Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1970, Nicholls, seorang dokter kerajaan Inggris, melakukan otopsi terhadap
King George II yang mengalami kematian mendadak. Ternyata penyebab kematian sang
Raja adalah efusi masif perikardium, rongga perikard dipenuhi bekuan darah, akibat
robekan dinding aorta.1 Hirs dkk (1958) pernah membuat penelusuran terhadap 505
penderita dengan gejala klinis serupa, ia memperlihatkan tingginya angka kematian serta
sulitnya menegakkan diagnosis, sehingga pasien umumnya meninggal.1 Kemajuan
modalitas pencitraan berperan sangat penting dalam mendiagnosis diseksi akut aorta secara
dini, dan kemajuan teknik terapi akhirnya mampu meningkatkan harapan hidup pasien
dengan kelainan ini.3 Pengetahuan terhadap insidensi diseksi aorta pada populasi umum
masih sangat terbatas. Beberapa studi melaporkan 2,6 hingga 3,5 kasus per 100.000
populasi tiap tahunnya. International Registry of Acute Aortic Dissection (IRAD) yang
mengevaluasi 464 pasien diseksi aorta memperlihatkan bahwa, duapertiga kasus dijumpai
pada pria dengan usia rerata 63 tahun. Ditemukan 10 hingga 20 kasus pada setiap satu juta
populasi per tahun, dengan mortalitas 36-72% dalam 48 jam setelah diagnosis ditegakkan,
dan 62-91% dalam satu minggu pertama kejadian. Angka mortalitas diseksi aorta
dilaporkan melebihi jumlah kasus robekan aneurisma aorta abdominalis.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan sumber informasi tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
diseksi aorta
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini diharapkan agar peserta pelatihan dapat :

a. Dapat menjelaskan konsep dasar Diseksi Aorta


b. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan penyakit Diseksi
Aorta
c. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Diseksi
Aorta
d. Dapat melakukan perencanaan pada pasien dengan penyakit Diseksi Aorta
e. Dapat melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan penyakit Diseksi
Aorta
f. Dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan penyakit Diseksi Aorta
g. Dapat melakukan Pendokumentasian hasil pada pasien dengan penyakit Diseksi
Aorta

A. Ruang Lingkup Penulisan


Dalam penulisan makalah ilmiah ini, penulis hanya membahas tentang konsep dasar
dan asuhan keperawatan pada kasus pasien Tn. U dengan Diseksi Aorta Standford Tipe A
Debakey I Aneurisma Arcus s/d Desendence Aorta yang dirawat di Ruang Anak GP2 lantai
3 RS Jantung Harapan Kita dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dan
pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien dari tanggal 26 Desember
2012

B. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif, dengan
cara mengumpulkan data, menganalisa data, pengambilan kesimpulan, pembuatan rencana,
pendokumentasian pelaksanaan dan evaluasi yang kemudian disajikan dalam bentuk narasi.
Adapun teknik memperoleh informasi atau data dengan mempelajari buku-buku sumber dan
internet untuk memperoleh data dasar ilmiah dan studi kasus yaitu dengan mengadakan
wawancara observasi serta melakukan perawatan langsung kepada pasien di Ruang Rawat
Inap Dewasa GP2 lantai 3 RS Jantung Harapan Kita.

C. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika Pendahuluan penulisan makalah ini, terdiri dari 5 bab, yaitu :

Bab I : Meliputi : latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan,
sistematika penulisan.
Bab II : Landasan teoritis yang meliputi : Pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinik, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, dan asuhan
keperawatan.

Bab III : Kasus pembahasan yang meliputi : pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan,

Bab IV : Penutup yang meliputi : kesimpulan dan saran.

