Anda di halaman 1dari 28

Jurnal Pendidikan IPS Indonesia is licensed under

A Creative Commons Attribution-Non Commercial 4.0 International License.

RELOKASI MASYARAKAT MADURA DI SINGKAWANG SEBAGAI


BAGIAN DARI PROSES RESOLUSI PASCA KONFLIK ETNISITAS
DI KABUPATEN SAMBAS
Wasis Suprapto
1)
STKIP Singkawang, Singkawang, Indonesia
E-mail: wasissoeprapto@gmail.com

Abstract.Konflik etnisitas di Kabupaten Sambas telah menciderai semangat kebhinekaan di Indonesia. Konflik telah menyebabkan
jatuhnya korban jiwa, harta benda, dan membuat salah satu pihak harus direlokasi demi meredam konflik. Upaya relokasi ini pernah
dialami oleh Etnis Madura di Kota Singkawang. Tujuan kajian ini yaitu (1) Pertimbangan dasar pemilihan Singkawang sebagai tempat
relokasi ditinjau dari sisi keamanan dan politis, (2) Potensi Singkawang ditinjau dari sisi geografis dan ekonomis. Metode penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) keamanan di Singkawang sangat terjamin karena banyak
dijumpai markas TNI. Selain itu, Singkawang adalah daerah pemekaran baru dari Kabupaten Sambas sehingga memungkinkan
terjadinya integrasi baru. (2) Tanah Singkawang sangat baik untuk kegiatan pertanian dan peternakan. Hasil petanian sangat
mendukung dalam memajukan perekonomian Singkawang. (3) Etnis Madura di Singkawang sudah mendapatkan hak-haknya sebagai
warga negara baik di bidang politik, pendidikan, dan budaya yang menjadi indikator sudah terjalinnya integrasi antar etnis di kota ini.

Keywords: Relokasi, Resolusi, dan Singkawang

menjadi babak baru sejarah persatuan di nusantara. Peristiwa


I. INTRODUCTION ini diikuti oleh ragam lapisan masyarakat tersebut berujung
pada sebuah ikrar “sumpah pemuda” yang didalamnya
Keberagaman menjadi identitas yang begitu melekat pada memuat 3 poin yaitu (1) pengakuan terhadap tumpah darah
struktur sosial masyarakat Indonesia. Sadar atau tidak bahwa yang satu tanah air Indonesia, (2) pengakuan atas bahasa
sejatinya negara ini dibangun atas dasat perbedaan. Wujud yang satu bahasa Indonesia, dan (3) pengakuan sebagai
perbedaan itu terlihat dari keragaman ras, agama, bahasa, bangsa yang satu bangsa Indonesia. Ketiga semangat ini
adat istiadat, dan kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat. menjadi semboyan sekaligus identitas khas bangsa
Kondisi masyarakat yang beragam tersebut tersebar di Indonesia. Oleh sebab itu, semua elemen masyarakat harus
berbagai penjuru negeri. Oleh sebab itu, sebagai sebuah menghargai semangat ini sebagai patokan hidup
bangsa yang berdiri di atas ragam perbedaan yang ada sudah bermasyarakat.
sepantasnya dijunjung nilai-nilai persatuan bangsa. Penghargaan atas ragam perbedaan sosial yang ada
Berbicara tentang persatuan tentu tidak dapat dilepaskan ditandai dengan adanya semboyang Bhineka Tunggal Ika.
dari fakta sejarah kemerdekaan Indonesia. Negara Indonesia Semboyan yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu
yang saat itu dijajah oleh kolonialisme asing baik Belanda jua ini seolah menjadi penegasan bahwa masyarakat
maupun Jepang terus berbenah menyiapkan segala daya dan Indonesia memang mampu hidup bersama di atas ragam
upaya untuk merdeka. Uniknya, proses kemerdekaan yang perbedaan. Situasi ini pun dibuktikan dengan masih
dilakukan di galang dengan segala kekuatan termasuk sentralnya peran pemuda pasca kemerdekaan. Peristiwa 21
melalui jalur pertempuan. Pertempuran ini sendiri dilakukan Mei 1998 atau lebih dikenal dengan reformasi semakin
oleh beragam masyarakat nusantara dari berbagai latar menegaskan integritas ragam etnis di Indonesia. realita ini
belakang sosial yang melingkupinya. Semua elemen kembali mempertegas bahwa masyarakat Indonesia sudah
masyarakat bersatu padu untuk dapat berdaulat di tanah makin dewasa menyikapi keragaman dalam bermasyarakat.
tumpahnya masing-masing. 73 tahun pasca merdeka bagaimanakah dengan semangat
Rasa persatuan sebagai sebuah entitas bangsa sebenarnya kebhinekaan di Indonesia? Sadar atau tidak ternyata semakin
baru dimulai ketika peristiwa sumpah pemuda berlangsung. bertambahnya umur semakin besar pula tantangan yang
Peristiwa yang dilaksanakan pada 28 Oktober 1928 tersebut dihadapi oleh bangsa Indonesia. Permasalahan yang cukup
menjadi catatan dalam konteks keragaman tentu tidak lepas
dari isu disintegritas. Disintegritas seolah menjadi bola panas
ditengah semangat untuk terus memupuk rasa persatuan di Uniknya, proses relokasi tersebut difokuskan di Singkawang
negeri ini. Konflik horizontal seperti anarkisme, tawuran, ternyata saat itu masih berfungsi sebagai ibukota Kabupaten
serta konflik antar etnis jadi bumbu 72 tahun kemerdekaan Sambas. Mengacu pada kenyataan ini maka dalam
Indonesia. Setiap daerah di Indonesia dapat terkena masalah pembahasan ini kajian akan berfokus pada tiga elemen dasar
ini termasuk didalamnya adalah Kalimantan. yaitu (1) Bagaimanakah sejarah terjadinya konflik etnis di
Satu diantara beberapa propinsi yang cukup punya potensi Sambas? (2) Mengapa Singkawang menjadi daerah relokasi
besar terjadinya konflik etnitas adalah Kalimantan Barat. konflik bagi Etnis Madura? (3) Bagaimana perkembangan
Data BPS tahun 2016 menyebutkan bahwa 34.94% Etnis Etnis Madura di Singkawang saat ini?
Dayak, 33.84% Melayu, 9.74 Jawa, 8.17 Tionghoa, 6.27%
Madura, 3.13% Bugis, 0.60% Batak, 0.50% Dayak, 0.33% II. METODE PENELITIAN

