah, buruh tani. Masayarakat yang bermata
zona. Kelima zona tersebut yaitu zona daerah pencaharian sebagai nelayan atau pengambil
dalam (kota pusat kabupaten), zona kota hasil laut/sungai relative tidak banyak
Benteng, zona kampung Cina, zona kampung jumlahnya. Sedangkan kelompok yang paling
Jawa, dan zona kampung Melayu dan Arab menonjol yaitu berpola penghidupan industri.
(Hartono dan Wiyono, 1985: 24-26). Tata letak Industri yang dijalankan berupa industri pabrik
kota Semarang di mulai dari daerah Bubakan atau industri rumah tangga. Hal itu
namun dengan banyaknya pendatang yang menyebabkan banyak bermunculan masyarakat
datang untuk menetap kemudian menjadi kelompok buruh pabrik yang tinggal di
berkembang pesat hingga mencapai Djurnatan lingkungan pabrik misalnya kampung Gendong
daerah Kanjengan. Pusat pemerintahan Karangwaru, Perbalan Tawang, dan Rejosari.
Semarang sudah beberapa kali direlokasi. Pada Sisanya pelapisan sosial masyarakat golongan
masa Ki Ageng Pandanaran berpusat di Bubakan pegawai pemerintah dan golongan priyayi yang
hingga tahun 1659 kembali memindahkan pusat sebagian besar mendapat pengaruh dari
administrasi ke area Sekayu oleh Bupati Mas kehidupan Kesunanan Solo atau Kesultanan
Tumenggung Prawiroproyo. Namun Yogyakarta.
pertengahan tahun 1670 telah pindah ke Kedua, penggolongan lapisan masayarakat
Kanjengan hingga tahun 1942 (Jongkie, 2002: 4- berdasarkan pembagian rasa tau bangsa.
5). Penbagian ini dilakukan oleh pemerintahan
Pada awal abad ke-20 penggunaan moda kolonial, yaitu golongan Eropa, golongan Cina,
transportasi sepeda juga sudah berkembang dan golongan Eropa Asia lainya, dan golongan
banyak digunakan di Semarang. Moda Bumiputera (orang Indonesia asli). Setiap
transportasi tradisional telag digantikan peranya golongan masyarakat tersebut memiliki wilayah
dengan moda transportasi modern yang mulai penempatannya masing-masing.
masuk ke Semarang pada pertengahan tahun Ketiga, pola lapisan ketiga ini baru dapat
1910-1920-an. Pada masa tersebut, sepeda motor dilihat setelah tahun 1960 karena mulai
dan mobil juga mulai meramaikan jalanan kota. timbulnya permukiman masyarakat kaya seperti
Selain itu, terdapat juga alat transportasi berat kompleks Candi, Pandanaran, Jalan Mataram,
seperti bus dan truk sudah mulai bermunculan dan Krenweg sedangkan selain wilayah tersebut
serta menjadi pilihan saat melakukan perjalanan bisa dikatakan pemukiman masyarakat
jarak jauh dan pendistribusikan barang.

