Anda di halaman 1dari 7

Mendobrak Male Beauty Standard dalam Poster MS Glow

(Versi Babe Cabita dan Marshel Widianto)

Oleh:
Unik Dian Cahyawati, M.A.
Novita Dwi Wulandari, M.A.
Roudlotul Jannati Rochnadia Noorva Yudhitya, M.M.
Diana Safinda Asran, M.A.
Institut Seni Indonesia Surakarta

PENDAHULUAN

Iklan merupakan salah satu cara yang digunakan oleh para pemilik produk untuk
memperkenalkan atau memasarkan produknya kepada masyarakat/khalayak. Iklan memiliki
peran sentral dalam keberhasilan pemasaran produk. Unsur-unsur pada iklan yang ingin
ditampilkan haruslah diperhatikan secara matang agar iklan tersebut berhasil menarik khalayak
untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan.

Pada iklan kosmetik, artis yang ditampilkan pada umumnya adalah artis yang memiliki
paras cantik atau tampan, berkulit putih atau cerah, bertubuh langsing, dan berambut lurus.
Karakteristik seperti ini merupakan karakteristik atau keadaan fisik yang didambakan oleh setiap
insan. Pesan yang ingin disampaikan melalui iklan dengan menampilkan sosok artis seperti ini
adalah kemanjuran akan produk kosmetik yang ditawarkan. Dengan mengonsumsi kosmetik
tersebut, seseorang bisa mendapatkan wajah yang cerah, kulit yang putih, tubuh yang langsing,
bahkan rambut yang halus.

Pada iklan kosmetik MS Glow berbentuk poster yang menampilkan Babe Cabita dan
Marshell Widianto, tidak menampilkan sosok-sosok artis yang dinilai memiliki standar
“ketampanan”. Iklan ini hadir seolah-olah ingin mencoba untuk mendekonstruksi standar
“ketampanan” tersebut. Poster iklan tersebut sempat viral di sosial media dengan ditandainya
trending pada tagline poster iklan yang disematkan oleh MS Glow. Viralnya isi poster MS Glow
Men dengan model Babe Cabita dan Marshell Widianto menandakan adanya ketertarikan
masyarakat (dalam hal ini audiens) pada konten iklan. Ketertarikan masyarakat tersebut tentu
berhubungan dengan isi konten itu sendiri yang bisa dianalisis menggunakan analisis wacana,
konsep modal dan arena, maupun dari segi pengaruhnya pada pemasaran untuk masyarakat serta
untuk melihat bagaimana iklan MS Glow Babe Cabita dan Marshell Widianto mendekonstruksi
standar ketampanan BA kosmetik pada umumnya.

PEMBAHASAN

(Sumber gambar :https://www.instagram.com/msglowbeauty/ )

Iklan yang diluncurkan oleh produk ketampanan asal Indonesia, MS Glow, pada tahun
2021 sempat menuai berbagai tanggapan dari audiens di media sosial karena menampilkan
model iklan yang ‘tidak biasa’. Model iklan tersebut adalah Babe Cabiita dan Marshell Widianto
yang sebelumnya terkenal sebagai komedian. Model iklan yang tidak seperti biasanya itu tidak
luput juga dari hujatan ‘netizen’ (Kompas.com-28/08/21-Dulu dihujat Jadi BA Produk
ketampanan, Kini Wajah Babe Cabita dan Marshel Widianto Justru Ada di New York).
Tanggapan dari para ‘netizen’ mengenai iklan produk MS Glow tersebut tidak terlepas dari
kebiasaan produk ketampanan yang merepresentasikan produk mereka untuk perempuan, dengan
‘tagline’ yang juga menggiring opini bahwa produk ketampanan akan membuat penggunanya
menjadi ‘cantik’ dengan standar yang ada di media, sehingga produk ketampanan menjadi ‘jauh’
dari konsumen laki-laki. Meskipun sekarang juga sudah banyak produk ketampanan untuk laki-
laki, begitu pula dengan promosinya yang menggunakan model laki-laki, namun biasanya model
tersebut tetap memiliki ‘standar tampan’ menurut media, yaitu berkulit putih, bertubuh atletis,
dan berwajah tampan.

