PENDAHULUAN
yang klasik, soal yang sudah usang. Seperti diyakini kaum modernis,
dalam dunia modern etnisitas akan hilang atau paling tidak surut diganti
1
dengan entitas sosial berbasis pada ekonomi, kelas, partai atau kelompok
halnya, mengapa kini kita membicarakan soal etnisitas. Apakah betul soal
gejolak konflik etnis begitu hebat di berbagai daerah dan Negara. Sejak
Perang Dunia Kedua usai, dunia kita diwarnai oleh konflik etnis dan
agama. Konflik antar negara sisa-sisa Perang Dunia Kedua semakin surut,
1 T. Robert Gurr 1993, Minorities at Risk , Global View of Ethnopolitical Conflict (United State of
Peace Press, 1996)
2 Pieterse, (1996)
2
munculnya radikalisme politik etnisagama sebagai bentuk perlawanan
konflik yang terjadi di Kalimantan Barat antar berbagai etnis yang ada
sejak tahun 1963 sampai 1999 telah tercatat 12 kali. Konflik antara etnis
1972, 1977, 1979, 19831989, 1996/ 1997, dan konflik antara etnis
penting untuk dibicarakan. Tentu saja bukan dengan cara pandang yang
klasik seperti itu. Kita perlu cara pandang baru untuk menjelaskannya.
Bicara etnisitas dalam dunia kita sekarang adalah bicara soal klasik namun
perlu dengan cara pandang baru. Teori modernisasi sudah usang, klasik,
3 Giddens, Anthony, Beyond Left and Right, The Future of Radical Politics, (Polity Press, 1994)
3
karena tidak bisa menjelaskan perkembangan jaman. Sehingga perlu
BAB 2
4
PEMBAHASAN
yang berskala luas dan besar. Selain konflik antara etnik-etnik yang
digolongkan asli Indonesia dengan etnis Cina yang laten terjadi, konflik
diidentifikasi. Salah satu sebab yang sering ditemukan dalam konflik antar
etnik adalah prasangka antar etnik. Konflik bisa disebabkan oleh suatu
sebab tunggal. Akan tetapi jauh lebih sering konflik terjadi karena
berbagai sebab sekaligus. Kadangkala antara sebab yang satu dengan yang
oleh adanya berbagai golongan etnis yang ada didalamnya di bawah suatu
5
negara kebangsaan5. Menurut Hildred Geertz tidak kurang dari 300
dengan baik akan menimbulkan jarak sosial, yang pada gilirannya menjadi
masalah Cina yang teramat kompleks 7. Salah satu masalah tersebut erat
amatlah besar.
(2) kondisi politik dan (3) kondisi sosial. Beberapa penyebab timbulnya
5Frederick Baarth, Kelompok Etnis dan Batasannya, terjemahan Nining L.S (1988) hal
17
6 Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta (1984) hal 39
7 Wang Gungwu Kajian Tentang Identitas Orang Cina di Indonesia dalam Perubahan
Identitas Orang Cina di Asia Tenggara. Terjemahan Ahmad. Jakarta : Grafiti Press
(1991) hal 261-264
6
jarak sosial dan konflik sosial yang terpokok ialah faktor ekonomi politik,
berbagai etnis.
lain disebabkan oleh : (1) Persaingan dalam bisnis, (2) Ekonomi, (3) Etnis,
(4) Politik dan (5) Friksi kebijakan tingkat tinggi. Sedangkan Kusnadi
faktor jarak sosial dan jarak budaya. Jarak sosial dan budaya ini timbul
karena faktor ekonomi dan politik. Solo Pos 20 Juni 1998 dan Jawa Pos 1
jarak sosial dan hubungan antar kedua etnis adalah disebabkan oleh : (1)
7
keturunan Cina lebih tinggi dari komuniti pribumi: (3) Prasangka
yang maunya untung sendiri tanpa melihat halal atau haram; (4)
sebagai faktor penyebab terjadinya jarak sosial antara etnis pribumi dan
keturunan Cina.