182
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

menengah kebawah (Hartono dan Wiyono, Giyanti. Dua kerajaan besar di Ngayogyakarta
1985: 30-33). dan Surakarta melaksanakan tradisi bersedekah.
Tradisi tersebut dilaksanakan oleh Paku Buwono
Kehidupan Ekonomi X sebagai raja yang memerintah (tahun 1893-
Perlahan-lahan Semarang mengalami 1939) untuk memberi makan orang-orang miskin
perkembangan. Para pendatang baik dari di wilayah sekitar Keraton. Hal tersebut menjadi
pedalaman maupun daerah seberang, ikut kebiasaan Paku Buwono X untuk bersedekah
bermukim dan mecari keberuntungan. kepada kaum fakir miskin pada hari kamis.
Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan Kemudian muncul sebutan bagi fakir miskin
kemajuan ekonomi di Semarang. Masyarakat yang menerima sedekah dari Paku Buwono X
pribumi yang semula hidup dalam perekonomian dengan nama “wong kemisan” serta seiring
subsisten bergerak kearah komersial. Hingga berjalanya waktu menjadi “wong ngemis”.
dalam prosesnya, sudah banyak muncul orang- Kategori munculnya pengembara berasal
orang bergerak dalam sektor industri dan dari dua penyebab utama yaitu politik dan
perdagangan. Maka muncul kampung-kampung ekonomi. Pada abad ke-18, terdapat laporan yang
dengan nama berkaitan dengan pekerjaan telah menyebutkan bahwa di jalan besar antara
masyarakat kampung tersebut. Kampung dua kota besar di pulau Jawa bagian tengah yaitu
Sayangan tempat pembuatan alat-alat dari Yogyakarta dan Semarang terdapat sekitar
tembaga, Pandean tempat tukang pandai besi, 30.000 sampai 40.000 pekerja kasar yang biasa
Kampung Batik tempat kaum pembatik, Kulitan disebut dengan kuli (batur). Para batur tersebut
tempat pengrajin kulit, Jagalan tempat tidak memiliki rumah dan hanya berpakaian
pemotongan hewan, Gendingan tempat cawat tanpa baju. Pekerjaan mereka hanyalah
pembuatan gamelan, Pederesan tempat mengangkut barang dan kehidupanya yang liar.
pemukiman penderes getah karet atau aren untuk Jika kekurangan uang para batur akan berjudi,
gula, Gandekan tempat perajin emas. Pedamaran merampok, dan menganggu keamanan
tempat pemukiman pedagang getah damar, dan masyarakat di sekitarnya (Onghokham, 2002:
Petudungantempat perajin caping (Tim 78).
Departemen Sejarah Universitas Diponegoro, Pada tahun 1808-1819, Banten mengalami
2020: 51). situasi politik yang memburuk dalam satu
dasawarsa. Akibat gangguan sosial di bawah
Munculnya Gelandangan Dalam Kancah pemerintahan kolonial yang membabi buta
Revolusi Kemerdekaan masyarakat pribumi sejumlah kerusuhan
Latar Belakang Munculnya Gelandangan bermunculan secara bergantian. Sehingga pada
Fenomena gelandangan di kota-kota tahun 1809 muncul segerombolan perompak
Indonesia muncul bersamaan dengan gerakan mengibarkan bendera pemberontakan atas akibat
modernisasi dan industrialisasi. Gelandangan dari beban kerja paksa yang diterapkan Deandels.
menggambarkan suatu fenomena ungkapan Pada tahun 1830, laporan Belanda menyebutkan
protes terhadap pemerintah yang lebih berpihak bahwa para pengembara kebanyakan nerasal dari
kepada pemilik modal dan kaum terdidik dengan korban perang dan para petani yang tanahnya
skill memadai serta memprioritaskan sektor dirampas pemerintah kolonial untuk tanam
formal (Maghfur, Jurnal Fakultas Syari’ah paksa. Setelah perang Diponegoro, para
STAIN , 2 Nopember 2010: 2). Penyebutan pengikutnya telah disita tanahnya dan terpaksa
“gelandangan” melalui berbagai proses karena hidup mengembara.
tidak serta merta pernyebutan itu langsung di Pada tahun 1882 kota Semarang
klaim masyarakat untuk golongan tersebut salah mengalami keadaan lingkungan masyarakat yang
satunya penyebutan sebagai “pengemis”. tidak aman. Banyak maling dan penipu yang
Pada tahun 1755 setelah terbelahnya meresahkan masyarakatnya. Kebanyakan
kerajaan Mataram Islam akibat perjanjian mencuri barang-barang berharga seperti emas