Bab V : Daftar pustaka.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
1. Anatomi fisiologi Aorta
Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari segenap pembuluh darah cabangnya yang
berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai jaringan di tubuh untuk kebutuhan
nutrisinya. Aorta berada sebagai bagian atas dari vebtrikel, dimana diameternya sekitar 3 cm,
dan setelah naik (ascending) untuk jarak yang pendek, ia melengkung (arch) kebelakang dank e
sisi kiri, tepat pada pangkal paru kiri, kemudian turun (descending) dalam thorax pada sisi kiri
kolumna vertebralis, masuk rongga abdomen lewat hiatus diafragmatikus, dan berakhir, dimana
diameternya mulai berkurang (1,75 cm), setingkat dengan vertebra lumbalis ke IV, ia bercabang
menjadi arteri iliaca comunis dekstra dan sinistra. Dari uraian diatas maka aorta dapat
dipisahkan menjadi beberapa bagian: aorta ascenden, arcus aorta, dan aorta descenden yang
dibagi lagi menjadi aorta thoracica dan aorta abdominalis. Panjangnya sekitar 5 cm, menyusun
bagian atas dari basis ventrikel kiri, setinggi batas bawah kartilago kosta ke III dibelakang kiri
pertengahan sternum; ia melintas keatas secara oblik, kedepan, dan kekanan, searah aksis
jantung, setinggi batas atas dari kartilago kosta ke II. Pada pangkal asalnya, berlawanan dengan
segmen valvula aortikus, terdapat tiga dilatasi kecil disebut sinus aortikus. Saat pertemuan aorta
ascenden dengan arcus aorta caliber pembuluh darah meingkat, karena bulging dinding
kanannya. Segmen dilatasi ini disebut bulbus aortikus, dan pada potongan transversal
menunjukkan bentuk yang oval. Aorta ascenden terdapat dalam pericardium. Batas-batas aorta
ascenden dilindungi oleh trunkus arteria pulmonalis dan aurikula dekstra, dan, lebih tinggi lagi,
terpisah dari sternum oleh pericardium, pleura kanan, margo anterior dari pulmo dekstra,
jaringan ikat longgar, dan sisa dari jaringan timus; di posterior ia bersandar pada atrium sinistra
dan arteri pulmonary dekstra. Pada sisi kanan, ia berdekatan dengan vena cava superior dan
atrium dekstra; pada sisi kiri dengan arteri pulmonary. Cabang-cabang satu-satunya cabang dari
aorta ascenden adalah arteria coronaria yang mensuplai jantung; muncul dekat commencement
aorta tepat diatas pangkal valvula semilunaris. Arcus Aorta dimulai setinggi batas atas artikulasi
sternokostalis ke II pada sisi kanannya, dan berjalan keatas, kebelakang, dank e kiri di depan
trachea; kemudian mengarah ke belakang pada sisi kiri trachea dan akhirnya turun lewat sisi kiri
tubuh pada setinggi vertebra thoracic ke IV, pada batas bawahnya dan kemudian berlanjut
menjadi aorta descenden. Sehingga terbentuk dua kurvatura: satu dimana ia melengkung
keatas, yang kedua dimana ia melengkung kedepan dan kekiri. Batas atasnya kira-kira 2,5 cm
dibawah batas superior manubrium sterni. Batas-batas arcus aorta dilindungi oleh pleura di
anterior dan margo anterior dari pulmo; dan dengan sisa dari timus. Saat pembuluh melinta ke
belakang sisi kirinya bersentuhan dengan pulmo sinistra dan pleura. Melintas ke bawah pada sisi
kiri bagian tersebut pada arcus terdapat 4 nervus: nervus phrenicus sinistra, cardiacus superior
cabang nervus vagus sinistra, cabang nervus cardiacus superior dari trunkus simpatikus sinistra,
dan trunkus vagus sinistra. Saat nervus terakhir tadi melintasi arcus ia memberikan cabang
recurrent, yang melingkar dibawah pembuluh dan melintas keatas pada sisi kanan. Vena
intercostalis melintas oblik keatas dan kedepan pada sisi kiri arcus, diantara nervus phrenicus
dan vagus. Pada sisi kanan terdapat plexus cardiacus profunda, nervus recurrent sinistra,
esophagus, dan ductus thoracicus; trachea berada dibelakang kanan dari pembuluh. Diatas
adalah arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan arteri subclavia sinistra, yang mncul dari
lengkungan arcus dan bersilangan berdekatan di pangkalnya dengan vena innominata sinistra.
Dibawah adalah bifurkasio arteri pulmonalis, bronchus sinistra, ligamentum arteriosum, bagian
superfisial dari pleksus cardiacus, dan nervus recurrent sinistra. Ligamentum arteriosum
menghubungkan arteri pulmonary sinistra dengan arcus aorta. Diantara awal arteri subclavia
dan perlekatan ductus arteriosus, lumen aorta bayi sedikit menyempit, membentuk bangunan
yang disebut sebagai isthmus aorticus, yang pada saat diatas ductus arteriosus pembuluh
membentuk dilatasi yang disebut aortic spindle. Cabang-cabang arcus aorta mempercabangkan
3 buah pembuluh darah: arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan subclavia sinistra. Aorta
desenden dibagi menjadi dua bagian, thoracica dan abdominalis, saat melewati dua rongga
besar tubuh. Aorta thoracalis terdapat dalam cavum mediatinum posterior. Dimulai pada batas
bawah dari vertebra thoracic ke IV dimana ia merupakan lanjutan dari arcus aorta, dan berakhir
di depan batas bawah dari vertebra thoracic ke XII pada hiatus aorticus diafragma. Dalam
perjalanannya ia terdapat di sisi kiri kolumna vertebralis; ia mendekati garis tengah saat turun;
dan, saat terminasinya berada tepat didepan kolumna vertebralis. Batas-batas anterior, dari atas
kebawah, berbatasan dengan pangkal pulmo sinistra, pericardium, esophagus, dan diafragma;
posterior, dengan kolumna vertebralis dan vena hemiazigos; sisi kanan, dengan vena azigos dan
ductus thoracicus; sisi kiri, dengan pleurae dan pulmo sinistra. Cabang pericardial terdiri dari
beberapa pembuluh kecil yang terdistribusi pada permukaan posterior pericardium.
Arteri brochialis bervariasi jumlah, ukuran, dan asalnya. Terdapat aturan baku bahwa hanya satu
arteri bronchialis dekstra yang berasal dari aorta intercostalis pertama, atau dari arteri
bronchialis sinistra superior. Arteri bronchialis sinistra terdapat dua buah, dan berasal dari aorta
thoracalis. Bagian superior arteri bronchialis sinistra muncul berlawanan dengan vertebra
thoracic ke V, bagian inferior terdapat tepat dibawah bronchus sinistra. Tiap-tiap pembuluh
berjalan di bagian belakang masing-masing bronchus, bercabang disepanjang tube bronchus,
memvaskularisasinya. Juga pada jaringan jaringan longgar pulmo, limfonodi bronchialis, dan
esophagus. Arteri esophageal terdapat empat atau lima jumlahnya, berasal dari bagian depan
aorta, dan turun oblik kebawah menuju esophagus, membentuk rantai anastomosis disepanjang
tube, beranastomosis juga dibagian atas dengan cabang esophageal dari arteri thyroidea inferior
dan dibagian bawah dengan arteri phrenica inferior sinistra dan arteri gastrica inferior. Cabang
mediastinal adalah sejumlah pembuluh kecil yang mensuplai kelenjar limfe dan jaringan ikat
longgar pada mediatinumk posterior. Arteri intercostalis terdapat sembilan pasang arteri
intercostalis aorta. Mereka berasal dari bagian belakang aorta, arteri intercostalis dekstra lebih
panjang dibanding yang sinistra sesuai dengan posisi aorta yang disebelah kiri vertebra. Tiap
arteri dibagi menjadi ramus anterior dan posterior. Ramus anterior tiap pembuluhnya ditemani
dengan vena dan nervus, yang pertama terdapat diatas dan yang terakhir terdapat di bawah
arteri. Kecuali pada bagian atas dimana nervus terdapat diatas arteri. Arteri intercostalis aorta
yang pertama beranastomosis dengan cabang intercostal dari truncus costocervicalis. Dua arteri
intercostalis bagian bawah berlanjut ke anterior dari spatium intercostalis ke dinding abdomen,
serta beranastomosis dengan arteri subcostalis, epigastrica superior, dan lumbalis. Cabang
intercostalis collaterale berasal dari arteri intercostalis dengan sudut costae, dan turun ke batas
atas costae dibawahnya. Ia juga beranastomosis dengan cabang intercostal dari arteri
mammaria interna. Cabang muscularis memvaskularisasi m. Intercostalis, Pectoralis, dan
Serratus anterior. Cabang cutaneus lateralis menemani cabang cutaneus lateralis dari nervus
thoracicus. Ramus posterior berjalan kebelakang pada ruangan yang dibatasi bagian atas dan
bawah oleh leher dan costae, medial oleh corpus vertebrae, lateral oleh ligtamentum
costotransversalis anterior. Ia memberi cabang spinalis yang ,masuk kedalam canalis vertebralis
lewat foramen intervertebralis dan mensuplai medulla spinalis beserta membrannya dan
vertebra. Kemudian perjalanannya berlanjut melewati processus transversus bersama dengan
divisi posterior nervus thoracicus mensuplai otot punggung dan cabang cutaneus mensuplai
kulit punggung. Arteri subcostalis diberi nama demikian karena ia berada dibawah costae
terakhir. Menyusun pasangan terbawah cabang yang berasal dari aorta thoracica serta susunan
terakhir dari arteri intercostalis. Masing-masingnya melintasi batas bawah dari costae ke XII
dibelakang ginjal dan didepan m. Quadratus lumborum, ditemani dengan nervus thoracicus ke
XII, kemudian bergabung dengan aponeurosis posterior dari m. Transversus abdominis, dan
melintas didepan otot tersebut dan m. Obliquus internus, beranastomosis dengan arteri
epigastrica superior, intercostalis inferior, dan lumbalis. Tiap arteri subcostalis memberi cabang
posterior yang mirip distribusinya dengan ramus posterior arteri intercostalis. Cabang phrenicus
superior merupakan pembuluh kecil yang berasal dari bagian bawah aorta thoracica;
terdistribusi ke bagian posterior dari permukaan atas diafragma, dan beranastomosis dengan
arteri musculophrenicus dan pericardiophrenicus. Aorta abdominalis dimulai pada hiatus
aortikus diafragma, didepan batas bawah dari korpus vertebrae thoracic terakhir, dan, turun
didepan kolumna vertebralis, berakhir pada korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit kekiri dari
garis tengah tubuh, kemudian terbagi menjadi dua arteri iliaca comunis. Aorta semakin
berkurang ukurannya dengan semakin banyak ia mempercabangkan pembuluh darah.