Banjar, dan 1.33% lainnya. kondisi ini tentu dapat Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode
memunculkan gesekan antar etnis. Gesekan itu di mulai pada dokumentasi. Metode ini akan mencari data dari suatu
periode 1962-1999 dimana telah terjadi 14 konflik etnis di variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
Kalimantan Barat. Konflik antara Dayak dan Tionghoa prasasti-prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya
terjadi 1 kali yaitu tahun 1967. Konflik antara Dayak dan (Arikunto, 2002). Mengacu pada pendapat Arikunto tersebut
Madura sebanyak 11 kali yaitu tahun 1962, 1963, 1968, terlihat bahwa semua dokumen yang didalamnya memiliki
1972, 1976, 1977, 1979, 1983, 1993, 1994, 1996-1997. informasi relavan dapat digunakan untuk mendukung kajian
Konflik antara Melayu dan Madura 2 kali yaitu tahun 1998 dari suatu penelitian. Data pendukung tersebut pada
dan 1999 (Zasco, 2011). dasarnya memiliki peranan yang besar untuk menentukan
Rentetan konflik sosial masyarakat di kalimantan barat hasil dari suatu kajian.
memperlihatkan bahwa telah terjadi disintegritas antar etnis. Data yang bersumber dari dokumentasi selanjutnya
Disintegari tersebut mengerucut pada kajian bahwa adanya dianalisis. Analisis ini dilakukan dalam bentuk deskriptif
permasalahan klasik antara penduduk asli dengan pendatang. yang didalamnya berusaha mengumpulkan dan menyusul
Konflik horizontal terjadi dibeberapa daerah di Kalimantan data kemudian dianalisis (Winarno, 1990). Analisis disini
Barat dapat dilihat dari frekuensi kejadian (FK), jumlah berupa kata-kata, gambar, serta angka meski penelitian ini
terbunuh (JNuh), jumlah terluka (Jka), rumah hancur (RH), mengadopsi pendekatan kualitatif. Meleong (2000)
bangunan publik hancur (BPH) seperti pada tabel berikut: menambahkan semua yang dikumpulkan kemungkinan
Tabel 1. Konflik Sosial Berdasarkan Wilayah menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Kondisi ini
Tempat FK JNuh Jka RH BPH terjadi karena satu dokumen dapat saling melengkapi atau
Bengkayang 19 132 168 1572 1 mendukung satu sama lainnya.
Kapuas Hulu 3 1 1 0 3
Ketapang 2 0 4 0 1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Pontianak 21 15 70 28 7
Landak 4 455 265 789 3 A. Sebab Konflik Sambas
Pontianak 8 425 63 25 2 Sebelum membahas secara detail tentang sebab konflik
Sambas 16 428 48 863 5 terlebih dulu akan dibahas tentang kategori konflik itu
Sangau 5 59 22 416 7 sendiri. Pengkategorian konflik ini perlu dilakukan agar
Jumlah 78 1515 641 3693 29 memudahkan pengkajian suatu fenomena maupun data. Pada
Sumber: UNSFIR: 2004 dasarnya konflik horizontal yang terjadi ditengah keragaman
Berdasarkan tabel 1 di atas terlihat bahwa hampir semua etnis yang ada di Indonesia di terbagi menjadi beberapa
wilayah terkena konflik horizontal. Satu diantara beberapa macam. Data dari The United Nations Support Facility for
daerah tersebut yang menarik untuk dikaji adalah Kabupaten Indonesian Recovery (UNSFIR) tahun 2005 menjelaskan
Sambas. Kemenarikan pengkajian ini tidak lepas dari bahwa secara umum konflik di Kalimantan Barat dapat
kebaruan konfliknya. Konflik di Sambas sendiri terjadi dari dikategorikan menjadi beberapa cakupan berikut:
tahun 1998 sampai 1999. Konflik ini melibatkan dua etnis Tabel 2. Kategori Konflik Sosial di Kalimantan Barat
yaitu Melayu sebagai penduduk asli Kalimantan dengan
Madura sebagai pendatang. Data dari UNSFIR tahun 2004
memperlihatkan bahwa frekuensi konflik di daerah ini
sebanyak 16 kali dengan 428 orang meninggal, 48 luka-luka,
863 rumah hancur, dan 5 bangunan umum hancur. Data ini
memberi gambaran telah terjadi konflik besar di daerah ini.
Pada perkembangannya konflik Sambas menyebabkan
Etnis Madura harus direlokasi. Proses relokasi ini dilakukan
karena memang situasi dan kondisi di Sambas sudah tidak
memungkinkan untuk ditinggali oleh orang Madura. Oleh
sebab itu, pemerintah pusat maupun daerah bertindak cepat
untuk mencari tempat tinggal baru bagi orang Madura.
Kategori Konflik FK JNuh Jka RH BPH
Hubungan
1 0 0 0 1
Industrial
Sumber Daya
6 0 15 0 8
Alam
Madura dan
Dayak 19 1098 441 2724 6
Madura dan
28 453 109 969 6
Melayu
Antar Aparatur
2 5 15 0 1
Negara
Parpol dan Faksi 5 0 8 0 2
Perkelahian antar - Sejarah kelompok yang semakin kuat
warga dan 7 1 10 0 0 bermasalah - Penghinaan etnis
kampung dan propaganda
Negara dan Sumber: Michael E Brown (Hermawan, 2007: 78-79)
9 6 43 0 9
Masyarakat Mengacu pada tabel 3 di atas terlihat bahwa penyebab konflik
Pengadilan Massa 1 1 0 0 1 dapat berangkat dari berbagai disiplin kajian. Konflik
Total 78 1564 641 3693 34 horizontal dapat terjadi karena faktor struktural, politik,
Sumber: UNSFIR: 2004 ekonomi, dan sosial budaya. Keempat faktor ini sejatinya
Selama kurun waktu 1995-2003 konflik didominasi oleh dapat diterapkan untuk mengkaji konflik di berbagai penjuru
Ethno Communal Etnis. Konflik terjadi sebanyak 78 kali dan 19 Indonesia.
diantaranya melibatkan etnis Madura dan Dayak serta 28 kasus Konflik horizontal yang terjadi di Sambas oleh Haryono
melibatkan Madura dan Melayu. & Winarno (2003, 678-687) dimotori karena kepentingan
Mengacu pada tabel 2 di atas terlihat bahwa konflik ekonomi. Konflik yang muncul dari aspek ini mencakup
horizontal terjadi karena adanya disintegrasi antar etnis. empat aspek berikut:
Fenomena ini terjadi dibanyak daerah khususnya di 1. Perebutan Sumber Daya Ekonomi Pertanian
Kabupaten Sambas. Kabupaten ini memiliki wilayah yang Program transmigrasi ternyata dapat merubah
sangat luas termasuk Sambas, Bengkang, dan Singkawang kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi pada Etnis Madura
sebelum dimerkarkan jadi Kabupaten Sambas, Kabupaten yang melakukan program transmigrasi ke Kabupaten
Bengkayang, dan Kota Singkawang. Oleh sebab itu, Sambas Kalimantan Barat. Awal mula konflik bermula
pengkajian dalam konteks ini pun dilakukan secara utuh dengan adanya klaim tanah orang Melayu oleh orang
sesuai dangan cakupan wilayah Kabupaten Sambas. Madura yang saat itu berstatus sebagai penggarap bukan
Secara komprehensif Brown dikutip oleh Hermawan pemilik. Data Pemda TK II Kabupaten Sambas (1999)
(2007: 78-79) menyatakan sebab utama terjadinya konflik menjelaskan luas tanah yang dimiliki oleh orang Madura
internal yaitu: mencapai 6.69,78 Ha. Ironisnya, sebagian besar tanah
Tabel 3. Sebab Konflik menurut Brown tersebut tidak memiliki Surat Pernyataan Tanah (SPT)
No Sebab-Sebab Umum Sebab-Sebab Pemicu dan atau Surat Keterangan Tanah (SKT)
1. Faktor Struktural Faktor Struktural Tabel 4. Luas Lahan dan Statusnya per Kecamatan
- Negara yang lemah - Negara yang sedang Kecamatan Luas Keteragangan
- Kekhawatiran tentang runtuh Selakau 297,85 Banyak yang tidak jelas
keamanan negara yang - Peribahan status haknya
lemah berimbanghan Sanggau Ledo 293,35 Jelas dan bersertifikat
- Geografi etnis kekuatan militer Sungai Raya 545,37 Banyak yang tidak jelas
- Perubahan pola- status haknya
pola demografis Jawai 888,57 Jelas dan bersertifikat
2. Faktor Politik Faktor Politik Teluk Keramat 658,79 Banyak yang tidak jelas
- Lembaga politik yang - Transisi politik status haknya
deskiminatif - Ideology eksklusif Paloh 92,29 Banyak yang tidak jelas
- Ideology nasional yang yang semakin status haknya
eksklusif berpengaruh Sambas 607,34 Jelas dan bersertifikat
- Politik antar kelompok - Persaingan antar Pemangkat 483,34 Banyak yang tidak jelas
- Politik elit kelompok yang status haknya
semakin tajam Tujuh Belas 152,11 Jelas dan bersertifikat
- Pertarungan Sejangkung 1.219,41 Tidak jelas statusnya
kepemimpinan yang Roban 7,48 Jelas dan bersertifikat
semakin tajam Pasiran 1,58 Jelas dan bersertifikat
3. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi Samalantan 700,14 Tidak jelas
- Masalah ekonomi - Masalah ekonomi Tebas 647,46 Jelas dan bersertifikat
- Sistem ekonomi yang yang semakin parah Jumlah 6.694,78
deskriminatif - Ketipangan Sumber: TK II Kabupaten Sambas 1999
- Pembangunan ekonomi ekonomi yang 2. Komoditi dalam Lapangan Usaha
dan modernisasi semakin lebar Gelombang transmigrasi yang besar disadari atau
- Pembangunan tidak ikut membawa pengaruh bagi kondisi ekonomi
ekonomi dan warga setempat. Sejak orang Madura masuk pada bisnis
modernisasi yang transportasi terjadi banyak pergolakan. Pergolakan itu
cepat ditandai dengan adanya tindakan arogansi yang
4. Faktor Sosial Budaya Faktor Sosial Budaya dilakukan oleh orang Madura. Gejela premanisme di
- Pola deskriminasi - Pola deskriminasi jalan maupun di terminal angkutan dilakukan sebagai
budaya budaya yang
bentuk intimidasi untuk mengeser dominasi orang
Melayu pada sektor ini. Situasi ini membuat orang budaya. Faktor ekonomi terlihat dari adanya perebutan
Melayu resah dan takut memasuki terminal. sumber daya ekonomi, komoditi lapangan usaha,
3. Persaingan Sektor Formal persaingan sektor formal, dan kemerosotan ekonomi
Persaingan ekonomi antara Etnis Madura dan Melayu penduduk lokal. Faktor sosial budaya terjadi karena
benar-benar terasa di Kabupaten Sambas. Persaingan adanya gelombang migrasi orang Madura, meningkatnya
tersebut pun berlanjut khususnya pada sektor informal. angka kriminalitas, dan kebiasaan menyelesaikan
Sektor ini yang dulunya dikuasai oleh orang Melayu masalah dengan kekerasan khususnya dengan
mulai bergesar kepemilikannya mulai dari (1) calo menggunakan celurit. Dua faktor ini punya keterkaitan
penumpang di terminal bus dan pelabuhan, (2) tukang Melayu satu sama lain.
ojek, (3) jasa penyebrangan sungai, (4) buruh pelabuhan, B. Mengapa Singkawang?
(5) usaha pemecah batu dan bisnis tanah urug. Situasi
Resolusi konflik jadi sebuah solusi untuk mencegah
seperti ini tentu lama-kelamaan akan menjadi bom waktu
makin meluasnya dampak yang ditimbulkan akibat
yang jika sampai meledak akan menimbulkan ekses yang
konflik itu sendiri. Rozi (2006) menjelaskan 4 tahap
luar biasa.
resolusi konflik yaitu tahap deeskalasi konfik, negosiasi,
4. Kemerosotan Ekonomi Orang Melayu
problem solving approach, dan peace building.
Filosofi kar-karkar colpe seolah menjadi motivasi
Deeskalasi menekankan penghentian kekerasan melalu
tersendiri bagi Etnis Madura dalam bekerja. Filosofi
bantuan militer. Negosiasi lebih berioentasi pada
tersebut mempunyai arti bahwa orang Madura akan
pelibatan pihak-pihak yang terlibat konflik. Problem
selaki berpikir layaknya seekor ayam yang akan terus
solving approach bertujuan mencari pokok masalah
menerus mencakar-cakar tanah untuk mencari makan
untuk kemudian diselesaikan secara damai. Peace
meskipun sulit didapatkan. Filosofi ini tercemin dari
building bersifat kultural dan struktural yang
keuleran orang Madura dalam bekerja. Beragam jenis
memerlukan waktu panjang dan konsisten untuk
pekerjaan rela mereka lakukan demi membuat hidup
mewujudkan perdamaian. Pada dasarnya keempat proses
mereka sejahtera. Orang Melayu pun mengakui keuletan
ini sudah dilakukan untuk menyelesaikan konflik
orang Madura dalam bekerja.
horizontal di Sambas. Berdasarkan hasil kajian seperti
Akar masalah pada kajian ini konflik muncul karena
pada tabel 3 di bawah ini terlihat keengganan dari orang
adanya tekanan horizontal. Tekanan ini adalah kompilasi
Melayu untuk hidup membaur dengan orang Madura.
dari tiga penyebab sebelumnya yaitu (1) masalah
Disintegrasi yang terjadi di Kabupaten Sambas tentu
penguasan tanah oleh orang Madura, (2) keberadaan
harus dicermati secara bijak. Ketidakmauan membaur
orang Madura di Sambas menimbulkan masalah
dengan orang Madura jadi sebuah sinyal yang kuat
keamanan terbukti dari adanya tindak pencurian dan
kemungkinan terulangnya konflik jika kedua etnis ini
perampokan yang meresahkan orang Melayu, (3)
dipaksakan untuk hidup bersama. Galtung (2011)
persaingan lapangan kerja di sektor transportasi yang
mengamini perlunya pendekatan resolusi konflik agar
selama ini merupakan lahan usaha orang Melayu. Ketiga
masalah serupa tidak terjadi melalui tiga pendekatan
faktor ini ternyata berimbas pada makin merosotnya
yaitu peace keeping, peace building, dan peace making.
pendapatan orang Melayu.
Peace keeping dilakukan dengan melibatkan aparat
Pendapat serupa sama juga diutarakan oleh Setiadi
keamanan atau militer. Peace building dengan
(2005: 37-40) bahwa konflik di Sambas terjadi karena
melakukan komunikasi antar pihak yang terlibat konflik.
beberapa faktor berikut:
Adapun peace making melalui proses negosiasi antara
1. Meningkatnya angka kriminalitas yang dilakukan oleh
kelompok yang berbeda pandangan dan kepentingan.
pemuda Madura dan ketidakmampuan aparat untuk
Konflik komunal di Sambas telah melalui tiga proses ini
mengatasi tindakan kriminal tersebut
dan inti dari proses ini adalah keengganan untuk kembali
2. Tekanan ekonomi yang dirasakan oleh penduduk lokal
membaur. Oleh sebab itu, tidak ada cara lain selain
karena masuknya pemilik modal besar dalam
melakukan relokasi demi menciptakan peace building.
pengelolaan produksi jeruk dan hasil laut
Sebelum mengkaji peran strategis Singkawang
3. Tekanan yang dirasakan oleh orang Melayu akibat
sebagai peace building terlebih dahulu perlu dikaji model
membanjirnya migran Madura ke Sambas sehingga
resolusi konflik yang telah dilakukan. Pada kajian ini
berakibat pada semakin menciutnya sumber ekonomi
akan dikomparasikan dua model resolusi konflik di
warga asli Sambas
Kalimantan Barat maupun di Kalimantan Tengah.
4. Munculnya stereotipe sebagai masyarakat yang
Komparasi penanganan konflik tersebut dapat diutarakan
berkarakter kasar, arogan, keras, mudah tersinggung, dan
oleh Cahyono (2014: 76) berikut ini:
mau menang sendiri. hal ini diperparah oleh kebiasaan
orang madura yang selalu membawa celurit untuk
menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan.
Mengacu pada pendapat Brown, Haryono &
Winarno, dan Setiadi dapat disimpulkan bahwa konflik
di Sambas terjadi karena faktor ekonomi dan sosial
Tabel 5. Resolusi Konflik di Kalbar dan Kalteng
Sambas (Kalimantan Barat) Sampit (Kalimantan Tengah)
Data konflik  Korban tewas 200 orang  Korban tewas 400 orang jumlah pengungsi 30.000
jumlah pengungsi 30.000  Lokasi pengungsian di Kalteng
 Lokasi pengungsian di Kalbar
1. Kondisi  Orang Madura ditolak masuk Sambas  Orang Madura sudah kembali secara bertahap
pascakonflik
2. Peran  Tahap de-eskalasi  Tahap de-eskalasi
negara Aparat keamanan terlambat Aparat keamanan terlambat mencegah
mencegah penyebaran konflik penyebaran konflik
 Tahap Intervensi kemanusiaan  Tahap Intervensi kemanusiaan
Penampungan pengungsi menjadi - Penampungan penumpang sebagian besar di
proyek provinsi Kalbar tanpa jawa timur,
melibatkan Kabupaten Sambas - Pemerintah pusat menyediakan Kapal untuk
mengangkut para pengungsi
 Tahap negosiasi politik
