Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rosa Nurul Zecha

NPM : 2217016
Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Antioksidan (Vitamin C) terhadap Kadar MDA
(Malondialdehide) pada Atlet Renang PRSI Jawa Barat

Jalur Metabolisme Senyawa Vitamin C


Pendahuluan
Vitamin C atau asam askorbat merupakan jenis water soluble vitamin yang
penting bagi kesehatan manusia. Vitamin ini memberikan perlindungan antioksidan pada
lipid plasma, bekerja sebagai koenzim serta dalam kondisi tertentu bekerja sebagai
reduktor dan antioksidan. Peran vitamin C dalam sistem imunitas (kekebalan tubuh
termasuk fagositosis leukosit dan kemotaksis) adalah sebagai pelindung sel sel kekebalan
tubuh terhadap stres oksidatif yang dihasilkan selama terjadinya infeksi dan menekan
replikasi virus serta produksi interferon. Sehingga peran vitamin C sebagai antioksidan
yang efektif harus dipertahankan dalam tubuh pada tingkat yang relatif tinggi (Mitmesser
et al., 2016).

Gambar 1. Struktur kimia vitamin C


(Sumber: Devaki dan Raveendran., 2017)
Peran vitamin C diantaranya adalah:
- Sintesis kolagen
- Sintesis Tyrosine dan katabolisme epinephrine, norephinephrine, serotonin,
dopamine
- Pematangan sel glial dalam pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf
- Penyerapan dan penyimpanan Fe
- Pembentukan asam empedu dan pemecahan kolesterol
- Vasodilatasi dan anticlotting (melalui aktivasi pelepasan NO)
- Membantu mencegah kanker rongga mulut dan pankreas
- Sebagai antioxidant
Gambar 2. Aplikasi multifungsi vitamin C dalam metabolisme tubuh
(Sumber: Devaki dan Raveendran., 2017)
Mekanisme antioksidan
Vitamin C dapat melindungi tubuh dari efek radikal bebas yang merusak. Vitamin
C sebagai antioksidan dapat menetralisir radikal bebas dengan memberikan salah satu
elektronnya sehingga mengakhiri reaksi perebutan elektron, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3. Nutrisi antioksidan tidak akan berubah menjadi radikal bebas karena
memberikan elektronnya, hal tersebut karena antioksidan akan stabil dalam bentuk
apapun dan bertindak sebagai scavengers, sehingga dapat membantu mencegah
kerusakan sel dan jaringan yang berakibat pada kerusakan sel dan penyakit. Vitamin C
dapat dengan mudah melepaskan elektron karena oksidasi monovalen reversibel menjadi
radikal askorbil, sehingga dapat berperan dalam sistem redoks biokimia. Vitamin C dapat
mereduksi superoksida, hidrogen peroksida radikal hidroksida dan oksigen reaktif lain
yang dapat muncul baik secara intraselullar maupun ekstraselular. Vitamin C akan cepat
teroksidasi dengan adanya katalis logam, terutama Cu. Oksidasi vitamin C yang diinduksi
oleh Cu dapat menghasilkan hidrogen peroksida dan radikal hidroksil yang dapat
menyebabkan inaktivasi banyak protein (Pakaya, 2014).
Gambar 3. Mekanisme antioksidan
(Sumber: Devaki dan Raveendran., 2017)
Vitamin C atau asam askorbat akan bereaksi dengan radikal bebas yang
mengalami oksidasi elektron tunggal untuk menghasilkan zat antara reaktif yang relatif
buruk, radikal askorbat, yang tidak proporsional menjadi askorbat dan dehidroaskorbat.
Dengan demikian, asam askorbat dapat mengurangi racun, spesies oksigen reaktif anion
superoksida, radikal hidroksil. Reaksi tersebut sangat berperan dalam semua sel aerobik
dan menjadi dasar bagi sebagian besar fungsi biologis asam askorbat. Vitamin C juga
memiliki peran dalam melindungi vitamin lain (vitamin A dan vitamin E) dari efek
oksidasi yang berbahaya. Vitamin C membantu melindungi gusi dan memperlambat
penuaan. Vitamin C juga memperkuat kondisi fisik secara umum dengan menghilangkan
logam beracun dari tubuh. Vitamin C mengurangi pembentukan katarak dan bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma (Devaki dan Raveendran., 2017).