2. Penjelasan Diseksi Aorta


Sindroma aortik akut (acute aortic syndrome) merupakan terminologi klinis yang terdiri
dari diseksi aorta, perdarahan intramural (intramural hematoma/ IMH), dan ulkus aortik
simptomatis. Secara umum diseksi aorta ditandai oleh robekan lapisan intimal dinding
aorta yang diawali oleh suatu proses degenerasi, atau disertai nekrosis kistik dari lapisan
tunika media. Darah akan mengalir melalui robekan yang memisahkan lapisan intima
dengan lapisan media atau lapisan andventisia, yang kemudian membentuk ruang palsu
(false lumen). Diseksi aorta akan membentuk sirkulasi antegrad maupun retrograd
melalui celah robekan intima tersebut, kadang melibatkan cabang-cabang utama dan
menyebabkan beberapa komplikasi berupa sindroma malperfusi, tamponade atau
regurgitasi katup aorta. Setiap mekanisme yang menyebabkan kelemahan pada lapisan
media dinding aorta yang diikuti dengan peningkatan wall stress akan menyebabkan
dilatasi aneurismatik dan selanjutnya dapat terjadi pendarahan intramural, diseksi aorta
hingga rupture dinding aorta, faktor risikonya adalah hipertensi yang sejak 20 tahun
diderita, dan tidak terkontrol dengan baik.

Klasifikasi sindroma aortik akut Klasifikasi Stanford membagi diseksi aorta ke dalam dua
tipe yaitu:
tipe A - disekan meliputi aorta ascenden dan desenden,
tipe B - disekan hanya terjadi di aorta desenden.

Klasifikasi DeBakey membagi diseksi aorta menjadi tiga tipe, yaitu:


tipe I – disekan melibatkan seluruh bagian aorta,
tipe II – disekan hanya melibatkan aorta ascenden,
tipe III – disekan hanya melibatkan aorta descenden.

Beberapa penelitian terkini menunjukkan bahwa perdarahan intramural, hematoma


intramural dan ulkus aortic merupakan tanda-tanda yang menyertai suatu proses disekan.
Klasifikasi terkini membagi diseksi aorta kedalam lima tipe. Berbagai jenis klasifikasi ini
dilukiskan dalam gambar dibawah ini :
Diseksi aorta akut tipe B klasifikasi Stanford memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah
dibanding tipe A. Pasien dengan diseksi aorta tipe B tanpa komplikasi, angka mortalitasnya
10% dalam 30 hari. Pasien yang mengalami komplikasi iskemik pada organ ginjal atau
visceral hingga ruptur, seringkali memerlukan tindakan surgikal, sehingga mortalitas naik
hingga 20% dalam 2 hari dan 25% dalam 30 hari. Demikian halnya pada diseksi aorta tipe
faktor usia lanjut, ruptur, syok dan gangguan perfusi organ, merupakan prediktor independen
utama terhadap terjadinya kematian dini. Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 2 •
Maret 2007 149

B. ETIOLOGI
1. Tekanan darah
Banyak pasien diseksi aorta yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darah cukup
bervariasi untuk pada presentasi dengan diseksi aorta aktif, dan cenderung lebih tinggi
pada individu dengan diseksi aorta distal. Pada paien dengan diseksi aorta proksimal,
36% hadir dengan diseksi aorta hipertensi, sedangkan 25% dengan diseksi oarta
hipotensi. Orang-orang yang ditemukan pada pembedahan aorta distal, dapat mencapai
79% dengan hipertensi dan 4% dengan hipotensi.
Hipotensi berat pada presentasi adalah indikator prognostik perburukan, hal ini biasanya
berhubungan dengan tamponade perikardium, insufisiensi aorta berat, atau pecahnya
aorta. Pengukuran yang akurat dari tekanan darah itu penting Pseudohypotensi
(pengukuran tekanan rendah) dapat terjadi karena keterlibtan arteri Brakiocepalika
(memasok lengan kanan) atau subklavia kiri (memasok lengan kiri).
2. Insufficiensi Aorta
Terjadi pada ½ sampai 2/3 ascending aorta pembedahan. Dan gumaman dari
insuffisiensi aorta terdengar sekitar 32% pada diseksi aorta proksimal. Intensitas
(kenyaringan) bising tergantung pada tekanan darah dan mungkin terdengan dalam hal
hipotensi. Ada beberapa etiologi untuk AI dalam pengaturan dari diseksi aorta ascenden.
Diseksi dapat melebarkan anulus dari katub aorta, sehingga leaflet katub tidak dapat
berfungsi dengan baik, mekanisme ini pada diseksi dapat smemperpanjang ke daram
akar aorta dan dapat melepaskan daun katub aorta. Mekanisme ke-3 adalah jika robekan
intima yang luas, flap intima prolas dapat masuk ke saluran keluar LV, menyebabkna
intima intusupensi ke katub aorta mencegah penutupan katub yang tepat.
3. Infak Miokard
Terjadi pada 1-25 diseksi aorta, etiologi dari infark adalah keterlibatan arteri koroner
(yang mensuplai darah ke jantung) di diseksi tersebut. Arteri koroner kana yang sering
terlibat dari pada arteri koroner kiri. Jika infark Miokard di beikan penanganan denga
trombilitik terapi. Angka kematian meningkat menjadis lebih dari 70%, sebagian besar
karena menyebabkan pendarahan ke dalam kantung perikardial tamponade. Diseksi aorta
dapat dibawa ke unit gawat darurat karena mirip dengan infark miokard, tim medis harus
berhati-hati dalam mendiagnosa sebelum memberikan pengobatan pada infark miokard,
karena rejimen pengobatan infark miokard dapat mematikan individu yang datang
dengan diseksi aorta.
4. Efusi Pleura
Merupakan pengumpulan cairan dalam ruang paru dan dinding dada atau diagfragma
dapat disebabkan dari darah yang keluar dari aorta atau cairan akibat dari reaksi
peradangan aorta.
Copy Right@www.kumpulanArtikelkesehatan
C. PATOFISIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa sakit di dada yang tajam seperti dirobek dan timbul mendadak, merupakan gejala
klinis yang paling sering dikeluhkan, meskipun pada beberapa penderita menunjukkan
gejala yang tidak khas.
2. Variasi denyut nadi dan tekanan darah merupakan petanda penting berhubungan dengan
gangguan perfusi organ atau ekstremitas, yang disebabkan oleh proses disekan atau
perluasan disekan itu sendiri.
3. Pada diseksi aorta tipe B dapat dijumpai efusi pleura terutama pada paru kiri. Efusi
pleura pada diseksi aorta merupakan reaksi inflamasi pada area disekan.
4. Beberapa kasus dijumpai hematotoraks, akibat ruptur transien baik spontan maupun
intermiten.
Manifestasi lain :
1. Suara serak,
2. Obstruksi saluran nafas atas
3. Hemoptisis
4. Disfagia
5. Hematemesis.
6. Gagal ginjal akut.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 2 • Maret 2007