183
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

dan berlian. Aksi tersebut sampai perlindungan dari perburuan tentara Jepang.
membahayakan korban. terjadi ketimpangan Hidup menggelandang dengan keadaan
sosial akibat penduduk desa yang melakukan tubuhnya memakai pakaian seadanya yang
urbanisasi ke kota serta ketidaksesuaian lapangan sudah kotor dan kusut serta badan yang
pekerjaan dengan jumlah penduduk. Hal tersebut membungkuk kurus kerontang kurang makan
mengakibatkan masyarakat yang tidak dapat yang hanya bisa mengandalkan belas kasihan
bertahan dapat beralih ke jalan mudah untuk orang yang melihatnya. Menjalani hidup
mendapatkan uang seperti bandit dan menggelandang menyebabkan Hardo tidak
gelandangan. Sehingga pada bulan Juli dikenali oleh keluarga dan orang-orang
pemerintah kota Semarang menyuruh para lurah disekitarnya (Pramoedya, 2002: 12-92).
untuk antisipasi menjaga kemanan dan Pada akhir tahun 1948 di saat Belanda
mengadakan jaga disetiap kampung-kampung menduduki Indonesia kembali disinilah
(Tjahaja India tanggal 7 Juli 1882). gelandangan memerankan aksinya.
Sarekat Islam di Semarang mendirikan Gelandangan telah menjadi laskar gerilya kota
Sarekat Kere pada bulan Februari 1919. pembela Republik. Pemindahan kekuasaan dari
Tujuanya untuk menghimpun orang-orang yang ibukota Jakarta ke Yogyakarta mengakibatkan
selalu miskin serta tidak mempunyaki “bondo” munculnya jenis gelandangan karena Belanda
tanpa memandang bangsa. Sarekat Kere telah merampas harta benda, keamanan, dan
menghimpun gembel – gembel “Bumiputra – keluarga. Cara hidup menggelandang sambil
Tionghoa” yang tumpah darahnya di Hindia. bergerilya dilakukan supaya mereka dapat
Pemimpin dan actor intelektualnya mempunyaki mengambil haknya kembali. Upaya yang
simpati dengan Partai Komunis Hindia Belanda dilakukan dengan membentuk organisasi
(ISDV). Namun gerakan ini tidak dapat bertahan gelandangan seperti Laskar Kere, Laskar
lama karena pemerintah kolonial sergap terlebih Pengemis, Laskar Macan, dan Laskar Grayak.
dahulu menangkap pemimpin dan anggotanya Para gelandangan yang sudah hafal sudut-sudut
(Soe, 2005: 57). kota dimanfaatkan para pejuang sebagai
Berdasarkan kisah yang ditulis oleh informan terbaik tempat-tempat melarikan diri
seorang sastrawan Pramoedya Ananta Toer jika dikejar oleh tentara Belanda. Gerakan ini
dalam novelnya yang berlatar belakang tahun dilakukan hingga Belanda mengakuhi
1942 mengisahkan tentang Hardo pejuang kekalahanya dan meninggalkan Yogyakarta pada
kemerdekaan didaerah Blora menyamar menjadi 29 Juni 1949 (Muttalib dan Sudjarwo 1984: 16-
gelandangan untuk menyelamatkan diri karena 29).
kejaran tentara Jepang saat itu. Den Hardo
seorang pemimpin regu pasukan PETA (Pasukan Kehidupan Sosial Masyarakat Semarang Masa
Pembela Tanah Air) yang telah berencana untuk Revolusi Kemerdekaann
melakukan pemberontakan terhadap Selama perang kemerdekaan, daerah yang
pemerintahan Jepang dengan dua orang temanya cukup subur tidak mengalami kekurangan
anggota PETA yaitu Karmin dan Dipo. Namun pangan. Selain itu, hasil panenya dapat
rencana tersebut gagal total karena adanya menyuplai badan-badan perjuangan dalam
penghianat dari Karmin yang membelot ke pihak perang kemerdekaan. Belanda melakukan
Jepang. Akibat dari penghianatan tersebut Hardo blokade ekonomi di wilayah Semarang hingga
dan Dipo menjadi buronan tentara Jepang. menyebabkan kehidupan ekonomi masyarakat
Keadaan tersebut membuat Hardo menyamar yang memprihatinkan. Apalagi ditambah
menjadi gelandangan dan berkumpul dengan bebanya karena harus menampung ribuan
kaum Kere yang bermarkas dibawah jembatan pengungsi dari daerah luar kota Semarang
Kali Lusi Blora Jawa Tengah. Pola hidup (Chusnul dkk, 1997: 24). Berdasarkan keadaan
menggelandang Hardo jalani semata-mata untuk tersebut mengakibatkan banyak muncul orang-
menyelamatkan dirinya serta mencari tempat orang yang termiskinkan oleh keadaan ditambah