(1999), menyebutkan bahwa telah terjadi korban yang sangat besar bagi
Medan, Surabaya dan kota Solo tepatnya bulan Mei 1998 telah terjadi
tragedi amuk massa. Peristiwa yang dipertajam dengan isu anti Cina
8
ketidakpuasan terhadap perkembangan keadaan yang dihadapi oleh warga
segera akan sangat mudah menimbulkan masalah baru yang bahkan lebih
dalam kasus etnis keturunan Cina di kota Medan, bahwa kasus amuk
massa Mei 1998 bermula dari krisis moneter yang tidak pernah kunjung
adanya kesenjangan kaum papan atas (the haves) dengan kalangan papan
9
mengembangkan diri. Apalagi kemudian di kota-kota besar termasuk di
Berikut beberapa konflik yang ada di Indonesia dalam skala yang besar :
Terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara suku Dayak dan Madura,
yaitu peristiwa sampit (2001), dan Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan ini
dan pengungsian ribuan warga Madura, dengan jumlah korban hingga mencapai
500-an orang. Perang antar suku ini menjadi masalah sosial yang me-nasional.
Ada empat hal yang menjadi penyebab terjadinya perang suku antara suku
sangat dilarang keras dibawa ketempat umum. Orang yang membawa senjata
ancaman atau ajakan berduel. Lain halnya dengan budaya suku madura yang
10
biasa menyelipkan senjata tajam kemana-mana dan dianggap biasa ditanah
kelahirannya.
Bagi suku dayak, senjata tajam bukan untuk menciderai orang. Bila hal
ini terjadi, pelakunya harus dikenai hukuman adat pati nyawa (bila korban
cidera) dan hukum adat pemampul darah (bila korban tewas). Namun, bila
merah (Dayak Kenayan) atau Bungai jarau (Dayak Iban) akan segera
berlaku. Dan itulah yang terjadi dicerita perang antar suku Dayak-Madura.
Bagi suku Dayak, mencuri barang orang lain dalam jumlah besar adalah
tabu karena menurut mereka barang dan pemiliknya telah menyatu; ibarat
jiwa dan badan. Bila dilanggar, pemilik barang akan sakit. Bahkan, bisa
korbannya dari suku dayak. Pencurian yang dilakukan inilah yang menjadi
tanah orang dayak. Namun, persoalan timbul saat tanah tersebut diminta
Dalam hukum adat Dayak, hal ini disebut balang semaya (ingkar janji)
yang harus dibalas dengan kekerasan. Perang antar suku Dayak dan Madura
11
4) Ikrar perdamaian yang dilanggar
perdamaian. Dan lagi-lagi hal tersebutlah yang memicu perang antar suku
tersebut.8
Pada bulan februari April 1999, konflik etnis kembali terjadi di Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat, yang untuk pertama kalinya antara orang melayu
Pontianak. Berbeda dengan pengungsi akibat konflik dayak- madura pada tahun
1996/1997 yang masih bisa kembali ke tempat tinggalnya di Sambas, kali ini
mereka tidak bisa kembali dan terpaksa tinggal di berbagai tempat pengungsian9.
dan penganiayaan beberapa orang warga Melayu kampung Parit Setia terhadap
seorang warga Madura dari kampung Rambayan pada malam bulan ramadhan
1419 H. yang diduga menyelinap masuk ke rumah salah satu rumah warga Parit
Setia dengan maksud mencuri, yakni di rumah Ayyub yang meninggal dalam
perbuatannya diketahui oleh tuan rumah dan diteriaki maling, yang akhirnya
didengar dan dikejar oleh warga yang lainnya. Usaha untuk menyelinap masuk ke
rumah gagal, dan akhirnya satu orang tertangkap basah, sementara yang lainnya
12
sempat melarikan diri. Setelah diikat lalu dipukuli hingga babak
kecamatan. Dan diproses. Warga melayu ditahan atas tuduhan penganiayaan dan
warga Madura dilepaskan karena menurut Polisi tidak ada bukti pencurian.
Padahal menurut masyarakat Parit Setia dan sekitarnya, mereka sering kecurian
dan bahkan perampokkan pada malam hari. Setelah peristiwa itu, masyarakat Parit
Setia merasa terancam dengan tersebarnya isyu akan ada penyerangan warga
Madura kampung Rambaian. Warga kampung Parit Setia melalui aparat kampung
dengan harapan agar kasus pertikaian antara warga itu diselesaikan dengan baik,
apalagi sesama muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Namun upaya itu
(H. Leman) di samping itu, beliau juga ikut dalam rombongan penyerangan itu.
Maka terjadilah tragedi 1 syawal 1419 H. yang menewaskan tiga orang warga
3. Konflik Ambon
terminal Batu Merah antara Usman, pemuda Bugis yang tinggal di kawasan Islam,
Batu Merah Bawah, dan Yopie Saiya, pemuda Ambon dari kawasan Kristen,
Mardika, tanggal 19 Januari 1999, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.