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesa nyeri khas aorta dan gejala perluasan diseksi ke cabang aorta (sindrom
Malperfusi)
2. Ekg pada kasus diseksi aorta tidak menunjukan gambaran yang spesifik,pada 30% kasus
akan terlihat gambaran hipertropi ventrikel kiri, meskipun demikian pemeriksaan EKG
harus tetap dilakukan, karena nyeri dada yang tidak spesifik pada kasus diseksi aorta
dapat dipisahkan dengan ACS, dan diseksi aorta proksimal dapat mengenai pembuluh
darah koroner sengga dapat memberikan gambaran infark miocard.
3. Enzim jantung mengukur batas MI yang terjadi
4. Fungsi Renal study menunjukan aneurisma yang menekan ginjal
5. Hemoglobin dan hematokrit menghitung darah yang kuliar dari robekan dari aneurisma.
6. Diagnostik Test antara lain :
a. X-ray Dada memperlihatkan adanya aorta trorakik aneurisma
b. Trans Esophageal Echocardiography mendeteksi lokasi secara spesifik, luas serta
memperlihatkan diseksi aorta.
c. Aoutography Support mendiagnosa dan mengidentifikasi ukuran dan lokasi
anueurisma secara tepat, meskipun fibrin dan trombosis dalam aneurisma yanf
memungkinkan ukurannya tidak jelas.
d. Abdominal Ultrasounography lebih sering digunakan pada diseksi pada abdominal.
e. Contrast-enhance CT memberikan ukuran yang benar.
f. MSCT berhasil mengkonfirmasi adanya diseksi aorta akut tipe B dan stabil
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam Penatalaksanaan diseksi aorta akut :
1. Stabilisasi keadaan klinis dan hemodinamik.
2. Pengontrolan dan tatalaksana dari arterosklerosis dan tekanan darah tinggi mengurangi
resiko diseksi aorta.
3. Pasien perlu menghindari trauma dari luar tubuh yang dapat menyebabkan diseksi aorta
seperti menggunakan sabuk pengaman.
4. Diseksi aorta tipe A, perlu dipertimbangakan tindakan emergensi bedah.
5. Diseksi aorta tipe B, tatalaksana medikamentosa merupakan pilihan utama.
6. Tindakan bedah pada diseksi aorta tipe B diindikasikan apabila ditemukan nyeri yang
menetap dan tidak hilang dengan medikamentosa, perluasan disekan yang progresif,
hematoma peri-aortik dan hematoma mediastinum.
Tujuan utama Penatalaksanaan diseksi aorta akut yaitu, untuk mengurangi kekuatan
dorongan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri terhadap dinding aorta, dan
menurunkan tekanan darah sistemik yang merupakan faktor penentu terjadinya perluasan
disekan hingga ruptur dinding aorta.
1. Pemberian obat penyekat beta (metoprolol, propranolol, atau labetolol) intravena dan
morfin sulfat, dilanjutkan dengan terapi kombinasi vasodilator lainnya seperti sodium
nitroprusside dan penghambat enzim konverting angiotensin, serta pemberian analgetik
yang memadai, ditujukan untuk stabilisasi hemodinamik dengan target tekanan darah
<120 mmHg dan denyut nadi < 60 x/ menit.
2. Pemberian verapamil atau diltiazem intravena juga bermanfaat terutama bila terdapat
kontraindikasi terhadap pemberian penyekat beta. Monoterapi dengan menggunakan
penyekat beta biasanya dapat mengatasi hipertensi sedang yang menyertai diseksi aorta
akut, akan tetapi perlu dipertimbangkan untuk pemberian sodium nitroprusside yang
efektif untuk mengatasi hipertensi berat.
3. Pasien dengan hemodinamik tidak stabil, seringkali memerlukan tindakan intubasi dan
ventilasi mekanik, bedside TEE perlu segera dilakukan
4. Pemeriksaan CT Scan untuk mengkonfirmasi proses disekan yang terjadi.
5. Terapi konvensional pada diseksi aorta tipe A atautipe I, II adalah rekonstruksi aorta
asenden secara surgikal. Tujuannya adalah mengembalikan aliran antegrad ke dalam true
lumen, hal ini sulit dicapai dengan strategi tatalaksana secara endovascular; kecuali bila
dijumpai gangguan perfusi organ, dilakukan distal fenestration pada diseksi aorta
desenden sebelum tindakan surgikal
6. Pada diseksi aorta tipe B, dilakukan pemasangan endovascular stent-graft. Tujuannya
adalah untuk merekonstruksi segmen aorta, yaitu dengan menutup robekan port d’entrée,
yang kemudian akan menginduksi proses trombosis pada false lumen dan remodeling
dinding aorta, serta mengembalikan aliran cabang utama aorta. Keberhasilan
pemasangan endovascular stent-graft dan atau fenestrasi balon perkutan pada cabang
arteri besar yang mengalami oklusi akibat perluasan disekan, mencapai 90% kasus.
Angka mortalitas rerata dalam 30 hari dapat diturunkan hingga 10%, dan tindakan
surgikal tambahan jarang sekali diperlukan.
7. Pemasangan stent graft juga dilakukan pada penderita dengan resiko tinggi untuk
tindakan bedah karena faktor usia, komorbiditas atau preferensi individual. Beberapa
laporan terbaru menunjukkan bahwa pemasangan stent-graft perkutan pada diseksi aorta
tipe B aman, dengan angka keberhasilan yang lebih baik dibanding tindakan bedah.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi tergantung pada area diseksi.