 Tahap negosiasi politik - Adanya dukungan nasional lewat pertemuan di
Tidak banyak peranannya kalau pun Jakarta, Jogja, Malang, dan Bangkalan
ada difasilitasi oleh Pemprov dan - Banyak yang lari ke Madura sehingga Pemda
Polda Jatim merasa keberatan
3. Peran  Kelompok pendorong resolusi  Kelompok pendorong resolusi konflik
masyarakat konflik memiliki jaringan lemah dan memaninkan peran yang menonjong, disamping
kuat dikalangan pengungsi Madura peran institusi keagaman (FPMPU) yang didukung
saja oleh Madura dan Dayak Islam
 Peran NGO: parsial dan  Peran NGO: ada kerjasama
rebutan kavling  Pengembalian pengungsi: lebih banyak di desa-desa
 Pengembalian pengungsi lebih
banyak di kota
4. Dinamika  Pascakonflik: lingkup kabupaten  Pascakonflik: lingkup propinsi
hubungan  Kekuatan politik lebih homogen: (i)  Kekuatan politik heterogen dan peran
masyarakat- membangun tembok Sambas, (ii) demang dalam menyeleksi kembalinya orang
negara Keraton tulang punggung penolak Madura
kembalinya orang Madura ke Sambas  Pemekaran wilayah membuat banyak elit yang
 Pemekaran wilayah untuk tertampung dalam struktur pemerintahan. Isu
mengakomodasi kepentingan elite pemekaran menyebabkan Dayak tidak berfokus
dan masyarakat serta pembagian menolak Madura
kekuasaan antar etnik
Sumber: Cahyono (2014: 76) akan disambut oleh markas tentara. Pemandangan
Mengacu pada tabel 5 di atas terlihat bahwa ada serupa pun akan ditemui ketika masuk di dalam
banyak perbedaan yang terjadi dalam proses resolusi kotanya. Berdasarkan hasil observasi yang telah
konflik. Perbedaan yang paling mencolok terdapat pada dilakukan oleh penulis diketahui ada beberapa markas
poin 5 yaitu tentang dinamika hubungan masyarakat dan tentara di Singkawang seperti terlihat pada tabel 6
negara. Pada poin ini terlihat ada disparitas penanganan berikut:
konflik antara Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tabel 6. Daftar Markas Tentara
Tengah. Masyarakat Melayu Sambas Kalimantan Barat No Nama Alamat
menolak masuknya kembali orang Madura. Sedangkan di 1 Rindam Jl. Pontianak Singkawang,
kalimantan Tengah orang Madura boleh masuk tapi lewat Sedau Singsel
seleksi demang. 2 Brigif 19 Jl. Veteran Roban
Singkawang memiliki potensi yang besar untuk Khatulistiwa Singkawang Tengah
dijadikan peace building. Resolusi konflik model ini dapat 3 Makodim 1202 Tarakan Singkawang
dilakukan dengan mempertimbangkan empat aspek berikut 4 Kodim 1202 Jl. S.M. Tsjafioeddin
ini: Singkawang
1. Keamanan 5 Koramil 1202- Jl. Diponegoro Singkawang
Aspek ketahanan jadi salah satu unsur utama 11 Tengah
terciptanya kehidupan masyarakat yang penuh Sumber: Hasil observasi (2017)
harmonis. Situasi ini sangat terasa jika berkunjung ke Mengacu pada tabel 6 di atas terlihat bahwa ada 8
salah satu daerah di Kalimantan Barat yaitu total jumlah markas tentara di Singkawang. Uniknya
Singkawang. Sejak pertama kali masuk di Kota ini luas wilayah Kota Singkawang lebih kecil
dibandingkan wilayah lainnya di Kalimantan Barat.
Sebenarnya banyaknya markas tentara di Singkawang Barat 17.722 3.724 2.346 42 30.403
sangat berkaitan proses resolusi konfik pasca konflik Utara 16.821 79 138 4 3.652
etnisitas di Kabupaten Sambas. Korban konflik Sambas Selatan 10.910 3.341 2.586 300 22.077
umumnya di relokasi di Pontianak yaitu GOR Total 75.986 16.862 12.470 356 78.668
Pangsuma, Gor Untan, dan Asrama Haji Pontianak dan Sumber: Singkawang dalam Angka 2007
Barak Marhaban di Singkawang. Mengacu pada tabel 7 di atas terlihat bahwa semua
Pada perkembangannya daerah yang menjadi pusat agama dapat tumbuh di Kota Singkawang. Setiap
pemukiman orang Madura bertambah. Saat relokasi pemeluk agama di kota ini hidup berdampigan dan
dilakukan orang Marhaban ditempatkan di daerah rukun satu sama lainnya. Hal ini yang menyebabkan
Marhaban Kelurahan Sedau Kecamatan Singkawang Singkawang cocok menjadi alasan tinggal semua etnis
Selatan. Selain itu ada daerah lain yang sekarang termasuk didalamnya termasuk Madura.
menjadi pusat pemukiman orang Madura yaitu di Jalan 3. Geografis
Veteran Kelurahan Roban Kecamatan Singkawang Faktor geografis akan sangat turut berimbas pada
Tengah. Dua tempat aman ditinggali oleh orang kehidupan umat manusia di diberbagai belahan dunia
Madura karena berdekatan langsung dengan Markas termasuk didalamnya Singkawang. Singkawang adalah
tentara seperti gambar berikut: kota yang ternyata memiliki potensi yang unggul.
Keunggulan tersebut dapat di lihat dari unsur-unsur
geografis wilayahnya. Satu unsur itu misalnya adalah
kondisi tanah. Tanah akan sangat berpengaruh bagi
corak kehidupan warga setiap daerah. Tanah disadari
atau tidak akan mempengaruhi kesejahteraan warga.
Data dari Singkawang dalam angka tahun 2016
diketahui bahwa jenis tanah yang ada di Kota
Singkawang adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Jenis Tanah di Singkawang Tahun 2015
Kec Jenis Tanah
Org Alu Ped Lat PMK
Selatan 1.052 11.784 2.880 2.988 3.744
Timur 2.200 3.926 10.500 0 0
Utara 500 6.165 0 0 0
Gambar 1. Brigif 19
Barat 0 904 600 0 0
Tengah 0 2.559 296 0 302
3.752 25.338 14.276 2.988 4.046
Sumber: Singkawang dalam Angka (2016: 10)
Mengacu tabel 8 di atas terlihat semua jenis tanah
tersebut memiliki dampak yang baik bagi sektor
pertanian. Pertanian di daerah ini berkembang cukup
pesat. Data Dinas Pertanian Kota Singkawang tahun
2011 misalnya menyebutkan data sebagai berikut:
Tabel 10. Produksi Sayur-Sayuran Tahun 2011
Rata-rata
Luas Luas Produk
Panen
Jenis sayur tanam Panen si
Per Ha
(Ha) (Ha) (Ton)
(Ton)
Gambar 2. Rindam Sawi 559 544 8899,7 16,36
2. Mosial masyarakatnya Lobak 47 32 182,1 5,69
Singkawang merupakan salah satu daerah Kacang
multikultural di Indonesia. Keberagaman tersebut dapat 145 92 265,2 2,88
Panjang
dilihat dari konteks agama yang dianut oleh Cabe Besar 49 24 495 20,63
penduduknya. Berdasarkan data Singkawang dalam Cabe Rawit 126 77 214,7 2,79
angka tahun 2007 didapatlah fakta sebagai berikut: Tomat 23 23 97,8 4,25
Tabel 7. Persentase Agama di Singkawang Terung 51 23 54,5 2,37
Jumlah Penduduk Beragama Ketimun 124 96 405 4,22
Kec Islam Katolik Protestan Hindu Budha Labu Siam 3 4 6,3 1,58
Kangkung 60 56 268,3 4,79
Tengah 25.941 3.384 4.657 5 18.631
Bayam 61 61 207,4 3,40
Timur 4.592 6.334 2.743 5 3.905
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Singkawang
Berdasarkan tabel 2 di atas terlihat bahwa banyak
sekali komoditas sayur yang didapatkan dari bumi Sebaran Etnis
Singkawang. Kondisi ini terlihat dari rata-rata penan Madura Tambi
tiap tahunnya. Panen terbanyak dari hasil pertanian Batak 7% 3%
adalah cabe besar yang mencapai 20,63 ton di tahun 7%
2011. Di posisi kedua ada sawi yang mencapai 16,36 Tionghoa
ton. Hal ini juga ditunjang oleh hasil sayur lain yang Jawa
30%
juga melimpah. Komoditas sayuran seperti lobak, 7%
tomat, kangkung, ketimun, bayam, dan lainnya turut Dayak
andil meramaikan hasil pertanian. 20% Melayu
4. Ekonomis 26%
Kondisi geografis akan turut berpengaruh pada
sektor ekonomi. Tanah di Singkawang umumnya
sangat baik untuk dijadikan lahan pertanian atau
perkebunan. Dalam konteks ini penulis melihat bahwa
sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang digeluti Gambar 5. Distibusi Etnis Anggota DPRD
oleh warga Singkawang khususnya oleh Etnis Madura. Singkawang tahun 2009
Hal ini dikarenakan keahlian orang Madura dulunya Konstelasi politik di ranah DPRD Singkawang pun
adalah bekerja di sektor ini. dapat dimaknai sebagai bentuk keragaman dari sisi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya Etnis Madura kepercayaan. Kota Singkawang yang juga di kenal
Singkawang ada di dua daerah yaitu di Marhaban dan sebagai kota 1000 Klenteng ini sangat kental dengan
Roban. Dua daerah ini dapat dilihat pada gambar di nuansa Tionghoa. Tionghoa di kota ini
bawah ini: direpresentasikan sebagai pemeluk agama Budha,
Melayu dan Madura pemeluk Islam, serta Dayak yang
beragama Kristen maupun Katolik. Keragaman di
Singkawang mencerminkan bahwa setiap orang
memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan.
Berbicara tentang pemerintahan tentu tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari keberadaan Etnis Madura.
Etnis yang direlokasi pasca konflik di Kabupaten
Sambas ini ternyata turut terlibat dalam bidang
pemerintahan. Tiga Anggota DPRD tahun 2009 berasal
dari Etnis Tionghoa. Hal ini berjalan lurus dengan
pemimpin di daerah multi etnis ini dimana pernah
Gambar 3. Jl Veteran Gambar 4. Jl Marhaban
Roban dipimpin oleh orang Madura. Madura pernah berjaya
pada pemilihan Calon Walikota dan Wakil Calon
Mata pencaharian dua daerah ini rata-rata sama yaitu
Walikota tahun 2012. Awang Ishak sebagai orang
menjadi sebagai seorang pertanian. Pertanian
Melayu berpasangan dengan Abdul Mutholib yang
memberikan kemakmuran tersendiri bagi para warga di
merupakan orang Madura.
sana. Aneka sayuran dihasilkan oleh warga di daerah
2. Pendidikan
ini seperti terlihat pada tabel 5 di atas.
Pendidikan adalah motor penggerak kemajuan
C. Etnis Madura saat ini
manusia era modern ini. Sadar atau tidak bahwa
1. Politik
perkembangan zaman sangat ditentukan oleh aspek
Sejak awal berdirinya kontestasi perpolitikan di
yang satu ini. Negara hebat di dunia seperti Amerika,
Singkawang sangat seru untuk disimak. Kondisi ini
Inggris, Jepang, dan Singapura meletakkan pendidikan
terjadi karena perpolitikan di Singkawang telah
sebagai pondasi utama pembangunan peradaban
mencerminkan identitas. Identitas di Kota 1000
manusianya. Hal inilah yang mendorong banyak
Klenteng ini bersifat entitas etnis. Suprapto (2017)
negara di dunia termasuk Indonesia untuk bergerak
menjelaskan anggota DPRD Kota Singkawang tahun
bersama mencerdaskan rakyatnya.
2009 beraneka ragam. Keragaman itu bersifat entis
Berbicara soal pendidikan tentu tidak dapat lepas
dimana 9 orang atau 30% Tionghoa, 8 orang atau 27%
dari produk undang- undang misalnya Pasal 31 UUD
Melayu, 6 orang atau 20% Dayak, dan 2 orang atau 7%
1945 yang mengatur soal pendidikan. Pada pasal ini
adalah Batak, Jawa, dan Madura, serta 1 orang atau 3%
dijelaskan “setiap warga negara berhak mendapatkan
Tambi seperti gambar dibawah ini
pendiidkan” seperti terdapat pada Pasal 31 ayat 1.
Pasal ini harus dimaknai secara global yaitu tidak
membedakan seseorang atas dasar ras, etnis, agama,
bahasadan latar belakang sosial yang melingkupinya.
Oleh sebab itu, etnis madura pun diberikan hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Etnis Madura di Singkawang sejatinya turut terlihat
aktif dalam ranah pendidikan. Hasil observasi yang ini mendukung untuk kegiatan pertanian, dan warga disini
dilakukan oleh penulis pada 31 April 2017 diketahui mendapatkan hak ekonomi
orang Madura Singkawang terlibat dalam usaha untuk 3. Kehidupan orang Madura di Singkawang saat ini baik.
mencerdaskan generasi muda Indonesia. Kondisi ini Hak-hak dalam bidang politik, pendidikan, dan budaya
diketahui dengan dibangunnya beberapa sekolah menjadi indikator sudah terjadinya integrasi antar etnis di
sebagai media pendidikan di Singkawang. MTs kota ini.
Makarim El Ahklaq yang terletak di Jalan Melati No.
DAFTAR PUSTAKA
22 Singkawang Tengah dan MTs Ibnu Taimiya di Jalan
Malindo Sedau Singkawang Selatan adalah bukti Arikunto,Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu
keikutsertaan etnis Madura dalam ranah pendidikan. Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Sekolah ini ternyata terbuka untuk semua orang Badan Pusat Stistik (BPS). 2016. Statistik Daerah Kota
meskipun bukan berasal dari Etnis Madura. Singkawang 2016. Singkawang
3. Budaya . 2008. Kota Singkawang dalam
Indonesia adalah salah negara yang unik. Keunikan Angka 2008. Singkawang: BPS Kota Singkawang.
tersebut terlihat dari corak keragaman masyarakatnya. Cahyono, Heru. 2004. Negara dan Masyarakat dalam
Setiap daerah di negeri ini memiliki kekhasannya Resolusi Konflik di Indonesia Daerah Konflik
masing-masing termasuk jika dikaitkan dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Jakarta :
etnisitasnya. Seperti Kota Singkawang Kalimantan Pusat Penelitian Politik LIPI.
Barat yang dihuni oleh beragam etnis. Kondisi ini tentu Haryono, Dwi.,Budi Winarno. 2003. Faktor-Faktor Struktural
mengakibatkan daerah ini memiliki khasanah budaya yang Menyebabkan Timbulnya Konflik antara Etnik
yang khas pada masing-masing etnis. Satu diantara Melayu dengan Etnik Madura di Kabupaten Sambas
beberapa etnis di Singkawang tersebut adalah Madura. Kalimantan Barat. Sosiohumanika Vol 16 No. 3,
Madura adalah etnis datangan yang ada di September 2003
Singkawang. Meskipun demikian, nyata tradisi lokal J. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja
masih terus dilestarikan hingga saat ini. Hal ini terlihat Rosdakarya; Bandung
dari masih dilaksanakannya tradisi Karapan Sapi yang Pemerintah Kota Singkawang. 2011. Database
begitu ikonik atau identik dengan etnis Madura. Setiap Singkawang2011.
tahunnya tradisi ini selalu dibuat untuk melestarikan (http://www.singkawangkota.go.id/ diakses pada hari
dan menjada kesenian tersebut dari kepunahan. Berikut 12 Maret 2019, pukul 08.00 WIB)
adalah contoh perayaan yang dilaksanakan di Rozy, Syafuan dkk. 2006. Kekerasan komunal: Anantomi dan
Singkawang resolusi Konflik di Indonesia. Jakarta: Pustaka
Pelajar
Setiadi. 2005. Korban Menjadi Korban: Perempuan Madura
Pascakonflik Sambas. Yogyakarta: (Seri Laporan No
161) PSKK UGM dan Ford Foundation) hal. 37-40
Suprapto, W. 2017. Kontestasi Etnis Di Kancah Politik. Jurnal
Sosial Humaniora, Vol. 8 No. 2
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 Tentang Hak
Asasi Untuk Mendapat Pendidikan.
UNSFIR, 2004. Indonesian Collective Violence Database
Gambar 6. Joki Anak 2004. Jakarta: United Nation Development Program.
Winarno Surakhmad. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah.
IV. KESIMPULAAN Bandung: Tarsito
Zasco, Amrazi. 2011. Esensi Nilai Pendidikan Bagi Daerah
Berdasarkan pemaparan dari kajian artikel di atas maka
Rawan konflik Kalimantan. Jurnal Pendidikan
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Sosiologi dan Humaniora Vol 2 No 2 Oktober 2011
1. Konflik horizontal di Sambas terjadi karena dua faktor
yaitu ekonomi dan sosial budaya. Faktor ekonomi terjadi
karena perebutan sumber daya ekonomi, komoditi
lapangan usaha, persaingan sektor formal, dan
kemerosotan ekonomi penduduk lokal. Faktor sosial
budaya terjadi karena gelombang migrasi orang Madura,
meningkatnya angka kriminalitas, serta kebiasaan
menyelesaikan masalah dengan kekerasan khususnya
dengan menggunakan celurit.
2. Relokasi dilakukan di Singkawang karena keamanan
warga Madura di kota ini terjamin, semua etnis dapat
hidup berdampingan satu sama lain, kondisi tanah di kota
RIVIEW JURNAL

PERBANDINGAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA DARI MASYARAKAT


MAJEMUK KE MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:Dra. Siswanti Kusumo, M.Si

Disusun Oleh
ATEP WILMANSYAH
NPM : 213503516079

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NASIONAL
2022
RIVIEW JURNAL

Judul RELOKASI MASYARAKAT MADURA DI SINGKAWANG


SEBAGAI BAGIAN DARI PROSES RESOLUSI PASCA
KONFLIK ETNISITAS DI KABUPATEN SAMBAS

Nama jurnal Jurnal Pendidikan IPS Indonesia


Volume dan Volum 3 Nomor 2 bulan September 2018 Page 33 - 40
halaman
Tahun 2018
Penulias Wasis Suprapto
Reviewer Atem Wilmansyah
Tanggal riview 10 mei 2020
Latar belakang Keberagaman menjadi identitas yang begitu melekat pada struktur
sosial masyarakat Indonesia. Sadar atau tidak bahwa sejatinya negara
ini dibangun atas dasat perbedaan. Wujud perbedaan itu terlihat dari
keragaman ras, agama, bahasa, adat istiadat, dan kondisi sosial
ekonomi suatu masyarakat. Kondisi masyarakat yang beragam
tersebut tersebar di berbagai penjuru negeri. Oleh sebab itu, sebagai
sebuah bangsa yang berdiri di atas ragam perbedaan yang ada sudah
sepantasnya dijunjung nilai-nilai persatuan bangsa Penghargaan atas
ragam perbedaan sosial yang ada ditandai dengan adanya semboyang
Bhineka Tunggal Ika. Semboyan yang memiliki arti berbeda-beda
tapi tetap satu jua ini seolah menjadi penegasan bahwa masyarakat
Indonesia memang mampu hidup bersama di atas ragam perbedaan.
Situasi ini pun dibuktikan dengan masih sentralnya peran pemuda
pasca kemerdekaan. Peristiwa 21 Mei 1998 atau lebih dikenal
dengan reformasi semakin menegaskan integritas ragam etnis di
Indonesia. realita ini kembali mempertegas bahwa masyarakat
Indonesia sudah makin dewasa menyikapi keragaman dalam
bermasyarakat.73 tahun pasca merdeka bagaimanakah dengan
semangat kebhinekaan di Indonesia? Sadar atau tidak ternyata
semakin bertambahnya umur semakin besar pula tantangan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia. Permasalahan yang cukup menjadi
catatan dalam konteks keragaman tentu tidak lepasbahwa hampir
semua wilayah terkena konflik horizontal. Satu diantara beberapa
daerah tersebut yang menarik untuk dikaji adalah Kabupaten
Sambas. Kemenarikan pengkajian ini tidak lepas dari kebaruan
konfliknya. Konflik di Sambas sendiri terjadi dari tahun 1998 sampai
1999. Konflik ini melibatkan dua etnis yaitu Melayu sebagai
penduduk asli Kalimantan dengan Madura sebagai pendatang. Data
dari UNSFIR tahun 2004 memperlihatkan bahwa frekuensi konflik di
daerah ini sebanyak 16 kali dengan 428 orang meninggal, 48 luka-
luka, 863 rumah hancur, dan 5 bangunan umum hancur. Data ini
memberi gambaran telah terjadi konflik besar di daerah ini.Pada
perkembangannya konflik Sambas menyebabkan Etnis Madura harus
direlokasi. Proses relokasi ini dilakukan karena memang situasi dan
kondisi di Sambas sudah tidak memungkinkan untuk ditinggali oleh
orang Madura. Oleh sebab itu, pemerintah pusat maupun daerah
bertindak cepat untuk mencari tempat tinggal baru bagi orang
Madura
Tujuan penelitian Untuk mengetahui peneybab dan untuk mengetahui dampak pasca
konflik etnisitas di kabupaten sambas ?
Rumusan masalah Bagaimana peneybab dan dampak pasca konflik etnisitas di
kabupaten sambas ?
Metodologi Metode penelitian deskriptif kualitatif, data yang bersumber dari
penelitan dokumentasi dan dianalisis dalam bentuk deskriftif
Hasil penelitian 1. Konflik horizontal di Sambas terjadi karena dua faktor yaitu
ekonomi dan sosial budaya. Faktor ekonomi terjadi karena
perebutan sumber daya ekonomi, komoditi lapangan usaha,
persaingan sektor formal, dan kemerosotan ekonomi penduduk
lokal. Faktor sosial budaya terjadi karena gelombang migrasi
orang Madura, meningkatnya angka kriminalitas, serta kebiasaan
menyelesaikan masalah dengan kekerasan khususnya dengan
menggunakan celurit.
2. Relokasi dilakukan di Singkawang karena keamanan warga
Madura di kota ini terjamin, semua etnis dapat hidup
berdampingan satu sama lain, kondisi tanah di kotaini
mendukung untuk kegiatan pertanian, dan warga disini
mendapatkan hak ekonomi

3. Kehidupan orang Madura di Singkawang saat ini baik.


Hak-hak dalam bidang politik, pendidikan, dan budaya
menjadi indikator sudah terjadinya integrasi antar etnis di
kota ini.
Kekurangan Kekurangan dari jurnal ini adalah terletak landasan teori yang
memperkuat argumentasi untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian sangat lemah dan unsur teori teori yang berkaitan dengan
kata kunci sangat sedikit menjadikan pondasi jurnal ini lemah
Kelebihan Kelebihan dari jurnal ini ialah pada metode dan analisis yang sangat
lengkap memaparkan data untuk mejawab rumusan masalah dalam
jurnal ini sehingga sangat koheren dan dapat sangat mudah bagi
pembaca untuk mengerti inti dari jurnal ini
HISTORIS : Jurnal Kajian, Penelitian & Pengembangan Pendidikan Sejarah
http://journal.ummat.ac.id/index.php/historis
p-ISSN 2549-7332 | e-ISSN 2614-1167
Vol. 5, No. 2, December 2020, Hal. 136-145

PERBANDINGAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA


DARI MASYARAKAT MAJEMUK KE MASYARAKAT
MULTIKULTURAL

1Saddam, 2IlmiawanMubin, 3Dian Eka Mayasari S.W.


1Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran, Universitas Muhammadiyah Mataram, Indonesia,
saddamalbimawi1@gmail.com
2,3Pendidikan Sejarah, UniversitasMuhammadiyah Mataram, Indonesia,
2awanilmi106@gmail.com, 3dianekamayasari30s@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Riwayat Artikel: Abstrak: Tujuan penulisan menyajikan konsep ke-Indonesia-an secara menyeluruh sejak sebelum
merdeka hingga setelah kemerdekaan. Mengkaji sistem sosial budaya Indonesia zaman penjajahan
Diterima : 20-11-2020 Belanda dan setelah kemerdekaan dari konsep masyarakat mejemuk dan masyarakat multikultural.
Direvisi : 24-12-2020
Penelitian ini menggunakan library research. Data dikumpulkan menggunakan dokumentasi
Disetujui : 26-12-2020
Online : 27-12-2020 berupa buku, makalah, artikel, dan jurnal relevan. Analisis data menggunakan content
Kata Kunci: analysis, untuk mendapatkan infensi valid dan dapat diteliti kembali berdasarkan konteksnya.
Perbandingan Pengecekan antar pustaka dan membaca kembali pustaka dilakukan guna menjaga keaslian dan
Sosial Budaya kesalahan hasil kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa penjajahan Belanda selalu
Majemuk diupayakan memperkuat dan membentuk lagi masyarakat Indonesia berdasarkan habituasi masing-
masing antar suku, budaya, agama, dan adat-istiadat. Belanda menggunakan potensi yang ada
Multikultural
dalam masyarakat untuk memperkuat maksud tertentu, hingga mengarahkan masyarakat Indonesia
memperkuat kemajemukan. Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat
yang hidup secara berkelompok secara terpisah berdasarkan suku, agama, ras dan kelas sosial
Keywords: dengan corak khas tertentu. Rasialis menjadi hal yang dilestarikan dalam masyarakat majemuk
Comparison secara mendasar. Masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat majemuk yang telah
Social Culture tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat, dengan banyaknya diferensiasi
Compound sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai
Multicultural kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.

Abstract: The purpose of writing presents the concept of Indonesia as a whole


from before independence until after independence. Reviewing the Indonesian
socio- cultural system during the Dutch colonial era and after
independence from the concept of a rich society and multicultural society.
This study uses library research. Data is collected using documentation in the
form of books, papers, articles, and relevant journals. Data analysis uses content
analysis, to obtain valid inferences and can be re-examined based on the context.
Checking between libraries and rereading libraries is done to maintain the
authenticity and errors of the study results. The results showed that during the
Dutch colonial period was always sought to strengthen and reshape Indonesian
society based on their respective habituation between tribes, cultures, religions,
and customs. The Dutch used the potential in society to strengthen certain
intentions, to direct the Indonesian people to strengthen diversity. Compound
society is a society that lives in groups separately based on ethnicity, religion,
race, and social class with a certain distinctive pattern. Racists are
fundamentally preserved in compound society. A multicultural society is a
condition of compound society that has been achieved a regularity and
harmony in society, with much social differentiation of the community created
a harmony, mutual respect, equality and awareness of responsibility as a
whole.

https://doi.org/10.31764/historis.vXiY.3424 This is an open access article under the CC–BY-SA license