Selain tanggapan yang bersifat ‘hujatan’, berbagai tanggapan positif-pun ikut mengiringi
viralnya iklan dengan foto Babe Cabita dan Marshell Widianto tersebut seperti yang diunggah
oleh mojok.co dengan artikelnya yang berjudul Babe Cabita dan Marshell Widianto Jadi BA MS
Glow Harusnya Patut Kita Rayakan. Artikel mojok.co membahas iklan MS Glow For Men itu
dari segi keragaman fisik hingga ‘body positivity’. Dengan adanya tanggapan kritis yang
membangun, artinya iklan tersebut bisa menarik audiens untuk mendialektikan konten yang ada
pada iklan. Ketertarikan dan dialektika ini sebenarnya juga merupakan modal bagi MS Glow
dalam ranah pertarungan iklan skincare lokal (Konsep Arena Bourdieu). Bourdieu (2015)
mengatakan “Hubungan antara posisi dan pengambilan posisi ini dijembatani oleh disposisi
agen-agen individual, yaitu logika permainan yang mereka kuasai.” MS Glow dalam hal ini
menguasai ranah yang sedang banyak dibahas oleh masyarakat yaitu konsep keberagaman.
Dengan adanya poster iklan yang dianggap menampilkan keberagaman ini tentu membuat daya
tarik masyarakat yang tadinya tertuju pada iklan dalam kandungan skincare, sekarang tertuju
pada ‘campaign’ yang terlihat berbeda dari brand skincare MS Glow.

Membahas secara kritis iklan MS Glow for Men dengan model Babe Cabita dan Marshell
Widianto tentu tidak lepas dari membahas konsep dan tatanan foto mereka yang ditampilkan
pada poster iklan tersebut. Poster iklan MS Glow tersebut merupakan teks multimodal yang
menggabungkan gambar dan tulisan untuk membentuk suatu wacana yang dapat diterima
khalayak. Gunther Kress dan Theo van Leeuwen memperhatikan dua hal, yakni “wacana” dan
“teks” dalam analisis teks multimodal. Individu pada umumnya membangun wacana
menggunakan berbagai moda yang berbeda yang sesuai dengan kepentingannya (Kress dan van
Leeuwen dalam Noviani, 2018: 120).
Pada dimensi visual dapat dilihat bahwa komposisi utama dari poster tersebut adalah
Babe Cabita dan Marshell Widianto. Potret keduanya tepat berada di tengah sebagai fokus utama
dalam poster. Baik Babe Cabita, maupun Marshell Widianto ditampilkan dari kepala hingga
setengah badan. Dalam konsep analisis wacana Kress dan Leeuwen, hal tersebut dinilai sebagai
upaya untuk membangun social distance dengan viewers, dalam hal ini adalah close social
distance. Selain itu menampilkan potret setengah badan juga berguna untuk menonjolkan
ekspresi wajah dalam konteks bahasa tubuh (Kress & van Leeuwen, 2006: 116). Sementara itu,
dalam poster MS Glow tersebut Babe Cabita dan Marshell Widianto mengarahkan pandangan
mata langsung ke arah kamera atau dalam hal ini ke arah viewers. Tatapan mata langsung
mengarah ke kamera dan dipandang sebagai upaya tuntutan (demand) pada viewers membangun
relasi atau intimacy (Kress & Van Leeuwen, 2006: 117). Selain itu pandangan langsung ke arah
kamera juga digunakan untuk memberikan kesan berani dan percaya diri. Kedua artis tersebut
ditampilkan dengan ekspresi tersenyum sambil kedua tangannya menengadah ke dagu. Ekspresi
ini mengindikasikan bahwa mereka sedang ceria dan bahagia. Hal ini dikarenakan mereka
memakai produk MS Glow. Babe Cabita dan Marshell Widianto seolah ingin menyampaikan
pesan bahwa mereka percaya diri dan bahagia dengan diri mereka sendiri. Banyak yang
beranggapan bahwa keduanya tidak sesuai dengan standar ketampanan pada umumnya. Namun
kepercayaan diri yang ditunjukkan keduanya melalui poster tersebut seolah ingin mendobrak itu
dan menyuarakan body positivity dengan lantang.

Tagline #semuajugabisa pada iklan MS Glow juga mengandung unsur mempengaruhi


dan mengajak para khalayak untuk mengkonsumsi produk MS Glow. Seolah ingin merubah
mindset khalayak, bahwasanya tidak hanya laki-laki yang tampan saja yang dapat menjadi
“kiblat” bagi laki-laki yang lain, namun juga laki-laki yang kurang tampan pun bisa menjadi
“kiblat”. Walaupun demikian, tentu ada makna tersirat yang ingin disampaikan melalui iklan MS
Glow ini. #semuajugabisa pada tagline ini, mengandung makna bahwa semua laki-laki bisa
menjadi “kiblat” bagi laki-laki yang lain jika memakai produk dari MS Glow. Sehingga,
#semuajugabisa merupakan tagline yang dikonstruksi oleh MS Glow sesuai dengan orientasi
mereka.