13
10
Peristiwa sepele, dan dianggap biasa oleh masyarakat setempat, dalam sekejab
menimbulkan pertikaian antar kelompok agama dan suku bangsa, dan meledak
menjadi kerusuhan besar di seantero kota Ambon. Kerusuhan itu bahkan meluas
di Pulau Ambon yang semula berpenduduk 312.000 jiwa ini memakan banyak
korban jiwa. Korban pengungsi mencapai sekitar 100.000 jiwa yang lari ke luar
Ambon dan menyisakan 20.000 jiwa orang yang terpaksa tinggal di 34 lokasi
bangunan rumah ibadat, rumah tinggal dan toko yang dibakar serta diratakan
dengan tanah. Kota Ambon dan sebagian desa-desa sekitarnya tersegregasi ketat
dan terbagi dalam 2 wilayah: Islam dan Kristen. Masyarakat dan wilayah Kristen
disebut merah, dan yang Muslim disebut putih. Di kota Ambon, masyarakat hidup
pelabuhan speedboat merah dan putih, becak merah dan putih, angkot merah dan
Maluku. Bisa dikatakan, peristiwa tersebut adalah yang terbesar sekaligus awal
Maluku sejak tahun 1998. Tragedi Idul Fitri berdarah juga telah menjadi awal
letupan terjadinya perang agama antara kaum Muslimin dan kaum salibis secara
pembantaian terhadap kaum Muslimin oleh para teroris salibis yang bermula di
10 Jan S. Aritonang. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, BPK Gunung Mulia.
Hal 546
14
Ambon berlanjut sampai Maluku Utara. Salah satu peristiwa paling mengenaskan,
setelah Tragedi Idul Fitri berdarah adalah pembantaian kaum Muslimin yang
tersebut. Saking banyaknya mayat yang ada di dalam masjid, sebagian besarnya
hangus terbakar. Untuk membersihkan masjid dan mengangkat jenazah yang akan
mengangkutnya. Perang besar antara kaum Muslimin dan kaum salibis yang
berlangsung cukup lama akhirnya berakhir pada tahun 2002 melalui perjanjian
damai yang ditandatangani oleh perwakilan dari kedua belah pihak. Perjanjian
4. Konflik Papua
Jika dilihat dari sejarah, konflik di tanah papua sudah bisa di rasakan sejak
dengan Indonesia, pergolakan di Papua tidak juga surut, hal ini di sebabkan dari
15
menyeruak di sepanjang lebih dari tiga dekade bergabungnya papua dengan
transformasi dari konflik laten ke konflik manivest dan afternath conflict pada
satu sisi , dan pada sisi lainnya implementasi Otsus menjadi pemicu konflik baru
di Tanah Papua.13
5. Konflik Poso
Sulawesi Tengah yang pedesaan itu. Bagi orang kristen, 24 Desember 1998 adalah
bulan puasa Ramadhan. Ketika seorang remaja kristen dari lingkungan Muslim
Kayamanya, meletuslah huru-hara, yang terbatas hanya di kota Poso. Tak lama
kemudian tiap orang sependapat bahwa sumber masalahnya adalah alkohol, dan
masalah itu dilupakan. Tetapi pada april 2000 kekerasan yang lebih serius
Mei 2000, pasukan Kristen membantai sekitar delapan puluh orang Muslim
disebuah daerah kantong Muslim kecil yang tengah berlindung disebuah masjid
yang bernama Walisongo, tak jauh di selatan Kota Poso. Januari 2002, empat
16
bulan setelah serangan 11 September di Amerika Serikat, Poso disebut di
Newyork Times. Konflik itu telah bereskalasi dari pertikaian lokal menjadi sebuah
alasan yang bisa diterangkan, karena makin banyak orang memutuskan untuk
terlibat.14
secara langsung atau tidak. Dampak ini bukan hanya menimpa pada
14 Gerry van Klinken. Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di
Indonesia (London: Rouledge. 2007 : Hal 120)
17
1. Menimbulkan hilangnya rasa aman, masyarakat yang tinggal di
pemaksaan sepihak oleh pihak yang merasa lebih kuat, apalagi apabila di
dan beradab. Inilah yang dinamakan main hakim sendiri, yang hanya
oleh yang lebih kuat, adalah cara penyelesaian yang berangkat dari niat
untuk take a little and give a little, didasari itikat baik untuk
18
berkompromi. Musyawarah untuk mufakat, yang ditempuh dan dicapai
lewat negosiasi atau mediasi, atau lewat proses yudisial dengan merujuk
konflik, namun konflik yang tetap dapat dikontrol dan diatasi lewat
tersebut, yaitu :
pihak ketiga dalam hal ini pemerintah dan aparat penegak hukum
seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam
suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua
19
Untuk mengurangi kasus konflik etnis diperlukan suatu upaya
pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan
untuk bersatu.
b) Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun
consensus.
c) Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
atau konflik.