136
——————————  ——————————
Penyadaran diri akan kehidupan sebelum dan sesudah
kemerdekaan perlu ditanamkan, agar timbul rasa ada dalam
diri sebagai bagian dari Negara-bangsa ini. Sayangnya yang
belum pernah kita sadari adalah mekanisme psikologis di
luar itu
A. LATAR
BELAKANG
Indonesia sebagai suatu bangsa yang berperadaban akan membawa kita berlarut-larut ke dalam konflik yang
memiliki sejarah yang sangat panjang. Indonesia terbangun berkepanjangan, dan sulit untuk dipecahkan. Hal ini
secara struktural dari kelompok-kelompok masyakarat yang menyebabkan kehilangan kepekaan terhadap perkembangan-
semula memilki struktur tersendiri (Ruslan, 2020). perkembangan yang dapat me- mecahkan konflik. Dengan
Persatuanpun dicanangkan dalam bentuk membela bangsa- menyadari adanya konflik-konflik sosial yang bersifat laten di
bangsa (sekarang suku bangsa) dengan prinsip kesatuan dalam masyarakat, memungkinkan masyarakat dapat mencari
sekitar wilayah yang memiliki kesamaan nasib dan faktor-faktor penyebabnya.
sepenanggungan. Hingga terbentuk suatu Negara-bangsa dari Faktor-faktor penyebab tersebut perlu dipahamkan pada
suku-suku bangsa yang majemuk. konteks yang sebenarnya, agar diketahui, dimengerti, dan
Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah ditanamkan dalam diri sebagai nilai kejuangan yang akan
menguraikan warna seperti apa, bagaimana, dan mengapa membawa semua elemen bangsa dan individu-individu dalam
perjuangan itu perlu dilakukan. Namun, dalam perjalanannya Negara ini pada perlunya mempertahankan dan mengisi
meskipun suatu Negara telah menyatakan kemerdekaan kemerdekaan Negara-bangsa ini (Noorzeha, Fil, Noorzeha, &
secara de fakto, perlu juga diakui oleh Negara lain sebagai Fil, 2020). Masyarakat majemuk dan masyarakat multikultur
negara merdeka. Hal tersebut sebagai bentuk bahwa Negara adalah dua istilah yang dicanangkan untuk memahami
tersebut telah mengakui secara hukum internasional masyarakat yang bersuku-suku, beretnis-etnis, beragam
keberadaan Negara-bangsa tersebut sebagai suatu Negara. agama, bahasa, dan tradisi dalam tatanan sosial (Suparlan,
Pertempuran yang terjadi dimasa sebelum kemerdekaan 2014). Untuk mengurai ke dalam konsep-konsep dasar bentuk
ataupun setelah kemerdekaan, telah memberi gambaran dan isi dari kemajemukan sistem sosial budaya Indonesia.
tentang konflik suatu bangsa dalam mempertahankan suku Dengan demikian, menggali kembali konsep
bangsa hingga menjadi bangsa yang besar. Peristiwa tersebut sistem sosial dan sistem budaya, dilanjutkan dengan realitas
merupakan rentetan konflik yang pernah dialami oleh bangsa struktur majemuk masyarakat Indonesia yang membawa
Indonesia, hingga tepat pada 17 Agustus 1945 Negara-bangsa bangsa ini menjadi bangsa yang multikultural. Aspek historis
ini menyatakan diri merdeka sebagai hasil perjuangan yang sangat mempengaruhi terbentuknya sistem sosial dan sistem
amat panjang. Lembaran sejarah kehidupan bangsa Indonesia- budaya Indonesia. Dengan ini konsep Negara Indonesia harus
pun tercipta dari rangkain panjang yang berpuncak pada dipahami secara total dan atau menyeluruh dari zaman pra-
proklamasi kemerdekaan. sejarah hingga pada zaman pasca kemerdekaan.
Sebelum dan sesudah itu, bangsa Indonesia mengalami Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mencari dan
pertentangan-pertentangan, yang muncul justru dari para menganalisis perbandingan sistem sosial budaya Indonesia
tokoh elit sosial poltik bangsa. Semua saling membantu untuk pada zaman penjajahan belanda dan setelah kemerdekaan.
mewujudkan Indonesia merdeka, tanpa mengedepankan Dari segi perubahan masyarakat dari masyarakat majemuk ke
hasrat keegoisan masing-masing. Namun, pasca proklamasi masyarakat multikultural,untuk menyajikan konsep ke-
kemerdekaan muncul pula peristiwa pemberonta- kan, yang Indonesia-an secara menyeluruh yang dilihat dari jaman pra-
diawali dengan pemberontakan yang satu ke pemberontakan kemerdekaan hingga pada jaman kemerdekaan, yang digali
yang lain, sebagai usaha meruntuhkan Negara Kesatuan dari konsep masyarakat mejemuk dan masyarakat
Republik Indonesia (NKRI). multikultural.
B. METODE PENELITIAN adalah catatan harian, cerita, biografi, peraturan, dan cerita
1. Metode Penelitian yang Digunakan sejarah sedangkan dokumen yang berbentuk gambar
Penelitian ini menggunakan library research. contohnya gambar hidup, foto, sketsa dan lain-lain
Digunakan untuk mengkaji, menganalisis, dan menggali (Sugiyono, 2014). Dokumentasi yaitu mencari data terkait
sumber-sumber yang berkaitan dengan data penelitian. yang berupa catatan, buku, makalah, atau artikel, jurnal dan
Dengan kata lain dikenal dengan riset pustaka. Riset sebagainya (Suharsimi, 2013).
pustaka adalah bagaimana memanfaatkan sumber Instrument penelitian yang digunakan berupa daftar
perpustakaan untuk memperoleh data penelitian (Zed, check-list klasifikasi bahan yang digunakan dalam
2014). Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya penelitian, catatan penelitian, dan skema penulisan.
hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa Instrument ini juga digunakan untuk pemetaan langkah-
memerlukan riset lapangan (Zed, 2014); (Khatibah, 2011). langkah dan alur penelitian.
Studi kepustakaan juga dapat mempelajari beberbagai buku 4. Prosedur Penelitian
referensi dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan, Library Research digunakan untuk menyusun konsep
berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai Expressive Writing yang digunakan sebagai pijakan
masalah yang akan diteliti (Mirzaqon T, 2017). Sedangkan mengembangkan langkah-langkah praktis sebagai
menurut dua ahli lain bahwa studi kepustakaan merupakan alternative pendekatan konseling. Langkah-langkah
kajian teoritis, referensi dan literatur ilmiah yang berkaitan penelitian kepustakaan yang digunakan adalah sebagai
dengan budaya, nilai dan norma yang berkembang dalam berikut:
situasi sosial yang sedang diteliti (Umanailo, Nawawi, & 1) pemilihan topik;
Pulhehe, 2018); (Sugiyono, 2013). 2) ekplorasi informasi;
Riset pustaka digunakan untuk mengkaji, menganalisis 3) menentukan fokus penelitian;
dan menggali perbandingan sistem sosial budaya Indonesia 4) pengumpulan sumber data;
pada zaman penjajahan belanda dan setelah kemerdekaan.
5) persiapan penyajian data;
Dari segi perubahan masyarakat dari masyarakat majemuk
ke masyarakat multicultural. Hal ini guna menyajikan
6) penyusunan laporan.
konsep ke-Indonesia-an secara menyeluruh yang dilihat Pemilihan Eksplorasi Menentukan
dari dan pada pra- kemerdekaan hingga pada jaman Topik Informasi Fokus Penelitian
kemerdekaan, yang digali dari konsep masyarakat mejemuk
dan masyarakat multikultural.
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang menjadi bahan dalam penelitian ini Penyusunan Persiapan Pengumpulan
Laporan Penyajian Sumber Data
adalah buku, jurnal, dan bahan kajian terkait lainnya yang
bersumber dari internet. Adapun yang menjadi sumber data
Gambar 1. Langkah-langkah
penelitian terdiri dari 15 buku, dan 20 jurnal. Penelitian Kepustakaan (Mirzaqon
3. Teknik Pengumpulan Data T, 2017).
Mengigat ini merupakan library research, maka teknik
5. Metode Analisis Data
pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan content analysis. content
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah ada.
analysis digunakan untuk mendapatkan infensi yang valid
Dokumen bisa berupa tulisan, gambar atau karya-karya
dan bisa diteliti kembali berdasarkan konetksnya
monumental dari seseorang (Al-Ghaaruty, 2010; Farida,
(Giannantonio, 2010; Krippendorff, 2010; Shelley &
2010; Rahardjo, 2010). Dokumen tulisan diantaranya
Krippendorff, 1984). Analisis dilakukan dengan dalam
proses memilih, membandingkan, menggabungkan dan
memilah berbagai pengertian hingga ditemukan yang
relavan (Mirzaqon T, 2017). Menurut Sutanto untuk
menjaga kesesuaian pengkajian atau mencegah dan
mengatasi kekelituan atau kesalahan manusiawi yang bisa
terjadi karena kekurangan penulis pustaka, maka perlu
dilakukan
pengecekan antar pustaka dan memperhatikan komentar
Multikulturalisme yaitu sebuah ideologi yang
pembimbing (Gani & Saddam, 2020; Mirzaqon &
menekankan pengharagaan dan pengakuan akan
Purwoko, 2017; Rani & Purwoko, 2012).
kesederajatan perbedaan kebudayaan dalam masyarakat.
Dengan ini, analisis yang digunakan adalah content
Kebudayaan yang mencakup para pendukung
analysis. Yakni dengan memilih, membandingkan,
kebudayaan, baik secara individual maupun kelompok,
menggabungkan dan memilah sumber pustaka tentang
dan terutama ditujukkan terhadap golongan sosial
sistem sosial-budaya Indonesia zaman penjajahan belanda
askriptif. Multikulturalisme secara
dan setelah kemerdekaan.
bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-
proses demokratisasi, pada dasarnya merupakan
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam
1. Masyarakat Majemuk-Multikultur berhadapan dengan kekuasaan dan masyarakat setempat
Masyarakat majemuk dan multikultural serta ke (Suparlan, 2004).
mana suatu Negara atau bangsa Indonesia tergolong Untuk itu, akan ditelusuri sejumlah teori sosial
merupakan suatu tema yang menarik untuk dibahas. berkenaan dengan konsep majemuk dan multikultur
Tidak tekecuali Indonesia dengan slogan “Bhinneka masyarakat. Ini guna mencari pijakan teoretis dalam
Tunggal Ika” yang melakukan counter theory terhadap hegemoni konsep
dicengkeram oleh Garuda, burung lambang NKRI. masyarakat majemuk dalam studi-studi sosial dan politik
Kehidupan sosial-budaya masyarakat yang cenderung Indonesia. Dengan ini, terlebih dahulu kita memahami
mudah diamati masyarakat dunia seperti sekarang tentang masyarakat majemuk juga masyarakat
cenderung relevan dengan pemikiran para pendiri multikultur.
republik in. Terlihat semacam modifkasi dan revitalisasi a) Masyarakat Majemuk
perkiran atas kebhinekaan dalam bentuk penghargaan
Menurut Geertz majemuk adalah masyarakat
terhadap kragaman dan perbedaan budaya.
yang terbagi-bagi ke dalam sub- sub sistem yang
Multikultulturalisme sebagai sebuah paham
kurang lebih berdiri sendiri, masing-masing sub
melahirkan masyarakat madani yang demokratis,
sistem terikat dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat
menghargai hak asasi manusia berikut
primodial (Nasikun, 2003); (Wafi, 2017).
budayanya (Wasino, 2011, 2015). Lebih lanjut
Masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang
Malinowski mengatakan bahwa semua aktivitet
hidup bekelompok-kelompok namun tinggal
kebudayaan itu berfungsi untuk memenuhi suatu
bersama dalam suatu wilayah tertentu, tetapi terpisah
rangkaian hasrat naluri dari manusia
menurut garis budaya masing- masing.
(Koentjaraningrat, 2010). Kemajemukan suatu kelompok masyarakat patut
Melihat Negara kita Indonesia memiliki beragam dilihat berdasarkan dua variabel, yakni
primodial antara denotasi majemuk dan multikultural. kemajemukan sosial dan kemajemukan budaya.
Dalam msayarakat multikultural, etnis-etnis yang Kemajemukan sosial ditentukan indikator-indikator
memiliki perbadaan setara posisinya dalam proses hidup seperti kelas, status, lembaga, ataupun power.
dan berpolitik di dalam NKRI. Sebaliknya konsepsi Kemajemukan budaya ditentukan oleh indikator-
masyarakat majemuk mengandung makna bias konsep indikator genetik-sosial (ras, etnis, suku), budaya
dominasi etnis atau ras tertentu dalam kehidupan sosial (kultur, nilai, kebiasaan), bahasa, agama, kasta,
dan politik negara Indonesia. ataupun wilayah (Saad, 1980). Suatu masyarakat
Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya majemuk adalah suatu masyarakat dengan sistem
masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang
nasional, yang biasanya dilakukan by force menjadi menjadi bagian-bagiannya adalah
sebuah bangsa dalam wadah negara sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat
(Suparlan, 2014). kurang memiliki loyalitas
terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang (sufiks) isme memiliki makna ideologi, paham atau
memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan aliran. Dengan demikian dari pemaknaan ini berarti
kurang memiliki dasar-dasar untuk saling multikulturalisme memiliki makna ideologi atau
memahami satu sama lain (Manullang, 2019; Seru, paham tentang multi budaya (Wasino, 2011).
2020; Wasino, 2011) Menurut Furnivall masyarakat Kata multikulturalisme pertama kali digunakan di
majemuk adalah suatu masyarakat di mana sistem Kanada tahun 1960-an. Perdana Menteri Kanada,
nilai yang dianut berbagai kesatuan sosial yang Pierre Trudeau, menggunakannya untuk melawan
menjadi bagian-bagiannya membuat mereka kurang konsep biculturalism (Jamrozik, 2004). Selanjutnya
memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai Furnivall mengatakan masyarakat multikultural
keseluruhan, kurang memiliki homogenitas adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau
kebudayaan atau bahkan kurang memiliki lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri tanpa ada
dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain pembauran satu sama lain di dalam suatu satu
(Nasikun, 2003). Dengan demikian, kesatuan politik (Furnivall, 2014).
masyarakat majemuk merupakan suatu
Lebih lanjut, Masyarakat multikultural adalah
masyarakat yang hidup secara berkelompok-
suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh
kelompok secara terpisah berdasarkan suku, agama,
masyarakat tersebut secara struktur memiliki sub-sub
ras dan kelas sosial dengan corak khas tertentu
kebudayaan yang bersifat deverseyang ditandai oleh
yang mencirikan masing-masing atau pada ragam
kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati
budaya dan ragam sosial. Rasialis menjadi hal yang
oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem
dilestarikan dalam masyarakat ini
nilai dari satu-kesatuan sosial, serta seringnya
secara mendasar. muncul konflik-konflik sosial (Nasikun, 2003).
Menurut Pierre L. Van den Berghe Geertz mengatakan masyarakat multikultural adalah
menyebutkan beberapa karakteristik berikut sebagai merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub
sifat-sifat dasar dari suatu masyrakat majemuk, sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-
yaitu: (1) terjadinya segmentasi ke dalam bentuk masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan
kelompok-kelompok yang seringkali memiliki sub- primordial (C. Geertz, 2010; H. Geertz, 1981).
kebudayaan yang berbeda satu sama lain; (2) Dengan demikian, masyarakat multi- kultural
memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam adalah suatu kondisi masyarakat yang majemuk yang
lembaga-lembaga yang bersifat non- komplementer; telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan
(3) kurang mengembangkan konsensus di antara para dalam masyarakat. Pada masyarakat ini, dengan
anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta
(4) secara relatif seringkali mengalami konflik- suatu keharmonisan, saling menghargai,
konflik di antara kelompok yang satu dengan yang kesederajatan dan mempunyai kesadaran
lain; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas tanggungjawab sebagai satu kesatuan. Ciri-ciri
paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam masyarakat multikultur, yaitu: (1) Terjadi
bidang ekonomi; serta (6) adanya dominasi politik segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh
oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang bermacam- macam suku, ras, agama, pendidikan,
lain (Nasikun, 2003). ekonomi, politik, bahasa dan lain-lain tapi masih
b) Masyarakat Multikultur memiliki pemisah yang biasanya pemisah itu adalah
Secara etimologis, multicultural berasal dari suatu konsep yang di
kata multikultural dan isme. Kata multicultural
memiliki makna multi atau banyak budaya.
Sementara itu tambahan
sebut primordial. (2) Memilki struktur dalam
karena dasar berpikir yang melatarbelakangi kebudayaan
lembaga yang non komplementer. (3) Konsesnsus
mereka berbda-beda, maka wujud perilaku yang tampak
rendah. (4) Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan.
dalam keseharian mereka juga tidak sama (Wasino,
(6) Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain
2013). Hal itulah yang mempengaruhi adanya
(Kusnanto, 2012). Sebab terjadinya
multibudaya dalam masyarakat dunia, termasuk
multikulturalisme, yaitu: Pertama, faktor geografis di
Indonesia.
mana faktor ini sangat mempengaruhi apa dan
a) Pra Kemerdekaan (Jaman Penjajahan Hindia-
bagaimana kebiasaan suatu masyarakat. Maka dalam
Belanda)
suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang
Pemerintahan Hindia-Belanda yang
berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam
berlangsung kurang dari 350 tahun itu bukannya
masyarakat (multikultural). Kedua, Pengaruh budaya
meniadakan kontras antara Jawa dan Luar Jawa,
asing di mana dalam hal ini mengapa budaya asing
melainkan membiarkannya demikian. Sebagaimana
menjadi penyebab terjadinya multikultural, karena
kita ketahui bersama, maka sejak abad ke-18 tekanan
masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya
dari pada perdagangan Belanda berpindah dari
asing kemungkinan akan terpengaruh mind set
daerah Maluku ke pulau Jawa (Nasikun, 2003). Sejak
mereka dan menjadikan perbedaan antara. Dan
saat itu pengawasan pemerinah Hindia- Belanda
ketiga, kondisi iklim yang berbeda, maksudnya
terhadap daerah-daerah di luar Jawa menjadi lebih
hampir sama dengan perbedaan letak geografis suatu
bersifat tidak langsung. Selanjutnya menurut Liem
daerah.
karena dilaksanakan politik ethis, yang banyak
2. Sosial Budaya Indonesia mendapatkan kesempat-an memasuki