184
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

dengan akibat keterpurukan ekonomi akibat Gelandangan di Semarang memiliki


penjajahan bangsa Barat dan Jepang. banyak arti. Gelandangan bisa saja dia
Pada awal tahun 1947, di Semarang gelandangan yang menggelandangkan diri, atau
terdapat pembagian beras dan tepung terigu. gelandangan yang murni gelandangan, atau
Pemerintah Belanda menjatah pembagian beras gelandangan yang di buang oleh keluarganya
hanya 160 gram setiap jiwa untuk 16 hari jadi atau tidak memiliki keluarga di kota untuk di
berarti 1 hari 10 gram. Tepung terigu mengalami ikuti supaya dapat bertahan hidup. Selain itu
pembagian yang tidak tentu dengan jumlah 1 kg banyak pengungsi dari luar wilayah Semarang
tiap jiwa (Koran Laskar tanggal 1 Januari 1947). atau bahkan luar pulau Jawa datang ke kota Jawa
Selama masa perang kemerdekaan, sektor barat termasuk Semarang ini untuk memperbaiki
kota Semarang memiliki peranan pemting yang kebutuhan hidupnya. Gelandangan biasanya
di pegang oleh Kaliwungu. Masyarakat banyak mengelompok di pasar-pasar wilayah
mengalami kesulitan memperoleh uang kecil. seperti pasar Johar, Pasar Bulu, dan Pasar
Tindakan blokade yang dilakukan Belanda, Peterongan. Kebanyakan mereka bersembunyi di
rakyat Jawa Tengah mengatasinya dengan pasar karena di sana mereka susah di buru oleh
banyak melakukan penyelundupan dan pemerintah setempat (Wawancara dengan
perdagangan gelap. Namun aktivitas Anggie Ardhitia Tanggal 16 Juni 2021). Selain
perdagangan di Semarang, Demak, Salatiga, itu, gelandangan juga banyak bersembungi di
Pekalongan, dan Tegal perdagangan semakin bawah jembatan atau kuburan-kuburan kota.
ramai setelah penandatanganan perjanjian
Renville. Selain itu dalam bidang pendidikan, Peran Gelandangan Dalam Revolusi
sebagian besar penduduknya masih Kemerdekaan
berpendidikan rendah. Bahkan pada tahun 1950, Gema Kemerdekaan di Semarang
sekitar 60% penduduknya Jawa Tengah masih Pada tanggal 15 Agustus 1945 Angkatan
buta huruf (Chusnul dkk, 1997: 29-31). Muda Semarang telah menerima utusan dari
Jakarta yang memberitahu bahwa Jepang sudah
Munculnya Gelandangan di Semarang menyerah pada Sekutu tanggal 14 Agustus 1945.
Pada masa penjajahan Jepang, penguasa Sehingga pada tanggal 16 Agustus 1945 para
menuntut untuk penyerahan sebanyak mungkin wakil pemuda mengadakan rapat di salah satu
bahan makanan secara paksa dari desa-desa dan ruangan PURUSARA (Pusat Rumah Sakit
hampit tidak tersisa bahan makanan di Rakyat) untuk membahas tentang sikap
masyarakat. Ketidakseimbangan sosial ekonomi masyarakat dengan pemberitaan kekalahan
desa sebagai akibat dari politik beras Jepang Jepang agar pihak Jepang tidak curiga. Kondisi
berakibat langsung dengan kemunculan saat itu para pelajar masih menjalani libur bulan
gelandangan dalam skala besar. Hal tersebut puasa dan tetap mengikuti kondisi politik saat itu
karena penduduk desa kekurangan bahan dari lingkungan tempat tinggal mereka masing-
makanan sehingga mereka terpaksa harus masing.
berbondong-bondong pindah ke kota untuk Atas pemberitaan tersebut para tokoh dan
memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemuda berkumpul di gedung Jawa Hokokai
sebaliknya di kota juga terdapat kaum ekonomi yang terletak di Bojong (Jalan Pemuda sekarang).
lemah yang sudah tidak memiliki mata Baru menjelang salat Jumat, berita tersebut
pencaharian di kota harus bertahan hidup di kota diterima melalui pengiriman teleks yang diterima
dengan caranya karena kaum tersebut tidak mau markonis Domei (kantor berita Jepang) Syarif
kembali ke desa. Sejak itulah para pengembara Soelaiman eksponen pejuang kemerdekaan
luntang-lantung mencari makanan tanpa arah dalam kantor berita tersebut. Berita tersebut
dan tujuan demi mempertahankan hidup (Taufik, diterima dengan penuh kekhusyukan dan
2012: 345). disambut dengan nyanyian Indonesia Raya dan
seruan “Hidup Bung Karno”, “Hidup Bung