Selanjutnya, ditinjau dari segi periklanan dan komunikasi pemasaran, penggunaan brand
ambassador dalam kampanye pemasaran suatu merek terbukti dapat meningkatkan exposure dan
bahkan meningkatkan penjualan produk (Gani, 2021). Adanya brand ambassador membantu
perusahaan maupun organisasi untuk membangun brand image yang selaras dengan visi dan misinya.
Membangun citra yang kuat adalah salah satu tugas wajib yang harus dikerjakan oleh setiap merek.
Umumnya, perusahaan menggunakan tokoh masyarakat atau selebriti untuk mewakili merek atau produk
mereka. Perusahaan percaya bahwa popularitas dan citra yang dimiliki selebritas ini dapat meningkatkan
dampak pemasaran suatu merek ke publik. Begitu pula dengan merek MS Glow, yang seringkali
menggunakan sosok public figure untuk mempromosikan merek mereka, sekaligus untuk menciptakan
kesadaran dan membangun citra merek yang kuat.

Citra merek (brand image) sendiri merupakan suatu persepsi khalayak terhadap produk dari
merek tertentu. Citra merek tidak terbatas pada logo yang mengidentifikasi bisnis, produk, atau layanan,
tetapi juga merupakan kumpulan asosiasi yang dibentuk oleh pelanggan berdasarkan setiap interaksi yang
mereka lakukan dengan merek. Lebih jauh lagi, citra merek yang unik dapat membangun hubungan dan
mengakomodasi interaksi rasional dan emosional, baik antara pelanggan dan perusahaan maupun dengan
produk dan jasa yang ditawarkan (Hanafi dan Irwansyah, 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Sterie, dkk (2019) menemukan bahwa brand image secara kuat dipengaruhi oleh brand ambassador.
Selain itu, adanya dua aspek ini di dalam kegiatan pemasaran dapat meningkatkan niat pembelian
konsumen.

Pada tayangan kampanyenya yang bertajuk #semuajugabisa, MS Glow sengaja menampilkan


sosok publik yang berbeda dari yang biasa mereka gunakan untuk menunjukkan bahwa siapapun bisa dan
berhak menggunakan rangkaian produk MS Glow serta mendapatkan tampilan yang lebih baik lagi
setelah penggunaan produk dari merek tersebut. Pemilihan brand ambassador yang ‘berbeda’ ini tentunya
menimbulkan beragam respon dari masyarakat, apalagi dengan ditayangkannya poster kampanye tersebut
di area Times Square, New York. Aksi melawan standar yang dilakukan otomatis menimbulkan
kontroversi. Terlepas dari banyaknya audiens yang memuji ‘keberanian’ MS Glow dalam kampanye yang
mengangkat isu inclusivity dan toxic masculinity, banyak pula yang menghujat merek tersebut atas
pemilihan Babe Cabita dan Marshel Widianto sebagai brand ambassador (hubstler.com). Sejumlah
warganet menyatakan ketidaksukaannya terhadap selebritis yang merepresentasikan merek tersebut. Babe
Cabita dan Marshel Widianto yang merupakan komedian dianggap kurang cocok menjadi wakil dari
sebuah merek perawatan diri. Namun, justru hal inilah yang sebenarnya menjadi tujuan dari kampanye
tersebut. Tema inclusivity yang dibawakan berhasil menciptakan kontroversi yang membuat hampir
semua orang membicarakan kampanye ini, khususnya di media sosial. Maka, dengan viralnya kampanye
ini maka tujuan merek untuk meningkatkan brand awareness telah tercapai.
Membahas tentang efek viral yang terjadi di kalangan masyarakat, otomatis tidak lepas dari
pendistribusian kampanye iklan tersebut. Pada kampanye #semuajugabisa, MS Glow memanfaatkan
sejumlah media baik tradisional maupun digital. Selain menggunakan sejumlah platform media sosial,
seperti Twitter dan Instagram, MS Glow juga merogoh kocek cukup dalam untuk menayangkan
kampanye iklan tersebut di layar besar Times Square, New York, Amerika Serikat. Hal tersebut dilakukan
untuk menguatkan efek viral pada kampanye pemasaran #semuajugabisa. Dengan maraknya praktek
pemasaran digital dan penggunaan brand ambassador, MS Glow mencoba meningkatkan penjualan dan
membangun citra baik bagi perusahaan. Strategi yang dilakukan tersebut dinilai tepat karena peningkatan
jumlah transaksi online yang cukup fantastis. Berdasarkan data yang diambil oleh tim riset Compas dalam
Ramadani (2021) pada 69 ribu produk MS Glow yang terdaftar di platform belanja daring Shopee melalui
metode online crawling, pada bulan Juli 2021 saja MS Glow berhasil menyelesaikan total kurang lebih
376 ribu transaksi. Lonjakan hasil penjualan tersebut mengindikasikan bahwa distribusi melalui media
digital sangat berpengaruh terhadap niat dan keputusan pembelian. Hal ini turut membuktikan bahwa
pendistribusian media kampanye pemasaran yang tepat dapat secara positif mempengaruhi citra dan
kesadaran akan merek sekaligus meningkatkan niat pembelian konsumen.