1. Hemiplegia
2. Paralisis (pada ekstremitas bawah)
3. Paraplegia sebagai komplikasi paska tindakan dapat timbul pada pemasangan stent-graft
multipel, namun sangat jarang, terutama bila panjang graft tidak melebihi 16 cm.
4. Tingkat mortalitas tinggi ( lebih dari 20% pasien yang tidak dapat penanganan
meninggal dalam waktu 24 jam, 90% meninggal dalam waktu 3 minggu)
5. Meninggal akibat ruptur aorta.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemerikasaan Fisik (11 pola Gordon)
b. Pola Persepsi Kesehatan
1) Kaji apakah klien mempunyai bakat atau bawaan lemahnya pembuluh darah
2) Kaji apakah pasien mempunyai riwayat ateroklerosis
3) Kaji apakah pasien mempunyai riwayat pembuluh darah
4) Kaji apakah nafsu makan klien berkurang
c. Pola Nutrisi Metabolik
d. Pola Eliminasi
Kaji frekuensi bab dan bak pasien

e. Pola Aktivitas dan Latihan


1) Kaji apakah klien ada merasakan nyeri dan di daerah mana nyeri tersebut
2) Kaji apakah klien membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan , aktivitas
sehari-hari
f. Detensi vena-vena superfisial pada dada, leher, atau lengan (menunjukkan tekanan
pada vena kava superior)
g. Pola Tidur dan Istirahat
1) Kaji apakah klien mengalami insomnia
2) Kaji apakah istirahat klien cukup
h. Pola Persepsi Kognitif
1) Kaji mekanisme koping klien
2) Kaji apakah klien ada menggunakan alat bantu pendegaran, penglihatan, cek
terakhir?
3) Pupil tak sama (menunujkan tekanan pada rantai simpatis servikal)
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji apakah klien merasa putus asa/frustasi
h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Kaji bagaimana hubungan klien dengan sesama, keluarga
i. Pola Reproduksi – Seksualitas
Kaji apakah klien mengalami perubahan atau masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang di derita klien
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
1) Kaji adakah gangguan penyesuain diri terhadap lingkugan dan situasi baru
2) Kaji ketidakmampuan koping klien terhadap berbagai hal
k. Pola Sistem Kepercayaan
1) Apakah klien menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya
2) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana
tindakan.
2. Daftar Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan diseksi aorta
b. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Ruptur berhubungan dengan aneurisma aorta
3. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan diseksi aorta
Hasil yang diharapkan :
1) Mendemonstrasikan hilangnya nyeri
2) Melaporkan penurunan intensitas nyeri
3) Ekspresi wajah rileks
4) Tak ada merintih

Rencana Tindakkan :

1. Berikan analgesik yang diresepkan dan evaluasi keefektifan seperlunya. Namun


gunakan amanlgesik narkotik secara hemat.

R/: Analgesik memblok jaras nyeri. Dosis besar narkotik dapat menutupi gejala-
gejala.

2. Beri tahu dokter bila nyeri menetap atau memburuk

R/: Ini dapat menandakan progresi aneurisma dan seperlunya intervensi


pembedahan segera.

3. Kaji karakteristik nyeri meliputi : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan


menggunakan skala nyeri.
R/: Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.

Copy Right@www.thyzhez.blogspot.com

BAB III

TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Tanggal pengkajian : 26 Desember 2012
2. Identitas pasien
Nama : Tn. U
Umur : 56 tahun
Medrec : 2012341036
Alamat : Cirebon
Tanggal Masuk : 10 Desember 2012
Dx. Medik : Diseksi Aorta Stanford tipe A Debekay I Aneurisma Akut
Aorta

3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama: Nyeri dada disebelah kiri dan tembus ke punggung hilang timbul
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien masuk dari UGD diagnosa Diseksi Aorta Stanford tipe A Debekay I
Aneurisma Akut Aorta dengan keluhan nyeri pada dada tembus ke punggung
seperti ditarik-tarik dan hilang timbul, sesak berkurang -, jantung berdebar-debar
+, tampak benjolan di ICS 5 midclavikula sinistra, suara serak +, nafsu makan
kurang. Ortopnoe -, PND -,DOE +, Acites -, odeoma tungkai -/-, Ronkhi -/-,
Whezing -/-, pasien merupakan perokok Extensive 4 tahun belakangan ini, Bp :
111/69 mmHg, HR : 90 x/menit, RR ; 20 x/menit. EF = 72%, EKG SR, CTR sulit di
nilai dan tampak perselubungan putih difusi di hemithorax sinistra, intake 1500
cc/24 jam dan output 1850cc/24 jam. Pasien direncanakan untuk operasi CITO
tetapi karena jadwal penuh hingga akhir januari. Pasien mendapat terapi
metoprolol 2 x 225 mg PO, Phetidine 50 mg/10cc = 12,5 mg IV (diberikan jika
nyeri timbul, Harnal 1 x 0,4 mg, laxadin 1 x 1 CI, simvastatin 1 x 20 mg, Doxycillin
2 x 100 mg, Captopril 3 x 25 mg. Pasien terpasang IV cath hari II.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri dada
seperti ditarik-tarik dan terasa tercekik, nyeri dada sirasakan tembus ke punggung
belakang dan rasanya tidak hilang timbul. sesak nafas +. Pasien merupakan pasien
baru RSPJNHK rujukan dari RS On Jati-cirebon, pasien mengatakan tidak bisa BAK
selama 3 minggu, batuk dan muntah darah, dan berobat RS di cirebon lalu pasien
dilakukan CT-Scan, lalu dikatakan pasien mengalami pembengkakan pada
pembuluh darah dan harus dirujuk ke RSPJNHK dengan Dx AAA. Kemudian pasien
di bawa ke Emergency RS. Jantung Harapan kita, pada saat dikaji sesak napas +,
Ortopnoe +, PND +,DOE + nyeri dada + seperti ditarik-tarik dan tercekik hingga
menyebar ke punggung belakan, nyeri terus-menerus, keringat dingin hingga baju
basah - , ronkhi -/-, whezing -/-, mual/muntah -, kaki bengkak -. Pasien juga
mengatakan sejak tadi pagi urin tidak keluar. Sedangkan minumnya cukup sekitar
1000-2000 cc/24 jam dan BAB kehitaman. Di Emergency pasien dilakukan
pemeriksaan Tanda- tanda vital TD 4 ekstremitas :130/100 mmHg (RA), 133/104
mmHg (LA), 144/104 mmHg (RF), 139/98 mmhg (LF), HR 81x/menit, RR:
20x/menit, Sat O2 100% kemudian pasien diberikan O2 3 L/menit, bedrest
semifowler, dilakukan EKG, X-Ray, CT-Angio, dan pengambilan sample darah rutin
+ D-dimer dan Fibrinogen setiap 12 jam, serta pemasangan IV cath. Menurut Tim
Dokter di Emergensi RSPJNHK sesuai dengan hasil pemeriksaan, kondisi pasien
beresiko tinggi mengalami perburukan sehingga bila terjadi pasien tidak akan
dilakukan Resisutasi. Keluarga pasien telah dijelaskan dan menandatangani surat
pernyataan tersebut. Selanjutnya pasien di rencanakan untuk pemeriksaan Echo
dan Dupplex Carotis dan meminta jadwal untuk Operasi CITO.
d. Faktor Resiko:
Hipertensi (-), DM (-), FH (-), Dislipidemi (-), Merokok expert smoker (+) 4 tahun
terakhir, gastritis (+)
4. Pengkajian Fisik:
a. Keadaan umum:
 Kesadaran : Composmetis
 BB dan TB : 75 Kg dan 175 Cm
 Tanda – tanda Vital : TD 111/69 mmHg, HR 90x/menit, RR 20X/Menit, Sat o2
100% (bantuan oksigen standby)
b. Mata : Konjungtiva tidak ananemis, sclera normal/tidak ikterik.
c. Leher: JVP 5+4 cmH2O
d. Jantung: Bunyi Jantung S1 normal dan S2 mengeras, Murmur -/-, gallop -/-,
Pembesaran kelenjar tiroid -, terdapat benjolan pada ICS 6 midclavikula sinistra.
e. Paru-paru: Respirasi rate 20x/menit, Suara nafas Vesikuler, Ronchi -/-, Wheezing
-/-
f. Abdomen: Bentuk Supel, Bising usus +. Hepar lunak tidak teraba
g. Extremitas : akral hangat, kelembaban baik, dan oedema di ekstremitas bawah
kanan, dan ekstremitas atas -/-.
5. Data penunjang
a. Laboratorium (Tanggal 11/12/12)
Hb 7,9 gr/dl, Ht 24 %, Leukosit 12730, PT 11,6, Fib. 490 mg/dl, D-Dimer 700 ng/ml,
Ureum 48, BUN 22, Creatinin 1,0, GDS 97, Na 137, K 3,7, Ca 2,0, Cl 100, Mg 1,7.
(Tanggal 12/12/12 Jam 14) Hb 8,1 gr/dl, Ht 25 %, Leukosit 10980, Fib. 416 mg/dl,
D-Dimer 1300 ng/ml, CRP 106 ml/gr. (Tanggal 12/12/12 Jam 22) Fib. 416 mg/dl, D-
Dimer 1200 ng/ml
(Tanggal 14/12/12) Hb 8,2 gr/dl, Ht 26 %, Fib. 393 mg/dl, D-Dimer 2800 ng/ml
(Tanggal 15/12/12) Hb 8,3 gr/dl, Ht 26 %, Fib. 416 mg/dl, D-Dimer 2600 ng/ml
(Tanggal 18/12/12) Hb 8,9 gr/dl, Ht 28 %, Fib. 393 mg/dl, D-Dimer 3400 ng/ml
(Tanggal 22/12/12) Hb 9,2 gr/dl, Ht 29 %.
b. Elektrokardiografi (tanggal 11/12/12)
SR, Irama teratur, HR 72x/menit, P wave normal, PR Int 0,16”, QRS int 0,8”, Axis
normal, ST depresi -, ST elevasi -, T inversi -, Q patologis -
c. Foto Rontgen Thorax (tanggal 11/04/11)
CTR sulit di nilai dan tampak perselubungan putih difusi di hemithorax sinistra
d. CT-Scan tanggal 30/11/12
Aneurisma Arkus Aorta s/d desendence
e. Echokardiogram (tanggal 20/12/2012)
EDD 52/ESD 30/ EF 72%, tampak Aneurisma Arkus Ao desendence dengan diseksi
aorta, false lumen sebagian terisi trombus, katub-katub dalam batas normal, dan
kontraktilitas RV baik.
6. Penatalaksanaan Medis
Terapi dan Diet
Oral : Injeksi :
 metoprolol 2 x 225 mg PO  Phetidine 50 mg/10cc = 12,5 mg IV
 Harnal 1 x 0,4 mg (diberikan jika nyeri timbul
 Laxadin 1 x 1 CI
 Doxycillin 2 x 100 mg
 Captopril 3 x 25 mg.
 simvastatin 1 x 20 mg
Diet Jantung II 2000kkal/24jam Total cairan : 1800cc/24jam