185
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

Hatta” serta “Hidup Bangsa Indonesia”. Berita tetapi tidak kalah semangat. Laskar ini sebagian
proklamasi tersebut kemudian disiarkan melalui besar beranggotakan pemuda pelajar yang masih
radio Semarang dan diselipkan dalam acara duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama,
khotbah di masjid besar alun-alun Semarang Sekolah Menengah Akhir, Sekolah Guru, dan
sehingga dapat didengar masyarakat luas Pelajar Teknik. Laskar Kere di beri perlengkapan
(Keluarga Besar ex Tentara Pelajar Semarang, alat keyker untuk menyelidiki lawan dari
2005: 14). jembatan (Ariwiadi dan Amrin, 1985: 156).
Suasana di Semarang menjadi sangat Salatiga menjadi pusat pemerintahan
meriah karena perasaan bebas dari segala karesidenan. Selain itu juga banyak berdiri
penajajahan. Para pelajar dan seluruh organisasi formal dan nonformal. Sehingga
masyarakat secara aktif menyebarkan informasi terbentuk Tentara Pelajar sebagai lanjutan IPI
tentang kemerdekaan. Para pelajar berperan Bagian Pertahanan Semarang. Maka tebentuklah
terhadap penyebaran pamflet dan melalkukan Laskar Jembel yang diketuai oleh Sdr. Daryono
corat-coret tembok di seluruh bangunan di Wasito namun hanya bertahan sebentar karena
Semarang. Cat dan arang digunakan para pelajar beliau harus meneruskan sekolah polisinya.
untuk menuliskan kata-kata yang mampu Kemudia beliau digantikan oleh Sdr. Marwoto
membakar semangat serta menyebarkan arti sebagai komandan. Laskar Jembel ini
penting kemerdekaan. Kata-kata “Merdeka atau anggotanya terdiri dari para pelajar dan segelintir
Mati” menjadi slogan yang banyak menghiasi wong kere (penyebutan lazim gelandangan pada
tembok di seluruh gedung Semarang. Mulai masa itu) yang dilatih secara sederhana oleh para
tanggal 19 Agustus 1945 jam 1 siang, Pemerintah pejuang (Keluarga Besar ex Tentara Pelajar
Republik Indonesia untuk Daerah Semarang Semarang, 2005: 50).
mulai berlaku (Keluarga Besar ex Tentara Pelajar
Semarang, 2005: 22). Pada tanggal yang sama Pertempuran Lima Hari di Semarang
dimana keadaan kota masih ricuh para pemuda Gubernur Wongsonegoro bersama
Semarang berhasil medirikan Komite Nasional pemuda menemui Jenderal Nakamura meminta
Indonesia di Semarang. Setelah pembentukan tentara Jepang untuk menyerahkan senjata.
Komite Nasional, Pemerintah Indonesia Namun permintaan tersebut ditolak karena
memberi tugas kepada Bapak Wongsonegoro senjata tentara Jepang hanya akan di serahkan
sebagai Bupati di Semarang, R. Panji Soeroso kepada pihak Sekutu bukan dari pihak Indonesia
sebagai gubernur, Pak Socjahri walikota dan (Jongkie, 2002: 186-188). Peristiwa kaburnya
Soemarsono sebagai Kaporli (Jongkie, 2002: tawanan Jepang mengakibatkan kemarahan
180). massa. Hotel du Pavillon (Dibya Puri) di Bojong
terdapat tiga orang anggota Keimpeitai
Badan Perjuangan Masa Revolusi ditangkap, Kemudian massa membawanya ke
Kemerdekaan di Semarang alun-alun Johar untuk di bunuh. Selain itu,
Setelah Presiden Soekarno muncul provokasi bahwa persediaan air minum
memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Wungkal telah ditaburi racun oleh pihak
banyak bermunculan pembentukan badan Jepang.
perjuangan baik secara Pada tanggal 19 Agustus Mendengar berita tersebut seorang dokter
1945 telah di bentuk AMRI (Angkatan Muda bernama Dokter Karyadi dari Pusat Rumah Sakit
Republik Indonesia). Keesokan harinya tanggal Rakyat (PURUSARA) berangkat ke lokasi
20 Agustus 1945 telah didirikan BKR (Barisan tersebut untuk melakukan pengecekan. Namun
Keamanan Rakyat) yang bermarkas di gedung di tengah perjalanan beliau ditembak oleh tentara
Stikubank (yang sekarang) di daerah Mugas Jepang tepatmya di Jalan Pandanaran. Melihat
(Jongkie, 2002: 181). keadaan yang semakin tak terkendali, terjadilah
Laskar Kere yang diketuai oleh Achmadi. pertempuran antara rakyat Semarang dengan
Penyebutan “Laskar Kere” memiliki arti melarat tentara Jepang yang disebut pertempuran lima