Mekanisme Vitamin C Terhadap Radikal Bebas Saat Exercise


Antioksidan diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mecegah
terjadinya kerusakan tubuh. Mekanisme antioksidan untuk menstabilkan radikal bebas
adalah dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas serta
menghambat reaksi berantai yang terjadi dari pembentukan radikal bebas tersebut yang
menimbulkan stres oksidatif terjadi. Stres oksidatif (oxidative stress) adalah
ketidakseimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh
dua kondisi umum yaitu kurangnya antioksidan dan kelebihan produksi radikal bebas.
Tubuh manusia secara alami akan memproduksi antioksidan endogen yang berasal dari
dalam tubuh yang berfungsi sebagai donor elektron bagi ROS, sehingga dapat
menghambat dampak negatif yang akan dihasilkan oleh ROS. Dikarenakan banyaknya
akumulasi radikal bebas yang ada didalam tubuh ketika aktivitas fisik berat, maka untuk
membantu antioksidan endogen dan mencegah terjadinya stres oksidatif, dapat dilakukan
suplementasi antioksidan eksogen yang berasal dari luar tubuh (Sylviana et al., 2017).
Suplemen antioksidan yang popular digunakan adalah asam askorbat atau vitamin
C. Vitamin C telah menjadi subjek penting dalam bidang biokimia dan makanan. Vitamin
C berperan penting dalam menjaga kesehatan manusia (Rusiani et al., 2020). Vitamin C
merupakan antioksidan yang mampu menetralkan stres oksidatif melalui proses donasi/
transfer elektron (Caritá et al., 2020). Vitamin C dengan dosis yang tepat mampu
mengurangi ROS.

Gambar 4. Mekanisme Vitamin C Menghambat Rective Oxygen Species (ROS)


(Sumber : Wibawa et al., 2020)

Vitamin C dapat menurunkan kadar MDA serum dan menekan peroksidasi lipid yang
terjadi secara signifikan. Hal tersebut dapat menegaskan bahwa vitamin C memiliki
kapasitas antioksidan yang efektif dalam mencegah stres oksidatif yang terjadi akibat
aktivitas fisik. Salah satu pertahanan antioksidan yang penting pada tubuh manusia adalah
SOD, yang merupakan keluarga enzim dengan aktivitas melawan radikal superoksida.
SOD ini berperan dalam mengkatalisis pemutusan anion superoksida O2 − menjadi O2
dan H2O2. SOD merupakan enzim untuk menghambat peningkatan reaktif oksigen
spesies (ROS). SOD lebih efektif dalam menetralkan ion pada anion superoksida, yang
selanjutnya diubah menjadi H2O oleh glutathione (Wibawa et al., 2020)