Nasionalisme Indonesia adalah sesuatu yang pendidikan Barat adalah kebanyakan mereka yang
ditemukan, hal ini sebenarnya sudah ditegaskan oleh berasal dari golongan elite tradisional. Oleh karena
Sutan Takdir Alishjahbana yang kemudian berkembang itu apabila usahawan-usahawan pribumi banyak
dalam polemik kebudayaan. Indonesia kita bukan muncul dari daerah-daerah luar Jawa, maka kaum
semata-mata kelanjutan Sriwijaya, Majapahit, Mataram, birokrat justru lebih banyak tumbuh di pulau jawa
dan sebagainya, tetapi sesuatu yang baru ditemukan pada (Nasikun, 2003). Semua itu tetap merupakan faktor
awal abad ke-20 (Lan & Manan, 2011). Suatu sistem yang sangat mem-pengaruhi persoalan hubungan-
sosial, pada dasarnya, tidak lain adalah suatu sistem hubungan antara daerah di Indonesia sampai saat ini.
daripada tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi Berdasarkan tinjauan sejarah sebagian dari
sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang Negara-negara yang terfragmentasi secara ekstrim
tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, ditandai oleh sejarah masa lalu penaklukan oleh
melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar bangsa asing, yang diikuti oleh kolonialisme,
penilaian umum yang disepakati bersama oleh para perbudakan dan kerja paksa serta bentuk-bentuk
anggota masyarakat (Nasikun, 2003). segmentasi dan ketimpangan yang sangat terlembaga
Dengan ini, dapat dikatakan sistem sosial budaya antara kelompok-kelompok etnis atau ras. Sebagian
Indonesia merupakan tindakan-tindakan yang terbentuk dari proses pembentukan awal ini meninggalkan
dari individu-individu secara alamiah dan menjadi jejak segmentasi dan kepluralan horizontal dan
standar nilai bersama suatu masyarakat dan dari maka vertikal pada bentuk masyarakat tersebut setelahnya
proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan dengan berbagai implikasi secara sosial, budaya dan
diinterpretasikan. politik. Menurut Furnivall masyarakat Indonesia
Hal di atas sejalan dengan pendapat Wasino bahwa pada masa Hindia- Belanda adalah merupakan suatu
setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang dijadikan masyarakat yang majemuk (plural societies),
pedoman dalam perilaku. Oleh
yakni suatu masyrakat yang terdiri atas dua elemen mengatakan nasionalisme Indonesia sejati- nya tidak
atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa bisa dilepaskan dari kenyataan Indonesia merupakan
ada pembauran satu sama lain di dalam satu masyarakat yang plural dan multikultural dengan
kesatuan politik (Furnivall, 2014); (Nasikun, keanekaragaman dan kompleksitas
2003). Menurut Wasino bahwa masyarakat ini budayanya (Lan & Manan, 2011).
(Indonesia) sebagai warisan sejarah sebelum
Titik awal perubahan ini ketika Presiden
kemerdekaan, yakni sejak zaman Hindia Belanda
Abdurahman Wahid membuka sekat-sekat
(Wasino, 2015). Selanjutnya Paeni dalam Ju
hubungan multikultural yang menghormati
Lan dan Manan
perbedaan dalam orientasi budaya di
mengatakan masalah otonomi daerah di Indonesia
kalangan etnik yang ada. Sejak itu konsep
memang tak kunjung selesai mulai dari penerapan
multikulturalisme mengalami proses sosialisi dalam
otoda di masa pemerintahan Hindia pada 1906-1938
masyarakat Indonesia (Wasino, 2013). Dengan
(Lan & Manan, 2011). Struktur masyarakat
demikian, menunjukkan bahwa setelah kemerdekaan
Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat
Indonesia berada pada dua sisi kategori dalam ranah
unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan
masyarakat majemuk dan masyarakat multikultur.
adanya kesatuan-kesatuan sosial
Masyarakat Indonesia berada secara genetik- sosial
berdasarkan perbedaan-perbedaan suku- bangsa,
(ras, etnis, suku), budaya (kultur, nilai, kebiasaan),
perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan
bahasa, agama, kasta, dan
kedaerahan (Nasikun, 2003). Secara vertikal,
wilayah yang beragam. Dengan
struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya
perbandingan itu, satu sisi masyarakat
perbedaan- perbedaan vertikal antara lapisan atas
Indonesia dapat dikategorikan masyarakat majemuk
dan lapisan bawah yang cukup tajam.
melihat realita sosial yang
Dengan ini, menunjukkan bahwa sejak jaman mengarah pada terjadinya sekat-sekat dan konflik
penjajahan Hindia-Belanda dibentuk suatu secara vertikal. Sisi lain masyarakat Indonesia dapat
masyarakat tertentu dari situasi yang telah terbentuk dikategorikan masyarakat multikultural, dengan
berdasarkan habituasi masing-masing. Dalam hal ini melihat pola hidup masyarakat dengan nilai
Hindia- Belanda menggunakan potensi yang ada toleransi, gotong royong, dan hubungan sosial
dalam masyarakat untuk memperkuat golongan- masyarakat
golongan dengan maksud tertentu, yang yang terjalin baik dan secara horizontal. Lembaran
mengarahkan masyarakat Indonesia pada sifat yang sejarah kehidupan bangsa
majemuk.
Indonesia sejak sebelum dan sesudah tagal 17 agustus
b) Pasca Kemerdekaan 1945 penuh terisi dengan berbagai pertentangan.
Setelah Indonesia merdeka situasi masyarakat Melewati tahun 1945
majemuk terus berlangsung. Berakhirnya Orde Baru pertentangan-pertentangan semacam itu justru terjadi di
telah membuka kotak pandora buruknya hubungan antara tokoh-tokoh dan kelompok- kelompok sosial-
antar etnik dan antar agama. Akibatnya banyak politik yang sebelum itu oleh hasrat pengabdian mereka
terjadi konflik-konflik yang berdasarkan perbedaan kepada kepentingan bangsa telah mampu melupakan
etnik dan agama. Hal itu semakin meruncing ketika kepentingan masing-masing untuk saling bahu-membahu
kepentingan-kepentingan politik masuk (Wasino, menciptakan kemerdekaan bangsa (Nasikun, 2003).
2013). Proses reformasi politik melahirkan Konsep masyarakat majemuk untuk menamai
kesadaran baru tentang hubungan antar etnik dan keanekaragaam Indonesia berlangsung hingga Orde
agama. Lebih lanjut Ju Lan dan Manan Baru. Pemerintah mengakui konsep tersebut dan
mengemban politik asimilasi kebudayaan guna
memecahkan persoalan
etnisitas yang terjadi. Entis minoritas selalu diarahkan masyarakat. Konsep tersebut berlandaskan pada Hhineka
melakukan asimilasi budaya dengan etnis mayoritas, Tunggal Ika dan upaya mewujudkan kebudayaan
terutama terjadi pada masyarakat etnis Tionghoa nasional sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Akan
(Wasino, 2013). tetapi, dalam pelaksanaannya masih terjadi berbagai
Struktur masyarakat Nusantara atau Indonesia hambatan yang secara langsung menghalangi
sebelum kemerdekaan yang telah kita uraikan terbentuknya masyarakat multikulturalisme.
manimbulkan masalah tentang bagaimana masyarakat Terjadinya neo-Feodalisme dalam ekonomi, politik,
Indonesia memiliki kebudayaan nasional. Pluralitas dan kebudayaan di Indonesia, sehingga demokrasi pun
masyarakat Indonesia yang bersifat multi-dimensional dihayati dengan semangat nilai feodal dan peternalistik,
telah menimbulkan permasalahan bagaimana masyarakat transformasi budaya mengahasilkan involusi budaya di
Indonesia memberi bentuk integrasi nasional yang mana dualism feudal modern terus-menerus menjadi
bersifat vertikal secara horizontal, sementara sisi lain kendala proses integrasi budaya maupun nilai (H. Geertz,
stratifikasi sosial memberi bentuk integrasi nasional yang 1981); (Sutrisno & Putranto, 2005).
bersifat vertikal. Hal ini mengahdapkan Indonesia pada Masa Orde Baru dihadapkan dengan Pedoman
arah anatara masyarakat majemuk Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang
masyarakatmultikultural. Masyarakat Indonesia ditafsirkan sebagai simbol budaya yang harus dihargai.
merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman Permasalahnya ketika tafsir tersebut dijadikan
yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai indoktrinasi politik negara yang membuat pihak-pihak
keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah pendukung budaya harus mengikuti tafsiran tersebut.
mayarakat multikultural. Lebih lanjut, terjadi pengabaian akan keberadaan
Hubungan multikultur yang harmonis menjadi multikulturalisme. Tafsiran tersebut memunculkan
terganggu pada masa Kolnialisme Belanda. Penguasa anggapan perlawanan dari kelompok yang tidak
Belanda membawa budaya Barat sebagai simbol pendukung budaya tersebut. Perlawanan itu menjadi anti
dominasi (Wasino, 2013). Pada dasarnya, klimak pasca lengsernya Suharto yang berdampak pada
multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia ancaman disintegrasi bangsa. Proses menyatukan cara
merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun berpikir ke dalam Indonesia sering menimbulkan
geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi problem-problem benturan budaya.
geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap Realitas masyarakat Indonesia merupakan
pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang masyarakat yang multi etnik dengan penduduk sekitar
membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut 226 juta pada akhir Orde Baru, adalah sebuah masyarakat
terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat multikultural. Ada sekitar 300 etnis dan bahasa yang
itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan berbeda dalam hal ini kelompok "negara kepulauan
kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam. terbesar di dunia" (Wasino, 2011). Dari agama misalnya
Ada kesenjangan antara internalisasi nilai yang bahwa pada tahun 1986 99,4% dari pendudukIndonesia
belum jadi lalu lumpuh dan keterpaksaan mengunyah adalah penganut empat agama utama dunia, diantaranya
rekayasa birokrasi pemerintahan kolonial. Di Indonesia, Islam (86,9 %), Buddha (0,6%)
di satu pihak merupakan konsep kesadaran baru; dan di Hindu, (1%), Protestan (6,5%), dan Katolik (3,1%), dan
lain pihak, belum di akarkan dalam proses transformasi (Wasino, 2011). Hal ini juga multikultural dalam arti
budaya (masih berupa konsep politis) (Sutrisno & bahwa pedesaan tradisional, pesisir dan masyarakat suku
Putranto, 2005). hidup berdampingan dengan masyarakat kota
Terdapat kaitan yang erat Konsep metropolitan yang juga termasuk multikultural
multikulturalisme bagi pembentukan
yang berorientasi pada global pasca-modern atau budaya merupakan suatu masyarakat yang hidup secara berkelompok-
modern. kelompok secara terpisah berdasarkan suku, agama, ras dan
Keragaman budaya penduduk dari berbagai tempat, kelas sosial dengan corak khas tertentu yang mencirikan
banyak diakibatkan oleh migrasi, seperti migrasi antar masing-masing atau pada ragam budaya dan ragam sosial.
pulau, migrasi desa ke kota, dan migrasi pekerja asing di Rasialis menjadi hal yang dilestarikan dalam masyarakat
belakang investasi dan bantuan asing atau migrasi warga majemuk secara mendasar. Masyarakat multikultural di sini
asing telah menyebabkan semakin etnis, agama, dan dapat dikatakan kondisi masyarakat yang majemuk namun
keanekaragaman ras dan pergeseran dalam komposisi telah tercapai tatanan yang teratur dan harmonis. Pada
etnis dan agama penduduk di daerah. Heterogenitas masyarakat multikultural, dengan banyaknya perbedaan
dalam komposisi penduduk daerah-daerah ini sering secara sosial masyarakat namun tercipta suatu keharmonisan,
menyebabkan persaingan yang berujung pada konflik saling menghormati dan menghargai, kesederajatan dan
dalam bidang-bidang tertentu. Pada masa Orde Baru memiliki kesadaran tserta anggungjawab sebagai suatu
sampai menjelang reformasi telah terjadi banyak kelompok masyarakat dalam satu-kesatuan. Secara vertikal
kekerasan atas nama etnik dan agama. struktur masyarakat di Indonesia ditandai dengan adanya
Gerakan separatis bersenjata terus terjadi berlarut- perbedaan-perbedaan vertikal diantara masyarakat lapisan
larut bahkan mengancam integritas teritorial bangsa atas dan lapisan bawah yang dirasakan cukup tajam. Pada
Indonesia. Gerakan-gerakan regional dan lokal oleh jaman penjajahan Hindia-Belanda selalu diupayakan
kekuatan-kekuatan sosial tertuju pada pecahnya beberapa memperkuat dan dibentuk lagi masyarakat Indonesia
provinsi dan, sebagai berdasarkan habituasi masing-masing.
konsekuensinya, peningkatan Hindia-Belanda menggunakan potensi yang
homogenitas etnis penduduk masing-masing propinsi ada di dalam masyarakat untuk memperkuat golongan-
baru. Belakangan ini peningkatan primordial golongan dengan maksud tertentu, yang mengarahkan
provinsialisme dan perkembangan lebih lanjut bisa masyarakat Indonesia pada sifat yang majemuk.
melemahkan integrasi sosial nasional Indonesia.
Persoalan-persoalan primordialisme dan konsep UCAPAN TERIMA KASIH
multikulturalisme menjadi isu penting untuk Terimakasih kami sampaikan kepada rekan sejawat, pemilik
disebarluaskan di Indonesia. Hal ini menjadi urgen buku dan artikel yang kami gunakan sebagai referensi
mengingat pasca runtuhnya rezim otoritarianisme Orde sehingga tulisan ini selesai tepat waktu sesuai target kami.
Baru hingga menuju masyarakat demokratis yang harus
didukung oleh tatanan masyarakat yang demokratis serta REFERENSI
menghargai perbedaan paham budaya. Pemikiran Al-Ghaaruty,
ini F. (2010). Studi Dokumen Dalam Penelitian Kualitatif.
sesungguhnya merupakan wujud penguatan kembali Jurnal Sains Dan Inovasi.
pemikiran para pendiri bangsa ini menuju masyarakat Farida, I. (2010). Studi Dokumen Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal
Indonesia yang bersatu dan menghilangkan perbedaan Sains Dan Inovasi.
sosial berdasarkan warna kulit, tingkatan sosial, agama, Furnivall, J. S. (2014). Colonial policy and practice.
dan suku bangsa. Cambridge University Press.
Gani, A. A., & Saddam, S. (2020). Pembelajaran Interaktif
D. SIMPULAN DAN SARAN Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Mobile Learning di Era
Industri 4.0. CIVICUS: Pendidikan-Penelitian-Pengabdian
Perbandingan sistem sosial budaya Indonesia pada zaman Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 8(1), 36–42.
penjajahan belanda dan setelah kemerdekaan. Perbedaannya Geertz, C. (2010). The Near East in the Far East. Life among the
adalah pada penggunaan istilah masyarakat majemuk dan Anthros and Other Essays, 169–184.
masyarakat multicultural di lihat dari segi perubahan Geertz, H. (1981). Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia
masyarakat. Masyarakat majemuk (terj.). Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FS UI.
Giannantonio, C. M. (2010). Content Analysis: An Introduction to
dan R & D). Alfabeta.
Its Methodology (2nd ed.). Organizational Research Methods.
Suharsimi, A. (2013). Prosedur Penelitian, Jakarta: PT. Rineka
Jamrozik, A. (2004). The chains of colonial inheritance: searching
Cipta, 201:274.
for identity in a subservient nation. UNSW Press.
Suparlan, P. (2004). Masyarakat Majemuk, Masyarakat
Khatibah, K. (2011). Penelitian kepustakaan. Iqra’: Jurnal
Multikultural, dan Minoritas: Memperjuangakan Hak-hak
Perpustakaan Dan Informasi, 5(01), 36–
Minoritas. Makalah Dalam Workshop Yayasan Interseksi,
39.
Hak-Hak Minoritas Dalam Landscape Multikultural,
Koentjaraningrat. (2010). “Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia.” Mungkinkah Di Indonesia.
Djambatan. Suparlan, P. (2014). Menuju masyarakat Indonesia yang
Krippendorff, K. (2010). Content Analysis: An Introduction to Its multikultural. Antropologi Indonesia.
Methodology (2nd ed.). Organizational Research Methods. Sutrisno, M., & Putranto, H. (2005). Teori-teori kebudayaan.
Lan, T. J., & Manan, M. (2011). Nasionalisme dan Ketahanan Kanisius.
Budaya di Indonesia: Sebuah Tantangan. Yayasan Pustaka Umanailo, M. C. B., Nawawi, M., & Pulhehe, S. (2018). Konsumsi
Obor Indonesia. Menuju Konstruksi Masyarakat Konsumtif. Simulacra, 1(2),
Manullang, M. (2019). Misi dalam Masyarakat Majemuk. Jurnal 203–212.
Teologi Cultivation, 3(2), 49– Wafi, M. S. (2017). Islam dan Nasionalisme dalam Konstruksi
63. NKRI.
Mirzaqon, A. T., & Purwoko, B. (2017). Studi Kepustakaan Wasino. (2011). Multikulturalisme dalam Perspektif Sejarah Sosial.
Mengenai Landasan Teori Dan Praktik Konseling Expressive Seminar Multikulturalisme Dan Integrasi Bangsa Dalam
Writing Library. Jurnal BK UNESA. Pembangunan Kebudayaan Dan Pariwisata (Kementerian
Mirzaqon T, A. (2017). Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Kebudayaan Dan Pariwisata).
Teori dan Praktik Konseling Expressive Writing. Jurnal Wasino. BK (2015). Modernisasi Budaya Politik Mangkunegaran.
Unesa, 8(1). Sejarah Dan Budaya.
Nasikun. (2003). Sistem Sosial Indonesia. Wasino, W. (2013). Indonesia: from Pluralism to Multiculturalism.
RajaGrafindo Persada. Paramita: Historical Studies Journal, 23(2), 3.
Noorzeha, F., Fil, S., Noorzeha, F., & Fil, S. (2020). Zed, M. (2014). Metode peneletian kepustakaan.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Yayasan Obor Indonesia.
Rahardjo, H. M. (2010). Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif.
Rani, K., & Purwoko, B. (2012). LIBRARY RESEARCH OF THE
BASIC THEORY AND PRACTICE OF NEURO
LINGUISTIC PROGRAMMING
COUNSELING Rani. Journal Marketing.
Ruslan, I. (2020). Kontribusi Lembaga-Lembaga Keagamaan dalam
Pengembangan Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia.
Arjasa Pratama.
Saad, I. (1980). Competing identities in a plural society: The case of
peninsular Malaysia. Institute of Southeast Asian.
Seru, S. (2020). Pengembangan Apologetika Kontekstual Untuk
Memberitakan Kabar Baik Kepada Masyarakat Majemuk.
Shelley, M., & Krippendorff, K. (1984). Content Analysis: An
Introduction to its Methodology. Journal of the American
Statistical Association. https://doi.org/10.2307/2288384
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Pendidikan:(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
RIVIEW JURNAL

PERBANDINGAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA DARI MASYARAKAT

MAJEMUK KE MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:Dra. Siswanti Kusumo, M.Si

Disusun Oleh
ATEP WILMANSYAH
NPM : 213503516079

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL

2022
RIVIEW JURNAL

Judul PERBANDINGAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA


DARI MASYARAKAT MAJEMUK KE MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Nama jurnal Jurnal Kajian, Penelitian & Pengembangan Pendidikan Sejarah
Volume dan halaman Vol. 5, No. 2, December 2020, Hal. 136-145
Tahun 2020
Penulias 1Saddam, 2Ilmiawan Mubin, 3Dian Eka Mayasari S.W
Reviewer Atem Wilmansyah
Tanggal riview 10 mei 2020
Latar belakang Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah menggariskan apa
warna, bagaimana, dan mengapa perjuangan itu perlu dilakukan.
Namun dalam perjalanannya, meskipun suatu negara telah
mendeklarasikan kemerdekaannya secara de facto, namun juga harus
diakui oleh negara lain sebagai negara yang merdeka. Hal ini
merupakan bentuk bahwa Negara secara hukum telah mengakui
keberadaan Negara-bangsa sebagai sebuah Negara. Pertempuran-
pertempuran yang terjadi sebelum kemerdekaan atau sesudah
kemerdekaan, telah menggambarkan konflik suatu bangsa dalam
mempertahankan suku bangsa untuk menjadi bangsa yang besar.
Peristiwa ini merupakan rangkaian konflik yang pernah dialami oleh
bangsa Indonesia, hingga tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945
negara-bangsa ini mendeklarasikan diri sebagai hasil perjuangan
yang sangat panjang. Halaman-halaman sejarah kehidupan bangsa
Indonesia tercipta dari rangkaian panjang yang berujung pada
proklamasi kemerdekaan. Faktor-faktor penyebab tersebut perlu
dipahami dalam konteks yang sebenarnya, agar diketahui, dan
ditanamkan dalam diri mereka sebagai nilai perjuangan yang akan
membawa seluruh elemen bangsa dan individu di negeri ini untuk
perlunya menjaga dan mengisi kemerdekaan bangsa. negara-bangsa
ini Masyarakat pluralistik dan masyarakat multikultural adalah dua
istilah yang dicanangkan untuk memahami masyarakat dengan suku,
suku, berbagai agama, bahasa, dan tradisi dalam tatanan sosial
Memecah ke dalam konsep dasar bentuk dan isi pluralitas sistem
sosial budaya Indonesia.
Tujuan penelitian untuk mencari dan menganalisis perbandingan sistem sosial budaya
Indonesia pada zaman penjajahan belanda dan setelah
kemerdekaan.

Rumusan masalah Bagaimana per bandingan system social budaya Indonesia pada
zaman penjajahan belanda dan setelah kemerdekaan ?
Metodologi penelitan library research Digunakan untuk mengkaji, menganalisis, dan
menggali sumber-sumber yang berkaitan dengan data penelitian.
Dengan kata lain dikenal dengan riset pustaka. Riset pustaka adalah
bagaimana memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh
data penelitian
Hasil penelitian
Perbandingan sistem sosial budaya Indonesia pada zaman
penjajahan belanda dan setelah kemerdekaan. Perbedaannya adalah
pada penggunaan istilah masyarakat majemuk dan masyarakat
multicultural di lihat dari segi perubahan masyarakat. Masyarakat
majemuk merupakan suatu masyarakat yang hidup secara
berkelompok-kelompok secara terpisah berdasarkan suku, agama,
ras dan kelas sosial dengan corak khas tertentu yang mencirikan
masing-masing atau pada ragam budaya dan ragam sosial. Rasialis
menjadi hal yang dilestarikan dalam masyarakat majemuk secara
mendasar. Masyarakat multikultural di sini dapat dikatakan kondisi
masyarakat yang majemuk namun telah tercapai tatanan yang teratur
dan harmonis. Pada masyarakat multikultural, dengan banyaknya
perbedaan secara sosial masyarakat namun tercipta suatu
keharmonisan, saling menghormati dan menghargai, kesederajatan
dan memiliki kesadaran tserta anggungjawab sebagai suatu
kelompok masyarakat dalam satu-kesatuan. Secara vertikal struktur
masyarakat di Indonesia ditandai dengan adanya perbedaan-
perbedaan vertikal diantara masyarakat lapisan atas dan lapisan
bawah yang dirasakan cukup tajam. Pada jaman penjajahan Hindia-
Belanda selalu diupayakan memperkuat dan dibentuk lagi
masyarakat Indonesia berdasarkan habituasi masing-masing.Hindia-
Belanda menggunakan potensi yang ada di dalam masyarakat untuk
memperkuat golongan-golongan dengan maksud tertentu, yang
mengarahkan masyarakat Indonesia pada sifat yang majemuk.
Kekurangan Kekurangan dari jurnal ini adalah terletak pada metode penelitian
yaitu library research Data yang diperoleh mungkin tidak dapat
memenuhi kebutuhan penelitian karena dikumpulkan oleh orang lain
dan Sulit menilai akurasi data yang disajikan sehingga Data tidak
terlalu relevan dengan situasi saat ini.
Kelebihan Kelebihan dari jurnal ini ialah terletak pada lengkapnya komponen
landasan teori yang memperkuat argumentasi unuk menjawab
permasalahan dalam jurnal ini dan struktur komponen yang rapi
memudahkan para pembaca mengerti isi jurnal ini.

Anda mungkin juga menyukai