186
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

hari di Semarang mulai 15 Oktober – 20 Oktober Menyadari kedudukan pasukan lawan sebagai
1945 (Keluarga Besar ex Tentara Pelajar pasukan tempur pasukan-pasukan pelajar
Semarang, 2005: 27). bersama dengan pasukan TKR dan laskar-laskar
Awal pertempuran pasukan Kolone Kido lainya mundur ke perimeter Jrakah, Tugu,
bergerak melalui Candi Lama telah menyerang Srondol Mranggen, dan Genuk untuk
markas TKR dan dan polisi di Jomblang dan menghadapi perkembangan lebih lanjut (Jongkie,
Bangkong, Mereka berhasil menangkap para 2002: 193).
pemuda dan disiksa lalu dibunuh. Pasukan Pertempuran lima hari di Semarang
Jepang telah menguasai Semarang Timur, Candi menjadi peristiwa paling bersejarah bagi
Lama dan Baru, Simpang Lima, dan masyarakat dan di bangun Tugu Muda sebagai
Pandanaran. Selanjutnya TKR, Polisi Istimewa, monumen untuk menghargai jasa para pejuang
dan Angkatan muda menyerbu pasukan Jepang yang telah berjuang. Pertempuran lima hari
yang berkedudukan di Pasar Johar. Gerakan menyadarkan para pemuda dan pejuang untuk
tersebut berhasil menyelamatkan beberapa orang lebih semangat melawan tentara Jepang dan
Indonesia yang menjadi tawanan Jepang di pasukan Sekutu yang mulai memasuki wilayah
Sekolah Kepandaian Putri berlokasi di Sayangan. Sema
Pada 17 Oktober 1945, Gubernur Wongsonegoro
di bawa ke penjara Bulu untuk menyaksikan Keterlibatan Gelandangan Dalam Perang
mayat-mayat tentara Jepang yang terbunuh. Kemerdekaan di Semarang
Sesuai kesepakatan Presiden RI dengan Akibat serah terima antara pihak Sekutu
Panglima Tentara 16 Jepang, Gubernur dengan Belanda yang berlangsung pada tanggal
Wongsonegoro mengumumkan kesepakatan 17 Mei 1946 menyebabkan pertempuran
untuk menyelenggarakan genjatan senjata berkobar lagi di Semarang. Sejak tanggal 25 Mei
dengan pasukan Jepang. Namun pasukan Jepang 1946 pasukan TRI dibantu oleh para badan
menghiraukannya dan menyembelih pasukan perjuangan kembali melancarkan serangan
TKR yang bertahan di Jatingaleh dan Gombel terhadap Semarang. Seluruh sektor serangan
(Keluarga Besar ex Tentara Pelajar Semarang, gerilya berlangsung setiap malam. Keadaan kota
2005: 26-30). Semarang berubah berubah begitu cepat serta
Pada 19 Oktober 1945 tepatnya pukul makin buruk dalam kehidupan ekonomi, politik,
07.45 kapal yang mengangkut militer Inggris dan sosial. Pada Pada 2 Juni 1946 Belanda telah
HMS Glenroy berlabuh di Semarang dan melancarkan aksi pembersihan dan
menurunkan pasukan brigade Inggris-India di penggeledahan yang dimulai dari kampung
bawah kepemimpinan Brigadir Bethell. Dua Suburan. Kemudian pada tanggal 3 Juni 1946
batalyon Jepang dikonsolidasikan di Hotel du Walikota Semarang Mr. Iksan ditangkap beserta
Pavillon. Setelah itu tentara Jepang melakukan anggota-anggota Balaikota. Selain itu, anggota
serangan untuk merebut pelabuhan. Pada 19 polisi RI dilucuti. NICA juga membubarkan
Oktober 1945, seluruh wilayah Semarang terasa Balai Kota dam tanggal 21 Juni 1946 NICA
kembali di bawah kedudukan Jepang (Jongkie, melangsungkan konferensi untuk membentuk
2002: 193). Balai Kota baru. Bubarnya Balai Kota lama maka
Hari keenam pertempuran tanggal 20 pemerintahan de facto RI telah berakhir. (Chusnul
Oktober 1945 di Hotel du Pavillon diadakan dkk, 1997: 42).
perundingan antara wakil pasukan Sekutu, Selama terjadi serangan dari pihak
Pemerintah RI, dan pasukan Jepang dengan Belanda peranan masyarakat untuk perjuangan
disaksikan wartawan asing. Hasil perundingan dalam menegakan Republik cukup besar. Rakyat
yaitu penghentian tembak menembak dan bekerja dengan sukarelawan menyumbangkan
permusuhan serta pasukan Jepang diminta tenaganya untuk membantu dan melayani
membebaskan orang Indonesia yang ditawan dan prajurit dalam segala kebutuhan. Bersama TRI,
tentara Jepang dikonsinyir pada markas mereka. pemuda dan pelajar tergabung di bawah

