Anda di halaman 1dari 6

Nama: Rafi Prayoga Anugrah

NPM: 2106636792
Kelas: PB - 4

Manajemen Logistik dan Farmasi pada Bencana


(Narasumber: apt. Prof. Dr. Arry Yanuar, M. Si.)

Logistik adalah hal yang penting dan ditunggu-tunggu pada kondisi bencana.
Permasalahan:
- Pengelolaan donasi obat-obatan
- Volume zat-zat aktif obat yang didonasikan
- Barang-barang yang tersortir dengan baik dan yang tidak
- Pembuangan obat ke daerah bencana
- Logistik
- Pengemasan
- Kadaluarsa bahan obat
- Penyimpanan obat
- Identifikasi obat
- Pemberian obat-obatan ke korban bencana
Perkenalan
Obat-obatan sangat penting pada perawatan medis korban bencana, misalnya setelah bencana
alam, beberapa negara langsung menentukan bencana masalah dan kebutuhan yang kembali
muncul terus-menerus. Permasalahan ini memicu dibutuhkannya sebuah panduan untuk pada
pengelolaan bencana.
A. Manajemen Donasi Obat-Obatan
a. Tidak ada obat-obatan yang dikirim tanpa diminta negara penerima.
b. Tidak ada obat yang dikirim tidak tercantum dalam obat esensial negara
penerima
c. Tidak ada obat yang datang dengan masa simpan kurang dari 1 tahun karena
bisa menyulitkan. Bencana biasanya bersifat panjang dan obat yang dikirim
dalam jumlah besar.
d. Label di luar kemasan harus dalam bahasa negara pemberi, memuat informasi
yang sama, seperti tanggal nama generik, kekuatan, nama pembuat,
kadaluarsa, dan kandungan.
e. Label di luar kemasan memiliki informasi pada poin “d” dan kuantitas obat
dalam kemasan tersebut.
B. Volume Obat-Obatan
a. Donasi obat-obatan yang diterima biasanya berjumlah banyak sekali sehingga
menguras tenaga pekerja.
b. Contoh: pada gempa bumi di Guatemala, obat terkirim dalam jumlah yang
melebihi 100 ton dalam 7000 karton.
c. Pemilahan obat dilakukan oleh 40 mahasiswa di bawah pengawasan 3
farmasis membutuhkan waktu selama 1.120 jam.
d. Contoh lain: pada gempa bumi di Armenia, obat dan peralatan kesehatan yang
diterima melebihi 5000 ton sehingga sangat menguras tenaga pekerja Bahkan
ketika dibuat 32 gudang, hanya 70% donasi yang bisa disimpan 50 orang
membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan untuk menentukan jenis obat yang
mereka terima.
e. Di tengah 1992-1996, ada sekitar 30.000 metric ton obat dan alat kesehatan
yang didonasikan ke Bosnia dan Herzegovina yang mana 50-60% darinya
dianggap tidak layak dipakai.
C. Obat-Obatan yang Tersortir dan Tidak Tersortir
a. Obat donasi tiba sebagai bentuk yang tersortir dan tidak tersortir
b. Sumbangan tidak tersortir mengandung campuran barang-barang tanpa label
sehingga menjadi masalah bagi pembantu bencana.
c. Petugas kesehatan menghabisi ⅔ waktu mereka hanya untuk mengidentifikasi
obat yang akan digunakan. Hanya 20% obat berhasil disortir pada kasus
gempa di Armenia.
d. Kasus gempa di Guatemala hanya mencatat 10% obat yang tersortir.
D. Pembuangan Obat
a. Aktivitas dari donasi yang muncul dengan gagasan bahwa obat apapun lebih
baik daripada tidak ada obat sama sekali. Kebanyakan donor mempercayai
bahwa donasinya pasti berguna.
b. Tidak semua obat bisa dimanfaatkan pada keadaan tertentu sehingga donor
dituduh melakukan pembuangan obat.
c. Obat yang dibuang bisa jadi tidak digunakan di negara penerima atau obat
sudah melebihi waktu kadaluarsa. Dianggap mengurangi pajak sehingga
merusak reputasi.
d. Pembuangan obat adalah donasi obat-obatan yang tidak berguna, misalnya