Proses metabolisme
Dalam tubuh manusia vitamin C akan mengalami proses absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi (ADME). Metabolisme vitamin C terdiri dari oskidasi,
ekskresi, dan regenerasi. Hasil dari proses oksidasi adalah radikal bebas yang askorbil,
biasa berubah secara reversibel kedalam bentuk vitamin C kemabli atau dapat juga
mengalami oksidasi ireversibel menjadi bentuk dehydro-L-ascorbit acid. Proses oksidasi
pada vitamin C dapat pula terjadi setelah bereaksi dengan vitamin E atau radikal urat.
Pencernaan vitamin C secara mekanik dimulai dari mulut, melewati esophagus lalu
masuk kedalam lambung. Vitamin C yang dikonsumsi akan berikatan dengan protein lalu
kemudian dilepaskan di dalam lambung. Vitamin C lalu masuk kedalam usus halus untuk
diserap. Vitamin C cukup mudah untuk diabsorbsi secara aktif dan difusi pada bagian
atas usus halus. Proses absorbsi vitamin C di usus halus dibantu oleh Natrium-Vit C
transporter. Asam askorbat mudah diserap dari saluran pencernaan. Namun, penyerapan
mungkin tertunda dengan dosis besar. Dimetabolisme secara hepatik, dioksidasi secara
reversibel menjadi asam dehidroaskorbat, dan dimetabolisme menjadi askorbat-2-sulfat
dan asam oksalat yang tidak aktif. Pengikatan protein sebesar 25%, lalu asam askorbat
didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh (Kumar et al., 2022). Lalu vitamin C
yang diserap akan masuk kedalam peredaran darah melalui vena porta. Kemudian vitamin
C dialirkan keseluruh jaringan tubuh. Nilai rata rata absorbsi vitamin C sekitar 90%.
Vitamin C akan ditransport oleh darah ke jaringan dengan memanfaatkan askorbat
transporter, kemudian disimpan pada jaringan non-lemak seperti kelenjar adrenal,
kelenjar pituitary, lensa mata, hati, ginjal, hati, paru-paru, pankreas dan leukosit.
Eliminasi vitamin C melalui urin setelah ekskresi dari ginjal. Urin berbentuk utuh dan
bentuk garam sulfatnya terjadi apabila kadarnya dalam darah melewati ambang rangsang
ginjal 1,4 mg% (Pakaya, 2014).
Gambar 5. Metabolisme vitamin C
(Sumber: Aniello et al., 2017)
Manusia tidak dapat mensintesis vitamin C karena kurangnya enzim L-gulonolakton
oksidase (GLO), sehingga dibutuhkan vitamin C eksogen. Tingkat vitamin C dalam tubuh
dipertahankan dalam kisaran antara (~ 50 μM) mikromolar dalam plasma darah dan (~ 1-
10 mM) milimolar di dalam sel (Gambar 4). Vitamin C dengan tingkat tertinggi
ditemukan di hipofisis dan sel kelenjar adrenal, vitamin C terakumulasi melalui aktivitas
sistem transportasi yang sangat spesifik yang dikodekan oleh Gen SLC23A1 dan
SLC23A2, juga dikenal sebagai SVCT1 dan SVCT2. Vitamin C terus menerus
dikatabolisme melalui oksidasi menjadi dehydroascorbate (DHA), yang kemudian diubah
menjadi asam oksalat. Rute utama ekskresi vitamin C dan DHA adalah ekskresi urin
(Gambar 4). Oksalat adalah salah satu dari produk akhir utama dari pemecahan vitamin
C pada manusia. Pada proses perombakan ini sangat rentan terjadiakumulasi batu kalsium
oksalat dan nefrokalsinosis. Oleh karena itu, orang yang rentan harus menghindari
konsumsi suplemen vitamin C secara sistematis (D'Aniello et al., 2017).
Daftar Pustaka
Caritá, A. C., Fonseca-Santos, B., Shultz, J. D., Michniak-Kohn, B., Chorilli, M., &
Leonardi, G. R. (2020). Vitamin C: One compound, several uses. Advances for
delivery, efficiency and stability. Nanomedicine: Nanotechnology, Biology, and
Medicine, 24(xxxx), 102117.
D'Aniello, C., Cermola, F., Patriarca, E. J., & Minchiotti, G. (2017). Vitamin C in stem
cell biology: impact on extracellular matrix homeostasis and epigenetics. Stem
Cells International, 2017.
Devaki, S. J., & Raveendran, R. L. (2017). Vitamin C: sources, functions, sensing and
analysis. In Vitamin C. IntechOpen, 1-9.
Kumar, M., Pratap, V., Gour, J. K., Singh, M. K. (2022). Antioxidants Effects in Health.
Vitamin C Chapter 4.22.
Mitmesser, S. H., Ye, Q., Evans, M., & Combs, M. (2016). Determination of plasma and
leukocyte vitamin C concentrations in a randomized, double-blind, placebo-
controlled trial with Ester-C®. SpringerPlus, 5(1), 1-11.
Pakaya, D. (2014). Peranan Vitamin C pada kulit. Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah
Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 1(2), 45-54.
Rusiani, E., Junaidi, S., Subiyono, H. S., & Sumartiningsih, S. (2020). Suplementasi
Vitamin C dan E untuk Menurunkan Stres Oksidatif Setelah Melakukan Aktivitas
Fisik Maksimal. Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, 9(2).
Sylviana, N., Gunawan, H., Lesmana, R., Purba, A., & Akbar, I. B. (2017). The Effect of
Astaxanthin and Regular Training on Dynamic Pattern of Oxidative Stress on Male
under Strenuous Exercise. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(1), 46–54.
Wibawa, J. C., Arifin, M. Z., & Herawati, L. (2020). Mekanisme vitamin C menurunkan
stres oksidatif setelah aktivitas fisik. JOSSAE (Journal of Sport Sci ence and
Education), 5(1), 57-63.

Anda mungkin juga menyukai