187
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

kelompok-kelompok Laskar Kere berjuang parah. Jalan-jalan dan gedung-gedung rusak


dengan gigih (Chusnul dkk, 1997: 43). Selain itu parah. Gedung-gedung yang mengalami
terdapat “wong kere” atau biasa disebut kerusakan tidak terlalu parah dimanfatkan untuk
gelandangan ikut serta dalam perjuangan markas berbagai badan kelaskaran. Gelandangan
mempertahankan Republik. Kaum jembel yang ikut serta dalam perang kemerdekaan di
tersebut di masukan dalam laskar-laskar dan masukkan ke Laskar Kere bersama para pemuda
sudah diberi latihan oleh tentara bersama para pelajar sebagai cadangan saat begerilya
pemuda pelajar. Gerakan latihan perang gerilya (Wawancara dengan Sanjoto Tanggal 14 Juni
ini dilaksanakan di daerah-daerah Jawa termasuk 2021).
Semarang. Gerakan latihan perang ini meliputi
persiapan setiap daerah, persatuan usaha, Gelandangan Pasif Pada Revolusi
penerangan ideologi atau faham perang gerilya, Kemerdekaan
dan penyerangan serta penggunaan senjata. Gelandangan pada saat revolusi tidak
Kelompok gelandangan di beri senjata sederhana semua menjadi mata-mata atau sumber informan
berupa bambu runcing sedangkan senjata hasil pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan.
rampasan pasukan Jepang di pegang oleh TRI Namun terdapat juga gelandangan yang pasif
dan tentara pelajar (Indonesia Merdeka tanggal terhadap revolusi yang mengakibatkan mereka
25 Mei 1945). termiskinkan kembali. Keadaan setelah perang
Gelandangan juga dimanfaatkan oleh kemerdekaan menimbulkan kerusakan material
tentara dan pejuang untuk menjadi mata-mata dan non material. Rakyat yang sudah miskin
dan sebagai sumber informan ke pihak Belanda menjadi termiskinkan lagi akibat perang
agar pasukan Republik mengetahui kemerdekaan karena kesulitan dalam hal
perkembangan gerak-gerik pasukan Belanda. kehidupan sosial ekonomi.
Penampilan gelandangan yang memakai baju Upaya dalam rangka menjalankan
compang-camping dan tidak terurus tidak kekuasaan di daerah yang didudukinya, Belanda
menimbulkan curiga pasukan Belanda bahwa berusaha memikat rakyat dengan memberikan
mereka ditugaskan menjadi mata-mata oleh TRI. kedudukan-kedudukan kepada siapapun yang
Terkadang dalam bergerilya TRI dan para bersedia bekerja sama dengan Belanda. Belanda
pejuang dipersilahkan untuk istirahat di rumah juga membagi-bagikan bahan pangan dan
sederhana mereka. Namun seiring berjalanya pakaian kepada rakyat dan gelandangan yang
waktu tentara Belanda mulai curiga karena termiskinkan akibat perang kemerdekaan
banyaknya gelandangan yang dimanfaatkan (Chusnul dkk, 1997: 46). Jadi gelandangan pada
sebagai informan serta mata mata. Banyak dari masa revolusi tidak semuanya serta merta
mereka sudah tertangkap oleh tentara Belanda membela Republik namun terdapat juga
(Wawancara dengan Sanjoto Tanggal 14 Juni gelandangan yang pasif dan masih menjalani
2021). kehidupanya sehari-hari di masa revolusi seperti
Suasana saat perang kemerdekaan sangat biasanya.
mencekam jika salah langkah sedikit pun para
TRI, tentara pelajar, pejuang, dan laskar-laskar SIMPULAN
bisa saja mati di tempat atau dapat Keterlibatan masyarakat dalam
membahayakan anggota yang lain. Saat para memperjuangkan kemerdekaan tidak dipandang
pejuang perang bergerilya banyak masyarakat di pada golongan apapun semua ikut berjuang
desa memberi makanan berupa “nasi nuk” atau termasuk para gelandangan yang juga tidak
nasi yang berbentuk setengah lingkaran di mempunyai bekal apapun. Namun keyakinan
bungkus daun jati atau daun pisang dengan lauk dan usaha dalam mengalahkan para tentara
sederhana. Kerusakan yang ditimbulkan akibat Sekutu dan tentara Belanda. Para gelandangan
pertempuran di daerah Semarang dan beberapa mempunyai caranya sendiri untuk ikut serta
daerah di sekitarnya mengalami kerusakan yang dalam perjuangan melawan kolonialisme yang