B. PATHWAY (terlampir)
C. PROSES KEPERAWATAN
1. Analisis Data
Data Diagnosa Keperawatan
DS : pasien mengatakan nyeri sekali Nyeri berhubungan dengan Diseksi
DO : Aorta
1. Bp : 111/69 mmHg, HR : 90x/menit, RR : 20x/menit
2. Tampak raut wajah pasien meringis kesakitan dan memegang
dada yg terdapat benjolan berdenyut
3. EKG SR , hasil Echo dan CT-Scan tampak Aneurisma Arkus

Ao desendence dengan diseksi aorta


4. Pasien dengan terapi phetidine 50 mg/10cc = 12,5mg / IV
5. Posisi berbaring semiflowler
6. Makan siang hanya 1 sendok
7. Saat dibantu memperbaiki posisi pasien berteriak
kesakitan
8. Fib. 393 mg/dl, D-Dimer 3400 ng/ml Hb 9,2 gr/dl, Ht 29
%. Leuk 12730
DS: pasien mengatakan lemas saat memperbaiki posisi oleh Intoleransi aktivitas berhubungan
karena sakit pada dada dengan proses inflamasi dan
DO : degenerasi sel-sel PD aorta
1. Bp : 111/69 mmHg, HR : 90x/menit, RR : 20x/menit
2. Hasil dari Echo false lumen sebagian terisi trombus
3. Tampak posisi semifowler dengan kaki tertekuk di ujung
tempat tidur
4. Saat dibantu memperbaiki posisi pasien berteriak
kesakitan
5. Pasien BAK dengan menggunakan Urinal
6. Makan di bantu keluarga hanya 1 sendok
7. Fib. 393 mg/dl, D-Dimer 3400 ng/ml Hb 9,2 gr/dl, Ht 29
%.
DS : Klien mengatakan lemas Resiko tinggi penurunan cardiac output
Do : berhubungan dengan pendarahan

1. Bp : 111/69 mmHg, HR : 90x/menit, RR : 20x/menit intramural

2. EF 72%, tampak Aneurisma Arkus Ao desendence


dengan diseksi aorta, false lumen sebagian terisi
trombus, katub-katub dalam batas normal, dan
kontraktilitas RV baik.
3. Intake 1500 cc/24 jam dan ouput 1850cc/24 jam
4. Riwayat Hb 7,9 gr/dl
5. Fib. 393 mg/dl, D-Dimer 3400 ng/ml Hb 9,2 gr/dl, Ht 29
%. Leuk 12730
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Lakukan kebersihan tangan Infeksi nosokomial masih sering

dengan Diseksi Aorta selama 1 x 6 jam diharapkan pasien sebelum dan sesudah kontak menimbulkan komplikasi dari
mengatakan nyeri berkurang atau dengan pasien penyakit
frekwensinya berkurang 2. Observasi hemodinamik Penurunan cardik output
KH: (kesadaran,TTV,kulit diakibatkan penurunan kerja
pasien sudah tidak mengeluh pucat/sianosis,keadekuatan jantung sehingga mengakibatkan
kesakitan, Bp : 110/70 mmHg, HR : sirkulasi pembuluh darah perifer sirkulasi darah tidak adekuat, dapat
60x/menit, RR : 18x/menit, EKG SR , dan perfusi serebral sekunder) menunjukan resiko terjadinya
Pasien tidak menggunakan terapi rupture dinding pembuluh darah
analgesik, pasien dapat melakukan aorta yang mengancam kemastian.
tehnik relaksasi, Posisi berbaring flat, Takikardi dapat menyebabkan
Makan siang habis, pasien dapat gangguan irama jantung dan