pada tahun 1983-1987, Sudan menangani 8 juta tablet klorokuin 500.000
tablet piperazine yang sudah melewati batas kadaluarsa.
e. Di kasus Georgia pada tahun 1994, ada yang melaporkan pengiriman berisi 24
ton salep silver sulfadiazine yang tidak berguna sehingga menjadi sampah dan
butuh berbulan-bulan untuk dibakar.
f. Manfaat bagi donor sangat besar, seperti menghilangkan biaya penyimpan,
pengurangan pajak, menghindarkan biaya pemusnahan → diperkirakan
mencapai 2000 dollar per ton
g. Penerima harus menangani biaya yang diperlukan untuk kerusakan
lingkungan, penyimpanan obat, pengelolaan obat, penyortiran obat, dan
penghancuran obat.
E. Logistik
a. Obat harus mudah dicari sehingga tidak mengganggu pelayanan.
b. Ketika barang-barang donasi datang, kemasan dan pengangkutan bisa
menimbulkan masalah
c. Barang-barang yang dikirim dengan berat sangat berat memiliki ukuran yang
terlalu besar untuk ditangani atau diangkat
d. Hal ini penting ketika bencana memiliki rute transportasi dan penanganan
peralatan yang kurang optimal.
e. Kemasan kecil yang dapat diangkut oleh satu atau dua orang sangat
direkomendasikan
f. WHO menetapkan 50 kg sebagai batas masing-masing karton.
g. Kemasan yang buruk dan kiriman dengan label yang buruk bisa rusak
h. Label harus tahan cuaca sebab barang-barang kirimin tidak bisa langsung
masuk dalam tempat penyimpanan karena faktor eksternal, misalnya cuaca.
Label juga dalam bahasa lokal, nama generik, bentuk dosis, kuantiti,
kadaluarsa, nomor bets, dan kondisi penyimpanan spesial harus dicantumkan.
F. Kemasan:
a. Barang-barang yang dikemas dengan beruk bisa terkontaminasi dan rusak
b. Kemasan harus diberi label dengan memperhatikan kondisi lapangan
c. Bahan-bahan harus kuat menghadapi elemen dan mungkin tidak bisa disimpan
pada kondisi yang optimal.
d. Ada kode internasional (hijau untuk medis, merah untuk makanan, dan biru
untuk pakaian) yang perlu dipakai
e. WHO menyatakan paket obat jangan dicampur dengan sediaan lain
f. Pengemasan berlebihan bisa menjadi masalah
g. Palu dan obeng harus cukup bisa untuk membuka kemasan supaya kontennya
bisa dipakai
G. Kadaluarsa
a. Masalah umum dalam bahan-bahan obat dan sering muncul dalam
bantuan-bantuan internasional berskala besar.
b. Beberapa obat tidak aman jika sudah kadaluarsa, misalnya tetrasiklin yang
bersifat nefrotoksisitas jika sudah melewati batas kadaluarsa.
c. Contoh: di Armenia, 8% (40 ton) dari obat yang didonasikan sudah melewati
tanggal kadaluarsa. Hal ini diketahui setelah proses penyortiran.
d. Ada pula contoh lain yang menemukan 12 ton obat donasi yang sudah tidak
bisa dipakai lagi.
e. Sebagian besar obat aman dan sedikit tidak aman ketika sudah kadaluarsa,
tetapi sebaiknya dihindari karena bisa jadi bahan-bahan tertentu menjadi
toksik.
f. Persentase obat senyawa aktif sis per unit per waktu setelah kadaluarsa
biasanya tidak diketahui sehingga efek farmakologis tidak muncul
H. Penyimpanan
a. Kestabilan obat dan penyimpanan adalah masalah yang perlu ditangani ketika
obat akan dipakai ketika bencana.
b. Obat yang didonasikan seringkali harus dipertahankan dalam kondisi tidak
terkontrol yang kurang optimal untuk obat.
c. Contoh: setelah gempa bumi di Armenia, diperkirakan 4% obat rusak saat
kedatangan karena pembekuan saat pengangkutan. Kemudian terjadi beberapa