188
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

singgah kembali ke Indonesia khususnya kota- Ahmad, Maghfur. 2010. Strategi Kelangsungan Hidup
kota besar di Indonesia. Gelandangan yang tidak Gelandangan-Pengemis (Gepeng), dalam
mempunyai bekal apa-apa dalam Jurnal Penelitian, Fakultas Syari’ah STAIN,
Vol. 7. No. 2.
memperjuangkan kemerdekaan mereka
Ananta Toer, Pramoedya. 2002. Perburuan. Jakarta:
membantu dengan keahlianya dalam menguasai
Hasta Mitra.
setiap sudut perkotaan. Walaupun keadaan sosial Ariwiadi dan Amrin Imran. 1985. Peranan Pelajar
ekonomi kota Semarang belum stabil karena baru Dalam Perang Kemerdekaan. Jakarta: Pusat
saja merdeka dan sudah di jajah lagi oleh para Sejarah dan Tradisi Angkatan Bersenjata
serdadu. Namun semangat para pejuang Republik Indonesia.
Semarang dan gelandangan juga ikut didalamnya Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota.
tidak pernah padam walaupun saat periode Yogyakarta : Yayasan Pustaka Obor
tersebut menjadikan masa kelam bagi bangsa Indonesia.
Daliman. 2012. Pengantar Ilmu Sejarah dan
Indonesia dan bangsa Belanda sendiri karena
Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
pada masa itu banyak kekerasan dan
Hajati, Chusnul dkk. 1997. Peranan Masyarakat Desa
pertumpahan darah bagi segala etnis. di Jawa Tengah Dalam Perjuangan
Pada masa revolusi fisik tidak semua dari Kemerdekaan Tahun 1945 – 1949 : Daerah
para gelandangan ikut serta dalam membantu Kendal dan Salatiga. Jakarta: CV. Putra Sejati
para pejuang untuk melawan para musuh yang Raya.
akan merebut Kembali kemerdekaan Indonesia. Hok Gie, Soek. 2005. Di Bawah Lentera Merah
Tapi ada juga gelandangan yang lebih “Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920”.
mementingkan isi perutnya dengan menganteri Yogyakarta: PT Bentang Perkasa.
Keluarga Besar ex Tentara Pelajar Semarang. 2005.
saat Belanda membagi-bagikan bahan pangan
Perjuangan Tentara Pelajar Kompi IV
dan pakaian kepada rakyat dan gelandangan
Detasemen II Brigade XVII Wilayah Jawa
yang termiskinkan akibat perang kemerdekaan. Tengah. Jakarta: Keluarga Besar ex Tentara
Setelah masa konfrontasi fisik dalam rangka Pelajar Semarang.
mempertahankan kemerdekaan Indonesia telah Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta:
berlalu, penanganan gelandangan di Semarang PT. Tiara Wacana Yogya.
telah dilakukan dengan begitu baik. Para Utama, NJ and Atno. 2021. “The land transportation
gelandangan yang telah ditemukan dalam network in Semarang City in the early 20th
keadaan sakit akan dirawat di rumah sakit century”. Earth and Enviromental Science.
747.
pemerintah biaya gratis dengan surat
Onghokham. 1984. Gelandangan Pandangan Ilmu
rekomendasi dari Dinas Sosial. Hal tersebut
Sosial. Jakarta : LP3ES Anggota IKAPI.
menandakan bahwa pihak Pemerintah Kota Subagyo. 2013. Membangun Kesadaran Sejarah.
Semarang peduli akan nasib para gelandaganan Semarang: Widya Karya.
yang berkeliaran di sekitaran kota. Tim Departemen Sejarah Universitas Diponegoro.
2020. Riwayat Kota Lama dan Keunggulan
DAFTAR PUSTAKA sebagai Warisan Dunia. Kota Semarang: Sinar
Surat Kabar Hidoep.
“Gerakan Latihan Perang-Perangan”, Indonesia Tio, Jongkie. 2002. Kota Semarang Dalam Kenangan.
Merdeka 25 Mei 1945. Medan: Sinar Indonesia.
“Semarang ‘Policie Rol’”, Tjahaja India 7 Juli 1882.
“Semarang Kekurangan Beras”, Koran Laskar 1 Skripsi
Januari 1947. Amalia, Rizky. 2016. Kampongverbetering Dan
Perubahan Sosial Masyarakat Gemeente
Buku dan Jurnal Semarang Tahun 1906-1942. Skripsi, Fakultas
Abdullah, Taufik dkk. 2012. Indonesia Dalam Arus Ilmu Sosial. Semarang: Universitas Negeri
Sejarah 6 “Perang dan Revolusi”. Jakarta: Semarang.
Ichtiar Baru Van Hoeve.

189
Annisa Rizki Salawati & Arif Purnomo/ Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg. 179-190

Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Kota Semarang No 5 Tahun 2014
tentang Penanganan Anak Jalanan,
Gelandangan, Dan Pengemis di Kota
Semarang, pasal 1.
Narasumber
Sanjoto, Wawancara Pribadi, 14 Juni 2021, di Rumah
Pak Sanjoto Belimbing Raya.
Anggie Ardhitia, Wawancara Pribadi, 16 Juni 2021, di
Kantor Dinas Sosial Kota Semarang.

190

Anda mungkin juga menyukai