memperbaiki posisi tidur tanpa berpotensi ruptur PD dan

mengeluh kesakitan. Fib. 180-350 gangguan pada kontraktilitas


jantung. Dari pemantauan
mg/dl, D-Dimer <300 ng/ml Hb 13-
hemodinamik juga dapat diketahui
16 gr/dl, Ht 40-48 %. Leuk 5000-
adanya komplikasi ke arah
1000
ekstremitas atas atau bawah.
3. Kaji terhadap nyeri pada bagian Dapat diperkirakan lokasi dari
tonjolan yang berdenyut diseksi aorta, sehingga harus
dihindari penekanan pada daerah
tersebut
4. Istirahatkan pasien pada posisi Memperbaiki efesiensi kontraksi
semifowler ditempat tisur jantung dan menurunkan
kebutuhan oksigen miokard dan
kerja berlebihan.
5. Berikan pasien kondisi lingkunagn Stres emosi dapat meningkatkan
yang tenang. vasokontriksi yang dapat
meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan frekwensi dan kerja
jantung.
6. Ajarkan pada pasien untuk Menghindari resiko cidera dan
aktivitas bertahap sesuai dengan trauma
kemampuan.
7. Anjurkan pasien untuk tidak Manuver valsava dapat
mengedan saat BAB dan menyebabkan refleks vagal diikuti
memaksakan batuk karena dapat dengan takikardi, yang selanjutnya
memicu adanya nyeri dada. dapat berpengaruh pada fungsi
jantung atau curah jantung.
Meningkatkan resiko terjadinya
rupture
8. Kolaborasikan pemberian oksigen Meningkatkan sediaan oksigen
sesuai dengan indikasi untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
9. Kolaborasi pemberian terapi Terapi dapat memperbaiki
analgesik sesuai indikasi. kontraktilitas, dan menurunkan
retensi pembuluh darah sisetmik.
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Pantau perubahan hemodinamik Perubahan TTV yang bermakna
berhubungan dengan selama 1 x 6 jam diharapkan pasien (kesadaran,TTV,kulit mengindikasikan resiko komplikasi

proses inflamasi dan menunjukan aktivitas bertahap. pucat/sianosis,keadekuatan terjadi seperti jika BP meningkat
KH : sirkulasi pembuluh darah perifer diatas 110/70 mmHg dan HR diatas
degenerasi sel-sel PD
Keluhan pasien terhadap nyeri saat dan perfusi serebral sekunder) 90 x/menit maka peningkatan
aorta
aktivitas berkurang, pasien bisa merubah retensi pembuluh darah sistemik
posisi tidur sendiri. dapat mengakibatkan rupture dan
BP dan HR setelah aktivitas tidak kontraksi jantung meningkat pada
mengalami kenaikan (target : Bp : 110/70 akhirnya beresiko kematian.
mmHg, HR : 60x/menit RR : 18x/menit) 2. Pertahankan tirah baring selama Nyeri dan kelemahan akibat dari
Ortopnoe -, PND -,DOE -, Ronkhi periode nyeri dan lemas kurangnya oksigen dan

basah halus –, tidak menggunakan peningkatan demand oksigen

terapi analgesik. Pasien makan 1 sehingga adanya peningkatan


penirunan perfusi jaringan.
porsi.
Sehingga berisiko terjadi trauma.
3. Atur tindakan perawatan yang Memberikan keseimbangan
dilakukan pada posisi istirahat atau aktivitas dimana bertumpu pada
tidur tanpa gangguan jantung, dan meningkatkan proses
penyembuhan dan kemampuan
koping emosional.
4. Bantu pasien dalam aktivitas Pasien mungkin dapat melakukan
bertahap dan catat respon aktivitas yang diinginkan sesuai
toleransi pasien terhadap dengan kemampuan kecuali yang
peningkatan aktivitas. dapat mamicu terjadinya
komplikasi.
3 Resiko tinggi penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Pantau tekanan darah, heart rate, Perubahan TTV yang bermakna
cardiac output selama 1 x 6 jam diharapkan resiko tinggi respirasi rate, dan temperatur mengindikasikan resiko komplikasi
berhubungan dengan penurunan cardiac output tidak terjadi seperti jika BP meningkat
pendarahan intramural terjadi. diatas 110/70 mmHg dan HR diatas

KH: 90 x/menit maka peningkatan

Bp : 110/70 mmHg, HR : 60x/menit retensi pembuluh darah sistemik

RR : 18x/menit dapat mengakibatkan rupture dan

EF 72% tidak turun kontraksi jantung meningkat pada


akhirnya beresiko kematian.
Tidak terjadi rupture pembuluh
2. Pantau adanya tanda-tanda Tanda-tanda hipovolemik dapat
darah
hipovolemik terindikai dengan penurunan urin
Intake dan ouput dan 24 jam
dan pendarahan sehingga BP turun
dipertahankan
dan HR meningkat. Dapat juga
Fib. 180-350 mg/dl, D-Dimer <300 merubah itama jantung.
ng/ml Hb 13-16 gr/dl, Ht 40-48 %. 3. Pertahankan duduk tirah baring Memperbaiki efesiensi kontraksi
Leuk 5000-1000 dengan posisi semifowler jantung dan menurunkan
kebutuhan oksigen miokard dan
kerja berlebihan.
4. Kaji kondisi perfisi pada Komplikasi pada diseksi Aorta
ekstremitas bawah dan kesadaran adalah paralisis atau hemiplegia,
pasien serta dapat menurunkan
kesadaran.
5. Berikan makanan dalam porsi Penurunan motilitas gester dapat
sering, mudah dicerna dan sering berefek merugikan pada fungsi
digestif dan absorbsi. Makan
sedikit dan sering meningkatkan
digesti/mencegah
ketidaknyamanan abdomen. Serta
tidak meningkatkan kerja jantung
6. Kolaborasi pemberian terapi Menurunkan beban jantung dan
sesuai program retensi pada pembuluh darah
sistemik sehingga BP dan HR dalam
keadaan normal
4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Dx implementasi Evaluasi
1 Tanggal 26/12/12 pukul : 08.30 S : pasien mengatakan keluhan nyeri masih terasa hilang timbul tidak