siklus pencairan yang merusak kondisi obat.
d. Kelembaban ekstrim di negara tropis dapat mengubah kestabilan obat
sehingga pengemasan dengan desikan sangat direkomendasikan.
e. Produk biologis tidak tahan pada suhu ekstrem atau guncangan hebat sehingga
terurai atau dekomposisi terjadi.
f. Stabilitas menjadi hal yang penting karena perlu dipertimbangkan oleh pihak
donor agar obat obat yang dikirimkan tidak rusak selama penyimpanan.
Lokasi-lokasi tertentu perlu melalui jalur ekstrem yang tidak pasti bisa
menggunakan kendaraan.
I. Identifikasi
a. Identifikasi obat menentukan manfaat dari penggunaan obat.
b. Label pada barang diusahakan untuk tidak rusak sehingga bisa dikenali.
c. Bahasa bisa menjadi penghalang dalam mengidentifikasi obat.
d. Donasi perlu diberi label dan disortir sesuai dengan kategori penggunaan.
J. Pemberian obat setelah bencana
a. Beberapa masalah ini tidak bisa dihindari
b. Tiga bencana yang umum terjadi:
i. Kekurangan daya listrik sehingga kondisi penyimpanan obat tidak
optimal
ii. Stok atau persediaan obat bisa menyebabkan obat menjadi langka di
daerah itu
iii. Narkotika harus diamankan agar tidak diakses oleh sembarang orang
c. Narkotika sebaiknya dipakai dan diberikan dalam kondisi minimum.
d. Beberapa barang misalnya narkotika harus diamankan karena bisa menjadi
masalah kalau jatuh ke tangan yang salah. Jika apotek tidak berdiri, narkotika
perlu dipindahkan ke tempat aman pada jam-jam non operasi.
K. Pengalaman di lapangan
Gempa di Lombok 2018 → Rumah
sakit terdampak sehingga perlu
penanganan khusus. Klaster
kesehatan berguna untuk tempat
melapor dan pelayanan diberikan.
Salah satu hal yang dilakukan adalah
menyelamatkan barang-barang yang
masih bisa diselamatkan. Penyortiran
dilakukan terhadap jenis obat dan
kadaluarsa obat. Biasanya, pihak
pembantu bencana akan
berkolaborasi dengan apoteker lokal.
Aspek penting adalah obat dari rumah
sakit atau puskesmas yang terdampak
dikumpulkan dahulu. Tidak
apa-apa jika tidak ada tempat,
yang penting dikumpulkan dan
diklasifikan pada tempat yang
mudah diakses. Bantuan yang
datang, antara lain obat, alat
kesehatan, peralatan pengolahan
air, dan sebagainya. Selain
rumah sakit lapangan, apotek darurat juga dibangun. Ruang operasi biasanya berupa
tenda berwarna coklat dan ditata dengan pengaturan udara khusus, seperti AC karena
ruangan harus steril. Biasanya tenda-tenda berwarna oranye. Di pelabuhan lombok,
ada rumah sakit kapal sebagai tempat operasi-operasi patah tulang. Ruang radiologi
bisa di inspeksi dahulu dan kemudian dipakai jika masih bermanfaat. Ada pula
trauma healing di pengungsian untuk menghibur korban bencana. WHO memiliki
panduan respon farmasi untuk mitigasi dan preparasi ketika melakukan bantuan
pengelolaan bencana.

Sesi Diskusi:
1. Bagaimana manajemen farmasi jika ada sisa hasil donasi pasca bencana?
Permasalahannya jadi berlarut. Obat disimpan perlu biaya dan untuk dihancurkan
perlu biaya. Ini tanggungan siapa? Apakah menjadi tanggungan pemerintah setempat
atau pemerintah pusat? Supaya tidak terjadi sisa donasi, barang yang tidak
termanfaatkan perlu dimusnahkan. Kalau barang masih cukup expired datenya, bisa
disimpan dan dimanfaatkan pada rumah sakit setempat setelah dikoordinasikan.
Barang yang menjadi masalah obat yang kadaluarsa atau sudah tidak bisa
diidentifikasi lagi.

Anda mungkin juga menyukai