KESIMPULAN

Ideologi yang berkembang menuju inklusivitas menunjukkan adanya perubahan sosial


melalui penerimaan progresif terhadap identitas gender dan seksual yang lebih dinamis, serta
menyuarakan body positivity. Hal ini mulai terintegrasi dalam agenda pemasaran produk,
termasuk periklanan. Iklan menjadi sarana untuk mengkomunikasikan citra merek yang positif di
kalangan, sembari juga meningkatkan brand awareness untuk konsumen potensial. Pada tulisan
ini, kampanye yang diangkat oleh MS Glow adalah body positivity serta inclusivity. MS Glow
sengaja memilih Babe Cabita dan Marshel Widianto yang dinilai oleh sebagian orang kurang sesuai
dengan standar ketampanan laki-laki pada umumnya sebagai BA untuk produk kosmetik khusus pria.
Konsep iklan yang diusung MS Glow tersebut merupakan upaya untuk mendobrak “paten” dan
memberikan pesan bahwa standar ketampanan bukan sesuatu yang diterima begitu saja. Standar
ketampanan adalah wacana yang dibentuk oleh industri untuk kepentingan tertentu. Pada akhirnya justru
meliyankan individu atau kelompok yang dinilai tidak sesuai dengan standar yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Bourdieu, Pierre. 2015. Arena Produksi Kultural Sebuah Kajian Sosiologi Budaya.
Gani, A. R. T. S. (2021). The Influence Of Korean Wave And Brand Ambassador Nct127 As The
Nü Green Tea Brand Ambassador On Purchasing Decisions In Makassar, South
Sulawesi. Doctoral Dissertation, Univesitas Hasanudin.
Hanafi, K. P., & Irwansyah, M. (2017). Building brand image through celebrity endorsement in
digital platform: A case study of Andien Aisyah as Cetaphil Indonesia’s brand
ambassador. In Proceeding of International Conference on Communication, Culture and
Media Studies (CCCMS) (Vol. 2, No. 2).
Kress, G., & van Leeuwen, T. (2006). Reading Images: The Grammar of Visual Design. New
York
Noviani, R. (2018). Wacana Multimodal menurut Gunther Kress dan Theo van Leeuwen. In W.
Udasmoro, Hamparan Wacana: dari Praktik Ideologi, Media hingga Kritik Poskolonial
(pp. 107-134). Yogyakarta: Penerbit Ombak Penerjemah: Yudi Santoso. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Sterie, W. G., Massie, J., & Soepono, D. (2019). Pengaruh Brand Ambassador Dan Brand
Image Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pt. Telesindo Shop Sebagai Distributor
Utama Telkomsel Di Manado. Jurnal Emba: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis
Dan Akuntansi, 7(3).
Hubstler. (2022). Inclusivity & Toxic Masculinity: Gebrakan Iklan MS Glow Yang
Menghadirkan Babe Cabita dan Marshel Widianto. https://hubstler.com/inclusivity-
toxic-masculinity-gebrakan-iklan-ms-glow-yang-menghadirkan-babe-cabita-dan-
marshel-widianto/ , diakses pada 24 April, pukul 9.39 WIB
Ramadani, Farah. (2021). Tembus Rp 30 Miliar! Ini Data Penjualan MS Glow Bulan Juli 2021
di Shopee. https://compas.co.id/article/data-penjualan-ms-glow/ , diakses pada 25 April,
pukul 8.21 WIB

Anda mungkin juga menyukai