1. Melakukan kebersihan tangan, baik pasien, keluarga dan tertahan dan tidak hilang dengan tehnik relaksasi
O:
peraawat setiap sebelum dan sesudah kontak dengan,
lingkungan atau melakukan suatu implementasi pada pasien 1. Bp : 110/70 mmHg, HR : 60x/menit RR : 18x/menit
2. Akral hangat, kesadaran kompos mentis, pusasi arteri perifer
2. Melakukan observasi dari keluhan, kesadaran Blood
teraba kuat, pasien berkeringat dan pucat saat menahan rasa
Pressure, Heart Rare, Frekwensi pernapasan, temperatur,
sakit, pulsasi teraba pada tonjolan.
warna kulit, turgot kulit, pergerakan ekstremitas, dan
3. Pasien mendapat terapi Phetidin 12,5 mg / IV dipertahankan
pulsasi arteri perifer.
4. Pasien tidak menggunakan tehnik relaksasi yang diajarkan.
3. Mengatur posisi tirah baring pasien sesuai dengan 5. Pasien tetap belum bisa memperbaiki posisi sendiri,
kenyamanan pasien atau semifowler 6. Pasien tidak dapat menentukan skala nyeri.
4. Mengkaji intensitas nyeri pasien dengan menggunakan skala A : Masalah teratasi sebagian
nyeri berupa angka dari 1-10 P:
1. Pantau hemodinamik/shift atau pada saat pasien mengalami
5. Mengajarkan pasien cara management nyeri dengan tehnik
keluhan.
relaksasi
2. Lanjutkan penggunaan tehnik relaksasi saat nyeri
6. Memantau nyeri terhadap toleransi aktivitas
3. Ajarkan kembali pasien untuk menentukan intensitas nyeri

7. Mengingatkan pasien untuk tidak memmaksa BAB dan dengan skala nyeri

batuk karena dapat memicu terjadinya nyeri dada. 4. Bantu pasien dalam memperbaiki posisi saat nyeri.
5. Pantau adanya tanda-tanda komplikasi pada pemberian terapi
8. Membatasi penunggu pasien dan keluarga yang hendak Phetidine

menjenguk pasien.

9. Mengkolaborasikan pemberian terapi anagetik Phetidine


12,5 mg / IV

2 Tanggal 26/12/12 pukul : 12.00 S : pasien mengatakan masih sulit untuk aktivitas seperti yang

1. Melakukan kebersihan tangan, baik pasien, keluarga dan dikatakan perawat.

peraawat setiap kontak dengan pasien O:


1. Saat nyeri muncul Bp : 153/93 mmHg, HR : 99x/menit, RR :
2. Melakukan observasi dari keluhan, kesadaran Blood
20x/menit,
Pressure, Heart Rare, Frekwensi pernapasan, saturasi
7. Akral hangat, kesadaran kompos mentis, pusasi arteri perifer
oksigen, temperatur, warna kulit, turgot lukit, pergerakan
teraba kuat, pasien berkeringat dan pucat saat menahan rasa
ekstremitas, dan pulsasi arteri perifer.
sakit, pulsasi teraba pada tonjolan.
3. Menganjurkan pasien untuk tetap berbaring posisi 2. Pasien tampak gelisah saat nyeri dada datang
semifolwer dan jelaskan alasannya. 3. Pasien tidak dapat melakukan perbubahan posisi
4. Menganjurkan pasien untuk menggunakan urinal saat ingin 4. Pasien tampak dalamposisi emifiwler
BAK, 5. Pasien tidak mau makan, jadi hanya minum susu ½ gelas
A : masalah teratasi sebagian
5. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk menjaga
P:
kebersihan pasien dan lingkungan dengan mengajarkan
1. Lanjutkan pemantauan hemodinamik
keluarga cara memandikan pasien di tempat tidur.
2. Motivasi pasien untuk dapat beraktivitas di tempat tidur
6. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit-demi sedikit
3. Kolaborasikan penggunaan Oksigen binasal sesuai indikasi
tetapi harus habis. 4. Bantu aktivitas pasien secara bertahap

7. Mengkolaborasikan dalam pemberian terapi sesuai indikasi 5. Pertahankan posisi semifowler

3 Tanggal 26/12/12 pukul : 14.00 S : pasien mengatakan lemas dan tidak bertenaga saat nyeri dada

1. Melakukan kebersihan tangan, baik pasien, keluarga dan O:


1. Intake 200 cc dan output = 200 cc ( dari jam 08.00-14.00)
peraawat setiap kontak dengan pasien
2. Akral hangat, kesadaran kompos mentis, pusasi arteri perifer
2. Menganjurkan pasien untuk menghitung intake dan output
teraba kuat, pasien berkeringat dan pucat saat menahan rasa
cairan
sakit, pulsasi teraba pada tonjolan.
3. Memantau adanya penurunan BP dan peningkatan HR dan 3. Saat nyeri muncul Bp : 153/93 mmHg, HR : 99x/menit, RR :
memonitoring perubahan EKG 20x/menit,

4. Memantau balance cairan pershift. 4. 5 menit Setelah di berikan pethidine 12,5 mg/IV pasien tampak
tenang dan BP = 123/76mmHg , HR 91x / mnt, RR = 18 x /menit
5. Mengkaji adanya nyeri dada dan perubahan gambaran EKG
dan gambaran EKG tidak ada perubahan
yang bermakna
A : Masalah teratasi sebagian
6. Memberikan makan pasien dalam porsi kecil dan diet lunak P:
1. Lanjutkan pemantauan balance cairan /shift
2. Lanjutkan pemantauan hemodinamik dan EKG
3. Lanjutkan kolaborasi untuk penggunaan pethidine
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sindroma aortik akut (acute aortic syndrome) merupakan terminologi klinis yang terdiri
dari diseksi aorta, perdarahan intramural (intramural hematoma/ IMH), dan ulkus aortik
simptomatis. Secara umum diseksi aorta ditandai oleh robekan lapisan intimal dinding
aorta yang diawali oleh suatu proses degenerasi, atau disertai nekrosis kistik dari lapisan
tunika media. Darah akan mengalir melalui robekan yang memisahkan lapisan intima
dengan lapisan media atau lapisan andventisia, yang kemudian membentuk ruang palsu
(false lumen). Diseksi aorta akan membentuk sirkulasi antegrad maupun retrograd
melalui celah robekan intima tersebut, kadang melibatkan cabang-cabang utama dan
menyebabkan beberapa komplikasi berupa sindroma malperfusi, tamponade atau
regurgitasi katup aorta. Setiap mekanisme yang menyebabkan kelemahan pada lapisan
media dinding aorta yang diikuti dengan peningkatan wall stress akan menyebabkan
dilatasi aneurismatik dan selanjutnya dapat terjadi pendarahan intramural, diseksi aorta
hingga rupture dinding aorta, faktor risikonya adalah hipertensi yang sejak 20 tahun
diderita, dan tidak terkontrol dengan baik.

B. SARAN
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit Diseksi Aorta karena akan
menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu perawat juga memberi health education
kepada klien dan keluarga agar mereka faham dengan Diseksi Aorta dan bagaimana
pengobatannya.

Jakarta, 15 Juni 2012


Mengetahui,

Ka Op UPF GP 2 Lt 4

(Ns. Wahyuningtyas, W, SKP) ( Irma Mahinano )

Anda mungkin juga menyukai