3) Perlunya diberikan pemahaman kepada para pihak yang terlibat konflik
untuk meniadakan stereotip dan prasangka yang ada pada kedua belah
20
mereka punyai serta menaati berbagai norma dan hukum yang berlaku di
dalam masyarakat.
4) Adanya kesediaan dari kedua belah pihak yang terlibat konflik untuk
terwujud dalam sebuah konflik fisik tidaklah mudah sehingga perlu adanya
campur tangan pihak ketiga yang memiliki kapabilitas sebagai orang atau
selaku pihak ketiga dimaksud dapat dilakukan oleh Polri sebagai juru damai
hasil yang lebih penting dari sekedar proses penegakkan hukum berupa
hal ini, Polri dapat menerapkan metode Polmas dengan melibatkan para tokoh
dari masing-masing suku bangsa Ambon dan Flores yang merupakan Patron
dari kedua belah pihak yang terlibat konflik yang tujuannya adalah agar
permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan secara arif dan bijaksana oleh,
dari dan untuk kedua sukubangsa dimaksud termasuk dalam hal menghadapi
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
yang klasik, soal yang sudah usang. Seperti diyakini kaum modernis,
dalam dunia modern etnisitas akan hilang atau paling tidak surut diganti
dengan entitas sosial berbasis pada ekonomi, kelas, partai atau kelompok
oleh adanya berbagai golongan etnis yang ada didalamnya di bawah suatu
dengan baik akan menimbulkan jarak sosial, yang pada gilirannya menjadi
16 Nasikun, Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. (1984) hal 39
22
menimbulkan pertentangan yang berupa bentrokan, perkelahian atau
(2) kondisi politik dan (3) kondisi sosial. Beberapa penyebab timbulnya
jarak sosial dan konflik sosial yang terpokok ialah faktor ekonomi politik,
Berikut beberapa konflik yang ada di Indonesia dalam skala yang besar :
bangsa, rusaknya tata kehidupan, kerugian materil yang tidak terhitung, dll.
23
a. Abitrasi
b. Mediasi
c. Konsialasi
d. Stalemate
e. Adjudication
Daftar Pustaka
Darmanik, Fritz Hotman S.2009. Sosiologi untuk SMA/MA. Klaten: Intan Pariwara
24
Gurr, T. Robert, Minorities at Risk, Global View of Ethnopolitical Conflict, United State
Giddens, Anthony, Beyond Left and Right, The Future of Radical Politics, Polity Press,
1994
Brown, Michael E., and Sumit Ganguly (Ed.), Governement Policies and Ehnic
Barth, Frederick (1988). Kelompok Etnis dan Batasannya, terjemahan Nining L.S.
Jakarta : UI Press.s
Gungwu, Wang . (1991). Kajian Tentang Identitas Orang Cina di Indonesia dalam
Perubahan Identitas Orang Cina di Asia Tenggara. Terjemahan Ahmad. Jakarta : Grafiti
Press
Lan, Thung Ju. (1999). Masalah Cina : Konflik Etnis Yang Tak Kunjung Selesai dalam
Jurnal Antropologi Sosial Budaya Tahun XXIII N0. 58 Januari-April. Jakarta : Fisipol UI.
Jakarta : LP3ES
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2000/01/03/AG/mbm.20000103 .AG
110812.id.html
[Online] http://www.gatra.com/2001-04-17/artikel.php?id=5619
Jakarta:Rineka Cipta.
Liliweri, Alo Prasangka dan Konflik, 2005. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara
25
Van Klinken, Gerry. Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2012/01/21/17494/mengenang-
syuhada-tragedi-konflik-idul-fitri-berdarah-di-ambon/#sthash.yMlJ6OzM.dpbs
Anthonius Mathius Ayorbaba, dalam Tabloid Reformata Edisi 147 Januari 2012, Jakarta:
Gerry van Klinken. Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di
26